Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktek Pencarian Pengobatan Balita Diare Di Labuan Kabupaten Pandeglang, 2014 Ratna Zulaeha, C.Endah Wuryaningsih Departemen Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas Indonesia Email :[email protected] Abstrak Penyakit diare merupakan masalah kesehatan, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kabupaten Pandeglang tahun 2014 sebesar 90 % . Balita yang menerima perawatan dari fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan angka tersebut belum memenuhi SPM penanganan diare pada Balita sebesar 100%. Penelitian bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek pencarian pengobatan Balita diare di wilayah kerja Puskesmas Labuan. Jenis penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi adalah Balitayang didiagnosa diare selama Januari – April 2014 diklinik MTBS Puskesmas Labuan dan sampel berjumlah 100 Balita. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner.Hasilanalisisbivariatmenunjukkanadahubungan yang signifikan antara umur Balita dengan praktek pencarian pengobatan p= 0.023 dan nilai OR= 2.95. Diharapkan kepada pihak Puskesmas Labuan untuk meningkatkan promosi kesehatan program pencegahan dan penanggulangan penyakit diare pada Balita sehingga dapat berpengaruh pada perubahan perilaku pencarian pengobatan diare pada Balita. Factors associated with the treatment of diarrhea inseeking Toddlers in Labuan Pandeglang 2014 Abstract Diarrheal disease is a public health problem because the morbidity and mortality are still high. Standart Minimal Services (SPM) Kabupaten Pandeglang tahun 2014 is 90 %. Toddlers who receive care from a health facility or health worker that number does not meet the SPM treatment of diarrhea in children under five by 100%. This study to determine the factors associated with treatment seeking practice of diarrhea in children under five at Puskesmas Labuan. Quantitative research with cross sectional design. The population were diagnosed Toddler with diarrhea during January-April 2014 in the clinic Labuan MTBS health center and totaled 100 Toddler. Data obtained from interviews using questionnaire. The results of the bivariate analysis showed no significant relationship between age Toddlers with treatment of diarrhea inseeking value of p = 0.023 and OR = 2.95.Labuan is expected to do health promotion programs to improve the prevention and control of diarrheal diseases in Toddlers that can affect the health seeking behavior of diarrhea in toddler. Keywords: Toddler, practice ,searchdiarrheatreatment Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 Pendahuluan Data dariUnited Nations Children's Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada Balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Data UNICEF memberitakan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare (WHO, 2009). Salah satu faktor yang mempengaruhi kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik dirumah maupun di sarana kesehatan serta masih kurangnya pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan (rumahsakit, puskesmas, puskesmas pembantu, dokter praktek dan bidan praktek) oleh masyarakat (Kemenkes 2011). Pola pengobatan dari Balita yang sakit diare dipengaruhi oleh keputusan ibu untuk membawa anaknya berobat ke pelayanan kesehatan atau memilih untuk tidak berobat.Pada kasus diare orangtua dapat melakukan pengobatan sendiri dengan memberikan oralit atau larutan gula garam.Selain alasan tersebut, persepsi ibu mengenai penyakit diare pada Balita dianggap bukan penyakit melainkan suatu hal biasa dalam perkembangan anak, banyak ibu memandang diare sebagai hal yang alami seperti tumbuh gigi, pertumbuhan badan dan bukan suatu penyakit (Helman dalam Djaja 2000). Insiden diare Balita di Indonesia adalah 6,7% (Riskesdas 2013) dan insiden propinsi Banten sebesar 8,0 % ,cakupan penemuan penderita diare pada tahun 2010 di Propinsi Banten baru mencapai 66,71% dari target Standar Pelayanan Minimal (SPM) nasional 100% (Kemenkes 2010). Capaian cakupan penemuan penderita diare di kabupaten Pandeglang sebesar 90 % pada tahun 2013 dan SPM penemuan penderita diare pada tahun 2013 di Puskesmas Labuan baru mencapai 76%. Masih rendahnya cakupan penemuan penderita diare di wilayah kerja puskesmas Labuan menyebabkan peneliti ingin mengetahui gambaran faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan diare pada Balita di wilayah kerja puskesmas Labuan kabupaten Pandeglang pada tahun 2014. Selain itu belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya terkait faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan diare pada Balita di wilayah kerja puskesmas Labuan. Tinjauan Teoritis Diare merupakan suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi tinja lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011).Secara klinis penyebab diare (disebabkan oleh dapat di kelompokkan dalam enam golongan besar yaitu infeksi bakteri,virus atau parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan di lapangan adalah diare akut yang di sebabkan oleh infeksi dan keracunan . Gejala Diare Awalnya seorang balita akan sering cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada nafsu makan, yang disertai dengan timbulnya diare. Keadaan kotoran (tinja) makin cair, kemungkinan mengandung darah atau lendir, yang berwarna menjadi kehijau-hijauan yang disebabkan karena bercampur dengan empedu anus dan sekitarnya menjadi lecet yang mengakibatkan tinja menjadi asam.Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare, bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit maka akan terjadi dehidrasi. Pada bayi disekitar ubun-ubun besar dan cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir menjadi kering (Mansjoer, 2000). Cara Penularan Kuman penyebab diare ditularkan melalui fecal-oral(penularan melalui anus dan juga mulut) antara lainmelalui makanan dan minuman yang tercemar tinja dan kontak langsung dengan tinja penderita (Depkes, 2009). Pencegahan Diare Pencegahan diare dapat dilakukan dengan memberikan ASI, memperbaiki makanan pendamping ASI, menggunakan air bersih yangcukup,mencuci tangan sebelum makan, menggunakan jamban, membuang tinja anak pada tempat yang tepat dan melakukan vaksinasi (Depkes, 2011). Pengobatan Diare Sebagai salah satu strategi pengendalian penyakit diare adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare). Lintas diare tersebut meliputi : 1) Berikan oralit Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut- turut Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menandatangani kebijakan bersama dalam hal pengobatan diare yaitu pemberian Oralit dan Zinc selam 10- 14 hari. Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 Zinc di berikan satu kali dalam sehari selama 10 hari berturut- turut hal ini di maksudkan untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kemungkinan berulangnya diare selama 2- 3 bulan ke depan dan membantu memperbaiki mucosa usus serta meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. 2) Teruskan ASI dan makan Bayi di bawah 6 bulan sebaiknya hanya mendapat ASI untuk mencegah diare dan meningkatkan sistem imunitas tubuh bayi. 3) Berikan nasehat pada ibu dan keluarga Berikan nasehat dan cek pemahaman ibu tentang cara pemberian oralit dan Zinc serta tanda- tanda untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak mengalamibuang air besar cair lebih sering, muntah berulang- ulang, mengalami rasa hausyang nyata, makan atau minum sedikit, demam, tinjanya berdarah, tidak membaik dalam 3 hari Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan merupakan respons seseorang terhadap rangsangan yang berkaitan sehat- sakit, penyakit dan faktor- faktor yang mempengaruhi kesehatan atau dengan kata lain perilaku kesehatan merupakan kegiatan seseorang yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain studi cross sectional.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan praktek ibu dalam pencarian pengobatan Balita diare di wilayah kerja puskesmas Labuan tahun 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu dengan Balita (0- 59 bulan) yang pernah menderita diare dalam 4 bulan terakhir dari bulan Januari – April 2014 dari data register klinik MTBS Puskesmas tercatat sebanyak 210 Balita. Sampel penelitian ini berjumlah 100 responden. Data tentang umur Balita, jenis kelamin Balita, umur ibu, pendidikan ibu pendapatan keluarga, pengetahuan ibu tentang diare, persepsi keseriusan penyakit dan informasi yang didapat dalam praktek pencarian pengobatan Balita diare didapatkan dengan cara wawancara menggunakan alat bantu kuesioner. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2014 selama 15 hari dilakukan oleh 2(dua) pengumpul data. Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 Hasil Penelitian Uji statistik yang digunakan untuk melihat hubungan kemaknaan dari variabel independen dengan variabel dependen menggunakan uji statistik chi square. Variabel yang diteliti dalam analisis univariat dan analisis bivariat dalam penelitian ini adalah umur Balita, jenis kelamin Balita, umur ibu, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, pengetahuan ibu tentang diare, persepsi keseriusan penyakit dan informasi yang didapat dalam praktek pencarian pengobatan Balita diare Tabel 1 Hasil Analisis Bivariat Pencarian Pengobatan Pertama No Variabel Kategori 1 Laki-laki Perempuan <2 tahun ≥ 2 tahun ≤ 26 tahun > 26 tahun Tinggi Rendah Tidak bekerja Bekerja Tinggi Rendah Baik 2 Jenis Kelamin Balita Usia Balita 3 Umur Ibu 4 Pendidikan Ibu 5 Pekerjaan Ibu 6 7 8 9 Pendapatan Keluarga Pengetahuan Ibu Keseriusan Penyakit Informasi yang didapat Kurang Serius Tidak serius Ada Tidak ada Praktek pencarian pengobatan 1 Faskes Non Faskes 9 37 17 37 16 26 10 48 15 37 11 37 1 3 25 71 17 57 Ju mla h P OR 46 54 42 58 52 48 4 96 74 0.2 53 0.0 23 0.6 49 1.0 00 0.3 00 0.53 9 23 3 12 17 59 15 37 26 82 18 49 0.3 88 0.8 21 0.51 14 24 2 25 1 37 70 4 72 2 51 96 4 97 3 0.6 49 1.0 00 1.46 2.95 0.73 1.06 0.56 1.17 1.44 Pembahasan Upaya pengobatan pada fasilitas kesehatan sangat mungkin dilakukan, karena di setiap desa terdapat tenaga kesehatan , tetapi hanya 26 (26 %) responden yang melakukan pencarian pengobatan pertama ke fasilitas kesehatan. Ada 74 (74%) responden memilih mengobati sendiri karena alasan mencoba untuk memberikan pertolongan pertama di rumah pada Balitanya yang menderita diare. Pada perilaku pencarian pengobatan kedua Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 responden yang melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas kesehatan adalah sebanyak 72 (97%) dan 2 (13%) responden melakukan pengobatan tradisional ke tukang urut/ pijat bayi dan pengobatan ketiga baru ke fasilitas kesehatan. Hal ini kemungkinan karena kepercayaan pengobatan yang sudah cukup baik sehingga sebagian besar responden cenderung ke fasilitas kesehatan pada pengobatan kedua yakni setelah pertolongan di rumah tidak ada hasilnya dan diare tidak sembuh baru di bawa ke fasilitas kesehatan. Upaya memberikan pertolongan sementara di rumah dilakukan dengan memberikan obat gosok seperti kayu putih, memberikan oralit dan tetap memberikan ASI pada Balita di bawah 2 tahun serta memberikan air minum sedikit tetapi sering. Terdapat beberapa responden yang mempunyai persepsi bahwa penyakit yang diderita anaknya adalah penyakit diare yang merupakan tanda- tanda wajar dalam tumbuh kembang balita dimana akan terjadi peningkatan kemampuan tumbuh kembang (anak akan semakin pintar, bisa duduk, melangkah, dll)( Sudarti 1988 dalam Djaja 2000). Alasan yang kedua adalah pencarian pengobatan dilakukan pada hari ke 2 (dua) atau hari ke 3 (tiga) dimana pertolongan pertama oleh ibu tidak berhasil atau jika ibu mengenali gejala sakitnya pada sore hari dan tidak dapat membawa anaknya langsung ke fasilitas kesehatan. Dalam hal ini perlu dilakukan upaya promosi kesehatan tatalaksana diare pada Balita di rumah secara benar, sehingga Balita yang menderita diare mendapat pertolongan yang tepat dan cepat. Pengaktifan kembali kegiatan posyandu yang berada di wilayah tersebut berperan penting dalam meningkatkan pengetahuan yang salah satunya berdampak terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan yang maksimal karena di beberapa tempat lain terbukti bahwa kegiatan posyandu dapat meningkatkan peran serta masyarakat yang berdampak pada penurunan angka morbiditas pada anak Balita. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi promosi kesehatan yang maksimal diharapkan dapat mengetahui sejauhmana efektifitas program dan hasil yang dicapai terkait perubahan perilaku di masyarakat. Pelatihan SDM kesehatan maupun pelaksanaan bimbingan teknis kepada pemegang pogram di puskesmas yang maksimal diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan diare serta pemanfaatan pelayanan fasilitas kesehatan oleh masyarakat. Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 Hubungan antara Variabel 1.Umur Balita Hasil penelitian menunjukkan responden yang memiliki balita usia ≥ 2 tahun adalah sebesar 17.2% sedangkan pada responden yang memiliki balita < 2 tahun adalah sebesar 39.0%. Secara statistik menunjukkan bahwa nilai p= 0.023, sehingga pada alpha 0.05 dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan perilaku pencarian pengobatan antara responden yang memiliki balita usia ≥ 2 tahun dengan responden yang memiliki balita usia < 2 tahun. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR= 2.95, artinya responden yang memiliki balita < 2 tahun memiliki peluang 2.95 kali lebih tinggi untuk melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden yang memiliki balita ≥ 2 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan SDKI 2007 menunjukan bahwa diare pada balita yang umurnya lebih muda (kurang dari 6 bulan) cenderung dibawa ke fasilitas atau tenaga kesehatan dibandingkan diare pada balita di kelompok umur yang lebih tua. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Djaja, dkk (2000) yang memperlihatkan proporsi balita umur 6-11 bulan yang mengalami diare lebih banyak dibawa ke Posyandu dibandingkan dengan kelompok umur balita lainnya yang lebih tua.Hal ini terjadi karena pada Balita yang lebih muda belum bisa makan dan minum sendiri semua masih tergantung ibu dan kekhawatiran ibu karena Balita lebih beresiko terhadap kekurangan cairan yang bisa menyebabkan kematian. Dalam hal ini perlu di lakukan edukasi tatalaksana pemberian oralit dan zinc serta tanda bahaya diare pada Balita dimana Balita mempunyai resiko yang sama terhadap kematian baik pada umur yang kelompok umur muda maupun yang lebih tua jika tidak dilakukan pengobatan yang tepat. 2. Jenis Kelamin Balita Hasil penelitian menunjukkan responden yang memiliki balita perempuan adalah sebesar 38.1% sedangkan pada responden yang memiliki balita laki-laki adalah sebesar 17.2%. Nilai p= 0.253, sehingga pada alpha 0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan perilaku pencarian pengobatan antara responden yang memiliki balita perempuan dengan responden yang memiliki balita laki-laki. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR= 0.53, artinya responden yang memiliki balita laki-laki memiliki Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 peluang 1.89 kali lebih tinggi untuk melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden yang memiliki balita perempuan. Hal ini bertolak belakang dengan hasil SDKI 2007 menyatakan balita laki- laki yang mengalami diare cenderung lebih banyak dibawa ke fasilitas kesehatan dibandingkan balita perempuan.diare. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Bilad (2013) di Kabupaten Jayawijaya bahwa tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin Balita dengan pencarian pengobatan diare dan di dukung oleh penelitian Das.et al (2010) di Bangladesh tahun 2010 yang menyatakan bahwa secara statistik jenis kelamin balita tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku pencarian pengobatan balita. Dalam hal ini ibu harus mempunyai pemahaman bahwa Balita laki-laki maupun perempuan mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pengobatan dari fasilitas kesehatan ketika menderita diare. 3.Umur Ibu Berdasarkan hasil penelitian, responden yang berumur ≤ 26 tahun adalah sebesar 28.8% sedangkan pada responden yang berumur > 26 tahun adalah sebesar 22.9%. Secara statistik menunjukkan bahwa nilai p= 0.649, sehingga pada alpha 0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan perilaku pencarian pengobatan antara responden yang berumur ≤ 26 tahun dengan responden yang berumur > 26 tahun. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR= 0.73, artinya responden yang berumur > 26 tahun memiliki peluang 1.37 kali lebih tinggi untuk melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden yang berumur ≤ 26 tahun. Umur merupakan salah satu variabel demografi yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, namun tidak serta merta berpengaruh langsung terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan, akan tetapi sebagai faktor pendorong untuk menimbulkan kemauan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan (Muhazam ,1995). Hasil penelitian Hendarwan (2003) menunjukkan secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan.antar hubungan umur dengan perilaku pencarian pengobatan diare pada Balita. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Purwanto (2004) yang menyatakan tidak ada hubungan antara umur responden dengan perilaku pencarian pengobatan. Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 Mengaktifkan kembali posyandu merupakan salah satu alternatif yang mudah untuk meningkatkan pengetahuan ibu mengenai diare, saling bertukar informasi maupun pengalaman dengan ibu yang lain ataupun penyuluhan oleh kader mengenai masalah kesehatan anak dapat memberikan pengaruh pada praktek pencarian pengobatan Balita diare. 4. Pendidikan Ibu Hasil penelitian menunjukkan pencarian pengobatan pada responden yang berpendidikan tinggi adalah sebesar 25.0% sedangkan pada responden yang berpendidikan rendah adalah sebesar 26.0%. Secara statistik menunjukkan bahwa nilai p= 1.000, sehingga pada alpha 0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan perilaku pencarian pengobatan antara responden yang berpendidikan tinggi dengan responden yang berpendidikan rendah. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR= 1.06, artinya responden yang berpendidikan rendah memiliki peluang 1.06 kali lebih tinggi untuk melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden yang berpendidikan tinggi. Tingkat pendidikan ibu dapat menentukan sikap untuk tindakannya menghadapi berbagai masalah kesehatan.Ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan yang lebih tinggi menjadikan anak dapat memperoleh kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik, perawatan dan kesadaran terhadap kesehatan anak dan keluarga. Dengan demikian diharapkan informasi khususnya tentang kesehatan dapat lebih mudah terima oleh keluarga (Djaja et.al, 2000) dan hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasrin et.al (2013) yang menyatakan bahwa berdasarkan analisis multivariat terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan perilaku pencarian pengobatan diare pada Balita (OR = 3,8 ; 95 %CI : 1,2 – 12). Hubungan asosiasi yang didapatkan dalam penelitian ini memperlihatkan hubungan asosiasi yang terbalik dimana ibu yang berpendidikan rendah lebih berpeluang dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi hal ini mungkin saja terjadi disebabkan distribusi tingkat pendidikan yang tidak merata. 5. Pekerjaan Ibu Hasil penelitianresponden yang bekerja adalah sebesar 34.6% sedangkan pada responden yang tidak bekerja adalah sebesar 23.0%. Secara statistik menunjukkan bahwa nilai p= 0.300, sehingga pada alpha 0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 yang signifikan perilaku pencarian pengobatan antara responden yang bekerja dengan responden yang tidak bekerja. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=0.56, artinya responden yang bekerja memiliki peluang (1/0.56) 1.79 kali lebih tinggi untuk melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja. Ibu- ibu yang bekerja di asumsikan memiliki informasi yang lebih baik dan pengetahuannya lebih luas mengenai kesehatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hendarwan (2003) dan Bilad (2013) yang menunjukkan ibu yang bekerja cenderung lebih banyak membawa Balitanya yang sakit diare ke fasilitas atau tenaga kesehatan namun secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan perilaku pencarian pengobatan. Banyaknya ibu yang tidak bekerja memungkinkan lebih mudah dalam meningkatkan peran serta mereka dalam kegiatan Posyandu sehingga mereka lebih mudah untuk mendapat informasi atau pengetahuan mengenai kesehatan dari kader posyandu maupun dari bidan desa. 6.Pendapatan Keluarga Hasil penelitian menunjukan responden yang memiliki pendapatan tinggi adalah sebesar 28.0% sedangkan pada responden yang memiliki pendapatan rendah adalah sebesar 16.7%. Secara statistik menunjukkan bahwa nilai p=0.388, sehingga pada alpha 0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan perilaku pencarian pengobatan antara responden yang memiliki pendapatan tinggi dengan responden yang memiliki pendapatan rendah. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=0.51, artinya responden yang memiliki pendapatan tinggi memiliki peluang (1/0.51) 1.96 kali lebih tinggi untuk melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden yang memiliki pendidikan rendah. Bagi mereka yang berpendapatan sangat rendah hanya dapat memenuhi kebutuhan berupa fasilitas kesehatan apa adanya sesuai dengan kemampan mereka. Apabila tingkat pendapatan baik maka fasilitas kesehatan mereka khususnya di dalam rumah akan terjamin misalnya penyediaan air bersih dan jamban sehat, rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 kebutuhan (BPS, 2005).Hal ini sejalan dengan penelitian Hendarwan (2003) dan Ubaidillah (2007) tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan perilaku pencarian pengobatan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena biaya pengobatan di pelayanan kesehatan sudah cukup terjangkau oleh masyarakat dan sebagian masyarakat besar mempunyai jaminan kesehatan. Keberadaan jaminan kesehatan diyakini mampu meningkatkan jangkauan mereka terhadap fasilitas kesehatan sehingga mampu menurunkan angka kesakitan di masyarakat. 7. Pengetahuan Ibu Hasil penelitian menunjukkan perilaku pencarian pengobatan pada responden yang memiliki pengetahuan baik adalah sebesar 27.5% sedangkan pada responden yang memiliki pengetahuan kurang adalah sebesar 24.5%. Secara statistik menunjukkan bahwa nilai p=0.821, sehingga pada alpha 0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan perilaku pencarian pengobatan antara responden yang memiliki pengetahuan baik dengan responden yang memiliki pengetahuan kurang. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=1.17, artinya responden yang memiliki pengetahuan kurang memiliki peluang1.17 kali lebih tinggi untuk melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.Pengetahuan merupakan hasil penginderaan yang dilakukan seseorang terhadap objek, baik melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan ataupun raba.Hal ini bertentangan dengan penelitian Ubaidillah (2007) bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencarian pengobatan.Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Dewi (2013) dan Hendarwan (2003) menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan perilaku pencarian pengobatan. Hal ini disebabkan pengetahuan bukan merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi perilaku (Green dalam Notoatmodjo 2003) dan Hariyani (2011) menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan terjadinya perubahan perilaku namun ada hubungan positif yang berkaitan dengan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi akibat efek kumulatif dari peningkatan kesadaran, nilai, keyakinan, kepercayaan dan intensi untuk berperilaku. Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan praktek pencarian pengobatan disebabkan karena pertanyaan pada variabel pengetahuan yang terdapat dalam kuesioner kurang mewakili atau kurang bervariasi sehingga setelah diuji secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan. Pengetahuan ibu dapat ditingkatkan melalui penyuluhan oleh kader di Posyandu, pemasangan poster kesehatan di tempat yang strategis sehingga pengetahuan mengenai kesehatan dapat meningkat yang akan berpengaruh pada praktek dan sikap seseorang ketika mendapatkan dirinya ataupun anggota keluarganya yang sakit. 8. Keseriusan Penyakit Hasil penelitian menunjukkanbahwa perilaku pencarian pengobatan pada responden yang memiliki persepsi serius adalah sebesar 25.5% sedangkan pada responden yang memiliki persepsi tidak serius adalah sebesar 33.3%. Secara statistik menunjukkan bahwa nilai p=0.649, sehingga pada alpha 0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan perilaku pencarian pengobatan antara responden yang memiliki persepsi serius dengan responden yang memiliki persepsi tidak serius. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=1.46, artinya responden yang memiliki persepsi tidak serius memiliki peluang 1.46 kali lebih tinggi untuk melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi serius. Persepsi keseriusan penyakit adalah penilaian individu mengenai seberapa serius penyakit tersebut. Jika seseorang semakin percaya bahwa dampak yang ditimbulkan sangat serius maka mereka akan merasa penyakit tersebut adalah sebuah ancaman maka mereka akan mengambil tindakan preventif (Sarafino, 2006). Hal penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Wulandari (2011) dimana persepsi yang negatif berpeluang melakukan perilaku yang salah dalam pengobatan diare. Dan penelitian Purwanti (2004) bahwa ibu yang memiliki persepsi keseriusan penyakit yang negatif mempunyai risiko untuk tidak mencari pengobatan pertama ke fasilitas kesehatan 3,39 kali dibandingkan ibu yang mempunyai sikap positif (Purwanto, 2004) dan Hendarwan (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara persepsi keseriusan penyakit dan pencarian pengobatan. Dalam penelitian ini erat kaitannya dengan persepsi ibu mengenai diare dapat menimbulkan kematian atau keseriusan penyakit akan tetapi diare juga dianggap hal atau Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 tanda- tanda yang wajar dalam tumbuh kembang Balita, sehingga ibu Balita perlu mendapatkan pengetahuan tanda bahaya diare sehingga Balita mendapat pertolongan dari fasilitas kesehatan ketika didapati beberapa gejala tanda bahaya diare. Peningkatan pengetahuan ketika penyuluhan di harapkan dapat mengubah persepsi yang salah berkaitan dengan diare, seorang ibu harus mengetahui saat yang tepat ketika anaknya harus dibawa ke fasilitas kesehatan, sehingga anak mendapat pertolongan yang tepat. 9. Informasi Hasil penelitian menunjukkan perilaku pencarian pengobatan pada responden yang mendapat informasi adalah sebesar 25.8% sedangkan pada responden yang tidak mendaat informasi adalah sebesar 33.3%. Secara statistik menunjukkan bahwa nilai p=0.694, sehingga pada alpha 0.05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan perilaku pencarian pengobatan antara responden yang mendapat informasi dengan responden yang tidak mendapat informasi. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=1.44, artinya responden yang tidak mendapat informasi memiliki peluang 1.44 kali lebih tinggi untuk melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden yang mendapatkan informasi. Freidson dalam Hendarwan (2003) mengamati bahwa ibu sebelum mencari pengobatan fasilitas kesehatan umumnya meminta pertimbangan atau informasi mengenai apa yang seharusnya mereka perbuat ketika menghadapi gejala penyakit tertentu. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Hendarwan (2003) yang menyatakan hubungan yang bermakna antara informasi yang berkaitan dengan penyakit didapat dengan perilaku pencarian pengobatan namun sejalan dengan penelitian Dewi (2013) dan Ubaidillah menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara informasi atau anjuran berobat dengan perilaku pencarian pengobatan. Hal ini kemungkinan disebabkan pengambilan keputusan pengobatan tergantung pada banyak faktor diantaranya minimnya akses informasi mengenai pengetahuan penyakit yang didapat, pengambil keputusan ada dikepala keluarga, kemudahan akses pelayanan kesehatan dan persepsi keseriusan penyakit, hal tersebut akan mempengaruhi pencarian pengobatan diare pada Balita. Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 Informasi yang tepat dapat di peroleh dari kader maupun tenaga kesehatan oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan sumberdaya manusia baik kader maupun tenaga kesehatan sehingga mampu melakukan promosi kesehatan yang maksimal di daerahnya. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan faktor- faktor yang berhubungan dengan pengobatan diare pada Balita yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Labuan tahun 2014 maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Sebanyak 26 (26 %) responden yang melakukanpaktek pertama ke fasilitas kesehatan dan 74 (74%) pencarian pengobatan responden melakukan praktekpencarian pengobatan pertama bukan ke fasilitas kesehatan. 2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor demografi (jenis kelamin balita, usia ibu,pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga dan pengetahuan ibu tentang diare)dengan praktek pencarian pengobatan Balita diare di wilayah kerja Puskesmas Labuan tahun 2014. 3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor persepsi individu (keseriusan penyakit) dengan praktek pencarian pengobatan Balita diare di wilayah kerja Puskesmas Labuan tahun 2014. 4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor eksternal (informasi yang didapat) dengan praktek pencarian pengobatan Balita diare di wilayah kerja Puskesmas Labuan tahun 2014 5. Terdapat hubungan yang signifikan antara umur Balita p= 0,023 dan OR= 2.95 dengan praktek pencarian pengobatan Balita diare di wilayah kerja Puskesmas Labuan tahun 2014. Saran 1. Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang - Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap program promosi kesehatan terkait dengan pencegahan dan penanggulangan diare pada kegiatan yang sudah berjalan, sehingga diketahui sejauhmana efektifitas kegiatan yang dilaksanakan dan perubahan perilaku dalam masyarakat. Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 - Melakukan pelatihan tenaga SDM Kesehatan tenaga puskesmas mengenai tatalaksana diare. - Memaksimalkan pelaksanaan bimbingan teknis (BINTEK) rutin kepada pemegang program diare yang sudah berjalan di puskesmas. - Melakukan kerjasama dengan LSM Kesehatan dan CSR dengan perusahaan swasta untuk menanggulangi masalah kesehatan. Puskesmas Labuan - Perlu ditingkatkan Promosi Kesehatan kepada masyarakat mengenai penyakit diare mengingat penyakit tersebut di sebabkan oleh perilaku dan lingkungan. KIE mengenai persepsi penyakit diare juga perlu dilakukan mengingat masih banyak ibu yang memiliki persepsi yang salah terhadap penyakit diare. Penyampaian informasi dapat dilakukan baik melalui penyampaian langsung saat berobat, melalui penyuluhan oleh kader posyandu serta melalui media cetak misalnya dengan memasang poster di tempat yang strategis. - Mengaktifkan kembali kegiatan posyandu sebagai wadah peran serta masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan penyuluhan mengenai masalah kesehatan. Peneliti Lain - Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan variabel yang lebih bervariasi dengan jumlah sampel yang besar untuk mengetahui hubunganantaravariabel dependen dengan variabel independen Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 Daftar Pustaka Agtini,M D,(2011). Morbiditas dan Mortalilitas diare pada Balita di Indonesia Tahun 20002007.Buletin Jendela Data &Informasi Kesehatan Ariawan,I, (1998). Besar dan Metode Sampel dalam Penelitian Kesehatan, Jurusan Biostatistik dan Kependudukan. FKM UI Jakarta Becker ,M.H. The Health Belief Model and Health Behavior,Carles B. Slack Inc New Jersey,1974 Bilad, K I, (2013).Faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan balita diare di kabupaten Jayawijaya tahun 2010.Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat UniversitasIndonesia : Depok BPS et. Al, (2007). Laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007. Badan Pusat Statistik : Jakarta BPS et. al. (2012). Laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Badan Pusat Statistik : Jakarta Das, at al, (2013). Health Seeking for Childhood Diarrhea in Mirzapur, Rural Bangladesh Am.J.Trop. Hyg.89 (Suppl 1), 2013 Depkes RI, (2009). Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare, Ditjen PP&PL. Jakarta Dewi, Andham, (2013). Faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pencarian pengobatan pneumonia pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas Depok. Skripsi FKM UI. Jakarta Dinas Kesehatan Pandeglang (2012). Profil Kesehatan Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.Dinas Kesehatan Pandeglang Dinas Kesehatan Pandeglang, (2013). Laporan Kesehatan Pandeglang Program P2 Diare tahun 2013. Dinas Djaja et.al, (2002).Perilaku Pencarian Pengobatan Diare pada Balita Buletin Penelitian kesehatan Vo1.30, No. 1,2002: 22 Hariyani, dkk, (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada Balita Di wilayah kerja Puskesmas DTP Jamanis tahun 2010. Prosiding seminar nasional FKM UNSIL. Tasikmalaya Hendarwan Harimat, (2007). Faktor- faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Imunisasai Dasar di Kabupaten Ketapang tahun 2007. Tesia FKM UI Jakarta KementrianKesehatan RI. (2010). RisetKesehatanDasar 2010. Jakarta Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 Kemenkes RI (2010). Monitoring dan Evaluasi Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan tersedia di www.depkes.go.id di unduh 15 April 2014. Kemenkes RI, (2011). Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan 2000 KementrianKesehatan RI, (2013). RisetKesehatanDasar 2013. Jakarta Lameshow et al, (1991). Sample size determination in health studies. Tersedia di http://apps.who.int/iris/handle/10665/40062 di akses 15 Mei 2014 Mansjoer et al, (2000). Modul Pelatihan tata laksana diare pada anak. Penerbit Buku kedokteran EGC Muhazam Fauzi, (1995).Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan. Penerbit Universitas Indonesia (UI- Press) : Jakarta Nasrin,et.al, (2013). Health Care seeking for Childhood Diarrhea in Developing Countries : Evidence from Seven Sites in Africa and Asia Am.J Trop .Med Hyg 89 Suppl 2013 pp 3-12 doi:10.4269 /ajtmh 12-0749,Copyright 2013 by The American Sociaty of Tropical Medicine and Hygiene Notoatmodjo,Soekidjo, (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit PT Rineka Cipta : Jakarta Notoatmodjo,Soekidjo, (2010).Ilmu Perilaku Kesehatan. Penerbit PT Rineka Cipta : Jakarta Purwanto, Heri, (2000). Hubungan perawatan ISPA oleh ibu dan faktor resiko dengan penyakit pneumonia pada Balita di kecamatan Purbolinggo Skripsi FKM UI Jakarta Sarafino,Edward P, (2006).Health Psychology Biopsychososial interactions.John Wiley & Sons,INC Ubaidilah, (2007).Faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam mencari pengobatan diare di Kecamatan Sirah Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2007.Tesis Program Sarjana FKM UI Depok. UNICEF Indonesia. (2012).Ringkasan kajian kesehatan Ibu dan Anak ;Isu –isu penting UNICEF. UNICEF/WHO. (2009).Diarrhoea : Why Children are Still dying and what can be done.UNICEF/WHO tersedia di http://www.unicef.org/media/files/final Diarrhoea Report October 2009 Final.pdf. di akses 5 Maret 2014 WHO, (2009).Angka Diare di Dunia tersedia di www.who.intdalam diakses 25 April 2014 Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014 . Faktor-faktor..., Ratna Zulaeha, FKM UI, 2014