Adopsi Event Study Oleh: Subagyo Event Study seringkali dipakai sebagai metode untuk melihat reaksi pasar atas sebuah peristiwa tertentu dalam bingkai EMH (Efficiency Market Hipothesis). Kecepatan reaksi pasar, penetrasi, kandungan dan distorsi informasi dapat terlihat dengan menggunakan metode ini. Event Study menggunakan periode jendela (windows period) sebagai jarak amatan sebelum dan sesudah peristiwa. Tidak ada batasan baku, mengenai jarak amatan. Dalam posisi pasar yang efisien maka jarak amatan tidak memerlukan waktu yang terlalu panjang dan sebaliknya. Bagaimana jika event study dalam habitat manajemen investasi diadopsi dalam habitat politik? Event Date Angket Pajak Beberapa saat lalu, Paripurna DPR telah ”bersepakat” untuk menolak angkat pajak. Penolakan ini menjadi kulminasi (resistence level) perilaku politik. Dalam periode amatan sebelum event date tergambar dalam media bagaimana volatilitas politik begitu tampak dinamis dengan berbagai argumentasi, justifikasi, reaksi dan kontra reaksi dalam kemas talkshow, diskusi dan beragam kemas lain. Politik ”gejolak” telah didesain kekuatan politik, meskipun tampak bahwa ”gejolak” yang lahir begitu inklusif hanya pada tataran elit. Sebuah simpangan target!. Setelah penolakan, sebagai periode amatan, dinamika ”gejolak” tidak begitu terasa. Akibat dari terpaan inklusif maka implikasi yang ditimbulkannya hanyalah pada elit. Dan berkonsekuensi pada bentuk kemasaan solusi bargaining juga go private antar elit. Anti klimaks sudah terjadi. Flat! Kekuatan partai politik tampaknya menahan diri untuk menuju harmoni kembali. Sambil sesekali mereaksi dalam batas-batas harmonisasi. Ataukah sebaliknya menunjukkan kepastian akan ”ketidakpercayaan diri”? Efisiensi dan Informasi Utama adalah masalah kadar. Dalam habitus politik, umumnya (selalu) kadar informasi publik tidaklah sama dengan kadar informasi privat. Ketaksamaan dalam volume dan ketaksesuain informasi. Begitu tidak simetris! Apa yang tersampaikan ke publik di media tidak tentu sama dengan apa yang beredar diantara elit. Keluasan informasi juga demikian. Hal inilah yang seringkali mendistorsi keputusan dan harapan. Dalam teori investasi, semakin tidak simetris maka akan berimplikasi pada semakin tidak efisien pasar dan menimbulkan distorsi serta berujung pada lahirnya ketaknormalan return (abnormal return). Dalam politik? Lahir perilaku dalam bentuk sikap dan keputusan politik tak normal! Distorsi informasi pasca paripurna juga disuburkan oleh (setidaknya) fenomena Dipo Alam vs Media, rumors suap angkat, aksi bolos beberapa politisi dan Revolusi PSSI. Entah by design atau by accident banyak sumberdaya politik yang terkerah untuk fenomena itu. Sehingga mempertebal ketaksimetris-an informasi. Dan selalu, substansi selalu ter-eliminasi!. Penenggelaman akal sehat! Sehingga yang saat ini ditunggu adalah bagaimana kejelasan atas implikasi angket ini? Jika memang membutuhkan waktu yang “sangat” panjang, maka memang politik selalu tidak efisien. Reaksi lambat! Titik simpul ialah ending politik seringkali tidak pasti, terlalu dipaksakan dan kadangkala sentimental!. (26 Pebruari 2011)