UNIVERSITAS INDONESIA PERAN STICKER DALAM COMPUTER

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN STICKER DALAM COMPUTER-MEDIATED
COMMUNICATION(CMC)
(Studi Kasus pada LINEMessenger apps)
MAKALAH NON-SEMINAR
PERMATASARI VIENADICI
1006762404
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
DEPOK
JULI 2014
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
Peran Sticker dalam Computer-mediated Communication (CMC)
Permatasari Vienadici, Nadia Marita Andayani
Departemen Komunikasi, FISIP, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
Departemen Komunikasi, FISIP, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Makalah ini membahas tentang peran sticker dalam computer-mediated communication (CMC). Sticker adalah
simbol yang menyerupai ekspresi wajah dan konteks sosial yang ada di dalamnya. Sekarang ini peningkatan
jumlah interaksi sosial antar manusia lebih banyak terjadi melalui internet. Dapat diasumsikan secara implisit
bahwa CMC dapat menggantikan komunikasi tatap muka atau F2F. Karakter khusus dari CMC adalah kurangnya
tanda-tanda nonverbal karena sebagian besar CMC berbasis teks. Karena tidak adanya tanda-tanda nonverbal ini,
komunikan mengganti ekspresi emosional yang berhubungan dengan isi pesan dengan tanda nonverbal yang
tersedia di dalam CMC, misalnya LINE messenger apps. Banyaknya penggunaan sticker di CMC menyiratkan
bahwa pengguna CMC memiliki kebutuhan untuk mengekspresikan emosinya dalam simbol-simbol daripada
menggunakan teks. Makalah ini mengindikasikan bahwa faktor sosial, personal, psikologi, dan budaya dapat
mempengaruhi penggunaan sticker di LINE.
Kata kunci: sticker, sticker, computer-mediated communication, face-to-face communication, nonverbal cues
The Role of Sticker in Computer-mediated Communication (CMC)
Abstract
The present paper examines the role of sticker in computer-mediated communication. Sticker are short symbols
that resemble facial displays and the social context behind them. Today an increasing amount of social
interaction between people takes place on the internet. It is implicity assumed that CMC can replace face-to-face
(F2F) communication. A specific characteristic of CMC is that it is largely text-based which implies that there is
a lack of nonverbal cues. When these nonverbal cues are not available, interactants substitute the expession of
relational messages into cues available in CMC (e.g., in LINE messenger apps people use sticker to convey their
emotion in chatting). Stickers are prevalent in CMC which mplies that CMC users do have a need to express
their emotions with short symbols rather than text. This paper indicates that social, personal, psychological, and
culture can be the factors contributing the usage of stickers in LINE.
Keyword: sticker, computer-mediated communication, face-to-face communication, nonverbal cues
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
Pendahuluan
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang menjadikan penggunaan
smartphone dan messenger apps marak digunakan telah mengubah pola komunikasi yang
serba cepat dan melewati multichannel. Perubahan tren teknologi itu telah menggeser
penggunaan layanan telekomunikasi konvensional seperti telepon dan Short Message Service
(SMS). Untuk berkomunikasi sehari-hari, kini orang cenderung menggunakan messenger
apps di smartphone yang menawarkan user experience yang lebih beragam daripada melalui
telepon dan SMS yang lebih banyak memakan biaya. Selain itu, dengan semakin
bertambahnya messenger apps yang menawarkan over-the-top content seperti fitur basis
chatting, video call, timeline, dan voice note, pengguna smartphone kini bahkan cenderung
memilih berkomunikasi dengan messenger apps daripada melakukan interaksi secara face-toface (F2F). Hal ini disebabkan oleh perubahan pola komunikasi yang memerlukan feedback
yang cepat dan dapat terjadi secara real-time. Selain itu juga disebabkan adanya perubahan
gaya hidup yang serba cepat, instan, dan praktis yang mendambakan komunikasi dapat
dilakukan secara efektif dan efisien dilihat dari segi biaya.
Beralihnya penggunaan messenger apps dari layanan telekomunikasi konvensional
seperti SMS dan telepon disebabkan oleh beberapa hal diantaranya kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi yang membuat teknologi hardware, mobile software, dan pasar
aplikasi mobile semakin terbarui menjadikan smartphone semakin terjangkau oleh kalangan
menengah. Semakin terjangkaunya biaya akses internet dan semakin luasnya jaringan internet
cepat juga turut menjadi faktor yang mendorong peralihan penggunaan telekomunikasi
konvensional ke smartphone dan messenger apps.
Pengguna smartphone di Indonesia cenderung tidak fokus pada satu messenger apps
saja, karena mereka ingin lebih reachable dengan memiliki semua macam messenger apps.
Fakta ini didukung oleh hasil penelitian On Device tahun 2013 yang mengungkapkan bahwa
58% pengguna smatphone menggunakan multiple messenger apps karena teman-teman
mereka juga menyebar ke dalam beberapa messenger apps, dan 52% pengguna smartphone
menggunakan multiple messenger apps karena ingin mencoba berbagai fitur yang berbeda
dalam setiap messenger apps (Prasant Naidu, 2013). Selain itu meski pada dasarnya semua
messenger apps ini mempunyai fitur-fitur yang sama yaitu chatting, setiap aplikasi
mempunyai masing-masing fitur yang tidak ditemukan di aplikasi lain yang menjadikannya
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
unik, atau meskipun fitur tersebut juga terdapat pada aplikasi lainnya namun masing-masing
fitur aplikasi ini mempunyai karakter sendiri, misalnya karakter Cony dan Brown pada LINE.
Melejitnya penggunaan messenger apps pada pengguna smartphone bermula sejak
WhatsApp populer digunakan pada tahun 2009 (Chavin, Ginwala, & Spear, 2012).
Kesederhanaan strategi pemasaran WhatsApp yang tidak mengandalkan iklan untuk
mengenalkan produknya kepada pengguna smartphone melainkan melalui teknik word of
mouth menjadikan aplikasi ini tetap berada di posisi teratas pangsa pasar messenger apps di
Indonesia.
Gambar 1: Top Messenger apps Global
Namun sedikitnya fitur yang ditawarkan dalam aplikasi WhatsApp membuat pemain-pemain
baru dengan mudah masuk dalam pasar messenger apps dengan membuat berbagai
diferensiasi untuk menarik pengguna smartphone, salah satunya messenger apps LINE. LINE
mampu menawarkan user experience yang lebih beragam daripada messenger apps
WhatsApp dengan menjadi pelopor fitur sticker yang unik. Sticker adalah emotion icon
(emoticon) dengan skala yang lebih besar yang berbasis grafis dan teknik animasi yang biasa
digunakan dalam instang messaging (IM). Ide sticker ini berawal dari bencana tsunami yang
melanda Jepang pada tahun 2011. Naver yang merupakan perusahaan internet Korea ingin
memfokuskan pengembangan messenger apps di Jepang karena saat itu 90% pengguna
smartphone di Korea telah dikuasai oleh KakaoTalk. LINE yang dikembangkan oleh Naver
dengan menggunakan data-based yang seluruhnya bergantung pada koneksi internet menjadi
cepat populer di Jepang karena jaringan seluler untuk layanan panggilan dan teks sangat buruk
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
akibat infrastruktur yang rusak pasca tsunami. Untuk mendukung para korban tsunami, Naver
mulai mengeluarkan fitur sticker yang ekspresif dan menarik.
Sticker menjadi populer karena dapat mentransfer emosi dan tampilan visual yang lebih
atraktif dibandingkan teks yang memungkinkan pengguna untuk lebih dapat berekspresi.
Sticker-sticker dalam LINE dikemas dalam satu set sticker yang dapat diunduh secara gratis
dan ada yang berbayar untuk premium sticker dengan harga $1/$2 per set sticker. Pengguna
LINE juga dapat mendapatkan set sticker gratis yang diberikan oleh brand atau limited edition
event atau dengan Free Coins untuk digunakan mengunduh sticker bagi pengguna yang
tergabung dalam grup LINE tertentu, seperti LINE Event, LINE Shopping, dan LINE For
Android. Sticker-sticker gratis ini sangat variatif dan ekspresif dan tersedia dalam bermacammacam konteks situasi. Setelah diunduh atau dibeli, set-set sticker ini akan muncul sebagai
pilihan dalam text box.
Populernya penggunaan sticker dalam LINE disebabkan oleh kemampuan sticker dalam
menciptakan nilai dengan memberikan penggunanya apa yang mereka inginkan dan mereka
akan memberikan timbal balik berupa uang dan interest to the apps. Penjualan sticker sukses
karena pengguna akan merespon sticker secara emosional, mereka bereaksi terhadap sticker
seolah-olah mereka melihat sticker tersebut merupakan representasi lawan bicaranya dalam
LINE. Jadi bentuk emosi yang ditampilkan oleh sticker-sticker yang dikirimkan satu
pengguna ke pengguna lainnya dapat menciptakan ikatan emosi di antara kedua pengguna
tersebut. Selain itu meski sticker ini lebih terlihat juvenile namun ternyata sticker ini mampu
menjangkau hampir semua demografi pengguna LINE yang 18-44 tahun (Russel, 2013). Di
masa depan sticker akan lebih banyak menjangkau penggunanya melalui LINE Creator
Market yang memungkinkan pengguna LINE untuk mendesain sendiri stickernya dan
menjualnya ke pengguna lain dengan imbalan 50% dari penjualan sticker tersebut. Peluncuran
LINE Creator Market ini telah memberikan revenue tambahan sebesar $10 juta per bulannya
(Doland, 2014). Akhir-akhir ini LINE telah merilis iOS app baru yaitu LINE Selfie Sticker
yang mengkombinasikan selfie dan sticker yang dengan cepat menyebar ke seluruh dunia
secara viral. Pengguna LINE Selfie Sticker dapat membuat selfie sticker dengan
menggunakan wajah mereka kemudian menggabungkannya dengan karakter sticker favorit
mereka yang kemudian dapat mereka gunakan sebagai sticker yang dikirimkan kepada temanteman mereka.
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
Gambar 2: LINE Selfie Sticker
LINE saat ini menjadi Top 5 messenger apps yang paling banyak diunduh di Indonesia,
Jepang, Thailand, dan Spanyol (Chavin, Ginwala, dan Spear, 2013). Terhitung sejak April
2014 saat ini LINE telah mencapai 420 juta pengguna dan terus bertambah dengan
penggunaan promosi yang intensif di India, Amerika Serikat, Amerika Selatan, Turki, dan
Italia. LINE juga memegang market share untuk mobile messaging apps di Jepang, Thailand,
dan Taiwan. Dengan bisnis sticker lebih dari 300 karakter yang meluas secara global,
pendapatan LINE makin bertambah dengan penjualan LINE games, LINE manga dan iklan.
Business Insider (2014)menyatakan pendapatan LINE pada kuartal I tahun 2014 mencapai
telah $ 14,2 juta.
Meskipun banyak sticker yang dapat diunduh secara gratis oleh para pengguna LINE
tampaknya mereka tidak puas dengan sticker standar yang mempunyai variasi ekspresi yang
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
terbatas. Mereka kemudian membeli sticker edisi atau karakter tertentu untuk mendapatkan
sticker ekspresif yang lebih beragam. Dengan penjualan LINE sticker yang terus meningkat,
sticker gratis yang disediakan LINE untuk chatting tidak cukup untuk mengekspresikan apa
yang ingin disampaikan pengguna LINE ketika chatting sehingga mereka akan membeli
sticker baru yang mempunyai variasi ekspresi yang lebih banyak. Gambar di bawah ini
menunjukkan dari pengguna messenger apps, 19% di antaranya pernah setidaknya sekali
membeli sticker berbayar.
Gambar 3: Purchased Sticker
Alasan yang melatarbelakangi penggunaan sticker dalam melakukan komunikasi di
dalam konteks computer-mediated communication (CMC), seperti yang terjadi di dalam
messenger apps LINE, perlu dikaji lebih jauh karena fenomena ini dapat menyumbang
temuan baru di dalam ranah komunikasi interpersonal. Selain itu dengan mengetahui alasan
pengguna LINE menggunakan dan membeli sticker berbayar dapat diperoleh insight yang
berguna untuk pengembangan strategi pemasaran bagi brand yang ingin memasarkan
produknya melalui fitur sticker di LINE.
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
Landasan Teori
Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen didefinisikan sebagai perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam
mencari, membeli, menggunakan, dan mengevaluasi produk dan jasa yang mereka harapkan
dapat memenuhi ekspektasi kebutuhan dan keinginan mereka (Schiffman & Kanuk, 2010).
Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen:
1. Faktor Sosial
2. Faktor Personal
3. Faktor Psikologi
4. Faktor Budaya
Computer-mediated communication (CMC)
Tren teknologi komunikasi yang berkembang sekarang ini menjadikan manusia tidak
dapat dipisahkan dari penggunaan internet. Proses komunikasi pun secara umum lebih banyak
terjadi lewat internet atau media yang menggunakan internet daripada terjadi secara langsung
atau face-to-face (F2F). Komunikasi lewat internet inilah yang sering kita kenal dengan istilah
computer-mediated
communication
atau
CMC.
Computer
mediated-communication
melibatkan pertukaran informasi dengan format teks, audio, dan video yang disalurkan dan
dikontrol oleh penggunaan komputer dan teknologi komunikasi. Menurut December (1997),
computer-mediated communication adalah proses interaksi manusia melalui komputer yang
melibatkan seseorang yang berada dalam konteks khusus dengan maksud dan tujuan tertentu.
CMC tidak hanya sebatas komunikasi pada komputer dan jaringan internet, tetapi dalam
komputer tersebut harus terdapat program atau aplikasi tertentu email, messenger apps, dan
media sosial. Menurut Sheizaf Rafaeli dan John E. Newhagen ada lima ciri Computermediated communication (CMC) atau biasa disebut dengan net-based communication (lihat
Sakina, 2012:20-22) antara lain:
1. Sensory Appeal
6
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
Terkait dengan multimedia, dimana teks, suara, gambar, animasi, video, virtually
reality motion codes, bahkan bau juga dapat dikomunikasikan melalui internet untuk
dapat dikomunikasikan dengan orang lain.
2. Packet switching
Packet switching lebih kepada inovasi yang telah memungkinkan terjadkinya interaksi
tercapai secara teknologi yang memediasi komunikasi. Adanya teknologi yang
menjadi medium dalam melakukan komunikasi sangat mungkin untuk mampu
menangkap dan bahkan menegaskan interaktivitas kepada antar individu atau
kelompok yang menjadi partisipan.
3. Interactivity
Komunikasi melalui internet memberikan kesempatan untuk bisa melakukan
interaktivitas. Interaktivitas menjadi daya tarik bagi kesuksesan dan kegagalan website
karena kaitannya dengan ketergantungan pada grup yang selalu menggunakan
komputer sebagai media individu tersebut dalam komunikasi dengan individu lainnya
yang tergabung dalam grup ini.
4. Synchronity
Pesan yang ditujukan dari produsen pesan akan langsung diterima oleh penerima
pesan di saat itu juga. Hal inilah yang membuat CMC menjadi sebuah alat yang
memudahkan dan mempercepat terjadinya umpan balik.
5. Hypertextuality
Komputer membuat komunikasi berjalan secara linear atau hypertextuality. Disini
komunikasi menggunakan komputer sebagai mediumnya akan mampu membuat pesan
dalam web di internet dapat langsung mencapai orang-orang yang mengaksesnya.
Selain ciri-ciri di atas, Menurut Rogers (1986) CMC juga memiliki karakteristik khusus,
antara lain:
1. Pesan yang diproduksi secara massal disalurkan secara massal pula. Khalayak yang
berpesan sebagai konsumen secara aktif juga memproduksi pesan.
2. CMC memungkinkan pihak yang memproduksi pesan mendapat pengetahuan tentang
penerima-penerima pesan
3. CMC menandai proses de-massified, yang merupakan sebuah pesan khusus yang
dapat dikirim individu yang berasa dalam khalayak besat. Pola ini menunjukkan
adanya perbedaan CMC dengan media massa. Proses ini juga menunjukkan bahwa
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
sistem kontrol komunikasi massa berpindah dari yang memproduksi pesan ke
konsumen media.
4. Interaktivitas adalah kualitas penting dalam sistem komunikasi, dimana perilaku
komunikasi diharapkan dapat lebih akurat, efektif dan memuaskan karena partisipan
secara aktif dapat terlibat dalam komunikasi.
5. Feedback dalam CMC sifatnya terbatas karena tidak ada tanda komunikasi nonverbal
seperti komunikasi yang dilakukan dengan tatap muka (F2F) seperti intonasi, raut
muka atau bahasa tubuh. Feedback dapat disampaikan dengan cepat atau lambat
tergantung pada media CMC yang digunakan.
6. Media CMC menyediakan tanda-tanda komunikasi nonverbal yang erat dengan
komunikasi tulisa, seperti bentuk, ukuran dan warna huruf.
7. CMC bersifat asynchronous, yaitu memiliki kemampuan untuk mengirim dan
menerima pesan pada waktu yang berbeda. Partisipan tidak perlu berada pada waktu
yang sama. Pola komunikasi ini mengatasi masalah waktu yang sering menjadi
penghambat proses komunikasi.
8. Pengguna CMC memiliki kedudukan yang setara karena mempunyai kemampuan
untuk mengirim dan menerima pesan sehingga kontrol terhadap alur komunikasi
menjadi searah.
9. Rendahnya privasi pengguna CMC
Menurut Tidwell & Walther (2002), mediated communication adalah penggunaan pesan
elektronik untuk menciptakan makna. Tipe mediated communication ada dua yaitu mass
communication dan computer-mediated communication (CMC). Perbedaan diantara kedua
tipe ini adalah pada kedudukan sender dan receiver; dan feedback. Pada mass communication,
pesan disebarkan oleh komunikator profesional dengan teknologi untuk mencapai audiens
yang besar, dan feedback yang disampaikan oleh receiver tidak dapat terjadi secara real time
atau bahkan tidak memungkinkan adanya feedback. Pada CMC, komunikasi terjadi antar
pribadi melalui jaringan komputer, seseorang dapat menjadi sender sekaligus receiver dan
feedback dapat terjadi secara real time. CMC dapat terjadi secara synchronous seperti chat,
atau asynchronous seperti email (Adrianson, 2001). CMC tidak memiliki tanda-tanda
nonverbal seperti kontak mata, bahasa tubuh, ekspresi wajah, intonasi vokal, dan jarak
personal. Pada CMC orang akan lebih termotivasi untuk mengurangi ketidakpastian,
membentuk citra dan mengembangkan afinitas dalam online setting seperti yang mereka
lakukan saat F2F. Karena nonverbal cues tidak mungkin muncul seperti dalam F2F, orang
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
akan mengganti ekspresi yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikannya melalui cues
yang tersedia di CMC, seperti emoticon (Walther, 1992) dan di dalam Over-the-top (OTT)
messenger apps, seperti yang terjadi di LINE, dapat berupa sticker.
Cultural Emotion Expression
Emosi terdefinisi sebagai fenomena internal yang dapat, meskipun tidak selalu,
membuatnya dapat diobservasi melalui ekspresi dan perilaku (Niedental, Gruber, & Ric,
2006). Setiap budaya memiliki cara yang berbeda dalam mengekspresikan emosi dan
opininya, ada yang cenderung mengekspresikannya secara bebas, namun ada pula yang
cenderung berhati-hati dalam berekspresi. Perbedaan drastis ini sangat terlihat pada negaranegara berbudaya high-context seperti Asia dan Eropa Timur dan negara-negara berbudaya
low-context seperti Amerika Utara dan Eropa Barat. Pada high-context culture mereka yang
cenderung kolektivis, yang berarti melakukan sesuatu untuk kebaikan orang lain juga, dalam
hal mengekspresikan emosinya akan lebih berhati-hati saat mengekspresikan emosinya di
depan publik. Penelitian terdahulu menemukan bahwa ekspresi wajah pada saat seseorang
berinteraksi dengan konteks F2F ternyata dipengaruhi oleh social presence, sejauh mana
emosi tersebut dinilai layak untuk diperlihatkan kepada partner interaksinya. Misalnya
penelitian Fridlund (1991) yang menemukan bahwa emosi yang diekspresikan akan
bergantung pada situasi dimana seseorang berada, apakah dia sedang berada di publik atau dia
sedang sendiri (implicit sociality). Seseorang ketika berada di depan publik akan lebih banyak
menunjukkan emosi yang positif, seperti tersenyum, sedangkan ketika seseorang tersebut
berada pada konteks CMC, seseorang lebih dapat mengekspresikan emosinya secara bebas.
Selain faktor sosial presence, identitas dan power’s relation partner interaksi juga dapat
berpengaruh.Itulah mengapa orang Asia, khususnya orang Jepang, yang terlihat pemalu di
depan publik akan sangat ekspresif jika berinteraksi dengan teman terdekatnya. Orang Asia
juga cenderung tidak menunjukkan emosi yang negatif di depan publik (Miyahara, 2005). Hal
ini sangat berkebalikan dengan orang-orang yang berasal dari negara low-context culture.
Mereka cenderung bebas berekspresi di depan publik, meskipun tidak semua bentuk ekspresi
tersebut dapat diterima oleh publik. Emosi positif maupun negatif dapat langsung terbaca
melalui ekspresi wajah dan tindakannya oleh partner interaksinya (Niedental, Gruber, & Ric,
2006).
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
PEMBAHASAN
Sticker sebagai Nonverbal Cues dalam Computer-mediated communication (CMC)
Komunikasi merupakan proses dasar yang tidak dapat dipisahkan dari hakikat manusia
sebagai mahkluk sosial, dan akan dilakukan terus menerus sepanjang hidup mereka. Dalam
prosesnya, manusia dapat bertindak sebagai komunikator sebagai penyampai pesan dan
komunikan sebagai penerima pesan. Baik komunikator dan komunikan harus mempunyai
pemahaman yang sama dalam penginterpretasian pesan agar tidak terjadi salah paham
sehingga komunikasi dapat menjadi lebih efektif. Dalam proses penyampaian pesan ini tidak
hanya sebatas menggunakan bahasa saja (komunikasi verbal), namun disadari atau tidak,
seringkali komunikator menggunakan nonverbal cues seperti ekspresi wajah, gestur tubuh,
nada bicara dan kontak mata (komunikasi nonverbal) dalam menyampaikan komunikasi
verbalnya. Dalam komunikasi secara face-to-face (F2F) nonverbal cues ini dapat langsung
dilihat oleh komunikan, namun untuk proses komunikasi yang menggunakan media
(computer-mediated communication), misalnya melalui messenger apps, nonverbal cues ini
tidak dapat langsung disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.
Tidak adanya nonverbal cues ini menjadikan CMC tidak mampu memperlihatkan
emosi, sikap, dan karakter partner interaksi kita. Akibatnya komunikasi menjadi kurang
luwes, kaku, mudah menimbulkan ambiguitas, dan kurang efektif. Meskipun demikian, ada
kemungkinan pengguna LINE dapat mengatasi tidak adanya nonverbal cues ini dengan
menggunakan sticker saat melakukan chatting. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya saat
seseorang melakukan komunikasi menggunakan media, mereka akan beradaptasi dengan
media tersebut, dan sebisa mungkin mereka akan sumber daya yang ada untuk dapat
mengekspresikan emosi, sikap, dan karakter pribadinya, misalnya dengan menggunakan
emoticon(Derks, 2007), karena dalam konteks CMC sticker adalah emoticon itu sendiri maka
sticker dapat mempunyai peran yang sama, yaitu sebagai nonverbal cues, seperti peran
emoticon dalam konteks text-based seperti Short Messaging Service (SMS). Emoticon dapat
menggantikan nonverbal cues seperti ekspresi wajah dalam konteks CMC (Thompson &
Foulger, 1996), begitu pula dengan sticker. Dengan demikian pengguna LINE tidak perlu
mengkhawatirkan pesan yang disampaikan akan terlihat kaku, ambigu dan menjadikannya
tidak efektif, karena seperti yang kemukakan oleh Walther (1992), nonverbal cues dalam
CMC (dalam hal ini: sticker) digunakan dengan tujuan sebagai berikut:
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
1. Membantu menekankan atau menegaskan nada dan makna pesan, agar tidak terjadi
misinterpretasi baik pengirim maupun penerima pesan
2. Membantu dalam membangun mood atau kesan yang sedang dialami pengirim pesan
3. Emoticon merupakan cara yang kreatif dan menonjol secara visual untuk menambah
ekspresi dalam penyampaian pesan dibandingkan pesan berbasis teks
Penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa tidak adanya nonverbal cues, menjadikan
CMC tidak dapat memperlihatkan emosi komunikator pada saat berinteraksi, komunikasi
menjadi impersonal dan akan membuat “jarak” antara komunikator dan komunikan dalam
konteks komunikasi interpersonal. Anggapan ini ternyata dapat terbantah karena media
komunikasi seperti SMS, situs jejaring sosial, dan email yang disertai nonverbal cues, seperti
emoticon, memungkinkan kita untuk meningkatkan kekuatan hubungan interpersonal (Sproull
& Kiesler, 1986), meningkatkan kemungkinan self-disclosure, dan proses penting lainnya
dalam berinteraksi dengan orang lain (Tidwell & Walther, 2002). Selain itu nonverbal cues
dalam CMCdapat memungkinkan komunikasi terjadi secara lebih personal dibandingkan
dengan F2F(Walther & D'Addario, 2001). Oleh sebab itu CMC melalui LINE dengan
menggunakan sticker ini tidak hanya dapat meningkatkan kekuatan hubungan interpersonal,
tetapi dengan berbagai ekspresi sticker yang unik tersebut kemungkinan seseorang untuk
melakukan self-disclosure kepada partner interaksinya akan semakin tinggi.
Sticker sebagai Simbol Untuk Berekspresi
Emoticon atau emotional icon terbuat dari simbol yang menyerupai ekspresi wajah yang
biasa digunakan sebagai visual cues dan simbol emosi seseorang yang ingin disampaikan
kepada partner komunikasinya dalam CMC. Komunikator menggunakan emoticon untuk
menekankan atau mengklarifikasi emosinya dan untuk menghindari ambiguitas pesan yang
akan berakibat misinterpretasi oleh komunikan, fungsi yang sama dengan nonverbal cues
dalam F2F. Fakta bahwa emoticon sering digunakan dalam CMC menyiratkan bahwa
individu mempunyai kebutuhan untuk mengekspresikan emosinya dengan simbol-simbol
dibandingkan dengan teks. Menurut Walther (1992), penggunaan emoticon yang berbasis teks
seperti pada penggunaan emoji pada SMS tidak memungkinkan semua bentuk emosi dapat
diverbalisasikan karena sifatnya terbatas. Lain halnya dengan sticker yang selain berbasis
desain grafis (dan animasi) segala bentuk emosi dapat digambarkan menggunakan satu
karakter sticker yang sesuai konteksnya sehingga dapat menghindari multiinterpretasi seperti
yang terjadi pada emoticon berbasis teks.
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
Namun meskipun sticker pada dasarnya mempunyai fungsi yang sama dengan
emoticon, sticker mempunyai kemampuan penyaluran ekspresi dan emosi yang lebih kuat
daripada emoticon. Ilustrasi yang detail dari karakter-karakter dalam sticker, seperti Cony
sebagai simbol wanita yang emosional dan Brown sebagai simbol pria yang “mudah ditindas”
dan sering mengalah, dapat menunjukkan karakter seseorang yang ingin disampaikan kepada
partner interaksinya.
Dengan menggunakan sticker, manusia tidak hanya mengekspresikan, membagi, dan
mengkomunikasikan emosinya, tetapi mereka juga berkomunikasi dengan cara yang
menyenangkan bagi mereka. Kita dapat memberikan dukungan, mengekspresikan
pertidaksetujuan, dan menunjukkan rasa sedih dan bahagia terhadap lawan bicara kita. Proses
komunikasi akan lebih cepat dan menyenangkan karena lebih mudah dalam mengungkapkan
emosi dengan menggunakan kata-kata yang lebih sedikit (Lo, 2008). Selain itu menggunakan
sticker lebih menghemat waktu pengguna LINE untuk mengetik bentuk emosi atau bahasa
yang terkadang sulit untuk diekspresikan lewat teks. Pengguna LINE juga lebih mudah untuk
mengungkapkan emosi yang tidak dapat disampaikan secara langsung saat berinteraksi secara
F2F dengan partner interaksinya. Banyak pengguna LINE yang pemalu dan introvert yang
bisa menjadi sangat ekspresif saat chatting menggunakan sticker, khususnya orang Asia. Hal
ini disebabkan karena banyak bentuk emosi yang tidak diperlihatkan oleh seseorang di depan
publik sesuai dengan budaya high-context Asia, sehingga saat seseorang hanya berinteraksi
dengan teman dekatnya mereka dapat secara bebas berekspresi
Manusia akan terus menerus berusaha menunjukkan emosi pada lawan bicaranya ketika
dalam CMC. Dalam aplikasi LINE, sticker dapat berfungsi sebagai pengganti nonverbal cues
seperti dalam F2F. Karena sticker yang tersedia terbatas sedangkan banyak bentuk emosi
yang digambarkan oleh sticker tidak mendukung konteks yang terjadi pada saat mereka
berkomunikasi, maka pengguna akan mencari sticker yang lebih sesuai dengan konteks
keadaan emosi yang ingin ditampilkan kepada partner interaksinya. Hal inilah yang menjadi
alasan mengapa orang terus menerus membeli sticker berbayar. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa motivasi pengguna LINE untuk membeli sticker berbayar adalah untuk
menunjukkan nonverbal cues yang tepat pada partner komunikasi mereka yang tidak ada
dalam sticker gratis yang disediakan oleh LINE.
LINE menjadi populer di Asia karena pada dasarnya orang Asia sulit untuk
mengungkapkan ekspresinya secara tepat saat berkomunikasi dengan orang lain meskipun
terjadi secara face-to-face (DeAndrea dan Tong, 2011). Budaya yang high-context dan
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
kolektivis membuat orang Asia sulit untuk mengungkapkan apa yang kita pikirkan dan
rasakan serta nonverbal cues lainnya secara bebas sebab banyak bentuk /emosi yang tidak
dapat disampaikan melalui kata-kata atau adanya kekhawatiran apa yang ingin disampaikan
menyinggung lawan bicara. Itulah mengapa orang Asia lebih menyukai berinteraksi dengan
mediated communication karena mereka dapat lebih ekspresif dan dengan adanya sticker
inilah emosi mereka dapat diekspresikan dengan mudah.
Fakta yang terjadi di pasar messenger apps, sticker dan emoticon hanya banyak
digunakan di wilayah Asia, oleh karena itu 85% pengguna LINE sticker merupakan orang
Asia (DeAndrea dan Tong, 2011). Alasan mengapa sticker lebih banyak digunakan di
kawasan Asia dikarenakan faktor psikologi dan faktor budaya. Sticker yang merupakan salah
satu
bentuk
nonverbal
cues
yang
digunakan
dalam
konteks
computer-mediated
communication (CMC) tidak umum digunakan dalam low-context culture, seperti di negaranegara Amerika Utara, itulah sebabnya penggunaan emoticon maupun sticker tidak biasa
dilakukan. Selain itu faktor psikologi yang menjadi alasan tidak digunakannya sticker dan
emoticon di messenger apps adalah di dalam budaya low-context penggunaan emoticon dan
sticker terkesan juvenile dan childish. Lain halnya dengan di negara-negara berbudaya highcontext seperti kebanyakan negara di Asia, sticker dan emoticon lebih banyak digunakan
karena selain mereka lebih sulit mengekspresikan emosi dan opini secara langsung sehingga
mereka lebih bebas berekspresi melalui sticker yang mereka gunakan dalam computermediated communication (CMC).
Alasan mengapa sticker banyak digunakan oleh orang Asia karena sticker
dikembangkan oleh budaya Asia, khususnya Jepang, yang sangat ekspresif. Karakter Sticker
di dalam aplikasi messaging LINE mempunyai style yang tidak dimiliki oleh karakter sticker
di aplikasi messaging lainnya. Gaya karakter sticker LINE berasal dari komik Jepang yang
sangat bersih dengan penonjolan kepala yang besar sehingga ekspresi wajah lebih mudah
terbaca dan tidak ambigu. Selain itu, karakter sticker LINE yang populer yaitu Brown dan
Cony yang menggambarkan stereotype dinamika hubungan pria-wanita di Asia Timur, antara
pria yang tabah dan wanita yang emosional.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Sticker
Penggunaan sticker akan sangat bergantung beberapa faktor di bawah ini:
1. Sosial
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
Ekspresi emosional seseorang dalam CMC akan menyesuaikan dengan siapa partner
interaksinya. Faktor social presence, identitas, dan kekuatan hubungan antar
interaktan sangat berpengaruh pada jenis sticker yang akan digunakan. Penggunaan
sticker akan bergantung pada konteks sosial, sehingga sticker lebih banyak digunakan
di konteks socio-emotional daripada di konteks task-oriented. Orang lebih banyak
menggunakan sticker dalam berkomunikasi dengan keluarga, teman, dan orang-orang
terdekat dibandingkan dengan rekan kerja. Wagner dan Lee (1999) membuktikan
bahwa frekuensi penggunaan nonverbal cues di F2F meningkat jika partner interaksi
adalah teman atau orang-orang terdekat. Jadi ketika kita berhadapan dengan seseorang
secara F2F ada kecenderungan untuk menyesuaikan emosi kita dengan raut muka yang
ditampilkan di depan mereka. Karena dalam hal ini sticker dianggap sebagai pengganti
nonverbal cues dalam CMC, maka efek yang sama akan dapat ditunjukkan pada
penggunaan sticker ketika kita berhadapan dengan teman. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa motivasi pengguna LINE untuk membeli sticker berbayar adalah
untuk digunakan lebih banyak dengan orang-orang terdekatnya dalam konteks socioemotional.
2. Personal
Faktor personal dalam penggunaan sticker ini meliputi situasi ekonomi, gaya hidup,
kepribadian dan konsep diri, umur dan siklus hidup, dan pekerjaan. Sticker-sticker
premium dapat digunakan oleh pengguna LINE untuk menunjukkan situasi ekonomi
mereka karena mereka dapat menggunakan sticker-sticker yang tidak dimiliki oleh
pengguna lain dengan membeli set-set sticker yang berbeda. Gaya hidup seseorang
juga dapat digambarkan melalui penggunaan sticker yang dapat merepresentasikan
aktivitas, ketertarikan, dan opini orang tersebut. Kepribadian dan konsep diri
seseorang akan tergambar pada pemilihan sticker yang digunakan. Lihat perbedaan
pada kedua sticker di bawah ini:
Kedua sticker menunjukkan ekspresi kesal dan marah, namun tone stickernya dapat
menghasilkan respon yang berbeda dari partner interaksinya. Melalui sticker yang
digunakan dapat digambarkan gambaran diri yang kompleks dan perilaku seseorang
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
yang cenderung konsisten dengan konsep dirinya. Umur dan siklus hidup juga akan
berpengaruh pada pemilihan karakter sticker, biasanya anak muda akan memilih
sticker yang lebih ekspresif dan berani.
3. Psikologi
Faktor psikologi yang mempengaruhi penggunaan sticker dalam CMC antara lain
motivasi, persepsi, pembelajaran, keyakinan dan sikap.
4. Budaya
Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa penggunaan sticker akan bergantung
pada konteks budaya yang melingkupi pengguna LINE. Sticker lebih sering digunakan
di negara-negara high-context seperti Eropa Timur dan Asia daripada di negara-negara
Eropa Barat dan Amerika Utara. Banyak sticker-sticker lokal, seperti sticker yang
menggunakan bahasa dan kebiasaan orang Indonesia dan limited edition sticker seperti
sticker edisi Ramadhan dan Idul Fitri, Natal, Thanksgiving, dan sebagainya yang
disesuaikan dengan konteks budaya pengguna LINE.
Daftar Referensi
Adrianson, L. (2001). Gender and computer-mediated communication: Group process in problem solving.
Computer in Human Behavior, 17, 71-94.
Chavin, J., Ginwala, A., & Spear, M. (2012, September). The Future of Mobile Messaging: Over-the-top
Competitors Threaten SMS. Dipetik June 30, 2014, dari McKinsey & Company Telecom, Media and
High Extranet: http://telecoms.mckinsey.com
December, J. (1997, April). Notes on Defining of Computer-mediated communication. Dipetik June 30, 2014,
dari Communication Mediated Communication Magazine Online:
http://www.december.com/cmc/mag/1997/jan/december.html
Derks, D. (2007). Exploring The Missing Wink: Emoticons in Cyberspace. OpenUniversiteitNederland.
Amsterdam: Radboud University Nijmegen.
Fridlund, A. J. (1991). Sociality of solitary smiling: Potentiation by an implicit audience. Journal of Personality
and Social Psychology, 60, 229-240.
Insider, B. (2014, January). LINE is Not Just About Sticker Revenue. Dipetik June 30, 2014, dari Business
Insider: http://www.businessinsider.co.id/line-is-not-just-about-sticker-revenue-201312/#.Uv76vEBWR0s
Lo, S. K. (2008). The nonverbal communication functions of emoticons in computer-mediated communication.
Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 11(5), 595-597.
Miyahara, A. (2005). Toward Theorizing Japanese Communication Competence from a Non-Western
Perspective. American Communication Journal, 3(2), 2.
Niedental, P. M., Gruber, S. K., & Ric, F. (2006). Psychology of Emotion Interpersonal, Experimental, and
Cognitive Approaches. New York: Psychology Press.
Prasant Naidu. (2013, November). Dipetik June 30, 2014, dari LightHouse Insights.
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
Rogers, E. M. (1986). Communication Technology: The New Media in Society. New York: New York The Free
Press.
Russel, Jon;. (2013, July 13). Stickers: From Japanese craze to global mobile messaging phenomenon. Dipetik
June 30, 2014, dari TheNextWeb.com: http://mix.co.id/headline/pertarungan-line-wechat-dan-kakaotalk/
Sakina, N. (2012). Pemaknaan Khalayak Golongan Bawah Pengguna Blackberry Terhadap Broadcast Message
(BM). Depok: Universitas Indonesia.
Schiffman, & Kanuk. (2010). Consumer Behavior 10th Edition. New Jersey: Pearson.
Sproull, L., & Kiesler, S. (1986). Reducing social context cues: Electronic mail in organizational
communication. Management Science, 32, 1492-1512.
Thompson, P. A., & Foulger, D. A. (1996). Effects of pictographs and quoting on flaming in electronic mail.
Computers in Human Behavior, 12, 225-243.
Tidwell, L. C., & Walther, J. B. (2002). Computer-mediated communication effects on disclosure, impressions,
and interpersonal evaluations: Getting to know one another a bit at a time. Human Communication
Research, 28, 317-348.
Walther, J. B. (1992). Interpersonal Effects in Computer-mediated Interaction: A Relational Perspective.
Communication Research, 19(1), 52-90.
Walther, J. B., & D'Addario, K. (2001). The impacts of Emoticons on message interpretation in computermediated communication. Social Science Computer Review, 19(3), 324-347.
Peran sticker…, Permatasari Vienadici, FISIP UI, 2014
Download