1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam penyakit akibat gaya hidup yang tidak sehat sangat sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, banyak stresor dan pola hidup yang tidak sehat sangat rentan dengan berbagai penyakit infeksi maupun non infeksi. Penyakit non infeksi justru menjadi pembunuh masyarakat khususnya Indonesia. Penyakit jantung koroner, stroke dan hipertensi merupakan jenis penyakit yang sangat banyak dijumpai pada masyarakat modern ini oleh karena kurang menjalankan pola hidup sehat (Eko dan Aries dalam Viva News, 2011) Menurut Sheps (2005) hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi dikelompokkan menjadi hipertensi esensial (primer) yaitu penyebabnya tidak diketahui secara pasti. Sedangkan hipertensi sekunder ini biasanya disebabkan oleh faktor-faktor tertentu seperti penyempitan arteri renalis, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan. Secara umum pembuluh darah memiliki mekanisme kontrol kontriksi dan dilatasi yang terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan 1 2 abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Selain itu faktor stres dan kecemasan juga ikut mendukung kondisi konstriksi dimana dengan adanya faktor tersebut akan merangsang kelenjar adrenal mengeluarkan kortisol dan steroid, sehingga memperkuat respon vasokonstriksor pembuluh darah (Smeltzer, 2002). Berdasarkan data WHO dari 50% penduduk yang diketahui menderita hipertensi hanya 20% yang mendapat pengobatan dan hanya 12,5% yang mendapatkan pengobatan yang adekuat (WHO, 2003). Menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) di Amerika Serikat, 58,4 juta orang terkena hipertensi. Peningkatan ini dihubungkan dengan peningkatan obesitas yang merupakan salah satu faktor risiko (Fauci et al, 2008). Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 mendapatkan prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia cukup tinggi mencapai 31,7% dengan penduduk yang mengetahui dirinya menderita hipertensi hanya 7,2% dan yang minum obat antihipertensi hanya 0,4% (Depkes, 2010). Sedangkan Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure VII (JNC-VII), hampir 1 milyar orang menderita hipertensi di dunia. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia atau WHO, 3 hipertensi merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Data tahun 2010 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 28,6% orang dewasa berusia 18 tahun ke atas menderita hipertensi. Penderita hipertensi di Bali sejak tahun 2011 tercatat 3.301 orang. Hipertensi juga ada yang disebabkan penyakit jantung atau jantung hipertensi sebanyak 247 orang, ginjal hipertensi tercatat 152 orang , jantung dan ginjal hipertensi 269 orang dan hipertensi sekunder 392 orang (Balipost, 2012). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Puskesmas Pembantu Desa Bungbungan Kecamatan Banjarangkan Klungkung, didapatkan data selama bulan JanuariSeptember 2013 jumlah penderita hipertensi yang datang untuk berobat sebanyak 30 kunjungan laki-laki dan 33 kunjungan perempuan. Setelah dikaji jumlah penderita hipertensi di Desa Bungbungan Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung sebanyak ± 40 orang. Tujuan dari manajemen terapi hipertensi adalah menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dengan diagnosis awal dan perawatan dengan tindakan invasif yang seminimal mungkin dengan biaya yang sedikit. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai tekanan darah di bawah 140/90 mmHg atau paling tidak tekanan darah penderita selalu dalam kondisi stabil dan mengendalikan faktor risiko terhadap kardiovaskuler (Smeltzer, 2002). Penatalaksanaan penyakit hipertensi secara medis adalah dengan menggunakan obat-obat kimia. Untuk penanganan awal obat tersebut dikelompokkan menjadi 2 yaitu golongan diuretik dan penyekat beta. Bila gejala hipertensi sangat susah untuk dikendalikan maka pemilihan obat yang dianjurkan 4 adalah golongan vasodilatator, penghambat enzym pengubah angiotensin dan antagonis kalsium (Smeltzer, 2002). Walaupun perkembangan jaman semakin modern, obat-obat medis semakin berkembang, tidak sedikit dari masyarakat justru memilih terapi komplementer atau alternatif untuk mengatasi masalah hipertensi ini . Mulai dari terapi herbal, bekam , akupunktur, meditasi, taichi, yoga, dan terapi energi. Karena, selain tidak menimbulkan efek samping juga cukup mudah dilakukan dibandingkan pengobatan medis yang memerlukan banyak biaya dan juga efek samping yang tidak sedikit. Terapi komplementer memang sebaiknya dilakukan bagi penderita hipertensi untuk memberikan hasil yang maksimal dalam menjaga tekanan darah pada batas normal. Di Desa Bungbungan sampai saat ini belum ada suatu wadah atau kegiatan yang menunjang bagi penderita hipertensi. Sasmita, (2007) meneliti tentang Pengaruh Latihan Hatta Yoga Selama 12 Minggu Terhadap Tekanan Darah Diastol dan Sistol Wanita Berusia 50 Tahun Keatas menyatakan ada penurunan tekanan darah sistol pada wanita 50 tahun ke atas setelah dilatih hatta yoga. Dari data yang terkumpul didapatkan penurunan tekanan darah diastole yang signifikan p=0,007( p< 0,05) dan sistole tidak signifikan p= 0,265(p > 0,05). Perbedaan dengan penelitian sekarang terletak pada independen variabel berupa meditasi dan sampel. Cahyadi, (2010) dalam penelitian yang berjudul “Perbedaan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Sebelum dan Sesudah Diberikan Guided Imagery di Puskesmas 1 Denpasar Timur” menyebutkan ada perbedaan tekanan darah pasien hipertensi sebelum dan sesudah diberikan guided imagery di Puskesmas 1 5 Denpasar Timur dengan hasil nilai paired sample t-test p = 0,000 (p<0,05). Perbedaan dengan penelitian sekarang terletak pada independen variabel yaitu dengan meditasi. Disamping terapi herbal dan alternatif ada terapi yang bisa dilakukan untuk mengontrol tekanan darah tanpa menggunakan bahan ataupun alat khusus , yaitu dengan meditasi. Meditasi sebenarnya sudah menjadi praktik kebiasaan bagi para yogi di India. Meditasi merupakan suatu teknik relaksasi, pengolahan nafas, dan manajemen pikiran yang berlandaskan spiritual. Dalam otak manusia kita mengenal ada gelombang otak (brainwave). Gelombang tersebut yaitu gamma, beta , alpha, theta dan delta . Irama ini terdiri dari gelombang dan frekuensi yang dapat diamati menggunakan EEG. Bila seseorang dalam keadaan tidak tenang dan gelisah maka akan tampak gelombang dan frekuensi yang kacau serta tidak beraturan sehingga pada EEG disebut gelombang beta. Gelombang beta juga mendominasi saat orang mengalami aktivitas mental yang terjaga penuh contohnya saat melakukan kegiatan seharihari dan berinteraksi dengan orang lain (Guyton, 2008) Kemudian ada gelombang alpha dimana gelombang ini akan nampak saat seseorang mengalami relaksasi ringan atau mulai istirahat atau mengantuk. Orang yang memulai meditasi ringan akan menghasilkan gelombang alpha. dalam memasuki alam meditasi, gelombang tetha akan muncul Semakin dimana ini menandakan tubuh dalam keadaan relaksasi dalam sehingga semua organ tubuh akan bekerja secara sinkron sehingga memicu keluarnya hormon melatonin dan 6 endhorpin Dibawah tetha ada gelombang deltha yang dimana gelombang ini terjadi saat tidur lelap (Setiawan, 2001). Dengan melakukan meditasi, dapat mengurangi respon stres tubuh, kerja kelenjar adrenal menurun sehingga terjadi pengurangan kortisol yang mengakibatkan konstriksi pembuluh darah berkurang. Konstriksi dan dilatasi pembuluh darah juga diatur oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Saat sampai alam meditasi, otak akan lepas dari aktivitas berpikir, sehingga terjadi penurunan stimulus-stimulus yang juga akan mengakibatkan kerja saraf simpatis ke seluruh organ tubuh akan menurun. Penurunan aktivitas saraf simpatis terutama pada organ jantung akan terjadi penurunan kontraktilitas dan pada pembuluh darah akan mengurangi respon tekanan kontriksi pembuluh darah. Sehubungan dengan efek yang ditimbulkan oleh meditasi banyak kaitannya dengan pengaturan tekanan darah, peneliti disini ingin mengetahui seberapa besar efek meditasi ini terhadap tekanan darah pada pasien atau orang yang menderita hipertensi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Adakah Pengaruh Meditasi Terhadap Tekanan Darah Pada Orang Klungkung? Hipertensi Di Desa Bungbungan Kecamatan Banjarangkan 7 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh meditasi terhadap tekanan darah pada orang dengan hipertensi. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengidentifikasi tekanan darah kelompok perlakuan sebelum dan sesudah dilatih meditasi. b. Untuk mengidentifikasi tekanan darah awal dan akhir kelompok kontrol. c. Untuk menganalisis tekanan darah pada kelompok perlakuan. d. Untuk menganalisis tekanan darah pada kelompok kontrol. e. Untuk menganalisis perbedaan tekanan darah sesudah dilatih meditasi pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi perawat sebagai terapi pelengkap pada pasien hipertensi dalam menjaga tekanan darahnya. 1.4.2 Manfaat Teoritis a. Bagi tenaga kesehatan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai wahana untuk menambah pengetahuan dan mengaplikasikan keterampilan dalam asuhan keperawatan pasien hipertensi khususnya 8 penggunaan terapi komplementer yang diperoleh untuk melengkapi terapi yang sudah ada. b. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini bisa sebagai data dasar dalam melakukan penelitian tentang terapi alternatif untuk menurunkan tekanan darah.