BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemunculan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemunculan gumuk pasir di Desa Parangtritis memiliki keistimewaan
dibandingkan gumuk pasir lainnya yang ada di dunia. Kawasan ini memiliki gumuk
pasir jenis barkhan (barchan) yang istimewa karena terbentuk di wilayah pesisir
beriklim tropika basah. Pada umumnya, gumuk pasir jenis barkhan, dan barchanoid
transverse, terbentuk pada pesisir beriklim kering sementara gumuk pasir jenis
hummock dan gumuk pasir parabolic adalah jenis gumuk pasir yang terbentuk di
pesisir beriklim basah (Pye dan Tsoar, 2009).
Penetapan keistimewaan gumuk pasir di Desa Parangtritis telah ditandai
terbitnya beberapa peraturan tertulis dari pemerintah. Menurut PP Nomor 26 Tahun
2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional, gumuk pasir di Desa Parangtritis,
Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah
ditetapkan sebagai Kawasan Keunikan Bentang Alam. Gumuk pasir ini juga telah
ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi melalui Peraturan Daerah Provinsi
DIY Nomor 2 Tahun 2010 tentang Tata Ruang Wilayah DIY tahun 2009-2029.
Peraturan terbaru yang berasal dari Keputusan Kepala Badan Geologi Nomor 1157
K/40/BGL/2014 tentang Penentuan Kawasan Cagar Alam Geologi DIY (Lampiran
1) juga telah menetapkan gumuk pasir jenis barkhan dan mata air panas yang ada
di Desa Parangtritis sebagai kawasan cagar alam geologi bersama ke-8 geotapak
lainnya.
Pengelolaan potensi gumuk pasir belum dapat dikatakan sebagai pembangunan
yang berkelanjutan untuk saat ini. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya konflik
kepentingan penggunaan lahan, tidak hanya di wilayah gumuk pasir namun juga di
sekitarnya (Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir Parangtritis). Berbagai kegiatan
yang tidak berorientasi kepada pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan akan
1
menyebabkan kelestarian gumuk pasir itu terancam punah. Hal ini disebabkan
terjadinya gangguan terhadap keberadaan kawasan lorong angin (wind tunnel) yang
luasnya semakin berkurang karena proses penghutanan (Gambar 1.1) (Sunarto,
2014; Kusumabrata, 2014; Susmayadi et.al., 2009). Vegetasi yang ditanam di
lorong angin akan menyebabkan menurunnya kecepatan angin yang ada sehingga
berpengaruh pada pasokan material pembentuk gumuk pasir.
Sumber: Sunarto, 2014
Gambar 1. 1 Kondisi penggunaan lahan di lorong angin tahun 2006 (kiri) dan tahun 2013 (kanan)
Beberapa kegiatan penggunaan lahan di antaranya adalah pembangunan
permukiman dan pertanian (Gambar 1.2). Penggunaan lahan ini telah berlangsung
sejak lama. Penggunaan lahan lainnya adalah kolam tambak udang yang ramai pada
tahun 2013-2014 silam (Gambar 1.3) (Sunarto, 2014; Firdaus, 2015). Jumlah
tambak yang ada di Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir semakin berkurang
seiring berjalannya waktu. Adanya permukiman, vegetasi berupa tanaman
pertanian, dan tambak bertindak sebagai penghalang. Oleh karena itu, dalam jangka
waktu panjang akan menyebabkan pembentukan gumuk pasir menjadi terhambat.
2
Penggunaan lainnya yang baru-baru ini terjadi adalah penambangan pasir yang
dilakukan dengan tujuan pembersihan lahan pertanian (Gambar 1.3) (Kedaulatan
Rakyat, 2016).
Sumber: Dokumen Pribadi, 2014
Gambar 1. 2 Penggunaan lahan di Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir berupa lahan terbangun
(kiri) dan pertanian lahan berpasir (kanan)
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014 (kiri) dan Kedaulatan Rakyat (2016)
Gambar 1. 3 Penggunaan lahan di Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir berupa tambak (kiri) dan
proses penambangan pasir (kanan)
Kepedulian masyarakat perlu ditingkatkan supaya Kawasan Bentang Alam
Gumuk Pasir tetap lestari. Tantangan yang perlu diselesaikan adalah peningkatan
pengetahuan tentang manfaat yang dapat diberikan oleh kemunculan gumuk pasir
bagi masyarakat. Saat ini, pengetahuan tentang manfaat kemunculan gumuk pasir
telah diketahui oleh masyarakat, khususnya pemanfaatan di bidang pariwisata. Hal
tersebut dikarenakan dampak yang diterima dari pengelolaan gumuk pasir dapat
dirasakan secara langsung dalam bentuk nominal uang dan memiliki waktu yang
relatif cepat. Pemanfaatan gumuk pasir sebagai salah satu atraksi wisata merupakan
3
bentuk pemanfaatan secara langsung. Pada titik ini, masyarakat lebih terfokus pada
pemanfaatan secara langsung dan tidak memperhitungkan manfaat tidak langsung
dari kemunculan gumuk pasir. Padahal gumuk pasir juga memberikan berbagai
macam manfaat yang secara tidak langsung diterima masyarakat dalam berbagai
bentuk, salah satunya adalah sebagai kawasan resapan air. Fungsi gumuk pasir
sebagai kawasan resapan air memiliki peran yang penting sebab mampu
menyediakan kawasan resapan air untuk suplai airtanah bagi kebutuhan
masyarakat. Lebih lanjut, keberadaan airtanah ini mampu mencegah terjadinya
intrusi air laut (Sujatmiko, 2009).
Kebutuhan metode yang mampu merepresentasikan manfaat dari suatu jasa
ekosistem kepada masyarakat menjadi hal yang penting. Metode tersebut harus
mampu merepresentasikan tidak hanya manfaat langsung namun juga manfaat tidak
langsung. Oleh karena itu, penjelasan tentang manfaat tidak langsung (dalam kasus
Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir adalah jasa ekosistem sebagai kawasan
resapan air) menjadi diperlukan. Penerapan valuasi ekonomi menjadi tepat karena
mampu mengkonversi jasa ekosistem ke dalam nilai mata uang (rupiah) sehingga
diharapkan mampu menjadi pembanding yang tepat. Nilai nominal juga memiliki
nilai jual yang lebih menarik dalam dunia para praktisi dan pengambil kebijakan.
Diharapkan penelitian ini mampu menjadikan pemahaman pentingnya Kawasan
Bentang Alam Gumuk Pasir menjadi lebih mudah karena memuat nominal uang.
1.2 Perumusan Masalah
Pengembangan Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir dengan berbagai
keistimewaan yang dimilikinya belum dikelola secara berkelanjutan. Diperlukan
upaya untuk mendeskripsikan jasa ekosistem, khususnya untuk pemanfaatan tidak
langsung, yang mampu diberikan oleh Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir
dengan metode valuasi ekonomi untuk merepresentasikan manfaat yang sebanding.
Salah satu jasa ekosistem yang dimanfaatkan secara tidak langsung dari
keberadaan gumuk pasir adalah sebagai kawasan resapan air. Air yang meresap ke
dalam tanah berasal dari air hujan dan ditemukan sebagai airtanah di Kawasan
4
Bentang Alam Gumuk Pasir sehingga disebut juga sebagai imbuhan airtanah.
Jumlah imbuhan airtanah dipengaruhi oleh nilai curah hujan yang ada. Selain itu,
faktor tutupan lahan yang ada di Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir juga
menentukan imbuhan airtanah yang lolos masuk ke dalam tanah karena memiliki
nilai koefisien limpasan permukaan sehingga dapat digunakan untuk mengetahui
berapa nilai imbuhan airtanah yang terjadi. Oleh karena itu, rumusan masalah yang
dapat dijelaskan dalam pertanyaan penelitian adalah:
1. berapa nilai volume imbuhan airtanah yang dapat dihasilkan oleh Kawasan
Bentang Alam Gumuk Pasir Parangtritis?
2. berapa nilai ekonomi yang dihasilkan dari volume imbuhan airtanah
Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir Parangtritis?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menghitung volume imbuhan airtanah Kawasan Bentang Alam Gumuk
Pasir Parangtritis berdasarkan rata-rata curah hujan bulanan.
2. Menghitung nilai ekonomi imbuhan airtanah Kawasan Bentang Alam
Gumuk Pasir Parangtritis.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diberikan dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu manfaat
praktis dan manfaat teoritis. Hal yang menjadi manfaat praktis adalah:
1. mendorong masyarakat untuk menjaga kelestarian Kawasan Bentang Alam
Gumuk Pasir dengan mengetahui manfaat jasa ekosistem yang akan
diterima, dan
2. memberikan informasi yang dapat digunakan untuk memahami lebih lanjut
tentang pentingnya jasa ekosistem di Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir
yang dapat digunakan dalam proses perencanaan pembangunan.
5
Sementara itu, yang menjadi manfaat teoritis adalah pengembangan penelitian
yang memiliki fokus bahasan jasa ekosistem gumuk pasir berbasis metode valuasi
ekonomi. Selama ini, penelitian yang mengangkat jasa ekosistem gumuk pasir
masih sedikit. Harapannya, penelitian ini mampu menjadi landasan bagi penelitian
berikutnya.
1.5 Tinjauan Pustaka
1.5.1 Gumuk Pasir
Gumuk pasir (sand dune) adalah bentukan alam yang terjadi karena
tenaga angin dan tersusun dari material sedimen yang kasar dan untuk
membentuk formasi gumuk pasir selanjutnya membutuhkan dua syarat
tambahan, yaitu adanya suplai material yang cukup dan angin yang kencang
(Boorman, 1977). Gumuk pasir yang dikenal di Indonesia umumnya merujuk
pada definisi gumuk pasir kepesisiran atau coastal dune sebab terbentuk di
bagian pesisir (Maun, 2009). Gumuk pasir yang ada menjadi bagian dari
Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir Kabupaten Bantul adalah salah satu
gumuk pasir tipe pesisir.
Gumuk pasir dapat dibedakan dengan gisik (beach) berdasarkan
lingkungan pengendapan dan karakteristik material penyusunnya. Berdasarkan
lingkungan pengendapannya, gumuk pasir terletak lebih di bagian lebih dalam
ke arah daratan daripada gisik. Berdasarkan karakteristik material
penyusunnya, gumuk pasir dapat dibedakan dengan gisik seperti pada Tabel
1.1.
Tabel 1. 1 Karakteristik material penyusun gisik dan gumuk pasir
Ukuran Rata-Rata
Gisik
2.86
Gumuk Pasir
2.82
Sortasi
Kecondongan
0.309
0.03
0.273
0.14
Sumber: King, 1972
6
Kurtosis
1.09
1.07
1.5.2 Distribusi Gumuk Pasir
Gumuk pasir pesisir ditemukan hampir di setiap lintang (Martinez et.al,
2008). Gambar 1.4 menunjukkan disribusi gumuk pasir di seluruh dunia
sekaligus menunjukkan ada dua jenis gumuk pasir pesisir, yaitu gumuk pasir
pesisir kecil dan yang telah terbangun dengan baik. Gumuk pasir yang berada
di Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir tidak termasuk ke dalam sistem yang
baik (well developed dune systems) melainkan hanya gumuk pasir kecil (small
sand dunes) yang umumnya diselingi dengan pantai berpasir, mangrove, rawa
air asin, ataupun tanjung berbatu (rocky headlands) (Martinez et.al., 2008).
Untuk distribusi gumuk pasir yang ada di Asia Tenggara dapat dilihat di
Gambar 1.5 Gumuk pasir di Indonesia memiliki keunikan tersendiri
dibandingkan dengan dua negara lainnya karena terletak di lingkungan monsun
tropis (Bird dan Schwartz, 1985). Gumuk pasir di Filipina bernama La Paz
Sand Dunes dan terletak di Kota Laoag, Provinsi Ilocos Norte
(www.laoagcity.gov.ph). Gumuk pasir di Vietnam bernama Mui Ne Sand Dune
dan terletak di Kota Mui Ne, Provinsi Binh Thuan (Quy et.al., 2001). La Paz
Sand Dune dan Mui Ne Sand Dune merupakan gumuk pasir yang terbentuk di
lingkungan iklim savana tropis (www.laoagcity.gov.ph; Averyanov et.al.,
2003).
1.5.3 Proses Pembentukan Gumuk Pasir
Pembentukan gumuk pasir di Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir
dipengaruhi oleh material yang berasal dari Gunungapi Merapi yang
merupakan salah satu gunung teraktif di dunia (Sunarto, 2014; Kusumabrata,
2014). Sungai lainnya yang juga mengangkut material Gunungapi Merapi
adalah Sungai Progo (Kusumabrata, 2014). Material yang telah mencapai
Samudra Hindia akan terbawa angin yang berperan utama dalam pembentukan
gumuk pasir di Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir. Angin tersebut bergerak
dari lepas pantai menuju pantai (Sunarto, 2014). Selain angin, jenis gisik juga
memberikan pengaruh kepada jumlah pasokan pasir yang tersedia. Jenis gisik
7
Sumber: Martinez et.al., 2008
Gambar 1. 4 Distibusi gumuk pasir pesisir yang ada di seluruh dunia
8
Sumber: Google Earth, 2015
Gambar 1. 5 Distribusi gumuk pasir di Asia Tenggara
9
yang ada di lokasi penelitian adalah gisik menengah yang merupakan
peralihan antara gisik pantulan dan gisik hamburan sehingga
memberikan pengaruh menengah (Sunarto, 2014).
Faktor lain yang mempengaruhi jumlah pasokan material adalah
adalah rentang pasang surut (pasut). Semakin lebar rentang pasut, maka
akan semakin besar pasokan material pembentukannya (Sunarto, 2014).
Rentang pasut yang ada di lokasi penelitian termasuk jenis menengah
sehingga pasokan materialnya juga menengah (Sunarto, 2014). Selain
itu, keberadaan gawir di sebelah timur juga mempengaruhi pembentukan
gumuk pasir karena menyebabkan terjadinya pembelokan arah angin dari
laut ke arah barat laut. Pengaruh pembelokan arah angin tersebut
dicerminkan adanya kesejajaran relatif dengan arah pembentukan gumuk
pasir yang ada di zona aktif (zona inti).
1.5.4 Klasifikasi Jenis Gumuk Pasir
Menurut ilmu geomorfologi, dunes atau gumuk (pasir), dapat
ditemukan di tiga tipe bentanglahan, yaitu di lembah sungai, wilayah
kering, dan pesisir dan di pinggiran danau (Maun, 2009). Pembentukan
gumuk pasir di lembah sungai diawali dengan terjadinya banjir hingga
tepi sungai dan deposit pasir yang ada di lembah sungai dikeringkan oleh
angin dan membentuk gumuk pasir. Di wilayah yang kering, dengan
curah hujan curang dari 20 mm per tahun, pelapukan dari batupasir dan
batuan lainnya yang dapat menghasilkan pasir (dari proses pengikisan
materialnya) sehingga menyebabkan perpindahan massa pasir oleh angin
yang juga dipengaruhi oleh vegetasi. Sementara itu, gumuk pasir pesisir
terbentuk mengikuti bentuk pantai dan terbentuk di bagian lebih dalam
ke arah daratan pada pantai berpasir.
10
Beberapa tipe gumuk pasir pesisir (Smith, 1954 dalam King, 1972)
adalah;
1. Foredune,
2. Gumuk Pasir Parabolik.
3. Gumuk Pasir Barkhan,
4. Gumuk Pasir Memanjang
5. Gumuk Pasir Melintang
6. Blow out, dan
7. Attached Dunes.
Gumuk pasir yang ada di Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir di
Kabupaten Bantul memiliki 3 tipe dominan, yaitu Gumuk Pasir Barkhan,
Gumuk Pasir Memanjang, dan Gumuk Pasir Melintang (Rujito, 2001).
1.5.5 Jasa Ekosistem
Jasa ekosistem adalah manfaat yang diperoleh manusia dari
ekosistem. Definisi ini berasal dari dua definisi umum direferensikan dan
perwakilan lainnya:
“Ecosystem services are the conditions and processes through
which natural ecosystems, and the species that make them up, sustain
and fulfill human life. they maintain biodiversity and the production of
ecosystem goods, such as seafood, forage timber, biomass fuels, natural
fiber, and many parmaceuticals, industrial products, and their
precursors (Daily 1997)”.
“Ecosystem goods (such as food) and services (sucs as waste
assimilation) represent the benefits human population derive, directly or
indirectly, from ecosystem functions (Costanza et.al. 1997)”.
Berdasarkan kedua definisi tersebut, Millenium Ecosystem
Assessment (2005) merujuk kepada Costanza et.al. (1997) bahwa jasa
ekosistem tidak hanya berasal dari ekosistem alam tetapi juga ekosistem
yang telah dimodifikasi oleh manusia. Jasa ekosistem juga tidak hanya
berupa barang (good) namun juga termasuk jasa (service) sehingga
mencakup manfaat yang berwujud dan tidak berwujud (Daily, 1997).
11
Jasa ekosistem yang dihasilkan oleh bentang alam gumuk pasir
telah diteliti oleh beberapa penelitian. Barbier et.al. (2011) menyebutkan
setidaknya ada 7 fungsi utama dari bentangalam gumuk pasir, yaitu (1)
sebagai penyedia bahan mentah berupa pasir dan mineral, (2)
perlindungan kepesisiran, (3) pengontrol erosi, (4) kawasan resapan air
dan pemurnian air, (5) tempat tinggal biota tertentu, (6) penyimpan
karbon, dan (7) kepentingan wisata, pendidikan, dan penelitian. Dalam
penelitian ini, penekanan pembahasan jasa ekosistem akan difokuskan
pada jasa ekosistem untuk kawasan resapan air.
Bentang Alam Gumuk Pasir Parangtritis memiliki karakteristik
yang mampu mendukung peran sebagai kawasan resapan air yang efektif
(Everard et al., 2010; Carter, 1990). Materialnya yang berupa pasir
memudahkan proses infiltrasi air sehingga mampu menyediakan jumlah
air yang signifikan dan dapat dimanfaatkan untuk masyarakat yang
tinggal di pesisir. Sebagai contoh adalah Belanda, tepatnya di Meijendel,
yang sejak tahun 1874 telah memanfaatkan area gumuk pasir untuk
ekstraksi air minum (Meulen et.al., 2008). Proses ekstraksi diawali
dengan mengambil air dari Sungai Rhine menggunakan pipa yang
kemudian disalurkan ke area tertentu di gumuk pasir sehingga gumuk
pasir berperan sebagai kawasan resapan buatan (artificial recharge). Air
dimasukkan hingga kedalaman tertentu dan diambil pada kedalaman
yang sama untuk menjaga kualitas air (Bakker dan Stuyfzand, 1993).
Bentang Alam Gumuk Pasir Parangtritis keberadaannya menjadi
penting mengingat keunikan karakteristik wilayahnya yang mana
pasokannya bergantung pada besarnya air hujan yang turun di wilayah
tersebut (Adi dan Setiawan, 2010). Oleh karena itu, jumlah air hujan yang
meresap akan bergantung pada penggunaan lahan yang ada di atas
lahannya. Jumlah air hujan yang tertampung dapat diketahui dengan
melakukan perhitungan yang melibatkan koefisien aliran permukaan
yang diturunkan dari penggunaan lahan yang ada.
12
1.5.6 Valuasi Ekonomi
Pengelolaan lingkungan merupakan hal yang harus dilakukan dan
dirumuskan dengan baik. Salah satu perangkat perumusan kebijakan
lingkungan adalah valuasi ekonomi. Valuasi Ekonomi dipelajari dalam
ilmu ekonomi lingkungan. Ekonomi lingkungan didefinisikan sebagai
studi tentang dampak yang tidak diinginkan atau tidak diketahui dari
adanya suatu pilihan tentang penggunaan sumberdaya alam (Suparmoko,
2006). Pada prinsipnya valuasi ekonomi dilakukan untuk memberikan
harga atau memperhitungkan suatu nilai dari sumber daya yang
digunakan dalam bentuk uang (monetary form). Konsep lain
menunjukkan bahwa konsep ekonomi merupakan pernyataan nilai
ekonomi untuk seluruh fenomena sumberdaya alam dan lingkungan
(Suparmoko, 2006). Valuasi ekonomi dilakukan karena penyajian angkaangka ekonomi lebih menarik dan lebih membuka mata pemerintah
dalam menentukan kebijakan. Penyajian nilai ekonomi dinilai lebih nyata
dan konkret dalam menunjukkan besarnya manfaat maupun dampak dari
suatu kegiatan. Nilai yang diperhitungkan merupakan nilai sumberdaya
dan nilai dampak lingkungan yang terjadi.
Pada dasarnya ada tiga metode valuasi yang diperlukan, dengan
masing-masing metode valuasinya disesuaikan dengan jenis keputusan
kebijakan yang perlu untuk mengevaluasi suatu sumberdaya. Barbier
(1993) menjelaskan ketiga metode tersebut yang pernah diterapkan untuk
valuasi ekonomi sumberdaya lahan basah, yaitu:
1. Impact Analysis, adalah penilaian terhadap kerusakan yang
ditimbulkan lahan basah dari dampak lingkungan spesifik.
2. Partial Valuation, penilaian alokasi sumber daya alternatif atau
pilihan proyek yang melibatkan sumber daya tertentu. Tujuannya
adalah membuat kriteria untuk memilih antara sejumlah pemanfaatan
yang berbeda dari sistem yang telah ada.
3. Total Valuation, adalah penilaian ekonomi secara keseluruhan dengan
cara menentukan nilai ekonomi total.
13
Valuasi ekonomi mempunyai beberapa pendekatan dalam
penentuan nilai ekonomi suatu sumberdaya. Suparmoko (2006) membagi
pendekatan valuasi ekonomi menjadi tiga, yaitu:
1. Penentuan nilai ekonomi berdasarkan pada perubahan produktivitas
dan pendekatan nilai pasar. Pendekatan ini merupakan pendekatan
yang menggunakan harga barang yang ada di pasaran sebagai nilai
dari suatu manfaat atau dampak yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan.
2. Penentuan nilai ekonomi berdasarkan Nilai Pasar Barang Pengganti
atau Barang Pelengkap. Pendekatan nilai kekayaan mendasarkan nilai
kekayaan sebagai nilai pengganti dalam penentuan kualitas
lingkungan. Pendekatan lainnya adalah Pendekatan Tingkat Upah,
yaitu pendekatan yang menggunakan perbedaan harga upah sebegai
nilai lingkungan. Pendekatan Biaya Perjalanan, yaitu pendekatan yang
biasa dipergunakan dalam menilai lingkungan pada objek-objek
wisata.
3. Penentuan Nilai Ekonomi Berdasarkan Hasil Survei, dapat dibagi
menjadi Lelang dan Survei Langsung dan Metode Delphi.
1.6 Penelitian Sebelumnya
Terdapat beberapa penelitian yang telah lebih dulu membahas mengenai
gumuk pasir, jasa ekosistem, dan valuasi ekonomi. Salah satunya adalah
penelitian dari Umar (2002). Penelitian ini memiliki persamaan dalam tujuan
penelitian yaitu menghitung volume inputan airtanah yang ada di Kawasan
Bentang Alam Gumuk Pasir. Letak perbedaannya adalah dalam penelitian
sebelumnya adalah faktor yang mempengaruhi imbuhan airtanah berupa
penutup hanya dibagi menjadi dua, yaitu gumuk pasir dan bukan gumuk
pasir. Maka dari itu, dalam penelitian terbaru, perlu klasifikasi berbagai
penutup lahan yang lebih detil karena kondisi di lapangan tutupan lahan di
Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir telah berkembang menjadi bermacammacam. Perbedaan lainnya adalah dalam penelitian sebelumnya juga
dilakukan penghitungan kebutuhan air untuk kebutuhan domestik dan
14
pariwisata sementara dalam penelitian terbaru hal tersebut tidak dilakukan.
Perbedaan lainnya adalah penelitian sebelumnya tidak mengkonversi volume
inputan airtanah menjadi nominal uang sementara dalam penelitian terbaru
dilakukan penghitungan nilai ekonomi Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir
yang memiliki jasa ekosistem berupa kawasan resapan air.
Penelitian Zhao, et.al., (2011) memiliki persamaan dengan penelitian
terbaru yang terletak pada pemberian nilai ekonomi berbasis jenis
penggunaan lahan. Penelitian sebelumnya bahkan sampai merinci cukup
banyak fungsi ekosistem dan persentase masing-masing jasa ekosistem yang
dihasilkan oleh Pulau Chongming, Tiongkok. Penelitian sebelumnya juga
menggunakan perbedaan waktu untuk melihat dinamika nilai jasa ekosistem
yang terjadi dalam rentang sepuluh tahun.
Penelitian lainnya adalah yang dilakukan oleh Helien et.al. (2011) di
daerah Jinan, Tiongkok adalah penelitian yang mengukur jasa ekosistem yang
diberikan oleh penggunaan lahan jenis tertentu. Nilai ekonomi yang
dihasilkan dari suatu jasa ekosistem dihasilkan dari hasil penelitian lainnya
yang pernah dilakukan di area yang sama. Perbedaan dengan penelitian ini
adalah kajian jasa ekosistemnya, yang mana hanya menghitung jasa
ekosistem sebagai kawasan resapan air, sementara penelitian sebelumnya
menghitung seluruh jasa ekosistem yang dihasilkan di Jinan.
Penelitian lainnya adalah yang dilakukan Satriagasa (2015) yang
memiliki kesamaan dalam tema jasa ekosistem. Untuk letak perbedaannya,
penelitian sebelumnya menekankan pada jasa ekosistem wilayah pesisir
untuk pengurangan risiko bencana sementara dalam penelitian terbaru jasa
ekosistem yang dibahas adalah jasa ekosistem sebagai kawasan resapan air.
Untuk wilayah kajiannya, penelitian sebelumnya memiliki area kajian berupa
seluruh pesisir DIY sementara dalam penelitian terbaru hanya terfokus pada
Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir di Desa Parangtritis, Kecamatan
Kretek, Kabupaten Bantul, DIY.
15
Tabel 1. 2 Perbandingan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian yang terbaru
No.
Judul Penelitian
Tahun
Penulis
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
1
Kajian Potensi
Sumberdaya Airtanah
untuk Kebutuhan
Domestik dan Industri
Pariwisata Parangtritis,
Kecamatan Kretek,
Kabupaten Bantul,
Daerah Istimewa
Yogyakarta
2002
Hasmunir
Umar
Satuan analisis yang digunakan 1. Nilai porositas akuifer termasuk kategori besar, kualitas
airtanah termasuk kategori sedang, dan kondisi airtanah
sebagai metode penelitian adalah
belum terpengaruh oleh intrusi air laut. Penggunaan
satuan bentuklahan. Penelitian
airtanah untuk kebutuhan domestik dan pariwisata pada
dilakukan dengan observasi dan
berbagai satuan bentuklahan masih aman dan lebih dari
kegiatan di laboratorium. Potensi
cukup.
airtanah dihitung menggunakan
2. Potensi kuantitas airtanah di satuan bentuklahan gumuk
umpan airtanah, kedalaman muka
pasir sebelah timur watu gilang termasuk rendah dengan
airtanah, porositas, transmisibilitas,
volume airtanah yang boleh diambil 953.000 m3 sementara
permeabilitas, tebal akuifer, luas
di sebelah barat Watu Gilang termasuk sedang dengan
satuan bentuklahan, kualitas dan
volume 5.376.250 m3.
kuantitas airtanah, dan volume
penggunaan
airtanah
oleh
penduduk.
2
An Ecosystem Service
Value Assessment of
Land-use Change on
Chongming Island,
China
2004
Bi Zhao,
et.al.
Perubahan
penggunaan
lahan
diamati menggunakan data Landsat
TM dalam rentang waktu 1990,
1997, dan 2000 di sebelah timur
Pulau Chongming, tepatnya di
Dongtan.
Klasifikasi penggunaan lahan dibagi
menjadi 5 jenis yaitu lahan basah,
kolam
budidaya
perairan,
peternakan,
kebun,
dan
permukiman. Kelima penggunaan
lahan
dikonversi
dengan
16
1.
2.
3.
Perubahan penggunaan lahan terbesar ada pada
penggunaan lahan basah sebesar 71%.
Masing-masing jasa ekosistem di suatu penggunaan
lahan memiliki variasi persentase kontribusi yang
berbeda-beda.
Terjadi penurunan nilai ekonomi jasa ekosistem yang
dihasilkan di Pulau Chongming, Dongtan sebesar 62%,
dari US$316,77 juta menjadi US$120,40 juta.
mencocokkan bioma yang sesuai
untuk kemudian diberikan koefisien
jasa ekosistem sehingga diketahui
nilai ekonominya.
3
4
Change in Land Use
and Ecosystem Service
Values in Jinan, China
Analisis Jasa
Ekosistem Kawasan
Kepesisiran Daerah
Istimewa Yogyakarta
dalam Pengurangan
Risiko Bencana
2011
2015
Li Helian,
et.al.
M. Chrisna
Satriagasa
Perubahan
penggunaan
lahan
diamati menggunakan data Landsat
TM dalam rentang waktu 1988,
1995, dan 2002 di Kota Jinan.
Klasifikasi penggunaan lahan dibagi
menjadi 6 jenis yaitu pertanian,
hutan, padang rumput, tubuh air,
lahan terbangun, dan lahan kosong.
Luasan perubahan penggunaan
lahan
dihitung
menggunakan
perangkat lunak ArcView 3.2 dan
kemudian dikonversi menjadi nilai
mata
uang
Yuan
melalui
pembobotan tertentu.
1.
Penelitian ini menggunakan data
lapangan
untuk
mengecek
parameter
morfologi
sebagai
inputan pemodelan tsunami. Selain
itu, data sekunder berupa data
spasial dan tabuler digunakan untuk
penghitungan TEV melalui besar
nilai objek yang terlindungi dari
tsunami.
Data
yang
telah
dikumpulkan kemudian diolah
1. Komponen ekosistem yang berperan dalam jasa ekosistem
pengurangan risiko tsunami adalah kekasaran permukaan
dan morfologi. Pengurangan risiko yang dimaksud adalah
melindungi wilayah kepesisiran dari rambatan tsunami,
melindungi objek dari hancuran yang dibawa tsunami, dan
bentukan gumuk pasir mampu melindungi dari kerusakan
akibat tsunami.
2. Nilai TEV jasa ekosistem kepesisiran DIY dalam
pengurangan risiko bencana per tahun adalah Rp2,4
milyar (kondisi aktual), Rp97,8 milyar (kondisi potensial),
dan Rp65,9 milyar (kondisi potensial).
17
2.
3.
Penggunaan lahan yang paling dominan di area kajian
adalah lahan pertanian namun juga merupakan
penggunaan lahan yang paling banyak berkurang.
Penggunaan lahan yang jumlahnya meningkat adalah
lahan terbangun.
Lahan pertanian dan hutan merupakan jenis penggunaan
lahan yang paling banyak menyumbangkan nilai dari
total jasa ekosistem (mencapai 80 persen).
Nilai jasa ekosistem yang dihasilkan oleh area kajian
mengalami pengurangan antara tahun 1988 dan 2002
senilai 42,86 juta Yuan.
menggunakan analisis spasial dan
deskriptif.
5
Nilai Ekonomi
Imbuhan Airtanah pada
Kawasan Bentang
Alam Gumuk Pasir
Parangtritis
2016
Mega
Dharma
Putra
Penelitian ini menggunakan metode
persentase curah hujan untuk
menghitung
volume
imbuhan
airtanah. Hasil yang diperoleh
kemudian dianalisis menggunakan
pendekatan
keruangan
untuk
mengetahui distribusi temporal dan
keruangan dari volume imbuhan
airtanah. Pendekatan lainnya yang
digunakan adalah pendekatan nilai
pasar untuk mengetahui nilai
ekonomi dari imbuhan airtanah di
Kawasan Bentang Alam Gumuk
Pasir Parangtritis
18
1. Volume imbuhan airtanah yang dihasilkan berdasarkan
distribusi temporal memiliki nilai paling tinggi di bulan
Februari (588.617,79m3) dan paling rendah di bulan Juli
(51.306,09 m3). Untuk distribusi keruangannya, Zona Inti
menghasilkan 1.110.887,72 m3, Zona Penunjang
1.391.903,74 m3, dan Zona Pemanfaatan Terbatas sebesar
891.621,40 m3.
2. Nilai ekonomi Bentang Alam Gumuk Pasir untuk jasa
ekosistem sebagai kawasan resapan air yang
mencerminkan volume imbuhan airtanah adalah
Rp1.697.206.476,00/tahun.
1.7 Kerangka Pemikiran
Kawasasan Bentang Alam Gumuk Pasir di Kabupaten Bantul selain
memiliki keistimewaan gumuk pasir tipe barkhan juga memiliki jasa
ekosistem penting berupa kawasan resapan air. Jasa ekosistem sebagai
kawasan air dijelaskan melalui kerangka pemikiran di Gambar 1.6.
Kemampuan jasa ekosistem tersebut dapat dikonversi menjadi nominal uang
dengan menghitung volume imbuhan airtanah yang dihasilkan oleh Kawasan
Bentang Alam Gumuk Pasir. Proses penghitungan volume memerlukan data
mengenai jenis penggunaan lahan, curah hujan, dan harga satuan air baku
untuk menghasilkan nilai ekonomi dari jasa ekosistem kawasan resapan air.
Jenis penggunaan lahan akan dikonversi menjadi nilai koefisien limpasan
permukaan. Semua data yang diperleh akan diolah dengan perhitungan
tertentu sehingga mampu menghasilkan nilai volume imbuhan airtanah yang
kemudian dikalikan dengan harga satuan air baku untuk mendapatkan nilai
ekonomi yang dicari. Volume imbuhan airtanah akan memiliki variasi
temporal karena curah hujan yang dimiliki rata-rata tiap bulan bervariasi.
Selain itu, nilai ekonomi jasa ekosistem juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan zonasi Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir.
Limpasan
permukaan
Tebal hujan
Kawasan Bentang Alam
Gumuk Pasir Parangtritis
Luas area
Penggunaan lahan
Curah hujan
rata-rata bulanan
Jasa ekosistem kawasan
resapan air
Harga satuan
air baku
Volume imbuhan
airtanah
Nilai ekonomi jasa ekosistem
kawasan resapan air gumuk pasir
Gambar 1. 6 Kerangka berpikir
19
1.8 Batasan istilah
Penelitian ini memiliki batasan istilah yang digunakan, yaitu sebagai
berikut.
1. Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir di Kabupaten Bantul,
merupakan kesatuan yang terdiri dari kesatuan tiga bentuklahan, yaitu
gisik pantai, beting gisik, dan gumuk pasir (DPUP DIY, 2014)
2. Gumuk pasir, merupakan gumuk pasir yang ada di Kawasan Bentang
Alam Gumuk Pasir di Kabupeten Bantul yang merujuk kepada gumuk
pasir pesisir (Hesp, 2008).
3. Koefisien limpasan permukaan, adalah nilai yang mencerminkan
persentase
curah hujan yang menjadi limpasan permukaan
(Soewarno, 2000; Umar, 2002).
4. Jasa ekosistem merupakan suatu manfaat yang diberikan oleh
lingkungan. Bentuknya dapat berupa barang dan jasa, baik secara
langsung maupun tidak langsung (Costanza et.al., 1997).
5. Kawasan resapan air, merupakan salah satu jasa ekosistem yang
diberikan oleh Kawasan Bentang Alam Gumuk Pasir (Meulen et.al.,
2008)
6. Volume imbuhan airtanah, adalah hasil kali antara tebal curah hujan,
luas area, dan selisih satu dikurang koefisien limpasan permukaan
(Umar, 2002).
7. Valuasi ekonomi, merupakan proses pemberian nilai, dalam hal ini
adalah pemberian nilai rupiah (Suparmoko, 2006). Valuasi ekonomi
dalam penelitian ini hal ini adalah memberikan nilai kepada fungsi
jasa ekosistem sebagai kawasan resapan air dengan mengalikan
dengan rupiah per liter berapa harga air baku.
20
Download