8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Keuangan 2.1.1 Pengertian Manajemen Hasibuan (2008:1) menyatakan bahwa: ”Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi, manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan.” Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa definisi mengenai manajemen: a. Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. b. Andrew F. Sikula Manajemen pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk dan atau jasa secara efisien. 8 9 c. G.R. Terry Manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya. d. Harold Koontz dan Cyril O’Donnel Manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan pengendalian. 2.1.2 Pengertian Manajemen Keuangan Manajemen keuangan ialah aktivitas pemilik dan manajemen perusahaan untuk memperoleh sumber modal yang semurah-murahnya dan menggunakannya seefektif, seefisien, dan seproduktif mungkin untuk menghasilkan laba. Aktivitas itu meliputi: a. Aktivitas Pembiayaan (Financing Activity) Aktivitas pembiayaan ialah kegiatan pemilik dan manajemen perusahaan untuk mencari sumber modal untuk membiayai kegiatan bisnis. Sumber pembiayaan terdiri dari sumber eksternal dan internal. 1) Sumber Eksternal: 10 a) Modal Pemilik atau Modal Sendiri (Owner Capital atau Owner Equity), atau Modal Saham (Capital Stock) yang terdiri dari: Saham Istimewa (Preferred Stock) dan Saham Biasa (Common Stock) b) Utang (Debt), Utang Jangka Pendek (Short-Term Debt) dan Utang Jangka Panjang (Long-Term Debt) c) Lain-lain, misalnya hibah 2) Sumber Internal: a) Laba ditahan (Retained Earning) b) Penyusutan, Amortisasi, dan Deplesi (Depreciation, Amortization, dan Deplesion) c) Lain-lain, misalnya penjualan harta tetap yang tidak produktif. b. Aktivitas Investasi (Investment Activity) Aktivitas investasi ialah kegiatan penggunaan dana berdasar pemikiran hasil yang sebesar-besarnya dan risiko yang sekecilkecilnya. Aktivitas itu meliputi: 1) Modal Kerja (Working Capital) atau Harta Lancar (Current Assets) 2) Harta Keuangan (Financial Assets) yang terdiri dari: investasi pada Saham (Stock) dan Obligasi (Bond) 3) Harta Tetap (Real Assets) yang terdiri dari: Tanah, Gedung, Peralatan. 11 4) Harta Tidak berwujud (Intangible Assets) terdiri dari: Hak Paten, Hak Pengelolaan Hutan, Hak Pengelolaan Tambang, Goodwill, Biaya Riset Produk dan Organisasi, Biaya Pendirian Organisasi. c. Aktivitas Bisnis (Business Activity) Aktivitas bisnis ialah kegiatan untuk mencari laba melalui efektivitas penjualan barang atau jasa dan efisiensi biaya yang akan melahirkan laba. Aktivitas itu dapat dilihat dari laporan rugi-laba, yang terdiri dari unsur: 1) Pendapatan (Sales atau Revenue) 2) Beban (Expenses) 3) Laba Rugi (Profit-Loss) 2.1.3 Fungsi Manajemen Keuangan Martono dan Harjito (2007:4) mengemukakan bahwa: ”Manajemen keuangan (Financial Management), atau dalam literatur lain disebut pembelanjaan, adalah segala aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan bagaimana memperoleh dana, menggunakan dana, dan mengelola aset sesuai tujuan perusahaan secara menyeluruh. Dengan kata lain menejemn keuangan merupakan manajemen (pengelolaan) mengenai bagaimana memperoleh aset, mendanai aset dan mengelola aset untuk mencapai tujuan perusahaan.” Dari definisi tersebut ada 3 (tiga) fungsi utama dalam manajemen keuangan yaitu: a. Keputusan Investasi (Investment Decision) 12 Keputusan investasi merupakan keputusan terhadap aktiva apa yang akan dikelola oleh perusahaan. Keputusan investasi ini merupakan keputusan yang paling penting, karena keputusan investasi ini berpengaruh secara langsung terhadap besarnya rentabilitas investasi dan aliran kas perusahaan untuk waktu-waktu yang akan datang. Rentabilitas investasi (return on investment) merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba yang dihasilkan dari suatu investasi. Keputusan investasi yang dilakukan perusahaan dengan beberapa langkah: 1) Manajer keuangan keseluruhan perlu menetapkan berapa aset secara (total assets) yang diperlukan dalam perusahaan. 2) Dari aset yang diperlukan perlu ditetapkan komposisi dari aset-aset tersebut yaitu berapa jumlah aktiva lancar (current assets) dan berapa jumlah aktiva tetap (fixed assets). Aktiva lancar dirinci lagi menjadi berapa jumlah kas, piutang dan persediaan. Aktiva tetap dirinci lagi misalnya berapa jumlah alat kantor, kendaraan, mesin, gedung dan tanah. 3) Untuk mencapai pemanfaatan aset secara optimal maka aset-aset yang tidak ekonomis lagi perlu dikurangi, dihilangkan atau diganti dengan aset yang baru. Pengurangan aset (aktiva) yang sudah tidak ekonomis tersebut dan diganti dengan aset yang baru, sehingga 13 dapat mengurangi beban biaya yang dikeluarkan karena aktiva yang lebih baru biasanya akan menghemat biaya operasi. b. Keputusan Pendanaan (Financing Decision) Keputusan pendanaan menyangkut beberapa hal: 1) Keputusan mengenai penetapan sumber dana yang diperlukan untuk membiayai investasi. Sumber dana yang akan digunakan untuk membiayai investasi tersebut dapat berupa hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal sendiri. 2) Penetapan tentang perimbangan pembelanjaan yang terbaik atau sering disebut struktur modal yang optimum. Struktur modal optimum merupakan perimbangan hutang jangka panjang dan modal sendiri dengan biaya modal rata-rata minimal. Oleh karena itu, perlu ditetapkan apakah perusahaan menggunakan sumber modal ekstern yang berasal dari hutang dengan menerbitkan obligasi, atau menggunakan modal sendiri dengan menerbitkan saham baru sehingga beban biaya modal yang ditanggung perusahaan minimal. Kekeliruan dalam pengambilan keputusan pendanaan akan berakibat biaya yang ditanggung tidak minimal. Biaya modal yang muncul berkaitan dengan keputusan pendanaan adalah biaya bunga untuk dana yang berasal dari hutang dan dividen bagi dana yang berasal dari saham atau modal sendiri. Biaya modal berupa bunga lebih mudah ditetapkan karena sifatnya akan tetap selama umur hutang (obligasi). Sedangkan penentuan 14 tentang dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham memerlukan kebijakan (policy) tersendiri. c. Keputusan Pengelolaan Aktiva (Assets Management Decision) Manajer keuangan yang konservatif akan mengalokasikan dananya sesuai dengan jangka waktu aset yang didanai. Misalnya, aktiva lancar akan didanai dari hutang lancar yang jangka waktunya lebih panjang dari usia aktiva lancar dan sebagian hutang jangka panjang. Aktiva tetap yang tidak disusutkan seperti tanah akan dibiayai dengan modal sendiri dan laba perusahaan atau laba ditahan, sedangkan aset yang disusutkan seperti bangunan dan mesin serta peralatan dapat dibiayai dengan hutang jangka panjang dan modal sendiri. Hutang jangka panjang yang digunakan untuk membiayai aktiva yang disusutkan tersebut jangka waktu pengembaliannya lebih panjang dari umur ekonomis aktiva yang dibiayai. Hal ini untuk mengurangi resiko kegagalan dalam pengembalian hutang perusahaan. 2.1.4 Tujuan Manajemen Keuangan Manajemen keuangan sebagai aktivitas memperoleh dana, menggunakan dana dan mengelola aset secara efisien membutuhkan beberapa tujuan dan sasaran. Sebagai tujuan normatif (seharusnya) tujuan manajemen keuangan berkaitan dengan keputusan dibidang keuangan 15 untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Secara lebih luas tujuan ini juga merupakan salah satu tujuan perusahaan. Bagi perusahaan yang sudah go public, maka nilai perusahaan akan tercermin dari nilai pasar sahamnya. Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai perusahaan. Tujuan memaksimumkan nilai perusahaan disebut juga sebagai memaksimumkan kemakmuran pemilik perusahaan atau pemegang saham yang dapat diartikan juga sebagai memaksimumkan harga saham biasa dari perusahaan. Tujuan memaksimumkan nilai perusahaan tidak identik dengan memaksimumkan pendapatan per lembar saham (earning per share). Hal ini disebabkan karena dalam memaksimumkan laba per lembar saham kita mengabaikan nilai waktu uang dan resiko. Dari uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa: a. Manajemen keuangan merupakan manajemen fungsi keuangan yang terdiri atas keputusan investasi, pendanaan (termasuk kebijakan dividen) dan keputusan pengelolaan aset. b. Tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan (memaksimumkan kemakmuran pemegang saham) yang diukur dari harga saham perusahaan. c. Harga saham perusahaan merupakan refleksi dari keputusan-keputusan investasi, pendanaan (termasuk kebijakan dividen) dan pengelolaan aset. 16 2.2 Pasar Modal 2.2.1 Pengertian Pasar Modal Darmadji dan Fakhruddin (2006:1) mengemukakan bahwa: ”Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjual-belikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kekuatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli kegiatan terkait lainnya.” Secara umum pasar modal dapat dikatakan sebagai tempat atau sarana bertemunya permintaan dan penawaran atas produk instrumen keuangan jangka panjang, umumnya lebih dari satu tahun atau tempat terjadinya transaksi long-term financial assets. Undang-undang pasar modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai: ”Kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”. Definisi pasar modal menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1548/KMK. 90 adalah: ”Secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan 17 semua lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. 2.2.2 Fungsi Pasar Modal Husnan (2005:4) menyatakan bahwa pasar modal banyak dijumpai diberbagai negara karena 2 (dua) fungsi utama yang dijalankannya, yaitu: a. Fungsi Ekonomi Dalam melaksanakan fungsi ekonominya, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender (pihak yang mempunyai kelebihan dana) ke borrower (pihak yang memerlukan dana). Dengan menginvestasikan kelebihan dana yang mereka miliki, lenders mengharapkan akan memperoleh imbalan dari penyerahan dana tersebut. Dari sisi borrowers tersediannya dana dari pihak luar memungkinkan mereka melakukan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari hasil operasi perusahaan. b. Fungsi Keuangan Fungsi keuangan dilakukan dengan menyediakan dana yang diperlukan oleh para borrowers dan para lenders menyediakan dana tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva riil yang diperlukan untuk investasi tersebut. 18 2.2.3 Manfaat Keberadaan Pasar Modal Sartono (2000:43) menyatakan bahwa pasar modal sebagai alternatif untuk menghimpun dana masyarakat bagi emiten memberikan banyak manfaat. Dalam kondisi dimana debt to equity ratio perusahaan telah tinggi maka akan sulit menarik pinjaman baru dari bank, oleh karena itu pasar modal menjadi alternatif lain. Adapun manfaat bagi pelaku pasar modal diantaranya adalah: a. Manfaat bagi Emiten (Perusahaan penerbit sekuritas) 1) Jumlah dana yang dapat dihimpun berjumlah besar, dan dapat sekaligus diterima oleh emiten pada saat pasar perdana. 2) Tidak ada covenant sehingga manajemen dapat lebih bebas (mempunyai keleluasaan) dalam mengelola dana yang diperoleh perusahaan. 3) Solvabilitas perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan dan ketergantungan terhadap bank kecil. Jangka waktu penggunaan dana tidak terbatas. 4) Cash flow hasil penjualan saham biasanya akan lebih besar dari pada harga nominal perusahaan. Emisi saham sangat cocok untuk membiayai perusahaan yang beresiko tinggi. 5) Tidak ada beban financial yang tetap, profesialisme manajemen meningkat. 19 b. Manfaat bagi pemodal (Investor) 1) Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut akan tercermin pada meningkatnya harga saham yang menjadi capital gain. 2) Sebagai pemegang saham investor memperoleh dividen. 3) Pemegang saham memperoleh hak suara dalam RUPS. 4) Dapat dengan mudah mengganti instrumen investasi misalnya dari saham A ke saham B sehingga dapat mengurangi resiko dan meningkatkan keuntungan. 5) Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrumen untuk memperkecil resiko secara keseluruhan dan memaksimalkan keuntungan. c. Manfaat bagi lembaga penunjang Berkembangnya pasar modal yang akan mendorong perkembangan lembaga penunjang menjadi lebih profesional dalam memberikan pelayanan sesuai dengan bidang masing-masing. Keberhasilan pasar modal tidak terlepas dari peran lembaga penunjang. Manfaat lain dari berkembangnya pasar modal adalah munculnya lembaga penunjang baru sehingga semakin bervariasi, likuiditas efek semakin tinggi. d. Manfaat bagi pemerintah Perkembangan pasar modal merupakan alternatif lain sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Pembangunan yang semakin pesat 20 memerlukan dana yang semakin pesat pula, untuk itu perlu dimanfaatkan potensi dari masyarakat. Adapun manfaat langsung yang dapat dirasakan pemerintah adalah: 1) Sebagai pembiayaan badan usaha milik negara sehingga tidak lagi tergantung pada subsidi dari pemerintah. 2) Manajemen usaha menjadi lebih baik, manajemen dituntut untuk lebih profesional. 3) Meningkatkan pendapatan dari sektor pajak, penghematan devisa bagi pembiayaan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja. 2.3 Investasi 2.3.1 Pengertian Investasi Halim (2005:4) menyatakan bahwa investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana dengan harapan memperoleh keuntungan di masa mendatang. Lebih jauh ekonom asal Amerika Paul LKrugman dan Maurice Obstfeld (1999:10) mengemukakan bahwa bagian output yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan swasta guna menghasilkan output pada masa mendatang bisa disebut sebagai investasi. Menurut PSAK Nomor 13 dalam Standar Akuntansi Keuangan per 1 Oktober 2004 investasi adalah suatu aktiva yang digunakan oleh perusahaan untuk menumbuhkan kekayaan (accretion of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalti, dividen, dan uang sewa), 21 untuk apresiasi nilai investasi, atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan. Persediaan dan aktiva tetap bukan merupakan investasi. Husnan dan Pudjiastuti (2004:181) mengemukakan bahwa asalusul investasi tidak harus berasal dari bagian keuangan. Mungkin saja asalusul investasi tersebut berasal dari bagian pemasaran (misalnya, membuka jaringan distribusi baru), bagian produksi (mengganti mesin lama dengan mesin baru), dan melibatkan berbagai bagian (meluncurkan produk baru, mendirikan pabrik baru). Demikian juga estimasi arus kas akan memerlukan kerja sama antara bagian yang mengusulkan dan bagian keuangan. Evaluasi arus kas mungkin lebih banyak dilakukan oleh bagian keuangan, demikian juga pemilihan proyek. Akhirnya monitoring memerlukan kerja sama dengan seluruh bagian yang terlibat. Sharps (2005:1) menyatakan bahwa investasi pada umumnya dikenal dalam dua bentuk yaitu, pertama investasi nyata (realinvestment) secara umum melibatkan aset berwujud, seperti tanah, mesin-mesin, atau pabrik. Kedua, investasi keuangan (financial investment) melibatkan kontrak tertulis, seperti saham biasa dan obligasi. Kedua bentuk investasi ini, William F. Sharps menegaskan, pada perekonomian primitif hampir semua investasi lebih condong pada investasi nyata, sedangkan pada perekonomian modern, lebih banyak dilakukan investasi keuangan. Saat ini lembaga-lembaga untuk investasi yang berkembang pesat memberi fasilitas untuk berinvestasi nyata. Jadi kedua bentuk investasi 22 bersifat komplementer, bukan kompetitif, sehingga kita bisa melihat salah satu ukuran ekonomi suatu negara tersebut maju, adalah keberadaan dan kualitas dari bursa efeknya diakui oleh para pebisnis. 2.3.2 Jenis - Jenis Investasi Jogiyanto (2000) menyatakan bahwa investasi ke dalam aktiva keuangan dapat berupa investasi langsung dan investasi tidak langsung. Investasi langsung dilakukan dengan membeli langsung aktiva keuangan dari suatu perusahaan baik melalui perantara atau dengan cara yang lain. Sebaliknya investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli saham dari perusahaan investasi yang mempunyai portofolio aktiva-aktiva keuangan dari perusahaan-perusahaan lain. Lebih jauh mengenai pengertian jenisjenis investasi tersebut adalah: a. Investasi Langsung Investasi langsung dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang dapat diperjual belikan di pasar uang (money market), pasar modal (capital market), investasi langsung yang dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan tidak dapat diperjual belikan. Aktiva keuangan yang tidak dapat diperjual belikan biasanya diperoleh melalui bank komersial. Aktiva-aktiva ini dapat berupa tabungan di bank atau sertifikat deposito. b. Investasi Tidak Langsung Investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli surat-surat berharga dari perusahaan investasi. Perusahaan investasi adalah 23 perusahaan yang menyediakan jasa keuangan dengan cara menjual sahamnya ke publik dan menggunakan dana yang diperoleh untuk diinvestasikan ke dalam portofolionya. 2.3.3 Resiko Investasi Pada prinsipnya semua keputusan yang diambil oleh manajer keuangan baik yang menyangkut keputusan investasi, keputusan pembelanjaan dan kebijakan dividen memiliki tujuan yang sama. Semua itu mensyaratkan suatu estimasi hasil yang diharapkan dan resiko atau kemungkinan tidak diperolehnya hasil seperti yang diharapkan. Hasil yang diharapkan diterjemahkan dalam tingkat keuntungan yang diharapkan atau expected return, sedangkan resiko berarti probabilitas tidak dicapainya tingkat keuntungan yang diharapkan atau kemungkinan return yang diterima menyimpang dari return yang diharapkan. Semakin besar penyimpangan tingkat keuntungan yang diharapkan, maka akan semakin besar pula tingkat resikonya. Asumsi penting dalam pembicaraan resiko dan tingkat keuntungan yang diharapkan ini adalah bahwa setiap individu adalah rasional dan tidak menyukai resiko atau risk averter. Sikap tidak menyukai resiko ini tercermin dari sikap bahwa setiap individu akan meminta tambahan keuntungan yang lebih besar untuk setiap kenaikan tingkat resiko yang dihadapi. Atau dengan kata lain misalkan individu dihadapkan pada berbagai pilihan, maka individu tersebut akan lebih menyukai untuk 24 memperoleh tingkat keuntungan yang sama dengan resiko yang lebih kecil. Dalam hubungannya dengan asumsi yang mendasar tersebut, kita dapat mengelompokkan individu menjadi tiga kelompok: individu yang menyukai resiko atau risk seeker, individu yang tidak menyukai atau menghindari resiko atau risk averter, dan individu yang bersikap netral terhadap resiko atau risk neutrality. Risk seeker adalah mereka yang senang menghadapi resiko. Apabila individu atau investor tersebut dihadapkan dengan dua pilihan investasi yang memberikan tingkat keuntungan yang sama dengan resiko yang berbeda, maka investor tersebut akan lebih senang mengambil investasi dengan resiko yang lebih besar. Tentunya contoh ini menjadi sangat ekstrem. Contoh lain lebih rasional adalah bahwa risk seeker akan meminta tambahan keuntungan yang lebih kecil untuk setiap tambahan resiko yang dihadapi. Sementara itu risk averter akan lebih senang pada pilihan investasi dengan resiko yang lebih kecil dengan tingkat keuntungan yang sama. Risk neutrality adalah kelompok investor atau individu yang bersikap netral terhadap resiko. Artinya investor akan meminta kenaikan tingkat keuntungan yang sama untuk setiap kenaikan resiko. Seorang investor selalu mempertimbangkan resiko, sebelum ia mengabil keputusan untuk melakukan penanaman modal. Hal ini penting karena besar kecilnya resiko dari investasi yang dilakukan akan 25 berpengaruh bagi pendapatan yang diterima investor itu dimasa yang akan datang. Arifin (2001) menyatakan bahwa resiko dalam dunia investasi dibedakan menjadi: a. Resiko Potensial; adalah resiko yang jelas akan dialami berkaitan dengan kerugian bentuk fisik atau materi jika investasi tersebut gagal. Misalnya, jika membuka toko maka resiko potensialnya adalah rugi, bangkrut, terbakar dan sebagainya. Jika bermain saham, maka resiko potensialnya adalah capital loss dan tidak mendapat dividen. b. Resiko Non Potensial; adalah resiko yang dapat dialami tetapi boleh jadi tidaklah begitu berarti dan tidak menyebabkan kerugian materi. Misalnya, resiko psikologis seperti stress, bosan, waktu yang terbuang sia-sia, dan sebagainya. c. Resiko Sistematis; yaitu resiko yang dapat terjadi dan dialami setiap investor dimana faktor-faktor pencetus resiko tersebut berada di luar lingkungan intern perusahaan (investor) bahkan di luar jangkauan investor. Resiko ini berpengaruh terhadap seluruh investasi dan tidak dapat dikurangi atau dihilangkan dengan cara diversifikasi. Resiko investasi yang termasuk dalam kelompok ini adalah resiko pasar, tingkat bunga, daya beli, politik, faktor psikologis, resiko kegagalan karena kondisi perekonomian yang memburuk. d. Resiko Non Sistematis; yaitu resiko yang melekat pada investasi tertentu karena kondisi yang unik dari suatu perusahaan atau industri 26 tertentu. Resiko ini dapat dikurangi dengan diversifikasi, resiko yang termasuk dalam kelompok ini adalah resiko kegagalan karena kondisi internal perusahaan, resiko kredit atau resiko financial dan resiko manajemen. Dari uraian di atas bahwa resiko merupakan hal yang selalu ada dan mempengaruhi kepastian pendapatan para investor atas dana yang ditanamnya, sehingga hal ini harus selalu dipertimbangkan karena menyangkut pendapatan yang akan diterima pada masa yang akan datang. 2.4 Saham 2.4.1 Pengertian Saham Saham (stock) dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Darmadji dan Fakhruddin (2006:6) mengemukakan bahwa wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan. Sifat dasar investasi saham adalah memberikan peran bagi investor dalam memperoleh laba perusahaan. Setiap pemegang saham merupakan 27 sebagian pemilik perusahaan, sehingga mereka berhak atas sebagian dari laba perusahaan. Namun hak tersebut terbatas karena pemegang saham berhak atas bagian penghasilan perusahaan hanya setelah seluruh kewajiban perusahaan terpenuhi. 2.4.2 Jenis - Jenis Saham Saham adalah surat bukti penyertaan dalam kepemilikan suatu Perseroan Terbatas (PT) yang memberi hak atas dividen dan lain-lain menurut besar kecilnya modal di sektor saham dapat dibagi menjadi dua : a. Menurut Cara Peralihan 1) Saham atas unjuk (Bearer Stocks). Tanpa identitas pemilik. 2) Saham atas nama (Registered Stocks). b. Menurut Hak Tagihan 1) Saham Preferen Saham Preferen adalah saham yang mempunyai hak-hak istimewa sifatnya merupakan gabungan (Hybrid) antar obligasi dan saham biasa. Artinya di samping memiliki karakteristik seperti obligasi juga memiliki karakteristik preferen, antara lain : a) Preferen terhadap dividen artinya pemegang saham preferen mempunyai hak lebih dahulu untuk memperoleh hak dividen dari pada pemegang saham biasa. 28 b) Preferen pada aktiva saat likuidasi, artinya pada saat perusahaan dibubarkan maka pemegang saham preferen mempunyai hak atas lebih dahulu dari pada saham biasa. c) Memperoleh hasil yang tetap seperti bunga obligasi. 2) Saham Biasa (Common Stocks) Saham biasa adalah saham yang mempunyai hak satu suara. Hak yang dimiliki pemegang saham biasa adalah : a) Hak kontrol adalah hak untuk mengawasi operasi perusahaan. b) Hak memperoleh bagian keuntungan perusahaan. c) Hak prefentive yaitu hak untuk membeli saham terlebih dahulu sebesar presentase tertentu. Jika perusahaan mengeluarkan tambahan saham baru. 2.4.3 Harga Saham Horne (1997:70) menyatakan bahwa nilai pasar dari sekuritas merupakan harga pasar dari sekuritas itu sendiri. Untuk sekuritas yang diperdagangkan dengan aktif, nilai pasar merupakan harga terakhir yang dilaporkan pada saat sekuritas terjual. Dalam teori manajemen dijelaskan bahwa tujuan dan sasaran yang digunakan sebagai standar dalam memberikan penilaian efisien atau tidaknya suatu keputusan keuangan dapat dilihat dari nilai perusahaan. Perusahaan yang menerbitkan saham, nilai perusahaan yaitu nilai saham ditambah dengan nilai pasar hutang. Husnan (2001) menyatakan bahwa 29 nilai saham adalah harga pasar dikalikan dengan jumlah saham yang beredar. Horne (1997:5) menyatakan bahwa harga pasar bertindak sebagai barometer dari kinerja bisnis. Harga pasar menunjukkan seberapa baik manajemen menjalankan tugasnya atas nama para pemegang saham. Oleh karena itu manajemen selalu berada dalam pengawasan. Para pemegang saham yang tidak puas dengan kinerja manajemen dapat menjual saham yang mereka miliki dan menginvestasikan uangnya di perusahaan lain. Tindakan-tindakan tersebut jika dilakukan oleh para pemegang saham dapat mengakibatkan turunnya harga saham di pasar. Pada dasarnya tinggi rendah harga saham lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan pembeli dan penjual tentang kondisi internal dan eksternal perusahaan. Hal ini berkaitan dengan analisis sekuritas yang umumnya dilakukan investor sebelum membeli atau menjual saham. 2.4.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Menurut Weston dan Brigham (2001:26), faktor – faktor yang mempengaruhi harga saham adalah: a. Laba per Lembar Saham (Earning Per Share / EPS) Seorang investor yang melakukan investasi pada perusahaan akan menerima laba atas saham yang dimilikinya. Semakin tinggi laba per lembar saham (EPS) yang diberikan perusahaan akan memberikan pengembalian yang cukup baik. Ini akan mendorong investor untuk 30 melakukan investasi yang lebih besar lagi sehingga harga saham perusahaan akan meningkat. b. Tingkat Bunga Tingkat bunga dapat mempengaruhi harga saham dengan cara: 1) Mempengaruhi persaingan pasar di pasar modal antara saham dengan obligasi, apabila suku bunga naik maka investor akan menjual sahamnya untuk ditukarkan dengan obligasi. Hal sebaliknya juga akan terjadi apabila tingkat bunga mengalami penurunan. 2) Mempengaruhi laba perusahaan, hal ini terjadi karena bunga adalah biaya, semakin tinggi suku bunga maka semakin rendah laba perusahaan. Suku bunga juga mempengaruhi kegiatan ekonomi yang juga akan mempengaruhi laba perusahaan. c. Jumlah Kas Dividen yang Diberikan Kebijakan pembagian dividen dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagian dibagikan dalam bentuk dividen dan sebagian lagi disisihkan sebagai laba ditahan. Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham, maka peningkatan pembagian dividen merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan dari pemegang saham karena jumlah kas dividen yang besar adalah yang diinginkan oleh investor sehingga harga saham naik. d. Jumlah Laba yang Didapat Perusahaan 31 Pada umumnya, investor melakukan investasi pada perusahaan yang mempunyai profit yang cukup baik karena menunjukan prospek yang cerah sehingga investor tertarik untuk berinvestasi, yang nantinya akan mempengaruhi harga saham perusahaan. e. Tingkat Resiko dan Pengembalian Apabila tingkat resiko dan proyeksi laba yang diharapkan perusahaan meningkat maka akan mempengaruhi harga saham perusahaan. Biasanya semakin tinggi resiko maka semakin tinggi pula tingkat pengembalian saham yang diterima. Sedangkan menurut Alwi (2003:87), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham atau indeks harga saham, antara lain: a. Faktor Internal (Lingkungan Mikro) 1) Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan seperti pengiklanan, rincian kontrak, perubahan harga, penarikan produk baru, laporan produksi, laporan keamanan produk, dan laporan penjualan. 2) Pengumuman pendanaan (financing announcements), seperti pengumuman yang berhubungan dengan ekuitas dan hutang. 3) Pengumuman badan direksi manajemen (management-board of director announcements) seperti perubahan dan pergantian direktur, manajemen dan struktur organisasi. 32 4) Pengumuman pengambilalihan diversifikasi, seperti laporan merger, investasi ekuitas, laporan take over oleh pengakuisisian dan diakuisisi, laporan divestasi dan lainnya. 5) Pengumuman investasi (investmen announcements), seperti melakukan ekspansi pabrik, pengembangan riset dan penutupan usaha lainnya. 6) Pengumuman ketenagakerjaan (labour announcements), seperti negoisasi baru, kontrak baru, pemogokan dan lainnya. 7) Pengumuman laporan keuangan perusahaan, seperti peramalan laba sebelum akhir tahun fiskal dan setelah akhir tahun fiskal, Earning Per Share (EPS) dan Dividen Per Share (DPS), Price Earning Ratio (PER), Return On Assets (ROA), dll. b. Faktor Eksternal (Lingkungan Makro) 1) Pengumuman dari pemerintah seperti perubahan suku bunga tabungan dan deposito, kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah. 2) Pengumuman hukum (legal announcements), seperti tuntutan karyawan terhadap perusahaan atau terhadap managernya dan tuntutan perusahaan terhadap managernya. 3) Pengumuman industri sekuritas (securities announcements), seperti laporan pertemuan tahunan, insider trading, volume atau harga saham perdagangan, pembatasan / penundaan trading. 33 4) Gejolak politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga merupakan faktor yang berpengaruh signifikan pada terjadinya pergerakan harga saham di bursa efek suatu negara. 5) Berbagai isu baik dari dalam negeri dan luar negeri. 2.4.5 Pendekatan untuk Penilaian Investasi Saham a. Analisis Teknikal Analisis pasar atau sekuritas yang memusatkan perhatian pada indeks saham, harga atau statistik pasar lainnya dalam menemukan pola yang mungkin dapat memprediksikan dari gambaran yang telah dibuat. Atau analisis yang menganggap bahwa saham adalah komoditas perdagangan yang pada gilirannya permintaan dan penawarannya merupakan manifestasi kondisi psikologis dari pemodal. Asumsi dasar analisis teknikal : 1) Harga pasar ditentukan penawaran dan permintaan. 2) Permintaan dan penawaran dipengaruhi oleh banyak faktor, baik rasional maupun tidak. 3) Harga saham bergerak dalam trend terus-menerus dan berlangsung cukup lama, meskipun ada fluktuasi kecil di pasar. 4) Perubahan trend disebabkan permintaan dan penawaran. 34 5) Pergeseran permintaan dan penawaran, tidak menjadi masalah mengapa terjadi, dapat dideteksi lambat atau cepat melalui chart transaksi. 6) Beberapa pola chart berulang dengan sendirinya. b. Analisis Fundamental Menurut analisis fundamental harga saham merupakan refleksi dari nilai perusahaan. Oleh karena itu dalam melakukan penilaian suatu saham digunakan teknik analisis rasio. Rasio-rasio yang digunakan antara lain: 1) Pendekatan Price Earning Ratio (PER) PER dapat dihitung dengan membagi harga saham pada suatu saat dengan earning per share (EPS) suatu periode tertentu PER = Harga Saham Expected EPS Tak ada suatu standar yang pasti berapa PER yang wajar bagi suatu saham. 2) Pendekatan Dividend Yield Dividend Yield merupakan penghasilan dividen yang diharapkan oleh investor atau dividen saham yang akan dibayarkan oleh emiten. Expected dividen persaham Harga = Yield 3) Pendekatan Net Asset Value 35 Pendekatan ini menghitung nilai baku suatu saham yang menggambarkan nilai Klaim Fisik suatu perusahaan. Net Asset Nilai Baku = Jumlah Saham Beredar Model-model analisis fundamental diarahkan untuk menjawab suatu pertanyaan dasar, apakah harga suatu saham undervalued atau overvalued? Jika harga saham undervalued, maka saatnya membeli saham, tetapi bila overvalued, maka harus menjual saham. 2.5 Rasio Profitabilitas Sartono (2000:130) menyatakan bahwa: ”Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisa profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen.” 2.5.1 Return On Assets (ROA) Djahidin (1992:116) menyatakan bahwa: “Return on assets (ROA) adalah membandingkan antara keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan (net operating income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan dalam operasi untuk memperoleh keuntungan tersebut.” Hasibuan (2002:100) menyatakan bahwa: “Return on assets (ROA) adalah 36 perbandingan (rasio) laba sebelum pajak (earning before tax / EBT) selama 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume usaha dalam periode yang sama.” Sementara Husnan dan Pudjiastuti (2004:72) mengemukakan bahwa: “Return on assets (ROA) adalah rasio untuk mengukur kemampuan aktiva perusahaan memperoleh laba dari operasi perusahaan.” Return on assets digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Laba bersih yang digunakan disini adalah laba bersih setelah bunga dan pajak. Semakin besar return on assets suatu bank maka semakin besar tingkat keuntungan bank dan semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan asset, dikatakan return on assets adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Sartono (2000:131) menytakan bahwa: “Return on investment atau return on assets menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan.” ROA dapat dihitung dengan rumus: Return on Assets = 2.5.2 Laba setelah pajak Total Assets Return On Equity (ROE) Return on equity atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegan g saham perusahaan. Rasio ini juga dipengaruhi oleh besar-kecilnya utang 37 perusahaan, apabila proporsi utang makin besar, maka rasio ini juga akan makin besar (Sartono, 2000:131). ROE dapat dihitung dengan rumus: Return on Equity = Laba setelah pajak Modal sendiri Riyanto (1994:37) menyatakan bahwa: ”Rasio rentabilitas modal sendiri atau return on equity (ROE) merupakan perbandingan antara jumlah laba yang tersedia bagi pemilik modal di satu pihak dengan modal sendiri di pihak lain.” Kemudian Gitusudarmo (2001:231) menyatakan bahwa: ”Return on equity (ROE) atau rentabilitas modal sendiri merupakan kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan laba.” Rentabilitas ini dapat juga dikatakan sebagai kemampuan untuk menghasilkan laba bagi suatu perusahaan dengan modal sendiri. Para manajer hendaknya berusaha untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Jika sebuah perusahaan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan ROEnya, apakah artinya kekayaan pemegang saham juga akan ikut meningkat? Tidak sepenuhnya benar, karena meskipun ROE telah digunakan secara luas dan adanya kenyataan bahwa ROE dan kekayaan pemegang saham seringkali sangat berkorelasi, terdapat beberapa masalah yang mungkin timbul ketika perusahaan menggunakan ROE sebagai satu-satunya ukuran kinerja. Brigham dan Houston (2006:125) mengemukakan bahwa ada beberapa masalah yang berhubungan dengan ROE. Pertama, ROE tidak mempertimbangkan resiko. Sedangkan pemegang saham jelas-jelas selain 38 memperhatikan pengembalian juga memperhatikan resiko. Untuk menggambarkan masalah ini, kita misalkan 2 divisi dalam satu perusahaan. Divisi S memiliki arus kas yang stabil dan ROE yang dapat diramalkan sebesar 15%. Divisi R, memiliki ekspektasi ROE sebesar 16%, tetapi arus kasnya sangatlah beresiko, sehingga ekspektasi ROE tersebut dapat saja tidak terwujud. Jika para manajer mendapat kompensasi sematamata atasa dasar ROE, dan jika ekspektasi ROE dapat benar-benar tercapai, maka manajer divisi R akan menerima bonus yang lebih besar dari pada manajer divisi S, bahkan meskipun divisi S mungkin pada kenyataannya menciptakan nilai yang lebih besar kepada pemegang saham sebagai akibat dari resikonya yang lebih rendah. Kedua, ROE tidak mempertimbangkan jumlah modal yang telah diinvestasikan. Sebagai ilustrasi untuk masalah ini, lihat contoh yang sedikit ekstrim. Sebuah perusahaan besar memiliki uang $ 1 yang diinvestasikan dalam proyek A, yang memiliki ROE sebesar 50%, dan $ 1 juta yang diinvestasikan dalam proyek B, yang memiliki ROE sebesar 40%. Kedua proyek ini memiliki resiko yang sama, dan pengembalian keduanya berada jauh diatas biaya yang harus dibayarkan oleh perusahaan untuk modal yang diinvestasikannya di proyek-proyek tersebut. Dalam contoh ini, proyek A memiliki ROE yang lebih tinggi, tetapi karena begitu kecil, proyek A tidak memberikan pengaruh yang besar dalam peningkatan kekayaan pemegang saham. Sedangkan proyek B memiliki ROE yang 39 lebih rendah, tetapi memberikan lebih banyak pengaruh pada nilai pemegang saham. Lihat satu masalah terakhir dari ROE. Asumsikan bahwa anda mengelola sebuah divisi dari sebuah perusahaan besar. Perusahaan itu menggunakan ROE sebagai satu-satunya ukuran kinerja, dan perusahaan menentukan besarnya bonus yang dibayarkan. Mendekati akhir tahun fiskal, ROE divisi anda adalah angka sebesar 45% yang mengagumkan. Sekarang anda memiliki kesempatan untuk menempatkan investasi pada sebuah proyek besar yang beresiko rendah dengan estimasi ROE sebesar 35%, yanng nilainya jauh diatas biaya modal yang anda butuhkan untuk melakukan investasi tersebut. Meskipun proyek ini menguntungkan, anda mungkin akan enggan untuk melakukan investasi karena proyek tersebut akan mengurangi rata-rata ROE divisi anda, dan karenanya akan mengurangi jumlah bonus akhir tahun yang akan anda peroleh. Ketiga contoh diatas menunjukkan bahwa tingkat pengembalian suatu proyek harus dikombinasikan dengan resiko dan besarannya untuk menentukan pengaruhnya pada nilai pemegang saham. Sejauh ROE hanya hanya berfokus pada tingkat pengembalian, peningkatan ROE dalam beberapa kasus mungkin tidaklah konsisten dengan peningkatan kekayaan pemegang saham. 40 2.5.3 Earning per Share (EPS) Ciaran (2003:148) menyatakan bahwa: “Laba per saham adalah salah satu nilai statistik yang paling sering digunakan ketika sedang membahas kinerja suatu perusahaan atau nilai saham.” Earning Per Share (EPS) adalah tingkat keuntungan yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa. EPS dapat dihitung dengan rumus : Earning Per Share = Laba setelah pajak Jumlah saham yang beredar Simamora (2002:392) menyatakan bahwa: ”Suatu ukuran kunci yang menghubungkan laba perusahaan dengan saham biasanya adalah laba per saham (earning per share / EPS). Laba per saham dipakai untuk mengukur pertumbuhan laba dan potensi laba perusahaan.” Sutedjo (2005) menyatakan bahwa return on assets merupakan variabel yang mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap EPS. Sedangkan Moerdiyanto (2005) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara masing-masing rasio keuangan dengan harga saham, paling tidak dengan tingkat agregat. Darmadji dan Fakhruddin (2001) mengemukakan bahwa pengertian laba per lembar saham atau EPS yaitu merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (laba) yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembarsahamnya. Laba merupakan alat ukur utama kesuksesan suatu perusahaan, karena itu para pemodal seringkali 41 memusatkan perhatian pada besarnya earning per share (EPS) dalam melakukan analisis saham. Semakin tinggi EPS tentu akan menggembirakan pemegang saham karena semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham. Untuk menganalisis penyebab perubahan EPS dapat digunakan analisis rasio laba (Fabozzi, 1999:386). Rasio laba menunjukkan dampak gabungan dari likuiditas serta manajemen aktiva dan kewajiban terhadap kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Menurut Robbert Ang (1997), EPS merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada suatu tahun buku dengan jumlah saham yang diterbitkan. Di dalam perhitungan EPS, terdapat dua jenis EPS, yaitu: a. EPS Historis, yaitu EPS yang dihitung berdasarkan kinerja perusahaan pada tahun buku yang telah lampau. b. EPS Proyektif, yaitu EPS yang diperkirakan akan terjadi dengan asumsi sesuai dengan proyeksi kinerja emiten. Hubungan antara harga saham dengan earning per share (EPS), Lukman Syamsudin (2001) menyatakan pada umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang saham biasa sangat tertarik akan EPS, karena hal ini menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa. Para calon pemegang saham tertarik dengan EPS yang besar, karena hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu perusahaan. Jumlah EPS tidak berarti akan didistribusikan semuanya kepada pemegang saham biasa, karena 42 berapapun jumlah yang akan didistribusikan tergantung pada kebijakan perusahaan dalam hal pembayaran dividen. EPS yang besar menandakan kemampuan perusahaan yang lebih besar dalam menghasilkan keuntungan bersih dari setiap lembar saham. Peningkatan EPS menandakan bahwa perusahaan berhasil meningkatkan taraf kemakmuran investor, dan hal ini akan mendorong investor untuk menambah jumlah modal yang ditamamkan pada perusahaan. Makin tinggi nilai EPS akan menggembirakan pemegang saham karena semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham (Darmadji dan Fakhruddin, 2006:195). Hal ini akan berakibat dengan meningkatnya laba maka harga saham cenderung naik, sedangkan ketika laba menurun, maka harga saham juga ikut turun.