6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai (Glycine max (L.) Merr

advertisement
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kedelai (Glycine max (L.) Merr.)
Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman pangan berupa semak
yang tumbuh tegak dan merupakan tanaman semusim. Kedelai berasal dari daerah
Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, kedelai sudahdibudidayakan mulai abad
ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke
Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang
(Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika (Suhartono et al.,
2008).
2.1.1 Klasifikasi Kedelai
Kedelai awalnya dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja
dan Soja max (Irwan, 2006). Klasifikasi tanaman kedelai berdasarkan sistem
Cronquist, (1981) sebagai berikut :
Divisio
: Magnoliophyta
Classis
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Familia
: Fabaceae
Genus
: Glycine
Species
: Glycine max (L.) Merr.
6
Pengaruh Frekuensi Penyiangan..., Ferawati Adzanni, FKIP, UMP, 2016
7
2.1.2 Morfologi tanaman kedelai
Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan
merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh
komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga
pertumbuhannya bisa optimal (Irwan, 2006).
Bunga pada kedelai terletak di ketiak, ada juga yang terletak di terminal.
Tangkai bunga pendek dan berukuran kecil. Bracteola terdiri dari 2 helai.
Memiliki kelopak bunga berukuran kecil berkisar 5-7 mm, berbentuk panjang dan
berbulu. Bulu - bulu halus hampir setengah dari permukaan tangkai. Daun
mahkota berwarna putih atau ungu dengan dasar mahkota bunga kedelai terlihat
samar - samar, benang sari mudah memisah atau rontok dan tandan bunganya
tidak bertangkai. Bentuk daun pada bunga agak panjang, persistent, dan tangkai
berukuran 2-3 mm. Memiliki kepala putik yang sempurna/lengkap dengan tangkai
putik pendek. Polong kedelai berbentuk lonjong atau linear, terbentuk pada
tangkai saat kelopak bunga layu, memiliki sekat membran diantara 2-4 bijinya.
Panjang polong berukuran 3 - 4 cm dan lebarnya 8-12 mm, berisi 1-4 biji. Polong
kebanyakan sedikit bengkok. Bakal buah kedelai padat berbulu, berukuran 6-7
mm. Batang angular tertutup oleh rambut dan panjang rachis 5
- 19 cm
(termasuk 5-17 cm tangkai daun), pada kedua permukaan berbulu panjang.
(Backer, dan van den Brink, 1963)
Pengaruh Frekuensi Penyiangan..., Ferawati Adzanni, FKIP, UMP, 2016
8
2.1.3 Varietas kedelai
Dalam bidang pertanian varietas diartikan sebagai sekumpulan individu
tanaman yang dapat dibedakan oleh setiap sifat (morfologi, fisiologi, sitologi,
kimia, dll.) yang nyata untuk usaha pertanian dan bila diproduksi kembali akan
menunjukan sifat yang dapat dibedakan dari yang lainnya (Sutopo, 1998). Proses
pembentukan varietas kedelai unggul dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu
introduksi, seleksi galur, dan persilangan varietas atau galur yang sudah ada.
Tujuan pembentukan varietas unggul kedelai ini yaitu untuk meningkatkan
produktivitas kedelai (Irwan, 2006). Varietas-varietas kedelai yang dianjurkan
mempunyai kriteria-kriteria tertentu, misalnya umur panen pendek, produksi per
hektar tinggi, daya tahan terhadap hama dan penyakit tinggi. Menurut Rahajeng
dan Adie (2013), umur kedelai di Indonesia dikelompokkan menjadi sangat
genjah(<70 hari), genjah (70–79 hari), sedang (80–85hari), dalam (86–90 hari),
dan sangat dalam (>90 hari). Beberapa contoh varietas unggul kedelai antara lain
Anjasmoro, Mahameru, Sinabung, Tanggamus, dan Wilis yang merupakan
kedelai berumur dalam karena umur masak kedelai berkisar 86-90 hari. Berikut
deskripsi kelima varietas unggul tersebut (Suhartina, 2005) :
Varietas Anjasmoro, dilepas pada tahun 2001, dengan produktivitas 2,032,25 ton/ha.Memiliki warna ungu pada hipokotil, epikotil dan bunganya. Bentuk
daun oval dan berwarna hijau dengan ukuran yang lebar, bulu berwarna putih,
warna kulit biji kuning, warna polong masak coklat muda, dan warna hilum
kuning kecoklatan. Tipe tumbuh determinitdengan tinggi tanaman 64-68
cm.Umur berbunga 35,7-39,4 hari, umur polong masak 82,5-92,5 hari dan tidak
Pengaruh Frekuensi Penyiangan..., Ferawati Adzanni, FKIP, UMP, 2016
9
mudah pecah, dengan bobot per 100 biji berkisar 14,8-15,3 gram. Varietas ini
tahan rebah dan mempunyai tingkat ketahanan penyakit yang moderat terhadap
karat daun (Suhartina, 2005).
Mahameru merupakan varietas dengan tipe tumbuh determinit yang
memiliki tinggi sekitar 62-64 cm. Varietas Mahameru dilepas pada tahun 2001
dengan produktivitas 2,04-2,16 ton/ha. Memiliki warna ungu pada hipokotil,
epikotil dan bunganya. Warna daun hijau dengan bentuk daun oval dan lebar,
warna bulu putih. Warna polong masak coklat dengan warna kulit biji kuning dan
bobot per 100 biji berkisar 16,5-17,0 g. Berbunga pada umur 36,1-39,6 hari,
polong masak pada umur 83,5-94,8 hari dan tidak mudah pecah. Tahan rebah dan
moderat terhadap karat daun (Suhartina, 2005).
Varietas Sinabung dilepas pada tahun 2001 dengan produktivitas rata-rata
2,16 ton/ha. Varitas ini mempunyai tipe tumbuh determinit, dan memiliki tinggi
sekitar 66 cm. Hipokotil dan bunganya berwarna ungu, sedangkan epikotil
berwarna hijau. Hilum, bulu dan polong masak berwarna coklat. Berbunga pada
umur 35 hari, polong masak pada umur 88 hari dan polong tidak mudah pecah.
Kulit biji berwarna kuning dengan ukuran biji sedang dan bobot per 100 biji
adalah 10,68 g. Varietas ini tahan rebah dan agak moderat terhadap karat daun
(Suhartina, 2005).
Varietas Tanggamus dilepas tahun 2001, dengan produktivitas rata-rata
mencapai 1,22 ton/ha. Tinggi tanaman mencapai  67 cm dan mempunyai tipe
tumbuh determinit dengan bentuk daun lanceolate. Memiliki warna ungu pada
hipokotil dan bunganya, warna hijau pada epikotil, warna coklat pada bulu dan
Pengaruh Frekuensi Penyiangan..., Ferawati Adzanni, FKIP, UMP, 2016
10
polong masak, sedangkan kulit biji berwarna kuning. Berbunga pada umur 35 hari
setelah tanam dan panen pada umur 88 hari. Biji berbentuk oval dengan ukuran
sedang dan memiliki bobot per 100 biji sebesar 11,0 g. Varietas ini tahan rebah
dan moderat terhadap karat daun (Suhartina, 2005).
Varietas Willis dilepas pada tahun 1983 dan mempunyai produktivitas ratarata 1,6 ton/ha. Tinggi tanaman mencapai 50 cm dengan tipe tumbuh yang
determinit. Memiliki warna ungu pada hipokotil dan bunganya. Warna bulu,
hilum dan polong tua adalah coklat tua. Umur berbunga  39 hari dan umur
matang (panen) 85-90 hari. Biji berbentuk oval agak pipih dengan bobot 100 biji
 10 g. Varietas ini tahan rebah dan agak tahan karat daun dan virus (Suhartina,
2005).
2.2 Gulma kedelai
Gulma merupakan tumbuhan yang tidak diinginkan dan tumbuh diantara
tanaman budidaya. Berdasarkan morfologinya terdapat tiga golongan gulma pada
tanaman kedelai yaitu golongan rumput, teki, dan berdaun lebar (Adisarwanto,
2009). Golongan rumput mempunyai ciri batang yang bulat atau pipih dan
berongga, daun tersusun secara altenate dan tulang daun sempit memanjang.
Berdasarkan bentuk masa pertumbuhan dibedakan menjadi rumput semusim
(annual)dan tahunan (perennial). Rumput semusim biasanya tumbuh melimpah
tetapi kurang menimbulkan masalah dibandingkan dengan rumput tahunan.
Gulma golongan teki mempunyai ciri batang berbentuk segitiga, kadang-kadang
bulat dan tidak berongga, daun rosette dan tulang daun sempit memanjang. Gulma
ini mempunyai sistem rhizoma dan umbi sangat luas. Sifat yang menonjol adalah
Pengaruh Frekuensi Penyiangan..., Ferawati Adzanni, FKIP, UMP, 2016
11
cepatnya membentuk umbi baru yang dapat bersifat dorman padakondisi
lingkungan tertentu. Gulma berdaun lebar mempunyai ciri daunnya yang pipih
melebar, tidak memanjang seperti rumput. Terdapat tunas – tunas pada nodus atau
titik melekatnya daun. Daun-daun gulma berdaun lebar dibentuk pada meristem
apikal (Adisarwanto, 2009).
Kerugian yang dapat ditimbulkan gulma pada budidaya kedelai yaitu dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan menurunkan produktivitas kedelai. Presentase
penurunan hasil kedelai oleh gulma berkisar 18-76% (Zuhairini, 2013). Selain itu,
gulma juga dapat menjadi inang beberapa hama dan penyakit.
Adanya gulma menyebabkan persaingan untuk mendapatkan unsur hara, air,
ruang tempat tumbuh dan sinar matahari. Gulma dapat menjadi kompetitor bagi
tanaman budidaya apabila bahan yang diperebutkan jumlahnya sedikit (Jamilah,
2013). Tingkat persaingan antara tanaman dan gulma dipengaruhi beberapa faktor,
antara lain stadia pertumbuhan tanaman, kepadatan gulma, densitas gulma, tingkat
cekaman air dan hara, serta spesies gulma (Nasution, 2009).
Gulma yang sering dijumpai pada budidaya tanaman pangan seperti kedelai
adalah gulma semusim. Beberapa jenis gulma yang merugikan pada tanaman
kedelai antara lain, Cyperus sp., Cynodon dactylon, Amaranthus sp., Ageratum
conyoides, Hedyotis corymbosa, Cleome rudidosperma, Borreria alata, Cyanotis
cristata, Digitaria sp., dan Imperata cylindrica (Hendrival et al, 2014).
Pengaruh Frekuensi Penyiangan..., Ferawati Adzanni, FKIP, UMP, 2016
12
2.3 Pengendalian gulma
Pengendalian
gulma
diartikan
menekan
pertumbuhan
gulma
atau
mengurangi populasi gulma. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu dengan kultur teknik, kimiawi, mekanik dan biologi (Cholid,
1987).
Kebanyakan petani menggunakan senyawa kimia berupa herbisida dalam
menanggulangi gulma, terutaman untuk lahan yang cukup luas. Penggunaan
herbisida oleh kebanyakan petani dikarenakan dapat mengurangi jumlah tenaga
kerja untuk menyiang, lebih praktis, mengurangi kerusakan akar dan erosi.
Namun penggunaan herbisida dalam jangka waktu lama juga berdampak negatif
pada kerusakan lingkungan dan kesehatan, organisme bukan sasaran, keragaman
hayati dan resistensi gulma terhadap herbisida (Adnan et al., 2012). Maka perlu
pengendalian gulma yang yang efektif dan efisien serta sedapat mungkin
meminimalisir
penggunaan
bahan
kimia
yang
menyebabkan
kerusakan
lingkungan dan kesehatan antara lain dengan penyiangan.
2.4 Penyiangan kedelai
Penyiangan merupakan salah satu pengendalian gulma secara mekanik yang
dilakukan dengan cara mencabut dan merusak gulma serta melepaskannya dari
tanah
tempat
tanaman
budidaya
tumbuh.
Penyiangan
bertujuan
untuk
membersihkan atau menghilangkan tumbuhan pengganggu (gulma) yang dapat
merugikan pertumbuhan kedelai (Lailiyah et al., 2014). Kelebihan dari
penyiangan yaitu tidak memberikan efek residu yang merugikan manusia dan
dapat memperbaiki struktur tanah. Tetapi kekurangannya adalah dapat
Pengaruh Frekuensi Penyiangan..., Ferawati Adzanni, FKIP, UMP, 2016
13
menyebabkan kerusakan akar tanaman, memperbesar erosi pada tanah yang
miring, kurang efisien dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak jika
diterapkan pada lahan yang luas (Cholid, 1987). Penyiangan sesudah gulma
dewasa akan membongkar akar tanaman dan menimbulkan kerusakan fisik. Pada
populasi gulma yang tinggi dan penyiangan terlalu sering dapat menimbulkan
kerusakan akar dan batang tanaman budidaya.
Kondisi iklim juga sangat mempengaruhi praktek penyiangan di lapangan.
Waktu penyiangan yang tepat adalah dilakukan sebelum gulma berbunga.
Penundaan sampai gulma berbunga menyebabkan pembongkaran akar gulma
tidak maksimal, dan juga akan gagal mencegah tumbuhnya biji-biji gulma
sehingga memberikan kesempatan untuk perkembangbiakan dan penyebarannya
(Nasution, 2009).
Dalam siklus hidup tumbuhan, tidak semua fase pertumbuhan suatu
tanaman budidaya peka terhadap kompetisi gulma (Moenandir, 1990). Penyiangan
akan efektif dan efisien jika diterapkan pada lahan yang tidak terlalu luas dan
banyak tenaga kerja. Pemilihan waktu penyiangan yang tepat akan mengurangi
jumlah gulma yang tumbuh serta dapat mempersingkat masa persaingan.
Penyiangan menjelang dan selama periode kritis akan mencegah kerugian atau
pengurangan hasil akibat kompetisi dengan gulma (Widyatama et al, 2010).
2.5 Penelitian sebelumnya
Budi & Hajoeningtijas (2008) menunjukan bahwa varietas Sinabung
memiliki nilai kompetisi yang paling tinggi dibandingkan varietas Ijen dan
Pengaruh Frekuensi Penyiangan..., Ferawati Adzanni, FKIP, UMP, 2016
14
Grobogan dalam berasosiasi dengan teki dan alang-alang yaitu sebesar 15.0075
dan 7.9913.
Menurut hasil penelitian Inawati (2000), menyatakan keberadaan gulma teki
pada pertumbuhan tanaman kedelai dapat menekan produktivitas tiga varietas
kedelai (Pangrango, Malabar, dan Wilis) secara berturut-turut menjadi 80,7%,
55,0% dan 23,5%.
Pengaruh Frekuensi Penyiangan..., Ferawati Adzanni, FKIP, UMP, 2016
Download