4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame (Osphronemous

advertisement
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Gurame (Osphronemous gouramy)
Berdasarkan kebiasaan makanannya, ikan gurame (Osphronemous gouramy)
adalah ikan omnivora yang bertendensi herbivora. Oleh karena itu, di alam ikan
gurame dapat mengkonsumsi sumber pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Disamping itu untuk memenuhi kebutuhan proteinnya ikan gurame juga dapat
memanfaatkan detritus yang berasal dari dasar perairan. Detritus banyak
mengadung jasad renik dan mikroorganisme yang ikut berperan dalam
menyumbangkan enzim pencernaan eksogen untuk mendegradasi nutrien pakan
yang dikonsumsi oleh ikan. Jasad renik dan mikroorganisme tersebut juga
merupakan sumber nutrien tambahan bagi ikan. Mikroflora adalah mikroorganisme
yang secara alamiah menghuni saluran pencernaan makhluk hidup. Mikroflora
terdiri atas berbagai mikrob dalam jumlah besar, dengan aktivitas dan kapasitas
metabolik yang sangat beragam, serta yang dapat memberi pengaruh positif
maupun negatif pada fungsi fisiologis saluran pencernaan (Alamsyah et al., 2009).
Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa pada saluran pencernaan ikan gurame
terdapat probiotik seperti BAL.
Gurame (Osphronemous gouramy) merupakan jenis ikan konsumsi air
tawar yang secara fisik dikenali dari bentuk badan yang pipih lebar, bagian
punggung berwarna merah sawo dan bagian perut berwarna kekuningan/keperakan.
Ikan gurame merupakan keluarga Anabantidae, keturunan Helostoma dan ordo
Labyrinthici. Ikan gurame berasal dari perairan daerah Sunda (Jawa Barat,
Indonesia), dan menyebar ke Negara Malaysia, Thailand, dan Australia.
Pertumbuhan ikan gurame agak lambat dibanding ikan air tawar jenis lain (Anonim,
2006). Ikan gurame merupakan salah satu ikan air tawar yang bernilai ekonomis
tinggi di Indonesia khususnya di Jawa Barat. Ikan gurame (Osphronemus gouramy)
merupakan salah satu diantara ikan tawar yang memiliki kandungan gizi yang
tinggi. Keunggulan ikan gurame disbanding ikan tawar lainnya selain rasa dan
5
kandungan gizinya tinggi, ikan gurame mudah dipelihara karena bersifat pemakan
apa saja, dapat berkembang biak secara alami, dan dapat hidup di air tergenang,
serta harganya relativ mahal (Jangkaru 2002 dalam Sudirja, 2007).
Ikan gurame Osphronemous gouramy sebagai komoditas ikan air tawar
memiliki alat pernapasan tambahan berupa labirin yang mulai terbentuk pada umur
18–24 hari sehingga dapat bertahan hidup pada perairan yang kurang oksigen
karena mampu mengambil oksigen dari udara bebas (Standar Nasional Indonesia
(SNI): 01-6485.2-2000).
2.2 Bakteri Edwardsiella tarda
Bakteri E. tarda merupakan bakteri Gram-negatif yang berbentuk batang
bengkok, dengan ukuran 1 x 2-3 µm, bersifat Gram negatif bergerak dengan
bantuan flagella, tidak membentuk spora atau kapsul dan bersifat fakultatif anaerob.
Bakteri ini dapat dijumpai di lingkungan air tawar dan air laut, dengan suhu optimal
bagi pertumbuhannya sekitar 35 oC, sedangkan pada suhu dibawah 10 oC atau
diatas 45 oC tidak dapat tumbuh (Mohanty and Sahoo, 2007). Lesi patologis
anatomis E. tarda adalah warna tubuh pucat, dan apabila ikan terserang bakteri ini
akan tampak pendarahan organ visceral, infeksi ringan yang ditandai dengan luka
kecil, sementara jika infeksi akut luka akan bernanah berisi gas dan berbau busuk
(Firma et al. 2012).
Bakteri E. tarda tidak memproduksi endotoksin seperti pada umumnya
bakteri Gram negatif, tetapi menghasilkan dua
eksotoksin yang dapat
menyebabkan lesi. E. tarda merupakan tipe bakterium enterik dan dapat bertahan
didalam air dan lumpur sehingga air dan lumpur yang sudah bebas dari ikan yang
sakit dapat menjadi karier dan menyebabkan timbulnya kembali penyakit. E. tarda
telah diisolasi 75% dari sampel air kolam, 64% pada sampel lumpur kolam, dan
100% dari kodok, kura-kura dan ikan kolam. Hal ini menunjukkan bahwa E. tarda
merupakan mikroflora pada kolam ikan dan adanya bakteri tersebut membuat
potensi penyakit ikan tetap ada (Narwiyani, 2010).
Edwardsilosis merupakan salah satu penyakit yang sangat banyak
menyerang ikan. Penyakit ini sudah diteliti sejak 40 tahun yang lalu dan terjadi
karena interaksi antara bakteri E. tarda dengan host dan lingkungan, juga
6
kemampuannya hidup sebagai sel planktonik dan sel biofilm (Mohanty and Sahoo,
2007). Pada penelitian sebelumnya E. tarda dapat dikendalikan dengan antibiotik
seperti aminoglycosides, cephalosporins, penicillins, imipenem, aztreonam,
ciprofloxacin, sulphamethoxazole, nitrofurantoin dan antibiotik betalactamaseinhibitor agents(Clark et al., 1991).
2.3 Biofilm
Biofilm merupakan kumpulan dari sel-sel mikrobial yang melekat pada
secara ireversibel pada suatu permukaan dan terbungkus dalam matriks
Extracellular polymeric Subtances (EPS) yang dihasilkannya sendiri serta
memperlihatkan adanya perubahan fenotip seperti perubahan tingkat pertumbuhan
dan perubahan transkripsi gen dari sel planktonik atau sel bebasnya. EPS berfungsi
sebagai penghubung
antar
permukaan
sel
dan menjadi
inisiasi
pada
pembentukan biofilm. Faktor-faktor yang mempengaruhi perlekatan sel-sel bakteri
dalam pembentukan biofilm adalah efek substratum (permukaan tempat
melekatnya), conditioning film, hidrodinamik dari aliran yang melewatinya,
karakteristik media cairan, dan keadaan permukaan sel bakteri yang melekat
(Gunardi, 2010).
Pembentukan biofilm terjadi secara terstruktur pada permukaan padatan
sehingga membentuk lapisan tipis (Prakas, 2003) melalui 3 tahapan proses,
yaitu tahap pelekatan bakteri pada permukaan padatan (attachment), kolonisasi,
dan
tahap
pertumbuhan biofilm bakteri (Prakash et al. 2003). Pada tahap
pelekatan, bakteri mendekati permukaan melalui gaya elektrostatik maupun gaya
fisika. Pada umumnya, ketersediaan nutrisi, suhu air dan laju alir cairan yang
memadai serta karakteristik bakteri seperti adanya flagela dan permukaan sel
yang terasosiasi dengan poplisakarida atau protein mempercepat proses pelekatan.
Setelah itu bakteri berasosiasi satu sama lainnya
membentuk mikrokoloni
(Sastrawidana dan Sukarta, 2013).
Terbentuknya biofilm adalah sebagai strategi bagi mikroorganisme untuk
mempertahankan populasinya karena adanya EPS yang mencegah difusi senyawasenyawa toksik yang membahayakan serta mengatur pertumbuhan sel (Qureshi et
al. 2005). Jika mikroba dapat membentuk biofilm pada proses pertumbuhannya,
7
daya tahan terhadap kondisikondisi buruk lebih tinggi jika dibandingkan dengan
pertumbuhannya sebagai sel planktonik, oleh sebab itu sel biofilm merupakan
sumber kontaminan yang sangat besar terhadap produk pangan (Donlan 2002).
Edwardsiella tarda merupakan bakteri yang mampu membentuk biofilm
pada permukaan padat. Kemampuannya tersebut membuat bakteri ini menjadi
bakteri yang sangat patogen terhadap manusia maupun hewan terkhusus ikan. Pada
areal perairan, E. tarda mampu membentuk biofilm pada semua permukaan padat
termasuk sisik ikan, hal tersebut membuat bakteri E. tarda menjadi salah satu
bakteri utama penyebab penyakit pada ikan (Zhang et al., 2008).
2.4 BAL (Bakteri Asam Laktat)
Bakteri Asam Laktat didefenisikan sebagai kelompok bakteri Gram positif,
tidak membentuk spora, berbentuk batang atau bulat, katalase dan oksidase negatif
serta bersifat aerotoleran anaerob. Kemampuan menggunakan karbohidrat sebagai
sumber energi, serta produksi asam laktat sebagai produk tunggal atau produk
utama merupakan penciri metabolismenya (Wirawati, 2002). Bakteri asam laktat
sering ditemukan secara alamiah dalam bahan pangan. Bakteri ini hidup pasa susu,
daging segar, dan sayur-sayuran dalam jumlah yang kecil. Dalam proses fermentasi
spontan, bakteri asam laktat sering ditemukan sebagai mikroflora yang dominan
dalam menghambat bakteri perusak dan patogen (Situngkir, 2005).
Perkembangan klasifikasi BAL yang terbaru menurut Salminen dan Wright
(1998), terdiri atas 16 genera yaitu Aerococcus, Alloiococcus, Dolosigranulum,
Globicatella,
Lactosphera,
Carbobacterium,Enterococcus,
Leuconostoc,Oenococcus,
Lactococcus,
Pediococcus,
Lactobacillus,
Streptococcus,
Tetragenococcus, Vagococcus dan Weissela. Sedangkan genus Lactobacillus
dibagi lagi menjadi 3 subgenera yaitu Betabacterium, Streptobacterium dan
Thermobacterium.
Berdasarkan kemampuannya dalam metabolisme glukosa dan produk akhir
yang dihasilkan, BAL dibagi menjadi dua kelompok yaitu homofermentatif dan
heterofermentatif. BAL homofermentatif merupakan BAL yang memproduksi
asam laktat sebagai produk utama atau satu-satunya produk hasil fermentasi
glukosa, sedangkan BAL heterofermentatif yaitu BAL yang memproduksi laktat,
8
CO2 dan etanol dari metabolisme heksosa. BAL homofermentatif digunakan dalam
pengawetan makanan karena produksi asam laktat dalam jumlah besar dan mampu
menghambat bakteri penyebab kebusukan makanan dan bakteri patogen lainnya.
Sedangkan golongan heterofermentatif lebih ditujukan kepada pembentukan
flavour dan komponen aroma, seperti asetaldehid dan diasetil (Farida, 2006).
Bakteri asam laktat disebut sebagai probiotik, probiotik adalah
mikroorganisme hidup yang mana ketika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup
memberi manfaat kesehatan terhadap inangnya (FAO/WHO,2001 dalam Velez et
al., 2007).
Kemampuan Bakteri Asam Laktat menghasilkan senyawa antimikroba yang
dapat menghambat pertumbuhan mikroba lainnya menjadikannya sebagai agen
pengendali hayati secara biologi yang aman dan ramah lingkungan. Berdasarkan
penelitian sebelumnya dilakukan pengujian kemampuan BAL dalam menghambat
patogen
Streptococcus
agalactiae
diantaranya
Pediococcus
pentosaceus.
Selanjutnya beberapa spesies BAL yang memiliki aktivitas penghambatan yaitu
Weissella confuse dan spesies dari genus Lactobacillus yaitu L. acidophilus, L.
brevis, L. fermentum, dan L. lactis (Serna et al, 2012 dalam Mayasari, 2013).
Bakteri asam laktat memiliki aktivitas antimikroba karena memproduksi
asam organik yaitu asam laktat, asam format dan asam asetat, diasetil, H 2O2,
CO2serta bakteriosin. Senyawa-senyawa lain yang juga diproduksi oleh BAL dalam
jumlah yang lebih kecil dari pada asam laktat dan asetat ialah asam format, asam
lemak bebas, ammonia, etanol, H2O2, diasetil, asetoin, enzim bakteriolitik,
bakteriosin, antibiotik dan beberapa senyawa penghambat lain yang belum
ditetapkan atau belum teridentifikasi sama sekali. Akumulasi produk akhir berupa
asam akan menyebabkan penurunan pH yang akan menghasilkan penghambatan
yang luas terhadap mikroorganisme, termasuk bakteri Gram-positif dan bakteri
Gram-negatif. Diasetil dapat menghambat baik mikroba patogen maupun
pembusuk dan paling efektif terhadap bakteri Gram-negatif (Nopsagiarti, 2007).
Download