Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktek Pencarian

advertisement
Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktek Pencarian
Pengobatan Balita Diare Di Labuan Kabupaten Pandeglang, 2014
Ratna Zulaeha, C.Endah Wuryaningsih
Departemen Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas Indonesia
Email :[email protected]
Abstrak
Penyakit diare merupakan masalah kesehatan, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kabupaten Pandeglang tahun 2014 sebesar 90 % . Balita yang menerima
perawatan dari fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan angka tersebut belum memenuhi SPM penanganan
diare pada Balita sebesar 100%. Penelitian bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
praktek pencarian pengobatan Balita diare di wilayah kerja Puskesmas Labuan. Jenis penelitian kuantitatif
dengan desain cross sectional. Populasi adalah Balitayang didiagnosa diare selama Januari – April 2014
diklinik MTBS Puskesmas Labuan dan sampel berjumlah 100 Balita. Data diperoleh dari hasil wawancara
dengan menggunakan kuesioner.Hasilanalisisbivariatmenunjukkanadahubungan yang signifikan antara umur
Balita dengan praktek pencarian pengobatan p= 0.023 dan nilai OR= 2.95. Diharapkan kepada pihak
Puskesmas Labuan untuk meningkatkan promosi kesehatan program pencegahan dan penanggulangan
penyakit diare pada Balita sehingga dapat berpengaruh pada perubahan perilaku pencarian pengobatan diare
pada Balita.
Factors associated with the treatment of diarrhea inseeking Toddlers in
Labuan Pandeglang 2014
Abstract
Diarrheal disease is a public health problem because the morbidity and mortality are still high. Standart
Minimal Services (SPM) Kabupaten Pandeglang tahun 2014 is 90 %. Toddlers who receive care from a
health facility or health worker that number does not meet the SPM treatment of diarrhea in children under
five by 100%. This study to determine the factors associated with treatment seeking practice of diarrhea in
children under five at Puskesmas Labuan. Quantitative research with cross sectional design. The population
were diagnosed Toddler with diarrhea during January-April 2014 in the clinic Labuan MTBS health center
and totaled 100 Toddler. Data obtained from interviews using questionnaire. The results of the bivariate
analysis showed no significant relationship between age Toddlers with treatment of diarrhea inseeking value
of p = 0.023 and OR = 2.95.Labuan is expected to do health promotion programs to improve the prevention
and control of diarrheal diseases in Toddlers that can affect the health seeking behavior of diarrhea in toddler.
Keywords: Toddler, practice ,searchdiarrheatreatment
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
Pendahuluan
Data dariUnited Nations Children's Fund (UNICEF) dan World Health
Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada Balita
di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Data UNICEF memberitakan
bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare (WHO, 2009).
Salah satu faktor yang mempengaruhi kematian akibat diare adalah tata laksana
yang tidak tepat baik dirumah maupun di sarana kesehatan serta masih kurangnya
pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan (rumahsakit, puskesmas, puskesmas pembantu,
dokter praktek dan bidan praktek) oleh masyarakat (Kemenkes 2011).
Pola pengobatan dari Balita yang sakit diare dipengaruhi oleh keputusan ibu untuk
membawa anaknya berobat ke pelayanan kesehatan atau memilih untuk tidak berobat.Pada
kasus diare orangtua dapat melakukan pengobatan sendiri dengan memberikan oralit atau
larutan gula garam.Selain alasan tersebut, persepsi ibu mengenai penyakit diare pada Balita
dianggap bukan penyakit melainkan suatu hal biasa dalam perkembangan anak, banyak ibu
memandang diare sebagai hal yang alami seperti tumbuh gigi, pertumbuhan badan dan
bukan suatu penyakit (Helman dalam Djaja 2000).
Insiden diare Balita di Indonesia adalah 6,7% (Riskesdas 2013) dan insiden
propinsi Banten sebesar 8,0 % ,cakupan penemuan penderita diare pada tahun 2010 di
Propinsi Banten baru mencapai 66,71% dari target Standar Pelayanan Minimal (SPM)
nasional 100% (Kemenkes 2010). Capaian cakupan penemuan penderita diare di
kabupaten Pandeglang sebesar 90 % pada tahun 2013 dan SPM penemuan penderita diare
pada tahun 2013 di Puskesmas Labuan baru mencapai 76%.
Masih rendahnya cakupan penemuan penderita diare di wilayah kerja puskesmas
Labuan
menyebabkan peneliti ingin mengetahui gambaran faktor- faktor yang
berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan diare pada Balita di wilayah kerja
puskesmas Labuan kabupaten Pandeglang pada tahun 2014. Selain itu belum pernah
dilakukan penelitian sebelumnya terkait faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku
pencarian pengobatan diare pada Balita di wilayah kerja puskesmas Labuan.
Tinjauan Teoritis
Diare merupakan suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi tinja lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011).Secara klinis
penyebab diare
(disebabkan
oleh
dapat di kelompokkan dalam enam golongan besar yaitu infeksi
bakteri,virus
atau
parasit),
malabsorpsi,
alergi,
keracunan,
imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan di lapangan
adalah diare akut yang di sebabkan oleh infeksi dan keracunan .
Gejala Diare
Awalnya seorang balita akan sering cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada nafsu makan, yang disertai dengan timbulnya diare.
Keadaan kotoran (tinja) makin cair, kemungkinan mengandung darah atau lendir, yang
berwarna menjadi kehijau-hijauan yang disebabkan karena bercampur dengan empedu
anus dan sekitarnya menjadi lecet yang mengakibatkan tinja menjadi asam.Gejala muntah
dapat terjadi sebelum dan sesudah diare, bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit
maka akan terjadi dehidrasi. Pada bayi disekitar ubun-ubun besar dan cekung, tonus dan
turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir menjadi kering (Mansjoer, 2000).
Cara Penularan
Kuman penyebab diare ditularkan melalui fecal-oral(penularan melalui anus dan
juga mulut) antara lainmelalui makanan dan minuman yang tercemar tinja dan kontak
langsung dengan tinja penderita (Depkes, 2009).
Pencegahan Diare
Pencegahan diare dapat dilakukan dengan memberikan ASI, memperbaiki makanan
pendamping ASI, menggunakan air bersih yangcukup,mencuci tangan sebelum makan,
menggunakan jamban, membuang tinja anak pada tempat yang tepat dan melakukan
vaksinasi (Depkes, 2011).
Pengobatan Diare
Sebagai salah satu strategi pengendalian penyakit diare adalah LINTAS DIARE
(Lima Langkah Tuntaskan Diare). Lintas diare tersebut meliputi :
1) Berikan oralit
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl),
kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat.
Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut- turut
Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menandatangani kebijakan bersama
dalam hal pengobatan diare yaitu pemberian Oralit dan Zinc selam 10- 14 hari.
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
Zinc di berikan satu kali dalam sehari selama 10 hari berturut- turut hal ini di
maksudkan untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kemungkinan
berulangnya diare selama 2- 3 bulan ke depan dan membantu memperbaiki
mucosa usus serta meningkatkan fungsi kekebalan tubuh.
2) Teruskan ASI dan makan
Bayi di bawah 6 bulan sebaiknya hanya mendapat ASI untuk mencegah diare
dan meningkatkan sistem imunitas tubuh bayi.
3) Berikan nasehat pada ibu dan keluarga
Berikan nasehat dan cek pemahaman ibu tentang cara pemberian oralit dan Zinc
serta tanda- tanda untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan jika
anak mengalamibuang air besar cair lebih sering, muntah berulang- ulang,
mengalami rasa hausyang nyata, makan atau minum sedikit, demam, tinjanya
berdarah, tidak membaik dalam 3 hari
Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan merupakan respons seseorang terhadap rangsangan yang
berkaitan sehat- sakit, penyakit dan faktor- faktor yang mempengaruhi kesehatan atau
dengan kata lain perilaku kesehatan merupakan kegiatan seseorang yang berkaitan dengan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain studi cross
sectional.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan
dengan praktek ibu dalam pencarian pengobatan Balita diare di wilayah kerja puskesmas
Labuan tahun 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu dengan Balita (0- 59 bulan)
yang pernah menderita diare dalam 4 bulan terakhir dari bulan Januari – April 2014 dari
data register klinik MTBS Puskesmas tercatat sebanyak 210 Balita. Sampel penelitian ini
berjumlah 100 responden. Data tentang umur Balita, jenis kelamin Balita, umur ibu,
pendidikan ibu pendapatan keluarga, pengetahuan ibu tentang diare, persepsi keseriusan
penyakit dan informasi yang didapat dalam praktek pencarian pengobatan Balita diare
didapatkan dengan cara wawancara menggunakan alat bantu kuesioner. Pengambilan data
dilakukan pada bulan Juni 2014 selama 15 hari dilakukan oleh 2(dua) pengumpul data.
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
Hasil Penelitian
Uji statistik yang digunakan untuk melihat hubungan kemaknaan dari variabel
independen dengan variabel dependen menggunakan uji statistik chi square. Variabel yang
diteliti dalam analisis univariat dan analisis bivariat dalam penelitian ini adalah umur
Balita, jenis kelamin Balita, umur ibu, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, pengetahuan
ibu tentang diare, persepsi keseriusan penyakit dan informasi yang didapat dalam praktek
pencarian pengobatan Balita diare
Tabel 1 Hasil Analisis Bivariat Pencarian Pengobatan Pertama
No Variabel
Kategori
1
Laki-laki
Perempuan
<2 tahun
≥ 2 tahun
≤ 26 tahun
> 26 tahun
Tinggi
Rendah
Tidak
bekerja
Bekerja
Tinggi
Rendah
Baik
2
Jenis Kelamin
Balita
Usia Balita
3
Umur Ibu
4
Pendidikan Ibu
5
Pekerjaan Ibu
6
7
8
9
Pendapatan
Keluarga
Pengetahuan
Ibu
Keseriusan
Penyakit
Informasi yang
didapat
Kurang
Serius
Tidak serius
Ada
Tidak ada
Praktek pencarian
pengobatan 1
Faskes
Non
Faskes
9
37
17
37
16
26
10
48
15
37
11
37
1
3
25
71
17
57
Ju
mla
h
P
OR
46
54
42
58
52
48
4
96
74
0.2
53
0.0
23
0.6
49
1.0
00
0.3
00
0.53
9
23
3
12
17
59
15
37
26
82
18
49
0.3
88
0.8
21
0.51
14
24
2
25
1
37
70
4
72
2
51
96
4
97
3
0.6
49
1.0
00
1.46
2.95
0.73
1.06
0.56
1.17
1.44
Pembahasan
Upaya pengobatan pada fasilitas kesehatan sangat mungkin dilakukan, karena di
setiap desa terdapat tenaga kesehatan , tetapi hanya 26 (26 %) responden yang melakukan
pencarian pengobatan pertama ke fasilitas kesehatan. Ada 74 (74%) responden memilih
mengobati sendiri karena alasan mencoba untuk memberikan pertolongan pertama di
rumah pada Balitanya yang menderita diare. Pada perilaku pencarian pengobatan kedua
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
responden yang melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas kesehatan adalah sebanyak
72 (97%) dan 2 (13%) responden melakukan pengobatan tradisional ke tukang urut/ pijat
bayi dan pengobatan ketiga baru ke fasilitas kesehatan. Hal ini kemungkinan karena
kepercayaan pengobatan yang sudah cukup baik sehingga sebagian besar
responden
cenderung ke fasilitas kesehatan pada pengobatan kedua yakni setelah pertolongan di
rumah tidak ada hasilnya dan diare tidak sembuh baru di bawa ke fasilitas kesehatan.
Upaya memberikan pertolongan sementara di rumah dilakukan dengan memberikan
obat gosok seperti kayu putih, memberikan oralit dan tetap memberikan ASI pada Balita
di bawah 2 tahun serta memberikan air minum sedikit tetapi sering. Terdapat beberapa
responden yang mempunyai persepsi bahwa penyakit yang diderita anaknya adalah
penyakit diare yang merupakan tanda- tanda wajar dalam tumbuh kembang balita dimana
akan terjadi peningkatan kemampuan tumbuh kembang (anak akan semakin pintar, bisa
duduk, melangkah, dll)( Sudarti 1988 dalam Djaja 2000). Alasan yang kedua adalah
pencarian pengobatan dilakukan pada hari ke 2 (dua) atau hari ke 3 (tiga) dimana
pertolongan pertama oleh ibu tidak berhasil atau jika ibu mengenali gejala sakitnya pada
sore hari dan tidak dapat membawa anaknya langsung ke fasilitas kesehatan.
Dalam hal ini perlu dilakukan upaya promosi kesehatan tatalaksana diare pada
Balita di rumah secara benar, sehingga Balita yang menderita diare mendapat pertolongan
yang tepat dan cepat. Pengaktifan kembali kegiatan posyandu yang berada di wilayah
tersebut berperan penting dalam meningkatkan pengetahuan yang salah satunya berdampak
terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan yang maksimal karena di beberapa tempat lain
terbukti bahwa kegiatan posyandu dapat meningkatkan peran serta masyarakat yang
berdampak pada penurunan angka morbiditas pada anak Balita.
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi promosi kesehatan yang maksimal diharapkan
dapat mengetahui sejauhmana efektifitas program dan hasil yang dicapai terkait perubahan
perilaku di masyarakat. Pelatihan SDM kesehatan maupun pelaksanaan bimbingan teknis
kepada pemegang pogram di puskesmas yang maksimal diharapkan dapat meningkatkan
pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan diare serta pemanfaatan pelayanan
fasilitas kesehatan oleh masyarakat.
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
Hubungan antara Variabel
1.Umur Balita
Hasil penelitian menunjukkan responden yang memiliki balita usia ≥ 2 tahun
adalah sebesar 17.2% sedangkan pada responden yang memiliki balita < 2 tahun adalah
sebesar 39.0%. Secara statistik menunjukkan bahwa nilai p= 0.023, sehingga pada alpha
0.05 dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan perilaku pencarian
pengobatan antara responden yang memiliki balita usia ≥ 2 tahun dengan responden yang
memiliki balita usia < 2 tahun. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR= 2.95, artinya
responden yang memiliki balita < 2 tahun memiliki peluang 2.95 kali lebih tinggi untuk
melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dibandingkan dengan
responden yang memiliki balita ≥ 2 tahun.
Hasil penelitian ini sejalan dengan SDKI 2007 menunjukan bahwa diare pada
balita yang umurnya lebih muda (kurang dari 6 bulan) cenderung dibawa ke fasilitas atau
tenaga kesehatan dibandingkan diare pada balita di kelompok umur yang lebih tua. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Djaja, dkk (2000) yang memperlihatkan proporsi balita
umur 6-11 bulan yang mengalami diare lebih banyak dibawa ke Posyandu dibandingkan
dengan kelompok umur balita lainnya yang lebih tua.Hal ini terjadi karena pada Balita
yang lebih muda belum bisa makan dan minum sendiri semua masih tergantung ibu dan
kekhawatiran ibu karena Balita lebih beresiko terhadap kekurangan cairan yang bisa
menyebabkan kematian. Dalam hal ini perlu di lakukan edukasi tatalaksana pemberian
oralit dan zinc serta tanda bahaya diare pada Balita dimana Balita mempunyai resiko yang
sama terhadap kematian baik pada umur yang kelompok umur muda maupun yang lebih
tua jika tidak dilakukan pengobatan yang tepat.
2. Jenis Kelamin Balita
Hasil penelitian menunjukkan responden yang memiliki balita perempuan adalah
sebesar 38.1% sedangkan pada responden yang memiliki balita laki-laki adalah sebesar
17.2%. Nilai p= 0.253, sehingga pada alpha 0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan perilaku pencarian pengobatan antara responden yang memiliki
balita perempuan dengan responden yang memiliki balita laki-laki. Dari hasil analisis
diperoleh nilai OR= 0.53, artinya responden yang memiliki balita laki-laki memiliki
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
peluang 1.89 kali lebih tinggi untuk melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas
pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden yang memiliki balita perempuan.
Hal ini bertolak belakang dengan hasil SDKI 2007 menyatakan balita laki- laki
yang mengalami diare cenderung lebih banyak dibawa ke fasilitas kesehatan dibandingkan
balita perempuan.diare. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Bilad (2013) di
Kabupaten Jayawijaya bahwa tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin Balita
dengan pencarian pengobatan diare dan di dukung oleh penelitian Das.et al (2010) di
Bangladesh tahun 2010 yang menyatakan bahwa secara statistik jenis kelamin balita tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku pencarian pengobatan balita. Dalam
hal ini ibu harus mempunyai pemahaman bahwa Balita laki-laki maupun perempuan
mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pengobatan dari fasilitas kesehatan ketika
menderita diare.
3.Umur Ibu
Berdasarkan hasil penelitian, responden yang berumur ≤ 26 tahun adalah sebesar
28.8% sedangkan pada responden yang berumur > 26 tahun adalah sebesar 22.9%. Secara
statistik menunjukkan bahwa nilai p= 0.649, sehingga pada alpha 0.05 dapat disimpulkan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan perilaku pencarian pengobatan antara
responden yang berumur ≤ 26 tahun dengan responden yang berumur > 26 tahun. Dari
hasil analisis diperoleh nilai OR= 0.73, artinya responden yang berumur > 26 tahun
memiliki peluang 1.37 kali lebih tinggi untuk melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas
pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden yang berumur ≤ 26 tahun.
Umur merupakan salah satu variabel demografi yang mempengaruhi pemanfaatan
pelayanan kesehatan, namun tidak serta merta berpengaruh langsung terhadap pemanfaatan
pelayanan kesehatan, akan tetapi sebagai faktor pendorong untuk menimbulkan kemauan
dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan (Muhazam ,1995). Hasil penelitian Hendarwan
(2003) menunjukkan secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan.antar hubungan
umur dengan perilaku pencarian pengobatan diare pada Balita. Hal ini juga sesuai dengan
penelitian Purwanto (2004) yang menyatakan tidak ada hubungan antara umur responden
dengan perilaku pencarian pengobatan.
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
Mengaktifkan kembali posyandu merupakan salah satu alternatif yang mudah
untuk meningkatkan pengetahuan ibu mengenai diare, saling bertukar informasi maupun
pengalaman dengan ibu yang lain ataupun penyuluhan oleh kader mengenai masalah
kesehatan anak dapat memberikan pengaruh pada praktek pencarian pengobatan Balita
diare.
4. Pendidikan Ibu
Hasil penelitian menunjukkan pencarian pengobatan pada responden
yang
berpendidikan tinggi adalah sebesar 25.0% sedangkan pada responden yang berpendidikan
rendah adalah sebesar 26.0%. Secara statistik menunjukkan bahwa nilai p= 1.000, sehingga
pada alpha 0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan perilaku
pencarian pengobatan antara responden yang berpendidikan tinggi dengan responden yang
berpendidikan rendah. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR= 1.06, artinya responden yang
berpendidikan rendah memiliki peluang 1.06 kali lebih tinggi untuk melakukan pencarian
pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden yang
berpendidikan tinggi. Tingkat pendidikan ibu dapat menentukan sikap untuk tindakannya
menghadapi berbagai masalah kesehatan.Ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan
yang lebih tinggi menjadikan anak dapat memperoleh kesempatan hidup serta tumbuh
lebih baik, perawatan dan kesadaran terhadap kesehatan anak dan keluarga. Dengan
demikian diharapkan informasi khususnya tentang kesehatan dapat lebih mudah terima
oleh keluarga (Djaja et.al, 2000) dan hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Nasrin et.al (2013) yang menyatakan bahwa berdasarkan analisis multivariat terdapat
hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan perilaku pencarian pengobatan
diare pada Balita (OR = 3,8 ; 95 %CI : 1,2 – 12). Hubungan asosiasi yang didapatkan
dalam penelitian ini memperlihatkan hubungan asosiasi yang terbalik dimana ibu yang
berpendidikan rendah lebih berpeluang dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi hal ini
mungkin saja terjadi disebabkan distribusi tingkat pendidikan yang tidak merata.
5. Pekerjaan Ibu
Hasil penelitianresponden yang bekerja adalah sebesar 34.6% sedangkan pada
responden yang tidak bekerja adalah sebesar 23.0%. Secara statistik menunjukkan bahwa
nilai p= 0.300, sehingga pada alpha 0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
yang signifikan perilaku pencarian pengobatan antara responden yang bekerja dengan
responden yang tidak bekerja. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=0.56, artinya
responden yang bekerja memiliki peluang (1/0.56) 1.79 kali lebih tinggi untuk melakukan
pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden
yang tidak bekerja.
Ibu- ibu yang bekerja di asumsikan memiliki informasi yang lebih baik dan
pengetahuannya lebih luas mengenai kesehatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Hendarwan (2003) dan Bilad (2013) yang menunjukkan ibu yang bekerja
cenderung lebih banyak membawa Balitanya yang sakit diare ke fasilitas atau tenaga
kesehatan namun secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu
dengan perilaku pencarian pengobatan.
Banyaknya ibu yang tidak bekerja memungkinkan lebih mudah dalam
meningkatkan peran serta mereka dalam kegiatan Posyandu sehingga mereka lebih mudah
untuk mendapat informasi atau pengetahuan mengenai kesehatan dari kader posyandu
maupun dari bidan desa.
6.Pendapatan Keluarga
Hasil penelitian menunjukan responden yang memiliki pendapatan tinggi adalah
sebesar 28.0% sedangkan pada responden yang memiliki pendapatan rendah adalah
sebesar 16.7%. Secara statistik menunjukkan bahwa nilai p=0.388, sehingga pada alpha
0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan perilaku pencarian
pengobatan antara responden yang memiliki pendapatan tinggi dengan responden yang
memiliki pendapatan rendah. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=0.51, artinya
responden yang memiliki pendapatan tinggi memiliki peluang (1/0.51) 1.96 kali lebih
tinggi untuk melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan
dibandingkan dengan responden yang memiliki pendidikan rendah.
Bagi mereka yang berpendapatan sangat rendah hanya dapat memenuhi kebutuhan
berupa fasilitas kesehatan apa adanya sesuai dengan kemampan mereka. Apabila tingkat
pendapatan baik maka fasilitas kesehatan mereka khususnya di dalam rumah akan terjamin
misalnya penyediaan air bersih dan jamban sehat, rendahnya pendapatan merupakan
rintangan yang menyebabkan orang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
kebutuhan (BPS, 2005).Hal ini sejalan dengan penelitian Hendarwan (2003) dan
Ubaidillah (2007) tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan perilaku
pencarian pengobatan.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena biaya pengobatan di pelayanan kesehatan
sudah cukup terjangkau oleh masyarakat dan sebagian masyarakat besar mempunyai
jaminan kesehatan. Keberadaan jaminan kesehatan diyakini mampu meningkatkan
jangkauan mereka terhadap fasilitas kesehatan sehingga mampu menurunkan angka
kesakitan di masyarakat.
7. Pengetahuan Ibu
Hasil penelitian menunjukkan perilaku pencarian pengobatan pada responden yang
memiliki pengetahuan baik adalah sebesar 27.5% sedangkan pada responden yang
memiliki pengetahuan kurang adalah sebesar 24.5%. Secara statistik menunjukkan bahwa
nilai p=0.821, sehingga pada alpha 0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan perilaku pencarian pengobatan antara responden yang memiliki
pengetahuan baik dengan responden yang memiliki pengetahuan kurang. Dari hasil analisis
diperoleh nilai OR=1.17, artinya responden yang memiliki pengetahuan kurang memiliki
peluang1.17 kali lebih tinggi untuk melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan
kesehatan dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang.Pengetahuan merupakan hasil penginderaan yang
dilakukan seseorang terhadap objek, baik melalui indera penglihatan, pendengaran,
penciuman rasa dan ataupun raba.Hal ini bertentangan dengan penelitian Ubaidillah (2007)
bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencarian pengobatan.Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Dewi (2013) dan Hendarwan (2003)
menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan perilaku pencarian
pengobatan. Hal ini disebabkan pengetahuan bukan merupakan faktor utama yang dapat
mempengaruhi perilaku
(Green dalam Notoatmodjo 2003) dan Hariyani (2011)
menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan terjadinya
perubahan perilaku namun ada hubungan positif yang berkaitan dengan perubahan
perilaku. Perubahan perilaku terjadi akibat efek kumulatif dari peningkatan kesadaran,
nilai, keyakinan, kepercayaan dan intensi untuk berperilaku.
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dan praktek pencarian pengobatan disebabkan karena pertanyaan
pada variabel
pengetahuan yang terdapat dalam kuesioner kurang mewakili atau kurang bervariasi
sehingga setelah diuji secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan.
Pengetahuan ibu dapat ditingkatkan melalui penyuluhan oleh kader di Posyandu,
pemasangan poster kesehatan di tempat yang strategis sehingga pengetahuan mengenai
kesehatan dapat meningkat yang akan berpengaruh pada praktek dan sikap seseorang
ketika mendapatkan dirinya ataupun anggota keluarganya yang sakit.
8. Keseriusan Penyakit
Hasil penelitian menunjukkanbahwa perilaku pencarian pengobatan pada
responden yang memiliki persepsi serius adalah sebesar 25.5% sedangkan pada responden
yang memiliki persepsi tidak serius adalah sebesar 33.3%. Secara statistik menunjukkan
bahwa nilai p=0.649, sehingga pada alpha 0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan perilaku pencarian pengobatan antara responden yang memiliki
persepsi serius dengan responden yang memiliki persepsi tidak serius. Dari hasil analisis
diperoleh nilai OR=1.46, artinya responden yang memiliki persepsi tidak serius memiliki
peluang 1.46 kali lebih tinggi untuk melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas
pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi serius.
Persepsi keseriusan penyakit adalah penilaian individu mengenai seberapa serius
penyakit tersebut. Jika seseorang semakin percaya bahwa dampak yang ditimbulkan sangat
serius maka mereka akan merasa penyakit tersebut adalah sebuah ancaman maka mereka
akan mengambil tindakan preventif (Sarafino, 2006).
Hal penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Wulandari (2011)
dimana persepsi yang negatif berpeluang melakukan perilaku yang salah dalam pengobatan
diare. Dan penelitian Purwanti (2004) bahwa ibu yang memiliki persepsi keseriusan
penyakit yang negatif mempunyai risiko untuk tidak mencari pengobatan pertama ke
fasilitas kesehatan 3,39 kali dibandingkan ibu yang mempunyai sikap positif (Purwanto,
2004) dan Hendarwan (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara persepsi keseriusan penyakit dan pencarian pengobatan.
Dalam penelitian ini erat kaitannya dengan persepsi ibu mengenai diare dapat
menimbulkan kematian atau keseriusan penyakit akan tetapi diare juga dianggap hal atau
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
tanda- tanda yang wajar dalam tumbuh kembang Balita, sehingga ibu Balita perlu
mendapatkan pengetahuan tanda bahaya diare sehingga Balita mendapat pertolongan dari
fasilitas kesehatan ketika didapati beberapa gejala tanda bahaya diare. Peningkatan
pengetahuan ketika penyuluhan di harapkan dapat mengubah persepsi yang salah berkaitan
dengan diare, seorang ibu harus mengetahui saat yang tepat ketika anaknya harus dibawa
ke fasilitas kesehatan, sehingga anak mendapat pertolongan yang tepat.
9. Informasi
Hasil penelitian menunjukkan perilaku pencarian pengobatan pada responden yang
mendapat informasi adalah sebesar 25.8% sedangkan pada responden yang tidak mendaat
informasi adalah sebesar 33.3%. Secara statistik menunjukkan bahwa nilai p=0.694,
sehingga pada alpha 0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
perilaku pencarian pengobatan antara responden yang mendapat informasi dengan
responden yang tidak mendapat informasi. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=1.44,
artinya responden yang tidak mendapat informasi memiliki peluang 1.44 kali lebih tinggi
untuk melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dibandingkan
dengan responden yang mendapatkan informasi.
Freidson dalam Hendarwan (2003) mengamati bahwa ibu sebelum mencari
pengobatan fasilitas kesehatan umumnya meminta pertimbangan atau informasi mengenai
apa yang seharusnya mereka perbuat ketika menghadapi gejala penyakit tertentu. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Hendarwan (2003) yang menyatakan
hubungan yang bermakna antara informasi yang berkaitan dengan penyakit didapat dengan
perilaku pencarian pengobatan namun sejalan dengan penelitian Dewi (2013) dan
Ubaidillah menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara informasi atau anjuran
berobat dengan perilaku pencarian pengobatan.
Hal ini kemungkinan disebabkan pengambilan keputusan pengobatan tergantung
pada banyak faktor diantaranya
minimnya akses informasi
mengenai pengetahuan
penyakit yang didapat, pengambil keputusan ada dikepala keluarga, kemudahan akses
pelayanan kesehatan dan persepsi keseriusan penyakit, hal tersebut akan mempengaruhi
pencarian pengobatan diare pada Balita.
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
Informasi yang tepat dapat di peroleh dari kader maupun tenaga kesehatan oleh
karena itu perlu dilakukan peningkatan sumberdaya manusia baik kader maupun tenaga
kesehatan sehingga mampu melakukan promosi kesehatan yang maksimal di daerahnya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan faktor- faktor yang berhubungan
dengan pengobatan diare pada Balita yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Labuan
tahun 2014 maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Sebanyak 26 (26 %) responden yang melakukanpaktek
pertama ke fasilitas kesehatan dan 74 (74%)
pencarian pengobatan
responden
melakukan
praktekpencarian pengobatan pertama bukan ke fasilitas kesehatan.
2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor demografi (jenis kelamin
balita, usia ibu,pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga dan pengetahuan ibu
tentang diare)dengan praktek pencarian pengobatan Balita diare di wilayah kerja
Puskesmas Labuan tahun 2014.
3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor persepsi individu
(keseriusan penyakit) dengan praktek pencarian pengobatan Balita diare di wilayah
kerja Puskesmas Labuan tahun 2014.
4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor eksternal (informasi yang
didapat) dengan praktek pencarian pengobatan Balita diare di wilayah kerja
Puskesmas Labuan tahun 2014
5. Terdapat hubungan yang signifikan antara umur Balita p= 0,023 dan OR= 2.95
dengan praktek pencarian pengobatan Balita diare di wilayah kerja Puskesmas
Labuan tahun 2014.
Saran
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang
-
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap program promosi kesehatan
terkait dengan pencegahan dan penanggulangan diare pada kegiatan yang sudah
berjalan, sehingga diketahui sejauhmana efektifitas kegiatan yang dilaksanakan
dan perubahan perilaku dalam masyarakat.
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
-
Melakukan pelatihan tenaga SDM Kesehatan tenaga puskesmas mengenai
tatalaksana diare.
-
Memaksimalkan pelaksanaan bimbingan teknis (BINTEK) rutin kepada
pemegang program diare yang sudah berjalan di puskesmas.
-
Melakukan kerjasama dengan LSM Kesehatan dan CSR dengan perusahaan
swasta untuk menanggulangi masalah kesehatan.
Puskesmas Labuan
-
Perlu ditingkatkan Promosi Kesehatan kepada masyarakat mengenai penyakit
diare mengingat penyakit tersebut di sebabkan oleh perilaku dan lingkungan.
KIE mengenai persepsi penyakit diare juga perlu dilakukan mengingat masih
banyak ibu yang memiliki persepsi yang salah terhadap penyakit diare.
Penyampaian informasi dapat dilakukan baik melalui penyampaian langsung
saat berobat, melalui penyuluhan oleh kader posyandu serta melalui media
cetak misalnya dengan memasang poster di tempat yang strategis.
-
Mengaktifkan kembali kegiatan posyandu sebagai wadah peran serta
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan penyuluhan mengenai
masalah kesehatan.
Peneliti Lain
-
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan variabel yang
lebih bervariasi dengan jumlah sampel yang besar untuk mengetahui
hubunganantaravariabel dependen dengan variabel independen
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
Daftar Pustaka
Agtini,M D,(2011). Morbiditas dan Mortalilitas diare pada Balita di Indonesia Tahun 20002007.Buletin Jendela Data &Informasi Kesehatan
Ariawan,I, (1998). Besar dan Metode Sampel dalam Penelitian Kesehatan, Jurusan
Biostatistik dan Kependudukan. FKM UI Jakarta
Becker ,M.H. The Health Belief Model and Health Behavior,Carles B. Slack Inc New
Jersey,1974
Bilad, K I, (2013).Faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan
balita diare di kabupaten Jayawijaya tahun 2010.Program Sarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat UniversitasIndonesia : Depok
BPS et. Al, (2007). Laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007. Badan
Pusat Statistik : Jakarta
BPS et. al. (2012). Laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Badan
Pusat Statistik : Jakarta
Das, at al, (2013). Health Seeking for Childhood Diarrhea in Mirzapur, Rural Bangladesh
Am.J.Trop. Hyg.89 (Suppl 1), 2013
Depkes RI, (2009). Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare, Ditjen PP&PL. Jakarta
Dewi, Andham, (2013). Faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam
pencarian pengobatan pneumonia pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Pancoran
Mas Depok. Skripsi FKM UI. Jakarta
Dinas Kesehatan Pandeglang (2012). Profil Kesehatan Kabupaten Pandeglang Tahun
2012.Dinas Kesehatan Pandeglang
Dinas Kesehatan Pandeglang, (2013). Laporan
Kesehatan Pandeglang
Program P2 Diare tahun 2013. Dinas
Djaja et.al, (2002).Perilaku Pencarian Pengobatan Diare pada Balita Buletin Penelitian
kesehatan Vo1.30, No. 1,2002: 22
Hariyani, dkk, (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada Balita
Di wilayah kerja Puskesmas DTP Jamanis tahun 2010. Prosiding seminar nasional
FKM UNSIL. Tasikmalaya
Hendarwan Harimat, (2007). Faktor- faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan Imunisasai Dasar di Kabupaten Ketapang tahun 2007. Tesia
FKM UI Jakarta
KementrianKesehatan RI. (2010). RisetKesehatanDasar 2010. Jakarta
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
Kemenkes RI (2010). Monitoring dan Evaluasi Standar Pelayanan Minimal bidang
kesehatan tersedia di www.depkes.go.id di unduh 15 April 2014.
Kemenkes RI, (2011). Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data & Informasi
Kesehatan 2000
KementrianKesehatan RI, (2013). RisetKesehatanDasar 2013. Jakarta
Lameshow et al, (1991). Sample size determination in health studies. Tersedia di
http://apps.who.int/iris/handle/10665/40062 di akses 15 Mei 2014
Mansjoer et al, (2000). Modul Pelatihan tata laksana diare pada anak. Penerbit Buku
kedokteran EGC
Muhazam Fauzi, (1995).Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan. Penerbit Universitas
Indonesia (UI- Press) : Jakarta
Nasrin,et.al, (2013). Health Care seeking for Childhood Diarrhea in Developing Countries :
Evidence from Seven Sites in Africa and Asia Am.J Trop .Med Hyg 89 Suppl 2013 pp
3-12 doi:10.4269 /ajtmh 12-0749,Copyright 2013 by The American Sociaty of Tropical
Medicine and Hygiene
Notoatmodjo,Soekidjo, (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit PT Rineka
Cipta : Jakarta
Notoatmodjo,Soekidjo, (2010).Ilmu Perilaku Kesehatan. Penerbit PT Rineka Cipta : Jakarta
Purwanto, Heri, (2000). Hubungan perawatan ISPA oleh ibu dan faktor resiko dengan
penyakit pneumonia pada Balita di kecamatan Purbolinggo Skripsi FKM UI Jakarta
Sarafino,Edward P, (2006).Health Psychology Biopsychososial interactions.John Wiley &
Sons,INC
Ubaidilah, (2007).Faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam mencari
pengobatan diare di Kecamatan Sirah Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir
Tahun 2007.Tesis Program Sarjana FKM UI Depok.
UNICEF Indonesia. (2012).Ringkasan kajian kesehatan Ibu dan Anak ;Isu –isu penting
UNICEF.
UNICEF/WHO. (2009).Diarrhoea : Why Children are Still dying and what can be
done.UNICEF/WHO tersedia di http://www.unicef.org/media/files/final Diarrhoea
Report October 2009 Final.pdf. di akses 5 Maret 2014
WHO, (2009).Angka Diare di Dunia tersedia di www.who.intdalam diakses 25 April 2014
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
.
Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014
Download