Pengelolaan Ekosistem Rawa Lebak Untuk Mendukung

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kalimantan Tengah merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang
memiliki kawasan rawa yang luas. Luas rawa di Kalimantan Tengah mencapai
18,115 km² atau sekitar
11,8 % dari total luas
Kalimantan Tengah.
Kota
Palangkaraya yang merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Tengah memiliki
kawasan rawa sekitar 16,67 % atau sekitar 40.003 ha (Pemda Kalteng 2003).
Rawa di Kota Palangkaraya merupakan tipe ekosistem rawa lebak (floodplain)
yaitu genangan air yang terbentuk sebagai akibat luapan air sungai.
Kawasan
rawa tersebut merupakan dataran banjir sungai Kahayan, Rungan, dan Sebangau.
Rawa lebak memiliki kontribusi penting bagi masyarakat setempat berupa sumber
protein dari ikan yang murah, kesempatan kerja, jalur transportasi dan sebagai
sumber penghasilan. Produksi ikan di Kota Palangkaraya sebagian besar (sekitar
74,77 %) berasal dari rawa lebak (Dinas Pertanian Kota Palangkaraya 2006).
Letak pedesaan di Kota Palangkaraya sebagian besar berada di sekitar
sungai
Rungan
(Lampiran
1).
Masyarakat
pedesaan
tersebut
memiliki
ketergantungan terhadap ekosistem rawa lebak disekitarnya. Mereka merupakan
masyarakat tradisional Suku Dayak Ngaju yang telah turun temurun bertempat
tinggal di sekitar sungai Rungan. Pemenuhan kebutuhan ikan untuk masyarakat
Kota Palangkaraya bergantung pada wilayah tersebut.
Ikan perairan tawar memiliki peranan lebih penting dibandingkan ikan laut di
Kota Palangkaraya.
Kondisi ini disebabkan oleh budaya setempat yang lebih
terbiasa mengkonsumsi ikan perairan tawar, harga lebih murah dan lokasi kota ini
jauh dari sumber ikan laut. Tingkat kebutuhan ikan di Palangkaraya lebih besar
dibanding produksi ikan di Palangkaraya. Tingkat kebutuhan ikan di Palangkaraya
tahun 2005 mencapai 4.413,96 ton / tahun, dengan tingkat konsumsi ikan sekitar
25,12 kg/kapita/tahun.
Produksi ikan di Palangkaraya tahun 2005 hanya dapat
memenuhi sekitar 63,06 % dari kebutuhan ikan di Palangkaraya atau sekitar
2.783,34 ton / tahun (Dinas Pertanian Kota Palangkaraya
2006).
Tingginya
permintaan ikan dapat mendorong peningkatan intensitas penangkapan ikan di
1
kota Palangkaraya yang mengancam keberlanjutan sumberdaya ikan di perairan
rawa lebak.
Menurut Hoggarth
(1999) rawa lebak merupakan ekosistem yang lebih
cepat rusak dan hilang dibandingkan dengan ekosistem lain. Rawa lebak tidak
hanya rentan terhadap perubahan langsung seperti konversi menjadi lahan
pertanian atau pemukiman, tetapi juga rentan terhadap perubahan kualitas air
sungai yang mengaliri rawa lebak (Lewis Jr et al.
2000).
keanekaragaman ikan di perairan tawar dalam kondisi lebih
Akibatnya
cepat mengalami
penurunan dibandingkan ekosistem lain (Revenga & Kura 2003). Permasalahan
yang dijumpai pada perikanan perairan pedalaman di Kalimantan Tengah antara
lain penurunan kualitas air, adanya kasus penangkapan ikan yang menggunakan
bahan racun dan listrik, dan adanya kecenderungan penurunan hasil tangkapan
nelayan (Pemda Kalteng 2003). Menurut Harteman (2001; 2002), sumberdaya
ikan rawa lebak di Kota Palangkaraya seperti di Kelurahan Petuk Ketimpun dan
Berengbengkel dalam kondisi labil atau rusak. Kerusakan lingkungan ini
diindikasikan dengan rendahnya keanekaragaman ikan dan komunitas ikan
didominasi oleh spesies ikan kecil. Kerusakan sumberdaya ikan tersebut diduga
diakibatkan oleh kerusakan hutan alam, penangkapan ikan yang berlebihan, dan
penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, seperti dengan racun dan
listrik.
Ekosistem rawa lebak di Kota Palangkaraya merupakan sumberdaya alam
yang bersifat terbuka dan tidak dimiliki oleh perorangan. Apabila ekosistem rawa
lebak tidak dikelola dengan tepat, maka dapat terjadi pemanfaatan ekosistem dan
sumberdaya ikan yang tidak berkelanjutan. Akibatnya pendapatan masyarakat
tradisional yang hidupnya bergantung pada sumberdaya ikan di kawasan tersebut,
akan menurun atau bahkan kehilangan mata pencahariannya sebagai nelayan.
Konservasi keanekaragaman ikan cenderung hanya ditujukan pada kawasan yang
sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Kawasan di luar itu yang justru
memiliki wilayah yang luas, menghadapi ancaman eksploitasi ikan berlebih, dan
kerusakan ekosistem.
Oleh karena itu diperlukan upaya pengelolaan di luar
kawasan konservasi dengan tujuan mempertahankan keanekaragaman ikan dan
2
menjamin keberlanjutan mata pencaharian nelayan yang hidupnya bergantung
pada ekosistem tersebut.
Pengelolaan perairan rawa lebak di Indonesia saat ini masih jarang
dilakukan
karena
sangat
kompleks
dan
belum
dipahami
dengan
baik.
Kompleksitas pengelolaan kawasan ini disebabkan oleh stok ikan bersifat
multispesies, eksploitasi yang bersifat tradisional dengan berbagai alat tangkap,
kawasan melewati batas-batas administrasi desa dan variasi lingkungan yang tinggi
(Koeshendrajana & Hoggarth 1998). Data ekologis ekosistem rawa lebak di Kota
Palangkaraya masih sangat sedikit, sehingga strategi pengelolaan perairan rawa
lebak di kawasan tersebut masih sulit dirumuskan dengan baik. Menurut Undang
undang RI nomor 5 tahun 1990, tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya, pengelolaan ekosistem bertujuan mengusahakan terwujudnya
kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga
dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2007,
tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, diperlukan upaya melindungi, melestarikan,
dan memanfaatkan sumberdaya ikan, untuk menjamin keberadaan, ketersediaan,
dan kesinambungan jenis ikan bagi generasi sekarang maupun yang akan datang.
Dengan demikian diperlukan tindakan pengelolaan ekosistem untuk mendukung
keanekaragaman ikan dan mendukung kesejahteraan masyarakat yang hidupnya
bergantung pada sumberdaya ikan di rawa lebak. Pengelolaan ekosistem rawa
lebak di Kota Palangkaraya harus ditujukan untuk mendukung keanekaragaman
ikan dan peningkatan pendapatan masyarakat nelayan.
1.2. Rumusan masalah
Rawa lebak di Kota Palangkaraya sebagian besar merupakan dataran banjir
sungai Rungan.
Ekosistem rawa lebak
merupakan ekosistem yang memiliki
peranan mempertahankan produktifitas dan keanekaragaman ikan (Hamilton
2002).
Rawa lebak memiliki peranan penting untuk masyarakat di sekitarnya
sebagai sumber pendapatan dan pemenuhan kebutuhan protein rumah tangga.
Sumberdaya ikan rawa lebak di Kota Palangkaraya diindikasikan dalam
kondisi rusak
(Harteman 2001;
2002)
Permasalahan
yang dihadapi adalah
3
kerusakan hutan alam, penurunan kualitas air, penangkapan yang berlebihan,
kecenderungan penurunan hasil tangkapan nelayan dan penggunaan alat tangkap
yang tidak ramah lingkungan (Harteman 2002 ; Pemda Kalteng 2003). Ekosistem
rawa lebak dan keanekaragaman ikan yang dimilikinya merupakan sumberdaya
yang tidak dimiliki perorangan. Kondisi ini akan menyebabkan perubahan kualitas
lingkungan perairan yang tidak sesuai untuk kehidupan ikan dan
penurunan
keanekaragaman ikan apabila tidak ada pengelolaan yang tepat.
Perubahan
lingkungan perairan dapat mengakibatkan kualitas lingkungan tidak mendukung
kehidupan ikan.
Apabila kualitas lingkungan tidak mendukung kehidupan ikan,
maka akan mengakibatkan keanekaragaman ikan menurun.
Penangkapan ikan
yang berlebih cenderung terjadi apabila tanpa pengaturan.
Penangkapan yang
berlebih mengakibatkan kelimpahan ikan menurun dan hasil tangkap nelayan juga
menurun. Dampak selanjutnya adalah masyarakat sekitar rawa lebak yang
hidupnya bergantung pada sumberdaya ikan rawa lebak akan kehilangan mata
pencaharian. Upaya konservasi keanekaragaman ikan cenderung hanya ditujukan
pada kawasan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan suaka perikanan.
Kawasan di luar itu yang justru memiliki wilayah yang luas, menghadapi ancaman
eksploitasi ikan berlebih, dan kerusakan ekosistem. Oleh karena itu diperlukan
upaya pengelolaan ekosistem rawa lebak untuk mendukung keanekaragaman ikan
dan meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan.
Penelitian
ini
dimaksudkan
untuk
merumuskan
model
pengelolaan
ekosistem rawa lebak di Kota Palangkaraya. Beberapa permasalahan yang akan
dijawab dalam penelitian ini antara lain :
1.
Bagaimana kondisi keanekaragaman ikan dan kualitas perairan di rawa
lebak.?
2.
Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pendapatan nelayan di
rawa lebak?
3.
Bagaimana model pengelolaan ekosistem rawa lebak yang mendukung
keanekaragaman ikan dan peningkatan pendapatan nelayan ?
4
1.3. Tujuan penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi kondisi keanekaragaman ikan dan kondisi lingkungan
ekosistem rawa lebak.
2. Mengidentifikasi faktor – faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan
nelayan.
3. Merumuskan model pengelolaan ekosistem rawa lebak yang mendukung
keanekaragaman ikan dan peningkatan pendapatan nelayan.
1.4. Manfaat penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan rancang bangun pengelolaan ekosistem rawa lebak yang
mendukung keanekaragaman ikan dan pendapatan masyarakat nelayan.
Informasi ini bermanfaat untuk bahan pertimbangan Pemerintah Daerah
dalam mengambil kebijakan pengelolaan ekosistem rawa lebak.
2. Memberikan informasi ilmiah tentang status keanekaragaman ikan dan
kondisi lingkungan rawa lebak sungai Rungan.
3. memberikan informasi ilmiah mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi
pendapatan masyarakat nelayan rawa lebak.
4. Memberikan sumbangan ilmiah pada bidang ilmu pengelolaan perairan
rawa lebak di tropika.
1.5. Kerangka pemikiran
Ekosistem rawa lebak memiliki keanekaragaman ikan yang tinggi yang perlu
dipertahankan keberadaannya. Masyarakat tradisional yang hidup di sekitar rawa
lebak memiliki
ketergantungan pada sumberdaya ikan di rawa lebak tersebut.
Mereka menangkap ikan sebagai mata pencaharian utama.
ekosistem rawa lebak
Pengelolaan
perlu dilakukan dengan tujuan untuk mendukung
keanekaragaman ikan yang ada serta untuk mendukung keberlanjutan pendapatan
masyarakat nelayan di sekitarnya. Keanekaragaman ikan dapat menjadi indikator
kondisi komunitas ikan (Welcomme 2003a) maupun kondisi ekosistem (Kapetsky &
5
Barg 1997). Bahkan keanekaragaman ikan memberikan manfaat ekonomi secara
langsung bagi masyarakat (Braatz
1994).
Masyarakat nelayan memiliki
kesempatan mengeksploitasi beragam jenis ikan, terutama yang memiliki nilai
ekonomi. Keragaman jenis ikan memberi kesempatan nelayan menangkap sesuai
dengan variasi habitat, musim dan jenis alat tangkap.
Keanekaragaman ikan di rawa lebak terutama dipengaruhi oleh faktor
ekologis dan faktor antropogenik. Menurut Lowe-McConnell (1987) habitat yang
sesuai untuk mendukung keanekaragaman ikan ditentukan oleh kondisi fisik kimia
perairan,
ketersediaan
pakan
alami,
ketersediaan ruang untuk daur hidup.
perlindungan
dari
pemangsaan
dan
Kondisi fisik kimia perairan yang optimal
akan mendukung keanekaragaman ikan, sebaliknya bila kondisinya tidak optimal,
hanya spesies yang mampu bertoleransi saja yang dapat hidup (Lowe-McConnell
1987). Komponen biotik perairan di rawa lebak yang memiliki peranan terhadap
keanekaragaman ikan antara lain plankton, makrozoobenthos, vegetasi air dan
pohon rawa. Keanekaragaman ikan akan cenderung lebih tinggi, apabila pakan
alami yang tersedia di lingkungan mencukupi untuk berbagai spesies ikan.
Plankton dan makrozoobenthos memiliki peranan sebagai pakan alami ikan di rawa
lebak (Forsberg et al.
1993; Buchar 1998; Merona & Rankin-de-Merona 2004).
Vegetasi air dan pohon rawa memiliki peranan sebagai tempat perlindungan ikan
dari pemangsaan dan aktivitas penangkapan (Chapman et al. 1996 ; Hoggarth et
al. 1999). Komunitas ikan rawa lebak terdiri atas spesies ikan yang beragam.
Spesies-spesies tersebut saling berinteraksi.
Oleh karena spesies ikan dalam
komunitas saling berinteraksi, maka hilangnya suatu spesies akan dapat
berdampak pada struktur komunitas ikan (Lowe-McConnell 1987).
Faktor antropogenik yang dominan mempengaruhi keanekaragaman ikan
rawa lebak adalah penangkapan ikan yang berlebih dan aktivitas manusia yang
merusak ekosistem rawa lebak
(Dudgeon
2000).
Penangkapan ikan yang
berlebih akan mengakibatkan menurunnya populasi ikan dan keanekaragaman
ikan.
Alat tangkap yang digunakan di rawa lebak bervariasi bergantung pada
musim, habitat, dan teknologi yang dikenal masyarakat (Hoggarth et al. 1999).
Penggunaan alat tangkap yang tidak selektif dan penangkapan berlebihan akan
mengakibatkan penurunan keanekaragaman ikan. Penangkapan ikan merupakan
6
mata pencaharian utama masyarakat nelayan.
Dengan demikian mata
pencaharian menangkap ikan dapat mempengaruhi keanekaragaman ikan. Mata
pencaharian sampingan juga berpeluang akan mempengaruhi keanekaragaman
ikan. Mata pencaharian selain menangkap ikan, juga umumnya
dimiliki oleh
masyarakat di rawa lebak. Hal ini disebabkan oleh variasi potensi sumberdaya ikan
bersifat musiman, dan sumberdaya alam disekitar mereka masih dapat menjadi
sumber mata pencaharian alternatif. Pada umumnya mata pencaharian sampingan
masyarakat nelayan bergantung pada sumberdaya alam yang tersedia di rawa
lebak sekitar tempat tinggal mereka. Mata pencaharian sampingan dapat
mengakibatkan kerusakan ekosistem, apabila eksploitasi sumberdaya alam di
rawa lebak dilakukan dengan tidak tepat. Apabila alternatif mata pencaharian
semakin sedikit, maka masyarakat akan cenderung mengintensifkan kontribusi
perikanan sebagai sumber pendapatan.
Sebaliknya apabila terdapat alternatif
mata pencaharian lain yang lebih menguntungkan, maka tekanan eksploitasi
sumberdaya ikan akan menurun.
Faktor
sosial
dan
budaya
masyarakat
dapat
mempengaruhi
keanekaragaman ikan (Pinedo-Vasquez et al. 2001). Masyarakat memanfaatkan
sumberdaya ikan di rawa lebak melalui kegiatan penangkapan ikan. Faktor sosial
budaya
masyarakat
akan
mempengaruhi
perilaku
masyarakat
dalam
memanfaatkan sumberdaya ikan dan sumber daya alam lainnya di rawa lebak.
Faktor sosial dan budaya yang mempengaruhi cara masyarakat memanfaatkan
sumberdaya ikan antara lain : nilai – nilai sosial dan kearifan lokal, persepsi
masyarakat terhadap lingkungan, dan norma - norma yang mengatur pemanfaatan
sumberdaya ikan.
Sebagian besar masyarakat nelayan rawa lebak
merupakan nelayan paruh
waktu yaitu memiliki mata pencaharian lain di samping menangkap ikan
(Welcomme 1983). Pendapatan total rumah tangga nelayan berasal dari sektor
penangkapan ikan dan sektor bukan penangkapan ikan (Panayotou
1985).
Kontribusi sektor bukan penangkapan ikan terhadap total pendapatan bergantung
pada peluang mata pencaharian yang tersedia di lingkungan tempat tinggal
masyarakat.
Sedangkan kontribusi sektor penangkapan ikan dipengaruhi oleh
jumlah hasil tangkapan ikan (Wickham 2003). Tingkat pendapatan masyarakat
7
nelayan rawa lebak yang merupakan indikator tingkat kesejahteraan dipengaruhi
oleh perimbangan persentase kontribusi
mata pencaharian menangkap ikan
dengan matapencaharian bukan menangkap ikan (Bene et al . 2000).
Pengelolaan ekosistem merupakan suatu pendekatan pengelolaan yang
menggunakan informasi ekologis dan sosial untuk mencapai tujuan (Lackey 1998).
Perumusan model pengelolaan ekosistem rawa lebak
dilakukan berdasarkan
kajian faktor biofisik perairan dan faktor sosial dan ekonomi nelayan.
pengelolaan
bergantung
pada
tujuan
pengelolaan
keanekaragaman ikan dan pendapatan nelayan.
yaitu
:
Model
mendukung
Untuk mencapai tujuan
pengelolaan, maka diperlukan pengelolaan mata pencaharian penangkapan ikan
dan mata pencaharian sampingan, serta strategi peningkatan pendapatan nelayan.
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini, secara sistematis
disajikan pada Gambar 1.
Faktor biofisik perairan
Faktor sosial dan ekonomi
Kondisi komponen fisik
kimiawi habitat ikan
Karakteristik
mata pencaharian
Kondisi komponen
biotik habitat ikan
Tingkat pendapatan
nelayan
keanekaragaman ikan
Nilai, norma dan kontrol
sosial masyarakat
Pengelolaan Ekosistem rawa lebak
Pengelolaan mata
pencaharian
penangkapan ikan
Pengelolaan mata
pencaharian
sampingan
Strategi
Peningkatan
pendapatan nelayan
Tujuan pengelolaan
Keberlanjutan
keanekaragaman ikan
Pendapatan Nelayan di
atas garis kemiskinan
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
8
1.6. Kebaharuan (Novelty)
Upaya konservasi keanekaragaman ikan saat ini cenderung diupayakan
hanya di kawasan suaka perikanan yang dilindungi oleh undang – undang.
Kawasan yang dilindungi tersebut hanya bagian kecil dari ekosistem, bila dibanding
dengan luas kawasan yang tidak dilindungi. Apabila konservasi keanekaragaman
ikan dapat diimplementasikan di kawasan di luar daerah yang dilindungi, maka
keberlanjutan keanekaragaman ikan akan lebih terjamin. Upaya konservasi
keanekaragaman ikan dan peningkatan pendapatan nelayan sering kali menjadi
upaya yang kontradiktif, karena konservasi cenderung membatasi penangkapan
ikan, sedangkan peningkatan pendapatan cenderung dengan meningkatkan
penangkapan ikan. Upaya konservasi keanekaragaman ikan di luar daerah yang
dilindungi harus diikuti dengan upaya menjamin keberlanjutan mata pencaharian
masyarakat tradisional yang hidupnya bergantung pada ekosistem ini.
Novelty
dalam penelitian ini adalah : rancangan model pengelolaan ekosistem rawa lebak
berdasarkan kajian ekologis, sosial, dan ekonomi, yang sesuai dengan kondisi
sosial budaya masyarakat lokal Dayak, yang menyatukan antara kepentingan
konservasi keanekaragaman ikan dan kepentingan peningkatan pendapatan
nelayan.
9
Download