pengalaman kekerasanseksualanakjalanan

advertisement
PENGALAMAN
KEKERASANSEKSUALANAKJALANAN
TERHADAP GANGGUAN EMOSI
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
SUSI KARY ANTI
101070022993
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 HI 2007 M
PENGALAMAN KEKERASAN SEKSUAL
ANAK JALANAN TERHADAP GANGGUAN EMOSI
Skripsi diajukan sebagai tugas akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Psikologi
untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana Psikologi
Disusun Oleh
SUSI KARY ANTI
101070022993
Dibawah bimbingan
Pembimbing II
Pe bimbing I /
~flt·
~)~
I'
Ba~adi,
Prof. Harddan asun, M.Si
NIP/130 351146
Ph. D
NIP: 150 326891
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 H / 2007 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "Pengalaman Kekerasan Seksual Anak Ja/anan
Terhadap Gangguan Emos;'' telah diujikan dalam sidang munaqasah
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tanggal 22 Januari 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 22 Januari 2007
Sidang Munaqasah
Sekretaris Merangkap Anggota
gkap Anggota
0 215938
Anggota:
~~uji
Penguji I
M.Si
II
Prof. Ha \ an Yasun M. Si
NI : 130 351146
Pembimbing II
Bambang Surya ". Ph. D
NIP: 150 326891
Dikutip dari buku
Anak pinggiran
Tak pernah aku bayangkan,
Hidup menjadi seorang pengamen jalanan,
Tidur ditepi jalan hanya beralas koran,
Rintik hujan membasahi tubuh tak aku rasakan,
Terik matahari tidak aku hiraukan,
Ancaman dan godaan datang silih berganti,
Semua itu demi satu tujuan,
Mencari kebenaran,
Lepas dari himpitan, pukulan dan kekerasan,
Aku ingin bebas ......
Aku ingin menggapai masa depanku sendiri,
Entah dimana?
Entah kapan masa depan itu kuraih?
Kahlil Gibran: Sang Nabi
<Beriftan merekg, k,asili sayang
<Tapi jangan sodorkg,n 6entuftpiR.franmu
Se6a6 mere/ta punya a[am piR.fran sencfiri
<Patut kgu 6eriftan rumali untuftraganya
<Tapi tidaft Untuftjiwanya
Se6a6 jiwa mere/ta ada(afi pengliuni masa depan
:Masa yang tiada dapat kgu k,unjungi
:MesR.f cfa[am impian
'Kfirya Secferfiana Ini 'l(µ <Persem6alif(a11
Vntufi.,'l(faua Orang 'Iuafi.Ji 'Tercinta
'Kfifisift }laifi.,Serta Seorang 511.a(aifi.,at 'l(fci(/(,u 'f((J
ABSTRAKSI
(A) Fakultas Psikologi
(B) Januari 2007
(C)
(D)
Susi Karyanti
Pengalaman Kekerasan Seksual Anak jalanan Terhadap Gangguan
Emosi
(E) +87
(F) Memutuskan menjadi seorang anak jalanan merupakan keputusan yang
sangat berat untuk anak perempuan ditambah lagi dengan kebutuhan
ekonomi yang setiap hari makin meningkat, yang semua ini bagai dua
sisi mata uang yang saling berlawanan. Kerasnya hidup menuntut
mereka menjadi bagian dari kehidupan jalanan, mereka sangat sadar
resiko yang akan menunggu mereka nantinya. Pengalaman menjadi
korban kekerasanpun kerap mereka alami, dari kekerasan secara.fisik,
psikis maupun seksual. Kekerasan seksual yang pernah mereka alami
dapat menyebabkan kelabilan emosi atau mengalami gangguan emosi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
tindak kekerasan seksual (pelecehan seksual) yang dialami anak
jalanan khususnya anak jalanan perempuan yang bekerja sebagai
pengamen, tukang sapu gerbong kereta dan pengemis antara stasiun
kereta Jakarta-Bogor terhadap gangguan emosi.
Penelitian ini dilakukan di stasiun Depok, stasiun Manggarai, dan
stasiun Kola dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode
studi kasus. Data diperoleh dengan cara observasi dan wawancara.
Subyek yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 3 orang yang
kesemua subyek termasuk dalam kategori anak jalanan perempuan
yang menghabiskan seluruh waktunya atau sebagian waktunya di
jalanan hanya untuk mengamen, menjadi tukang sapu gerbong kereta
dan pengemis antara stasiun kereta Jakarta-Bogar.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa latar belakang menjadi
anak jalanan karena kondisi ekonomi untuk kebutuhan makan mereka.
Jenis pekerjaan para subyek sebagai pengamen karaokean dan ada
yang menambah penghasilan dengan menjadi tukang sapu gerbong
kereta hingga peminta-minta di atas kereta. Pertama kali mereka
melakukan kegiatan jalanan pada usia remaja dimana umumnya
mempunyai kriteria kelabilan emosi dan pencarian identitas. Masingmasing subyek memiliki pendapat yang hampir seragam tentang bentukbentuk kekerasan seksual (pelecehan seksual). Mulai dari diajak untuk
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur atas Kehadirat Allah SWT yang sudah begitu
banyak melimpahkan rahmat serta anugerah-Nya bagi kita semua, sehingga
kita dapat senantiasa sehat wal afiat untuk terus bisa melakukan hal yang
bermanfaat dalam setiap kesempatan yang diberikan oleh-Nya. Shalawat dan
Salam selalu tercurah untuk junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW
yang dengan tulus dan penuh kecintaan Beliau yang amat besar untuk
membimbing umat manusia dari zaman yang Jahiliyah ke zaman yang pesat
terhadap keberadaban. Semoga kita semua mendapatkan syafaat dari
tangan lembutnya setiap saat. Amin.
Dengan segala daya dan upaya, penulisan skripsi ini dapat berjalan lancar
dan selesai dengan baik walaupun sedikit tertunda dan masih banyak
kekurangan. Sebagai tugas akhir, penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk
memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi
dari kampus tercinta U I N Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. Tak lepas
dari perjuangan dan seluruh proses yang dilalui penulis demi
terselesaikannya skripsi ini karena tiada lain karena jasa dan dukungan, serta
bimbingan yang tulus dari semua pihak yang berperan dalam penyusunan
sebuah karya tulis sederhana ini.
Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
dengan baik, yaitu :
1.
Kepada kedua orang tuaku yang tercinta. Babeh A Rahmad dan Mama
Nelly Bustamam. Terimakasih atas semua dukungan baik moral, materi
dan semua doanya. Maafkan Usy yang baru bisa mempersembahkan
hadiah sederhana ini yang sudah terlalu lama tertunda. Meskipun tak
dapat Usy ungkapkan namun cinta kasih kalian sela/u ada di hatiku
sampai jasadku terkubur.
2.
lbu Dra. Netty Hartati, M.Si. Dekan Fakultas Psikologi U I N Syarif
Hidayatullah Jakarta, lbu Dra Zahrotun Nihayah, M. Si Pembantu Dekan
bidang Akademik, untuk seluruh dosen, staf dan karyawan, terima kasih
banyak atas semuanya.
3.
Bapak Prof. Hamdan Yasun M.Si. dan bapak Bambang Suryadi. Ph.D.
Sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan
waktunya, secara tulus dan ikhlas memberikan banyak bimbingan dan
dukungan pada penulis.
1.
2.
3.
4.
Kedua Saudara laki-lakiku abang dan adik yang selalu menjadi
teman berkelahi abadiku. Ananda Zulkifli dan Tri ade Gunawan
(Boy). Jutek itu memang sudah ciriku, dan dengan jutek itu caraku
menyayangi kalian. Dan untuk keponakanku yang tercinta Vergian
Aulia Zulmi, Ante Luph U
Keluarga besar Bustamam di Medan dan keluarga besar Manggarai.
Kepada Mak Uo Faridha Hanum, sudah Usy buktiin yah Mak uo
kalau Usy pasti Ju/us, Pak Uo Mosri Munir, Terimakasih atasja/anjalannya keliling Sumatera Utara dan Aceh yang menyenangkan dan
dorongannya untuk mengemba/ikan semangat Usy yang le/ah pudar.
Kedua Alm. Opa N Omaku di surga I Love You. Dan para sepupuku
yang baik hati dr. Dede, dr Melly, dr Jenny, Irma, Rian, Puput, Dita,
Tiara, Raihan, Panji, Kharisma, Aulia, Makasih atasja/an-ja/an dan
makan-makan yang paling mengenyangkan. dr. Rachmat Hidayat
yang telah memberikan bantuan kepada penulis berupa hibahan
komputernya, thengs yah abangQu sayang, kapan kita bisa ja/an lagi
berdua?. Kepada kakek dan Nenek manggarai, Usy Ju/us makasih
yah.
Sebuah kenangan yang indah di Psikologi U I N khususnya tementemen angkt 2001 kelas B yang selalu mencipta mimpi dengan
segenap asa bersama rasa duka dan sukaku sehingga pada .
kesempatan di pengalaman ini dari semua teman-teman yang ku
sayang dan memperhatikanku, membawa aku untuk mengukir segala
kebahagiaan didalam benak dan hatiku (Alfun, Yeyen, Yuni, Lili,
Uchi, Ochi, lhda, Nurma, Fauziah, lndi, Nana, ibu imah, lmha, Meri,
Umaya, Hanum, Chusnul, Dian, Saeni, Windi, Dewi Robbi, Aksin,
Hilman, ldham, Eko, Herman, Arul, Ale, Sugi, Halim, lchal, Aris,
Agus, Bagus dan Komenk. Khusus sohib ku TIKOM (Tia dan Kokom)
SUTlKOM, Rifa, Ainun, Dewi, temen-temen kelas B. Sahabatku Ani
Herawati yang sudah bersedia mengantar penulis keperpustakaan
untuk mencari bahan-bahan skripsi, Thengs ya dah mau nemenin.
Untuk teman-teman KKN Parakansalak (Awank, Mumu, Fadlan dan
Maleni) kelompok PKL PSAA 04 Ceger (Nelli, Yuni, Rara, Pak Aksit,
Fitri dan Mia Ul) dan tak lupa untuk temanku yang sedikit terlupa
Maya Dini, tak ada kata terlambat untuk terus be/ajar, jika masih
memerlukan bantuanku, Usy siap. Untuk teman-temanku di KSR
PMl UlN Jakarta, serta terima kasih untuk semua orang yang kenal
dan mengenalku yang tidak dapat kusebutkan satu demi satu.
Terima kasih untuk setiap kesempatan selalu diberikan untuk hal
yang pernah kita lakukan yang baik dan terbaik.
For SoulMate. Aku percaya hari itu akan muncu/, tunggu dan kila
akan menyambul Surya yang paling indah dalam hidup kita.
8.
9.
Seluruh Staf Akademik Fakultas Psikologi, terima kasih alas bantuannya
selama perkuliahan. Petugas perpustakaan Psikologi UIN,
Perpustakaan Utama, UI, LIP!, LBH APIK, KOMNAS Perlindungan
Anak, terima kasih alas bahan-bahan skripsinya. Serta orang-orang
yang telah banyak membantu penulis selama masa perkuliahan ini.
Serta komunitas anak-anak dan pengamen di stasiun Jakarta-Bogar.
Anak-anak Pengamen di Tamanmini squre. Khususnya yang telah
bersedia memberikan waktunya untuk diwawancarai oleh penulis.
Terimakasih penulis ucapkan karena dengan keikhlasan hati kalian yang
menjadi sumber inspirasi penulis hingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Akhirnya kepada Allahlah aku berserah diri, walau penulis menyadari skripsi
ini jauh dari sempurna. Namun, semoga bisa berguna dan menjadi
sumbangan yang berharga khususnya bagi penulis, dan bagi siapa saja yang
membacanya. Wassalam.
Jakarta, 22 Januari 2007
Susi Karyanti
DAFTAR ISi
Halaman Judul ...........................................................................................................
Halaman Persetujuan...............................................................................................
Halaman Pengesahan..............................................................................................
Motto ............................................................................................................................
Dedikasi......................................................................................................................
Abstraksi ·································································································-···········-·······
Kata Pengantar..........................................................................................................
Daftar lsi......................................................................................................................
Daftar Tabel................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN .....................................................................................
1.1. Latar Belakang Masalah..................................................................
1.2. Batasan dan Rumusan Masalah ...............................................c...
1.2. 1. Batasan Masalah..................................................................
1.2.2. Rumusan Masalah ...............................................................
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................................
1.3.1. Tujuan Penelitian..................................................................
1.3.2. Manfaat Penelitian................................................................
1.3.2.1. Manfaat Teoritis....................................................
1.3.2.2. Manfaat Praktis.....................................................
1.4. S1stemat1ka Penulisan
··························································-~·-·······
11
111
iv
vi
vii
1x
x11
xiv
1-9
1
6
6
7
7
7
7
7
8
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................................. 10-53
2. 1. pengalaman........................................................................................ 10
2.2. Kekerasan .......................................................................................... ·10
2.3. Kekerasan Seksual........................................................................... 12
2.4. Kekerasan Seksual Terhadap Anak ............................................ . 14
2.5. Pelecehan Seksual ........................................................................... 15
2.5.1. Bentuk-Bentuk Pelecehan Seksual ................................. . 16
2.6. Emosi ................................................................................................... 20
2.6.1. Gangguan Emosi ................................................................. 23
2.7. Anak Jalanan ..................................................................................... 29
2. 7.1. Kategori Anak Jalanan ........................................................ 31
2.7.2. Faktor Penyebab Menjadi Anak Jalanan ........................ 39
2.7.3. Masalah-masalah Yang Dihadapi Anak Jalanan ......... . 44
2.7.4. Ciri-ciri Anak Jalanan........................................................... 47
2.8. Kerangka Berfikir............................................................................... 51
Daftar Skema dan Tabel
1. Skema gambaran kerangka berfikir................................................................. 53
2. Tabel identitas subjek penelitian ...................................................................... 66
3. Tabel bentuk-bentuk kekerasan seksual
············································~···"··-·····
78
4. Tabel bentuk-bentuk gangguan emosi ........................................................... 79
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan anak jalanan sudah lazim kelihatan pada kota-kota besar.
Kepekaan masyarakat terhadap mereka tampaknya kurang begitu tajarn.
Padahal anak merupakan karunia llahi dan amanah yang didalam dirinya
melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.
Islam mengajarkan bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua,
tetapi masyarakat bahkan juga negara. Hak asasi anak merupakan bagian
dari hak asasi manusia sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945, UU
No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 36 tahun 1990 tentang pengesahan Convention
on the right of the child (Konvensi tentang Hak-hak Anak) atau yang biasa
disebut KHA.
Anak yang seharusnya masih berada dalam lingkungan bermain, belajar dan
mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua, tetapi ketika ia pergi
atau bahkan tinggal di jalan maka tak terbayangkan kehidupan apa yang
akan mereka jalani. Kegiatan yang mereka lakukan pun akan kerap
mengandung beragam resiko, rawan akan kecelakaan atau resiko terkena
penyakit akibat kerapkali menghirup racun-racun kendaraan bermotor.
Anak jalanan memiliki profesi yang berkaitan erat dengan dunia jalanan,
pekerjaan merekapun beragam, mulai dari menjadi tukang semir sepatu,
penjual asongan, penjaja koran, pengamen, joki, kuli pasar sampai menjadi
pengemis. Secara sosiologis, anakjalanan sudah merupakan komunitas
yang tidak dapat ditinggalkan dalam setiap diskursus tentang komunitas
jalanan (Terloit, 2001 ).
Menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang menyenangkan,
melainkan suatu keterpaksaan yang harus diterima. Secara psikologis
mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai
bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama
mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung
berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya.
Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana labilitas
emosi dan mental mereka yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh,
melahirkan pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat. Hasil
penelitian Hening Budiyawati, dkk (dalam Shalahudin, 2000) menyebutkan
bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak pergi ke jalanan berdasarkan
alasan dan penuturan mereka adalah karena : 1) Kekerasan dalam keluarga.
2). Dorongan keluarga. 3). lngin bebas. 4). lngin memiliki uang sendiri, dan
5). Pengaruh teman.
3
Konflik yang terjadi didunia jalananpun sangat beragam, faktor yang biasa
terjadi yakni penelantaran dari keluarga dan ingin hidup lepas dari
keteraturan keluarga. Penelantaran sebagai dampak kemiskinan keluarga
yang ditampilkan dalam bentuk ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan fisik
dan sosial anak serta perawatan keseharian dan kasih sayang dari orang tua.
Mulandar (dalam Terloit, 2001) mengatakan bahwa selain kemiskinan,
terjadinya konflik dan eksploitasi dalam keluarga bagi anak jalanan yang
masih memiliki dan tinggal bersama keluarga juga mendorong anak untuk
turun ke jalanan. Tingkat konflik dan eksploitasi itu sendiri juga sangat
beragam. Mulai dari secara halus mendorong anak bekerja untuk membantu
nafkah keluarga, melakukan penyiksaan secara fisik sampai melakukan
pemerkosaan atau "rape" pada anak perempuan sendiri. Sudrajat (1997) juga
menyatakan hilangnya hak dan perlindungan anak dari keluarga
menyebabkan anak kehilangan pegangan dan mengembangkan gaya
hidupnya sendiri serta rentan terhadap penganiayaan (abuse), pelecehan
seksual, sodomi, pembunuhan dan pelacuran anak dibawah umur.
Faktor lainnya yang diyakini menjadi masalah kehidupan anak jalanan, yaitu
seperti tidur disembarang tempat, makan tidak teratur, tidak mengurus diri
dan lain sebagainya. Kehidupan seperti ini dapat membawa mereka
terjerumus dalam perilaku negatif dan kriminal seperti minum obat-obatan
4
tertarang, mencuri, mengompas bahkan mendapat peritaku kekerasan dalam
seksuat.
Hasil kajian tentang pertindungan hukum bagi anak jalanan perempuan
Kurniasih dkk (2003) anak perempuan yang turun kejatanan persoatannya
sangat komptek mengingat perempuan lebih rentan terutama berkenaan
dengan masatah-masatah kesusitaan. Lebih jauh lagi ketika mereka menjadi
korban kekerasan atau petecehan seksuat dengan berbagai dampaknya
seperti trauma, terganggu emosinya hingga mempunyai anak tanpa ayah
yang tak jelas. Mereka berada di jatan ada yang berjuang membantu
ekonomi ketuarga dengan berbagai resiko, tetapi tidak sedikit karena kondisi
keluarga yang tidak harmonis ditambah dengan ekonomi yang pas-pasan,
putus sekolah, terpengaruh teman yang terlebih dahutu turun ke jalan dan
sebagainya, sedangkan disatu pihak mereka juga membutuhkan
pertindungan.
Setain itu mereka juga kerap menghadapi ancaman dari lingkungan sekitar
mereka yang tidak menginginkan kehadiran mereka, seperti petugas
ketertiban keamanan, preman dan kaum pengganggu tainnya (Hariadi dan
Suyanto, 1999). Bukan hanya kehadiran mereka yang dianggap mengganggu
di masyarakat tetapi pemerintah kola juga menganggap kehadiran anak
jalanan dapat mengganggu ketertiban dan tata kola.
5
Perlakuan-perlakuan kasar dan eksploitatif yang dialami anak jalanan
selama berada di jalanan maupun di rumah jelas mempengaruhi
perkembangan mereka, karena anak kehilangan konteks bermain dan
kesenangan yang penting bagi perkembangan sosial, kognitif dan emosional
mereka (lrwanto, 1995).
Mengacu pada pasal tiga puluh empat UUD 1945 bahwa fakir miskin dan
anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, memberi kesempatan bagi anakanak yang kurang beruntung untuk mendapatkan perlindungan yang layak.
Perlindungan adalah salah satu kebutuhan dari anak-anak jalanan untuk
menapaki kehidupan mereka yang lebih baik tanpa adanya beban mental
yang dalam.
Apabila ada seorang anak yang mengalami perlakuan yang salah, kekerasan
seksual, eksploitasi dan penelantaraan dari orang-orang yang seharusnya
melindungi mereka, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak
kekerasan. Jika dapat ditelaah lebih jauh maka tindak kekerasan seksual
adalah salah satu dari penyebab kelabilan emosi seseorang, kelabilan emosi
dapat berwujud dengan berbagai sikap yang beragam seperti cenderung
menjadi seorang yang introvert, trauma yang berkepanjangan, kehilangan
emosi yang drastis, atau dapat menjadi seorang yang sangat agresif.
6
Pengalaman kekerasan yang dialami oleh anak jalanan secara ten.ismenerus dalam perjalanan hidupnya, maka pelajaran itulah yang melekat
dalam diri anak jalanan yang akan membentuk nilai-nilai baru dan membawa
tindakan yang mengedepankan kekerasan sebagai jalan keluar untuk
mempertahankan hidupnya. Ketika memasuki masa dewasa, besar
kemungkinan mereka akan menjadi salah satu pelaku kekerasan dan
eksploitasi terhadap anak-anak jalanan.
1.2.
Batasan dan Perumusan Masalah
1.2.1. Batasan Masalah
1) Pengalaman kekerasan seksua/ yang dimaksud adalah pensuwa
pemaksaan yang berorientasi seksual yang pernah dialami, dirasai,
ditanggung seseorang sehingga menyebabkan ia belajar melalui kejadian
yang dialaminya, pengalaman kekerasan seksual termasuk didalamnya
pelecehan seksual seperti diajak seseorang untuk menonton film porno,
dipegang/ diremas/ diraba bagian tubuh, dipeluk dan dicium tanpa
dikehendaki atau dipaksa hingga percobaan perkosaan.
2) Gangguan emosi yang dimaksud seperti rasa takut bila bertemu dengan
orang asing, merasa bersalah pada diri sendiri, gelisah, mempunyai
prasangka buruk terhadap orang asing, cemas dan pemarah secara
berlebihan.
7
3) Anak jalanan yang dimaksud adalah seorang anak perempuan yang
berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian waktunya atau
seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk
mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya di sepanjang
stasiun kereta api antara Jakarta-Bogor (stasiun Kota, Manggarai dan
Depok) yang berjenis kelamin perempuan.
1.2.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah yaitu:
1) Apakah jenis tindak kekerasan seksual yang mempengaruhi gangguan
emosi pada anak jalanan?
2) Apakah pengalaman kekerasan seksual yang di alami anakjalanan
mempengaruhi emosinya?
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pengalaman kekerasan seksual anak jalanan
terhadap gangguan emosi.
1.3.2. Manfaat Penelitian
1.3.2.1.
Manfaat Teoritis
1) Dapat memberikan gambaran bagaimana pengalaman kekerasan seksual
dapat mempengaruhi emosi seseorang.
8
2) Dapat menambah dan memperkaya khasanah keilmuan psikologi.
1.3.2.2.
Manfaat Praktis
1) Penelitian ini diharapkan berguna untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi
bagi masyarakat, LSM dan pihak yang terkait guna mengeliminir kasus
kekerasan seksual pada anak jalanan, dengan melihat faktor penyebab
meluasnya kekerasan seksual yang terjadi pada anak jalanan, maka
dapat dilakukan langkah preventif guna mencegah terjadinya tindak
kekerasan khususnya tindak kekerasan seksual.
2) Setelah diketahui dampak negatif yang dari kekerasan seksual pada anak
jalanan, diharapkan ada langkah konkret yang dilakukan oleh pihak yang
terkait seperti masyarakat, LSM dan pemerintah OKI Jakarta agar dampak
negatif ini dapat ditangani.
1.4.
Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini berpedoman pada sistematika penulisan American
Psychological Assosiation (APA) style. Untuk memudahkan penulisan skripsi
ini, penulis menyusunnya dalam bentuk beberapa bab sebagai berikut:
BAB 1 : Pendahuluan, bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
9
BAB 2 : Kajian Pustaka. Bab ini membahas teori-teori yang berhubungan
dengan penelitian ini, yakni tentang pengalaman, kekerasan, kekerasan
seksual, kekerasan seksual terhadap anak, pelecehan seksual, emosi, anak
jalanan dan kerangka berfikir.
BAB 3 : Metodologi Penelitian. Bab ini menguraikan tentang jenis penelitian,
teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, alat bantu
pengumpulan data, teknik analisa data dan prosedur penelitian.
BAB 4 : Presentasi dan Analisa Data. Bab ini membahas gambaran umum
subyek, observasi wawancara, analisis individual subyek dan perbandingan
antar kasus.
BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi dan Saran Serta Daftar Pustaka dan Lampiran.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengalaman
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2000) Pengalaman adalah yang
pernah dialami, dijalani, dirasai, ditanggung. Menurut kamus lengkap
psikologi Chaplin (dalam Kartono, 2004) menjelaskan pengalaman adalah
satu kejadian yang telah dialami atau pengetahuan atau keterampilan yang
diperoleh dari praktik. Sedangkan menurut The Oxford Dictionary of English
Ethimology (1996) experience is trial, observation of fact, condition or even by
which one is affected, knowledge resulting from observation, state of having
been occupied in some way.
Jadi dapat disimpulkan pengalaman adalah suatu peristiwa yang pernah
dialami, dirasai, dijalani atau ditanggung oleh seseorang sehingga
menyebabkan orang tersebut dapat belajar dari peristiwa yang dialaminya
terse but.
2.2. Kekerasan
Soekanto (1980) menjelaskan kekerasan adalah perbuatan yang dapat
menimbulkan Iuka fisik, pingsan maupun kematian yang terdiri dari lima
faktor, yaitu :
1) Kekerasan tanpa menggunakan alat atau tangan kosong
11
2) Kekerasan menggunakan alat
3) Kekerasan mengkombinasikan alat dengan tangan kosong
4} Kekerasan individual
5) Kekerasan kelompok
Menurut Mohammad (dalam Wulandari, 2004) kekerasan atau abuse
adalah penyalahgunaan kekuatan untuk memperlakukan orang lain
yang dibawah kekuasaannya dengan menyakiti secara fisik, menghina
dengan kata-kata kasar, melukai atau mencederai dengan tindakan
atau mengambil keuntungan dari kekuasaan itu secara tidak adil. Hariti
(dalam Wulandari, 2004) mengemukakan bahwa kekerasan adalah
suatu tindakan yang bertujuan untuk melukai seseorang atau merusak
suatu barang. Kekerasan bukan hanya suatu tindakan yang bertujuan
atau berakibat melukai atau merusak barang tetapi ancamanpun dapat
dikategorikan sebagai tindak kekerasan.
Sedangkan menurut Galtung (dalam Khisbiyah, Windu dkk, 2000)
kekerasan terjadi bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga
realisasi jasmani dan mental aktualnya berada dibawah realisasi
potensialnya, kekerasan bukan hanya memukul, melukai dan
menganiaya sampai membunuh tetapi seperti menelantarkan juga
dapat dikategorikan sebagai tindak kekerasan.
12
Berdasarkan beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan
pengertian tentang kekerasan, antara lain melibatkan sebagai berikut ;
1) Melibatkan pelaku dan korban
2) Berupa tindakan nyata, mengintimidasi kebebasan seseorang atau
sekedar ancaman
3) Berakibat kerugian bagi korban secara fisik, mental maupun materi.
2.3. Kekerasan Seksual
Menurut Hariti (dalam Wulandari, 2004) kekerasan seksual merupakan
perbuatan yang mencakup pelecehan seksual tanpa persetujuan
korban, atau disaat korban tidak menghendaki atau melakukan
hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar yang tidak
disukai korban, atau mengisolasinya dari kebutuhan seksual (dalam
arti tidak bersedia memenuhi kebutuhan seksual dari korbannya).
Sebagai contoh perkosaan, menyentuh atau meraba-raba korban,
memaksa korban menonton film porno dll.
Sedangkan Luhulima (2000), menjelaskan bahwa kekerasan seksual
merupakan suatu tindakan yang meliputi percobaan perkosaan,
perkosaan, sadisme dalam hubungan seksual, pemaksaan aktivitas-
14
2.4. Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Menurut KOMNAS HAM (dalam Matindas, 2002) istilah kekerasan
seksual dan eksploitasi seksual terhadap anak disebut secara eksplisit
dalam ketentuan KHA, tepatnya pada pasal 34 yang berbunyi sebagai
berikut ;
"Negara peserta berusaha untuk melindungi anak dari segala bentuk
ekaploitasi seksual dan kekerasan seksual. Untuk tujuan ini, Negara
peserta secara khusus akan mengamb1f langkah-langkah nasional,
bilateral dan multilateral yang tepat guna mencegah : (a)
Penjerumusan atau pemaksaan anak kedalam setiap kegiatan seksual ·
tidak sah; (b) Penggunaan anak yang eksploitatif dalam pelacuran
atau praktek-praktek seksual tidak sah lainnya; (c) Penggunaan anak
yang eksploitatif dalam (semua) penampilan dan bahan pomografi".
Definisi ini mungkin akan lebih ekstrim jika kita tambahkan unsur
pemaksaan didalamnya. Pemaksaan menjadi unsur penting jika kita
beranggapan bahwa anak dalam tingkat perkembangannya belum
mampu melakukan tindak seksual sesuai dengan keinginannya
sendiri. lstilah penganiayaan atau pelecehan seksual sering dipakai
sebagai pengganti istilah kekerasan seksual.
15
2.5. Pelecehan Seksual
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000) pengertian pelecehan
seksual adalah pelecehan yang merupakan bentuk pembendaan dari
kata kerja melecehkan yang berarti menghinakan, memandang
rendah, mengabaikan. Sedangkan seksual memiliki arti hal yang
berkenan dengan seks atau jenis kelamin, hal yang berkenan dengan
perkara persetubuhan antara pria dan wanita. Dengan demikian
berdasarkan pengertian tersebut maka pelecehan seksual berarti
suatu bentuk penghinaan atau memandang rendah seseorang karena
hal-hal yang berkenaan dengan seks, jenis kelamin atau aktivitas
seksual antara pria dan wanita.
Woodrum (dalam Dewi, 2001) menjelaskan pelecehan seksual ad al ah
godaan seksual adalah dengan sengaja atau mengulangi komentar
lisan yang tak diinginkan, isyarat atau hubungan seksual yang tak
dikehendaki dan tidak disukai oleh target. Dalam sebuah situs
internet, Anissa (2004) menjelaskan pelecehan seksual adalah segala
macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan
secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi
sasaran hingga menimbulkan reaksi negatif: rasa malu, marah,
tersinggung dan sebagainya pada diri orang yang menjadi korban
16
pelecehan.
:-:i: :. ,' .l .. ; _,., ~·:!_-J\} ·: ~;;.. ~\:.'.:: : ~.:u id,,'!":~1·, . -::::~·;, 1._::-:1 :~.::1uenotdc;Jacena/oo~)ueiecer1an
-·-·---· -·--·-···"·-···--------·---..--'----------1-----"'··---
Jadi dapat disimpulkan bahwa pelecahan seksual pada dasarnya
adalah setiap bentuk perilaku yang memiliki muatan seksual yang
dilakukan seseorang atau sejumlah orang namun tidak disukai dan ·
tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga
menimbulkan akibat negatif, seperti: rasa malu, tersinggung, terhina,
marah, kehilangan harga diri, kehilangan kesucian, dan sebagainya,
pada diri orang yang menjadi korban.
2.5.1. Bentuk-Bentuk Pelecehan Seksual
Matlin (1987) menjelaskan pelecehan seksual mencakup perilaku
menatap, berbicara mengenai seksualitas, menyentuh tubuh
perempuan, mencoba memaksa perempuan untuk melakukan seksual
yang tidak diinginkan, mengajak kencan berulang kali hingga
pemerkosaan.
lmran (1989) menjelaskan lebih detil bentuk-bentuk yang dianggap
pelecehan seksual, adalah sebagai berikut :
1)
Menggoda atau menarik perhatian lawan jenis dengan siulan.
17
2)
Menceritakan lelucon jorok atau kotor kepada seseorang yang
merasakannya sebagai merendahkan martabatnya.
3)
Mempertunjukkan atau memasang gambar-gambar porno berupa
kalender, majalah, buku bergambar kepada orang lain yang tidak
menyukainya.
4)
Bertanya atau menginterogasi seseorang atau bawahannya
mengenai kehidupan pribadi ataupun kehidupan seksualnya.
5)
Memberikan komentar yang tidak senonoh tentang penampilan,
pakaian atau gaya seseorang.
6)
Terus menerus mengajak kencan seseorang yang telah jelasjelas tidak mau.
7)
Berkomentar yang merendahkan alas dasar stereotip gender.
8)
Menggerakkan tangan atau tubuh secara tidak sopan terhadap
seseorang.
9)
Memandang atau mengerlingkan mata pada seseorang tanpa
dikehendaki.
10) Menyentuh, menyubit, menepuk tanpa dikehendaki.
11) Mengamat-ngamati tubuh seseorang secara berlebihan tanpa
dikehendaki.
12) Mencium dan memeluk seseorang yang tidak menyukai ha!
terse but.
18
13) Meminta imbalan seksual alas pekerjaan.
14) Perbuatan yang tidak senonoh yakni memamerkan tubuh
telanjang atau ala! kelamin kepada seseorang yang terhina
karenanya.
15) Telepon atau surat cabul.
16) Mengganggu fisik maupun serangan seksual atau perkosaan.
Till (1980) membagi kategori pelecehan seksual yang dipakai dalam
dasar pengukuran dalam Sexual Experience Questionnaire (SEQ)
1) Gender Arassment, yaitu pernyataan atau tingkah laku yang
bersifat merendahkan berdasarkan jenis kelamin.
2) Seductive Behavior, yaitu permintaan seksual tanpa ancaman,
rayuan yang bersifat tidak senonoh atau merendahkan.
3) Sexual Bribery, yaitu penyuapan untuk melakukan hal-hal yang
berbau seks dengan memberikan janji akan suatu ganjaran.
4) Sexual Evercion, yaitu tekanan yang disertai dengan ancaman
untuk melakukan hal-hal yang bersifat seksual.
5) Sexual Assault, yaitu serangan atau paksaan yang bersifat
seksual, gangguan seksual yang terang-terangan atau kasar.
Sedangkan Kelly (1988) membagi bentuk pelecehan seksual dalam 3
bentuk:
19
1) Bentuk visual. Tatapan yang penuh nafsu, tatapan yang
mengancam, gerak-gerik yang bersifat seksual.
2) Bentuk verbal. Siulan, gosip, gurauan seksual, pernyataanpernyataan yang bersifat mengancam (baik secara langsung
maupun tak langsung).
3) Bentuk fisik. Menyentuh, mencubit, menepuk-nepuk, menyenggol
dengan sengaja, meremas, mendekatkan diri tanpa diinginkan.
Menu rut Kremer & Marks (dalam Abrar, 1997) menyebutkan
kekerasan seksual dan pelecehan seksual terdiri dari godaan verbal
dan gangguan fisik, yaitu :
a) Komentar seksual yang merendahkan
b) Gurauan seksual yang terus menerus
c) Rayuan seksual yang tidak diharapkan
d) Ajakan kencan yang terus-menerus, walau sudah ditolak
e) Permintaan layanan seksual yang tidak dikehendaki
f) Tatapan negatif terhadap bagian tubuh tertentu
g) Remasan dan rabaan yang tidak diinginkan
h) Permintaan layanan seksual disertai ancaman
i)
Percobaan perkosaan
j)
Perkosaan
20
k) Perkosaan dan penganiayaan
I)
Perkosaan dan pembunuhan.
Dapat disimpulkan pelecehan seksual ini sangat luas rentangannya
mulai dari main mata, siulan nakal, komentar yang berkonotasi seks,
humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian
tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual,
ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan
melakukan hubungan seksual sampai pemerkosaan dan
pembunuhan.
2.6. Emosi
Emosi berasal dari kata "Emotus" atau "Emonene" yang artinya
mencerca yaitu sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, misalnya
emosi gembira akan mendorong perubahan suasana hati sekarang
hingga menyebabkan individu tersebut tertawa (Singgih, 1996).
Oxford English Dictionary (dalam Goleman, 2002) mendefinisikan
emosi secara harfiah yaitu "setiap kegiatan atau pergolakan pikiran,
perasaan, nafsu ; setiap keadaan mental yang hebat atau meluapluap. Dafidoff ( 1991) menyatakan emosi sebagai suatu keadaan dalam
diri manusia yang memperlihatkan ciri kognisi tertentu, penginderaan,
reaksi fisiologis serta pelampiasan dalam perilaku.
21
Goleman (1997) menjelaskan emosi merujuk pada suatu perasaan
dan pikiran yang khas dan melibatkan aspek-aspek biologis, psikis,
serta kecenderungan untuk bertindak. Theodore (dalam Muttaqien,
2004) mendefinisikan "Emotion is a relatively shortterm evaluative
response essentially positive or negative in nature involving distinct
somatic (and after cognitive) componenf'. Emosi adalah suatu
tanggapan evaluatif jangka pendek terhadap hal-hal positif atau negatif
yang secara alamiah melibatkan (dan setelah kognisi) komponenkomponen biologis.
Feldman (1998) mendefinisikan emosi sebagai "Feelings that generally
have both physiologycal and cognitive elements and that influence
behavior'. Atau umumnya perasaan mempunyai komponen-komponen
fisiologis dan kognisi dan dapat mempengaruhi perilaku. Menurut
James (dalam Wedge, 1997) emosi adalah kecenderungan untuk
memiliki perasaan yang khas bila berhadapan dengan objek
lingkungannya.
Para ahli ilmu jiwa dan fisiologi berpendapat emosi meliputi reaksi
perasaan, gerak hati (impulses) dan fisiologi. lmpuls atau dorongan
batin (inner drives) itu mengarah ketindakan sesuatu ha! ataupun
lainnya yang mungkin bisa saja terjadi pada banyak kombinasi dan
22
gradasinya. Menurut Crow (dalam Abror, 1989) mendefinisikan emosi
sebagai pengalaman affektif (setia) yang menyertai penyesuaian batin
yang menyeluruh dan keadaan mental dan fisiologis yang meluap-luap
pada diri individu dan yang memperlihatkan sendiri pada tingkah laku
yang jelas dan nyata. Persepsi terhadap satu rangsang diperlukan
untuk menimbulkan emosi karena dapat diperlukan untuk memulai
suatu pengalaman emosional.
Hillgard (1962) menjelaskan emosi adalah suatu kondisi dimana
organisme mengalami pengalaman yang melibatkan perasaannya.
Fryer(1961) mengemukakan bahwa emosi adalah terganggunya
kondisi psikologis yang mengakibatkan disintegritas dalam aktivitas
organisme, dan emosi dapat diamati melalui 3 aspek psikologis ;
a) Reaksi-reaksi tingkah laku yang tidak teratur serta kacau
b) Reaksi-reaksi didalam tubuh yang berupa gangguan dan hambatan
terhadap kerja susunan syaraf dan sistem kelenjar
c) Meningkatnya sensitivitas perasaan, baik perasaan menyenangkan
ataupun menjengkelkan.
Harimann (1963) menjelaskan emosi merupakan ;
a) Reaksi tingkah laku yang ditandai oleh intensitas perasaan baik
kuat maupun lemah
b) Keadaan perasaan yang disertai dengan perubahan-perubahan
psikologis
c) Pengalaman-pengalaman yang dapat diceritakan kembali oleh
individu yang bersangkutan melalui introspeksi.
Dari berbagai macam definisi tentang emosi diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa emosi adalah suatu kondisi yang dapat
mempengaruhi aspek kognisi, aspek biologis, aspek psikis dan
berwujud dalam tingkah laku yang jelas dan nyata.
2.6.1. Gangguan Emosi
Menu rut Crow (dalam Abror, 1989) emosi sangatlah mempengaruhi
tingkah laku manusia karena sebagian besar respon manusia
disebabkan oleh emosi yang kemudian diwujudkan dalam bentuk
perilaku. Arti emosi tidak dapat diganti atau ditukar dengan istilah :
perasaan (feeling), motif, perangsang (drives), dan dorongan (urgens)
serta keinginan (desires). Emosi menyatakan suatu keadaan yang
meluap-luap yang timbul karena satu atau Jain ha!. Emosi mencakup
gangguan yang mendalam dan Juas dan mencakup pula banyak sifat
perasaan atau taraf kepuasan ataupun kejengkelan yang berlainan.
Coville (1960) mengajukan beberapa kriteria tentang emosi yang
wajar:
24
1) Emosi yang wajar itu dapat diramalkan sebelumnya, karena sesuai
dengan bentuk rangsang atau penyebabnya
2) Emosi yang wajar itu berlangsung tidak terlalu lama dan tidak
berlaruHarut
3) lntensitas reaksi-reaksi emosional yang wajar adalah sesuai
dengan intensitas penyebabnya, jadi tidak kurang ataupun tidak
berlebihan.
Jika seseorang tidak memperlihatkan emosinya sesuai dengan kriteria
diatas, maka dapat disebut sebagai "Gangguan Emosi"
Sebuah situs internet Malaysia yang bertajuk tentang "Penderaan
Emosi Pada Anak". Kassim (1998) menjelaskan gangguan emosi
ialah terdapatnya gangguan yang diderita oleh anak pada fungsi
mental atau emosi mereka. Gangguan ini dapat berupa gangguan
mental atau tingkah laku, termasuk resah, kemurungan, pengasingan
diri dan tingkah laku yang agresif.
Dan sebuah situs internet menyebutkan definisi tentang emotional
disturbance, Greene (2001) :
25
"... a condition exhibiting one or more of the following characteristics
over a long period of time and to a marked degree that adverse1 ·
affects a child's educational performance.
1) An inability to learn that cannot be explained by intellectual,
sensory, or health factors.
2) An inability to build or maintain satisfactory interpersonal
relationships with peers and teachers.
3) Inappropriate types of behavior or feelings under normal
circumstances.
4) A general pervasive mood of unhappiness or depression.
5) A tendency to develop physical symptoms or fears associated
with personal or school problems.
" ... Suatu kondisi yang memperlihatkan satu atau lebih karakteristik
dalam suatu periode waktu yang lama dan pada suatu tingkat derajat
yang ditandai dengan kurang baik yang mempengaruhi suatu
pencapaian bidang pendidikan anak.
1) Suatu ketidakmampuan untuk belajar itu tidak bisa dijelaskan oleh
intelektual, perasaan, atau faktor kesehatan.
2) Suatu ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara
hubungan antar pribadi yang baik dengan para guru dan panutan.
3) Jenis tidak sesuai perasaan atau perilaku dalam keadaan normal.
4) Suatu suasana hati ketidakbahagiaan atau mendapat tekanan dari
luar.
26
5) Suatu kecenderungan untuk mengembangkan ketakutan atau
gejala fisik dihubungkan dengan pribadi atau permasalahan
sekolah.
Setiap korban kekerasan seksual akan bereaksi secara berbeda
terhadap kekerasan yang terjadi pada diri mereka, baik dari segi
perilaku, reaksi emosi, dan waktu yang dibutuhkan untuk dapat pulih
kembali. Herman (2001 ). Beberapa gangguan emosi yang umum
muncul dan dialami oleh para korban adalah sebagai berikut :
1) Emotional Shock
Pada awalnya, korban akan berada dalam keadaan shock dimana
mereka tidak dapat mengekspresikan perasaan mereka terhadap
berbagai situasi yang terjadi disekitar mereka. Shock yang mereka
alami tersebut merupakan mekanisme pertahanan alami dari otak
yang bertujuan untuk melindungi individu dari tekanan yang parah
dan keadaan emosional yang tidak terkendali.
2) Disbelief
Setelah mengalami trauma, individu sering mengalami kesulitan
untuk menerima kenyataan. lni bukanlah indikasi dari suatu bentuk
gangguan mental melainkan reaksi yang umum terjadi dalam
menghadapi trauma.
27
3) Fear
Beberapa korban biasanya mengalami ketakutan akibat ancaman
yang dilakukan oleh pelaku. Mereka juga takut terhadap berbagai
reaksi yang mungkin timbul dimasyarakat mengingat penilaian
yang berlaku di masyarakat justru lebih sering menyudutkan korban
sebagai "pengundang" terjadinya kekerasan seksuaL Beberapa
korban bahkan merasa takut mereka tidak akan dipercaya oleh
keluarga dan teman mereka. Mereka dapat pula mengembangkan
rasa takut terhadap pria secara umum akibat dari trauma yang
dialami.
4) Embarrassment
Membicarakan tentang kekerasan seksual itu sendiri dengan orang
lain (termasuk polisi, staff medis, pihak advokasi, pengadilan, dll)
dapat menjadi sangat menyulitkan dan memalukan bagi beberapa
korban. Karena masalah seksual dan ketubuhan dianggap sebagai
sesuatu yang sangat pribadi, maka dapat menyebabkan rasa sakit
emosionaL
5) Guilt
Seringkali korban melakukan internalisasi terhadap mitos yang
menyatakan bahwa tindak kekerasan itu sendiri terjadi akibat
28
kesalahan korban sendiri. Mereka merasa bersalah karena
seharusnya dapat menghentikan kejadian tersebut. Terlebih ketika
pelakunya adalah seseorang yang mereka kenal, sehingga
menimbulkan penyesalan bahwa seharusnya ia lebih waspada
terhadap sipenyerang tersebut.
6) Depression
Depresi merupakan reaksi normal yang mengikuti peristiwa yang
traumatis dengan keterlibatan emosional yang tinggi. Yang
dimaksud dengan depresi 9 major depressive episode. Neale dkk
(1996) adalah individu mengalami minimal 5 simptom berikut ini
setiap hari selama minimal 2 minggu.
•
Sedih
•
Kehilangan minat dan kesenangan terhadap aktivitasnya
•
Gangguan tidur (insomnia)
•
Nafsu makan dan berat badan menurun
•
Mengalami kelelahan dan kehilangan energi
•
Konsep diri negatif, merasa diri tidak berharga
•
Sulit berkonsentrasi dan mengambil keputusan
•
Keinginan bunuh diri yang berulang.
29
7) Anger
Seringkali korban mengalami rasa marah yang luar biasa terhadap
penyerang mereka. Mereka merasa marah dan tidak berdaya.
Jadi dapat disimpulkan oleh penulis gangguan emosi yang disebabkan
oleh tindakan kekerasan seksual (pelecehan seksual) ialah
menurunnya tingkat kesadaran seseorang untuk bertingkah laku
normal setelah mendapatkan perlakuan (pelecehan seksual).
Gangguan emosi yang dapat timbul seperti : rasa takut bila bertemu
dengan orang asing, merasa bersalah pada diri sendiri, gelisah,
mempunyai prasangka buruk terhadap orang asing, cemas dan
pemarah secara berlebihan.
2.7. Anak Jalanan
Pengertian anak jalanan sampai sekarang belum mempunyai
keseragaman. Banyak istilah atau sebutan yang ditujukan kepada
mereka seperti anak pasar, anak tukang semir, anak lampu merah,
anak peminta minta, anak gelandangan, anak pengamen dan
sebagainya. lstilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di Brasil,
Amerika Selatan, digunakan untuk kelompok-kelompok yang hidup di
jalanan dan tidak memiliki ikatan tali dengan keluarganya. Putranto
(dalam Handoyo dan Setiajid, 1999).
30
UNICEF mengemukakan pengertian anak jalanan sebagai berikut;
" Street children are those who have abandoned their home,
.~ao1s. an 1mmeatare commumries before thev are sixteen
years of age. and have drifted into anomadic street life" !Avubi.
1995)
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), tidak menentukan
secara khusus batasan anak jalanan, tetapi bagi YKAI, yang saat ini
dianggap anak jalanan, yaitu : kelompok anak-anak yang bekerja
hampir sepanjang hari dijalan raya. (Philipina, 1990).
Batasan anak jalanan bagi DEPSOS RI ;
"Anak yang menggunakan sebagian waktunya dijalanan, baik untuk
bekerja maupun tidak, yang terdiri dari anak-anak yang masih
mempunyai hubungan dengan keluarga atau putus hubungan dengan
keluarga, dan anak-anak yang hidup mandiri sejak masa kecil karena
kehilangan orang tua atau keluarga" (Johanes, 1996).
Sarwono (1989) dalam penelitiannya tentang anak jalanan membatasi
anak jalanan adalah anak yang berusia 9-20 tahun yang bekerja
dijalan raya atau persimpangan jalan, menjajakan berbagai barang
dan mereka menghabiskan sebagian besar waktunya dijalan raya.
Terloit (2001) menjelaskan definisi anak jalanan adalah anak yang
berkeliaran di jalanan, bekerja disektor ekonomi yang tidak teroganisir
31
seperti pengemis, pengamen, penyemir sepatu, melap mobil, penjaja
keliling dan sebagainya, berusia dibawah 20 tahun dan bersekolah
maupun tidak sekolah. Sedangkan menurut Masir (1999) anak jalanan
adalah seseorang yang berusia 18 tahun yang melakukan aktivitas
untuk hidup dijalan raya. Mereka melakukan dengan cara mengemis,
menjual asongan, mengamen, melap mobil, menjual koran dan lainlain.
Jadi dapat disimpulkan oleh penulis bahwa yang dimaksud dengan
anak jalanan adalah seseorang yang berumur di bawah 18 tahun yang
menghabiskan sebagian waktunya atau seluruh waktunya di jalanan
dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang atau
guna mempertahankan hidupnya.
2. 7.1. Kategori Anak Jalanan
Hasil penelitian Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) (dalam
Childhope & Philipina, 1990) tentang anak jalanan menyimpulkan
bahwa anak jalanan dibagi dalam dua kategori berdasarkan
penggunaan waktu dan kegiatan mereka lakukan ;
1) Anak yang bekerja dija/anan (Children on Street)
Anak-anak dalam kategori ini menghabiskan sebagian besar waktunya
di jalanan atau ditempat-tempat umum lainnya untuk bekerja dan
32
penghasilannya digunakan untuk membantu kehidupan keluarga.
Sebagian besar anak jalanan yang termasuk kategori ini masih
berhubungan dengan keluarga dan orang tuanya karena sebagian dari
besar mereka masih tinggal bersama orang tuanya.
2) Anak yang hidup dijalanan (Children of Street)
Anak jalanan yang termasuk kategori ini menghabiskan sebagian
besar waktunya di jalanan atau ditempat-tempat umum lainnya, tetapi
hanya sedikit dari mereka yang menggunakan waktunya untuk
bekerja. Mereka jarang berhubungan dengan keluarganya dan
mempunyai kecenderungan untuk melakukan tindak kriminal serta
menggunakan obat-obatan terlarang. Beberapa diantara mereka tidak
memiliki rumah tinggal (homeless).
Anak-anak yang termasuk dalam kelompok Children on Street
mempunyai hubungan dengan kemiskinan keluarga ; karena
kemiskinannya, orang tua tersebut tidak dapat melaksanakan
perannya secara penuh, terutama peran yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan dasar anak-anaknya seperti makanan,
minuman, pakaian, rumah, kesehatan, perumahan, perawatan dan
pendidikan. Oleh karena itu anak-anaknya dibiarkan untuk mengurus
dan menghidupi dirinya sendiri bahkan disuruh untuk membantu
ekonomi keluarga.
Sedangkan menu rut Sudrajat ( 1999) anak jalanan dapat
dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan hubungan dengan
orang tuanya, yaitu : Pertama, anak yang putus hubungan dengan
orang tuanya, tidak sekolah dan tinggal di jalanan (anak yang hidup
dijalananl children the street). Kedua, anak yang berhubungan tidak
teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah, kembali ke orang tuanya
seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau tiga bulan sekali
biasa disebut anak yang bekerja di jalanan (children on the street)
Ketiga, Anak yang masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok
ini masuk kategori anak yang rentan menjadi anak jalanan ( vulnerable
to be street children).
Baihaiqi (1999) membagi anak jalanan dalam 2 kategori. Pertama:
anak jalanan yang masih mempunyai komunitas. Artinya mereka
masih memiliki orang tua, bekerja sebagai pedagang asongan dan
mempunyai tempat tinggal yang jelas meskipun di tempat yang kumuh.
Kedua : anak gelandangan. Mereka biasanya sudah putus hubungan
dengan orang tua dan keluarga lainnya. Hidup selama 24 jam bekerja
34
di jalan dan biasanya bekerja sebagai pengamen, pengemis,
pemulung dan penyemir sepatu.
Hariadi dan Suyanto (1999) menyatakan bahwa secara garis besar
dapat dibedakan 2 kategori anak jalanan, yaitu :
1) Anak jalanan yang masih tinggal dengan keluarga.
•
Mereka berada di jalan karena terdorong oleh keinginan
mendapatkan uang sendiri dan membantu orang tua.
•
Mereka masih sering pulang sehingga keterikatan dengan
orang tua maupun lingkungan masih kuat.
•
Mereka masih memegang norma atau nilai yang dianut oleh
komunitasnya.
•
Beroperasi di sekitar atau dekat dengan tempat tinggal.
2) Anak jalanan yang bebas.
•
Banyak yang berasal dari keluarga atau komunitas jalanan.
•
Sudah lama menjadi anak jalanan atau sudah masuk dalam
komunitas jalanan yang solid.
•
Anak yang sudah lepas dari keluarga, baik karena adanya
konflik maupun ketidakharmonisan keluarga.
•
Seringkali berpindah tempat dan banyak menghabiskan
sebagian besar waktunya di jalan.
35
•
Cenderung mengabaikan norma-norma kemasyarakatan dan
mudah terjerumus pada hal-hal yang negatif, seperti mencuri
barang, seks bebas dan lain-lain.
Sementara itu menurut (Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia atau
YKAI, 1999) anak jalanan dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1) Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya
(children of the street).
Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas
jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah
terputus. Kelompok anak ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis
keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan
perceraian orang tua. Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah,
kehidupan jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi
ikatan mereka.
2) Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua.
Mereka adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the
street).
36
Mereka seringkali diindentikkan sebagai pekerja migran kota yang
pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya ·
mereka bekerja dari pagi hingga sore hari seperti menyemir sepatu,
pengasong, pengamen, tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat
tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama dengan saudara atau
teman-teman senasibnya.
3) Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya.
Mereka tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam di jalanan
sebelum atau sesudah sekolah. Motivasi mereka ke jalan karena
terbawa teman, belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh
orang tua. Aktivitas usaha mereka yang paling menyolok adalah
berjualan Koran.
4) Anak-anakjalanan yang berusia di atas 16 tahun.
Mereka berada di jalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu
pekerjaan. Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang SLTP.
Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa (orang
tua ataupun saudaranya) ke kota. Pekerjaan mereka biasanya
mencuci bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli
panggul), pengasong, pengamen, pengemis dan pemulung.
37
Kartika (1997) menggolongkan anak jalanan berdasarkan
eksistensinya di jalanan, yaitu :
1) Anakja/anan murni
Artinya anak jalanan yang tidak mempunyai ketergantungan kepada
orang lain, baik orang tua, sanak saudara dan lain sebagainya. la
sepenuhnya menggantungkan hidupnya kedunia jalanan, mencari
makan di jalan dan tidur semaunya. Anak-anak tersebut seolah-olah
hidup tak berkeluarga, bebas, liar, kucel dan tidak mengenal tata
krama. Kebanyakan dari mereka kabur dari lingkungan keluarga
karena kekerasan orang tua, broken home atau karena merasa
terkekang hingga merasa tidak kerasan tinggal bersama orang tua.
Dan sedikit dari mereka berasal dari keluarga miskin. Kelompok inilah
yang susah sekali diberi pembinaan, disamping itu mereka rawan
terhadap pengedaran obat narkotika, penularan penyakit seksual,
AIDS, HIV serta kekerasan seksual lainnya.
2) Anak jalanan yang tidak murni
Artinya ia masih mempunyai ketergantungan dengan orang tua dan
sanak famili. Kelompok jalanan ini relatif pada pengaruh faktor
keluarga hingga pola kehidupannya pun lebih teratur dan jauh lebih
mudah diatur. Antara nilai-nilai jalanan dan norma-norma masyarakat
38
paling tidak cukup berimbang dalam diri anak tersebut, sehingga
mudah dikendalikan dan motivasi mereka turun kejalan ialah dalam.
rangka membantu ekonomi keluarga. Kelompok jalanan ini
berpenampilan agak rapi, tidak terlalu kusam dan tidurnya pun pulang
kerumah keluarganya. Disamping itu mereka mempunyai kewajiban
menyetor uang dari hasil mereka kepada orang tuanya.
Sedangkan Marnoto (2002) membagi kategori anak jalanan
berdasarkan lamanya melakukan kegiatan di jalanan, yaitu :
1)
Anak baru, yaitu anak yang kurang dari 1 tahun melakukan
kegiatan di jalanan. Pada umumnya masih usia anak dan ada
yang sudah usia remaja, selanjutnya disebut sebagai kelompok
anyaran.
2)
Anak yang sudah 1-3 tahun melakukan kegatan di jalanan.
Mereka ada yang masih usia anak dan ada yang sudah usia
remaja, selanjutnya mereka disebut sebagai kelompok madya. ·
3)
Anak lama, yaitu anak yang sudah lebih dari 3 tahun melakukan
kegiatan di jalanan. Mereka pada umumnya berusia remaja,
selanjutnya disebut kelompok kawakan.
39
2.7.2. Faktor Penyebab Menjadi Anak Jalanan
lrwanto (dalam Terloit, 2001) mengemukakan faktor-faktor penyebab
seseorang menjadi anak jalanan :
1)
Kemisl<inan
Kemiskinan selalu diasosiasikan dengan munculnya berbagai gejala
sosial yang dianggap patologis oleh masyarakat seperti gelandangan,
pelacuran, tindakan kriminal, dan lain-lain. Terjadinya anak jalanan
pun tidak terlepas dari kemiskinan, bahkan dianggap sebagai faktor
pendorong utama anak turun kejalanan. Martini (2000) menambahkan
bahwa sebagian besar anak berada di jalanan karena alasan ekonomi,
yaitu membantu orang tua memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Alasan ekonomi juga mendorong terjadinya eksploitasi terhadap anak
karena orang tua menjadi tergantung pada penghasilan anak.
2)
Partisipasi sel<olah
Faktor lainnya yang sering dihubungkan dengan anak-anak yang
bekerja dan menghabiskan waktu luangnya di jalanan adalah
partisipasi sekolah. Hal ini didasari pada asumsi bahwa jika anak-anak
itu bersekolah, maka sebagian besar waktunya tidak akan dihabiskan
di jalanan.
40
3)
Disfungsi keluarga
Anak yang ditinggal sendiri karena berbagai sebab seperti kedua
orang tua meninggal dan anak ditinggalkan dendiri tanpa pendamping, .
atau salah satu orang tuanya meninggal dan yang lainnya tidak ada
karena dipenjara atau sedang merantau ketempat lain. Begitu juga
dengan orang tuanya yang bercerai, salah satu orang tua menikah
lagi.
Hal ini sebenarnya bisa diatasi bila ada anggota keluarga lain yang
mau mengambil alih fungsi pengasuhan orang tua akan tetapi
seringkali walaupun ada yang menggantikan fungsi pengasuhan itu,
namun tidak sesuai dengan keinginan anak sehingga anak merasa ·
tertekan dan kabur dari rumah. Disfungsi keluarga juga berarti ayah
atau ibu tidak memiliki penghasilan tetap atau memiliki penghasilan
tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga
sehingga anak terpaksa mencari nafkah sendiri atau dimanfaatkan
orang tua sebagai sumber penghasilan keluarga.
4)
Kekerasan dalam keluarga
UNICEF (dalam Martini, 2000) pada anak-anak dari kategori children
of the street menunjukkan bahwa motivasi mereka hid up di jalanan
selain kemiskinan juga karena terjadinya kekerasan (abuse) dirumah.
41
Meski tidak selalu demikian, tetapi seringkali ditemui bahwa latar
belakang anak-anak memilih hidup di jalanan adalah karena
mengalami kekerasan di rumah. Hubungan antara ayah dan ibu yang
buruk, tekanan kemiskinan, kelelahan dan sebagainya, dilampiaskan
kepada anak mereka sehingga kekerasan yang dialami anak seringkali
sebagai pelampiasan kemarahan orang tua alas persoalan-persoalan
yang mereka hadapi.
Martini (2000) menyatakan kekerasan dalam keluarga dan
penelantaran oleh orang tua merupakan salah satu penyumbang
terbesar dalam meledaknya jumlah anak jalanan selain eksploitasi
ekonomi oleh orang tua. Kekerasan tersebut tidak hanya dilakukan
oleh orang tua kandung tetapi juga dapat dilakukan oleh orang tua tiri
mereka. Bentuk kekerasan trersebut tidak hanya secara fisik (dipukuli,·
disiram air panas, dll) tapi juga penyiksaan secara psikologis yang
bentuknya bisa dimarahi, dilecehkan, diacuhkan dan sebagainya yang
menyebabkan suasana rumah menjadi tak bersahabat, dingin, kaku
dan hampa.
Marnoto (2002) menjelaskan faktor yang menyebabkan anak menjadi
anak jalanan :
42
1)
Keluarga yang berantakan, sehingga anak memilih hidup
dijalanan.
2)
Penyiksaan di dalam keluarga sehingga anak lari dari rumah.
3)
Tidak mempunyai keluarga.
4)
Pemaksaan orang tua terhadap anak yang mencukupi kebutuhan
keluarga.
5)
Budaya yang menganggap anak harus mengabdi kepada orang
tua.
6)
Anak yang dipaksa hidup mandiri di jalanan.
7)
Orang tua yang tidak bekerja sehingga anak sebagai sumber
ekonomi menggantikan peranan yang seharusnya dilakukan
orang tua.
8)
Untuk mengisi peluang-peluang ekonomi jalanan.
9)
Tidak mempunyai tugas yang harus dikerjakan dirumah.
10) Tidak patuh terhadap orang tua atau wali.
11) Tidak mempunyai biaya untuk (meneruskan) sekolah.
43
12) Tidak mempunyai hubungan erat dengan tetangga.
Sedangkan penyebab anak turun ke jalanan menurut Amal (2002) :
1) Membantu orang tua
Kegiatan mereka di jalanan ada hubungannya dengan kemiskinan
keluarganya. Selain itu sumber kemasyarakatan di lingkungan tempat
tinggal mereka sangat terbatas, tidak terdapat sarana pendidikan,
kesehatan, perumahan yang layak, fasilitas air dan lain sebagainya,
termasuk juga sarana bermain anak. Karena keterbatasanketerbatasan tersebut hampir seluruh anak turun kejalan.
2) Konf/ik dengan orang tua
Kemarahan orang tua merupakan ekspresi dan ketidakmampuan
orang tua terutama dalam memberikan kasih sayang. Kemarahan
orang tua merupakan bencana besar bagi sang anak. Anak belum siap
menerima situasi tersebut dan akhirnya terpaksa lari dari rumah.
3) Mencari pengalaman
Mereka pada umumnya berasal dari luar Jakarta, pergi ke Jakarta
untuk mencari pengalaman karena sudah mulai bosan hidup di
lingkungannya. Mereka biasanya datang tidak bersama orang tuanya
melainkan bersama saudara atau temannya.
44
2.7.3. Masalah-Masalah Yang Dihadapi Anak Jalanan
Anak jalanan selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan yang
sangat kompleks. Mereka selalu menempati daerah-daerah yang
rawan gejolak-gejolak sosial. Tempat-tempat yang biasa mereka
singgahi seperti ; pasar, terminal bus, stasiun kereta api, taman-taman
kota, perempatan jalanan, tempat pusat perbelanjaan (mall),
kendaraan umum, dan masih banyak lainnya (Yana, 2004).
Dengan melihat tempat-tempat mangkal yang biasa mereka datangi,
Sanusi (dalam Yana, 2004) menjelaskan permasalahan yang dihadapi
oleh anak jalanan, yaitu sebagai berikut :
1) Berkelahi dengan anakjalanan lainnya
Terjadinya perkelahian di kalangan anak jalanan biasanya dipicu oleh
rasa tersinggung karena diejek atau membela teman-temannya yang
diganggu pihak lain.
2) Eksploitasi anak }ala nan
Anak jalanan dapat menjadi sasaran empuk untuk dijadikan sapi
perahan dan ajang eksploitasi. Tidak jarang anak jalanan disuruh atau
dipaksa bekerja dan hasilnya sebagian besar dinikmati oleh orang lain.
45
3) Terlibat tindakan kriminal
Tindakan kriminal yang sering kali dilakukan oleh anak jalanan adalah
mencuri, mencopet, atau melakukan pemukulan terhadap orang lain.
4) Kekerasan seksual
Kehidupan yang liar dan tidak adanya sarana yang memungkinkan
anak untuk tinggal ditempat tetap seperti anak pada umumnya,
membuat mereka rawan terhadap kekerasan seksual.
5) Rawan kecelakaan lalu lintas
Karena anak jalanan hidup di jalanan, maka anak jalanan rawan
terhadap kecelakaan sehingga sangat disesalkan ketika terjadi
kecelakaan yang menimpa mereka, sedikit orang saja yang mau
bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut.
6) Rawan pengedaran narkotika
Kerasnya kehidupan yang mereka jalani, tidak jarang dari mereka di
jadikan alat untuk mengedarkan barang-barang terlarang karena
imbalannya yang besar melebihi hasil pekerjaannya yang biasa
diperoleh tiap hari.
7) Razia atau kamtib
Karena kehidupan anak jalanan yang sulit diatur dan sering kali dinilai
meresahkan masyarakat, maka jarang sekali anak jalanan dapat
46
rnenghindari dirinya dari usaha penertiban rnelalui razia yang
dilakukan oleh petugas kearnanan dan aparat seternpat.
8) Rawan penyakit menular
Selain itu perrnasalahan yang dihadapi oleh anak jalanan adalah
rawannya terhadap penyakit rnenular seperti HIV atau AIDS, sehingga
perkernbangan anak rnenjadi kurang sehat dan kurang diterirna oleh
rnasyarakat.
Menurut Sudrajat (dalarn Triyanti, 2001) rnengernukakan rnasalahrnasalah yang dihadapi anak jalanan, rneliputi :
1)
Tingkat mikro
Yakni faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya seperti
(a) Lari dari keluarga, di paksa bekerja, perpetualang, diajak ternan,
kerniskinan keluarga, (b) Penyebab dari keluarga: terlantar,
ketidakrnarnpuan orang tua rnenyediakan kebutuhan dasar, ditolak/
kekerasan/ terpisah dari orang tua, salah perawatan atau kekerasan di
rurnah, kesulitan berhubungan dengan keluarga, terpisah dengan
orang tua, sikap yang salah terhadap anak
47
2)
Tingkat mesa
Faktor yang berhubungan dengan masyarakat (a) Pada masyarakat
miskin, yaitu anak dipandang sebagai aset untuk membantu
peningkatan ekonomi keluarga, (b) Pada masyarakat urban, anakanak mengikuti kegiatan orang tuanya, (c) Penolakan masyarakat dari'
anggapan bahwa anak jalanan selalu melakukan ha! yang tidak terpuji.
3)
Tingkat makro
Faktor yang berhubungan dengan struktur makro. (a) Ekonomi,
adanya peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu
membutuhkan modal dan keahlian, (b) Pendidikan, biaya sekolah yang
tinggi dan perilaku guru yang diskriminatif, (c) Belum seragamnya
unsur pemerintah memandang anak jalanan, sebagian berpandangan
anak jalanan merupakan kelompok yang memerlukan perawatan
(pendekatan kesejahteraan) dan sebagian yang lain berpandangan
bahwa anak jalanan sebagai pembuat masalah (pendekatan
keamanan dan ketertiban).
2.7.4. Ciri-Ciri Anak Jalanan
Anak jalanan pada umumnya memiliki ciri-ciri fisik dan psikis yang
mudah dikena/i. Fitriani (2003) mengemukakan ciri fisiknya seperti
warna kulit kusam, pakaian tidak terurus, rambut kusam dan kondisi
48
badan tidak terurus_ Dan ciri psikis yang mudah dikenali juga, yakni 1)
tidak peduli. 2) perpindahan tinggi. 3) peka. 4) kreatif. 5) semangat
hidup tinggi. 6) berwatak keras. 7) berani mengambil resiko. Dan 8)
mandiri.
Setiawan (2001) menjelaskan ciri-ciri sehingga seorang anak dapat
disebut sebagai anakjalanan:
1) Berpendidikan rendah (kebanyakan murid putus sekolah bahkan
sedikit sekali yang tamat SD).
2) Berada ditempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-tempat
hiburan) selama 3-24 jam sehari.
3) Berasal dari keluarga yang tidak mampu (kebanyakan kaum urban,
beberapa diantaranya mereka tidak jelas keluarganya).
4) Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan sektor
informal).
Sedangkan menurut Karyanto (dalam Triyanti, 2001 ), ciri-ciri anak
jalanan adalah :
1) Kebanyakan berasal dari keluarga miskin dari luar kola.
2) Bekerja di tempat-tempat umum tanpa penghasilan yang pasti.
49
3) Termasuk kelompok subsisten, artinya hasil kerja mereka sehari
hanya dimanfaatkan untuk hid up hari itu jug a.
4) Tinggal dalam kelompok-kelompok kecil, diantaranya disekitar
sentra-sentra ekonomi, misalnya pasar, kompleks pertokoan,
stasiun dan lain-lain.
5) Mobilitas yang tinggi, tetapi cenderung tetap berada di wilayah
kekuasaan kelompok induk.
6) Sebagian besar tidak lulus SD, sebagian yang lain bahkan tidak
pernah bersekolah sama sekali.
Selain itu, Departemen Sosial (dalam lnsani, 2005) memberikan ciriciri umum anak jalanan yaitu :
1) Usia berkisar antara 6-18 tahun.
2) lntensitas hubungan dengan keluarga (masih berhubungan teratur
setiap harinya, frekuensi berkomunikasi dengan keluarga kurang,
misalnya seminggu sekali, sama sekali tidak ada komunikasi
dengan keluarga).
50
3) Waktu yang dihabiskan di jalanan rata-rata lebih dari 4 jam sehari,
secara umum dibagi dalam tingkatan sebagai berikut : a). Children
of the street. b) Children on the street. c). Vulnerable to be street.
4) Bertempat tinggal; a). Pasar, b). Terminal bus, c). Stasiun kereta
api, d) Taman-taman kota, e). Daerah lokalisasi WTS, f).
Perempatan atau jalan raya, g), Pusat perbelanjaan/ mall, h).
Kendaraan umum, i). Tempat pembuangan sampah.
5) Aktivitas ; a) Penyemir sepatu, b) Pengasong, c) Pemulung, d)
Pengamen, e) Ojek payung, f) Pengelap mobil, g) Kuli, dan h)
Profesi lainnya di jalan.
Dapat disimpulkan yang termasuk ciri-ciri anak jalanan dalam
penelitian ini adalah :
1) Keluarga miskin yang berasal dari luar Jakarta
2) Berusia antara 13 sampai 18 tahun
3) Berpendidikan maksimal hingga sekolah lanjutan pertama
4) Bertempat tinggal dekat dengan mata pencahariannya
5) Memiliki profesi sebagai ; pengamen, asongan dan pemulung
6) Bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
51
7) Maksimal menghabiskan waktu untuk bekerja sekitar 7 jam.
2.8. Kerangka Berfikir
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, bahwa anak yang
seharusnya masih berada dalam lingkungan bermain, belajar dan
mendapat perhatian serta kasih sayang dari orang tua, tapi ketika ia
harus pergi ke jalan maka pastilah tak akan terbayangkan
kehidupannya yang akan mereka jalani. Kegiatan yang merekapun
akan kerap mengandung beragam resiko, rawan akan kecelakaan
atau resiko terkena penyakit.
Menjadi anak jalanan bukanlah suatu pilihan hidup yang
menyenangkan, melainkan suatu keterpaksaan yang harus diterima.
Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu
belum mempunyai bentukan mental emosional yang kuat, sementara
pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan kehidupan
jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi
perkembangan dan bentukan kepribadiannya.
Sarwono ( 1989) dalam penelitiannya tentang anak jalanan membatasi
anak jalanan adalah anak yang berusia 9-20 tahun yang bekerja
dijalan raya atau persimpangan jalan, menjajakan berbagai barang
dan mereka menghabiskan sebagian besar waktunya dijalan raya.
52
Anak jalanan memiliki profesi yang berkaitan erat dengan dunia
jalanan. Pekerjaan merekapun beragam, mulai menjadi tukang semir
sepatu, penjual asongan, penjajah koran, pengamen, joki, kuli pasar
sampai menjadi pengemis (Terloit, 2001 ).
Mengacu pada padal 34 UUD 1945 bahwa fakir miskin dan anak-anak
terlantar dipelihara oleh negara, memberi kesempatan kepada anakanak yang kurang beruntung untuk mendapat perlindungan yang
layak. Apabila ada seorang anak yang mendapat perlakuan yang
salah, seperti kekerasan seksual, eksploitasi dan penelantaran dari
orang-orang yang eharusnya melindungi mereka, maka hal itu dapat
dikategorikan sebagai tindak kekerasan.
Menurut Hariti (dalam Wulandari, 2004) kekerasan seksual merupakan
perbuatan yang mencakup pelecehan seksual tanpa persetujuan
korban, atau disaat korban tidak menghendaki atau melakukan
hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar yang tidak
disukai korban, atau mengisolasinya dari kebutuhan seksual (dalam
arti tidak bersedia memenuhi kebutuhan seksual dari korbannya).
Sebagai contoh perkosaan, menyentuh atau meraba-raba korban,
memaksa korban menonton film porno dll.
53
Kelabilan emosi seseorang salah satunya dipengaruhi oleh tindak
kekerasan seksual yang dapat berwujud dalam bentukan tingkah laku
atau sikap yang beragam, seperti menjadi seorang yang introvert,
trauma yang berkepanjangan, kehilangan emosi yang drastis atau
bahkan menjadi seorang yang agresif (Heman, 2002).
Skema 2.1. Gambaran kerangka berfikir
Pengalaman
Kekerasan
Seksual
q l
Anak Jalanan
1) Diajak seseorang
untuk menonton film
porno
2) Dipegang/ diremas/
diraba bagian tubuh,
dipeluk
3) Dicium tanpa
dikehendaki atau
dipaksa
4) Diikuti oleh orang
asing
J
q
Gangguan
Emosi
1) Emotional shock
2) Gelisah
3) Mempunyai prasangka buruk
terhadap orang asing
4) Kehilangan minat pada
pekerjaan
5) Merasa bersalah pada diri
sendiri
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1. Pendekatan Penelitian
Dengan adanya perbedaan-perbedaan yang bersifat subyektif pada anak
jalanan, maka dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang
digambarkan melalui pendekatan deskriptif yang menekankan pentingnya
konteks, setting dan pemikiran subyek penelitian itu sendiri (Maleong, 1997).
Dalam menjalankan penelitian ini, peneliti berupaya untuk memahami situasi
dan keunikannya, yaitu sebagai bagian dari konteks tertentu dan interaksi di
dalamnya untuk mencapai pemahaman dari proses situasi yang unik ini maka
penelitian kualitatif digunakan data yang bersifat deskriptif dengan metode
wawancara mendalam, seperti transkip wawancara, catatan lapangan, foto,
rekaman video dan sebagainya. Hal ini yang membedakan penelitian
kualitatif dengan kuantitatif yang menampilkan data dalam bentuk angkaangka (Poerwandari, 2001 ).
3.1.2. Metode Penelitian
Kehidupan setiap anak jalanan terdapat perbedaan-perbedaan yang bersifat
subjektif sehingga penelitian ini menggunakan eksploratif dengan pendekatan
studi kasus.
55
Menurut Bogdan (da\am Munandir, 1990) menyatakan bahwa studi kasus
adalah kajian yang rinci atas satu latar atau satu subyek atau satu tempat
penyimpanan dokumen, atau satu peristiwa tertentu. Studi kasus ada\ah
fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi, meskipun
batasan-batasan antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas,
Punch (dalam Poerwandari, 2001 ).
Yin (2000) menjelaskan bahwa studi kasus merupakan strategi dimana
pertanyaan dalam penelitian ini berkenaan dengan "how" dan "why'',
penelitian inipun memiliki kontrol atas peristiwa-peristiwa yang terjadi, fokus
penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer dalam konteks kehidupan
nyata. Menurut Yin (2000) pendekatan studi kasus memiliki ciri-ciri sebagai
berikut;
1) Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan fenomena dalam kehidupan
nyata.
2) Batas antara fenomena dan konteks tidak jelas.
3) Menggunakan berbagai sumber yang jelas.
Yin (2000) menyatakan dalam studi kasus terdapat dua po\a, yakni single
case design dan multiple case design. Dalam single case design digunakan
pada pengalaman tunggal, mewakili sebuah kasus yang unik atau ekstrim,
dan menganalisa fenomena yang tidak dapat dianalisa secara penelitian
56
ilmiah. Sedangkan multiple case design menggunakan metodologi yang
sama dengan single case design. Perbedaannya adalah menggunakan
subyek lebih dari satu orang. Dalam hal ini peneneliti harus hati-hati dalam
menyetarakan subyek, karena setiap kasus harus mengikuti replikasi pada
masing-masing kasus. Setiap kasus harus dipandang secara menyeluruh dan
terfokus. Pola yang digunakan dalam penelitian ini adalah multiple case
design karena karena menggunakan lebih dari satu kasus. Dengan pola ini
diharapkan dapat diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang
penghayatan subyek terhadap keadaan yang dialaminya. Oleh karena itu
maka diperlukan data yang bersifat khusus dan individual untuk mendapatkan
hasil yang cukup mendalam.
3.2. Teknik Pengambilan Subyek
3.2.1. Populasi, Subyek, Karakteristik Subyek dan Jumlah
Subyek
Populasi
Dal am pene/itian ini yang menjadi populasi adalah anak jalanan yang tel ah
menghabiskan sebagian waktunya atau seluruh waktunya di jalanan dengan
melakukan kegiatan-kegiatan disektor informal untuk mendapatkan uang atau
guna mempertahankan hidupnya di sepanjang stasiun kereta api antara
Jakarta-Bogar.
57
Subyek
Patton (dalam Poerwandari, 2001) menguraikan pedoman pengambilan
subyek penelitian kualitatif yang disesuaikan dengan masalah dan tujuan
penelitian. Dalam penelitian ini pedoman pengambilan subyek yang
digunakan adalah pengambilan subyek dengan masalah yang ekstrim yaitu
dengan memfokus pada kasus-kasus yang sesuai dengan tema.
Dalam penelitian ini subyek yang digunakan adalah subyek populasi karena
adanya keterbatasan subyek. Sehingga subyek yang diambil dari komunitas
anak jalanan yang menghabiskan sebagian waktunya atau seluruh waktunya
di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang
atau guna mempertahankan hidupnya di sepanjang stasiun kereta api antara
Jakarta-Bogor (stasiun Kota, Manggarai dan Depok).
Menurut Sarantakos (dalam Poerwandari, 2001) prosedur pengambilan
subyek pada penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik :
1) Diarahkan tidak pada jumlah subyek yang besar, melainkan pada kasuskasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian.
2) Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam
hal jumlah maupun karakteristik subyeknya, sesuai dengan konseptual
yang berkembang dalam penelitian.
58
3) Tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah atau peristiwa acak
melainkan kecocokan konteks).
Karakteristik Subyek
Subyek penelitian yang akan diambil dalam penelitian ini memiliki
karakteristik, yaitu anak jalanan yang memiliki kriteria sebagai berikut :
1) Anak jalanan yang dalam masa perkembangannya menginjak usia remaja
awal yaitu sekitar sebelas hingga delapan belas tahun.
2) Berjenis kelamin perempuan.
3) Mempunyai latar belakang pernah mendapat perlakuan tindak kekerasan
seksual dalam hal ini (pelecehan seksual) yang termasuk didalamnya
seperti diajak seseorang untuk menonton film porno, dipegang/diremas/
diraba bagian tubuh, dipeluk dan dicium tanpa dikehendaki atau dipaksa
hingga percobaan perkosaan.
4) Telah melakukan aktifitas menjadi anakjalanan kurang lebih dua tahun.
5) Anak tersebut memilih antara stasiun Jakarta-Bogar sebagai tempat mata
pencahariannya.
Jumlah Subyek
Menurut Strauus (dalam Poerwandari, 2001) tidak ada ketentuan baku
mengenai jumlah minimal subyek yang harus dipenuhi dalam penelitian
kualitatif. Sehingga subyek yang diambil dalam penelitian ini sebanyak tiga
(3) orang.
59
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang terbuka dan luwes, metode dan
tipe pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam,
disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian, serta sifat subyek yang
diteliti. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1) Observasi
r'oerwandari (2001) mengarahkan observasi pada kegiatan memperhatikan
secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan
hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Maleong (1997)
menjelaskan observasi biasa disebut juga dengan pengamatan, yang meliputi
kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu subyek dengan menggunakan
seluruh alat indera. Observasi bertujuan sebagai alat yang mendukung alat
yang lain. Observasi yang dilakukan adalah observasi partisipan. Faktorfaktor yang diamati adalah :
a) Penampilan fisik, diantaranya pakaian, rambut, kebersihan badan,warna
kulit.
b) Lingkungan jalanan, diantaranya kondisi jalanan, lingkungan interaksi
dengan orang lain, seperti teman sebaya, preman, pedagang sepanjang
stasiun kereta api dan petugas PERUMKA.
c) Lingkungan tempat tinggal, diantaranya stasiun kereta, pasar dan lainlain.
60
d) Perilaku keseharian, misalnya saat berinteraksi dengan orang lain.
2) Wawancara
Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu (Poerwandari, 2001 ). Wawancara kualitatif
dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif
yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud
melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut.
Menurut (Kerlinger, 2000), wawancara adalah situasi peran antar pribadi
bertatap muka, ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban
yang relevan dengan masalah-masalah penelitian, kepada seseorang yang
diwawancara atau subyek.
Jenis wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara mendalam atau in-deph interview. Kerlinger menjelaskan bahwa
wawancara mendalam adalah wawancara yang tetap menggunakan
pedoman wawancara yang terstruktur (Kerlinger, 2000).
Setiap metode penelitian akan memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada
metode wawancara kelebihannya adalah peneliti dapat berinteraksi langsung
dengan subyek, peneliti dapat memperoleh jawaban yang mendalam, dari
pertanyaan-pertanyaan yang sensitif dapat diperoleh hasil yang memuaskan.
61
Selain itu wawancara dapat menghasilkan banyak informasi, bersifat fleksibel
dan dapat diadaptasi terhadap situasi-situasi idividual, serta acap kali dapat
digunakan manakala tidak ada metode lain yang memungkinkan atau
memadai. Sedangkan kelemahan pada metode wawancara adalah
kekurangan yang bersifat praktis. Wawancara membutuhkan banyak waktu.
Untuk mendapatkan informasi dari satu orang, boleh jadi kita membutuhkan
waktu yang relatif lama. lnvestasi waktu yang besar ini meliputi tenaga dan
uang.
Observasi dan wawancara digunakan untuk memperoleh informasi tentang
latar belakang anak jalanan (mencakup keluarga), perilaku keseharian,
aktivitas, serta adanya trauma pasca mendapat kekerasan seksual.
Wawancara tidak hanya dilakukan dengan anak yang menjadi sasaran
penelitian, tetapi juga dengan orang-orang yang ada disekelilingnya seperti
teman sesama anak jalanan maupun dengan orang-orang yang sering
berinteraksi dengan mereka. Jelasnya wawancara dilakukan dengan
autoanamnesa dan alloanamnesa. Hal ini dilaksanakan guna mendapat data
yang cukup.
3.4. Alat Bantu Penqumpulan Data
Agar memperoleh data yang akurat dari hasil observasi dan wawancara,
maka digunakan alat bantu diantaranya : tape recorder beserta kaset dan
batu baterai, kamera, dan alat-alat tulis seperti kertas dan pulpen.
62
3.5. Teknik Analisa Data
3.5.1. Organisasi Data
Mengorganisasikan data adalah proses awal dalam analisa data.
Poerwandari (2000) menjelaskan dengan pengorganisasian yang sistematis
ini memungkinkan peneliti mendapatkan data yang baik, mendokumentasikan
analisis yang dilakukan dan menyimpan data dan menganalisa yang
berkaitan dalam penyelesaian penelitian. Dalam penelitian ini data
diorganisasikan dengan ;
1) Mencatat data dalam bentuk verbatim.
2) Menguraikan masing-masing kisah anak.
3) Menganalisa masing-masing kisah dengan teori yang digunakan.
4) Membandingkan antara kisah-kisah.
5) Menentukan pola.
3.5.2. Kading
Pemberian koding atau kode adalah langkah penting dalam analisis, koding
yang dimaksud adalah pengorganisasian terhadap jalannya wawancara. Halhal yang dicatat meliputi setting tempat wawancara, penampilan subjek
secara keseluruhan, respon subjek terhadap pertanyaan-pertanyaan dan
cara menyampaikan informasi.
Kading dalam penelitian ini adalah ;
63
1) Setting tern pat wawancara, sehubungan dengan kegiatan yang dilakukan
oleh anak jalanan, maka tempat wawancara dilaksanakan di stasiun Kola,
stasiun Manggarai dan stasiun Depok.
2) Durasi waktu wawancara yang diperlukan pada setiap subjek kurang lebih
40 menit setiap wawancara, sehingga empat kali wawancara diperlukan
160 menit setiap subyek.
3) Penampilan subyek selama wawancara berjalan.
4) Respon subyek terhadap pertanyaan yang diajukan secara keseluruhan
dalam menjawab pertanyaan peneliti.
3.6. Prosedur Penelitian
Menurut (Moleong, 2000), dalam melakukan penelitian ini ada beberapa
tahap yang harus dilaksanakan, yaitu :
1) Tahap Pralapangan, ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan dalam
tahap ini, yaitu :
a) Menyusun instrumen pengumpulan data. lnstrumen dalam hal ini
berupa pedoman observasi dan pedoman wawancara.
b) Menentukan lapangan penelitian. Dalam penelitian ini lapangan yang
dipilih adalah anak jalanan yang mempunyai tempat sebagai mata
pencahariannya disekitar stasiun Jakarta, Manggarai dan Depok.
64
c) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan. Tujuan ini penjajakan ini
adalah untuk mengetahui dan lebih memahami keadaan lapangan
sehingga peneliti mudah melakukan penelitian.
d) Menyiapkan perlengkapan penelitian. Perlengkapan yang digunakan
adalah alat-alat tulis seperti kertas, pulpen, buku catatan, alat perekam
seperti tape recorder, kaset dan baterai serta kamera yang dilengkapi
filmnya.
2) Tahap Pekerjaan Lapangan
a) Memahami latar penelitian dan mempersiapkan diri. Lingkungan
jalanan adalah lingkungan yang keras, peneliti harus menyiapkan diri
dengan apapun yang mungkin terjadi, misalnya diganggu preman,
anak-anak jalanan yang tidak sopan atau bahkan anak jalanan·yang
tidak mau diajak bekerjasama.
b) Memasuki Lapangan. Sewaktu memasuki lapangan, peneliti
melakukan rapport yaitu hubungan antara peneliti dan subyek yang
sudah melebur sehingga seolah-olah tidak ada lagi dinding pemisah
'
diantara keduanya. Rapport dilakukan agar subyek penelitian lebih
leluasa menjawab pertanyaan-pertanyaan dan tidak sungkan dengan
peneliti.
65
c) Melakukan pengumpulan data. Dalam hal ini data yang dikumpulkan
dengan observasi, yaitu dengan melakukan perilaku dan aktivitas
dijalan. Observasi dan wawancara terkadang dilakukan dalam waktu
yang sama. Jika ada pertanyaan yang kurang jelas, peneliti meminta
kesediaan subyek untuk menyatakan kembali pertanyaan tersebut dan
menjelaskan kembali isi pernyataannya. Selain itu peneliti menghindari
tindakan yang dapat menghambat proses wawancara, selain terhadap
subyek penelitian, peneliti juga melakukan wawancara terhadap orang
disekitarnya.
d) Peneliti melakukan probing alas jawaban-jawaban yang menarik untuk
digali lebih dalam atau dapat menanyakan kembali atas jawabanjawaban yang kurang jelas.
'e) Hasil rekaman wawancara dibuat laporannya secara verbatim, hal ini
dilakukan bertujuan untuk mempermudah melakukan analisa terhadap
jawaban-jawaban responden.
f)
Hasil jawaban tersebut kemudian dianalisa.
BAB4
PRESENTASI DAN ANALISA DATA
4.1. Gambaran Umum Subyek
Berdasarkan kode etik dalam penelitian dan untuk menjaga kerahasiaan
subyek, maka peneliti tidak menggunakan nama asli dari masing-masing
subyek melainkan hanya menggunakan inisial.
Tabel 4.1.1. ldentitas Subyek Penelitian
A
Kriteria
-
c
B
18 Tahun
17 Tahun
16 Tahun
Jenis kelamin
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Jenis pekerjaan
Pengamen
Pengamen
Tingk Pendidikan
terakhir
Tempat mangkal
SLTP
Pengamen/ Tukang
peminta-minta di kereta
Tidak Sekolah
SD
St. Depok
St. Manggarai
St. Kata
Lama menjadi
Anak jalanan
Pendapatan
Perhari
Status Tinggal
4 Tahun
7 Tahun
3 tahun
Rp. 30.000
Rp. 50.000
Rp. 50.000
Tinggal dengan
Orang tua
Kadang-kadang pulang
kerumah orang tua
lkut teman
Usia
-
4.2. Observasi Wawancara
Wawancara dilakukan sebanyak 4 kali dengan subyek yang berbeda.
Observasi terhadap subyek A dimulai pada tanggal 2 di minggu pertama
bulan Juli 2006 hingga tanggal 23 di minggu keempat bulan Juli 2006.
67
Observasi terhadap subyek B dimulai pada tanggal 6 di minggu pertama
bulan Agustus 2006 dan berakhir pada tanggal 27 di minggu terakhir bulan
Agustus 2006. Sedangkan observasi terhadap subyek C dimulai dari tanggal
3 di minggu pertama bulan September 2006 dan berakhir pada tanggal 23 di
minggu terakhir di bulan September 2006. Dari hasil observasi yang
dilakukan oleh peneliti terlihat bahwa para subyek menjawab pertanyaan
dengan baik dan lancar, hal ini didukung oleh komunikasi yang baik antara
subyek dengan peneliti.
4.3. Analisis Individual Subyek
4.3.1. Kasus A (Stasiun Depok)
1. Latar Belakang Anak Ja/anan
A adalah anak kedua dari tiga bersaudara, tetapi salah satu saudaranya
meninggal saat masih kecil. Orang tua A berasal dari Tegal, semenJak A
kecil, orang tuanya sudah hijrah ke kola dengan mengikut sertakan Adan
saudara laki-lakinya untuk mengadu nasib di Jakarta. Karena tidak kunjung
mendapat pekerjaan kemudian orang tua A mulai menjadi seorang pengemis
di depan Pasar Depok. Setelah beberapa tahun mengemis dan melihat
keuntungan dari hasil pekerjaannya, lalu orang tua A mulai berinisiatif
menyuruh kedua anaknya untuk mengemis juga sama seperti yang dilakukan
kedua orang tuanya.
68
A yang dibesarkan dalam lingkungan kumuh, tak membuatnya berkecil hati
untuk melanjutkan sekolahnya, pada pagi hari A masih dapat bersekolah
meskipun hanya belajar dalam sebuah mesjid yang terletak tak jauh disekitar
rumahnya. Kesempatan untuknya bermainpun ia lakukan di sekitar stasiun
Depok bersama dengan teman-temannya yang ia habiskan di sana.
Abang A lebih dulu menjalani profesinya sebagai pengamen di sepanjang
stasiun kereta Depok dan kadang-kadang ikut mengamen dengan temantemannya di bus-bus kota terminal Depok. Sedangkan A menolak menjadi
pengemis, lalu ia berinisiatif untuk ikut mengamen ikut jejak abangnya
dengan mengamen bersama temannya Q.
"Males ah, jadi pengemist Bapak sih maunya saya ikut ngemis kaya dia. Tapi
saya gak mau soalnya saya malu ... Lebih baik saya ikut ngamen sama
temen".
Awalnya A hanya ikut-ikutan temannya untuk mengamen didalam kereta,
tetapi begitu ia merasakan hasil yang dapat ia peroleh dalam sekali
mengamen maka ia memutuskan untuk mengamen seorang diri.
"... Waktu saya ikut ngamen dikereta ama temen, enak bener, udah banyak
uangnya kerja sebentar /agi cuma atu rit, meskipun cape sedikit"
Semenjak itu A mulai mencoba mengamen sendiri setelah melihat banyaknya
hasil pendapatan dari mengamen. A menyewa sebuah sound sistem kecil
milik tetangga, yang dapat digendongnya dan sebuah mikrofon. Dengan
69
perlengkapan sederhana tersebut ditambah sebuah kantong kecil untuk
tempat uang receh yang di pegangnya, A mulai menjalankan aktivitasnya.
"Awalnya saya ngamen sendiri ampe ma/em lagi, kak .. berapa tahun yah gua
ngamen sendiri? (sambil bertanya kepada temannya). Oh..ya ... kira-kira 2
tahun tapi berhubungan .... Ah (sambil menghela nafas) panjang ceritanya ... "
A akan memilih mengamen sesudah pulang sekolah pada siang hari dan
itupun ia tak langsung menaiki kereta untuk mengadu nasib.
"Biasanya saya akan pergi ngamen setelah pulang sekolah. Sekolah saya
deket kok ... sama rumah .... (sambil menunjukkan jari telunjuknya kearah
belakang stasiun) nih ... dibelakang stasiun rumah saya di gang Lio!".
"Saya sih orangnya mi!ih-milih kak naek kereta. Kalo tuh kereta banyak
penumpangnya, pasti banyak rezeki dah buat saya .. .. (sambil memainkan
kabel mikrofonnya) jam satu siang kan banyak orang pulang seko/ah, jadi
banyak yang ngasih. Dan kalo diitung-itung (sambil menerawangkan
wajahnya keatas langit-langit stasiun seolah mulai menghitung) ada sih
sekitar dua puluh ribuan sekali ngamen satu kereta"
Penghasilan yang ia raup dalam sekali mengamen di sebuah kereta bisa
mencapai Rp. 30.000 dan jika ia menaiki 3 kereta dalam satu hari,
pendapatan bersih akan mencapai kisaran Rp. 60.000, tetapi ia tidak
menikmati hasilnya sendiri melainkan dibag irata dengan kedua temannya.
2. Kekerasan Seksual
A pernah berhenti mengamen selama 2 tahun lamanya, iapun tak lagi ingin
mengamen seorang diri hingga larut malam.
''. .. Dulukan saya ikut ngamen sama temen saya (Q), diakan jahat, kan pas
tau dapetnya banyak, masa saya diboongin terus, aturan dapet 15 ribu
paling an ... saya cuma dapet 1O ribu satu hari. Mending saya ngamen
sendiri ... Eh gak taunya dia marah sama saya, pas pulang ngamen pasti
ditungguin sama dia, ma/akin uang saya. Pertamanya saya nggak ngasih,
70
tapi kalo gak saya kasih dia suka ngatain saya ... ama temen-temennya. Tapi
sih saya bodo amat gak peduliin dia. Abisnya saya serba salah.. Kala setoran
kurang gimana bapak tiap hari mintain uang saya buat maen judi, be/om lagi
abang saya yang minta, kalo gak dikasih wah ... bisa gawat saya, bisa
bengkak pipi saya. Jadi mending gak ngasih".
Karena (0) acap kali melakukan pemalakan dan penghinaan, A merasa takut
apabila harus bertemu dengan Q lagi, oleh karena itu ia memutuskan untuk
pulang mengamen pada malam hari saat kereta terakhir meskipun ia sangat
mengetahui resiko apa yang akan ia terima bila ia terus-menerus pulang larut
malam.
"... Sa ya takut pulang soalnya dia suka nungguin ma/akin saya ... jadinya
saya sering pulang ma/em pas kereta dah abis. Karena seringnya pulang
ma/em. waktu itu Q pernah malak saya, kan gak saya kasih ... masa tiba-tiba
dia megang dada saya sambil ngomong gituan. Kan saya marah, eh ma/ah
dia ngatain saya ... yah udah mending saya pergi ... gak taunya ada temen
abang saya yang ngeliat terus si Q dipuku/.
Nial jahat Q tak lepas hingga sampai disini. Q malah lebih menaruh dendam
kepada A yang pada saat itu merasa diremehkan oleh seorang A.
"... Waktu itu saya Jagi nonton dangdut, emang pulangnya ma/em banget ...
ama temen saya .. .ta pi temen saya pulang duluan abisnya dangdutnya
seru ... Q ngeliat saya lagi nonton dangdut tiba-tba aja dia deketin saya ..
terus ngomong awas .. .Joe ... !!! Sambil narik tangan saya. Kan saya takut dia
melototin saya, kan nyampe di ruko kosong saya dijorokin ama dia ... serem
banget dia ... Masa cu ma gara-gara gitu dendam banget yah ... Dia ngerobek
baju saya ... dia mao gituin saya ... saya ketakutan ... saya tendang aja dia
saya kabur .. ."
"Besoknya baru saya pulang bilang sama L kalo saya mo berenti aja
ngamen saya takut, kalo-kalo diatas kereta ada temennya Q terus bilang
kedia, bisa-bisa saya digituin beneran lagi ... tau gak kak saya kalo cerita ini
bawaannya emosi aja terus pernah saya ampe takut ketemu ama cowo, takut
digituin Jagi.
71
3. Gangguan Emosi
A yang keesokkannya hendak pulang kerumah L setelah mengamen tiba-tiba
bertemu dengan abangnya, dan menyuruhnya pulang. A yang tak tahu harus
bilang apa mengikuti kemana abangnya pergi. Dan sesampainya dirumah, A
tiba-tiba di gampar oleh bapaknya, A yang pada saat itu masih percaya kalau
bapaknya marah hanya gara-gara ia tidak menyetorkan uang selama
beberapa hari ini.
"Saya pikir bapak marah ama saya gara-gara uang, gak taunya dia marah
gara-gara Q dateng kerumah fitnah saya, katanya saya nyolong uangnya
ampe abang saya dikeroyok ama temennya. Saya yang gak bisa bi/ang apaapa cuma bisa bilang Q boong. Dia boong padahal dia yang mao gituin saya,
saya takul mo bilang ama siapa ibu orangnya takut banget apalagi ama
abang, bapak gak percayaan, sangking kese/nya saya teriak-teriak aja ampe
dibilang ama tetangga saya gila .. Abis gimana ka/o gak kaya gitu Q terusterusan gituin saya. Jadinya saya berenti aja dulu ngamen".
Setelah mendapat perlakuan seperti itu A dalam kesehariannya selalu diliputi
rasa takut dan berhalusinasi ada seseorang yang mengikuti kemana ia pergi.
"Ampe sekarang aja saya bawaannya masih takut, takut kalo-kalo Q masih
ada, padahal sih kata L dia udah gak ada udah masuk penjara bandar
narkoba"
Selain takut akan bertemu dengan teman-teman Q yang masih berkeliaran,
hingga saat ini A juga menjadi sangat selektif dalam memilih teman laki-laki
dan memilih tempat bekerja.
"Sekarang aja saya masih gimana gitu ka/o ada laki-laki yang deketin saya,
apa/agi orangnya saya gak kenal, terus kalo mo ja/an (mengamen, red)
biasanya saya nyari tempat yang saya udah kenal aja, males kalo ampe
nemu kaya waktu itu lagi".
72
4.3.2. Analisis Kasus B (Stasiun Manggarai)
1. Latar Belakang Anak Jalanan
B adalah anak tunggal perempuan dari ibunya, saat ini B mempunyai empat
orang saudara yang kesemua saudaranya adalah laki-laki yang didapat dari
(W) laki-laki teman ibu B, semenjak kecil ayah B sudah pergi tak tahu
kemana. lbunya yang bekerja sebagai pemulung di sekitar Bekasi kemudian
hidup tanpa ikatan pernikahan dengan seorang pemulung.
Keluarga B awalnya bukanlah termasuk keluarga yang dapat dikategorikan
miskin, ibunya pergi merantau ke Jakarta tanpa mempunyai tujuan yang lain
hanya untuk mencari ayah kandung B, mereka yang tak punya tempat
berteduh dan tak mengetahui seluk beluk kola Megapolitan ini kemudian
terperosok kedalam kemiskinan. Setelah selang berapa lama terlunta-lunta di
Jakarta, akhirnya ibu B memutuskan menjadi pemulung.
B yang pada saat itu masih tak mengerti kenapa bapaknya pergi
meninggalkan mereka, seperti enggan membicarakannya lagi. lbu B
kemudian bertemu dengan W seorang laki-laki yang serupa mata
pencahariannya, kemudian memutuskan untuk tinggal serumah dengan lakilaki tersebut bersama kelima anaknya, sekarang adik dari hasil hubungan ibu
B dengan W sudah mempunyai 4 orang anak.
73
B yang buta akan aksara ini memutuskan pergi menjadi pengamen karena ia
tidak merasa kerasan tinggal di gubuknya yang sesak bersama saudara, ibu
dan teman-laki-laki ibunya. Selain alasan tersebut B karena lantaran ayah
tirinya sering memarahi dan memukulnya. lbu B yang mengetahui hal ini
hanya duduk tak mau ambil pusing dengan masalah B.
"Saya bukannya pergi dari rumah selamanya, tapi kadang-kadang saya
pulang kok. Abisnya temen kumpul kebo emak suka muku/ ama marain saya,
lagian adek-adek saya nakal, sumpek dirumah. W pernah mao jual saya
ketemennya gara-gara kalah maen judi. Ngapain lagi saya dirumah kalo
cuma disiksa terus terusan. Padahal emak tau kalo saya sering dipukul tapi
diem aja kaya gak ada kejadian apa-apa".
B yang merasa terasingkan dalam keluarga memutuskan untuk pergi, tanpa
bermaksud meningggalkan rumah untuk selamanya, ia bekerja hampir
seluruh waktunya di stasiun kereta Manggarai.
"Mending saya jarang-jarang pulang biar saya bebas bisa ngelakuin apa aja.
Gak ada yang ngomelin apalagi mukulin saya. lagian duitnya bisa saya
kumpulin, kalo dah banyak baru saya kasih emak ... "
2. Kekerasan Seksual
B yang biasa menjafani hidupnya dengan keraspun tak fuput dari tindak
kekerasan. Kekerasan yang pernah ia alami salah satunya tindak kekerasan
seksual. Mulai dari yang biasa hingga yang beratpun pernah ia alami.
"Waktu itu saya gak tau mao nginep dimana ... Saya males pulang. Makanya
saya nginep disini digerbong kereta kosong yang udah gak kepake lagi ...
Abis mao pulang udah gak ada kereta. Waktu itu kecapean kali yah ... pas
saya tidur.. saya dicemek-cemek ama tukang rokok, waktu saya /agi tidur kan
saya ngantuk bangetjadi gak inget apa-apa, eh pas saya bangun kok
kayanya dada ama selangkakangan saya sakit kaya ada yang mencetmencet, gak taunya tukang rokok itu lagi gituin saya. Saya kaget terus
74
fangsung /ari jadi saya diem aja. Gak lamaan ada abang-abang sepantar
abang yang itu (sambil menunjuk seseorang yang kebetulan /ewat
didepannya) keliatannya tukang ngamen juga dari Tanah Abang, masa
malem-malem nyamperin saya, sayakan !agi ngitung duit abis ntu dia purapura nukerin duit sama saya, terus saya bilang gak ada eh gak taunya dia
tangannya langsung megang dada saya, sakit banget diremes ama dia''.
Selain pernah mengalami pelecehan oleh orang yang tidak dikenal, B juga
pernah mengalami pelecehan seksual dari orang yang kenal dekat.
"Anak-anak sisni juga bandel-bandel kak ... ada yang suka sama saya
padahal saya bilang saya gak suka ama dia. Saya sama dia diajak nonton
pi/em gituan .. pertamanya bilangnya nonton pi/em perang ... gak taunya pas
disetel orang lagi kaya gituan .. ihhh ..jijik banget saya .. tapi pas saya mau
pulang saya dikonciin, terus dia pada bilang mau gak kaya pi/em gitu ... saya
mao digituin ... kan dia meluk saya terus nyium saya. Saya gigit aja bibirnya.
Eh dia ma/ah marah sama saya ma/ah ngata-ngatain saya. Untung aja saya
teriak terus teriakan saya didenger ama bang R. terus dia diomelin".
3. Gangguan Emosi
Setelah kejadian itu, B seakan tak habis pikir tentang nasib sial yang terus
menerus ia hadapi. la merasa seperti ada yang salah didirinya hingga ia
kerap mendapatkan perlakuan seperti itu. Selain itu tingkat kecurigaannya
terhadap orang lain meningkat.
"Kayanya ada yang salah deh sama saya. Masa mana mungkin orang dapet
sial dalam satu bu/an bisa /ima kali. Apa saya harus begini? Lagian mending
saya pergi gak mao ngeliat kalo ada orang yang ngeliatin saya. Takut ...
serem apalagi kalo tau tuh orang jahat. Terus emosian saya bawaannya ka/o
ada orang yang gak sengaja nyenggo/ saya bisa saya maki-maki tuh orang ...
abisnya saya takut aja".
4.3.3. Analisis Kasus C (Stasiun Kota)
1. Latar Belakang Anak Jalanan
75
C adalah sulung dari enam bersaudara, saal ini kelima adik C berada di
kampungnya sebuah kola di pinggiran Panlura Jawa Baral. C merupakan
anak yalim pialu yang kedua orang luanya lelah liada karena korban
bencana alam, C dan kelima adiknya hanya diasuh oleh neneknya yang
kondisi keadaan ekonominya lak jauh berbeda dengannya dahulu.
Karena lak lahan melihal memirisan yang mereka enyam liap hari, C bernial
untuk mengubah hidupnya dalang ke lbu Kola bersama kedua lemannya,
belajar mandiri serla lurul meringankan beban neneknya di kampung. C yang
hanya berijasah SD ini nekad pergi bermodalkan sedikil uang dan tak lahu
akan kemana, saal mereka perlama kali menginjakkan kaki di Jakarta dan
bermalam di Terminal Kampung Rambulan selelah keadaan keuangan
mereka menipis akhirnya mereka berinisialif unluk mengamen di dalam busbus kota.
Saal malam kelima mereka beraklivilas C dan kedua lemannya lertangkap
razia. Mereka dimasukkan kedalam panli khusus anak-anak jalanan yang
ada di daerah Jakarta Timur. Di dalam panli lersebul anak-anak yang dirazia
dililipkan unluk linggal dan bersekolah disana dan lidak diperbolehkan unluk
mengamen lagi. C yang lak mengenal seluk beluk Jakarta ingin segera
keluar dari semua belenggu yang ia rasa sangal menyiksanya bahkan ia
menyesal pernah pergi dari kampung lak mendengarkan nasehal dari
neneknya dan ingin segera pulang kekampungnya Jagi.
76
"Saya asa/nya bukan dari Jakarta kak ... dari lndramayu, sebenernya saya
dateng kesini ama 2 temen saya, saya ketangkep tapi gak tau kabur kemana.
Saya aja kabur dari panti, terus nyasar ampe disini. Saya kasian ama nek
dikampung soalnya gak punya uang buat kasih makan saya ama adek-adek,
kan ibu bapak udah gak ada gara-gara kena longsor dikampung, makanya
saya pergi".
"Saya pengen pulang kerumah, tapi be/um ada uang cukup, makanya saya
ngamen tiap hari dari pagi ampe sore aje. Saya mending ngamen ama
temen-temen dapetnya lebih banyak, palingan ka/o mao dapet yang lebih
banyak lagi bawa anak kecil biar orang kasian. Kan jadinya banyak uang.
Anak orang disewain kesaya, yah saya sewa buat seharian.
2. Kekerasan Seksual
C yang menganggap dirinya seorang tidak terlalu cantik, seperti tak habis
pikir kenapa ada saja kejadian yang memalukan terjadi kepadanya. Semula
C tak ingin lagi bekerja mengamen, tetapi keinginan untuk pulang kekampung
halamannya yang begitu besarlah yang membuatnya terus maju untuk
mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya.
"... Waktu saya lagi ngamen sama temen saya, kan kebetulan si T
ketinggalan kereta. Jadinya saya ngamen sendiri, untungnya saya yang bawa
sound systemnya. Pas diatas kereta ada bapak-bapak yang nge/iatinsaya
terus, tadinya saya gak ada pikiran apa-apa, kan selesai nyanyi saya ngecrek
mintain uang eh tau-tau si bapak ngasih saya uang dua puluh ribu .. mana
ada yang mau ngasih segitu banyak. Saya sih seneng-seneng aja ada yang
ngasih, pas saya turun dari kereta tuh bapak-bapak masih terus aja nge/iat
saya. tau-tau dia duduk deket saya. gak tau orang gila kali, masa dia
nge!iatin punyanya kesaya. Gak tau malu saya bilang sambil marah-marah ..
terus saya pergi aja". Gak Cuma itu sih kak. Adajuga preman disini yang kalo
kita nggak ngasih uang ama dia bisa-bisa dikata-katain ampe abis deh badan
kita. Waktu itu aja saya pernah di pegang-pegang, dicium, ma/ah pernah
pengen digituin, kalo gak ada yang nolongin saya, gak tau deh terusannya".
77
3. Gangguan Emosi
Pengalaman pahit yang telah menimpa C seakan terus mengiang-ngiang
dibenaknya. C yang merasa tidak nyaman jika ia harus mengamen seorang
diri. Ketakutan itu berbuntut panjang hingga kedalam mimpinya. C masih
ingat benar wajah orang yang tel ah mencoba memperkosanya hingga jika ia
harus berpapasan dengan orang itu C selalu lari dan minta ditemani oleh
temannya. Seperti diakui C emosi marahnya pun mulai tak dapat terkontrol
sehingga ia mudah sekali putus asa, curiga bila ada orang khususnya lakilaki mulai mendekatinya.
"Sa ya takut kak kalo inget waktu itu ... hina bang et saya dibuat orang .. ampe
sekarang kalo tidur /ampunya dimatiin kaya apa yah ... pasti bawaannya
keringetan, panas dingin, takut. Pasti mimpi serem. Terus kalo mao pipis aja
minta anterin ama temen''.
4.4. Perbandingan Antar Kasus
Setelah dilakukan analisis terhadap kasus yang digambarkan dalam skema.
Dalam skema ini proses masing-masing kasus dimasukkan kedalamnya
untuk dibandingkan dengan yang lainnya guna mengetahui sejauh mana
kesamaan dan perbedaan yang saling melengkapi.
78
4.4.1. Bentuk-bentuk Kekerasan Seksual
Bentuk
Kekerasan
Seksua/
(Pelecehan
Seksual)
I
lndikatornya
1. Tatapan yang tidak menyenangkan
2. Mengamat-amati tubuh seseorang
Visual
3. Mengajak dengan sengaja menonton film
porno
4. Memamerkan tubuh telanjang atau alat
kelamin kepada seseorang
Verbal
1. Menggoda atau menarik perhatian dengan
siulan
2. Terus menerus mengajak kencan yang telah
ditolak
3. Gurauan seksual yang tak diharapkan
-··--------~-------------- --~-------
4. Meminta imbalan seksual atas pekerjaan
Fisik
1. Menyentuh bagian tubuh seseorang tanpa
dikehendaki
2. Rabaan dan remasan pada bagian tubuh
tanoa dikehendaki
3. Mendekatkan diri tanpa diinginkan
4. Memeluk dan mencium seseorang tanpa
5.
dikehendaki
Percobaan perkosaan
A
c
B
x x x
- x
x
x
-
-
x
x
-
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
-x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
-
Keterangan label :
X
: Mendapat perlakuan
: Tidak mendapat perlakuan
Dari hasil penelitian masing-masing subyek memiliki alasan yang berbeda
untuk terjun menjadi anak jalanan. Adan B beralasan hampir serupa karena
79
selain disuruh oleh ayahnya dan keadaan ekonomi yang sulit, mereka juga
beralasan karena orang tua yang kasar selalu memukulnya. Akan tetapi C
hanya menguatkan alasan ekonomilah yang membuat ia harus terjun kedunia
jalanan ini. Usia mereka saat terjun kedunia jalanan masih termasuk relatif
sangat muda karena mereka dari kecil sudah dihadapkan pada kerasnya
dunia jalanan yang rentan ini.
Pada saat pertama kali mereka menjadi korban pelecehan seksual itu terjadi
pada tahun-tahun pertama mereka memutuskan menjadi anak jalanan.
Subyek A dan C pernah memutuskan untuk berhenti bekerja, tetapi latar
belakang itulah yang menyebabkan mereka kembali lagi ke jalanan. Seluruh
subyek menjadi korban pelecehan seksual mulai dari taraf yang ringan
hingga sampai percobaan perkosaan.
4.4.2. Bentuk-bentuk Gangguan Emosi
Bentuk-bentuk Gangguan Emosi
1.
Emotional shock
2. Kehilangan minat sementara pada pekerjaan
3.
Merasa bersalah pada diri sendiri
4.
Mudah curiga dan tidak percaya terhadap orang lain
Keterangan label :
X
: Mengalami gangguan
: Tidak mengalami gangguan
A
x
x
x
ale!
x x
-
x
x
x
x
x
80
Tabel yang dimaksud adalah label benluk-benluk gangguan emosi yang
lerjadi setelah pelecehan seksual, seberapa besarnya pengaruh dari lindak
kekerasan seksual yang dialami oleh para subyek lerhadap emosi keseharian
subyek. Pada label lersebul A merasa shock saal ia sadar lelah menjadi
korban lindak kekerasan seksual dari orang yang kenal, ia pernah merasa
sangat takul akan kejadian ilu akan kembali terulang kepadanya hingga ia
pernah memuluskan untuk lidak bekerja menjadi pengamen selama 2 tahun
lamanya, hingga saal ini A menjadi orang yang seleklif dalam pergaulan, ia
pun selalu berhalusinasi bahwa orang yang pernah mencoba
memperkosanya (Q) selalu membuntulinya kemanapun ia pergi. Rasa cemas
dan lingkal kecurigaannyapun sangal linggi. lni ia lakukan karena ia selalu
waspada jika ada laki-laki yang mencoba mendekalinya.
Sedangkan pada label B, disebutkan saat ia pertama kali menjadi korban
pelecehan seksual B pun terlihat shock, ini terbukli dari penyesalan yang
selalu ia sebulkan bahwa dirinya adalah orang yang bersalah dalam kasus
ini, karena ia telah menjadi korban pelecehan seksual dari yang yang ia tak
kenal maupun yang dikenalnya. Keinginannya untuk bebas tapi tak menjadi
korban menjadi alasannya kenapa ia tidak ingin memutuskan untuk berhenti
dari pekerjaan ini. Kelabilan dari emosinyapun sangatlah terlihat, hal ini ia
akui saat ia bekerja dan lak sengaja ada orang yang menyenggolnya ia akan
marah besar, meskipun ia sadar orang itu tak sengaja menyentuhnya.
81
Ketakutannyapun sangatlah berlebihan, B akan merasa sangat gelisah jika
ada orang yang terus memperhatikannya dan ia akan segera pergi.
Pada label C dijelaskan bahwa ia menjadi yang patut disalahkan karena
kejadian yang menimpanya. Rasa bersalah yang ia terapkan membuatnya
pernah mempunyai keinginan untuk berhenti menjadi seorang pengamen
jalanan. Emosipun menjadi lebih sensitif jika berinteraksi dengan lingkungan
sekitar tempat kerjanya, padahal disini ia dituntut untuk bertemu dengan
orang banyak, tetapi ia bertingkah sebaliknya ia takut bila bertemu dengan
orang asing, halusinasi yang cukup tinggi tentang orang yang pernah
mencoba memperkosanya serta ia kerap mengalami mimpi-mimpi yang aneh
saat ia harus tidur dalam keadaan gelap dan sendiri.
Dari hasil analisa antar kasus didapat, bahwa didapati pengalaman
kekerasan seksual anak jalanan terhadap gangguan emosi, ini terlihat
adanya perubahan yang berarti, perubahan ini terjadi pada ketiga subyek
yang menjadi responden pada penelitian ini. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pengalaman kekerasan seksual dalam hal ini pelecehan
seksual telah memberikan pengaruh negatif terhadap emosi yang terjadi
pada anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen, tukang sapu gerbong
kereta dan pengemis antara stasiun kereta Jakarta-Bogar. Meskipun masih
banyak faktor lain yang mempengaruhi emosi subyek. Secara umum seluruh
82
subyek yang peneliti teliti telah merasakan keadaan emosi yang berbeda
setelah terjadinya dampak tindak kekerasan seksual (pelecehan seksual).
Perubahan emosi yang terjadi dari seluruh subyek terlihat jelas pada saat
mereka berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, walaupun aspek
gangguan emosinya masih dalam taraf ringan dan sedang. Hal tersebut
dapat dilihat dari kemampuan subyek untuk mengatasi masalah dan
seberapa besar mereka menganggap sejauh mana masalah yang sedang
mereka hadapi. Dalam beberapa hal, subyek dapat dengan baik
menempatkan emosinya, hanya jika bertemu dengan orang asing (laki-laki)
yang menurut pandangan mereka tidak menyenangkan. Pada intinya seluruh
subyek menganggap semua kejadian yang menimpa mereka pada saat itu
merupakan musibah, dan merekapun menyadari resiko atau dampak dari
seorang anak perempuan yang menjalankan aktivitas menjadi pengamen dan
peminta-minta dalam kereta yakni menjadi korban kekerasan seksual. Oleh
sebab itu segala sesuatunya harus mereka jaga dengan baik jika tidak ingin
terperosok kedalam hal-hal yang negatif.
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisa tiap kasus dari masing-masing subyek, pada bab ini
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengaruh Kekerasan Seksual
Pada umumnya seluruh subyek memiliki pendapat yang hampir seragam
tentang bentuk kekerasan seksual (pelecehan seksual). Para subyek setuju
bentuk dari pelecehan seksual macam-macamnya mulai seperti diajak untuk
menonton film porno, disentuh, diraba dan diremas pada bagian tubuh tanpa
dikehendaki, dipeluk dan dicium seseorang tanpa dikehendaki hingga
percobaan perkosaan. Subyek baru menyadari menjadi korban kekerasan
seksual (pelecehan seksual) saat tubuh atau bagian dari sensitif mereka
tersentuh (secara fisik}, tetapi para subyek tidak sadar mereka sering
mengalami kekerasan seksual berupa visual dan verbal.
2. Gangguan Emosi Yang Dialami
Dari hasil analisis seluruh subyek, peneliti mendapatkan kelabilan emosi
mereka berlangsung seminggu pertama setelah kejadian itu. Mereka menarik
diri dari lingkungan tempat biasa mereka jalani aktivitas.
84
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa individu yang mengalami tindak
kekerasan seksual (pelecehan seksual) umumnya mengalami gangguan
pada emosinya dan memiliki beban psikologis yang sama, yaitu timbulnya
shock (trauma), kehilangan minat sementara pada pekerjaan, menyalahkan
diri sendiri, mudah curiga dan tidak percaya terhadap orang lain hingga
depresi.
5.2. Diskusi
Dari hasil penelitian ini bahwa pengaruh dari tindak kekerasan seksual yang
subyek alami karena mereka masuk dalam golongan komunitas yang lemah,
yang keseharian mereka hanya berfokus pada satu bentuk pemenuhan,
yakni kebutuhan makan (fisik), oleh karena itu mereka kerap menjadi korban
pelampiasan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Kemiskinan
menyebabkan anak-anak terjun ke jalanan, tidak pandang siapa mereka baik
kecil maupun besar, baik laki-laki maupun perempuan, mereka merupakan
sasaran yang empuk bagi seorang Pedhopilia.
Selain faktor tersebut, diperoleh beberapa hal yang menyebabkan terjadinya
kekerasan seksual seperti pergaulan yang bebas, terbiasa pulang larut
malam, bekerja disektor rawan (pasar, terminal, dalam bus-bus kota, stasiun
serta taman-taman kola) dan banyak menghabiskan waktu untuk bekerja di
jalanan.
86
mereka yang masih terbilang muda untuk kehidupan yang sulit. Mereka
yang sudah terlanjur mendapatkan perlakuan ini kemudian mempunyai
cara masing-masing untuk mempertahankan diri mereka. Sebenarnya
mereka hanyalah manusia biasa yang butuh pertolongan dan bimbingan
serta perhatian dari lingkngan sekitar. Maka usaha untuk menyelamatkan
mereka adalah memberikan sarana dan prasarana yang layak untuk
kelangsungan hidup mereka, memberikan mereka tempat yang aman dan
nyaman untuk bercerita semua keluh kesahnya apabila mendapat
pengalaman pahit.
3.. Orang tua mempunyai tugas penting mamperhatikan setiap tumbuh
kembang anak-anak mereka, diharapkan dalam setiap perkembangan
anak-anak mereka orang tua dapat memberikan bantuan berupa
masukan atau nasehat yang berguna untuk anak-anaknya. Selain itu
orang tua juga harus tanggap dengan semua pola tingkah laku keseharian
dari anak mereka. Dan mengetahui kemana arah pergaulan dan siapa
saja yang menjadi teman dan tempat anak biasa pergi.
4. Semua pihak yang terkait hendaknya mau melakukan kerja sama yang
baik untuk melakukan tindakan preventif dan berusaha memperbaiki
keadaan yang telah rusak menjadi kondisi yang lebih baik. Dengan
demikian tindakan kekerasan yang dialami anak jalanan dan lingkungan
jalanan yang hampir tak tersentuh orang banyak ini dapat
diminimalisasikan meskipun tidak secara keseluruhan. Karena
87
bagaimanapun juga anak jalanan juga mempunyai hak yang sama
dengan anak yang ada disamping kita, anak yang akan meneruskan
perjuangan bangsa.
5. Dengan memberikan pengetahuan tentang pendidikan agama, moral dan
etika kepada anak jalanan dan lingkungan jalanan yang mudah dan dapat
dimengerti, diharapkan dapat memberikan masukan bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Abrar, Ana Nadhya. (1997). Pelecehan dan Kekerasan Seksual: Analisis lsi
Surat Kabar Indonesia. Yogyakarta : Pusat penelitian Kependudukan
Universitas Gadjah Mada.
Abror. Abd. Rachman. (1989). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Nur Cahaya.
Baihaqi, MIF. (1999). Anak Indonesia Teraniaya. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Coville, Walter. J., Costello, Timothy W. & Rouke, Fabian L. (1960). Abnormal
Psychology New York : Barnes & Noble. Inc.
Davidoff, Linda L (1991 ). Psikologi Suatu Pengantar Ji/id II. Jakarta.: Erlangga.
Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta. Balai Pustaka.
Dewi, Mestika. (2001 ). Pelecehan Seksual dan konsep Diri Remaja Perempuan.
Jakarta : Universitas Indonesia.
Feldmen, Robert. S. (1998). Essentials Of. Understanding Psychology : Fifth
Edition. New York : McGraw-Hill, Co.
Fitriani, Nini. (2003). Akulturasi Anak Jalanan (Studi Kasus di Rumah Singgah
Sakinah Wa Rahmah). Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negri.
Fryer, Douglas. H., Henry, Edwin. R & Sparks, Charles. P. (1961 ). General
Psychology 14h Printing. New york : Barnes & Noble. Inc.
Goleman, Daniel (2000). Emotional lntelleqence : Kecerdasan Emosional
Mengapa El Lebih Penting Daripada IQ. Jakarta • PT Gramedia Pustaka
Utama.
Handoyo, Eko dan Setiajid, Eko. (1999). Laporan Penelitian .· Anak-Anak Yang
Bekerja di Ja/anan : Latar Belakang Karakteristik dan Persoalan-Persoalan
Yang Dihadapi Dalam Menjalankan Aktivitasnya (Studi Kasus Di Kata
Semarang). Semarang • Universitas Negri Semarang.
Hariadi. S. S dan Suyanto. 8. (1999). Anak Jalanan di Jawa Timur: Masalah
dan Upaya Penanggulanggannya. Surabaya. Airlangga University Press.
Harimann, Philip. L. (1963). Modern Psychology. New Jersey• Littlefield, Adam &
Co. Paterson.
Hillgard, Ernest. R. (1962). Introduction To Psychologv. 3'd Edition. New York•
Harcourt, Brace and World. Inc.
lmran, I. (!989). Perkembangan Seksualitas Remaja Indonesia. Indonesia•
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.
lnsani, Nenny. (2005). Peranan LSM Kati/ah Dalam Mengembangkan Nasyid
Sebagai Media Dakwah Di Lingkungan Anak Jalanan Kebon Nanas Jakarta
Timur. Jakarta • Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Universitas Islam Negri.
lrwanto, Dkk. (1995).
Peker}a Anak di Tiga Kata Besar : Jakarta, Surabaya,
Medan. Jakarta• UNICEF. Pusat Penelitian UNIKA Atmajaya.
Kartika, Tuti (1997). Anak Jalanan dan Model Penanganannya. Jakarta
Universitas Indonesia.
Kartono, Kartini. (2004). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta. Raja Grafindo
Pustaka.
Kelly, Liz. (1988). Surviving Sexual Violence. Minne Apolis: University Of
Minneso ta Press.
Kerlinger, Fred. N. (2000). Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Khisbiyah, Yayah., Windhu, I Warsana., Dkk (2000). Melawan Kekerasan Tanpa
Kekerasan. Jakarta : Pustaka Belajar.
Kurniasih, Nani. Dkk. (2003). Laporan Penelitian : Kajian Tentang Perlindungan
Hukum Bagi Anak Jalanan Perempuan Dalam Mengatasi Kekerasan
Terhadap Kejahatan Seksual Di Kata Bandung. Bandung : Fakultas Hukum
Universitas Islam Nusantara.
Luhulima, Achie Sudiarti. (2000). Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan
Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Jakarta : Kelompok
Kerja Convention Watch. Pusat Kajian Wanita dan Jender. Universitas
Indonesia. PT. Alumni.
Maleong, Lexy. J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya.
Marnoto, Dinar. (2002). Proses Rujukan Anak Jalanan Dari Rumah Singgah ke
Panti Sosial Asuhan Anak. Jakarta : Universitas Indonesia.
Martini, T, dan Agustian. Mereka Berharap Ada di Rumah. Jakarta : PKPM Unika
Atmajaya - DEPSOS RI.
91
Matindas, W. Rudolf (2002). Panduan Untuk Fasilitator Pendidikan HAM Bagi
Rohaniawan. Jakarta : Seri Pendidikan HAM KOMNASHAM.
Monks, F. J., Knoers, A.P.M., Haditono, S.R. (1982). Psiko/ogi Perkembangan.
Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya.
Yogyakarta
Gadjah
Mada
University Press.
Munandir. (1990). Riset Kualitatif Untuk Pendidikan: Pengantar ke Teori dan
Metode. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi.
Muttaqien, A. Karim. (2004). Hubungan Antara pengendalian Emosi Dengan
Gaya Reso/usi Konflik Organisasi Pada Pengurus BEM Fakultas Psikologi
U/N. Jakarta : Universitas Islam Negri.
Onions,. C. T. (1996). The Oxford Dictionary of English Ethimology. London.
Oxford University Press.
Palupi, Woro Dyah Edining. (1999).
Wanita
dan
Kekerasan.
Media Wanita dan Pembangunan : Tema
Jakarta
:
Pusat
lnformasi
Wanita
Dalam.
Pembangunan : Pusat Dokumentasi dan lnformasi llmiah - LIP!.
Poerwandari, E. Kristi. (2001 ). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi.
Jakarta : Universitas Indonesia.
Sarwono, S. W. (2002). Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta : Balai Pustaka.
Setiawan , H. Harjanto. (2001 ). Pengembangan Program Penanganan Anak
Jalanan Melalui Pendekatan Community Based. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Sudrajat. T. (1997). Kekerasan Seksual Anak Ja/anan. Jakarta : Buletin Anak.
Terloit, Aldevino, J. (2001 ). Konsep Diri Anak Jalanan Yang Mengalami Abuse
dan Tidak Mengalami Abuse. Jakarta : Universitas Indonesia.
Triyanti, Maria April. A A. (2001 ). Pemberdayaan Anak Jalanan di OKI Jakarta.
Jakarta : Universitas Indonesia.
Wedge, Florence. (1997). Mencegah Gangguan Emosional. Jakarta : Obar.
Wulandari, Rosalina. (2004). Penyusunan lnventori Trauma Kekerasan Seksual.
Jakarta : Pasca Sarjana Psikologi Universitas Indonesia.
Yana. (2004). Peranan Rumah Singgah Al-Abror Pa/merah Jakarta Baral Dalam
Pembinaan Akhlak Anak Jalanan. Jakarta : Fakultas Dakwah dan
Komunikasi Universitas Negri Islam.
Yin, Robert. K. (2000). Case Study Research. Design and Methods. California :
SAGE Publication. Inc.
Yusoh, Nurisun. (2002). Pembinaan Anak Jalanan Menuju Sikap Mandiri. Jakarta
: Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negri.
Internet
Anissa (2004).
http //howebO 1.bkkbn. qo 1d/hqweb/cer1a/oengelolaceria/pp3pelecehan
seksual.html.
Kassim (1998). httpi/www.penerb1t ukn: mv/emosi pdf
Greene (2001 ). http.//vvvvw nichcy. org/pubs/factshe/fs5txt htm.
Fakultas Psikologi U I N Syarif Hidayatullah Jakarta
Assalammu'alaikum. Wr. Wb.
Dalam rangka pendidikan di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya Susi Karyanti, mahasiswa Psikologi semester X, bermaksud
mengadakan penelitian mengenai "Pengaruh Tindak Kekerasan Seksual
Terhadap Gangguan Emosi Pada Anak Jalanan". Oleh karena itu, saya
mengharapkan kesediaan anda untuk menjadi responden dan bersedia untuk
diwawancara guna mendapatkan data mengenai masalah yang terjadi dalam
kehidupan anda. Semua jawaban yang anda berikan akan di jamin
kerahasiaannya dan hanya dipergunakan untuk penelitian ini saja.
Atas kesediaan dan bantuannya, saya ucapkan banyak terimakasih. Semoga
Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita
semua. Amin.
Wassalammua/aikum. Wr. Wb.
Jakarta, .................... 2006
Susi Karyanti
LEMBARAN OBSERVASI
Wawancara ke
Subjek
Tanggal
Tempat
Jam
ldentitas Subjek
Nama lnisial
Usia
Anak Ke
Status Tinggal
Ala mat
Pendidikan
Jenis Pekerjaan
Tempat Mangkal
Penghasilan/hari
: ... s/d.
LEMBARAN OBSERVASI
gamat
a :
gga l obse rvasi
ggal l ahi r
a
Rupa/Wajah
:antik
( ) Menarik
Tahun
Tahun
Tahun
Bulan
Bulan
Bulan
Tanggal
Tanggal
( ) Biasa
( ) Buruk
( ) Memuakkan
Bentuk Tubuh
,angat tinggi
( ) Tinggi
( ) Sedang
( ) Pendek
:angat kurus
( ) Langsing
( ) Sedang
( ) Gemuk
( ) Sangat
pendek
( ) Sangat
gemuk
Tindakan
:opan
egas
epaUpasti
( ) Canggung
( ) Garang
( ) Kaku
( ) Bebas
( ) Percaya diri
( ) Ceroboh
Pakaianl Aksesoris
:api
( ) Teratur
( ) Biasa
ersih
( ) Terpelihara ( ) Sederhana
( ) Kurang tahu aturan
( ) Tertekan
( ) Dingin
( ) Tidak sopan
( ) Ragu-ragu
( ) Malu-malu
( ) Serampangan
( ) Tidak terpelihara
( ) Tidak rapi
( ) Kotor
Penyampaianl Ekspresi
:angat mudah
( ) Mudah
( ) Terbuka
( ) Hati-hati dan
membatasi diri
( ) Sukar
mencari
kata-kata
Berbicara
enang
( ) Acuh tak acuh
( ) Ribut dengan banyak
gerak dan isyarat
( ) Lancar
( j Terpengaruh bahasa
( ) Disertai
dengan bahasa
asing
( ) Gugup
Penggunaan Kata
:a mah
( ) Dibuat-buat ( ) Dengan tekanan
suara
daerah
istilah
Ciri Lain Yang Menco/ok :
Keadaan Tempat Wawancara, Cuaca dan Kehadiran Pihak Lain Disekitar
Tempat Wawancara :
Gangguan dan Hambatan Selama wawancara:
Gambaran Umum dan Kesimpulan :
Saran Pengamat:
Draft Data Kontrol
,. Anak Jalanan
1. Siapakah nama kamu?
2. Berapa usia kamu?
3. Dari manakah asal kamu?
4. Apakah kedua orang tuamu masih ada?
5. Apakah jenis pekerjaan yang biasa kamu jalani?
6. Keinginan apa yang mendorong kamu melakukan pekerjaan ini?
7. Sejak kapan kamu mulai menjalani profesimu seperti sekarang ini?
8. Sudah berapa lama kamu menjalani aktivitas ini?
9. Dimana kamu tinggal dan dengan siapa kamu tinggal?
10. Apakah orang tuamu mengetahui pekerjaanmu sebagai pengamen/
tukang penyapu kereta?
- 11. Dimanakah tempat yang biasa dijadikan tempat bekerja (tempat
mangkal) kamu?
12. Kapan kamu mulai bekerja (mengamen, menyapu kereta, red) dalam
satu hari sampai kapan?
13. Berapa rata-rata kamu menghasilkan uang perhari?
14. Dengan siapa biasanya kamu bekerja?
,
Kekerasan Seksual (Pelecehan Seksual)
1. Apakah kamu sudah mempunyai pacar? Berapa lama kamu menjalani
hubungan dengan dia?
2. Apakah pada saat kamu berpacaran, kamu mempunyai pengalaman
yang tidak enak bersama pacar kamu? Ceritakan!
3. Sewaktu kamu sedang bekerja (mengamen, menyapu kereta, red),
apakah ada penumpang yang iseng terhadap kamu? Ceritakan!
4. Dapatkah kamu ceritakan jenis perlakuan yang tidak menyenangkan
yang pernah kamu alami?
5. Dapatkah kamu ceritakan pengalaman yang tidak menyenangkan
yang pernah kamu alami?
6. Menurut kamu, apakah yang dimaksud dengan kekerasan seksual
atau pelecehan seksual?
r
Gangguan Emosi
1. Seandainya pacar kamu atau orang yang kamu kenal melakukan
pelecehan seksual terhadap kamu. Apa yang akan kamu lakukan?
Kenapa?
2. Menurut kamu apakah wajar jika ada orang yang kamu kenal, tiba-tiba
memegang, memeluk atau bahkan mencium atau menyentuh bagian
kewanitaan kamu? Dan bagaimana jika ada orang yang tidak kamu
kenal melakukan ini kepada kamu?
3. Setelah mendapatkan perlakuan seperti itu (pelecehan seksual, red)
apa yang kamu lakukan terhadap orang tersebut?
4. Setelah mendapat perlakuan seperti itu, apakah kamu masih berminat
lagi dengan menjalani aktivitasmu seperti biasa?
5. Apakah kamu menceritakan pangalaman kamu kepada orang yang
kamu percayai, setelah kamu mendapatkan pelecehan?
6. Apakah ada yang berubah kamu rasakan dalam diri kamu setelah
mendapat perlakuan seperti itu?
7. Siapa yang patut disalahkan, kamu atau orang yang telah melakukan
pelecehan itu? Kenapa?
8. Jika harus memilih mana yang akan kamu pilih, bermain dengan
teman sesama perempuan atau lebih memilih berteman dengan lakilaki? Kenapa?
9. Jika suatu hari kamu berpapasan dengan orang yang telah melakukan
pelecehan terhadap kamu, apa yang akan kamu lakukan?
PEDOMAN WAWANCARA
~c_:_c:_o:_.11----v.::.. .a::.ccrc..:iac.::bc..:e.c_I--1--'IC:..:n-=dc.:..ik_ator I a
1-I
b.
Visual
c.
d.
Kekerasan
Seksual
a.
b.
Verbal
C.
d.
e.
Pertanyaan
-!
Baga·mana
perasaan kamu saat kam u
I
tahu ada orang asing (laki-laki) yang ...
memandangmu dari ujung kakimu
hingga kekepalamu saat kamu
mengamen?
Bagaimana perasaan kamu saat
berjalan sendirian ditengah orang
banyak (laki-laki) yang sedang
berkumpul?
Pernahkah kamu diajak untuk
menonton film porno oleh teman lakilaki kamu?
Pernahkah teman atau orang yang
kamu kenal atau tidak kamu kenal
memperlihatkan alat kelaminnya
denaan senaaia keoada kamu ?
Apa yang kamu lakukan, jika kamu
melihat ada sekumpulan laki-laki yang
tidak kamu kenal berkumpul dan
menggoda kamu?
Pernah adakah teman laki-laki kamu
yang telah berulang kali mengajak
kamu untuk· menerima cintanya
meskipun telah berulang kali kamu
menolaknya?
Bagaimana reaksimu bila ada teman
laki-lakimu memperolok-olokmu
didepan orang banyak?
Bagaimana perasaanmu bila teman
laki-laki kamu saat bergurau
mengeluarkan kata-kata yang
berkonotasi seksual kepadamu?
Pernahkah ada teman laki-lakimu
meminta imbalan seksual darimu?
I
i
I
I
Kekerasan
Seksual
Fisik
2.
Shock
Gangguan
Emosi
Takut
Marah
a. Bagaimana tanggapanmu bila ada
teman laki-lakimu atau orang asing
yang dengan sengaja menyentuh
bagian sensitif dari tubuhmu?
b. Apakah yang kamu Jakukan jika
melihat ada orang asing yang tiba-tiba i
datang menghampiri kamu?
I
C. Apakah yang akan kamu lakukan, bila
ada teman laki-laki atau orang asing
meraba, meremas bagian sensitif dari
tubuhmu?
d. Apakah yang kamu lakukan jika ada
seseorang (laki-laki) baik yang dikenal
maupun tak dikenal mencoba dengan
paksa mencoba mencium dan
memelukmu?
e. Pernahkah ada teman-laki-laki yang
kamu kenal pernah mencoba
melakukan pelecehan seksual atau
percobaan perkosaan terhadap kamu?
a. Apa yang kamu rasakan saat pertama
kali kamu mendapat perlakuan
pelecehan seksual dari orang asing
atau teman laki-laki kamu?
b. Apakah wajar jika ada temanmu (Jakilaki) menyentuh, memegang atau
bahkan meremas bagian sensitif
tubuhmu?
a. Adakah yang berubah darimu setelah
mendapat pelecehan seksual?
b. Apakah kamu takut apabila suatu saat
harus bertemu dengan orang asing
(laki-Jaki) yang telah melakukan
pelecehan seksual terhadap kamu?
C. Apa kamu merasa takut untuk bertemu
teman laki-laki kamu yang telah
melakukan pelecehan seksual
terhadap kamu?
a. Apa kamu akan langsung
melampiaskan amarahmu terhadap
orang yang telah melakukan pelecehan
seksual terhadap kamu?
b. Apakah kamu punya cara
melampiaskan amarahmu terhadap
orang yang telah melakukan pelecehan
seksual kepada kamu?
-·
~
I
Cem"
''
Curiga
Gangguan
Emosi
I
Kehilangan
minat pada
pekerjaan
Merasa
bersalah
pada diri
sendiri
a. Apakah kamu merasa cemas dan
tak memberitahukan orang tua
I
kamu tentang kejadian yang telah
meompa d;c; kam"?
~
a. Apakah jika bertemu dengan orang
lain sewaktu mengamen,
kecurigaan terhadap mereka, kamu I
tingkatkan?
b. Apakah jika ada orang asing (Jakilaki) yang hendak mendekati kamu I
perlu kamu waspadai?
a. Apakah kamu memutuskan untuk
tidak bekerja lagi setelah mendapat
pelecehan seksual?
b. Adakah yang menggantikanmu
bekerja?
a. Apa kamu merasa nyaman setelah
menyadari bahwa kamu telah
mendapat pelecehan seksual dari
teman kamu?
b. Adakah yang patut disalahkan
setelah peristiwa itu terjadi menimpa
kamu?
Download