LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Ny.P Umur : 53 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Bangsa/suku : Makassar Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Jl. Veteran Lr.45 16A Tanggal Pemeriksaan : 13 Februari 2013 ANAMNESIS Keluhan utama : Sakit kepala Anamnesis Terpimpin : Sakit kepala dirasakan seak kemarin pagi, rasa tegang pada leher (+), batuk (-), Mual (+), Muntah (-), nyeri perut (-),BAB : Biasa, BAK : Lancar Riw. Penyakit Sebelumnya : Riw. Hipertensi (+) sejak beberapa tahun yang lalu dan tidak berobat teratur Riw. Merokok (-) Riw. Hiperkolesterol/ Hiperlipidemia (-) Riw. Diabetes Melitus (-) Riw. Penyakit Jantung (-) Riw. Penyakit Keluarga : Riw. Hipertensi (+) Bapak Riw. Hiperkolesterol/ Hiperlipidemia (-) Riw. Diabetes Melitus (-) Riw. Penyakit Jantung (-) Faktor-faktor Risiko lainnya : Pola makan : Pola makan rendah lemak tetapi asupan garam tidak pernah dibatasi. Stress : Pasien sering mengalaminya Olahraga : Tidak teratur. PEMERIKSAAN FISIS Tinggi Badan : 158 cm Berat Badan : 50 kg Tanda Vital : Tekanan Darah : 160/100 mmHg Nadi : 100 x/menit Pernapasan : 24 x/menit Suhu : 36,5 oC Kepala: Ekspresi : biasa Simetris muka: simetris ki=ka Rambut : Hitam, sulit dicabut Mata : Eksoptalmus/ enoptalmus : (-) Gerakan: Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan Kelopak mata : dalam batas normal Konjungtiva : anemi (-) Kornea : jernih Sklera : ikterus (-) Pupil : isokor2,5mm Telinga : Tophi : (-) Pendengaran : (-) Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-) Hidung Perdarahan : (-) Sekret : (-) Mulut Bibir : kering (-) Tonsil : hiperemis (-) Gigi geligi : karies (-) Farings : Hiperemis (-) Gusi : perdarahan (-) Lidah : Kotor (-) Leher Kelenjar getah bening : MT (-), NT (-) Kelenjar gondok : MT (-), NT (-) DVS : R-2 cmH2O Pembuluh darah :- Kaku kuduk : (-) Tumor : (-) Dada Inspeksi : simetris ki=ka Bentuk : normochest Pembuluh darah : Bruit (-) Buah dada : tidak ada kelainan Sela iga : tidak ada pelebaran Depan Rh -/ wh/WhRh-/ wh Rh-/Wh/Wh- Belakang Rh- Rh -/ wh/Wh- Rh- /WhRh-/Wh/Wh- Rh- Thorax Palpasi : Fremitus Raba Nyeri tekan Perkusi Rh- : Paru kiri : ki=ka : (-) : sonor Rh- Paru kanan : sonor Batas paru hepar : ICS VI dextra anterior Batas paru belakang kanan : V Th IX dextra posterior Batas paru belakang kiri : V Th X sinistra posterior Auskultasi : Bunyi pernapasan Bunyi tambahan : vesikuler : Rh -/-/-/- Cor Inspeksi : ictus kordis tidak tampak Palpasi : ictus cordis tidak teraba Perkusi : pekak, batas jantung kesan normal Auskultasi : BJ I/II murni regular Bunyi tambahan : bising (-) Abdomen Inspeksi : datar, ikut gerak napas Palpasi : MT (-), NT (-) daerah epigastrium Hati : tidak teraba Limpa : tidak teraba Ginjal : ballottement (-) Lain-lain : - Perkusi : Timpani Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal Alat Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan Anus dan rectum : tidak dilakukan pemeriksaan Punggung : skoliosis (-), kifosis (-) Palpasi : MT (-), NT (-) Nyeri ketok : (-) Auskultasi : Rh -/-/- Wh -/- Wh -/- -/ Ekstremitas Edema : -/- Kulit : peteki (-) PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak dilakukan DIAGNOSIS HIPERTENSI GRADE 1 PENATALAKSANAAN Pengobatan Farmakologi : Captopril 25 mg 2x1 Pengobatan nonfarmakologi, berupa saran-saran kepada pasien antara lain : 1. Mengurangi asupan garam pada setiap makanan. 2. Membiasakan diri untuk beristirahat secara teratur 3. Membiasakan diri untuk tenang dan tidak memikirkan hal-hal negatif 4. Kontrol tekanan darah bila ada keluhan atau tiap bulan. HASIL KUNJUNGAN RUMAH Tujuan dilakukannya kunjungan rumah ialah untuk mengetahui lingkungan tempat tinggal pasien dan menelusuri apakah ada anggota keluarga lainnya yang meiliki penyakit atau keluhan yang sam, juga untuk menilai pola psikososial pasien. Profil Keluarga : Pasien adalah seorang ibu yang tinggal bersama suaminya dan seorang anaknya yang masih berumur 30 Tahun. Pasien juga tinggal dengan menantunya dan 2 orang cucunya berumur 3 tahun dan 1 tahun. Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga Pekerjaan sehari-hari pasien adalah seorang Ibu Rumah Tangga. Pasien ini tinggal dirumah pribadi yang telah dihuni selama +20 Tahun. Suaminya bekerja sebagai pegawai di Fakultas Teknik UMI. Rumah pasien dalam kondisi baik dan cukup luas. Rumah inti terdiri dari 3 kamar dan 1 kamar mandi. Ventilasi di rumah baik, sirkulasi udara baik . Peralatan rumah tangga lengkap, dan terdapat 2 buah kendaraan bermotor berupa 1 mobil dan 1 sepeda motor. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit hipertensi dialami oleh bapak si pasien yang sudah lama meninggal dunia, namun riwayat penyakit lainnya yang berhubungan dengan hipertensi tidak ada (sesuai diatas). Pola Konsumsi Makanan Keluarga Pola konsumsi keluarga tersebut cukup baik sesuai dengan kebutuhan asupan gizi. Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota Keluarga Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota keluarga yang lainnya, baik yang tinggal didalam rumah maupun yang tidak. Lingkungan Lingkungan pemukiman keluarga bersih dan tertata dengan baik. Sampah tersimpan pada tempatnya demikian juga dengan tata letak peralatan dan perlengkapan rumah. FOTO KEADAAN RUMAH PASIEN DISKUSI Pasien datang ke Polikilinik Umum Rs.IbnuSina dengan keluhan utama sakit kepala yang disertai rasa tegang pada leher dan dialami sejak kemarin pagi. Pasien sering mendatangi Poliklinik apabila ada keluhan. Pasien juga pernah berobat ke dokter spesialis dengan keluhan yang sama beberapa kali.Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis pertama kali di Poliklinik, maka pasien di diagnosa Hipertensi grade 1. Setelah melakukan kunjungan rumah dan dilakukan anamnesis serta pemeriksaan fisis untuk kedua kalinya, didapatkan keluhan pasien menetap dan tekanan darah masih diatas batas normal. Dari anamnesis didapatkan pula bahwa pasien tidak memiliki riwayat penyakit lainnya yang berhubungan dengan hipertensi. Tetapi pasien memiliki riwayat keluarga hipertensi, yaitu bapak pasien. DEFINISI Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran darah. Faktor gizi yang sangat berhubungan dengan terjadinya hipertensi melalui beberapa mekanisme. Aterosklerosis merupakan penyebab utama terjadinya hipertensi yang berhubungan dengan diet seseorang, walaupun faktor usia juga berperan, karena pada usia lanjut (usila) pembuluh darah cenderung menjadi kaku dan elastisitasnya berkurang. . Berdasarkan JNC 7, hipertensi diklasifikasikan sebagai berikut; Klasifikasi TDS (mmHg) TDD (mmHg) Tekanan Darah Normal < 120 dan < 80 Prahipertensi 120 - 139 atau 80 – 89 Hipertensi derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99 atau ≥ 100 Hipertensi derajat 2 ≥ 160 EPIDEMIOLOGI Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan main meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan juga akan bertambah, dimana baik hipetensi sistolik maupun kombinasi dari hipertensi sistolik dan diastolic sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun. ETIOPATOGENESIS Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu primer dan sekunder. Hipertensi primer (hipertensi esensial) artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90% pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini. Golongan kedua adalah hipertensi sekunder yang penyebabnya boleh dikatakan telah pasti, misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah. Etiologi pasti dari hipertensi esensial belum diketahui tapi banyak penelitian yang mencoba menelusuri patofisiologi hipertensi. Diantara yang berkembang, membagi 3 etiologi mayor dari hipertensi esensial, yaitu : 1. Predisposisi poligenetis Predisposisi secara genetis terbukti dengan ditemukannya perubahan yang berbeda secara ras, etnis dan bangsa, riwayat keluarga (familiar). Perbedaan yang dibawa secara genetis sehingga menderita hipertensi esensial, meliputi kepekaan (sensitivitas) terhadap konsumsi garam, abnormalitas transportasi natrium kalium, respon SSP terhadap stimulasi psikososial, respon pressor dan trofik neurohormonal (angiotensin II, katekolamin, tromboksan, kalsium), fungsi barostat renal. Predisposisi genetis kecil pengaruhnya terhadap tekanan darah tapi dapat manifest sehingga tekanan darah jadi tinggi karena pengaruh lingkungan. 2. Faktor lingkungan Ada 3 faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap predisposisi genetis sehingga terjadi hipertensi esensial, yaitu : factor konsumsi garam, psikososial dan nutrisi (kalori tinggi). Faktor psikososial melalui SSP dan pressor – tropic neurohormonal berpengaruh pada jantung dan pembuluh darah. Faktor psikososial meliputi kebiasaan hidup, stress mental, aktifitas fisik dan status sosial ekonomi. 3. Adaptasi struktural jantung dan pembuluh darah Tekanan darah yang tinggi merupakan bentuk stimulasi fisika mekanik, sehingga jantung dan pembuluh darah akan adaptasi secara structural. Pada jantung, terjadi hipertrofi dan hyperplasia miosit. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. 6,7 Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.7 Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.7 ANGIOTENSINOGEN ↓ RENIN ANGIOTENSIN I ↓ ACE ANGIOTENSIN II TROPHIE VASOCONSTRIKSI RETENSI GARAM SYMPHATETIC EFFECT ↓ DAN AIR VASODILATORS STIMULATION ↓ DIURETIC ↓ β BLOCKERS BLOOD PRESSURE VASCULAR HYPERTROFI THE VISION CIRCLE FASE HIPERTENSI 1. Fase hipertensi dini Merupakan fase peningkatan tekanan darah tahap awal, dimana terdapat peningkatan curah jantung yang besar, sedangkan resistensi perifer masih dalam batas normal. Secara klinis ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistolik dan denyut jantung sehingga dikatakan sebagai hipertensi hiperkinetik atau hiperdinamik. Peningkatan curah jantung berkisar 10-15% dari normal. Ciri-ciri hipertensi hiperkinetik atau hiperdinamik berupa : Curah jantung yang besar kadar norepineprin yang meningkat. Ditemui pada populasi dewasa muda Didapatkan pada populasi yang mempunyai riwayat orang tua menderita hipertensi. Usia relative muda, berkisar 18-42 tahun, rentang usia produktif. Meningkatnya curah jantung dan denyut jantung pada hipertensi hiperkinetik sebab hiperaktifitas saraf simpatis terbukti dari tingginya kadar hormon norepinefrin dalam plasma. Hal ini diduga berkaitan dengan kinerja kerja yang tinggi, stress dan factor emosional. 2. Fase hipertensi menetap Hipertensi dini dengan sebab curah jantung yang tinggi, bila terus berlanjut terjadi hiperperfusi ke seluruh jaringan tubuh. Hal ini menstimulir vasokonstriksi pembuluh darah arteriol, yang bertujuan melindungi organ tubuh dari hiperperfusi dan tekanan darah sistemik yang tinggi. Vasokonstriksi pembuluh darah arteriol menaikkan resistensi perifer, sehingga tekanan darah diastolik meningkat. Pada kondisi dimana ditemukan tekanan darah diastolik sudah meningkat, secara klinis hal ini dipakai sebagai tanda bahwa hipertensi sudah berlangsung lama, disebut hipertensi menetap (established or chronic hypertension). Vasokonstriksi pembuluh darah arteriole mengakibatkan volume sirkulasi berkurang, sehingga pada fase hipertensi menetap curah jantung kembali normal atau sedikit berkurang. Resistensi perifer yang tinggi memaksa jantung untuk berkontraksi lebih kuat supaya darah tetap dapat sampai ke jaringan. Jika faktor inotropik miokard masih baik maka tekanan darah sistol akan bertambah tinggi lagi sebagai respon terhadap beban akhir (afterload) yang meningkat. PENANGANAN HIPERTENSI Bila tekanan darah tetap tinggi selama 3-6 bulan dengan intervensi nonfarmakologi, maka terapi dengan obat-obatan telah dapat dimulai (WHO-ISH 1999). Pengobatan nonfarmakologi merupakan terapi definitif dan prioritas utama karena telah terbukti dapat menurunkan tekanan darah, mengurangi dosis dan jenis obat antihipertensi yang dipakai. Terapi nonfarmakologi meliputi pengurangan konsumsi garam, lemak, stop merokok, alkohol, kafein, disertai dengan olahraga yang teratur.2 Hindari pemakaian obat-obat yang menaikkan tekanan darah, seperti :2 a. Preparat kortikosteroid (prednisone, deksametason) b. Hormon-kontrasepsi (estrogen-progesteron, bromokriptin mesilat) c. Obat flu dan analgesic yang mengandung kafein dan fenileprin hidroklorida d. Vitamin-mineral yang mengandung kalsium dosis tinggi. e. Obat rematik non-steroid, seperti fenilbutazon, indometasin, dan nafroxen sangat kuat menaikkan tekanan darah. Piroksikam, aspirin, ibuprofen relative aman, efeknya meningkatkan tekanan darah dapat diabaikan. Jika modifikasi gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah ke tingkat yang diinginkan, terapi farmakologis harus diberikan. Pemilihan terapi antihipertensi berdasar pada patofisiologi, hemodinamik, kerusakan organ akhir, adanya penyakit penyerta, demografik, efek samping obat dan kualitas hidup, biaya pengobatan. Penggunaan obat anti hipertensi terbaru dari golongan Angiotensin II Receptor Blocker (ARB), semisal telmisartan dan irbesartan, juga perlu dipertimbangkan untuk menangani kasus hipertensi. Sangat baik terutama bila dikombinasikan dengan golongan diuretic (HCT). Penelitian di Switzerland (2006) menunjukkan bahwa penggunaan irbesartan mampu meningkatkan usia harapan hidup, mengurangi angka kejadian gagal ginjal dan menghemat biaya pengobatan. Target penurunan tekanan darah yaitu di bawah 140/90 untuk pasien tanpa komplikasi dan dibawah 130/80 untuk pasien yang menderita diabetes atau kelainan ginjal.4,5,9 EVALUASI HIPERTENSI Evaluasi pada pasien hipetensi bertujuan untuk : 1. Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya atau 2. Menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan menentukan pengobatan. 3. Mencari penyebab kenaikan darah 4. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskuler.. Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien , riwayat penyakit dahulu, dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis meliputi : 1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah 2. Indikasi adanya hipertensi sekuder : a.) Keluarga dengan penyakit ginjal (ginjal polikistik). b.) Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat-obat analgesik, dan obat lain. c.) Episoda berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma) d.) Episoda lemah otot dan tetani (aldosteronisme). 3. Faktor-faktor risiko : a.) Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien. b.) Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya. c.) Riwayat diabetes melitus pada pasien dan keluarganya. d.) Kebiasan merokok e.) Pola makan f.) Kegemukan, intensistas olah raga g.) Kepribadian 4. Gejala kerusakan organ : a.) Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, defisit sensoris dan motorik. b.) Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki. c.) Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri d.) Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten. e.) Pengobatan antihipetensi sebelumnya f.) Faktor-faktor pribadi , keluarga dan lingkungan. Pengukuran tekanan darah : 1. Pengukuran rutin di kamar periksa 2. Pengukuran sendiri oleh pasien 3. Pengukuran 24 jam (ABPM) Pemeriksaan fisis selain memeriksa tekanan darah, juga untuk evaluasi adanya penyakit penyerta , kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder. Evaluasi pasien hpertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya penyakit penyerta sistemik, yaitu : 1. Aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak) 2. Diabetes (pemeriksaan gula darah) 3. Fungsi ginjal (pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, laju filtrasi glomerulus) PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah : 1. Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (diabetes, gagal ginjal proteinuria) < 130/90 mmHg. 2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. 3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria. Selain pengobatan hipertensi , pengobatan terhadap faktor risiko atau kondisi penyerta lainnya seperti diabetes melitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi.. Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi non farmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya.. Terapi nonfarmakologis terdiri dari : 1. Menghentikan merokok 2. Menurunkan berat badan berlebih 3. Menurunkan konsumsi alkohol berlebih 4. Latihan fisik 5. Menurunkan asupan garam 6. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak. Terapi farmakologis, jenis-jenis obat yang dianjurkan JNC 7 : 1. Diuretika, terutama Thiazide atau Aldosterone Antagonist 2. Beta Blocker (BB) 3. Calcium Channel Blocker (CCB) 4. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) 5. Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) Klasifikasi Kelompok A Kelompok B Tekanan Darah ( tidak ada faktor (minimal 1 faktor ( Kerusakan organ risiko & kerusakan risiko, Kelompok C tidak target, atau diabetes, organ target) termasuk diabetes) Prehipertensi Terapi non Terapi (120-139/80-89) farmakologis farmakologis Hipertensi Derajat 1 Terapi Terapi (140-159/90-99) nonfarmakologis nonfarmakologis (sampai 12 bulan) (sampai 6 bulan) Hipertensi Derajat 2 Terapi Terapi farmakologis (≥160/≥100) farmakologis ada faktor risiko ) non Terapi farmakologis Terapi farmakologis Terapi farmakologis PEMANTAUAN Pasien yang telah mulai mendapatkan pengobatan harus datang kembali untuk evaluasi lanjutan dan pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Strategi untuk meningkatkan kepatuhan pada pengobatan : 1. Empati dokter untuk meningkatkan kepercayaan, omtivasi dan kepatuhan pasien 2,. Dokter harus mempertimbangkan latar belakng budaya , kepercayaan pasien serta sikap pasien terhadap pengobatan. Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup. Penghentian pengobatan cepat atau lambat akan diikuti dengan naiknya tekanan darah sampai seperti sebelum dimulai pengobatan antihipertensi. Walaupun demikian, ada kemungkinan untuk menurunkan dosis dan jumlah obat anti hipetensi secara bertahap bagi pasien yang diagnosis hipertensinya sudah pasti serta tetap patuh terhadap pengobatan nonfarmakologis. DAFTAR PUSTAKA 1. Parker, Sharma.General Medicine,2nd Ed. Mosby. Oxford. 2005 2. Kaligis RWM, Kalim H, Yusak M,eds. Diagnosis dan Tatalaksana Hipertensi,Sindrom Koroner Akut dan Gagal Jantung. Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta. 2001 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2004 4. Seminar Ilmiah Nasional Kedokteran. Update Management of Hypertension. Jogjakarta. 2008 5. C.Ram. Angiotensin receptor blockers and diuretics as combination therapy: clinical implications . Am J Hypertens 2003:17:277-280 6. Kaplan MN. New Issue in the Treatment of Isolated Systolic Hypertension. Circulation 2000:102:1079-1081. 7. Astawan, Made. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Bogor. 2008 8. Julius, Stevo. Trials of antihypertensive treatment—new agenda for the millennium. Am J Hypertens 2007 :13 : 11S–17S. 9. Daniel. Manajemen Hipertensi dengan Hambat Reseptor Angiotensin. Majalah Farmacia 2008:7:32.