11 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Pemasaran
Menurut Lamb, hair, Mc Daniel (2001; p.6), pemasaran merupakan
suatu proses perencanaan dan menjelaskan konsep, harga, promosi, dan
distribusi sejumlah ide, barang, jasa untuk menciptakan pertukaran yang
mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi.
Menurut pendapat Kotler dan Amstrong (2006; p.6), pemasaran adalah
proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun
hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai
dari pelanggan sebagai imbalannya.
Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pemasaran merupakan proses
untuk merencanakan, menjelaskan konsep serta memasarkan barang dimana
nilai bagi pelanggan dibangun oleh perusahaan yang bertujuan untuk
memuaskan para stake holder.
2.1.1.1 Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Pengertian bauran pemasaran menurut Sofjan Assauri (2007;
p.198) Bauran Pemasaran adalah strategi yang dijalankan perusahaan,
yang berkaitan dengan penentuan bagaimana perusahaan menyajikan
penawaran produk pada segmen pasar tertentu yang merupakan pasar
sasarannya.
11
12
Bauran pemasaran (marketing mix) menurut Buchari Alma
(2003; p.284) adalah: Suatu usaha mencari kombinasi yang
memberikan hasil maksimal dari unsur-unsur produk, distribusi, harga
dan komunikasi.
Bedasarkan uraian diatas kesimpulan penulis adalah bauran
pemasaran merupakan alat pemasar untuk mendapatkan tanggapan
yang diinginkan oleh perusahaan tentang pasaran produk atau jasa
mereka dengan tujuan untuk menciptakan pembelian atas produk
mereka.
2.1.1.2 Komponen Bauran Pemasaran
Menurut Kotler & Amstrong (2008; p.76), bauran pemasaran
adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan
perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkan di pasar
sasaran. Bauran pemasaran terdiri dari semua usaha yang dilakukan
perusahaan
untuk
mempengaruhi
permintaan
produknya.
Dikelompokkan menjadi 4 kelompok atau disebut 4 P: Product
(Produk), Price (Harga), Place (Tempat), dan Promotion (Promosi).
1. Product (Produk), berarti kombinasi barang dan jasa yang
ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran.
2. Price (Harga), sejumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan
untuk memperoleh produk yang dalamnya termasuk sejumlah
biaya produksi dan keuntungan perusahaan.
13
3. Place (Tempat), meliputi kegiatan perusahaan yang membuat
produk
tersedia
bagi
pelanggan
sasaran
juga
termasuk
pendistribusian produk.
4. Promotion (Promosi), aktivitas yang menyampaikan manfaaat
produkdan membujuk pelanggan membelinya.
2.1.2
Produk
Menurut Kotler & Armstrong (2010; p.248), produk adalah segala
sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian, akuisisi,
penggunaan atau konsumsi yang dapat memuaskan suatu keinginan atau
kebutuhan. Produk mencakup barang-barang yang berwujud (tangible).
2.1.2.1 Tingkat Produk
Tingkatan produk terdiri dari 3 tingkatan yang ada pada
masing-masing tingkatan produk (Kotler & Amstrong 2010; p.250).
1. Core custumer value, merupakan tingkatan paling dasar ketika
mendesain suatu produk maka seorang marketer pertama kali
harus mendefinisikan inti, manfaat penyelesaian masalah atau
pelayananyang pelanggan lihat.
2. Actual product, pada tingkatan kedua ini marketer harus
mengubah manfaat inti menjadi produk aktual. Perlu untuk
mengembangkan produk dan fitur layanan, desain dan tingkat
kualitas, nama merek, dan kemasan.
3. Augmented product, di tingkat akhir perencanaan produk harus
membangun tambahan produk di sekitar manfaat inti dan produk
14
aktual dengan menawarkan tambahan manfaat dan layanan
konsumen.
2.1.2.2 Klasifikasi Produk
Kelas produk yang akan dibahas menurut Kotler & Armstrong
(2010; p.250) adalah tipe produk konsumen. Produk konsumen adalah
produk atau jasa yang dibeli oleh konsumen akhir untuk konsumsi
pribadi.
Produk
konsumen
biasanya
diklasifikasi berdasarkan
bagaimana usaha konsumen untuk membelinya.
1.
Convenience products adalah produk konsumen atau jasa yang
biasanya dibeli berulang-ulang, sering, dan langsung dibeli oleh
knsumen dengan sedikit perbandingan dan usaha pembelian.
Contoh : shampoo, detergen, makanan, majalah.
2.
Shopping products adalah produk konsumen atau jasa yang
kurang sering dibeli. Pelanggan membandingkannya dengan teliti
pada kesesuaian, kualitas harga, dan gaya. Ketika membeli
produk,
konsumen
menghabiskan
banyak
waktu
dalam
mengumpulkan informasi dan membuat perbandingan.
3.
Specialty products adalah produk konsumen atau jasa dengan
karakteristik unik atau identifikasi merek untuk sekelompok
pembeli signifikan yang bersedia untuk membuat usahaa
pembelian khusus. Contoh : produk elektronik dan otomotif.
4.
Unsought products adalah produk konsumen yang baik konsumen
tidak tahu atau tahu tetapi tidak biasanya berpikir untuk membeli.
15
Paling utama adalah invasi baru yang tidak dicari hingga
konsumen menyadarinya melalui iklan.
2.1.2.3 Atribut Produk
Menurut Kotler & Armstrong (2010; p.254), atribut produk
merupakan karakteristik dari produk ataau jasa yang menghasilkan
kemampuan untuk memuaskan yang dinyatakan atau tersirat pada
kebutuhan konsumen.
1. Kualitas produk adalah salah satu alat positioning utama dalam
pemasaran yang mempunyai dampak langsung pada kinerja
produk serta terhubung dekat dengan nilai dan kepuasan
pelanggan. Kualitas produk memiliki 2 dimensi :
(1) Performance quality adalah kemampuan sebuah produk untuk
melakukan fungsinya dan ketahanan produk.
(2) Conformance quality adalah suatu produk bebas dari
kecacatan atau kerusakan dan konsisten dalam memberikan
target tingkat kinerja.
2. Fitur produk, sebuah produk dapat ditawarkan dalam beragam
fitur, perusahaan menciptakan tingkat model yang lebih tinggi
dengan menambahkan lebih banyak fitur. Fitur merupakan sarana
kompetitif untuk mendiferensiasi produk perusahaan dari pesaing.
3. Gaya
dan
desain
produk,
merupakan
menambahkan nilai pada pelanggan.
cara
lain
untuk
16
(1) Desain adalah konsep yang lebih besar dari pada gaya. Desain
yang baik tidak hanya fokus pada penampilan tetapi juga pada
manfaat produk untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.
(2) Gaya hanya menggambarkan penampilan produk. Gaya
sensasional bisa menarik perahatian dan menghasilkan estetika
yang indah, tetapi gaya tidak benar-benar membuat kinerja
produk menjadi lebih baik.
2.1.3 Bundling
2.1.3.1 Pengertian Bundling
Menurut Frans M. Royan (2004; p.58) yang menyatakan
bundling adalah cara mengikat dua produk yang ada dalam satu lini
dengan harga tertentu, yang umumnya lebih murah dibandingkan
harga sebelumnya.
Bundling adalah penjualan dua atau lebih produk terpisah
dalam sebuah paket (Stremersch dan Tellis (2002; p.56). Definisi ini
adalah pendapat yang merupakan hasil evaluasi dan penyempurnaan
dari definisi Adam dan Yellen (1976; p.575) yang mengartikan
bundling sebagai menjual barang dalam paket. Guiltinan (1987; p.74)
mengartikan bundling sebagai praktek pemasaran dua atau lebih
produk atau jasa dalam satu paket dengan harga khusus. Kemudian
Yadav dan Monroe (1993; p.350), mengartikan penjualan dua atau
lebih produk atau jasa dengan harga tunggal.
Pengertian produk terpisah di sini harus dipahami dengan
memperhatikan konteksnya secara seksama. Istilah “produk terpisah”
17
mempunyai implikasi yang sangat besar dalam hal legalitas dan
optimalitas bundling, dan oleh karenanya presisi definisi menjadi
sangat penting.
Stremersch dan Tellis (2002; p.57) mengklasifikasikan
bundling strategy dalam dua dimensi kunci. Yang pertama adalah
bundling focus, di mana kontennya adalah price dan product
bundling.Kemudian yang kedua adalah bundling form yang bisa
berupa pure bundling, unbundling, atau mixed bundling.
Terdapat 2 dimensi penting dalam bundling menurut
Stremersch dan Tellis dalam jurnalnya “Strategic Bundling Price and
Product”, yaitu :
1. Produk-bundling (product-bundling)
Adalah sebagai suatu integrasi dan penjualan dua atau
lebih produk yang terpisah pada harga tertentu. Integrasi pada
product bundling ini umumnya menyediakan value added (nilai
tambah) kepada pelanggan. Nilai yang lebih besar meningkatkan
harga reservasi untuk bundel produk dibandingkan dengan jumlah
harga reservasi conditional dari produk yang terpisah.
Terkait dengan harga reservasi yang bersedia dibayar oleh setiap
konsumen dan perceived value yang diterima oleh konsumen,
maka
dalam
melakukan
bundling
perusahaan
perlu
memperhatikan segmen pasarnya. Komponen produk yang
dibundling harus memiliki tujuan segmen yang sama. Harga
reservasi akan berbeda dari segmen yang satu dengan segmen
18
yang lain, sehingga akan menciptakan perceived value terhadap
bundling yang berbeda pula.
2. Price Bundling
Price bundling adalah penjualan dua atau lebih produk yang
berbeda dalam satu paket harga yang di diskon, atau suatu
penawaran dari beberapa produk yang tidak terintegrasi pada
tingkat harga yang lebih rendah bila ditawarkan secara terpisah,
tanpa adanya integrasi apapun dari produk (tidak terintegrasi
artinya bahwa pelanggan tetap dapat menggunakan salah satu
produk tersebut tanpa mengurangi fungsi dari produk tersebut.).
Karena produk-produk yang tidak terpadu, maka harga reservasi
(harga maksimum yang bersedia dibayar konsumen) adalah,
secara definisi, sama dengan jumlah harga reservasi conditional
(harga reservasi dari suatu produk, tergantung pada pembelian
produk lain)untuk produk yang terpisah.
Bundling dapat mengambil salah satu dari tiga bentuk: Pure
Bundling, Mix bundling dan unbundling (Adams dan Yellen 1976) :
1. Pure Bundling
Pengertian Pure Bundling Menurut Adam dan Yellen (1976),
“Pure bundling is a strategy in which a firm sells only the bundle
and not (all) the products separately. Pure bundling is sometimes
called “tying” in the economics and legal literature”. Yang
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah strategi dimana
perusahaan hanya menjual bundling dan tidak produk secara
19
terpisah.
2. Mixed Bundling
Mixed bundling is a strategy in which a firm sells both the bundle
and all the separate products in the bundle separately. Yang
diterjemahan dalam bahasa Indonesia Mixed bundling adalah
strategi di mana perusahaan menjual kedua bungkusan itu dan
semua produk yang terpisah dalam paket terpisah.
3. Unbundling
Unbundling adalah strategi dimana perusahaan hanya menjual
produk secara terpisah, tetapi tidak bundel. Biasanya, karena
strategi ini adalah strategi untuk kebanyakan perusahaan, strategi
ini disebut unbundling hanya bila dikontraskan dengan strategi
bundling.
2.1.3.2 Indikator Bundling
Keberhasilan bundling tergantung dari pelaksanan bundling itu
sendiri. Menurut Frans M. Royan (2004; p.59), ada beberapa indikator
dalam bundling, agar konsumen berminat pada produk yang
dipromosikan, yaitu :
1. Ketepatan
Ketepatan dalam hal ini merupakan usaha perusahaan dalam
melaksanakan program bundling yang sesuai dengan perencanaan
sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan. Yang meliputi
ketepatan bundling sebagai media promosi, ketepatan waktu
pelaksaan promosi bundling dan ketepatan jangka waktu
20
pelaksanaan bundling yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
2. Harga
Harga merupakan sejumlah uang yang harus dikorbankan untuk
mendapatkan suatu produk tertentu. Harga tersebut meliputi harga
produk itu sendiri, harga produk dilihat dari kualitasnya dan harga
produk dibandingkan dengan pesaing. Apakah sudah sesuai atau
tidak dengan produk yang diperoleh oleh konsumen dilihat dari
ketiga kategori tersebut baik dilihat dari kualitasnya maupun
dilihat dari kesesuaian dengan produk yang digabungkan tersebut.
Jika harga sudah sesuai dengan kualitas produk dan sesuai dengan
jumlah produk yang digabung tersebut maka kesesuaian harga
telah memenuhi keinginan konsumen yang akan meningkatkan
jumlah pembelian produknya.
Seperti yang diungkapkan Frans M. Royan (2004; p59), salah
satu keunggulan bundling adalah harga produk lebih murah
dibandingkan dengan harga ecerannya, hal ini dimaksudkan agar
konsumen berminat pada yang dipromosikan.
3. Kemenarikan
Kemenarikan dalam hal ini yaitu ketertarikan konsumen terhadap
produk yang menggunakan promosi bundling. Pilihan produk
yang beragam menjadikan suatu kemenarikan tersendiri bagi
konsumen yang akan mendorong terhadap perilaku pembelian
konsumen, selain itu kemenarikan akan manfaat yang tinggi akan
produk yang dibundling dapat mempengaruhi tingkat keinginan
konsumen untuk membeli produk tertentu. Produk utama apabila
21
dikemas menjadi satu dengan produk pendukung juga tidak akan
menarik minat konsumen jika berlainan fungsinya.
4. Cara penggabungan produk
Cara menggabungkan produk yaitu kegiatan produsen dalam
menggabungkan produk utama dan produk pendukung secara
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Bundling dapat dengan tepatjika dilakukan dengan
memaksimalkan cara penggabungan produk dengan tepat. Produk
utama dengan jumlah lebih sedikit yang digabung dengan produk
pendukung lebih banyak, kurang menumbuhkan minat konsumen.
2.1.4 Merek (Brand)
2.1.4.1 Pengertian Merek (Brand)
Menurut Aaker (2004) mengatakan merek dapat dikatakan
sebagai sebuah janji seorang penjual atau perusahaan untuk konsisten
memberikan nilai, manfaat, fitur dan kinerja tertentu bagi pembelinya.
Janji tersebut harus janji yang benar dan harus ditepati kepada
pembelinya sehingga merek yang menjanjikan tersebut dapat
memberikan semua hal yang dijanjikan, dan juga memberikan nilai
lebih dari janji tersebut. Hal ini sangat penting untuk menjaga
kepercayaan dan juga menjaga image dari suatu merek.
Menurut Lamb (2001; p.421), merek adalah suatu nama,
istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya, yang
mengidentifikasikan produk para penjual dan membedakannya dari
produk pesaing.
22
Dalam Fandy Tjiptono (2005; p.2) Menurut Undang-undang
No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan nama, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Definisi ini
memiliki kesamaan dengan definisi dari American Marketing
Association yang menekankan peranan merek sebagai identifier dan
differentiator. Berdasarkan definisi ini secara teknis apabila seorang
membuat nama, logo, atau simbol baru untuk sebuah produk baru,
maka ia telah menciptakan sebuah merek.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
merek adalah sesuatu hal yang membedakan produk atau jasa sebuah
perusahaan menjadi berbeda dengan produk atau jasa yang ditawarkan
oleh pesaing. Yang membedakan adalah dikarenakan nama, simbol,
tanda, dan rancangan dari setiap merek.
2.1.4.2 Citra (Image)
Menurut Aaker dalam Buchari (2009; p.10) image is the total
impression of what person or group people think and know about an
object. Citra adalah kesan total dari apa yang seseorang atau
sekelompok orang pikir dan tahu tentang suatu objek.
Dalam Buchari (2009; p.10) mengatakan bahwa merek dapat
membuat citra terhadap perusahaan. Citra menurut Kotler, image is
the set of beliefs, ideas and impression that a person holds regarding
an object. People’s attitude and action towards an object are highly
23
conditioned by that objects image. Citra adalah seperangkat
keyakinan, gagasan dan kesan bahwa seseorang memegang mengenai
objek.Sikap masyarakat dan tindakan terhadap objek sangat di
kondisikan oleh citra objek tersebut.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa image atau citra akan
terbentuk dalam jangkan waktu tertentu, sebab ini merupakan
akumulasi persepsi terhadap suatu objek, apa yang terpikirkan,
diketahui
dialami
yang
masuk
kedalam
memory
seseorang
berdasarkan masukan- masukan dari berbagai sumber sepanjang masa.
2.1.4.3 Citra merek (Brand Image)
Citra
merek
menurut
Rangkuti
(2009;
p.43),
adalah
sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dibenak konsumen. Dalam
Rangkuti (2009; p.43) Aaker mendefinisikan Asosiasi merek sebagai
segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek.
Berdasarkan Simamora (2003; p.47&63), citra merek adalah
sejumlah keyakinan tentang merek. Syarat merek yang kuat adalah
citra merek. Kotler juga mempertajam bahwa citra merek sebagai
posisi merek (brand position)
Dalam Simamora (2003; p.96), Aaker menyatakan bahwa citra
adalah seperangkat asosiasi unik yang igin diciptakan atau dipelihara
para pemasar. Asosiasi-asosiasi itu menyatakan apa sesungguhnya
merek dan apa yang dijanjikan pada konsumen. Jadi Aaker
menganggap citra merek sebagaimana merek dipersepsikan oleh
konsumen (Simamora 2003; p.63)
24
Menurut Low & Lamb (2000; p.4 yang dikutip oleh Farida &
Dini (2009; p.83-106), berpendapat bahwa untuk memahami citra
merek dengan baik harus memperhatikan keunikan karakteristik
produk.
Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan,
brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang timbul di benak
konsumen karena bersifat unik dan memiliki komunikasi pemasaran
yang intensif.
2.1.4.3.1 Manfaat Citra Merek
Manfaat merek bagi produsen menurut Keller dalam Tjiptono
(2005; p.20- p21), dikatakan bahwa merek berperan sebagai :
1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau
pelacakan
produk
bagi
perusahaan,
terutama
dalam
pengorganisasian sediaan dan pencatatan akuntansi.
2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur yang unik. Merek bisa
mendapatkan perlindungan property intelektual. Nama merek bisa
diproteksi
melalui
merek
dagang
terdaftar
(registered
trademarks), proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak
paten, dan kemasan bisa diproteksi melalu hak cipta (copyrights)
dan desain. Hak-hak property intelektuaini memberikan jaminan
bahwa perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam merek
yang dikembangkannya dan meraup manfaat dari aset bernilai
tersebut.
25
3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga
mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi dilain
waktu. Loyalitas merek seperti ini menghasilkan predictability dan
security permintaan bagi perusahaan dan menciptakan hambatan
masuk yang menyulitkan bagi perusahaan lain untuk masuk pasar.
4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan
produk dari para pesaing.
5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan
hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk didalam
benak konsumen.
6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa
datang.
2.1.4.3.2 Indikator Citra Merek
Dalam penelitian ini, dimensi atau indikator dari variabel citra
merekmenurut Low dan Lamb (2000; p.4 yang dikutip oleh Farida &
Dini 2009; p.90) indikator dari citra merek antara lain :
1. friendly / unfriendly : kemudahan dikenali oleh konsumen
2. modern / outdated : memiliki model yang up to date / tidak
ketinggalan jaman
3. useful / not : dapat digunakan dengan baik / bermanfaat
4. popular / unpopular : akrab dibenak konsumen
5. gentle / harsh : mempunyai tekstur produk halus / tidak kasar
6. artifical / natural : keaslian komponen pendukung atau bentuk.
26
2.1.5 Perilaku Konsumen
2.1.5.1 Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen menurut Peter Olson (2010; p.137) “the
dynamic interaction of affect and cognition, behavior, and
environment by which human beings conduct the exchange aspects of
their lives”. In other words, consumer behavior involves the thoughts
and feelings people experience and the actions they perform in
consumption processes.
Perilaku konsumen menurut Solomon (2009; p.120), consumer
behavior is the study of the processes involved when individuals or
groups select, purchase, use or dispose of products, services, ideas, or
experiences to satisfy needs and desires.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2010; p.108), perilaku
konsumen sebagai perilaku yang menampilkan pelanggan dalam
mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan membuang
produk dan layanan yangmereka harapkan akan memuaskan
kebutuhan mereka. Perilaku konsumen berfokus pada bagaimana
konsumen individu dan keluarga atau rumah tangga membuat
keputusan untuk membelanjakan sumber daya mereka yang tersedia
(waktu, uang, usaha) untuk barang-barang konsumsi-terkait.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
perilaku
konsumen adalah perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam
memahami keinginannya terhadap suatu produk atau jasa yang
ditawarkan, dimana keinginan dari konsumen itu berubah-ubah.
27
2.1.5.2 Minat Beli
Minat beli diperoleh dari suatu proses belajar dan proses
pemikiran yang membentuk suatu persepsi. Minat yang muncul dalam
melakukan pembelian menciptakan suatu motivasi yang terus terekam
dalam benaknya dan menjadi suatu kegiatan yang sangat kuat yang
pada
akhirnya
ketika
seorang
konsumen
harus
memenuhi
kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada didalam
benaknya itu. Dengan demikian, minat beli akan timbul saat dalam
proses pengambilan keputusan.
Menurut Ajay dan Goodstein yang dikutip oleh Yoestini dan
Eva (2007; p.270) jika kita ingin mempengaruhi seseorang, maka cara
yang terbaik adalah mempelajari apa yang dipikirkannya, dengan
demikian yang akan didapatkan tidak hanya sekedar informasi tentang
orang itu tentu lebih bagaimana proses informasi itu dapat berjalan
dan bagaimana memanfaatkannya. Hal ini yang dinamakan “The
Buying Process” (Proses Pembelian).
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa minat beli
adalah suatu proses belajar dan proses pemikiran yang membentuk
suatu persepsi konsumen untuk mendapatkan informasi secara lebih
lengkap tentang produk tertentu lewat kunjungan ke outlet produk.
28
2.1.5.2.1 Indikator Minat Beli
Dalam jurnal sains pemasaran oleh Yoestini dan Eva (2007,
p.270) dimensi-dimensi yang membentuk minat beli dikemukakan
oleh Spiro and McGee, MacKay dan Häubl sebagai berikut:
1) Pencarian informasi lanjut : diwujudkan dengan upaya konsumen
untuk mendapatkan informasi secara lebih lengkap tentang
produk.
2) Kemauan untuk memahami produk : sikap positif yang
ditunjukkan oleh konsumen apabila diperkenalkan dengan suatu
produk baru.
3) Keinginan untuk mencoba produk : keinginan dari konsumen yang
timbul untuk mencoba produk tersebut
4) Kunjungan ke outlet : konsumen melakukan sebuah kunjungan ke
outlet untuk melakukan pencarian informasi.
2.1.6 Keputusan Pembelian
2.1.6.1 Pengertian Keputusan Pembelian
Keputusan menurut Schiffman, Kanuk (2004; yang dikutip
oleh Kuncoro & Adithya; 2010) adalah pemilihan dari dua atau lebih
alternative pilihan keputusan pembelian, artinya bahwa seseorang
dapat membuat keputusan, haruslah tersedia beberapa alternative
pilihan.
Sedangkan menurut Belch (2004; pada Kuncoro & Adithya;
2010) adalah ;”the result of a long, detailed process that include an
29
extensive information search, brand comparisons and evaluations,
and other activities”.
Berdasarkan pendapatan di atas, dapat di ambil sebuah
pemahaman bahwa keputusan pembelian konsumen diawali oleh
keinginan membeli yang timbul karena terdapat berbagai faktor yang
berpengaruh seperti pendapatan keluarga, harga yang diinginkan,
keuntungan atau manfaat yang
bisa diperoleh
dari produk
bersangkutan. Ketika konsumen mengambil keputusan, mungkin bisa
terjadi perubahan faktor situasional yang bisa mempengaruhi
intensitas pembelian.
2.1.6.2 Jenis Perilaku Pembelian
Menurut Peter & Olson (2002; p.178), pemasar membagi
variasi kegiatan pemecahan masalah menjadi tiga tingkat :
1) Pengambilan keputusan ekstensif (extensive decision making)
Biasanya melibatkan sejumlah besar perilaku pencarian yang
dibutuhkan untuk mengidentifikasi alternatif pilihan dan mencari
kriteria pilihan yang akan digunakan untuk mengevaluasi. Dan
juga melibatkan keputusan multipilihan dan upaya kognitif serta
perilaku
yang
cukup
besar.
Pengambilan
keputusan
ini
cenderungmembutuhkan waktu yang cukup lama dan hanya pada
sedikit masalah pilihan konsumen.
2) Pengambilan keputusan terbatas (united decision making)
Jumlah upaya pemecahan masalah yang dibutuhkan dalam
pengambilan keputusan terbatas berkisar dari rendah ke sedang.
30
Dibandingkan
dengan
pengambilan
keputusan
ekstensif,
pengambilan keputusan ini melibatkan tidak banyak upaya
pencarian informasi, lebih sedikit alternatif yang dipertimbangkan
dan proses integrasi yang dibutuhkan. Pilihan yang melibatkan
pengambilan keputusan terbatas biasanya dilakukan cukup cepat,
dengan tingkat upaya kognitif dan perilaku yang sedang.
3) Perilaku pilihan rutin (routinized choice behavior)
Perilaku yang muncul secara otomatis dengan sedikit atau bahkan
tanpa ada proses kognitif. Dibandingkan dengan tingkat yang lain,
perilaku pilihan rutin membutuhkan sedikit kapasitas kognitif atau
kontrol sadar.
2.1.6.3 Proses Pengambilan Keputusan
Menurut Peter dan Olson (2003; p.223-227) Keputusan
pembelian terjadi melalui proses yang terdiri dari lima tahap, yaitu:
1. Pengenalan kebutuhan, yaitu proses pengambilan keputusan
pembelian dimana konsumen mengenali suatu masalah atau
kebutuhan.
2. Pencarian informasi, yaitu proses pengambilan keputusan
pembelian dimana konsumen telah tertarik untuk mencari lebih
banyak informasi, konsumen mungkin hanya meningkatkan
perhatian atau mencari informasi. Terdapat berbagai macam
sumber informasi yaitu sumber pribadi, komersial, publik, dan
pengalaman.
31
3. Evaluasi terhadap berbagai macam alternatif, yaitu proses
pengambilan
keputusan
pembelian
dimana
konsumen
menggunakan informasi untuk melakukan evaluasi terhadap merkmerk alternatif yang terdapat dalam berbagai pilihan.
4. Keputusan pembelian, yaitu proses pengambilan keputusan
pembelian dimana konsumen benar-benar membeli produk.
5. Evaluasi keputusan pembelian, yaitu proses melakukan evaluasi
terhadap keputusan pembelian yang telah dilakukan sebelumnya
apakah telah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan yang
diperlukan sebelumnya.
Kelima tahap ini telah menunjukan bahwa proses pembelian
dimulai dari jauh sebelum saat pembelian tersebut dilaksanakan dan
memiliki konsekuensi jauh setelah pembelian.
Semakin kompleks keputusan pembelian akan melibatkan
semakin
banyak
pihak
yang
terlibat
dan
semakin
banyak
pertimbangan. Menurut Peter (2003; p.219), terdapat beberapa jenis
tipe perilaku pembelian, antara lain:
1. Perilaku membeli yang kompleks adalah perilaku membeli
konsumen dalam berbagai situasi bercirikan keterlibatan yang
mendalam dari konsumen dalam membeli dan adanya perbedaan
pandangan yang signifikan antara merk yang satu dengan merk
yang lain.
2. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan adalah
perilaku membeli konsumen dalam situasi bercirikan keterlibatan
32
konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan
diantara berbagai merk yang ada.
3. Perilaku membeli karena kebiasaan adalah perilaku membeli yang
terjadi dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen
rendah dan sedikit perbedaan yang dirasakan diantara berbagai
merk yang ada.
4. Perilaku membeli yang mencari variasi adalah perilaku membeli
yang biasanya terjadi dalam situasi yang bercirikan keterlibatan
konsumenyang rendah tetapi perbedaan diantara berbagai merk
dianggap benar .
2.1.6.4 Faktor – Faktor Keputusan Pembelian
Dalam Buchari (2009; p.101), dikatakan bahwa terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian. Faktor-faktor
tersebut ialah:
1. Faktor sosial, yaitu berupa grup-grup yang turut mempengaruhi,
dimana seseorang masuk sebagai anggota, misalnya kelompok
family, teman, tetangga, teman sekerja, klub olahraga, klub seni,
dan lain-lain.
2. Faktor budaya, yaitu faktor budaya yang begitu banyak
kelompoknya. Mulai dari kelompok negara, sampai kelompok
etnis/suku yang memiliki budaya dan kebiasaan adat sendiri. Di
negara kita ada suku Sunda, Jawa, Minang, Batak, dsb. Masingmasing memiliki pola konsumsi dan barang kesenangan masingmasing.
33
3. Faktor personal, yaitu menyangkut masalah usia, pekerjaan,
jabatan, keadaan ekonomi pribadi, gaya hidup, kepribadian.
4. Faktor psikologis, yaitu menyangkut motivasi seseorang untuk
membeli apakah mengikuti teory motivasi Maslow atau karena
dorongan lainnya. Juga menyangkut masalah persepsi seseorang
terhadap sesuatu.
2.1.6.5 Indikator Keputusan Pembelian
Menurut Hawkins et al. (2001, yang dikutip oleh Long-Yi Lin,
Hsing-Yu Shih; Shen-Wei Lin, International Journal of Advanced
Scientific Researchand Technology Vol 2 April; 2012), yang
membagi keputusan pembeliankedalam tiga dimensi, yaitu:
1. Product Selection : pemilihan produk yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen.
2. Brand Selection : preferensi konsumen tentang sebuah merek
selama proses konsumsi.
3. Store Selection : pemilihan toko-toko tertentu yang dilakukan
konsumen untuk membeli suatu produk.
34
2.2
Teori Pendukung
Tabel 2.1 Tabel Penelitian Jurnal Terdahulu
Penelitian
Siapa/tahun
Topik/Judul
Strategic
Bundling of
Product and
Price: A New
Synthesis for
Marketing
Tzyy-Ching Yang Comparison of
& Hsiangchu Lai Product Bundling
(2006)
Strategies on
Different Online
Shopping
Behaviors
Sumber
Perbedaan
Persamaan
Stefan Stremersch
& Gerard J.
Tellis/Jan
2002;66
Journal of
Marketing Vol.
66 (January
2002), 55-72
memakai mix
bundling
strrategy
bunling
Online
shopping
produk yang
dijual
bersama-sama
untuk
meningkatkan
penjualan
Nevena T.
Koukova; P.K
Kannan; Brian T.
Ratchford
Science Direct
Electronic
Commerce
Research and
Applications
April 2006;
295-304
Journal of
Retailing Vol
84 2008;p181194
Implikasi untuk
marketing
produk digital
Poduk
Bundling
2. Tri
Ariprabowo /
2007
Farida Indriani,
SE, MM
DINI Heniarti,
ST, MM
Magister
Manajemen
Uiversitas
Diponogoro
Nela Kristiana
dan Nanang
Wahyudin
Product from
Bundling;
Implications for
Marketing Digital
Products
Analisis brand
image handphone
merek Nokia
terhadap loyalitas
pelanggan di
Kecamatan
Kabupaten Gresik
Jurnal Logos
Telepon seluler
Vol.5 No. 1 Juli merek nokia
2007
Analisis citra
merek
telekomunika
si
Studi mengenai
efektifitas iklan
terhadap citra
merek maskapai
garuda indonesia
Jurnal sains
pemasaran
indonesia
Volume VIII,
No 1, Mei
2009, hal 83106
PT. Garuda
Indonesia
Citra merek
mempengaruh
i minat beli
konsumen
Pengaruh
Persepsi Atribut
Produk Terhadap
Minat Beli
Konsumen PT.
Karya Zirang
Utama ISUZU
Semarang
Jurnal Ilmu
Manajemen dan
Akuntansi
Terapan Vol 3
Mei, 2002
Studi kasus
pada penelitian
ini membahas
tentang PT.
Karya Zirang
Utama ISUZU
Semarang
Membahas
minat beli
35
Dra. Yoestini,
Msi dan Eva
Sheilla Rahma
Analisis Pengaruh
Kualitas Layanan
Terhadap Brand
Equity dan Minat
Beli dan
Dampaknya Pada
Keputusan
Pembelian
Jurnal Studi
Magister
Manajemen
Universitas
Diponegoro
2007
Terdapat
variabel
kualitas
pelayanan
Citra merek
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
minat beli dan
dampaknya
pada
keputusan
pembelian
2.2.1 Pengaruh Hubungan Antar Variabel
1) Pengaruh Bundling terhadap minat beli (T1)
Menurut Munger dan Grewal dalam jurnalnya “examined the effects of
the bundling formatand framing of promotional discounts on perceived
quality,price acceptability, perceived value and subsequentpurchase
intentions..” Yang diterjemahkan menjadi Munger dan Grewal meneliti
efek dari format bundling dan diskon promosi pada penerimaan kualitas,
harga, nilai yang dirasakan dan niat pembelian berikutnya.
2) Pengaruh Citra Merek terhadap Minat Beli (T2)
Kaitan antara citra merek dengan minat beli dikemukakan oleh Haubl
(1996, yang dikutip oleh Yoestini dan Eva 2007; p.267), dikemukakan
bahwa citra merek akan berpengaruh langsung terhadap tingginya minat
beli terhadap suatu produk. Hal tersebut didukung oleh pendapat Gaeff
(1996) yang menyatakan bahwa perkembangan pasar yang demikian
pesat mendorong konsumen untuk lebih memperhatikan citra merek
dibandingkan karakteristik fisik suatu produk dalam memutuskan
pembelian.
36
3) Pengaruh Bundling dan Citra Merek terhadap Minat Beli (T3)
Menurut (Dolan dan Simon; 1996), efek dari bundling harga pada
perilaku pembelian telah diteliti dengan baik. Literatur ekonomi
menyediakan resep untuk kapan dan mengapa harga bundling adalah
strategi memaksimalkan pendapatan atau memaksimalkan keuntungan
bagi konsumen itu sendiri.
4) Pengaruh Bundling Produk terhadap Keputusan Pembelian (T4)
Tzyy-Ching Yang dan Hsiangchu Lai dalam Journal Electronic
Commerce Research and Applications (2006; p.295-304), menyatakan
bahwa bundling adalah salah satu alat promosi yang sangat popular,
dimana masalah yang paling penting adalah untuk memutuskan produk
apa yang harus dijual bersama-sama untuk meningkatkan penjualan.
Janiszwenski dan Cunha dalam Tzyy-Ching Yang dan Hsiangchu Lai
menunjukan bahwa dampak harga diskon pada daya tarik produk
bundling dirasakan bergantung pada jenis produj yang sedang didiskon.
Mereka juga menyimpulkan bahwa ketergantungan referensi dan produk
penting secara independen dapat berkontribusi terhadap efek dari harga
diskon.
5) Pengaruh Citra Merek terhadap Keputusan Pembelian (T5)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Desy (2012; p.5) dalam
Jurnal Jurusan Ilmu Administrasi Binis bahwa pendapat para ahli yang
menyatakan bahwa ada pengaruh variabel citra merek terhadap
keputusan pembelian adalah benar. Menurut Hurriyati (2005; p.21, yang
dikutip oleh Desy 2012; p.5) citra merupakan faktor penting bagi
keberhasilan pemasaran suatu organisasi.
37
6) Pengaruh Bundling Produk dan Citra Merek terhadap Keputusan
Pembelian (T6)
Menurut Janiszewski dan Cunha dalam jurnalnya The influence of price
discount framing on the evaluation of a product bundle menunjukkan
bahwa dampak dari diskon harga pada daya tarik yang dirasakan dari
sebuah kemasan tergantung pada jenis produk yang sedang diskon.
Mereka juga menyimpulkan bahwa ketergantungan referensi dan dengan
produk penting secara mandiri berkontribusi terhadap efek diskon harga.
Sedangkan menurut Agarwal dan ChatterjeeComplexity, uniqueness, and
similarity in between-bundle choice menunjukan bahwa meneliti
kesulitan keputusan dialami pelanggan ketika memilihmenu dari produk
bundling. Mereka akan sulit menentukan keputusan apabila menemukan
produk bundling yang lebih besar. Sebuah layanan yang lebih khusus
dalam bundel bersaing meningkatkan keputusan pembelian.
7) Pengaruh Minat Beli terhadap Keputusan Pembelian (T7)
Penelitian yang dilakukan oleh Herche (1994), yang dikutip oleh
Yoestini dan Eva (2007; p.267) menunjukkan kaitan antara minat beli
dan keputusan pembelian. Minat beli konsumen yang tinggi akan
mendorong konsumen membeli suatu produk. Sebaliknya, minat beli
konsumen yang rendah akan mencegah konsumen untuk membeli
produk.
38
2.3
Kerangka Pemikiran
Bundling(X1) :
1. Ketepatan
2. Harga
3. Kemenarikan
4. Cara
penggabungan
produk
Citra Merek (X2):
1. friendly / unfriendly
2. modern / outdated
3. useful / not
4. popular / unpopular
5. gentle / harsh
6. artifical / natural
T3
T1
T4
T2
Minat Beli (Y):
1. Pencarian informasi
lanjut
2. Kemauan untuk
memahami produk
3. Keinginan untuk
mencoba produk
4. Kunjungan ke outlet
T7
T6
Keputusan Pembelian (Z):
1. Product Selection
2. Brand Selection
3. Store Selection
Gambar 2.1 Kerangka Teoritis
T5
39
2.4
Hipotesis
Menurut Sugiono (2006; p.51) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian
biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan.Dikatakan sementara, karena
jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan
pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data.Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban
teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban empirik.
Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yangmenggunakan
pendekatan kuantitatif.Pada penelitian kualitatif, tidak merumuskanhipotesis, tetapi
justru menemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis, tersebut akan diuji oleh peneliti
dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
Berikut adalah hipotesis yang peneliti rancang dalam penelitian ini:
1. Untuk T1
H1=ada pengaruh antara variabel produk bundling secara parsialterhadap
minat beli.
2. Untuk T2
H2 = ada pengaruh antara variabel citra merek secara parsial terhadap
minat beli.
3. Untuk T3
H3 = ada pengaruh antara variabel produk bundling, citra merek secara
simultan terhadap minat beli.
4. Untuk T4
H4 = ada pengaruh antara variabel produk bundling secara parsial
terhadap keputusan pembelian.
40
5. Untuk T5
H5 = ada pengaruh antara variabel citra merek secara parsial terhadap
keputusan pembelian.
6. Untuk T6
H6 = ada pengaruh antara variabel produk bundling, citra merek secara
simultan terhadap keputusan pembelian.
7. Untuk T7
H7 = ada pengaruh antara variabel minat beli secara parsial terhadap
keputusan pembelian.
Download