bab i pendahuluan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menyusui adalah cara normal memberikan nutrisi pada bayi untuk
pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Hampir semua ibu dapat menyusui
asalkan memiliki informasi yang akurat dan terdapat dukungan dari keluarga,
sistem perawatan kesehatan dan masyarakat pada umumnya. Menyusui
merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk memastikan kesehatan dan
kelangsungan hidup anak (WHO, 2014).
Menyusui merupakan suatu tindakan alami dan perilaku yang dapat
dipelajari. Proses menyusui dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor bayi dan ibu.
Faktor bayi antara lain fisik dan kesehatan bayi, sedangkan dari faktor ibu antara
lain kelainan sistem endokrin ibu, proses persalinan, kelainan jaringan payudara,
tidak adanya dukungan pada ibu dan kurang pengetahuan terhadap pelaksanaan
proses menyusui (Bobak et al., 2004).
ASI diperlukan karena merupakan nutrisi penting untuk bayi. ASI
mempunyai komposisi yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan bayi (Bobak
et al., 2004). Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan
berfluktuatif. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007,
cakupan ASI sebesar 32% dan menunjukkan kenaikan yaitu menjadi 42% pada
tahun 2012 (SDKI, 2012). Sedangkan berdasarkan laporan Dinas Kesehatan
Provinsi, cakupan pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan secara nasional pada tahun
2013 adalah 54,3%. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai presentase
1
2
pemberian ASI eksklusif di atas angka nasional yaitu sebesar 66,08% pada tahun
2013 dan sebesar 70,79% pada tahun 2014. Tetapi angka tersebut belum dapat
mencapai target nasional yang ditetapkan yaitu sebesar 75% (Kementrian
Kesehatan RI, 2013).
Upaya peningkatan pemberian ASI berperan sangat besar terhadap
pencapaian penurunan angka kematian bayi dan menurunnya prevalensi gizi
kurang pada anak balita. Walaupun angka kematian bayi sudah turun tetapi angka
tersebut masih cukup tinggi yaitu pada tahun 2012 angka kematian anak turun
dari 44 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada SDKI 2007 menjadi 40 kematian
per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (SDKI, 2012).
Jika setiap anak disusui dalam waktu satu jam setelah melahirkan, hanya
diberikan ASI saja selama enam bulan pertama kehidupan, dan ibu terus menyusui
sampai usia anak dua tahun, maka sekitar 800.000 jiwa anak akan diselamatkan
setiap tahun. Secara global, kurang dari 40% bayi di bawah usia enam bulan
mendapatkan ASI eksklusif. Konseling menyusui yang memadai dan dukungan
yang diberikan sangat penting bagi ibu dan keluarga untuk memulai dan
mempertahankan praktek pemberian ASI secara efektif. WHO secara aktif
mempromosikan menyusui sebagai sumber terbaik nutrisi untuk bayi dan anakanak (WHO, 2014).
Menurut WHO, keberhasilan menyusui dapat dicapai dengan sepuluh
langkah sukses menyusui. Salah satu langkah tersebut adalah semua staf yang
berinteraksi dengan ibu menyusui membutuhkan pelatihan tentang konseling
menyusui yang memadai untuk melaksanakan kebijakan pemberian konseling
3
menyusui. Penelitian yang dilakukan oleh (Lee et al., 2013), didapatkan
kesimpulan bahwa ibu yang mendapatkan informasi yang baik tentang manfaat
menyusui, akan tetap mempertahankan praktik pemberian ASI yang efektif dalam
dua tahun pertama bayi. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
praktik menyusui antara lain menciptakan kebijakan yang mendukung menyusui,
memberikan dukungan yang efektif pada ibu dan mengefektifkan peran petugas
kesehatan untuk dapat memberikan konseling menyusui.
Pelaksanaan konseling menyusui harus dilaksanakan dengan baik dan
efektif. Penelitian yang dilakukan oleh (Aidam et al., 2005) menyebutkan bahwa
konseling menyusui apabila dilakukan dengan baik, dapat menimbulkan efek yang
besar pada keberhasilan menyusui secara eksklusif. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh (Näslund & Islas, 2014), konseling menyusui dapat terlaksana
efektif apabila terdapat kerjasama yang baik antar instansi pendukung, pedoman
laktasi dan training untuk perawat tentang konseling menyusui.
Menurut data dan hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, jumlah konselor terbanyak terdapat di kota
Yogyakarta yaitu sejumlah 87 konselor menyusui yang tersebar di seluruh kota
Yogyakarta. Tetapi, banyaknya jumlah konselor menyusui masih belum dapat
mendukung peningkatan cakupan pemberian ASI sesuai yang ditargetkan oleh
pemerintah. Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan kota
Yogyakarta, cakupan pemberian ASI di kota Yogyakarta pada tahun 2014 baru
sekitar 54,92 %.
4
Konselor menyusui berasal dari berbagai latar belakang yaitu dokter,
perawat, bidan, ahli gizi, lembaga sosial masyarakat dan institusi pendidikan.
Perawat adalah salah satu tenaga kesehatan yang dapat memberikan dukungan
pada ibu menyusui (Ricci & Kyle, 2009). Keberadaan perawat sebagai konselor
menyusui sangat penting dimana peranannya sangat besar untuk memberikan
dukungan dan peningkatan pemberdayaan ibu. Peran perawat sebagai konselor
menyusui untuk memahami perasaan ibu menyusui serta membantu ibu
memutuskan apa yang akan dilakukan selanjutnya. Pada saat melakukan
konseling menyusui, perawat membutuhkan keterampilan mendengarkan,
mempelajari, membangun percaya diri ibu, dan memberi dukungan pada ibu
menyusui. Keterampilan tersebut didapatkan melalui pelatihan konselor menyusui
sesuai standar WHO (Departemen Kesehatan RI, 2007).
Pelaksanaan konseling menyusui dapat terlaksana dengan baik dengan
adanya petugas kesehatan terlatih. Strategi konseling menyusui yang efektif
adalah dengan dukungan melalui tatap muka langsung antara petugas kesehatan
dengan ibu menyusui. Pelaksanaan konseling menyusui harus berlangsung secara
terjadwal sehingga mereka dapat memprediksi dukungan yang akan tersedia
(Renfrew et al., 2012). Berdasarkan hal tersebut, maka perawat membutuhkan
waktu khusus yang terjadwal dalam pelaksanaan konseling menyusui. Beberapa
penelitian telah mengidentifikasi beberapa faktor yang berkontribusi terhadap
rendahnya tingkat pemberian ASI diantaranya kurangnya waktu perawat untuk
membantu ibu menyusui dan keengganan atau ambivalensi tenaga medis misalnya
perawat, dokter kandungan, dan dokter anak untuk merekomendasikan atau
5
mengajarkan ibu mengenai cara menyusui bayi mereka (Dellifraine et al., 2011;
McLaughlin et al., 2011; Weddig et al., 2011 dalam Muthike, 2014)
Selain hal tersebut, perawat mempunyai beban kerja yang berat sehingga
menimbulkan stress kerja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh AdibHajbaghery et al (2014), banyak faktor yang dapat menyebabkan stress kerja bagi
perawat yang dampaknya dapat menurunkan kualitas pelayanan keperawatan yang
diberikan untuk pasien. Pelayanan keperawatan yang diberikan salah satunya
adalah pemberian konseling menyusui bagi ibu menyusui.
Berdasarkan keseluruhan pemaparan di atas dan beberapa referensi jurnaljurnal penelitian yang membahas tentang pentingnya konseling menyusui dan
fenomena dimana perawat sebagai konselor menyusui harus memberikan
konseling menyusui yang efektif sementara di satu sisi terdapat berbagai hal yang
mempengaruhi keefektifan pelaksanaannya, membuat peneliti ingin mengetahui
lebih lanjut tentang pengalaman perawat dalam melakukan konseling menyusui.
Penulis ingin mengetahui secara mendalam mengenai pelaksanaan program
konseling menyusui yang dilakukan oleh perawat. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan informasi, pemahaman dan gambaran setiap pengalaman perawat
dalam melakukan konseling menyusui sebagai dukungan bagi ibu menyusui,
maka peneliti menggunakan pendekatan desain penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi deskriptif.
B. Perumusan Masalah
Menyusui adalah cara normal memberikan nutrisi pada bayi untuk
pertumbuhan dan perkembangan yang sehat karena ASI merupakan nutrisi yang
6
sangat ideal. Berbagai bentuk dukungan diperlukan untuk mencapai keberhasilan
menyusui. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan adalah dukungan berupa
konseling menyusui yang diberikan oleh perawat. Konseling menyusui yang
dilakukan dengan baik akan menimbulkan efek yang besar pada keberhasilan
menyusui.
Fenomena yang terjadi saat ini adalah perawat mempunyai beban kerja yang
tinggi sehingga menyebabkan kurangnya waktu perawat dan stress kerja yang
akan mempengaruhi pelayanan keperawatan yang diberikan termasuk salah
satunya adalah konseling menyusui. Oleh karena itu perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana pengalaman perawat dalam memberikan
konseling menyusui sebagai dukungan bagi ibu menyusui dan makna dari
pengalaman tersebut.
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Mengeksplorasi pengalaman perawat dalam melakukan konseling menyusui
sebagai dukungan bagi ibu menyusui.
2.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah teridentifikasi :
a) Manfaat yang didapatkan dari pelaksanaan konseling menyusui.
b) Hambatan yang ditemui perawat konselor menyusui.
c) Gambaran pelaksanaan konseling menyusui yang efektif.
7
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Keilmuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan ilmu keperawatan dan menjadi evidence based dalam
memahami pengalaman perawat dalam melakukan konseling menyusui
sebagai dukungan bagi ibu menyusui.
2.
Manfaat Aplikatif
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi
perawat dan meningkatkan pemahaman, motivasi, dan menyadari manfaat
melakukan konseling menyusui bagi perawat. Melalui penelitian ini
diharapkan perawat dapat menjadi konselor menyusui yang baik untuk
membantu meningkatkan keberhasilan pemberian ASI melalui konseling
menyusui yang diberikan.
b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar dalam
penyusunan pedoman konseling menyusui yang efektif.
c) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan memberikan gambaran
bagi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tentang pelaksanaan program
konseling menyusui oleh perawat konselor menyusui di KotaYogyakarta.
3.
Manfaat Metodologi
Melalui penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan
dalam melakukan pengembangan penelitian lebih lanjut yang berkaitan
dengan konseling menyusui. Sehingga penelitian lebih lanjut diharapkan
8
mampu mengembangkan konsep teori tentang standar pelaksanaan konseling
menyusui yang efektif dilakukan untuk meningkatkan pemberian ASI.
E. Keaslian Penelitian
1.
Penelitian yang dilakukan Näslund & Islas (2014)
Judul penelitian Nurses’ experiences of breastfeeding and breastfeeding
counselling at Mulago Hospital in Kampala, Uganda. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengeksplorasi persepsi perawat tentang menyusui dan
pengalaman perawat dalam melakukan konseling menyusui di Mulago
Hospital, Kampala, Uganda.
Penelitian
menggunakan
pendekatan
kualitatif
dengan
desain
fenomenologi. Penelitian melibatkan 8 perawat yang bekerja pada ruang
bersalin dan ruang postpartum di Mulago Hospital sebagai partisipan. Metode
penelitian dengan indepth interview menggunakan pedoman wawancara semi
terstruktur dan data analisis menggunakan analisis kualitatif.
Hasil
analisis
didapatkan
empat
kategori
yaitu
pemahaman
multidimensional tentang menyusui, hambatan dan kebanggaan ketika
melakukan konseling. Kesimpulan penelitian adalah perawat melihat ASI
eksklusif sebagai bagian penting dari kesehatan ibu dan anak. Beban kerja
yang berat untuk para ibu, kurangnya pengetahuan dan kesulitan fisik
diidentifikasi sebagai hambatan untuk menyusui. Komunikasi yang lebih baik
antar instansi yang terlibat dalam kesehatan ibu dan anak bersama dengan
pedoman yang tersedia disarankan untuk meningkatkan konseling menyusui.
Fokus yang harus dilakukan adalah mengefektifkan konseling menyusui
9
melalui komunikasi yang lebih baik antar instansi, pedoman yang tersedia dan
pelatihan. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan kerja sama yang baik antara
instansi pendukung, pedoman tentang laktasi dan training untuk perawat
tentang konseling menyusui. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama
pada tujuan penelitian dan metode penelitian. Sedangkan perbedaannya
adalah variabel yang diteliti selain konseling menyusui (pada penelitian ini
juga menggali tentang persepsi perawat).
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Muthike (2014)
Judul penelitian The Lived Experiences of Nurses Who Work in
Postpartum Units Who Have Breastfed : Thoughts on Breastfeeding. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk memahami pengalaman hidup perawat yang
menyusui anak mereka sendiri dan bagaimana pengalaman ini mempengaruhi
bagaimana mereka memberikan pengajaran pada ibu menyusui dalam
beberapa hari setelah kelahiran anak.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif fenomenologi.
Partisipan sebanyak 14 perawat yang mempunyai pengalaman menyusui dan
bekerja pada ruangan postpartum. Teknik pengumpulan data dengan
wawancara mendalam. Hasil penelitian didapatkan lima tema utama yaitu
nyeri saat menyusui, perawat tidak menyusui bayi mereka, kepercayaan
bahwa motivasi utama menyusui adalah bayi menjadi sehat, etnik
mempengaruhi
proses
menyusui,
mempengaruhi proses menyusui.
dan
ibu
yang
kembali
bekerja
10
Kesimpulan yang didapatkan adalah support dari profesional kesehatan
penting dalam meningkatkan pemberian ASI dan pengalaman kesulitan
menyusui yang dialami perawat menjadikan perawat lebih berempati untuk
mendukung ibu postpartum dalam proses menyusui. Persamaan dengan
penelitian ini adalah keduanya berfokus pada konseling menyusui, metode
yang digunakan, dan partisipan yang terlibat. Sedangkan perbedaannya
adalah pada tujuan penelitian.
3.
Penelitian yang dilakukan oleh Aidam et al (2005)
Judul
penelitian
Lactation
Counseling
Increases
Exclusive
Breastfeeding Rates in Ghana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh konseling laktasi pada angka menyusui eksklusif. Penelitian
dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan metode randomized trial
pada ibu hamil yang datang pada klinik prenatal.
Partisipan dibagi menjadi dua yaitu kelompok intervensi dan kelompok
kontrol (kelompok yang tidak menyusui tetapi mendapatkan pendidikan
kesehatan dari konselor menyusui terdiri dari 49 partisipan). Pada kelompok
intervensi dibagi lagi menjadi dua yaitu kelompok intervensi pertama (terdiri
dari 43 partisipan yang diberikan dukungan menyusui pada pra, peri, dan
postnatal. Kelompok intervensi kedua (terdiri dari 44 partisipan yang
diberikan dukungan hanya pada postnatal. Intervensi yang dilakukan adalah
dua sesi pendidikan yang diberikan sebelum lahir dan 9 sesi pendidikan
tindak lanjut diberikan pada periode postnatal sampai 6 bulan.
11
Hasil penelitian meliputi pada 6 bulan postnatal, angka menyusui pada
bulan sebelumnya yaitu kelompok intervensi 1 angka menyusui eksklusif
adalah 90% dan pada kelompok intervensi 2 angka menyusui eksklusif
sebanyak 74,4%. Sedangkan pada kelompok kontrol angka menyusui
eksklusif hanya 47,7% (P=0,008). Sedangkan angka menyusui eksklusif
selama 6 bulan adalah pada kelompok intervensi pertama dan kedua sebanyak
39,5% dan pada kelompok kontrol sebanyak 19,6%. Kenaikan tingkat
menyusui eksklusif sebanyak 100% dapat dikaitkan dengan konseling laktasi.
Persamaan dengan penelitian ini adalah keduanya berfokus pada konseling
menyusui. Sedangkan perbedaannya meliputi tujuan penelitian dan metode
penelitian yang digunakan.
4.
Penelitian yang dilakukan oleh Damanik et al (2015)
Judul
penelitian
hambatan
kinerja
konselor
menyusui
dalam
meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif di kota Kupang. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui faktor-faktor penghambat
kinerja konselor menyusui dalam meningkatkan cakupan pemberian ASI
eksklusif di kota Kupang. Penelitian dilakukan dengan studi observasional
deskriptif dengan pendekatan kualitatif dilakukan di seluruh Puskesmas
dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang. Informan penelitian ini
adalah konselor ASI (n 17) dan penanggung jawab program gizi dan KIA
Dinas Kesehatan Kota Kupang (n 1). Penelitian dilakukan dengan metode
indepth interview.
12
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan terbesar yang dimiliki
konselor menyusui adalah motivasi dalam melaksanakan tugas sebagai
konselor. Persamaan dengan penelitian ini adalah keduanya berfokus pada
konseling menyusui dan metode yang digunakan, Sedangkan perbedaannya
adalah pada tujuan penelitian.
5.
Penelitian yang dilakukan oleh Santi, MY (2014)
Judul penelitian Implementasi Kebijakan Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif melalui Konseling oleh Bidan Konselor. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis implementasi kebijakan pemberian ASI eksklusif
melalui konseling oleh bidan konselor ASI berdasarkan faktor disposisi dan
struktur birokrasi di Puskesmas Wilayah Kabupaten Bantul.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif deskriptif dengan
informan penelitian yaitu bidan konselor ASI sebagai informan utama
(sebanyak empat orang), Kasie gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul,
kepala puskesmas (sebanyak 4 orang), dan ibu yang melakukan pemeriksaan
kehamilan, nifas dan imunisasi bayi ke puskesmas yang terpilih. Teknik
pengumpulan data dengan wawancara mendalam.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
implementasi
kebijakan
pemberian ASI melalui konseling ASI di puskesmas belum berjalan efektif.
Sebagian besar bidan mendukung tugas memberikan konseling ASI di
Puskesmas tetapi faktor kendala yang muncul karena kurangnya dukungan
keluarga dan ibu bekerja. Struktur birokrasi dalam kebijakan konseling laktasi
masih kurang jelas. Persamaan dengan penelitian ini adalah keduanya
13
berfokus pada konseling menyusui dan metode yang digunakan. Sedangkan
perbedaannya meliputi tujuan penelitian dan partisipan yang terlibat.
6.
Penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati et al (2013)
Judul penelitian Pengaruh Konseling Menyusui Intensif terhadap
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif sampai 3 Bulan. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui pengaruh konseling laktasi yang intensif terhadap
pengetahuan, sikap dan praktik pemberian ASI eksklusif sampai 3 bulan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi experiment dengan non
equivalent control group. Populasi dalam penelitian adalah ibu hamil anak
kedua atau lebih trimester 3 dengan usia kehamilan 7-8 bulan yang
memeriksakan kehamilan di Puskesmas Srondol, Puskesmas Padangsari,
Bidan Praktik Swasta dan Bidan Praktik Swasta di kota Semarang. Jumlah
sampel sebanyak 25 ibu yang dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok yang
mendapat konseling laktasi yang intensif sebanyak 12 ibu hamil dan
kelompok yang mendapat konseling laktasi yang selama ini dilakukan bidan
di Puskesmas dan BPS sebanyak 13 ibu hamil.
Hasil penelitian meliputi konseling laktasi yang intensif yaitu sebanyak
4 kali pada saat prenatal dan dan 5 kali sebanyak postnatal berpengaruh
terhadap peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan peningkatan jumlah
ibu yang memberikan ASI eksklusif sampai umur 3 bulan. Persamaan dengan
penelitian ini adalah keduanya berfokus pada konseling menyusui. Sedangkan
perbedaannya meliputi tujuan penelitian dan metode penelitian yang
digunakan.
Download