HUBUNGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DENGAN KEPATUHAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DI PUSKESMAS PARONGPONG KABUPATEN BANDUNG BARAT RELATEDEVENTSIN CHILDRENWITHTUBERCULOSISLUNGCOMPLIANCEBCGIMMUNIZATIONING IVINGHEALTHDISTRICTWEST BANDUNGPARONGPONG Yossie Imarruah Universitas Advent Indonesia ABSTRAK Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh karena tingginya jumlah penderita Tuberkulosis Paru. Di Indonesia pada tahun 2009 kasus penularan TB Paru menurun mencapai jumlah 528.063 jiwa untuk semua kasus TB Paru dan 236.029 untuk kasus TBC BTA positif, akan tetapi angka kematian naik menjadi 91.368 jiwa. Pada tahun 2010-2011 terdapat 1.840 kasus penyakit TB Paru yang menular pada anak di wilayah kabupaten Bandung.Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kejadian Tuberkulosis Paru pada anak dan balita dengan kepatuhan pemberian imunisasi BCG di Puskesmas Parongpong. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif.dengan Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari Kartu Menuju Sehat (KMS). Populasi pada penelitian ini adalah anak usia dibawah 11 tahun dan balita yang menderita TB Paru dan yang telah diberikan imunisasi BCG. Hasil penelitian menunjukan bahwa anak dan balita yang tidak di imunisasi BCG lebih beresiko terkena Tuberkulosis Paru dibandingkan dengan anak dan balita yang patuh memberikan imunisasi BCG dengan tepat waktu. Saran untuk kepala Puskesmas Parongpong ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk menggalakan penyuluhan tentang kepatuhan dalam memberikan imunisasi BCG dan pencegahan Tuberkulosis paru pada calon ibu maupun ibi-ibu yang memiliki balita di Puskesmas Parongpong. Untuk bidan di Desa Parongpong diharapkan untuk memberikan penyuluhan kepada calon ibu dan ibu-ibu yang mempunyai balita yang belum memberikan imunisasi BCG pada anak dan balitanya mengenai pentingnya imunisasi BCG pada balita sebelum berusia 2 bulan untuk memberikan kekebalan tubuh balita. Untuk bidang penelitian Disarankan penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk mengembangkan penelitian mengenai hubungan pemberian imunisasi BCG dengan kejadian Tuberkulosis paru pada anak dan balita. Kata Kunci: Imunisai BCG, TBC ABSTRACT This baby thesis motivated by the high number of people with Tuberculosis Lung. In Indonesia in 2009 cases of transmission of pulmonary TB, falling to number 528,063 souls for all cases of pulmonary TB and 236 029 in the case of TB smear positive, but the death toll rose to 91 368 inhabitants. In 2010-2011 there were 1,840 cases of infectious pulmonary TB disease in children in Bandung district. The purpose of this research was to determine the incidence of pulmonary tuberculosis in children and infants with BCG immunization compliance in Puskesmas Parongpong. The method used is descriptive method. Data was collected by taking data from the Health Card (KMS). The population in this study were children aged under 11 years and children under five are suffering from pulmonary TB and who had been given BCG immunization. The results showed that children and infants are not at greater risk of BCG compared with Pulmonary Tuberculosis children and toddlers who dutifully provide timely immunization with BCG. Suggestions for Parongpong PHC chief is expected to be input to promoting education about compliance in providing BCG immunization and prevention of pulmonary tuberculosis in the mother and ibi-mothers who have children at the health center Parongpong. For midwives in the village Parongpong expected to provide counseling to expectant mothers and mothers who have a toddler who has not given BCG immunization in children and toddler on the importance of BCG immunization in infants before the age of 2 months to provide immune toddlers. Suggested areas of research for this study can be used as a baseline to develop research on the relationship with the BCG immunization incidence of pulmonary tuberculosis in children and infants PENDAHULUAN Penyakit TB paru dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling merupakan yang rentan terhadap penyakit disebabkan sistem imun yang belum berfungsi dengan sempurna. Penyakit TB paru sebenarnya dapat dicegah dengan pemberian imunisasi Basil Calmette Guerin (BCG) tepat waktu. Menurut Hidayat (2008), imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukan vaksin kedalam tubuh agar membuat antibodi untuk mencegah penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukan kedalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG. Menurut Rahajoe (2008), bahwa Tuberkulosis disebabkan Mycrobacterium Tuberculosis dan Mycrobacterium Bovis. Tuberkulosis paling sering mengenai paruparu, tetapi dapat juga mengenai organ-organ lain seperti selaput otak, tulang, dan kelenjar superfisialis.Pencegahan dengan imunisasi atau merupakan tindakan yang mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik, sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman dari luar (Roitt, 2003). Menurut data WHO (2009), bahwa pengontrolan TBC melalui imunisasi akan memberikan kekebalan aktif terhadap TBC. Vaksin TBC biasa di kenal dengan nama Bacillus Calmette Guerin (BCG). Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang hidup karena dapat berkembang biak didalam tubuh dan diharapkan bisa menghidupkan antibodi seumur hidup. Di Eropa dan Jepang adalah Negara yang menganggap perlunya imunisasi.Bahkan Jepang telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi BCG terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes tuberculin.Karena jarangnya kasus TBC di Jepang, maka dianggap semua anak tidak terinfeksi kuman TBC, sehingga diputuskan bahwa tes tuberculin tidak perlu lagi dilaksanakan. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Somantri (2007), TB Paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Suparjo (2011), bahwa Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis.Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Menurut Luji (2012), etiologi dari penyakit ini adalah kuman mikroorganisme yaitu Mycobacterium Tuberkulosis dengan ukuran panjang 1–4 um dan tebal 1,3–0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam. Menurut Suryo (2010), gejala penyakit TB paru adalah sebagai berikut. 1. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. 2. Penurunan nafsu makan dan berat badan. 3. Batuk-batuk selama lebih dari tiga minggu 4. Perasaan tidak enak (malaise), dan lemah Pada anak yang tidak menimbulkan gejala TB dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasian TB dewasa.Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TB paru dewasa memberikan hasil uji tuberculin positif. Pada anak usia 3-5 tahun yang timbul serumah dengan penderita TB paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfensi. Aditama (2002), bahwa bakteri Tuberkulosis akan menyebabkan terjadinya kerusakan permanen pada paru yang dapat menyebabkan komplikasi yang lebih serius, antara lain pleura effusion atau pneumothorax . Menurut Gomes (2011) penularan Tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuklei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter. Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya.Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat). Menurut Ginanjar (2008), bahwa anak-anak dan bayi lebih rentan terinfeksi bakteri Tuberkulosis. Penularan TB Paru pada anak disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : 1. System imunisasi anak yang belum sempurna. Kondisi ini menyebabkan seorang anak relatif mudah tertular penyakit yang disebabkan virus ataupun bakteri, termasuk TB Paru. 2. Kontak erat anak-anak dan bayi dengan penderita TB Paru Dewasa di lingkungan sekitarnya. 3. Kurangnya kesadaran orang tua untuk menciptakan kondisi lingkungan tempat tinggal dan tempat bermain anak yang bersih, sehat, dan bebas dari asap rokok. 4. Buruknya kualitas gizi yang diberikan orang tua kepada anak-anak dan bayi. Kurangnya kesadaran seorang ibu dalam memberikan ASI ekslusif kepada bayinya hingga berumur 2 tahun. 5. Kurangnya kesadaran orang tua untuk melakukan vaksinasi BCG ( Bacille Calmette Guerin) kepada bayi sejak bayi baru dilahirkan. Sunarti (2012), menyatakan bahwa imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit dilihat dari cara timbulnya. Antara kata imunisasi dan vaksinasi yang selama ini kita anggap sama, sejatinya mempunyai maksud yang berbeda, karena imunisasi adalah pemindahan atau transfer antibody secara pasif, sedang vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibody) dari system imun di dalam tubuh. Vaksinasi mempunyai maksud untuk pencegahan primer, yaitu semua upaya untuk menghindari terjadinya sakit atau kejadian yang mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat. Menurut Sunarti (2012), bahwa ada dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri.Misalnya kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu, atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan imunolobulin.Dan kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi atau secara alamiah. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Sedang kekebalan aktif berlangsung lebih lama karena adanya memori imunologik. Melalui proses pengebalan, imunisasi ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi). Tjay dan Raharja (2007) bahwa virus adalah parasit yang hanya dapat hidup didalam sel-sel yang dimasukinnya. Disana virus memperbanyak diri dengan jalan mengambil alih seluruh metabolismenya .akhirnya, sel-sel tersebut mati. Virus hanya dapat ditanggulangi oleh antibodies selama masih berada dalam darah. Sekali masuk kedalam sel-sel tuan rumah, antibodies tidak berdaya lagi. Berdasarkan prinsip ini bekerjanya vaksin virus yang dengan jalan antibodies mengikat virus sebelum dapat melakukan kerja merusak.Bila virus sudah masuk kedalam sel, segera systeminterferon dengan khasiat antiviralnya turun tangan, lazimnya dalam waktu beberapa jam setelah dimulainya infeksi.Interferon adalah protein yang dibentuk oleh sel-sel terinfeksi virus dengan maksud melindungi sel-sel lain terhadap penyebaran infeksi.Virus tidak bisa membiak lagi dalam sel-sel yang telah berkontak dengan interferon.Interferon mengstimulasi aktivitas makrofag dan limfo-T serta meningkatkan produksi antibodies oleh limfo-B. Akhirnya T-cells memusnakan sel-sel terinfeksi virus setelah mengenalinya melalui antigen virus yang muncul pada dinding luar sel-sel tersebut.Antibodies (immunoglobulin) pada imunisasi aktif bertahan untuk jangka waktu lebih lama. Imunisasi aktif adalah long acting dan terutama digunakan bila dikehendaki kekebalan yang lama terhadap suatu penyakit. Lazimnya imunitas ini bertahan selama beberapa bulan sampai beberapa tahun, yang pada umumnya dapat diperkuat kembali atau diperpanjang dengan penyuntikan ulang (booster revaksinasi).Injeksi booster ini paling lambat mersti diberikan maksimal 6 bulan setelah serentetan injeksi primer (imunisasi dasar). Menurut Ranuh (2008), tujuan imunisasi yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan suatu penyakit tertentu dari dunia. Menurut (Notoatmodjo 2003) program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Menurut Iwan (2011), bahwa manfaat dari imunisasi adalah : 1. Memberi kekebalan tubuh untuk jenis penyakit tertentu 2. Memutuskan mata rantai penularan jenis penyakit tertentu 3. Menurunkan angka kematian 4. Menurunkan angka kesakitan Menurut Aziz Alimul (2008) imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. Hadinegoro (2011), bahwa tujuan BCG yaitu untuk mencegah bayi atau anak terserang penyakit TB Paru yang berat. Dikarenakan anak balita masih rentan terinfeksi Mycobacterium Tuberkulosis penyebab penyakit TBC, akibat adanya kontak dengan penderita Tuberkulosis yang ada di sekitarnya, seperti : orang tua, keluarga, pengasuh, dan lainnya. Menurut Atikah (2010), imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan Tuberkulosis Paru disebabkan oleh sekolompok bakteria bernama Mycobacterium Tuberkulosis Complex. Pada manusia, Tuberkulosis terutama menyerang system pernafasan (TB Paru). Menurut Catur (2008), sebaiknya imunisasi BCG dilakukan dibawah umur 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan untuk tes Mantoux (tuberculin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah kemasukan kuman Mycrobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil diimunisasikan BCG. Menurut Mardi dan Effa Yuliastry (2009) imunisasi diberikan pada bayi ketika bayi berumur kurang dari 2 bulan.Sebaiknya sebelum dilakukan imunisasi BCG pada bayi perlu dilakukan tes montoux. Tes ini berfungsi untuk mengetahui apakah bayi sudah membawa penyakit TB Paru sejak lahir atau tidak., tetapi langkah ini jarang sekali dilakukan oleh para ibu karena untuk melakukan satu kali tes montoux memerlukan biaya yang cukup mahal. Menurut Atikah (2010), vaksin BCG merupakan bakteri Tuberkulosis Bacillus yang telah dilemahkan. Cara pemberiannya melalui suntikan, vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Dosis 0.05 cc untuk bayi dan 0.1 cc untuk anak dan orang dewasa. Vaksin yang telah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat dari 3 jam, karena vaksin akan rusak. Imunisasi BCG dilakukan pada bayi usia 0-2 bulan. Dapat diberikan pada anak dan orang dewasa jika sudah melalui tes tuberkulin dengan hasil negatif.Imunisasi BCG disuntikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas.Disuntikan ke dalam lapisan kulit dengan penyerapan secara perlahan. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif.Notoadmodjo (2010) menjelaskan bahwa metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang keadaan secara objektif.Dalam hal ini peneliti hanya ingin mendapat gambaran secara jelas mengenai objek yang diteliti. Populasi penelitian adalah anak usia dibawah 11 tahun dan balita yang sudah mendapat imunisasi BCG serta anak dan balita yang menderita TB Paru di Puskesmas Parongpong. Instrumen yang digunakan adalah pengambilan data dari Puskesmas Parongpong dan bidan desa Parongpong disertai dengan Kartu Menuju Sehat (KMS). Adapun data yang dapat dikumpulkan melalui metode dokumentasi ini adalah: Data anak usia dibawah 11 tahun dan balita yang menderita TB Paru dan yang tidak menderita TB Paru di Puskesmas Parongpong.Data anak dan balita yang telah diberikan imunisasi BCG dan yang tidak diberikan imunisasi BCG diPuskesmas Parongpong. HASIL DAN ANALISIS Untuk memperoleh hasil dalam penelitian ini maka data dari ke-30 responden dianalisis sesuai dengan identifikasi masalah kemudian diinterpretasikan. Untuk menjawab identifikasi masalah Penelitian yaitu menggunakan analisis data secara kuantitatif, yaitu : Analisis Bivariat untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan variabel bebas (pemberian imunisasi BCG) dengan variabel terikat (kejadian Tuberkulosis paru pada anak). Uji statistik yang digunakan adalah Rasio Odds ( Ψ ) dengan Interval kepercayaan 95% (Riwidikdo, 2006). Adapun formulasi Rasio Odds (OR) adalah sebagai berikut : Proporsi kelompok kasus yang terkena pajanan Proporsi kelompok kontrol yang terkena pajanan Adapun cara menarik kesimpulan nilai rasio odds adalah sebagai berikut : 1. OR > 1, artinya mempertinggi resiko. 2. OR = 1,artinya tidak terdapat hubungan. 3. OR < 1, artinya mengurangi resiko. Dibawah ini akan disajikan tabel kejadian TB Paru yang terkena pajanan dan yang tidak terkena pajanan pada anak dan balita di Puskesmas Parongpong. Tabel 4.1 Frekuensi Kejadian Tuberkulosis Paru dari registrasi anak di Puskesmas Parongpong Kejadian Tuberkulosis Paru Frekuensi % Tuberkulosis Paru 12 40 Tidak Tuberkulosis Paru 18 60 Total 30 100 % Tabel 4.2 Kejadian TB Paru pada Anak dan balita di Puskesmas Parongpong Tuberkulosis Paru Pemberian Imunisasi BCG Ya Tidak Ya 11 1 Tidak 2 16 Untuk menghitung Kejadian TB Paru di Puskesmas Parongpong, maka digunakan Rumus Odds Ratio sebagai Berikut : Berdasarkan tabel 4.1 terdapat 12 Responden (40%) yang menderita Tuberkulosis Paru dan 18 responden (60%) yang tidak menderita Tuberkulosis Paru. Berdasarkan tabel 4.2 sesuai hasil uji Odds rasio diperoleh nilai Odds Rasio (OR) yang dilakukan dengan tabulasi silang (crosstab) dalam deskriptif statistik. Adanya kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita di Puskesmas Parongpong ditunjukkan dengan nilai OR < 1 yaitu, OR= 0,88 pada variabel kejadian TB Paru yang artinya tingginya kejadian TB Paru pada anak dan balita di Puskesmas Parongpong Untuk menjawab identifikasi masalah penelitian yaitu “Bagaimana kepatuhan ibu memberika imunisasi BCG pada balita di Puskesmas Parongpong?”Maka digunakan penghitungan dengan rumus Odds Ratio. Tabel 4.3. Kepatuhan Pemberian imunisasi BCG pada anak dan balita di Puskesmas Parongpong Pemberian Imunisasi BCG Frekuensi % Imunisasi BCG 18 60 Tidak Imunisasi BCG 12 40 Total 30 100 % Tabel 4.4. Kepatuhan Pemberian Imunisasi BCG anak dan balita di Puskesmas Parongpong Kejadian TB Paru Imunisasi BCG Tidak Imunisasi Total BCG TB Paru 1 16 17 Tidak TB Paru 11 2 13 Total 12 18 30 Untuk menghitung angka kepatuhan Pemberian Imunisasi BCG, maka digunakan rumus Odds Ratio sebagai berikut : ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ Berdasarkan tabel 4.3 untuk pemberian imunisasi BCG dari 30 responden terdapat 18 responden yang telah diberikan imunisasi BCG dan 12 responden yang tidak diberikan imunisasi BCG, dapat dijelaskan bahwa 60% yang diberikan imunisasi BCG dan 40% yang tidak diberikan imunisasi BCG. Berdasarkan tabel 4.4 hasil uji Odds Rasio diperoleh analisis bivariat dengan melihat nilai Odds Ratio (OR) dengan interval kepercayaan (CI 95% (0.05) yang dilakukan dengan resiko relative, yaitu adanya hubungan kepatuhan antara pemberian imunisasi BCG dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Hal ini ditunjukkan dengan nilai OR < 1 yaitu, OR= 0.90, artinya bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan pemberian imunisasi BCG dengan angka kejadian penyakit TB Paru pada anak dan balita di Puskesmas Parongpong. Hal ini sesuai dengan pendapat Sacket dan niven ( 2000), bahwa kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien atau seseorang sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan. Adapun teori lain yang menjelaskan bahwa kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya (Kaplak, 2001). Untuk menjawab identifikasi masalah penelitian yaitu “Hubungan kejadian TB Paru dengan pemberian Imunisasi BCG di Puskesmas Parongpong?”Maka digunakan penghitungan dengan rumus Chi square. Tabel 4.5 Tabel Kontigensi Tuberkulosis Paru dengan Kepatuhan Pemberian Imunisasi BCG di Puskemas Parongpong Pemberian Imunisasi BCG Imunisasi BCG Tidak Imunisasi BCG Total n x2 i 1 Kejadian TB Paru Oi TB Paru Ei 2 7.8 16 11 5.2 13 13 (Oi Ei ) Ei Total Tidak TB Paru Oi Ei Oi Ei 10.2 18 18 1 6.8 12 12 17 17 30 30 x2 2 7.82 16 10.22 11 5.22 1 6.82 7.8 10.2 5.2 6.8 x 4.31 3.29 6.46 4.94 x2 = 19 Berdasarkan tabel 4.6 terdapat 2 kejadian TB Paru dan 16 kejadian yang tidak TB Paru pada anak yang diberikan imunisasi BCG. Terdapat 11 kejadian TB Paru dan 1 kejadian yang tidak TB Paru pada anak yang tidak diberikan imunisasi BCG. Sesuai hasil uji Chi-square diperoleh X2 sebesar 19 dan distribusi x2 tabel dengan tingkat signifikan 0.05 sebesar 3.841, sehingga x2 hitung > x2 tabel, yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara kejadian Tuberkulosis paru ada hubungannya dengan kepatuhan pemberian imunisasi BCG. Hal ini menujukan bahwa anak dan balita yang tidak di imunisasi BCG lebih beresiko terkena Tuberkulosis paru dibandingkan dengan anak dan balita yang patuh memberikan imunisasi BCG dengan tepat waktu.Sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadinegoro (2011), bahwa anak balita masih rentan terinfeksi Mycobacterium Tuberkulosis penyebab penyakit TBC.Oleh karena itu imunisasi BCG dibutuhkan dengan tujuan mencegah TB Paru yang berat. Menurut Pedoman Imunisasi Indonesia (2010), bahwa BCG (Bacille Calmette Guerin) adalah vaksin yang dibuat untuk menimbulkan kekebalan terhadap kuman Mycobacterium Tuberculosis, kuman tersebut menimbulkan penyakit Tuberkulosis yang dikenal sebagai TB Paru. Menurut Aziz Alimul (2008), menjelaskan imunisasi BCG (bacilli Calmette Guerin) merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya TB Paru yang berat. 2 DAFTAR PUSTAKA Aditama. 2002. Tuberkulosis diagnosis. Edisiv.Jakarta :Yayasan Penerbitan ikatandokter Indonesia. Agus. 2011. Pengertian imunisasi dan cara pemberian. [online].Tersedia. http://pkmdanaurawah.blogspot.com/2011/10/pengertian imunisasi dan cara-pemberian.html#!/2011/10/pengertian imunisasi dan-cara pemberian.html. (26 Maret 2013). ALfarisi. 2011. Info Seputar Penyakit dan Kesehatan. [online]. Teredia http://doc alfarisi.blogspot.com/2011/04/patogenesis-patofisiologi stadium-dan.html. (25Maret 2013). Andri wang.2011. Rahasia Tiongkok kuno untuk hidup sehat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI. Anaw Hidayat. 2012. Odds Ratio. [online]. Tersedia.http://statistikian . blog spot.com (25 april 2013). Aziz Alimul. 2008. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta: Salemba Medika Bob Wheeler. Odds Ratio Relative Risk. [online]. Tersedia.www. Bobwhe eler.com/.../Odds_Ratio_Relative_Risk/OddsRatioRelativeRisk (03 Mei.2013). Catur. 2008. Jurnal hubungan pengetahuan ibu mengenai imunisasi. [online].Tersedia.http://library.esaunggul.ac.id/opac/infopustaka. (24 Maret 2013). Demsey, P.A & Dempsey, A.D. 2002. Riset Keperawatan: Buku ajaran dan latihan. Edisi ke-1. Jakarta:EGC Fajar.2011. AskepTuberkulosisparu. [online]. Tersedia.http://fajar mediaka.com/2011/08/askep-tb.(24 maret 2013). Ginanjar. 2008. Tuberkulosis pada anak. Jakarta: Dian rakyat. Gomes. 2011. Laporan pendahuluan TB paru . [online]. Tersedia.http:// Thelosta masta.blogspot.com/2012/05/laporan-pendahuluan-tb paru.html.(23 Maret 2013) Hadinegoro. 2011. Vaksin kombinasi. Jakarta :Ikatan dokter Indonesia. Hidayat. 2003. Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa data. Jakarta: Salemba Medika Iyano. 2010. Chi Square. [online]. Tersedia : Iyano.wordspress.com (29 April 2013) Hidayati. 2007. Metode penelitian kebidanan dan teknik analisa data. Jakarta: Salemba Medika. Laban. 2008. Kesehatan Masyarakat TBC. Penyakit dan cara pencegahan. Yogyakarta: Kanisius, anggota IKAPI. Murniasih. E, Livana. 2007. Jurnal kesehatan surya medika yogjakarta [online].Tersedia.http://www.skripsi stikes.wordpress.com.(28 Januari 2013). Nursalam. 2003. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta :Salemba Medika. Nursalam. 2008. Proses dan dokumentasi keperawatan konsep dan praktik. Jakarta: Salemba Medika. Setiadi.(2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan.Yogyakarta: Graha Somantri. 2007. Penanggulangan Tubelkulosis. Jakarta: Salemba medika. Sugiyanto. 2003. Metodepenelitian. Jakarta: EGC. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. CV Alfabeta: Bandung. Sunarti. 2012. Pro kontraImunisasi. Yogjakarta: Hanggar Kreator. Suparjo. 2011. Tuberkulosisparu [online]. Tersedia.http://www. Scribd com/doc/20358065/tuberculosisparu (26 Maret 2013). Suryo. J. 2010. Penyembuhan gangguan system pernafasan. Yogyakarta: PT Bentang pustaka. Tjay dan Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting, penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI, Jakarta Yupi Supartini. 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC.