BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis viral akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh dunia. Penyakit tersebut ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian setiap tahunnya. Banyaknya episode hepatitis dengan klinis anikterik, tidak nyata atau subklinis. Di Indonesia berdasarkan data dari rumah sakit, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari 39,8%, 68,3%. Peningkatan prevalensi anti HAV yang berhubungan dengan umur mulai terjadi dan lebih nyata didaerah dengan kondisi kesehatan dibawah standar. Lebih dari 75% anak dari berbagai benua Asia, Afrika, India menunjukan sudah memiliki antibody anti-HAV pada usia 5 tahun.' Infeksi HBV merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. sekitar 2 miliar orang di dunia telah terinfeksi VHB, dan 350 juta dari mereka adalah pembawa hepatitis B kronis antigen. Di daerah endemik, di mana sebagian besar komplikasi infeksi HBV kronis berkembang di masa dewasa, dengan primer infeksi HBV terjadi terutama pada masa bayi atau anak usia dini.2 Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari 2,5% di Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang, sehingga termasuk dalam kelompok negara dengan endemisitas sedang sampai tinggi. Di negara-negara Asia diperkirakan bahwa penyebaran perinatal dari ibu pengidap hepatitis merupakan jawaban atas prevalensi infeksi virus hepatitis B yang tinggi. Hampir semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HBeAg positif akan terkena infeksi pada bulan kedua dan ketiga kehidupannya. Adanya HBeAg pada ibu sangat berperan penting untuk penularan. Walaupun ibu mengandung HBeAg positif namun jika HBeAg dalam darah negative, maka daya tularnya menjadi rendah. Data di Indonesia telah dilaporkan oleh Suparyatmo, pada tahun 1993, bahwa dari hasil pemantauan pada 66 ibu hamil pengidap hepatitis B, bayi yang mendapat penularan secara vertikal adalah sebanyak 22 bayi (45,9%).1 Prevalensi anti-HCV pada donor darah di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan angka diantara 0,5% - 3.37%. Sedangkan Prevalensi anti HCV pada hepatitis virus akut menunjukkan bahwa hepatitis C 1(5,5% - 46,4%) menempati urutan kedua setelah hepatitis 1 A (39,8% - 68,3%) sedangkan urutan ketiga ditempati oleh hepatitis B (6,4% - 25 < 9%) Virus delta atau virus hepatitis D (HDV) merupakan suatu partikel. Yang menyebabkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada infeksi hepatitis B, di Asia Tenggara dan Cina infeksi hepatitis D tidak biasa dijumpai pada daerah dimana prevalensi HBsAg sangat tinggi. Laporan dari Indonesia pada tahun 1982 mendapatkan hasil 2,7% (2 orang) anti HDV positif dari 73 karier hepatitis B dari donor darah. Hepatitis E (HEV) di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Sintang, Kalimantan Barat yang diduga terjadi akibat pencemaran sungai yang dipergunakan untuk aktivitas sehari-hari. Didapatkan HEV positif sebanyak 34,1 %. Pada saat terjadi letupan tahun 1992, ditemukan 2 kasus HEV dari 34 sampel darah. Dari rumah sakit di Jakarta ditemukan 4 kasus dari 83 sampel 1. Hepatitis virus dapat menginfeksi individu dari segala usia. Meskipun sebagian besar komplikasi nyata terutama di masa dewasa, infeksi primer dapat terjadi pada masa bayi atau masa kanak-kanak. Antara infeksi virus hepatotrophic (A sampai E), hepatitis A dan E merupakan penyakitnya yang dapat sembuh sendiri dan bersifat akut atau fulminan, sedangkan hepatitis B, C dan D dapat bersifat akut atau chronis. Kronis hepatitis D ini sangat jarang terjadi pada anak-anak di seluruh dunia, kecuali di beberapa daerah endemis, sedangkan infeksi kronis virus hepatitis B (HBV) adalah lebih umum dan dapat terjadi pada anak-anak usia apapun, bahkan pada periode perinatal. infeksi kronis HBV selama masa kanak-kanak dapat menyebabkan hepatitis kronis, sirosis, dan kanker hati selama masa kanak-kanak atau yang lebih baru pada usia dewasa. karsinogenesis terkait HBV membutuhkan waktu, karsinoma hepatoseluler dapat terjadi jauh lebih awal pada infeksi saat masa kanak-kanak dibandingkan pada mereka yang terinfeksi pada usia dewasa. 1.2 Tujuan a. Tujuan umum Untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program studi kepaniteraan klinik kesehatan anak RUMKIT POLPUS RS SUKANTO. b. Tujuan khusus Untuk mengetahui dan memahami patogenesis Hepatitis Virus, cara menegakkan diagnosis, penatalaksaan, serta pencegahan terjadinya Hepatitis Virus dan komplikasinya. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Merupakan masalah kesehatan utama dinegara sedang berkembang dan negara maju. Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima virus yaitu: virus hepatitis A(HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HCV), virus hepatitis E(HEV). Semua jenis hepatitis virus yang menyerang manusia. Virus hepatitis A, C, D, dan E merupakan virus RNA kecuali virus hepatitis B, yang merupakan virus DNA. Hepatitis A dan E tidak diketahui menyebabkan sakit kronis, sedang hepatitis B, C, D menyebabkan morbiditas dan mortalitas penting melalui infeksi kronis. 1,2 Anatomi Hepar Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus. Sistem porta terletak di depan vena kava dan dibalik kandung empedu. Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Hati terbagi 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis cantlie yang terdapat mulai dari vena cava sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relatif sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi. Secara mikroskopis didalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis.2,34 3 Gambar 1. Anatomi hepar Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagi lobulus yaitu susunan heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena sentral. Hati memiliki bagian terkecil yang melakukan tugas diatas disebut sel hati (hepatosit), sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel parenkimal yang termasuk di dalamnya endotolium, sel kupffer dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang. Tugas aktifitas fagositik dilakukan oleh makrofag residen yang disebut sel kupffer. Setiap hepatosit berkontak langsung dengan darah dari dua sumber. Darah vena yang langsung datang dari saluran pecernaan dan darah arteri yang datang dari aorta. Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar disebut sinusoid.1,4 4 Gambar 2. Histologi hepar Darah vena memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan kompleks yang dikenal sebagai sistem porta hati. Vena yang mengalir dari saluran cerna tidak secara langsung menyatu pada vena cava inferior akan tetapi vena vena dari lambung dan usus terlebih dahulu memasuki sistem vena porta. Pada sistem ini produk-produk yang diserap dari saluran cerna untuk diolah, disimpan, dan didetoksifikasi sebelum produk produk tersebut kembali ke sirkulasi besar.1,2.4 Peritoneum hampir menyelubungi seluruh permukaan hepar kecuali suatu daerah telanjang (bare area) pada fasies posterior hepatic dan pada tempat dimana terjadi duplikatur yang menjadi ikat ikat hepar, seperti: Ligamentum falsiforme hepatis yang menggantungkan hepar ke diafragma dan dinding perut depan; Ligamentum koronari hepatis yang menggantungkan hepar ke puncak diafragma; Ligamentum triangularia hepatis yang menggantungkan hepar ke diafragma kanan dan kiri dan omentum minus yang menghubungkan porta hepatis, fisura sagitalis sinistra bagian belakang dengan kurvatura minor ventrikuli dan pars superior duodeni.3 5 Fisiologi Hepar Fungsi dasar hati dapat dibagi menjadi : 1. Fungsi vaskular, untuk menyimpan dan menyaring darah. 2. Fungsi metabolisme, yang berhubungan sebagian besar dengan sistem metabolisme tubuh. 3. Fungsi sekresi, yang berperan membentuk empedu yang mengalir melalui saluran empedu ke saluran pencernaan. Dalam fungsi vaskularnya hati adalah sebuah tempat mengalir darah yang besar. Hati juga dapat dijadikan tempat penimpanan sejumlah besar darah. Hal ini diakibatkan hati merupakan suatu organ yang dapat diperluas. Aliran limfe dari hati juga sangat tinggi karena pori dalam sinusoid hati sangat permeable. Selain itu di hati juga terdapat sel Kupffer (derivat sistem retikuloendotelial atau monosit-makrofag) yang berfungsi untuk menyaring darah. Fungsi metabolisme hati dibagi menjadi metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan lainnya. Dalam metabolisme karbohidrat, fungsi hati : 1. Menyimpan glikogen 2. Mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa 3. Glukoneogenesis 4. Membentuk senyawa kimia yang penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat. Dalam metabolisme lemak, fungsi hati : 1. Kecepatan oksidasi beta asam lemak yang sangat cepat untuk mensuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain. 2. Pembentukan sebagian besar lipoprotein. 3. Pembentukan sebagian besar kolesterol dan fosfolipid 6 4. Penguraian sejumlah besar karbohidrat dan protein menjadi lemak. Dalam metabolisme protein, fungsi hati : 1. Deaminasi asam amino 2. Pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari dalam tubuh 3. Pembentukan protein plasma. 4. Interkonversi diantara asam amino yang berbeda. Fungsi sekresi hati membentuk empedu juga sangat penting. Salah satu zat yang dieksresi ke empedu adalah pigmen bilirubin yang berwarna kuning-kehijauan. Bilirubin aadalah hasi akhir dari pemecahan hemoglobin. Bilirubin merupakan suatu alat mendiagnosis yang sangat bernilai bagi para dokter untuk mendiagnosis penyakit darah hemolitik dan berbagai tipe penyakit hati. 1,2 Metabolisme Bilirubin Bilirubin adalah suatu pigmen berwarna kuning berasal dari unsure porfirin dalam hemoglobin yang terbentuk sebagai akibat penghancuran sel darah merah oleh sel-sel retikuloendotel. Sungguhpun berasal dari hemoglobin, bilirubin tidak mengandung zat besi. Bilirubin yang baru terbentuk ini larut dalam lemak. Di dalam plasma darah bilirubin ini berikatan dengan albumin, karena terbentuk secara normal dari pnghancuran sel darah merah maka prosis metabolisme dan sekresi selanjutnya dapat berlangsung secara terus menerus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran eritrosit oleh makrofag di dalam limpa, hati dan alat retikuloendotel lain akan mengalami proses pemecahan menjadi heme dan globin. Melalui prose’s oksidasi, komponen globin mengalami degradasi menjadi asam amino dan digukana untuk pembentukan protein lain. Unsur heme selanjutnya oleh heme-oksigenase, teroksidasi menjadi biliverdin dengan melepas zat besi dan karbonmonoksida. Biliverdin reduktase akan mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak-terkonjugasi. 7 Lebih dari 80% bilirubin terjadi dari pemecahan heme yang berasal dari eritrosit namun sekitar 15-20% bilirubin dapat pula berasal dari hemoprotein lain seperti moglobin, sitokrom. Bilirubin tidak-terkonjugasi ini adalah suatu zat lipofilik, larut dalam lemak, hampir tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dikeluarkan dalam urin melalui ginjal (disebut pula bilirubin indirek karena hanya beraksi positif pada tes setelah dilarutkan dalam alcohol). Karena sifat lipofilik, zat ini dapat melalui membran sel dengan relatif mudah. Setelah dilepas ke dalam plasma, sebagian besar bilirubin tidak-terkonjugasi ini membentuk ikatan dengan albumin sehingga dapat larut di dalam darah. Pigmen ini secara tertahap berdifusi ke dalam sel hati (hepatosit). Dalam hepatosit, bilirubin tidak-terkonjugasi, dikonjugasi dengan asam glukuromat membentuk bokorubon glukuronida atau bilirubin terkonjugasi (disebut pula bilirubin direk). Reaksi konjugasi dikatalisasi oleh enzim glukuronik transferase suatu enzim yang terdapat di reticulum endoplasmic dan merupakan kelompok enzim yang mampu memodifikasi zat asing yang bersifat toksik. Kelompok enzim ini dapat diaktifkan dengan rangsangan fenobarbital, oleh karena itu fenobarbital dapat digunakan sebagai pengobatan, terutama bila hanya terjadi penurunan kadar glukuronil transferase. Bilirubin terkonjugasi larut dalam air, dapat dikeluarkan melalui ginjal namun dalam keadaan normal tidak dapat di deteksi dalam urin. Sebagian besar bilitubin terkonjugasi ini dikeluarkan ke dalan empedu, suatu campuran kolesterol, fospholipid, bilirubin diglukoronida dan garam empedu. Sesudah dilepas ke dalam saluran cerna bilirubin glukoronida (bilirubin terkonjugasi) diaktifasi oleh enzim bakteri dalam usus, sebagian menjadi komponen urobilinogen yang akan keluar dalam tinja (sterkobilin), atau diserap kembali dari saluran cerna, dibawa ke hati dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu. Urobilinogen dapat larut dalam air, oleh karena itu sebagian dikeluarkan melalui ginjal. 1,2,3 II.2 Gejala Hepatitis Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi asimtomatik tanpa kuning sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu : Fase Inkubasi. Merupakan waktu diantara saat masuknya virus dan saat timbulnya gejala. Fase ini berbeda beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum, makin 8 pendek fase inkubasi ini.1 Fase Prodromal (pra ikterik). Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan gejala timbulnya ikterus. Awitannya dapat singkat atau ditandai dengan malaise umum, mialgia, atralgia mudah lelah, gejala saluran nafas atas dan anoreksia. Mual, muntah dan anoreksia berhubungan dengan perubahan penghidu. Diare dan konstipasi dapat terjadi. Serum sickness dapat muncul pada hepatitis B akut diawal infeksi. Demam derajat rendah umumnya terjadi pada hepatitis akut. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolesistitis.1 Fase Ikterus. Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah t imbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.1 Fase Konvalesen (penyembuhan). Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Munculnya perasaan sudah lebih sehat, kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorim lengkap terjadi dalam 9 minggu dan 16 minggu untuk hepatitis B. pada 5%-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi fulminan. 1 II.3 HEPATITIS A II.3.1 Etiologi HAV adalah virus yang mengandung RNA yang tidak berkapsul, berdiameter 27 nm yang adalah anggota famili picornavirus. HAV adalah virus RNA 27 – nm nonenvelope , termasuk genus Hepatovirus, famili Picornavirus. HAV bersifat termostabil, tahan asam, dan tahan terhadap empedu sehingga efisien dalam transmisi fekal oral. Kerusakan hepar yang terjadi disebabkan karena mekanisme imun yang diperantarai sel – T. Infeksi HAV tidak menyebabkan terjadinya hepatitis kronis atau persisten. Infeksi HAV menginduksi proteksi jangka panjang terhadap re – infeksi.3 Host infeksi HAV sangat terbatas, hanya manusia dan beberapa primata yang dapat menjadi host alamiah. Karena tidak ada keadaan karier, infeksi HAV terjadi melalui transmisi 9 serial dari individu yang terinfeksi ke individu lain yang rentan. HAV disebarkan lewat kotoran atau tinja penderita. Penyebarannya disebut fekal – oral karena tangan biasanya secara tidak langsung menyentuh benda bekas tinja dan kemudian menggunakannya untuk makan. Karena itu dalam lingkungan sanitasi yang buruk (WC umum), kemungkinan terinfeksi oleh virus hepatitis A lebih besar. Virus yang tertelan bereplikasi di intestinum dan bermigrasi melalui vena porta ke hepar dengan melekat pada reseptor viral yang ada di membran hepatosit. HAV matur yang sudah bereplikasi kemudian diekskresikan bersama empedu dan keluar bersama feses. 2,3 Pada fase akut terdapat respon antibodi berupa IgM yang menetap selama beberapa bulan, kadang sampai 6 atau 12 bulan. Akan tetapi, selama masa konvalesense terdapat anti HAV dari kelas IgG yang menjadi dominan (Gambar 2). Oleh karena itu, diagnosis infeksi hepatitits A dapat dibuat berdasarkan ditemukannya titer anti HAV dari kelas IgM. 3 Gambar 3 : Perjalanan serologis hepatitis A Virus ini diisolasi pada mulanya dari tinja penderita yang terinfeksi. Strain HAV laboratorium telah diperbanyak pada biakan jaringan. Infeksi akut didiagnosis dengan mendeteksi immunoglobulin (Ig)M, antibody (anti-HAV) yang tinggi dengan menggunakan radioimmunoassay, dengan mengidentifikasi partikel virus dalam tinja.2,3 Aktivitas virus dapat dihilangkan dengan mendidihkannya selama I menit, memberikannya formaldehid dan klor atau melalui radiasi sinar ultraviolet. Replikasinya terbatas 10 pada hati, dan selama akhir masa inkubasi dan fase praikterus akut, virus tersebut terdapat dalam hati, empedu, feses dan darah. Meskipun virus tetap berada dalam feses, viremia dan infektivitasnya hilang segera setelah ikterusnya tampak jelas. Tidak seperti virus hepatitis lainnya, virus hepatitis A dapat bereplikasi dalam biakan jaringan namun replikasinya kurang baik dibandingkan picornavirus yang lain1,2,3. Gambar 4: Virus Hepatitis A II.3.2 Epidemiologi dan faktor risiko Infeksi HAV terjadi diseluruh dunia tetapi paling sering di negara yang sedang berkembang. prevalensinya mencapai 100% pada anak 5 tahun pada anak kurang dari 5 tahun tidak bergejala. Virus ini dapat dideteksi didalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase preikterik atau dapat ditemukan di dalam tinja melalui tehnik imunologi kira-kira 2 minggu sebelum ikterus sampai 1 minggu setelah timbulnya ikterus. HAV terutama ditularkan melalui fekal-oral melalui kontaminasi feses pada makanan atau air minum yang mengandung virus, yang tidak dimasak dengan baik. Immunoglobulin manusia dapat mencegah atau mengurangi gejala klinis, namun tidak dapat mencegah penyakit sama sekali. Rata-rata masa inkubasi HAV sekitar 4 minggu3. Transmisi melalui transfusi darah sangat jarang.2 II.3.3 Patogenesis HAV masuk ke hati dari saluran pencernaan melalui aliran darah, munuju hepatosit, dan melakukan replikasi di hepatosit yang melibatkan RNA – dependent polymerase . Proses replikasi ini tidak terjadi di organ lain. Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa HAV diikat oleh Imuniglobulin A (IgA) spesifik pada mukosa saluran pencernaan yang bertindak sebagai 11 mediator antara HAV dengan hepatosit melalui reseptor asialoglikoprotein pada hepatosit. Selain IgA, fibronectin dan alfa – 2 – makroglobulin juga dapat mengikat HAV. Dari hepar HAV dieliminasi melalui sinusoid, kanalikuli, masuk ke dalam usus sebelum timbulnya gejala klinis maupun laboratoris. Mekanisme kerusakan sel hati oleh HAV belum sepenuhnya dapat dijelaskan, namun bukti secara langsung maupun tidak langsung menyimpulkan adanya suatu imunopatogenik. Tubuh mengeliminasi HAV dengan melibatkan proses netralisasi oleh IgM dan IgG, hambatan replikasi oleh interferon, dan apoptosis oleh sel T sitotoksik (cytotoxic T lymphocyte/ CTL).Error: Reference source not found Virus hepatitis A ini bersifat sitopatik, sehingga berperan dalam proses terjadinya penyakit. Pada percobaan invitro, virus bersifat nonsitolitik pada kultur sel dan replikasi virus pada manusia telah terjadi sebelum kerusakan sel hati, sehingga limfosit T sitolitik d iduga penting pula peranannya dalam penghancuran sel hati yang sakit. Refleksi jejas pada hepatosit, yang melepaskam alanin aminotranferase (ALT) dan aspartat amino trasferase (AST) kedalam aliran darah. ALT lebih spesifik pada hati daripada AST, yang j uga dapat naik sesudah cedera pada eritrosit, otot skelet, atau sel miokardium. Tingginya kenaikan tidak berkorelasi dengan luasnya nekrosis hepatoseluler. Pada beberapa kasus, penurunan aminotranferase dapat meramalkan hasil yang jelek jika penurunan terjadi bersama dengan kenaikan bilirubin dan peningkatan waktu protrombin (PT) dapat terjadi akibat ketidakmampuan sel - sel hati untuk melakukan sintesa protein yang diperlukan untuk proses pembekuan darah disertai penurunan penyerapan vitamin K. karena protein ini waktu paruhnya pendek. Hepatitis virus juga disertai dengan ikterus kolestatik, dimana kadar bilirubun direk maupun indirek naik. Ikterus akibat obstruksi aliran saluran empedu dan cedera terhadap h epatosit. Kenaikan alkali fosfatase serum, 5'-nukleotidase, gamma glutamil transpeptidase, dan urobilinogen semua dapat merefleksikan cedera terhadap sistem biliaris 2,3. II.3.4 Manifestasi klinis Mulainya infeksi HAV biasanya mendadak dan disertai oleh keluhan sistemik demam, malaise, mual, muntah, anoreksia dan perut tidak enak. Prodromal ini mungkin ringan dan sering tidak terjadi pada bayi dan anak prasekolah. Diare sering terjadi pada anak, tetapi konstipasi lebih lazim pada orang dewasa. Ikterus dapat juga tidak terjadi pada anak kecil sehingga ia dapat terdeteksi hanya dengan uji laboratorium. Bila terjadi ikterus dan urin berwarna gelap biasanya terjadi sesudah gejala-gejala sistemik. HAV pada orang dewasa dapat 12 bergejala dan dapat berat. Gejala-gejala infeksi HAV meliputi nyeri kuadran kanan atas, urin berwarna gelap, dan ikterus. Lama gejala-gejala biasanya kurang dari satu bulan, dan nafsu makan, toleransi berlebihan, dan perasaan sehat perlahan-lahan kembali. Hampir semua penderita dengan HAV akan sembuh sempurna, tetapi kambuh dapat terjadi selama beberapa bulan. Hepatitis fulminan yang menyebakan kematian jarang, dan infeksi kronis tidak terjadi.1,2,3,4 Dibedakan 4 stadium, yaitu : 1. Masa inkubasi, berlangsung selama 18 – 50 hari (rata – rata 28-30 hari).Error: Reference source not found,3 2. Masa prodomal, terjadi antara 4 hari sampai 1 minggu atau lebih. Gejalanya adalah fatigue, malaise, nafsu makan berkurang, mual, muntah, rasa tidak nyaman di daerah kanan atas, demam (biasanya < 39 C), merasa dingin, sakit kepala, dan gejala yang menyerupai flu. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah hepatomegali ringan dan nyeri tekan. 3. Fase ikterik, dimulai urin yang berwarna kuning tua, seperti teh, diikuti oleh feses yang berwarna seperti dempul, kemudian warna sklera dan kulit yang perlahan – lahan menjadi kuning. Gejala anoreksia, lesu, mual dan muntah bertambah berat. 4. Fase penyembuhan, ikterik menghilang dan warna feses menjadi normal selama 4 minggu setelah onset. 2,3,4 II.3.5 Diagnosis Diagnosis infeksi HAV harus dipikirkan bila ada riwayat ikterus pada kontak keluarga, teman, teman sekolah, teman bermain perawatan harian, atau personel sekolah atau jika anak atau keluarga telah berwisata ke daerah endenik. Diagnosis dibuat dengan kriteria serologis, biobsi hati jarang dilakukan. Anti-HAV terdeteksi pada mulainya gejala hepatitis A akut dan menetap seumur hidup. Infeksi akut didiagnosis dengan adanya IgM anti-HAV, yang dapat terdeteksi selama 3-12 bulan; sesudahnya IgG anti-HAV dite mukan. Antibody IgG anti HAV mengindikasikan infeksi dimasa lampau dan saat ini telah kebal. Virus terekskresi pada tinja dari 2 minggu sebelum sampai 1 minggu sesudah mulainya penyakit. Kenaikan hampir secara universal ditemukan pada ALT, AST, bilirubin, alkali fosfatase 5'-nukleotidase, dan gamma glutamil transpeptidase dan tidak membantu membedakan penyebab. PT harus selalu diukur 13 pada anak dengan hepatitis untuk membantu menilai luasnya cedera hati; pemanjangannya adalah tanda serius yang mengharuskan rawat inap di rumah sakit dan merupakan indikasi nekrosis hati yang cukup nyata.1,2,4 II.3.6 Komplikasi Anak-anak hampir selalu sembuh dari infeksi HAV, sejumlah kecil pasien yang menderita hepatitis A mengalami relaps hepatitis beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah sembuh dari hepatitis akut. Dimana kenaikan awal dalam aminotranferase yang disertai dengan turunnya kenilai normal atau rendah. Fungsi sintesis hati menurun dan PT menjadi memanjang, sering disertai dengan perdarahan. Albumin serum turun, menimbulkan edema dan asites. Ammonia biasanya naik dan sensorium menjadi berubah, memburuk dari mengantuk ke pingsan dan kemudian koma. Pemburukan pada penyakit stadium akhir dan kematian dapat terjadi pada kurang dari 1 minggu atau dapat berkembang lebih buruk.2 II.3.8 Penatalaksanaan Tidak ada pengobatan anti virus spesifik untuk HAV. Pada dasarnya penatalaksanaan infeksi virus hepatitis A sama dengan hepatitis lainnya yaitu bersifat suportif, tidak ada yang spesifik : tirah baring. Terutama pada fase awal dari penyakitnya dan dalam keadaan penderita merasa lemah. Diet : makanan tinggi protein dan karbohidrat, rendah lemak untuk pasien dengan anoreksia dan nausea; simtomatik : pemberian obat-obatan terutama untuk mengurangi keluhan; misalnya antipiretik untuk demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi dan pemberian food suplement. Infeksi akut dapat dicegah dengan pemberian imunoglobulin dalam 2 minggu setelah terinfeksi atau menggunakan vaksin. Penderita hepatitis A akut dirawat secara rawat jalan, tetapi 13% penderita memerlukan rawat inap, dengan indikasi muntah hebat, dehidrasi dengan kesulitan masukan per oral, kadar SGOT/SGPT > 10 kali nilai normal, koagulopati dan ensepalopati.Error: Reference source not found,3,4 1. Pengobatan meliputi istirahat dan pencegahan terhadap bahan hepatotoksik, misalnya asetaminofen. Pada penderita tipe kolestatik dapat diberikan kortikosteroid dalam jangka pendek. Pada tipe fulminan perlu perawatan di ruang intensif dengan evaluasi waktu protombin secara periodik. II.3.9 Pencegahan 14 Vaksinasi anak kecil didaerah endemik tidak perlu karena penyakit hampir selalu tidak bergejala atau ringan dan memberikan imunitas seumur hidup. Di negara industri, v aksinasi anak risiko tinggi mungkin bermanfaat karena anak ini dapat menjadi pengidap penyakit dan dapat menginfeksi saudara-saudaranya yang lebih tua dan orang tuanya berisiko lebih tinggi untuk penyakit yang lebih berat. Vaksinasi akan bernilai khusus p ada wisatawan tidak terpajan dari negara maju bila mereka berwisata ke daerah endemic hepatitis A.1,2 Vaksin hepatitis A diberikan pada daerah yang terpajan. Di samping vaksin hep A monovalen yang telah dikenal, saat ini telah beredar vaksin kombinasi hepB/hepA di Indonesia. Jadwal imunisasi Vaksin hep A diberikan pada umur lebih dari 2 tahun, dari 12 bulan. Maka vaksin kombinasi diindikasikan pada anak umur lebih dari 12 bulan, terutama untuk catch-up immunization yaitu mengejar imunisasi pada anak yang belum pernah mendapat imunisasi hepB sebelumnya atau vaksinasi hepB yang tidak lengkap. Dosis pemberian Dosis 720 U diberikan dua kali dengan interval 6 bulan, intramuskular didaerah deltoid. Cuci tangan yang teliti diperlukan, terutama sesudah mengganti diaper dan sebe lum mempersiapkan atau mamberi makanan. Orang-orang yang terinfeksi HAV menular selama sekitar 1 minggu sesudah mulai ikterus. Adalah tidak perlu mengisolasi anak yang lebih tua, yang bisa diawasi, tetapi tinja dan benda-benda yang terkontaminasi tinja harus ditangani dengan tindakan hati-hati. Kumpulan Ig baku efektif dalam mem odifikasi manifestasi klinis infeksi HAV. Nilai profilaktiknya terbesar bila diberikan awal pada masa inkubasi dan menurun sesudahnya. Ig dianjurkan untuk semua individu rentan yang berwisata ke negara yang sedang berkembang. Kontak rumah tangga yang tidak diimunisasi harus mendapat satu dosis IM Ig sesegera mungkin sesudah pajanan.. Ini adalah efektif dalam mencegah hepatitis klinis, walaupun infeksi masih dapat terjadi. Pemberian Ig lebih dari 2 minggu sesudah pajanan tidak terindikasi.1,2,5 II.4 HEPATITIS B II.4.1 Etiologi 15 HBV adalah anggota famili hepadnavirus, diameter 42 nm, kelompok virus DNA hepatotropik non sitopatogenik. Virus hepatitis B terdapat antigen permukaan (HBsAg) y ang membentuk antigen permukaan yang positif kira-kira 2 minggu sebelum timbulnya gejala klinis dapat menghilang pada masa konvalesen dan dapat pula bertahan selama 4-6 bulan, adanya HBsAg menandakan penderita dapat menularkan HBV ke orang lain. Terdapat juga antigen partikel Dane (HBcAg) yang merupakan nekleoplasmid virus hepatitis, tidak rutin terdeteksi, terletak didalam kulit luar HBsAg. Selanjutnya terdapat antigen e (HBeAG) yang berhubungan erat dengan jumlah partikel virus, nampaknya merupakan antigen yang spesifik untuk hepatitis B. timbul bersamaan atau segera setelah HBsAg dan menghilang beberapa minggu sebelum HBsAg menghilang, HBeAg selalu ditemukan pada semua infeksi akut, menunjukan adanya replikasi virus dan bahwa penderita dalam keadaan sangat menular. Replikasi HBV terjadi terutama didalam hati tetapi juga terjadi dalam limfosit, limpa, ginjal dan pancreas.1,2,3,4,5 Virus hepatitis B adalah berbentuk lingkaran, sebagian beruntai ganda asam deoxyribonucleid (DNA) virus. Selama replikasi aktif dalam fase awal infeksi, partikel virus muncul dalam jumlah besar dalam serum dalam dua bentuk; yang pertma adalah virion lengkap diameter 42 nm, yang terdiri dari sebuah amplop, sebuah kapsid dengan protein kapsid, sebuah molekul DNA sirkuler, dan DNA polimerase, dan yang kedua adalah 22 nm virus amplop kosong, yang hanya berisi antigen permukaan hepatitis B (HBsAg). Selain itu, antigen larut, hepatitis B e antigen (HBeAg), yang erat terkait dengan antigen kapsid nonsecretory (hepatitis B antigen core [HBcAg]), juga muncul dalam serum selama fase replikasi tinggi infeksi VHB.2,4,5 16 Gambar 5. Virus Hepatitis B II.4.2 Epidemiologi dan faktor risiko Infeksi HBV adalah lazim di Asia, Afrika, Eropa Selatan, dan Amerika Latin, dimana rentang tingkat HBsAg seropositif 2-20% di wilayah paling. Di daerah hiperendemik, infeksi HBV terjadi terutama pada bayi dan anak usia dini. Di Taiwan, tingkat HBsAg carrier adalah sekitar 10-20%. Sebelum pelaksanaan program imunisasi HBV universal, tingkat seropositif HBsAg pada populasi ini adalah 5% pada bayi dan meningkat menjadi 10% pada 2 tahun, sisa pada tingkat yang sama setelahnya. Namun, tingkat infeksi, diukur dengan antibodi inti hepatitis B (anti-HBc) seropositif, mencapai 50% pada usia 15 tahun. ini menunjukkan bahwa HBsAg carrier paling kronis terinfeksi sebelum 2 tahun pada populasi ini.2,4 Jumlah kasus baru pada anak adalah rendah tetapi sukar diperkirakan karena sebagiaan infeksi pada anak tidak bergejala. Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus, 50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten. HBV ditemukan di darah, semen, secret servikovaginal, saliva, cairan tubuh lain. 3,5,6 Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut. Faktor risiko yang paling penting untuk mendapat infeksi hepatitis B pada anak adalah pemajanan perinatal terhadap ibu positif-HBsAg. Risiko penularan adalah paling besar jika ibu juga HBeAg positif, 70-90% dari bayinya menjadi terinfeksi secara kronis jika tidak diobati. Selama periode neonatal, antigen hepatitis B ada dalam darah 2.5% bayi yang dilahirkan dari ibu yang terkena sehingga menunjukan bahwa infeksi intra uterin terjadi. 2,3,4 Transmisi perinatal dari ibu HBsAg operator untuk bayi mereka adalah transmisi rute yang sangat penting. Sekitar 90% bayi dari ibu carrier HBeAg-seropositif menjadi carrier HbsAg, terlepas dari tingkat carrier HbsAg tinggi atau rendah dalam populasi. Usia infeksi merupakan faktor penting dalam menentukan hasil infeksi.2,3,4 Pada kebanyakan kasus antigenemia lebih lambat, memberi kesan bahwa penularan terjadi pada saat persalinan; virus yang ada dalam cairan amnion atau dalam tinja atau darah ibu dapat merupakan sumbernya. HBsAg telah diperagakan secara tidak tetap pada ASI ibu yang terinfeksi. Menyusui bayi yang tidak diimunisasi oleh ibu yang terinfeksi tampak tidak berisiko hepatitis yang lebih besar pada anaknya daripada minuman buatan walaupun bahwa putting susu yang pecah-pecah dapat berakibat penelanan bahan darah terkontaminasi oleh bayi yang sedang menyusu. Faktor risiko penting lain untuk infeksi 17 HBV pada anak adalah pemberian obat-obat atau produk -produk darah secara intra vena, perawatan intuisi dan kontak dengan pengidap. Tak ada bukti penyebaran fekal oral. Masa inkubasinya berkisar dari 15-180 hari (rata-rata 60-90hari).1,2,3,4 Gambar 6. Perjalanan serologis hepatitis B II.4.3 Patologi Respon akut hati terhadap HBV adalah sama seperti respon akut untuk semua virus hepatitis. Perubahan histologist yang menetap pada penderita dengan hepatitis B, C, atau D menunjukan perkembangan penyakit kronis. 2 II.4.4 Patogenesis HBV memiliki jangka incubation 2 sampai 6 bulan. Setelah infeksi primer HBV, host dapat mengalami penyakit yang bersifat akut, fulminan, atau kronis. Interaksi antara host dan virus menentukan hasil infeksi. Hepatitis B tidak seperti hepatitis virus lain merupakan virus nonsitopatis yang mungkin menyebabkan cedera dengan mekanisme yang di perantarai imun. Langkah pertama dalam proses hepatitis akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV,menyebabkan munculnya antigen virus 18 pada permukaan sel. Yang paling penting dari antigen virus ini adalah nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg, pecahan produk HBcAg. Antigen-antigen ini, bersama dengan protein histokompatibilitas (MHC) mayor kelas I,membuat sel suatu sasaran untuk melisis sel-T sitotoksis. Mekanisme yang diperantarai imun juga dilibatkan pada keadaan-keadaan ekstrahepatitis yang dapat dihubungkan dengan infeksi HBV. Mutasi HBV lebih sering daripada untuk virus DNA biasa dan sederetan strain mutan telah dikenali. Yang paling penting adalah mutan yang menyebabkan kegagalan mengekspresikan HBeAg dan telah dihubungkan dengan perkembangan hepatitis berat dan mungkin eksaserbasi infeksi HBV kronis yang lebih berat.2 Perjalanan alamiah infeksi hepatitis B Virus hepatitis B tidak bersifat sitopatik langsung pada sel hepatosit yang terinfeksi. Kerusakan hepatosit terjadi akibat respon imun yang bekerja menghancurkan sel hepatosit yang mengandung VHB di dalamnya. Diketahui bahwa HBsAg dan HBcAg dapat berfungsi sebagai target antigen untul sel T intrahepatik.4,7 Selama infeksi VHB akut berbagai mekanisme sistem imun diaktivasi untuk mencapai pembersihan virus dari tubuh. bersama dengan itu terjadi peningkatan serum transaminase, dan terbentuk antibodi spesifik terhadap protein VHB, yang terpenting adalah anti-HBs. Untuk dapat membersihkan VHB dari tubuh seseorang dibutuhkan respons imun nonspesifik dan respons imun spesifik yang bekerja dengan baik. Segera setelah infeksi virus terjadi mekanisme efektor sistem imun non-spesifik diaktifkan, antara lain interferon. Interferon ini meningkatkan ekspresi HLA kelas I pada permukaan sel hepatosit yang terinfeksi VHB, sehingga nantinya memudahkan sel T sitotoksis mengenal sel hepatosit yang terinfeksi dan melisiskannya. Selanjutnya antigen presenting cell (APC) seperti sel makrofag atau sel Kupffer akan memfagositosis dan mengolah VHB. Sel APC ini kemudian akan mempresentasikan antigen VHB dengan bantuan HLA kelas II pada sel CD4+ (sel T helper/TH) sehingga terjadi ikatan dan membantu suatu kompleks. Kompleks ini kemudian akan mengeluarkan produk sitokin. Sel CD4+ ini mulanya adalah berupa Th0, dan akan berdiferensiasi menjadi Th1 atau Th2. diferensiasi ini tergantung pada adanya sitokin yang mempengaruhinya. Bila banyak terdapat IL12 dan IFN , maka Th0 akan berdiferensiasi menjadi Th1.2,4,5,7 19 Pada tipe diferensiasi Th0 menjadi Th1 akan diproduksi sitokin IL-2 dan IFN , sitokin ini akan mengaktifkan sel T sitotoksis untuk mengenali sel hepatosis yang terinfeksi VHB dan melisiskan sel tersebut yang berarti juga melisiskan virus. Pada hepatitis B kronis sayangnya hal ini tidak terjadi. Diferensiasi ternyata lebih dominan ke arah Th2, sehingga respons imun yang dihasilkan tidak efektif untuk eliminasi virus intrasel.2,3,7 Selain itu, IL-12 yang dihasilkan kompleks Th dan sel APC akan mengaktifkan sel NK (natural killer). Sel ini merupakan sel primitif yang secara non-spesifik akan melisiskan sel yang terinfeksi. Pada hepatitis B kronis diketahui terdapat gangguan fungsi sel NK ini.2,7 Seorang bayi dengan infeksi perinatal oleh VHB mempunyai predisposisi untuk mengalami infeksi HVB kronis. Hal ini terjadi pada neonatus sistem imunnya belum sempurna. Di samping itu diduga HBeAg ibu akan melewati barier plasenta dan HBeAg ini akan menyebabkan sel T helper tidak responsive terhadap HBcAg dan HBeAg pada neonatus yang lahir dari ibu pengidap dengan HBeAg positif. 2,5,6,7 Akut dan fulminan hepatitis B Hepatitis akut merupakan perjalanan penyakit yang masih terbatas. Pemulihan ini ditandai dengan antibodi permukaan hepatitis B (anti-HBs) serokonversi. Hepatitis fulminan ditandai dengan perubahan status patologis mental dalam waktu 2 sampai 8 minggu setelah gejala awal pada anak yang sehat. Gejala hepatitis B akut atau fulminant dapat berkembang sedini mungkin, pada bayi usia 2 bulan dari ibu dengan HbsAg carrier. Dalam daerah endemis untuk infeksi VHB, Sekitar 65% dari agen etiologi untuk hepatitis fulminan pada anak-anak adalah HBV. 2,3,7 Infeksi HBV kronis Anak-anak dengan infeksi HBV kronis sebagian besar tanpa gejala. Mereka umumnya aktif dan tumbuh dengan baik, dengan pengecualian yang sangat langka. Bahkan dengan eksaserbasi akut dari peradangan hati, sakit kuning atau kegagalan pertumbuhan adalah jarang. Meskipun kerusakan hati biasanya ringan selama masa kanak-kanak, sequele serius, termasuk sirosis dan karsinoma hepatoseluler, dapat terjadi secara diam-diam/silent pada usia berapapun. Selama eksaserbasi akut infeksi HBV kronis, CD8-positif sitotoksik T limfosit adalah sel dominan dalam hati pada bagian hati yang mengalami nekrosis. Saat nekrosis hepatoselular 20 terjadi, terjadi penurunan secara bertahap replikasi HBV dan serokonversi HBeAg terjadi, bersama dengan penurunan peradangan hati.1,2,4,6 HBeAg merupakan penanda penting mencerminkan replikasi virus aktif dan infektivitas. clearance adalah karena itu digunakan sebagai penanda keberhasilan terapi antivirus. Anak-anak dengan infeksi HBV kronis memberikan hasil HBeAg seropositif pada tahap awal infeksi. selama tahap ini, anak toleran terhadap HBV,dengan virus yangsangat replikatif, dan kadar serum HBV DNA biasanya tinggi. Kadar aminotranferase berfluktuasi tetapi biasanya normal atau agak tinggi, dengan tingkat rata-rata lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak yang sehat noncarrier. Alanine aminotransferase Puncak (ALT) tingkat> 100IU / L adalah biasa dalam fase ini. Hepatitis antigenemia e B dapat bertahan selama bertahun-tahun setelah infeksi primer. Clearance spontan HBeAg serum terjadi secara bertahap pada usia anak. Replikasi virus berkurang selama proses ini. Proses clearance HBeAg biasanya didahului dengan ketinggian aminotranferase. Elevasi puncak aminotransferase bisa ringan, sedang, dan berfluktuasi. Kadar ALT> 1000IU/ml merupakan hal yang tidak biasa. Proses sroconversi subklinis dari HBeAg terjadi di sebagian besar individu dalam jangka waktu 2 sampai 7 tahun. Setelah deteksi dari peningkatan kadar aminotransferase, sekitar 40% anak akan bersih dari HBeAg dalam waktu 1 tahun. Anak-anak dengan peningkatan kadar aminotransferase> 100 IU / mL dan HBV DNA tingkat <1.000 pg / mL mengalami seroconveri selama 1 sampai 3 tahun. Setelah clearance HBeAg, tingkat aminotranferase secara bertahap kembali ke batas normal, dan anti HBe berkembang secara spontan.2,5,6 II.4.5 Manifestasi klinis Banyak kasus infeksi HBV tidak bergejala, sebagai dibuktikan dengan angka pengidap pertanda serum yang tinggi pada orang yang tidak mempunyai riwayat hepatitis akut. Episode bergejala akut yang biasa, serupa dengan infeksi HAV dan virus hepatitis C (HCV) tetapi mungkin lebih berat. Bukti klinis pertama infeksi HBV adalah kenaikan ALT, yang mulai naik tepat sebelum perkembangan kelesuan (lethargi), anoreksia dan malaise, sekitar 6-7 minggu sesudah pemajanan. Penyakitnya mungkin didahului pada beberapa anak dengan prodormal sepert peyakit serum termasuk atralgia atau lesi kulit, termasuk urtikaria, ruam purpura, dan makulapapular. Keadaan-keadaan ekstra hepatik yang lain disertai dengan infeksi HBV termasuk poliartritis, glomerulonefritis, dan anemia aplastik. lkterus yang ada 21 pada sekitar 25% individu terinfeksi, biasanya mulai sekitar 8 minggu sesudah pemajanan dan berakhir selama sekitar 4 minggu. Pada perjalanan penyembuhan infeksi HBV yang biasa, gejala-gejala muncul selama 6-8 minggu. Persentase orang-orang yang padanya berkembang bukti klinis lebih tinggi pada hepatitis B daripada hepatitis A, clan angka hepatitis Fulminan juga lebih besar. Hepatitis kronis juga terjadi, dan bentuk kronis juga terjadi, dan bentuk kronis dapat menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoseluler.2,3.5,6 II.4.6 Diagnosis Pola serologis untuk HBV adalah lebih kompleks daripada untuk HAV dan berbeda tergantung pada apakah penyakit akut, subklinis atau kronis. Petanda pertama yang dipakai untuk identifikasi HBV adalah antigen permukaan HBsAg yang positif kira kira 2 minggu sebelum timbulnya gejala klinis, dan biasanya menghilang pada masa konvalesen dini tetapi dapat pula bertahan selam 4-6 bulan. Adanya HBsAg menandakan penderita dapat menularkan HBV ke orang lain dan menginfeksi mereka. Petanda yang muncul berikutnya biasanya merupakan antibody terhadap antigen "inti", anti HBc. Antigen "inti" sendiri, HBcAg, tidak terdeteksi secara rutin di dalam serum penderita infeksi HBV, karena terletak di dalam kulit luar HBsAg. Antibody anti-HBc dapat terdeteksi segera setelah gambaran klinis hepatitis muncul dan menetap untuk seterusnya; antibody ini merupakan pertanda kekebalan yang paling jelas didapat dari infeksi HBV (bukan dari vaksinasi). Antibody ini merupakan petanda yang dapat dipercaya untuk mendeteksi infeksi baru atau infeksi yang sudah lewat. Adanya predominansi antibody IgG anti-HBc menunjukan kesembuhan dari HBV di masa lampau atau infeksi HBVkronik.2,4 Antibody yang muncul berikutnya adalah antibody terhadap antigen permukaan, antiHBs. Antibody anti-Hbs timbul setelah infeksi membaik dan berguna untuk memberikan kekebalan jangka panjang. Setelah vaksinasi (yang hanya memberikan kekebalan terhadap antigen permukaan), kekebalan dinilai dengan mengukur kadar antibody anti-HBs. Cara terbaik untuk menentukan kekebalan yang dihasilkan oleh infeksi spontan adalah dengan mengukur kadar antibody anti HBc. Antigen "e" HBeAg merupakan bagian HBV yang larut. Antigen ini timbul bersamaan atau segera setelah HBsAg dan menghilang beberapa minggu sebelum HBsAg menghilang. HBeAg selalu ditemukan pada semua infeksi akut, menunjukan adanya replikasi virus dan bahwa penderita dalam keadaan sangat menular. Jika menetap 22 mungkin menunjukan infeksi replikatif yang kronik. Antibody terhadap HBeAg (anti-HBe) muncul pada hampir semua infeksi HBV dan berkaitan dengan hilangnya virus-virus yang bereplikasi dan berkurangnya daya tular. Aknirnya, pembawa HBV merupakan individu yang pemeriksaan HBsAgnya positif pada sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan yang berjarak 6 bulan, atau individu dengan hasil tes-terhadap HBsAgnya positif tetapi IgM antiHBcnya negative dari satu specimen tunggal. Derajat kemampuan menular berhubungan paling erat dengan hasil tes HBeAg positif. 2,4,5 II.4.7 Pengobatan Memahami perjalanan jangka panjang dari infeksi HBV kronis pada anak-anak sangat penting untuk mengevaluasi keberhasilan dan menentukan strategi terapi antivirus untuk infeksi HBV kronis pada anak-anak.2,3,5 Tujuan terapi hepatitis B adalah untuk. mengeliminasi secara bermakna replikasi VHB dan mencegah progresif penyakit hati menjadi sirosis yang berpotensial menuju gagal hati, dan mencegah karsinoma hepatoselular. Sasaran pengobatan adalah menurunkan kadar HBV DNA serendah mungkin, serokonversi HBeAg dan normalisasi kadar ALT, pengobatan anti virus harus diberikan sebelum virus sempat berintegrasi dalam tubuh penderita. Karena itu sebaiknya anti virus diberikan sedini mungkin sehingga kemungkinan terjadinya sirosis dan hepatoma dapat dikurangi. Tujuan pemberian anti virus adalah merubah fase replikasi menjadi fase integrasi secepat mungkin, sebelum genom virus masuk kedalam genom penderita. Hal ini dilakukan dengan pemberian interferon. Diit disesuaikan dengan kebutuhan dan dihindarkan makanan yang sudah berjamur, yang mengandung zat pengawet yang hepatotoksik.5,6,7 Pada hepatitis virus akut, sebagian besar kasus akan sembuh dan sebagian kecil menjadi kronis. Prinsipnya adalah suportif dan pemantauan gejala penyakit. Pasien dirawat bila ada dehidrasi berat dengan kesulitan masukan per oral, kadar SGOT-SGOt > 10 kali nilai normal, atau bila ada kecurigaan hepatitis fulminan. Namun tidak demikian pada neonatus, bayi, dan anak di bawah 3 tahun dimana infeksi HBV tidak menimbulkan gejala klinis hepatitis akut dan sebagian besar (80%) akan menjadi kronis. Pengobatan hepatitis B kronis merupakan masalah yang sulit; sampai saat ini hasilnya tidak memuaskan, terutama pada anak. Tujuan pengobatan hepatitis B kronis adalah penyembuhan total dari infeksi HBV sehingga virus tersebut dieliminasi dari tubuh dan kerusakan yang ditimbulkan oleh reaksi imunologis didalam hati 23 terutama sirosis serta komplikasinya dapat dicegah. Hanya penderita dengan replikasi aktif (ditandai dengan HbeAg dan DNA HBV serum positif) dan hepatitis kronis dengan peningkatan kadar aminotransferase serum yang akan memberikan hasil baik terhadap pengobatan.1,2,3 Untuk orang dewasa terdapat 7 macam obat antivirus yang sudah diresmikan oleh US Food and Drugs Administration yang akan digunakan sebagai terapi awal untuk hepatitis B kronik, yaitu 2 bentuk dari interferon (interferon alfa-2b dan peginterferon alfa-2a) dan 5 macam analog nukleosida (lamivudine, adefovir dipivoxil, entecavir, telbivudine, dan tenofovir disoproxil fumarate). Untuk terapi pada anak, 4 diantaranya sudah tersedia ; Adefovir (umur ≥ 12 tahun); Entecavir (umur ≥ 16 tahun); Interferon alfa-2b (umur ≥ 12 bulan); Lamivudine (umur ≥ 3 tahun).4,5,6,7 Lamivudine dan adefovir dipilih diantara yang kurang poten, tetapi bukan tanpa resiko. Untuk lamivudine, terjadinya resistensi obat adalah hal yang signifikan. Penelitian dari Sokal et al menunjukkan bahwa terjadi resistensi sebanyak 64% pada anak yang diberikan lamivudine selama 36 bulan. Apabila memungkinkan, pemberian lamivudine sebagai monoterapi dihindarkan karena tingginya kejadian resistensi yang diamati dari pengobatan ini dan pengaruhnya terhadap pilihan pengobatan di masa yang akan datang.2,4,5 a. Interferon alfa Merupakan suatu imnodulator yang menyebabkan normalisasi SGPT pada 40 – 70 % tetapi dengan tingkat kekambuhan 50%. Pengobatan dengan interferon-alfa-2b (IFNα2b) adalah pengobatan standar untuk penderita hepatitis B kronis dengan gejala dekompensasi hati (asites,ensefalopati, koagulopati, dan hipoalbuminemia) dengan penanda replikasi aktif (HbeAg dan DNA HBV) serta peningkatan kadar aminotransferase serum. Kontraindikasi penggunaan interferon adalah neutropenia, trombositopenia, gangguan jiwa, adiksi terhadap alkohol, dan penyalahgunaan obat. Dosis interferon adalah 3 MU/m2 secara subkutan 3 kali dalam seminggu, diberikan selama 16 minggu.1,2,3,5 24 Efek samping interferon dpaat berupa efek sistemik, autoimun, hematologis, imonologis, neurologis dan psikologis. Efek sistemik dapat berupa lelah, panas, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi, anoreksia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, nyeri perut dan rambut rontok. Efek autoimun ditandai dengan timbulnya auto-antibodi, antibodi anti-interferon, hipertiroidisme, hipotiroidisme, diabetes, anemia hemolitik, dan purpura trombositopenik. Efek hematologis berupa penurunan jumlah trombosit, jumlah sel darah putih dan kadar hemoglobin. Efek imunologis berupa mudah terkena infeksi bakterial seperti bronkitis, sinusitis, abses kulit, infeksi saluran kemih, peritonitis dan sepsis. Efek neurologis berupa kesulitan konsentrasi, kurang motivasi, gangguan tidur, delirium dan disorientasi, kejang, koma, penurunan kesadaran, penurunan pendengaran, tinitus, vertigo, penurunan penglihatan, dan perdarahan retina. Sedangkan efek psikologis berupa gelisah, iritabel, depersi, paranoid, penurunan libido, dan usaha bunuh diri.2,3,4 Penderita yang mendapatkan pengobatan interferon harus dievaluasi secara klinis dan laboratoris (ALT dan AST, albumin, bilirubun, pemeriksaan darah tepi) setiap 4 minggu selama pengobatan. Pemeriksaan HbsAg, HbeAg, dan DNA HBV dilakukan pada saat mulai, selesai pengobatan dan 6 bulan paska pengobatan. Dosis interferon harus diturunkan atau pengobatan dihentikan apabila didapatkan gejala dekompensasi hati, deperesi sumsum tulang, deperesi kejiwaan berat, dan efek samping yang berat. Antara 10%-40% penderita memerlukan pengurangan dosis, dan 5%-10% pengobatan harus dihentikam. Sekitar 2% timbul efek samping berat termasuk infeksi bakteri, penyakit autoimun, depresi kejiwaan berat, kejang, gagal jantung, gagal ginjal, dan pneumonia. Keberhasilan pengobatan dipengaruhi oleh tingginya kadar transaminase serum, relatif rendahnya kadar DNA HBV serum, jenis kelamin perempuan, tidak berasal dari Asia, serta adanya gambaran hepatitis kronis-aktif pada biopsi. Dari beberapa penelitian didapatkan 46% penderita yang diobati mengalami serokonversi dengan tibulnya antibodi anti-Hbe dan 8% dengan timbulnya antibodi anti-HBs. Timbulnya anti-Hbe dan hilangnya DNA HBV menurunkan kejadian gagal hati dan angka kematian. Relaps terjadi pada 14% penderita pada tahun pertama setelah pengobatan.1,2,3 Interferon menghambat sintesis protein dan juga merupakan imunostimulator. Interferon meningkatkan penampilan dari HLA dan mungkin menambah aktivitas 25 interkeukin 2 sehingga membantu penghancuran set hati yang terinfeksi. Cara pengobatan yang dilakukan adalah pemberian Urbason 10 mg selama 3 minggu kemudian dikurangi menjadi 5 mg pada minggu ke 4.,Setelah itu diberikan alpha human lympoblastoid interferon sebanyak 5 mega unit per meter 2 selama 3 hari dan dikuti 10 mega unit per meter'` selama 2 hari berikutnya. Selanjutnya pengobatan diteruskan dengan pemberian 10 mega unit permeter2 3 kali seminggu selama 3 bulan. Efek samping selama pemberian obat adalah panas, lemas dan pusing. Gejala tersebut akan berkurang selama Pemberian obat dan umumnya dapat ditoleransi. 5,6,7 b. Analog Nukleosida Lamivudin, famsiklovir, dan adefovir adalah golongan analog nukleosida yang menghambat replikasi HBV. Diberikan peroral, absorbsinya cukup baik pada 68% anak. Diberikan dengan dosis 3-4 mg/kgBB selama 6 bulan, tetapi ada yang memberikan 150 mg/hari selama 12 bulan. Lamivudin efektif dan kurang menimbulkan efek samping daripada interferon. Dosisnya 3mg/kgBB sehari sekali selama 52 minggu atau 1 tahun. Terjadi perbaikan gambaran histologis pada 52%-67% kasus, sedangkan hilangnya HbeAg dan timbulnya anti Hbe sebesar 17-18%. Penelitian pada anak menunjukkan serokonversi HbeAg menjadi anti-Hbe sebesar 23%. Pada penderita dekompensasi hari, lamivudin memperbaiki skor child-plug.1,2,3,5 Lamivudin adalah obat utama untuk penderita dengan replikasi aktif dan peningkatan kadar aminotransferase serum dengan spesifikasi : kontraindikasi penggunaan interferon teritama pada penderita yang mengalami dekompensasi hati. Penderita dengan mutasi pre-core HBV mendapat imunosupresif dalam jagka lama dan kemoterapi. Pada penderita yang mengalami kegagalan pengobatan dengan interferon dapat diberika Lamivudin. Apabila dengan pemberian lamivudin terjadi mutasi YMDD pada HBV, maka dapat diberikan adefovir atau gansiklovir. Penggunaan Lamivudin pada anak selama 52 minggu dengan dosis 3 mg/kgBB memberikan respon yang signifikan terhadap virus. Kombinasi terapi antara interferon dengan Lamivudin tidak lebih baik dibanding pengobatan dengan Lamivudin saja. Parameter penghentian obat : 26 Bila terjadi serokonversi HbeAg menjadi Anti Hbe Intoleransi Terapi selama 1 tahun tidak terjadi perubahan Perkembangan resistensi terhadap interferon belum pernah diteliti, dan walaupun efikasi pada dewasa bervariasi, anak kecil (< 5 tahun) dapat meningkatkan respon terhadap obat ini, tetapi efek sampingnya masih mendapat perhatian. 2,3,7Sebagai tambahan, resistensi obat mempunyai efek klinis terhadap prognosis pasien (penurunan serokonversi, peningkatan progresifitas penyakit) dan pengobatan jangka panjang memberikan tantangan pada anak terhadap resistensi virus2,3,5,.7Terapi antivirus umumnya diberikan pada mereka yang mempunyai penyakit hati yang aktif, di indikasikan dengan pemeriksaan kadar ALT (umumnya mereka yang bergerak dari fase immune-tolerant ke fase immune-clearance). Pada anak-anak dengan HbeAg positif dan kadar ALT meningkat dan penyakit hati kompensasi, perlu dipertimbangkan periode observasi selama 6 sampai 12 bulan untuk menentukan munculnya serokonversi HbeAg spontan.2,4,7 Asiklovir dapat pula diberikan dan pada penelitian terbatas ternyata dapat menghambat DNA polymerase. Sayangnya obat ini hanya dapat diberikan secara intravena. Levamisol adalah imunostimulator yang kuat untuk set T. dalam studi yang terbatas diperlihatkan bahwa obat ini memperbaiki gambaran histopatologi dan menyebabkan terjadinya serokonversi dari HBeAg menjadi Anti-Hbe dan diikuti dengan menghilangnya HBV DNA dalam darah. Obat ini mungkin Iebih berguna apabila digabungkan dengan obat anti virus. Penderita dengan anti HBe dan HBV DNA positif biasanya cenderung menderita penyakit yang lebih lanjut. 2,3,4,7 II.4.8 Komplikasi Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada virus hepatitis lain, dan risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila ada infeksi bersama atau superinfeksi dengan HDV. Mortalitas hepatitis lebih besar dari 30%. Transplantasi hati adalah satu-satunya intervensi efektif; penderita sementara memberi waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi sel hati adalah satu-satunya pilihan lain. Infeksi HBV juga dapat menyebabkan hepatitis kronis,yang dapat menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoseluler primer. Glomerulonefritis membranosa 27 dengan pengendapan komplemen dan HBcAg pada kapiler glomerulus merupakan komplikasi infeksi HBV yang jarang.2,3,4,5 II.4.9 Pencegahan Imunisasi hepatitis B secara efektif mengurangi tingkat infeksi dan pembawa HBV. Imunisasi adalah metode yang paling penting untuk mencapai pemberantasan penyakit hepatitis B. Imunisasi bayi universal dengan vaksin hepatitis B sekarang dianjurkan oleh American Academy of pediatrics (AAP). Masa neonatus menjadi sasaran karena lebih dari 90% bayi yang mendapat infeksi prenatal akan menjadi pengidap kronis. Risiko mendapat status pengidap kronis berkurang menurut umur; 50% anak menjadi pengidap kronis. vaksin Hepatitis B ke 2 diberikan interval I bulan dari hepB-1(saat bayi berumur I bulan). Untuk mendapat respon imun optimal interval HepB-2 dan HepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka hepB-3 diberikan 2-5 bulan setelah HepB-2, yaitu pada umur 3-6 bulan. Bayi yang dilahirkan dari wanita yang HBsAg positif harus mendapat vaksin pada saat lahir, umur I bulan, dan 6 bulan. Dosis pertama harus disertai dengan pemberian 0,5 mL immunoglobulin hepatitis B (IGHB) sesegera mungkin sesudah lahir karena efektivicasnya berkurang dengan cepat dengan bertambahnya waktu sesudah lahir seyogyanya dalam 12 jam sesudah lahir, diikuti dosis ke2, dan ke-3 sesuai dengan jadwal imunisasi hepatitis, apabila tersedia pada saat yang sama beri imunoglobulin hepatitis B 200 [U i.m (0.5 ml) disuntikan pada paha yang lainnya, dalam waktu 48 jam sesudah lahir (sebaiknya 24 jam sesudah lahir). Yakinkan ibu untuk tetap menyusui dengan ASI, apabila vaksin diatas sudah diberikan. Metode pencegahan infeksi hepatitis B tergantung pada bagaimana keadaan orang tersebut terpajan pada hepatitis B, dan dosis tergantung pada umur orang tersebut. 2,3,4 II.5 HEPATITIS C II.5.1 Etiologi HCV adalah virus RNA yang digolongkan dalam flavivirus. HCV sekarang dikenali sebagai penyebab hampir semua kasus yang didapat secara parenteral dari apa yang sebelumnya dikenal sebagai hepatitis non-A, non-B. Virus belum diisolasi tetapi telah diklon dengan menggunakan teknologi DNA rekombinan. merupakan virus RNA kecil terbungkus lemak diameternya sekitar 30-60 nm diklasifikasikan sebagai genus 28 tersendiri dalam famili Flaviviridae. Virus menularkan dalam bentuk produk darah dalam hal ini tranfusi darah atau produk-produk darah, penggunaan obat intravena, dan kontak social.1,2,6 Gambar 7. Virus hepatitis C II.5.2 Epidemiologi WHO memperkirakan ada sekitar 160 juta pengidap hepatitis C di seluruh dunia. Prevalensi tertinggi ditemukan di Negara seperti Mesir, Bolivia, Burundi, Camerun, Guinea, Rwanda, Tanzania. Di Inggris dan wales memperkirakan individu usia 15-59 tahun dengan anti-HCV positif. Sekitar 75% nya akan menjadi infeksi yang kronik. 2,3,4 Masa inkubasinya adalah 7-9 minggu (kisaran 2-24 minggu). Penelitian ekeperimental telah memastikan adanya sekitar 1% sampai 3% dari seluruh populasi umum dewasa sehat. Faktor risiko penting untuk penularan HCV di AS adalah penggunaan obat-obat intravena (40%), tranfusi (10%) dan pajanan pekerjaan dan seksual (10%). Sisa 40% penderita belum diketahui faktor risiko yang terkait kecuali bila ibu terinfeksi HIV atau mempunyai HCV RNA yang tinggi. Walaupun uji HCV telah membuat tranfusi darah jauh lebih aman, uji darah mungkin menyebabkan hanya penurunan sedang pada kasus HCV karena tranfusi mencakup hanya sebagian kecil infeksi HCV. Serosurvei populasi besar di Amerika serikat menunjukan sekitar 1% populasi dewasa mempunyai bukti adanya infeksi HCV sebelumnya. Meskipun frekuensi hepatitis C akibat tranfusi darah telah menurun sebagai akibat dari skrining darah donor, frekuensi keseluruhan dari hepatitis C tetap sama, terutama karena meningkatnya cara penularan yang lain terutama penggunaan obat 29 intra vena. Infeksi yang menetap dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis, kanker hati.1,2,3,4 Gambar 8. Perjalanan serologis hepatitis C Cara Penularan Virus hepatitis C (VHC) dapat ditularkan melalui beberapa cara, antara lain melalui parenteral, kontak personal (intrafamilial), transmisi seksual dan transmisi perinatal (vertical). Penularan secara parenteral, kecuali melalui transfusi, dapat terjadi melalui jarum suntik pada pengguna obat-obatan dan petugas kesehatan. penularan secara parenteral merupakan penularan yang utama, 80% pasien dengan hepatitis kronis pasca transfusi penyebabnya adalah hepatitis C. Hampir setiap anak yang mendapat transfusi darah atau produk darah dari donor yang mengadung anti VHC, akan terinfeksi VHC. Risiko makin tinggi bila mendapat transfusi berulang dari donor yang multiple (leukemia, talasemia) atau mendapat produk darah yang diperoleh dari beberapa donor sekaligus (hemofilia). Meskipun infeksi VHC adalah penyebab utama hepatitis akibat transfusi, cukup banyak penderita hepatitis C yang ternyata tidak pernah memperoleh transfusi darah.1,2,4,5 Penularan infeksi VHC dapat juga terjadi pada penderita yang mendapat hemodialisis atau transplantasi organ. Penularan melalui hubungan seksual atau cairan tubuh sangat jarang dilaporkan beberapa peneliti.Transmisi intrafamilial adalah penularan yang terjadi dalam 30 keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita hepatitis C. Transmisi perinatal dari ibu ke anak yang dilahirkan dilaporkan sangat jarang dan dianggap tidak setinggi transmisi perinatal pada hepatitis virus B, pada bayi yang lahir dari ibu dengan RNA VHC positif. Risiko penularan meningkat bila disertai adanya HIV (human immunodeficiency virus). Transmisi vertical tidak terjadi bila titer RNA VHC kurang dari 10 copieslml. Sebaliknya transmisi terjadi pada 36% bayi bila kadar RNA-VHC > 10 copies/ml.2,3,4 Penularan VHC melalui air susu ibu sangat jarang, karena pada ASI dari ibu pengidap VHC yang dalam kolostrumnya mengandung RNA-VHC positif, tidak satupun bayinya terinfeksi dengan VHC sampai bayi berumur 1 tahun.1,2,3 II.5.3 Patologi Pola cedera akutnya serupa dengan pola cedera akut virus hepatitis lain. Pada kasus, kelompok atau folikel virus hepatitis lain. Pada kasus kronis, kelompok atau folikel limfoid pada saluran porta terlihat sendirian atau sebagai bagian dari infiltrasi radang umum saluran.2,4,6 II.5.4 Patogenesis HCV tampak menyebabkan cedera terutama melalui mekanisme sitopatik, tetapi cedera yang diperantarai imun juga dapat terjadi. Komponen sitopatik tampak ringan, karena bentuk akut adalah sitopatik tampak ringan, karena bentuk akut adalah khas paling kurang berat dari semua infeksi virus hepatitis; HCV jarang fulminan. 2.3.4.7 Pola dari infeksi hepatitis akut sama dengan virus hepatotropik lainnya. HCV mempunyai kemampuan menimbulkan infeksi kronis yang tergantung pada infeksi non-sitopatik terhadap sel hati dan respon imunologis dari host. Seperti pada infeksi virus lainnya, eradikasi HCV melibatkan antibodi parenteral (neutralizing antibodies) terhadap virus yang beredar dalam sirkulasi dan aktivasi sel T sitotoksik untuk merusak sel yang terinfeksi dan menghambat replikasi intraselular melalui pelepasan sitokin. HCV dapat menghindar dari aktivitas antibodi penetral dengan cara mutasi komposisi antigeniknya. Mekanisme ini dapat menyebabkan timbulnya kuasi spesies yakni dalam sirkulasi seorang penderita terdapat virus yang homogen tetapi mempunyai variasi imunologis yang menyebabkan rfikasi dari antibodi penetral turun. HCV mungkin juga menurunkan respon imun antivirus dengan cara infeksi langsung pada sel 31 limfoid dan mengganggu produksi interferon. Kerusakan hepatoselular masih menjadi pertanyaan. Diduga terjadi melalui efek sitopatik dengan ditemukannya perubahan degeneratif yang disertai infiltrasi sel radang. Genotip HCV 1b mungkin lebih bersifat sitopatik daripada genotip yang lain. Mekanisme sitotoksisitas yang diperantarai sel (cell mediated cytotoxicity) diduga juga berperan dalam kerusakan sel hati, yang ditunjukkan dengan ditemukannya sel T sitotoksik yang bereaksi dengan HLA kelas I dan core beserta antigen envelope HCV pada serum penderita HCV kronis. Infeksi HCV juga dihubungkan dengan gangguan imunologis seperti krioglobulinemia, vaskulitis, glomerulonefritis, artritis, dan tiroiditis. Kejadian ini tergantung dari lamanya stimulasi virus terhadap sistem imun yang menyebabkan timbulnya reaksi antibodi monoklonal dan pembentukan kompleks imun dari IgG dan IgM atau karena HCV langsung menyerang jaringan limfoid. Reaksi ini mungkin juga menimbulkan limfoma. 1,2,5, II.5.5 Manifestasi klinis HCV merupakan hepatitis virus yang paling mungkin menyebabkan infeksi kronis. Sekitar dua pertiga infeksi pasca tranfusi clan sekitar sepertiga kasus sporadik didapat dimasyarakat akan menjadi kronis. Khas, pola fluktuasi kenaikan kadar aminotransaminase kronis lazim. HCV kronis akan memburuk menjadi sirosis pada hanya sekitar setengah penderita, atau sekitar 25% dari mereka semua yang pada mulanya terinfeksi. Karsinoma hepatoseluler primer dapat berkembang pada penderita dengan sirosis, tetapi HCV kurang efektif daripada HBV dalam menyebabkan karsinoma hepatoseluler primer. Karsinoma hepatoseluler akibat HCV mungkin akibat dari radang kronis dan nekrosis bukannya pengaruh onkogenik virus.2.3,5 Masa inkubasi dari infeksi hepatitis C antara 6-7 minggu (antara 2 minggu-6 bulan). Gambaran klinisnya pada anak-anak tidak dapat dibedakan dari infeksi hepatitis A dan hepatitis B. Sebagian besar pasien anak yang terinfeksi tana gejala (asimtomatik). Gejala biasanya mulai timbul pada onset yang lebih lanjut. Ikterus terjadi pada 25% pasien dan peningkatan ALT pada serum secara umum lebih rendah daripada infeksi hepatitis B. Hepatitis fulminant dapat terjadi, tetapi sangat jarang. Anak dengan penyakit imunodefisiensi memiliki perjalanan penyakit yang lebih hebat dan cepat. HCC (hepatocellular Carcinoma) ditemukan pada sebagian kecil pasien yang sebelumnya menderita penyakit hati kronik, tetapi belum didapatkan data yang tepat. Infeksi yang persisten ditemukan pada 85% pasien yang terinfeksi saat kelahiran, meskipun tidak 32 ditemukan hasil yang spesifik pada pemeriksaan biokimia. Hepatitis kronik terjadi pada 70% pasien dan sirosis pada 20% pasien.5,6,7 Hepatitis C akut menunjukkan pada awal infeksi sampai 6 bulan sesudahnya. Sekitar 60-80% dari orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala selama proses akut. Kadang-kadang jika ada gejala, biasanya ringan dan non spesifik seingga sulit untuk mendiagnosis hepatitis C. Klinis dari hepatitis C akut/kronik hampir sama dengan virus hepatitis lainnya. Gejala dari infeksi hepatitis C akut/kronik yang belum berkomplikasi :8 Nafsu makan berkurang Fatigue Nyeri abdomen Ikterus Gatal-gatal Gejala yang menyerupai flu (flu like symdrome) Infeksi HCV merupakan 20% bagian dari hepatitis akut di Amerika Serikat. Perkiraan masa inkubasi sekitar 7 minggu, yakni antara 2-30 minggu. Anak maupun dewasa yang terkena infeksi biasanya tidak menunjukkan gejala yang spesifik, sehingga dapat dikatakan bahwa diagnosis hepatitis C fase akut sangat jarang.1,2,3,6 Tidak kurang dari 85% penderita hepatitis C akut berkembang menjadi kronis. Mekanisme mengenai mengapa virus masih tetap ada atau persisten setelah infeksi akut belum diketahui. Sebagian besar penderita tidak sadar akan penyakitnya, selain gejala minimal dan tidak spesifik seperti rasa lelah, mual, mialgia, rasa tidak enak pada perut kanan atas, gatal-gatal dan penurunan berat badan. Beberapa penderita menunjukkan gejala-gejala ekstrahepatik yang adpaat mengenai organ lain seolah-olah tidak berhubungan dengan penyakit hati. Gejala ekstrahepatik bisa meliputi gejala hematologis, autoimun, mata, persendian, kulit, ginjal, paru dan sistem saraf. Sekitar 30% penderita menunjukkan kadar ALT serum yang normal sedangkan yang lainnya meningkat sekitar 3 kali harga normal. Kadar bilirubin dan fosfatase alkali serum biasanya normal kecuali pada fase lanjut.1,2,3 Hepatitis fulminan jarang terjadi. Ketika hepatitis C sudah berkembang menjadi sirosis maka terjadi penurunan fungsi hepar dan peningkatan tekanan dalam sirkulasi hepar (hipertensi portal), gejala yang terlihat :5,6,7 33 Ascites Tendensi untuk memar dan berdarah Nyeri pada tulang Varises Steatorrhea Ikterus Perkiraan insidens karsinoma hepatoselular sekitar 0,25-1,2 juta kasus baru setiap tahun, sebagian besar berasal dari penderita dengan sirosis. Risiko terjadinya karsinoma hepatoselular pada penderita sirosis karena hepatitis C kronis diperkirakan sekitar 1%-4%.1,2,3 II.5.6 Diagnosis Manifestasi klinis hepatitis C yang tidak spesifik dan seringkali asimtomatik, menyebabkan sulit untuk menegakan diagnosis hepatitis C oleh karena itu dilakukan uji diagnosis yang terdiri : 1. Uji serologi, untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap VHC 2. Uji molekuler, untuk mendeteksi adanya genom RNA VHC Uji serologi dilakukan dengan cara enzyme immuno-assay (EIA) dan sebagai tes konfirmasi dipakai cara recombinant immunoblot assay (RIBA) uji molekuler di pakai cara polymerase chain reaction (PCR), Nucleic Acid Tests (NATs). Pemeriksaan yang sensitif adalah cara RIBA. II.5.7 Penatalaksanaan Tujuan pengobatan adalah mengeliminasi virus dan mencegah progresifitas penyakit menjadi sirosis maupun karsinoma hepatoselular. Saat ini rekomendasi dari FDA adalah pengobatan dengan kombinasi interferon dan ribafirin. Dosis interferon adalah 3 MU/m2 3x dalam seminggu. Dosis Ribafirin adalah 8,12 atau 15 mg/kgBB/hari. Pada penderita hepatitis C kronis yang mengalami koinfeksi dengan HIV, konsentrasi virus lebih tinggi dan gambaran histologis cenderung lebih progresif, maka pemberian pegilated interferon bersama Ribafirin diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik.1,2,3 34 II.5.8 Komplikasi Risiko hepatitis fulminan adalah rendah pada HCV, tetapi risiko hepatitis kronis paling tinggi pada virus hepatitis. Perjalanan kronik biasa adalah ringan walaupun terjadi sirosis; pemantauan jangka lama menunjukan bahwa mortalitas keseluruhan orang-orang dengan HCV akibat tranfusi tidak berbeda dengan mortalitas control non infeksi. Interferon alfa-2b tersedia untuk pengobatan hepatitis kronis pada orang-orang umur 18 tahun atau lebih tua dengan penyakit hati kompensata yang mempunyai riwayat pemajanan darah atau produk- produk darah atau yang antibody HCVnya positif atau keduanya. 2,3,4 II.5.9 Pencegahan Tidak tersedia vaksin, dan mungkin tidak dikembangkan karena penelitian binatang memberi kesan bahwa infeksi HCV tidak menimbulkan imunitas protektif; individu yang sama dapat terinfeksi beberapa kali dengan virus yang sama. Ig tidak terbukti bermanfaat. Ig yang dibuat di AS tidak mengandung antibody terhadap HCV karena donor darah dan plasma diskrin untuk anti-HCV, dan pengeluaran orang-orang HCV positif dari kumpulan donor dianjurkan.2,3 II.6 HEPATITIS D II.6.1 Etiologi HDV, virus binatang yang diketahui paling kecil, dianggap kurang sempurna karena ia tidak dapat menghasilkan infeksi tanpa hersamaan dengan infeksi HBV termasuk RNA virus. virus berdiameter 36 nm tidak mampu membuat selaput proteinnya sendiriselaput luarnya tersusun dari kelebihan HBsAg dari HBV. Core virus sebelah dalam adalah RNA sirkuler helai tunggal, yang mengekspresikan antigen HDV Replikasinya hanya didalam sel hepatosit.1,27 35 Gambar 9. Virus hepatitis D II.6.2 Epidemiologi Masa inkubasinya adalah 2-8 minggu; dengan infeksi bersama, masa inkubasi sama dengan masa inkubasi HBV. Infeksi HDV tidak dapat terjadi tanpa HBV sebagai virus pembantu. Ditemukan dua pola inf-.ksi. Penularan biasanya terjadi dengan kontak intrafamilial atau intim pada daerah prevalensi tinggi terutama Diperkirakan terdapat minimal 15 juta orang terinfeksi HDV di seluruh dunia dengan asumsi 5% pengidap HBV terinfeksi oleh HDV. Negara berkembang seperti Italia, Turki, Mesir, Spanyol, Russia dan Romania. Pada daerah prevalensi rendah, seperti di AS, rute perkutan adalah jauh lebih mungkin. Infeksi hepatitis D tidak lazim pada anak di AS tetapi harus dipikirkan bila hepatitis fulminan terjadi.l,2,3 II.6.4 Patologi Tidak ada tanda-tanda yang membedakan penyakit hati pada hepatitis HDV kecuali kerusakannya lebih berat.2,3 II.6.5 Patofisiologi Oleh karena dibungkus HbsAg maka cara masuknya HDV ke dalam sel hati kemungkinan besar juga menggunakan reseptor untuk HBV. HDV merupakan virus sitopatik menyebabkan kerusakan langsung pada sel hati. Tidak ditemukan adanya gambaran spesifik pada 36 pemeriksaan histopatologis hati kecuali tingkat kerusakan yang lebih berat.Error: Reference source not found,2,4,5 Mekanisme bagaimana infeksi HDV menyebabkan kerusakan hati masih belum jelas. Pada binatang percobaan tidak terbukti adanya efek sitopatik, namun pada penderita dengan infeksi HDV kronis terjadi replikasi intraselular yang hebat dimana pada kondisi ini beban replikasi virus yang tinggi dapat memberi efek langsung berupa kerusakan sel hati (sitopatik). Peran sistem imun pada infeksi HDV tidak jelas. Terjadi infiltrasi sel radang kronis pada portal trek yang menandakan peranan sistem imun, namun pengobatan kortikosteroid tidak memberikan efek yang menguntungkan. Terdapatbeberapa autoantibodi pada serum penderita dan infeksi kronis HDV namun peranannya pada terjadinya kerusakan sel hati tidak jelas.Error: Reference source not found,2,3,6 Transmisinya dapat melalui : - Darah dan produk darah - Seksual - Perkutaneous - Jarang perinatal II.6.6 Manifestasi klinis Gambaran klinis infeksi HDV tergantung pada mekanisme infeksi. Pada koinfeksi gejala klinis hepatitis akut lebih berat daripada gejala klinis HBV saja. Namun untuk menjadi hepatitis kronis kemungkinannya adalah rendah. Pada superinfeksi jarang terjadi gejala klinis hepatitis akut namun sering terjadi hepatitis kronis dan pada kejadian superinfeksi risiko terjadinya hepatitis fulminan lebih tinggi. Pada anak yang menderita gagal hati fulminan harus dipikirkan kemungkinan infeksi HDV.Error: Reference source not found,2,4,5 Koinfeksi3 Koinfeksi dari HBV dan HDV menghasilkan hepatitis B akut dan hepatitis D akut. Periode inkubasi tergantung dari titer HBV. Koinfeksi HBV dan HDV biasanya akut, self-limiting infeksi. Hepatitis D akut mempunyai masa inkubasi 3-7 minggu dan fase preikterik dimulai dengan gejala : 37 Fatigue Lethargi Anorexia Nausea Biasanya bertahan sampai 3-7 hari. Penampakan jaundice merupakan tanda onset dari fase ikterik. Fatigue dan nausea tetap ada, steatorea, urine berwarna seperti air teh, dan bilirubin serum menjadi abnormal. Fase konvalesense dimulai dengan menghilangnya gejala klinis namun fatigue tetap ada. Superinfeksi Superinfeksi HBV dan HDV menyebabkan hepatitis akut yang severe dengan masa inkubasi yang pendek yang menghantarkan ke hepatitis D kronis pada lebih dari 80%. Superinfeksi berhubungan dengan hepatitis akut fulminant dan hepatitis kronis yang severe yang progresif ke sirosis.2,4 II.6.7 Diagnosis Hepatitis D harus mempertimbangkan kemungkinan seseorang yang menunjukan terinfeksi HBV dan yang menderita hepatitis B. Diagnosis dibuat dengan mendeteksi antibody IgM terhadap HDV; antibody terhadap HDV sekitar 2-4 minggu sesudah infeksi bersama dan sekitar 10 minggu sesudah superinfeksi. Tes ini dapat dilakukan dengan RIA atau EIA. Anti HDV menunjukan fase akut dari keduanya yaitu superinfeksi dan pola klinik koinfeksi. Transkripsi batik PCR adalah kemungkinan untuk mendeteksi viremia HDV, PCR adalah metode sensitive untuk mendiagnosis hepatitis D. 2,4,5 II.6.8 Pengobatan Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis D. salah satu terapi yang pernah dicoba adalah terapi immunosupresif tapi ternyata tidak efektif. Dasar dari terapi interferon alpha menunjukan efek menghambat replikasi dari HDV, tetapi seperti interferon yang digunakan untuk terapi umum Infeksi HBV, manfaat dari terapi tersebut tidak nyata. Salah satu studi baru baru ini, oleh Lau dkk, menunjukan bahwa dosis yang sangat tinggi dari interferon yang diberikan lebih dari 12 tahun sangat efektif untuk seseorang yang terinfeksi 38 HBV/HBV. Sampai dengan pengobatan terakhir, bahwa transplantasi hati secara relative berhasil untuk mengobati hepatitis fulminan akut dan stadim terakhir dari hepatitis kronik D.2,3,4 II.6.9 Komplikasi HDV harus dipikirakan pada semua kasus hepatitis fulminan. 2,3 II.6.10 Pencegahan Tidak ada vaksin untuk hepatitis D. Namun karena HDV tidak dapat terjadi tanpa infeksi hepatitis B, pencegahan HBV melenyapkan HDV. IGHB dan vaksin hepatitis B digunakan untuk indikasi yang sama separti hepatitis B. 2,3 11.7 HEPATITIS E II.7.1 Etiologi HEV belum diisolasi tetapi telah diklon dengan tenik molekuler, virus RNA ini tidak terbungkus, bentuk bulat dengan tonjolan-tonjolan dan serupa dengan klasivirus. Infeksi disertai dengan pelepasan partikel 27-34 nm dalam tinja. Dapat menyebar pada sel embrio diploid paru. Replikasinya hanya didalam sel hepatosit. 1,2 Genome virus hepatitis E berbentuk untaian tunggal positip RNA (single positive standed RNA) sebesar 7,6 Kb yang berbentuk sphaeris, tidak mempunyai mantel virus dan berdiameter antara 27-34 nm. Virus ini adalah anggota dari famili dari Calicivirus, tetapi menunjukkan sifat yang sama dengan Picornaviridae dimana tergolong enterovirus type 72, yaitu virus hepatitis A. II.7.2 Epidemiologi Masa inkubasinya adalah 40 hari, distribusi luas dalam bentuk epidemic dari apa yang secara formal disebut hepatitis non-A. infeksi ditularkan secara enteric, prevalensi tertinggi telah dilaporkan di subbenua India, Timur Tengah, dan Asia Tenggara. Terutama pada daerah dengan sanitasi buruk. Penyakit epidemic dengan sumber penularan melalui air dan di Amerika Serikat satu-satunya kasus yang dilaporkan telah ada pada orang-orang yang mengunjungi atau bermigrasi dari daerah endemic. Dilaporkan adanya tranmisi inaternalneonatal.HEV RNA terdapat diserum dan tinja selama fase akut. Viremia yang memanjang 39 atau peneluaran ditinja merupakan kondisi yang tidak sering dijumpai. Hepatitis sporadik sering pada dewasa muda dinegara yang berkembang. 1,2 II.7.3 Patogenesis HEV tampak berperan sebagai virus sitopatik. Hepatitis E virus is acquired from contaminated food or water. Typical symptoms include acute nausea, vomiting, diarrhea, and jaundice. Most people recover from the disease after a few months. Hepatitis E can be deadly, however, espevially for women in their third trimester of pregnancy. 9 Gambar 7. Patogenesis hepatitis E Penyakit klinis pada hepatitis E adalah serupa dengan penyakit klinis hepatitis A, virus yang ditularkan secara enterio lain, tetapi sering lebih berat. Kedua virus menghasilkan hanya penyakit akut; penyakit kronis tidak terjadi. Disamping menyebabkan penyakit yang lebih berat daripada HAV, hepatitis E mengenai penderita yang lebih tua, dengan insiden puncak antara 15 dan 34 tahun. Perbedaan klinis penting lain adalah bahwa HEV mempunyai angka fasilitas tinggi pada wanita hamil. 2,4,6 40 II.7.5 Diagnosis Teknologi DNA rekombinan telah menimbulkan perkembangan antibody terhadap partikel HEV, tetapi uji serologis belum tersedia secara komersial. Antibody IgM terhadap antigen virus menjadi positif sesudah sekitar satu minggu sakit 2,3,4,5. II.7.6 Komplikasi HEV disertai dengan prevalensi kematian yang tinggi pada wanita hamil. 2 II.7.7 Pencegahan Tidak ada vaksin yang tersedia, dan tidak ada bukti bahwa Ig adalah efektif dalam mencegah infeksi hepatitis E. Namun, kumpulan IG dari penderita pada daerah endemic dapat terbukti efektif.2 41 BAB III KESIMPULAN Hepatitis virus masih merupakan masalah kesehatan utama, baik di negara yang sedang berkembang maupun negara maju.i Terdapat sedikitnya 6 jenis virus hepatotropik penyebab utama infeksi akut, yaitu virus hepatitis A, B, C, D, dan E. Semuanya memberikan gejala klinis hampir sama. Diperkirakan 4 – 40 juta penduduk Indonesia mempunyai kemungkinan mengidap hepatitis (semua tipe), dan hepatitis B menduduki urutan pertama dalam hal jumlah penderita. Oleh karena itu, prinsip umum tatalaksana hepatitis virus adalah diagnosis dini, terapi suportif dan pemantauan, deteksi dini komplikasi fulminan/kronisitas, mencegah penyebaran serta memberikan terapi anti virus terhadap anak dengan hepatitis sesuai indikasi. Terdapat tiga aspek penting yang terkait dengan hepatitis virus A-C. pertama, permasalahan dimulai pada anak. Kedua, upaya pencegahan memegang peran utama dalam mengurangi dampak medico psikososialnya. Ketiga, diperlukan tatalaksana tepat guna dalam menangani anak dan hepatitis virus tersebut. kebijakan ini dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu sehingga memerlukan tinjauan ulang secara berkala, dari waktu ke waktu. 42 DAFTAR PUSTAKA 1) Andrisanityoso. Buku ajar ilmu penayakit dalam jilid satu . Jakarta : Bagian Ilmu penyakit dalam FKUI. 2006 2) Jolley, Christopher. Hepatitis. Dalam : Walker, Allan ed.Pediatrics Gastrointestinal Disease.2004. USA; BC Decker. 3) Behrman RE, kliegman RM, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of pediatrics) Edisi kelima belas Volume kedua. Jakarta : EGC. 2000 4 )Isselbacher, dkk. Editor : Asdie A. Hepatitis Akut, Hepatitis kronis. Dalam : Harrison; Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi 13. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta 2000. 5) Price S A, Wilson L M. Ahli Bahasa : Dr. Peter Anugrah. Fisiologi Hati. Dalam : Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Buku I. Edisi 4. Penerbit : EGC, Jakarta 2000. 6) World Health Organization. 2000. Hepatitis Virus. Diunduh dari : http://www.who.int/csr/disease/hepatitis/en/ ; pada tanggal : 20 Oktober 2010 7) Wiharta, Adnan S. Hepatitis pada anak. Dalam: Suharyo, ed. Gastroenterologi Anak Praktis.1988.Jakarta; Balai Penerbit FKUI. 43 44 i