TINJAUAN PUSTAKA Tanah Inceptisol Inceptisol adalah tanah

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Inceptisol
Inceptisol adalah tanah – tanah yang dapat memiliki epipedon okhrik dan
horizon albik seperti yang dimiliki tanah Entisol juga yang menpunyai beberapa
sifat penciri lain ( misalnya horizon kambik) tetapi belum memenuhi syarat bagi
ordo tanah yang lain. Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) yang
perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih
banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno, 1993).
Inceptisol merupakan ordo tanah yang belum berkembang lanjut dengan ciri-ciri
bersolum tebal antara 1.5-10 meter di atas bahan induk, bereaksi masam dengan pH
4.5-6.5. Bila mengalami perkembangan lebih lanjut pH naik menjadi kurang dari
5.0, dan kejenuhan basa dari rendah sampai sedang. Tekstur seluruh solum ini
umumnya adalah liat, sedang strukturnya remah dan konsistensi adalah gembur.
Secara umum, kesuburan dan sifat kimia Inceptisol relatif rendah, akan tetapi
masih dapat diupayakan untuk ditingkatkan dengan penanganan dan teknologi
yang tepat (Sudirja, 2007).
Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat – sifat tersedianya
air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut – turut
dalam musim – musim kemarau, satu atau lebih horison pedogenik dengan sedikit
akumulasi bahan selain karbonat atau silikat amorf, tekstur lebih halus dari pasir
geluhan dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan menahan kation fraksi
lempung ke dalam tanah tidak dapat di ukur. Kisaran kadar C organik dalam tanah
Inceptisol sangat lebar dan demikian juga kejenuhan basa. Inceptisol dapat
terbentuk hampir di semua tempat kecuali daerah kering mulai dari kutub sampai
tropika (Darmawijaya, 1990).
Sebagian besar Inceptisol menunjukkan kelas besar butir berliat dengan
kandungan liat cukup tinggi (35-78%), tetapi sebagian termasuk berlempung halus
dengan kandungan liat lebih rendah (18-35%). Reaksi tanah masam sampai agak
masam (4.6-5.5), sebagian khususnya pada Eutrudepts reaksi tanahmya lebiih
tinggi, agak masam sampai netral (5.6-6.8). Kandungan bahan organik sebagian
rendah sampai sedang dan sebagian lagi sedang sampai tinggi. Kandungann
lapisan atas selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah, dengan rasio C/N
tergolong rendah (5-10) sampai sedang (10-18) (Puslittanak, 2000).
Jumlah basa-basa dapat tukar diseluruh lapisan tanah Inceptisol
tergolong sedang sampai tinggi. Kompleks absorbsi didominasi ion Mg dan Ca,
dengan kandungan ion K relatif rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) sedang
sampai tinggi di semua lapisan. Kejenuan basa (KB) rendah sampai tinggi.
(Damanik, dkk., 2011).
Karena Inceptisol merupakan tanah yang baru berkembang, biasanya
mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, dalam hal ini
tergantung tingkat pelapukan bahan induknya. Masalah yang dijumpai karena
nilai pH yang sangat rendah, sehingga sulit untuk dibudidayakan. Kesuburan
tanahnya rendah, jeluk efektifnya beragam dari dangkal hingga dalam. Di dataran
rendah pada umumnya tebal, sedangkan pada daerah-daerah lereng curam
solumnya tipis. Pada tanah berlereng cocok untuk tanaman tahunan atau tanaman
permanen untuk menjaga kelestarian tanah (Munir, 1996).
Inceptisol dijumpai di Indonesia, umpamanya disekitar daerah GambutMartapura (Kalimantan Selatan) yang disebut Aquept atau dibeberapa tempat
disebelah kanan-kiri sungai Kahayan (Kalimantan Tengah). Inceptisol juga
terdapat di kaki sebelah utara Gunung Salak tidak jauh dari Bogor, di daerah
Lembang (sangat baik untuk sayuran) di Sumatera Barat (kelapa tumbuh sangat
subur), di daerah Kerinci (kopi), dan Sumatera Utara. Inceptisol di Indonesia
terutama di Pulau Jawa (vertic) Tropa queptis dijumpai disebelah selatan Gunung
Muria (Jawa Tengah), sedangkan (Oxid) Dystropepts dijumpai dipantai barat
Sumatera, Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Di Irian Jaya dijumpai
dibagian tengah sekitar pegunungan Jaya Wijaya, di Nusa Tenggara Timur
dijumpai di Pulau Seram dan Obi (Munir, 1996).
Banyak Inceptisol berupa tanah-tanah debu vulkanik dan merupakan
tingkat perkembangan terakhir Ultisol dan Oksisol di tropika basah. Tanah-tanah
ini memiliki tanah liat amorf dan biasanya sangat asam. Banyak yang secara
intensif digunakan untuk menghasilkan tebu, kopi, dan tanaman-tanaman lainnya
(Foth, 1994).
Pada umumnya Inceptisol di Indonesia digunakan untuk pertanaman padi
sawah, tetapi pada tanah lereng cocok untuk tanaman tahunan atau tanaman
permanen untuk menjaga kelestarian tanah. Pada tanah alluvial dan mediteran
yang juga termasuk dalam order Inceptisol memberikan respon yang sangat baik
dibudidayakan ubi jalar varietas local Grompol dan Unggul Daya dengan
pemberian dosis pupuk Urea 200 kg/ha yang diberikan dua kali pada umur dua
minggu dan pada umur delapan minggu respon tanaman terhadap Urea hingga
dosis 200 kg/ha masih linier, kemungkinan besar hasil umbi masih dapat
ditingkatkan lagi bila pupuk lebih banyak (Munir, 1996).
Order tanah Inceptisol tergolong tanah muda yang mengalami tahap
perkembangan lebih lanjut, jenis Inceptisol dicirikan oleh adanya perkembangan
pencucian hara dan liat pada lapisan atas dan penimbunan bahan-bahan tersebut
pada lapisan bawah yang belum intensif, sehingga tanah-tanah ini tergolong relatif
subur. Sebaran Inceptisol merupakan yang terluas dibandingkan order-order
tanah.
Unsur Hara Kalium
Sumber utama hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi.
Sebagai unsur, kalium tidak dapat berdiri sendiri, tetapi selalu terdapat sebagai
persenyawaan di berbagai batuan, mineral, dan larutan garam. Kadar kalium dari
kerak bumi diperkirakan lebih kurang 3.11% K2 O sedangkn air laut mengandung
sekitar 0.04% K2 O (Damanik, dkk., 2011).
Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah nitrogen dan fosfor. Kalium
diserap tanaman dalam jumlah mendekati atau bahkan melebihi jumlah nitrogen,
seperti halnya pada tanaman umbi-umbian, walaupun kalium tersedian dalam
tanah dalam jumlah terbatas. Oleh karena itu jika kalium didalam tanah tidak
mencukupi untuk pertumbuhan maka tanaman akan menderita kekurangan kalium
dan produksinya akan rendah (Hakim, dkk., 1986).
Fungsi utama kalium (K) ialah membantu pembentukan protein dan
karbohidrat. Kalium juga berperan dalam memperkuat tubuh tanaman agar daun,
bunga dan buah tidak mudah gugur. Yang tidak bisa dilupakan ialah kalium juga
merupakan sumber kekuatan bagi tanaman dalam menghadapi kekeringan dan
penyakit (Lingga dan Marsono, 2004).
Secara fisiologi, K mempunyai fungsi mengatur pergerakan stomata dan
hal-hal yang berhubungan dengan cairan sel. Unsur K berperan dalam mengatur
membuka dan menutpnya stomata tanaman, sehingga mempengaruhi tranpirasi.
Bila kandungan unsur K tinggi, maka sel-sel stomata tanaman menutup
(Wuryaningsih, dkk., 1997).
Kalium mempunyai pengaruh sebagai penyeimbang keadaan bila tanaman
kelebihan nitrogen. Unsur ini meningkatkan sitesis dan translokasi karbohidrat,
sehingga meningkatkan ketebalan dinding sel dan kekuatan batang (Foth, 1994).
Kalium juga berperan sebagai aktivator metabolisme, aktivator enzim,
aktivator transportasi hasil metabolisme tanamn dan meningkatkan efisiensi
penggunaan air (Harjadi dan Sudirman, 1988).
Pada dasarnya, kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral
yang setelah terlapuk dapat melepaskan ionn-ion kalium. Ion-ion diabsorbsi pada
kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap kembali. Kalium tersedia
terkumpul didalam tanah dengan regim kelembaban tanah ustic atau kering
dimana tidak ada pencucian (Foth, 1991).
Kalium di dalam jaringan tanaman tetap terbentuk ion K+. Tidak
ditemukan dalam bentuk senyawa organik. Kalium bersifat mobil (mudah
bergerak) sehingga siap dipindahkan dari satu organ ke organ lain yang
membutuhkannya. Secara umum peran kalium berhubungan dengan proses
metabolisme, seperti fotosintesis dan respirasi (Novizan, 2005).
Unsus hara kalium didalam tanah selain mudah tercuci, tingkat
ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh pH dan kejenuhan basa. Pada pH rendah
dan kejenuhan basa rendah kalium mudah hilang tercuci, pada pH netral dan
kejenuhan basa tinggi kalium di ikat oleh Ca. Kapasitas tukar kation yang makin
besar meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan kalium, dengan demikian
larutan tanah lambat melepaskan kalium dan menurunkan potensi pencucian
(Ismunadji, 1989).
Gejala kekurangan kalium umumnya terlihat seperti daun terbakar. Pada
tanaman padi-padian gejala terbakar ini dimulai dari pucuk terus ke bawah dari
pinggir daun. Pada tanaman jagung akan terdapat pada daun yang menguning
mulai dari ujung terus ke sisi daun sebelah bawah, sering terjadi pada daerah di
antara urat daun yang kemudian daun mengkerut (Hakim dkk, 1986).
Jika jumlah K di dalam tanah sangat berlebihan, ketersediaan Mg akan
menurun. Sebaliknya, jika jumlah Mg di dalam tanah berlebihan akibat terlalu
sering menggunakan dolomite atau pupuk Mg lainnya, penyerapan K atau Ca
akan terganggu (Novizan, 2005).
Salah satu jenis pupuk kalium yang dikenal adalah KCl. Pupuk KCl yang
selama ini dikenal sebagian besar merupakan hasil tambang dan endapan kalium
yang sangat terkenal terdapat di Jerman dan Prancis. Kandungan utama dari
endapan tersebut adalah KCl dan K 2 SO 4, karena umumnya tercampur dengan
bahan lain, seperti kotoran, maka pupuk ini harus dimurnikan terlebih dahulu, dan
hasil pemurniannya mengandung K 2 O sampai 60%. Jenis inilah yang paling
banyak diedarkan dipasaran dan pupuk KCl merupakan salah satu jenis pupuk K
yang sudah sangat dikenal di kalangan petani (Sigit dan Marsono, 2000).
Kebutuhan tanaman akan kalium cukup tinggi dan pengaruhnya banyak
hubungannya dengan pertumbuhan tanaman yang jagur dan sehat. Kalium
berperanan meningkatkan resitensi terhadap penyakit tertentu, dan meningkatkan
pertumbuhan perakaran. Kalium cenderung menghalangi kerebahan tanaman dan
melawan efek buruk akibat pemberian nitrogen yang berlebihan, dan berpengaryh
mencegah kematangan yang dipercepat oleh hara fosfor. Secara umum kalium
berfungsi menjaga keseimbangan, baik pada nitrogen maupun pada fosfor
(Damanik, dkk., 2011).
Pupuk Kandang Ayam
Pupuk kandang yang termasuk pupuk organik fungsinya dalam tanah
adalah untuk memperbaiki struktur tanah sekaligus merupakan sumber hara bagi
tanaman. Berarti dengan diberikan pupuk organik kedalam tanah, sistem
perakaran tanah dapat berkembang lebih sempurna penyerapan unsur hara
semakin besar, akibatnya pertumbuhan tanaman semakin baik (Sunarjono, 1972).
Beberapa mamfaat pupuk organik adalah dapat menyediakan unsur hara
makro dan mikro, mengandung asam humat (humus) yang mampu meningkatkan
kapasitas tukar kation tanah, meningkatkan aktivitas bahan mikroorganisme tanah,
pada tanah masam penambahan bahan organik dapat membantu meningkatkan pH
tanah, dan penggunaan pupuk organik tidak menyebabkan polusi tanah dan polusi
air (Novizan, 2005).
Dalam dunia pupuk kandang, dikenal istilah pupuk panas dan pupuk
dingin. Pupuk panas adalah pupuk kandang yang proses penguraiannya
berlangsung cepat sehingga terbentuk panas. Pupuk dingin terjadi sebaliknya, C/N
yang tinggi menyebabkan pupuk kandang terurai lebih lama dan tidak
menimbulkan panas. Ciri-ciri pupuk kandang yang baik dapat dilihat secara fisik
atau kimiawi. Ciri fisiknya yaitu berwarna cokelat kehitaman, cukup kering, tidak
menggumpal, dan tidak berbau menyengat. Ciri kimiawinya adalah C/N rasio
kecil (bahan pembentuknya sudah tidak terlihat) dan temperaturnya relatif stabil
(Prihmantoro, 1996).
Pupuk kandang dari ayam atau unggas memiliki unsur hara yang lebih
besar daripada jenis ternak lain. Penyebabnya adalah kotoran padat pada unggas
tercampur dengan kotoran cairnya. Umumnya, kandungan unsur hara pada urine
selalu lebih tinggi daripada kotoran padat. Seperti kompos, sebelum digunakan,
pupuk kandang perlu mengalami proses penguraian. Dengan demikian kualitas
pupuk kandang juga turut ditentukan oleh C/N rasio (Hakim, dkk., 1986).
Sutejo (2002) mengemukakan bahwa pupuk kandang ayam mengandung
kalium tiga kali lebih besar dari pada pupuk kandang lainnya. Lebih lanjut
dikemukakan kandungan unsur hara dari pupuk kandang ayam lebih tinggi karena
bagian cair (urine) bercampur dengan bagian padat. Berikut kandungannya lebih
rinci disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan unsur hara beberapa jenis pupuk kandang
JenisTernak
N (%)
P 2 O 5 (%)
K 2 O(%)
Ayam
2,6
2,9
3,4
Sapi
1,3
1,2
1,3
Kuda
1,4
1,2
1,3
Domba
1,6
1,3
1,2
Menurut
Hakim (2005),
bahwa pelapukan
bahan organik
akan
menghasilkan asam humat, asam fulfat, serta asam organik lainnya. Asam itu
dapat mengikat logam seperti Al dan Fe, sehingga mengurangi kemasaman serta
pengikatan P sehingga P akan lebih tersedia. Anion organik seperti sitrat, asetat,
tartrat dan oksalat yang dibentuk selama pelapukan bahan organik dapat
membantu pelepasan P yang diikat oleh hikroksida-hikroksida Al, Fe, dan Ca
dengan jalan reaksi dengannya, membentuk senyawa kompleks.
Pada tanah masam proses dekomposisi bahan organik akan terganggu,
sehingga pembebasan karbon dari bahan organik juga akan terhambat. Dengan
penambahan bahan organik maka aktivitas mikroorganisme akan meningkat dan
proses perombakan bahan organik yang menghasilkan karbon juga akan
meningkat (Hakim dkk, 1986)
Tanaman Jagung (Zea mays L.)
Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis
rumputan/graminae
yang
mempunyai
batang
tunggal,
meski
terdapat
kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan
tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada
setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada bagian
terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang. Jagung
merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi
bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu
(Subekti, 2008).
Pemahaman morfologi dan fase pertumbuhan jagung sangat membantu
dalam
mengidentifikasi
pertumbuhan
tanaman,
terkait
dengan
optimasi
perlakukan agronomis. Cekaman air (kelebihan dan kekurangan), cekaman hara
(defisiensi dan keracunan), terkena herbisida atau serangan hama dan penyakit
akan menyebabkan tanaman tumbuh tidak normal, atau tidak sesuai dengan
morfologi tanaman (Subekti, 2008).
Hasil dan bobot biomasa jagung yang tinggi akan diperoleh jika
pertumbuhan tanaman optimal. Untuk itu diperlukan pengelolaan hara, air, dan
tanaman dengan tepat. Pengelolaan hara dan tanaman yang mencakup pemupukan
(waktu dan takaran), pengairan dan pengendalian gulma harus sesuai dengan fase
pertumbuhan tanaman (Subekti, 2008).
Jagung merupakan tanaman asli Benua Amerika. Jagung telah di tanam
oleh suku Indian jauh sebelum Benua Amerika ditemukan. Tanaman pangan ini
adalah makanan utama orang Indian. Daerah yang dianggap asal tanaman jagung
adalah Mexico karena tempat tersebut ditemukan janggel dan biji jagung dalam
gua-gua suku indian (Purwono dan Purnamawati, 2005).
Pusat produksi jagung di dunia tersebar di negara tropis dan subtropis.
Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase baik, dengan
kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila kelembaban tanah kurang dari 40%
kapasitas lapang atau bila batangnya terendam air. Pada dataran rendah umur
jagung berkisar antara 3-4 bulan, tetapi di dataran tinggi di atas 1000 m dari
permukaan laut berumur 4-5 bulan. Umur panen jagung sangat dipengaruhi oleh
suhu, setiap kenaikan tinggi tempat 50 m dari permukaan laut, umur panen jagung
akan mundur satu hari (Hyene, 1987).
Areal dan agroekologi pertanaman jagung sangat bervariasi, dari dataran
rendah sampai dataran tinggi, pada berbagai jenis tanah, berbagai tipe iklim dan
bermacam pola tanam. Tanaman jagung dapat ditanam pada lahan kring beriklim
basah dan beriklim kering, sawah irigasi dan sawah tadah hujan, toleran terhadap
kompetisi pada pola tanam tumpang sari, sesuai untuk pertanian subsistem,
pertanian komersial skala kecil, menengah, hingga skala besar. Suhu optimum
untuk petumbuhan tanaman rata-rata 26-300C dan pH tanah 5,7- 6,8
(Subandi et al., 1988).
Di Indonesia, jagung merupakan bahan pangan penting sumber
karbohidrat kedua setelah beras. Di samping itu, jagung pun digunakan sebagai
bahan makanan sereal dan sebagai bahan baku industri serta sebagai alternatif
biogas (Adisarwanto dan Widyastuti, 1999)
Di Amerika latin dan di Afrika Sub-sahara, jagung merupakan tanaman
padi-padian yang paling penting. Di Asia Barat dan Afrika Utara, dimana gandum
dominan, dan di Asia Timur dimana padi merupakan tanaman utama. Jagung
hanya menyumbang kira-kira 10 persen produksi total padi-padian. Walaupun
demikian, jagung merupakan suatu tanaman kedua yang penting setelah padi atau
gandum (Tohari, 1992).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman jagung dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh.
Secara umum, tanaman jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran
tinggi ± 1300 m dpl, kisaran suhu udara antara 130-380C dan mendapat sinar
matahari penuh (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Selama pertumbuhan, tanaman jagung membutuhkan suhu optimum antara
230-270C. Meskipun keadaan di Indonesia tidak masalah bagi pengembangan
usaha tani jagung, tetapi panen pada musim kemarau lebih baik daripada panen
pada musim hujan. Panen pada musim kemarau berpenaruh terhadap makin
cepatnya kemasakan biji dan mempermudah proses pengeringan biji di bawah
sinar matahari (Rukmana, 1997)
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah
beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah. Jagung
dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50 derajat LU hingga 0-40 derajat
LS. Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah
hujan ideal sekitar 85-200 mm per bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan
dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya
jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau.
Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman
jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/merana, dan memberikan
hasil
biji
yang
kurang
baik
bahkan
tidak
dapat
membentuk
buah
(Prihatman, 2000).
Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung adalah antara 100 mm - 200
mm per bulan. Curah hujan paling optimumadalah sekitar 100 mm – 125 mm per
bulan dengan distribusi yang merata. Oleh karena itu, tanaman jagung cenderung
amat cocok ditanam di daerah yang beriklim kering (Rukmana, 1997).
Tanah
Tanah dengan kemiringan kurang dari 8% dapat ditanami jagung, karena
disana kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah dengan
tingkat kemiringan lebih dari 8%, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu.
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar supaya dapat
tumbuh optimal tanah harus gembur, subur dan kaya humus (Prihatman, 2000).
Tanaman jagung tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, terutama pada
tanah yang bertekstur liat karena mampu menahan lengas yang tinggi atau mampu
menyimpan air lebih lama dari pada tekstur tanah yanng lain (Mulyani, 2009).
Tanah berdebu yang kaya hara dan humus amat cocok untuk tanaman
jagung. Di samping itu, tanaman jagung toleran terhadap berbagai jenis tanah,
misalnya tanah andisol dan latosol, asalkan memiliki kemasaman tanah (pH) yang
memadai untuk tanaman tersebut. Tanah-tanah berpasir dapat ditanami jagung
dengan pengelolaan air yang baik dan pemanbahan pupuk organik (pupuk
kandang atau kompos). Demikian juga dengan tanah berat, misalnya tanah
grumosol dapat ditanami dengan normal bila aerasi dan drainase diatur dengan
baik (Rukmana, 1997).
Efek Pupuk Organik Terhadap Sifat Tanah
Pupuk padat dapat memberikan kerapatan isi tanah lebih rendah dan
kandungan C organik yang lebih tinggi sehingga struktur tanah menjadi lebih
baik dan akar tanaman akan mudah berkembang sehingga perkembangan tanaman
menjadi lebih baik dan berlangsungnya proses pertambahan jumlah daun. Unsur
hara K yang berasal dari kotoran ternak padat yang dimanfaatkan sebagai bahan
organik, periode pertumbuhan tanaman akan diperpanjang hingga pada akhirnya
setiap ketiak daun akan terakumulasi sejumlah zat hasil fotosintesis yang akan
merangsang terbentuknya tunas-tunas daun (Duaja, 2012).
Pupuk padat kotoran ternak memberikan kerapatan isi yang rendah, Corganik, jumlah daun dan yang lebih bagus sehingga dengan jumlah bahan
organik banyak dapat memperbaiki struktur tanah dan persen pori tanah akan
lebih tinggi menyebabkan perkembangan akar menjadi lebih panjang. Faktor lain
yang mempengaruhi adalah aerasi tanah, apabila tanah memiliki konsentrasi
oksigen yang tinggi (aerasi yang baik) akan membantu perkembangan akar dan
juga pasokan air dan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Sedangkan pupuk
cair memiliki kerapatan isi, C-organik, jumlah daun dan bobot segar yang lebih
rendah dibandingkan pupuk padat. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan unsur K
dan perkembangan akar tanaman yang cenderung kurang meningkat dibandingkan
dengan pupuk padat. Unsur K yang tidak tersedia dalam jumlah yang banyak akan
mempengaruhi serapan hara yang tersedia untuk mendukung pertumbuhan dan
hasil tanaman (Duaja, 2012).
Unsur hara yang diperlukan tanaman sudah mulai tersedia, di mana pupuk
hayati mengandung mikroba yang mampu menghasilkan senyawa aktif yang
berperan dalam menyediakan/menguraikan unsur hara. Aktivitas mikroorganisme
juga dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air, sehingga
unsur hara lebih mudah diserap oleh tanaman (Asroh, 2010).
Aplikasi bahan organik mampu meningkatkan nilai kemantapan agregat.
Bahan organik yang ditambahkan ke tanah mengalami proses dekomposisi dan
menghasilkan substansi organik yang berperan sebagai “perekat” dalam dalam
proses agregasi tanah. Humus mempunyai gugus fungsional yang bermuatan
negatif dan dapat berikatan dengan partikel tanah yang bermuatan positif,
membentuk agregat tanah dan menjadikan agregat tanah menjadi semakin mantap
(Zulkarnain, 2013).
Unsur hara merupakan komponen penting yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman. Persediaan unsur hara asal tanah sangat terbatas, sehingga penambahan
dari luar dirasakan sangat perlu. Penambahan unsur hara umumnya diketahui
sebagai pemberian pupuk. Penambahan unsur hara secara murni atau lebih, yang
diketahui sebagai pemberian pupuk anorganik dapat meningkatkan produksi
tanaman, terutama untuk masa panen pada tahun berjalan/tersebut. Dilaporkan
juga pemberian pupuk anorganik yang berkelanjutan setiap tahun akan berdampak
negatif terhadap struktur, sifat fisik dan kimiawi tanah. Sebagai akibatnya maka
produksi tanaman pada tahun-tahun berikutnya akan cenderung menurun
(Mathius, 1994).
Untuk mencegah kerusakan tanah, maka perlu diupayakan konservasi
lahan garapan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian pupuk organik
atau kompos yang pada umumnya merupakan campuran kotoran ternak, limbah
pasar dan rumah tangga (Mathius, 1994).
Di daerah tropika tingkat pelapukan bahan organik sangat tinggi sehingga
turn over C-organik dalam tanah berlangsung singkat akibatnya kadar bahan
organik tanah rendah. Mengingat peranannya yang begitu besar terhadap
perbaikan fisik, kimia, dan biologi tanah, maka bahan organik (pupuk kandang
dan
atau
pupuk
(Nursyamsi, 2005).
hijau)
perlu
ditambahkan
dalam
jumlah
banyak
Download