TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Ultisol berasal dari bahasa Latin Ultimius, yang berarti terakhir yang merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang lanjut. Ultisol memiliki horizon argilik yang ditandai dengan adanya penimbunan liat pada horizon B, kejenuhan basa yang kurang dari 35% pada horizon atas penciri. Biasanya terdapat Al yang dapat dipertukarkan dalam jumlah yang tinggi (Foth, 1995). Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temperat sampai tropis. Di Indonesia Ultisol merupakan daerah terluas dari lahan kering yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, serta sebagian kecil di Jawa, terutama di wilayah Jawa Barat (Munir,1996). Tanah ini merupakan tanah yang mengalami pelapukan lanjut dan berasal dari bahan induk yang sangat masam. Mempunyai stabilitas tanah yang buruk sehingga peka terhadap erosi, permeabilitas lambat hingga sedang, mengalami pencucian liat yang tinggi, konsistensi teguh hingga gembur, semakin kebawah semakin pejal, agregat berselaput liat sering ada konkresi besi dan sedikit kwarsa, mempunyai suhu tanah yang cukup panas (lebih dari 80 C) (Hardjowigeno, 1993). Sifat lain dari tanah ini dapat dilihat dari sifat kimianya yang ditandai dengan kejenuhan basa yang rendah, kapasitas tukar kation yang rendah, bahan organik sedang sampai rendah, kandungan unsur hara yang rendah dan mempunyai pH yang rendah (Munir, 1996). Universitas Sumatera Utara Unsur Hara Fosfor Fosfor (P) merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen dan kalium. Tetapi, fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan (key of life). Unsur hara P dalam tanah dapat digolongkan menjadi P organik dan P anorganik (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Ketersediaan fosfor tanah untuk tanaman terutama sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanahnya sendiri. Pada Ultisol, tidak tersedia dan tidak larutnya P disebabkan fiksasi oleh mineral-mineral liat dan ion-ion Al, Fe yang membentuk senyawa kompleks yang tidak larut. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi ketersediaan P tanah yaitu : 1) tipe liat, 2) pH tanah, 3) waktu reaksi, 4) temperatur, 5) bahan organik tanah (Nyakpa, dkk, 1988). Bentuk P pada tanah masam yaitu H2PO4- lebih dominan dijumpai dan terus ke bentuk HPO42- dan PO42- sedangkan P yang dapat diserap tanaman dalam bentuk orthophospat yaitu H2PO4- dan HPO42- pada umumnya dapat tersedia bagi tanaman (Nyakpa, dkk, 1988). Pada pH yang kurang 6.5 akan banyak terdapat Al dan Mn yang akan mengikat P dalam tanah dengan reaksi sebagai berikut : Al3+ + H2PO4- + 2H2O Larut 2H+ + Al(OH)2H2PO4 tidak larut Fosfat jika berhubungan dengan suatu larutan asam akan menghasilkan monokalsium fosfat yang mudah larut menjadi Ca2+ dan H2PO4- dengan reaksi sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Ca5(PO4)3OH (hidroksi apatit) + 7 H+ 5 Ca2+ + 3 H2PO4- + H2O Ca5(PO4)3F (fluorapatit) + 6 H+ 5 Ca2+ + 3 H2PO4- + F- Cara mengurangi fiksasi P dalam tanah dapat dilakukan antara lain sebagai berikut : 1. mengatur pH yaitu dengan pengapuran 2. pemberian bahan organik, pemberian ini akan menghasilkan anion dan kation yang mengurangi fiksasi 3. mengurangi kontak langsung antara pupuk dengan tanah (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1978). Pemberian fosfor di dalam tanah mempunyai sumber dari : a. pupuk buatan b. pupuk alam c. senyawa alam lainnya baik senyawa organik maupun senyawa anorganik dari unsur-unsur P dan K yang sudah ada dalam tanah. Permasalahan fosfor (P) pada kesuburan tanah lapisan atas adalah (1) jumlah total P di dalam tanah relatif rendah, yaitu 200 untuk 2000 kg P/ha tanah di kedalaman 15 cm, (2) P yang ditemukan di lapisan atas tanah memiliki kelarutan yang rendah atau benar-benar tidak dapat larut sehingga sebagian besar tidak tersedia untuk diserap oleh tanaman (3) sumber P yang berasal dari pupuk yang ditambahkan ke tanah, akan menyediakan unsur P untuk tanaman namun pada waktunya akan membentuk campuran yang tidak dapat larut (Brady dan Weil, 2008). Universitas Sumatera Utara Abu Tulang Sapi Abu tulang sapi adalah trikalsium fosfat yang berasal dari Hydroxyapatit Ca5(OH)(PO4)3. Memilik komposisi abu tulang sapi, sebagian besar didominasi oleh senyawa fosfat dengan komponen mineral utama hidroksil apatit (http://digitalfire.com/4sight/material/bone_ash_123.html,2008). Menurut Carter and Spengler (1978) dalam J.Dairy ScI (2004) Umumnya pada tulang sapi yang masih basah, berdasarkan bobotnya terdapat 20% air, 45% abu, dan 35% bahan organik. Dari kandungan abu terdapat kalsium 37% dan 18.5% fosfor pada bobot tulang sapi. Peranan Asam Organik Asam Sitrat Asam ini terbentuk dari asetil Ko-A yang terbentuk dari asam amino, lemak maupun karbohidrat berkondensasi dengan asam oksaloasetat (Martoharsono, 1983). Menurut Hart (1990), bahwa asam sitrat merupakan 60% dari sari buah jeruk yang ditambahkan pada limun dan gula-gula. Senyawa ini merupakan zat perantara yang penting dalam metabolisme karbohidrat dan juga merupakan unsur penting dalam darah. Keasaman asam sitrat didapatkan dari tiga gugus karboksil COOH yang dapat melepaskan proton dalam larutan. Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan ialah ion sitrat. Sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk mengendalikan pH larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan ion logam membentuk garam sitrat. Selain itu, sitrat dapat mengikat logam-logam dengan pengkelatan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sitrat, 2010). Universitas Sumatera Utara Tabel 1. Sifat-sifat kimia asam sitrat Nama Lain Bobot Rumus Rumus Kimia Rumus bangun Asam-2-Hidroksi-1,2,3propanatrikarboksilat 192.13 u C6H8O7 atau CH2COOH.COH(COOH).CH2(COOH) O OH O O OH Titik lebur Temperatur penguraian termal OH OH Sifat Perubahan Fase 426 k ( 1530C) 448 k ( 1750C) Sifat asam-basa pKa1 pKa pKa2 3.15 4.77 6.40 Asam Laktat Asam ini merupakan bentuk aktif seperti dekstro dan levo yang berbentuk D-asam laktat dan L-asam laktat. Asam ini terdapat pada susu yang merupakan hasil fermentasi dari laktosa dan digunakan untuk minuman ringan, kej, dan produk-produk makanan lainnya. Senyawa hasil pengubahan glukosa menjadi asam laktat hampir semuanya mengandung fosfat. Asam laktat dikenal juga sebagai asam susu yang merupakan senyawa kimia penting dalam beberapa proses biokimia. Seorang ahli kimia Swedia, Carl Wilhelm Scheele, pertama kali mengisolasinya pada tahun 1780. Secara struktur, ia adalah asam karboksilat dengan satu gugus [hidroksil] yang menempel pada gugus karboksil. Dalam air, ia terlarut lemah dan melepas proton (H+), membentuk ion laktat. Asam ini juga larut dalam alkohol dan bersifat menyerap Universitas Sumatera Utara air (higroskopik).Asam ini memiliki simetri cermin (kiralitas), dengan dua isomer: asam L-(+)-laktat atau asam (S)-laktat dan, cerminannya, asam D-(-)-laktat atau asam (R)-laktat. Hanya isomer yang pertama (S) aktif secara biologi (http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_laktat, 2010). Berdasarkan IUPAC nama lain dari asam laktat ialah : asam 2hidroksipopanoat (CH3-CHOH-COOH), yang dikenal juga dengan asam susu) Diagram bola untuk asam laktat dapat dilihat pada gambar dibawah (http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sitrat, 2010). Nanas (Ananas comosus) Nanas (Ananas comosus) merupakan buah yang cukup populer, buah nanas ini bisa kapan saja kita peroleh seolah-olah buah nanas ini tak mengenal musim. Budidaya tanaman nenas (tidak memerlukan perlakuan khusus) dan mudah untuk di budidayakan (Nuswamarhaeni, dkk, 1999) Dari berbagai macam bahan baku yang dapat digunakan dalam proses produksi asam sitrat, maka nanas dapat digunakan sebagai bahan baku asam sitrat. Pemilihan bahan baku limbah nanas sebagai asam sitrat di dasarkan pada pemanfaatan limbah nanas dari pabrik pengalengan nanas yang masih sangat terbatas. Pemanfaatan kulit nanas untuk industri asam sitrat dapat meningkatkan Universitas Sumatera Utara nilai ekonomis kulit nanas sekaligus menambah keanekaragaman industri asam sitrat di Indonesia (Anonimous, 2010). Kadar asam sitrat pada nenas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut Total asam = ml NaOH x N NaOH x BM as. Dominan x Fp x 100% Berat sampel x 1000 x valensi Dimana, asam dominan = asam sitrat (C6H8O7), BM = 192g/mol dan valensi = 3. Pada kulit nenas muda umumnya lebih banyak terdapak kadar asam sitrat yaitu sekitar 5.5%, dibandingkan pada daging yaitu sekitar 2% dan bonggol nenas sekitar 3% (Ranggana, 1977). Universitas Sumatera Utara