Sitotoksisitas Ekstrak Dan Senyawa Flavonoid

advertisement
2
yang memiliki bioaktivitas sebagai sitotoksik
dan
penghambatannya
diduga
dapat
menginduksi
apoptosis.
Manfaat
penelitiannya, yaitu daun sukun dapat
digunakan sebagai obat kanker payudara
secara alami.
TINJAUAN PUSTAKA
Flavonoid
Tanaman yang berpotensi sebagai obat
herbal mengandung senyawa kimia hasil dari
metabolisme tanaman itu sendiri. Senyawa
kimia hasil metabolisme primer seperti
karbohidrat, protein, dan lemak digunakan
sendiri oleh tanaman tersebut untuk
pertumbuhannya.
Senyawa
metabolit
sekunder seperti terpenoid, steroid, kumarin,
flavonoid, dan alkaloid merupakan produk
alami tanaman yang berfungsi sebagai
pelindung dari gangguan hama penyakit
(Heldt 2005).
Kerangka dasar flavonoid terdiri atas 15
atom karbon. Kerangka tersebut membentuk
dua cincin benzena (C6) yang mengikat pada
suatu rantai propana (C3) sehingga
membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan
tersebut membentuk senyawa polifenol.
Gugus hidroksil (OH) pada senyawa fenol
diketahui dapat meningkatkan sitotoksisitas
suatu senyawa (Syah 2005) (Gambar 1).
Flavonoid memiliki tiga jenis struktur yang
berbeda, yaitu flavonoid, isoflavonoid, dan
neoflavonoid. Lebih dari 4000 struktur unik
flavonoid telah teridentifikasi dari berbagai
jenis tanaman (Middelton et al. 2009).
Banyaknya jenis flavonoid disebabkan oleh
berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi, atau
glikosilasi dari struktur tersebut. Masingmasing senyawa flavonoid mempunyai
struktur dasar tertentu. Senyawa flavonoid
diklasifikasikan
berdasarkan
kerangka
karbonnya seperti khalkon, flavanon, flavon,
flavan-3-ol, dan 3-prenilflavon (Hakim 2007).
Sintesis flavonoid pada suatu tanaman berasal
dari asam amino fenilalanin dan tirosin yang
merupakan hasil dari jalur sikimat. Asam
amino tersebut akan mengubah struktur
cincinnya menjadi fenol dan masuk dalam
jalur malonat. Tahap awal jalur malonat
menggunakan p-komaril-KoA dan 3 molekul
malonil KoA membuat sintesis khalkon yang
dibutuhkan dalam jalur ini menjadi bersifat
yang
tidak
dapat
dirubah
sehingga
menghasilkan flavonoid (Heldt 2005).
Flavonoid yang merupakan senyawa
fenolik alam memiliki sifat antioksidan dan
berpotensi dalam menghambat pertumbuhan
sel kanker melalui mekanisme penghambatan
siklus sel, pemacuan apoptosis, penghambatan
angiogenesis, antiproliferatif atau kombinasi
dari beberapa mekanisme tersebut. Jenis
flavonoid, misalnya genestein dan kuersetin,
mampu menghambat aktivitas protein kinase
pada daerah pengikatan ATP. Peran dari
protein kinase sendiri, yaitu sebagai sinyal
pertumbuhan pada sel-sel kanker dan pada
jalur antiapoptosis (Meiyanto et al. 2007).
Gambar 1 Struktur flavonoid (Middelton et
al. 2009).
Sukun (Artocarpus altilis)
Sukun merupakan tanaman Plantae yang
termasuk ke dalam divisi Spermatophyta dan
subdivisi Angiospermae. Keluarga tanaman
Moraceae ini termasuk ke dalam kelas
Dicotyledonae dengan ordo Urticales, genus
Artocarpus, dan spesies Artocarpus altilis.
Sukun atau breadfruit dikenal sebagai sumber
makanan yang banyak terdapat di kawasan
tropis termasuk Indonesia dan Malaysia. Di
pulau Jawa tanaman ini dijadikan tanaman
budidaya oleh masyarakat (Heyne 1987).
Buah sukun berbentuk bulat atau bulat
panjang dengan diameter mencapai 25.4 cm
dan beratnya kurang lebih 4.54 kg dengan
ketinggian pohon 20 m. Pada Gambar 2
terlihat sebagian warna daun hijau dan coklat,
serta kulit buah berwarna hijau yang
menunjukkan tanaman sukun siap untuk
panen (Koswara 2006). Buah sukun terbentuk
dari
keseluruhan
kelopak
bunganya.
Perbungaan terjadi dalam ketiak daun, dekat
ujung ranting. Sukun tumbuh baik di daerah
basah, tetapi juga dapat tumbuh di tempat
yang sangat kering. Di musim kering,
disaat tanaman lain tidak memproduksi atau
Gambar 2 Sukun (Artocarpus altilis).
3
merosot produksinya, justru sukun dapat
tumbuh dan berbuah dengan lebat. Pohon
sukun mulai berbuah setelah berumur lima
sampai tujuh tahun dan akan terus berbunga
hingga umur 50 tahun, sehingga membuktikan
bahwa tanaman sukun produktivitasnya cukup
tinggi (Koswara 2006).
Hasil analisis menunjukkan sukun
memiliki nilai gizi, antara lain kandungan
fosfor, kalsium, vitamin C, vitamin B1
(Mustafa 1998). Pada bagian daun sukun
ditemukan senyawa turunan flavonoid jenis
piranoflavon,
yaitu
siklokomunin,
siklokomunol dan sikloartokarpin (Hakim
2007). Selain itu, senyawa turunan geranil
flavonoid jenis dihidrokhalkon yang telah
berhasil diisolasi, yaitu AC-3-1 (1-[2,4dihidroksifenil]- 3-[8- hidroksi-2-metil-2-(4metil- 3-pentenil -2H-1- benzopiran-5-il]-1propanon),
AC-5-1
(2-geranil-2‟,4‟,3,4
tetrahidroksidihidrokhalkon), 2-geranil-3,4,7trihidroksiflavanon, dan sikloaltilisin (Wang
et al. 2007). Syah (2005) melaporkan bahwa
senyawa AC-5-1, AC-3-1, dan siklokomunol
memiliki efek biologis yang potensial sebagai
sitotoksik. Pada Gambar 3 terdapat gugus
hidroksil yang terikat pada struktur senyawa
AC-5-1, AC-3-1, dan siklokomunol. Gugus
hidroksil tersebut diketahui dapat membantu
dalam mekanisme penghambatan sel kanker
sebagai antioksidan (Middelton et al. 2009).
Daun tanaman sukun mengandung
beberapa zat berkhasiat seperti asam
hidrosianat, asetilkolin, tanin, riboflavin,
fenol, flavonoid, dan saponin (Mulyati 2009).
Beberapa senyawa turunan dihidrokhalkon
dan piranoflavon A. altilis tersebut hampir
memiliki kesamaan dengan A. communis,
tetapi sebagian senyawa A. communis diisolasi
berasal dari bagian bunga tanaman sukun,
bukan dari bagian daunnya (Syah 2005).
Pada masyarakat Indonesia umumnya,
sukun biasa juga digunakan sebagai obat
tradisional yang dapat mengobati berbagai
penyakit seperti sirosis hati, hipertensi, dan
diabetes melitus (Mustafa 1998). Secara
tradisional air rebusan daun sukun dilaporkan
dapat mengobati penyakit kulit, menurunkan
tekanan darah, menyembuhkan penyakit
asma, hepar, juga ginjal (Syah et al. 2006).
Kanker Payudara
Secara umum kanker didefinisikan sebagai
suatu
kondisi
sel
telah
kehilangan
pengendalian dan mekanisme normalnya,
sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak
normal, cepat, tidak terkendali dan berusaha
menghindari kematiannya (apoptosis). Sel
kanker tidak peduli dengan keterbatasan zat
makanan, ruang dan fakta jika harus berbagi
dengan sel-sel normal yang ada disekitarnya.
Lebih jauh dari itu, sel kanker mengabaikan
perintah untuk berhenti berkembangbiak oleh
tubuh yang bersangkutan. Sel-sel kanker
dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu
proses rumit yang disebut transformasi.
Tahapan
transformasi,
yaitu
inisiasi
(terjadinya mutagenesis), promosi (kerusakan
gen), dan perkembangan (Diananda 2008).
Kanker terjadi karena kerusakan struktur
genetik yang menyebabkan pertumbuhan sel
tidak terkontrol. Kerusakan
gen dapat
disebabkan karena radiasi, radikal bebas, atau
gen penekan tumor (Silalahi 2006). Tahapan
terjadinya kanker, yaitu: (1) induksi: adanya
perubahan pertumbuhan sel (displasia), (2)
kanker in situ: pertumbuhan kanker terbatas
pada jaringan tempat asalnya tumbuh, (3)
kanker invasif: sel kanker telah menembus
membran basal dan masuk ke jaringan atau
organ sekitar yang berdekatan, (4) metastasis:
penyebaran kanker ke jaringan atau organ lain
(Diananda 2008).
Kanker payudara merupakan salah satu
penyebab kanker tertinggi bagi wanita di
dunia. Penyebab kanker payudara dapat
diakibatkan karena interaksi rumit dari banyak
faktor genetik, hormonal, dan lingkungan.
Jenis sel kanker payudara, diantaranya adalah
sel T47D, sel MCF-7, sel MDA-MB-231, sel
MB-MDA-468, sel BT-20, dan sel BT-549
(1)
(2)
(3)
Gambar 3 Struktur senyawa flavonoid tergeranilasi atau terprenilasi: (1) AC-5-1 ; (2) AC-3-1 ; (3)
Siklokomunol (Syah 2005).
4
(Yang et al. 2010). Sel T47D merupakan
continous cell lines yang diambil dari jaringan
payudara seorang wanita berumur 54 tahun
yang terkena ductal carcinoma yang diisolasi
pada tahun 1970 (Kristyowati 2009). Sel
T47D mengekspresikan gen p53 yang
termutasi sehingga gen p53 tidak dapat
berikatan dengan DNA sekuen. Hal ini
mengakibatkan hilangnya kemampuan gen
p53 untuk regulasi siklus sel. Mutasi gen p53
ini pun mengakibatkan tidak dapat meregulasi
protein proapoptosis yang diatur oleh p53
seperti Bax dan Puma (Gewies 2003).
Pada Gambar 4 menunjukkan sel T47D
yang sedang mengalami pertumbuhan dan
perkembangannya setelah inkubasi 18 jam.
Morfologi sel yang terlihat pada gambar
seperti sel epitel dan memiliki sifat yang
bergerombol yang menandakan sel akan
bersifat kanker (Diananda 2008). Sel T47D
sering digunakan dalam penelitian kanker
secara in vitro karena mudah penanganannya,
memiliki kemampuan replikasi yang tidak
terbatas atau cepat dalam pertumbuhannya.
Selain itu memiliki homogenitas yang tinggi
dan mudah diganti dengan sel baru yang
telah dibekukan jika terjadi kontaminasi.
Metode in vitro ini merupakan alternatif
pengganti metode hewan uji. (Zampieri et al.
2002).
Gambar 4 Sel T47D dengan perbesaran 10x.
dapat menyebabkan kanker (Darzynkiewicz et
al. 1992).
Apoptosis
melibatkan
serangkaian
kejadian biokimiawi melalui transduksi sinyal
yang menyebabkan perubahan morfologis
bahkan kematian sel. Mekanisme apoptosis
yang dapat merubah morfologis sel tersebut,
yaitu penyusutan sel, kondensasi kromatin
fragmentasi DNA, kerusakan membran inti
dan sel pecah menjadi beberapa vesikel yang
disebut badan apoptosis (Gambar 5). Badan
apoptosis tersebut akan dikenali oleh sel
makrofag
dan
dimakan
(fagositosis).
Perubahan yang terjadi dalam sel apoptosis
memediasi pembelahan DNA menjadi
fragmen-fragmen (Gewies 2003). Perubahan
biokimia pada proses apoptosis melibatkan
dua kelompok transduksi sinyal, yaitu internal
dan eksternal. Transduksi sinyal internal
diantaranya adalah gen penekan tumor, gen
bcl-2, dan „killer caspases’. Transduksi sinyal
eksternal, salah satunya reseptor faktor
nekrosis pada tumor (Doseff 2004).
Gen penekan tumor (gen p53) adalah
faktor transkripsi yang mengaktivasi sejumlah
besar ekspresi gen yang terlibat dalam
regulasi siklus sel dan apoptosis. Gen p53
adalah gen penekan tumor pertama yang
diidentifikasi dalam sel kanker. Jejaring kerja
gen p53 secara normal berada dalam keadaan
tidak aktif. Keadaan ini akan menjadi aktif
jika sel mengalami stress atau terluka.
Kehilangan fungsi gen p53 karena mutasi
dapat
mempengaruhi
mekanisme
pembentukan apoptosis yang melibatkan gen
bcl-2 dan caspase (Syaifudin 2007).
Mekanisme gen p53 dalam menginduksi
apoptosis, yaitu gen bekerja merangsang
mitokondria dengan adanya induksi dari gen
Bax untuk mengeluarkan sitokrom c ke sitosol
membentuk caspase cascade (Gewies 2003).
Apoptosis
Apoptosis
merupakan
mekanisme
kematian sel secara alami dan terprogram.
Berbeda dengan nekrosis, yaitu kematian sel
yang merupakan penghancuran sel secara
total. Apoptosis terjadi ketika sel mengalami
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi,
misalnya terjadi kerusakan DNA akibat
radiasi ionisasi atau bahan kimia beracun, atau
bisa juga disebabkan aktivitas gen penekan
tumor dan radikal bebas. Oleh karena itu,
apoptosis bekerja untuk melenyapkan sel-sel
yang mengalami kerusakan tersebut. Selain
itu, apoptosis memiliki peranan penting untuk
menjaga keseimbangan perkembangbiakan sel
dan untuk membatasi proliferasi sel yang
Kultur Sel
Kultur
sel
merupakan
metode
pertumbuhan sel yang dikembangkan secara
in vitro dengan lingkungan yang disesuaikan
(nutrisi, pH, oksigen, osmolalitas, konsentrasi
CO2, dan suhu) seperti dalam kondisi in vivo.
Kultur sel banyak digunakan dalam berbagai
aplikasi ilmiah, seperti genetika, biologi
molekul, dan teknik kultur jaringan (Freshney
2005).
Sel yang digunakan dalam kultur berasal
dari jaringan asli yang ditransformasi dalam
laboratorium. Sel asli yang diambil dari
jaringan atau organ merupakan sel primer. Sel
primer memiliki waktu hidup yang terbatas
dan
mungkin
menunjukkan
beberapa
5
Gambar 5 Mekanisme apoptosis (Gewies 2003).
karakteristik seperti penurunan protein dan
sintesis DNA. Sel yang ditransformasi
terkadang memiliki waktu hidup yang tak
terbatas disebut dengan immortal cell atau
countinous cell. Waktu hidup sel yang tidak
terbatas membuat sel akan terus-menerus
membelah, serta proses tersebut membuat sel
secara kontinyu dapat dikultur (Freshney
2005).
Sel T47D ditumbuhkan dalam media
kultur sel, yaitu Dulbecco‟s Modified Eagle‟s
Medium (DMEM) Gibco 12800-017, 10%
Fetal Bovine Serum (FBS), dan Penicillin
Streptomicin Fungizon Genthamicin (PSFG).
Fungsi media dalam pertumbuhan sel adalah
untuk menyediakan nutrisi dan energi yang
dibutuhkan
dalam
pertumbuhan
dan
proliferasi sel. Kandungan dalam media
pertumbuhan sel terdiri atas dua bagian, yaitu
media dasar dan suplemen (Freshney 2005).
Media dasar dalam kultur sel T47D adalah
DMEM yang kandungannya terdiri atas
glukosa yang tinggi, larutan garam, asam
amino esensial, vitamin, dan merah fenol
(phenol red). Media ini tidak mengandung
gen
pembunuh
dan
membutuhkan
suplementasi untuk menjadi media yang
lengkap. Larutan FBS memiliki albumin
dalam kandungannya yang berfungsi sebagai
protein pembawa untuk molekul-molekul
kecil, transferin untuk pengikat besi, serta
terdapat antiprotease untuk menghambat
enzim protease dalam menghancurkan sel.
Larutan PSFG bertindak sebagai antibiotik
dan antimikotik yang melindungi sel dari
kontaminasi bakteri dan jamur (Freshney
2005).
Kultur sel ditumbuhkan dalam inkubator
pada suhu 37°C, 5% CO2, dan 95%
kelembaban. Kondisi inkubator yang tepat
sangat dibutuhkan oleh sel agar dapat tumbuh
dengan baik. Suhu diatur sesuai kondisi suhu
fisiologis sel, kelembaban dijaga 95% dengan
tujuan untuk mencegah kelebihan evaporasi
media, serta 5% CO2 berfungsi sebagai buffer
bikarbonat, jika kepadatan sel rendah, maka
CO2 mengkompensasi kekurangannya. Kultur
sel T47D akan tumbuh membentuk satu
lapisan pada dasar flask (wadah kultur sel).
Jika kultur sel telah mencapai 95% konfluen
(kepadatan), maka sel disubkultur dengan
proses tripsinisasi. Enzim tripsin yang
digunakan berfungsi untuk melepas ikatan
antar sel dan sel dengan permukaan wadah.
Kerja enzim tripsin dapat dihentikan dengan
menambahkan media yang mengandung FBS,
karena FBS merupakan antiprotease.
Sitotoksik
Uji sitotoksik merupakan perkembangan
untuk mengidentifikasi obat sitotoksik baru
atau
deteksi
obat
dengan
aktivitas
antitumor/antikanker.
Uji
sitotoksik
digunakan untuk menentukan parameter nilai
IC50. Nilai IC50 menunjukkan nilai konsentrasi
yang menghasilkan hambatan proliferasi sel
50% dan menunjukkan potensi ketoksikan
suatu senyawa terhadap sel. Semakin besar
nilai IC50 maka senyawa tersebut semakin
tidak toksik (Arung et al. 2009).
Metode umum yang digunakan untuk uji
sitotoksik dalam pengukuran nilai IC50, yaitu
uji microculture tetrazolium technique
(MTT). Prinsip dari uji MTT, yaitu terjadinya
mekanisme perubahan warna kuning dari
garam tetrazolium yang tereduksi menjadi
kristal formazan dalam mitokondria sel hidup
(Gambar 6). Mitokondria dari sel hidup
berperan penting dalam menghasilkan
dehidrogenase. Bila dehidrogenase tidak aktif
karena efek sitotoksik, maka formazan tidak
akan terbentuk. Konsentrasi formazan dapat
ditentukan
dengan
menggunakan
spektrofotometri. Kristal formazan berwarna
MTT (kuning)
Formazan (ungu)
Gambar 6 Perubahan MTT menjadi formazan
dalam mitokondria sel hidup
(Amalia 2008).
6
ungu yang terbentuk dapat larut dengan
adanya penambahan dimetil sulfoksida
(DMSO). Absorban dibaca pada panjang
gelombang 550 nm pada spektrofotometer
atau microplate reader. Konsentrasi formazan
yang berwarna ungu berbanding lurus dengan
jumlah sel hidup (Amalia 2008).
Analisis Flow cytometry
Flow cytometry merupakan prinsip
berteknologi tinggi yang digunakan untuk
menganalisis karakteristik fisik beberapa
partikel tunggal seperti sel. Karakteristik ini
ditentukan dengan menggunakan sistem
pasangan elektronik-optik. Sifat-sifat yang
diukur diantaranya partikel yang relatif
berukuran, granular, atau kompleksitas
internal, dan memiliki intensitas flouresensi
(Becton 2000).
Sebuah flow cytometer terdiri atas tiga
sistem utama: fluida, optik, dan elektronik.
Sistem fluida membawa sel menuju laser
untuk dianalisis. Sistem optik terdiri atas laser
untuk mengeksitasi sel dalam aliran sampel
dan filter optik untuk mengarahkan sinyal
cahaya yang dihasilkan ke detektor yang
sesuai. Sistem elektronik mengubah sinyal
cahaya yang diterima oleh detektor menjadi
sinyal elektronik oleh komputer.
Partikel atau sel yang akan dianalisis
berukuran 0.2-150 mikrometer. Sel-sel dari
jaringan padat harus dipisahkan sebelum
dianalisis. Ketika partikel dalam suatu fluida
mengalir dan dilewati sinar laser, sel
menyerap energi cahaya dan mengemisikan
energi cahaya pada panjang gelombang
tertentu. Cahaya tersebut diarahkan menuju
detektor melalui serangkaian sistem filter dan
diseleksi menurut flouresensi yang terserap.
Detektor sendiri memiliki sensor yang dapat
mengubah foton cahaya menjadi sinyal
elektronik (Gambar 7) (Becton 2000).
Salah satu analisis flow cytometry adalah
pengukuran populasi sel pada suatu siklus sel.
Siklus sel merupakan alur dari suatu proses
kehidupan yang diawali pada sebuah sel. Sel
Gambar 7
Proses kerja Flow cytometry
(Becton 2000).
memiliki material genetik yang memberikan
perbedaan pada setiap sel lainnya yang
dikenal dengan DNA. Fase siklus sel, yaitu
fase G1, fase S, fase G2, dan fase M. Fase G1
merupakan fase persiapan untuk sintesis
DNA. Fase S adalah fase berlangsungnya
sintesis DNA atau replikasi.
Fase
G2
merupakan
fase
perbaikan DNA atau
reorganisasi struktur DNA. Fase M
merupakan fase mitosis atau fase pembelahan
sel (Rabinovitch 1990).
Pengukuran populasi sel dari siklus sel
dengan populasi sel yang mengalami
apoptosis dapat dilakukan secara beriringan
dalam flow cytometry. Fase siklus sel akan
berproliferasi
secara
kontinuitas
dan
mengalami apoptosis secara normal pada
bagian tertentu. Namun, jika DNA mengalami
penyimpangan, maka fase dari siklus sel,
seperti apoptosis akan terganggu dan
memunginkan terbentuknya penyakit seperti
kanker. Selama apoptosis DNA nukleus
terfragmentasi, sel yang mengalami apoptosis
akan membentuk fragmen-fragmen DNA
yang lebih pendek dari sel normal
(Darzynkiewicz et al. 1992). Pengukuran
populasi sel dari analisis yang dihasilkan flow
cytometry adalah pengukuran perbandingan
kandungan DNA dalam suatu populasi sel
(Becton 2000).
Berbagai zat warna yang digunakan
memiliki afinitas tinggi untuk mengikat DNA.
Lokasi pengikatan warna pada molekul DNA
bervariasi dengan jenis zat warna yang
digunakan. Pewarna yang paling umum
adalah pewarna biru-cerah Propidium Iodida
(PI) atau Ethidium Bromida (EtBr) dan
pewarna UV-cerah Diamidino-Fenilindol
(DAPI), serta Hoechst. Propidium Iodida (PI)
adalah pewarna yang mengikat DNA dan
RNA untai ganda, sedangkan pengikatan
warna DAPI dan Hoechst terjadi pada alur
yang pendek dari heliks DNA dan pada
dasarnya tidak mengikat RNA (Rabinovitch
1990).
Hasil analisis flow cytometry ditunjukkan
dengan histogram. Histogram yang terbentuk
berasal dari pengukuran jumlah populasi sel
pada suatu kandungan DNA yang terdeteksi.
Apoptosis memiliki kandungan DNA yang
lebih sedikit dibandingkan kandungan DNA
pada siklus sel, sehingga sel yang terapoptosis
akan membentuk kurva lebih awal diikuti
dengan kurva pada setiap fase siklus sel
(Gambar 8). Prinsip flow cytomtery sebagai
penentuan kuantitas populasi sel suatu sampel
lebih efektif dan spesifik kandungan DNA
dari siklus sel yang terdeteksi (Becton 2000).
Download