Iming-iming UKM Masuk Bursa Saham JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ingin mengundang banyak perusahaan meramaikan pasar modal Indonesia. Salah satunya, mendorong usaha Kecil dan menengah (UKM) mencatatkan saham atau IPO di Bursa Efek Indonesia. Upaya ini adalah satu dari 15 agen dan stimulus OJK di bidang pasar modal. OJK berniat membantu UKM agar bisa mengakses dana dari pasar modal. Program ini bisa menambah sarana investasi bagi investor dan meningkatkan kualitas pengelolaan UKM. Kelak, OJK akan menyusun system hukum dan infrastruktur pengembagnan UKM. Bahkan, OJK berencana membuat papan pencatatan khusus bagi UKM. Tentu rencana ini baru bisa terwujud dengan menggandeng regulator lain yang memayungi UKM. Sebagai unit bisnis dengan modal mini, ide UKM masuk pasar modal bakal mendapat banyak rintangan. OJK akan mendapat beban tambahan dalam hal pengawasan. Selain itu, tak mudah mendorong UKM masuk BEI. Meski punya akses ke pasar modal, UKM bakal terbebani biaya pencatatan alias listing fee. Direktur Investa Sara Mandiri Hans Kwee menilai, bagi UKM yang bermodal kecil, biaya tambahan yang harus dikeluarkan setelah menjadi perusahaan terbuka bisa memberatkan. Saat ini, emiten wajib membayar biaya listing awal dan biaya listing tahunan yang bisa mencatat ratusan juta rupiah (lihat tabel). “Biaya penjamin emisi, biaya public expose dan biaya keterbukaan informasi juga harus diperhatikan,” ujar Hans Kepada KONTAN, kemarin. Pendanaan yang berasal dari utang, misalnya obligasi atau pinjaman bank, masih lebih murah ketimbang biaya jadi emiten. “Banyaknya biaya tambahan jika mencari pendanaan dari ekuitas menyulitkan UKM,” kata Hans. Pengamat pasar modal Budi Frensidy menilai, pasar modal bia menjadi pintu masuk baru bagi UKM untuk mencari pendanaan. Namun OJK juga harus membuat market maker untuk UKM. Dengan aset minim, belum tentu investor tertarik membeli saham UKM. Apalagi, selama ini banyak perusahaan kecil yang IPO hanya menjadi saham gorengan di pasar. Bagi UKM, nilai emisi dari pasar modal tak banyak. Hal ini akan mempengaruhi jumlah saham IPO dan berdampak pada minimnya likuiditas. Direktur Avere Invertama Teguh Hidayat, tak setuju jika UKM masuk pasar modal. Bukannya mengorek nilai kapitalisasi pasar, masuknya UKM ke pasar modal justru menambah banyak spekulan. Ia mencontohkan, perusahaan lapis tiga di BEI yang asetnya tak lebih Rp 1 triliun saja kerap menjadi aham tidur. “Apalagi UKM yang asetnya mungkin hanya miliaran rupiah,” imbuh dia. Teguh menyarankan, OJK sebaiknya fokus sosialisasi IPO keperusahaan besar. Perusahaan beraset besar lebih menarik untuk diakses investor pasar modal. Koran KONTAN, Senin, 27 Juli 2015