MANAJEMEN DISASTER Oleh : Sudiharto,SKp.M.Kes MANAJEMEN DISASTER A. Pendahuluan Sejak Tsunami Aceh tahun 2004, sampai sepanjang tahun 2010 ini Indonesia seakan sedang melakukan maraton bencana dari satu pulau ke pulai lain dan dari satu provinsi ke provinsi lain. Pada awal tahun 2010 setelah letusan Gunung Api Merapi mereda, tanah air Indonesia kembali diguncang bencana alam besar: gempa bumi di Yogyakarta dan tsunami di kawasan selatan Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah. Sementara itu, bencana yang berkaitan dengan fenomena geologi, seperti semburan lumpur panas di Porong, Sidoarjo, belum juga berhenti. Kemudian pada akhir tahun 2010 merapi kembali menyalak yang lebih ganas, diikuti oleh Tsunami Mentawai dan banjir bandang di beberapa wilayah seperti di Wasior Irian Jaya. Kita memang hidup di kawasan rawan bencana. Karena itu, upaya-upaya pemahaman yang mendalam tentang bahaya-bahaya kebumian (geo-hazards) dan konsep penanganan bencana yang ditimbulkannya sangat penting untuk terus menerus ditingkatkan. Di dalam peraturan tentang organisasi tatalaksana kepemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, aspek terkait geohazards ini tercakup dalam istilah “bencana geologi”. Dalam peraturan tersebut, salah satu satuan kerja di bawah Badan Geologi bernama “Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi”. Bencana geologi atau bencana alam, secara awam merupakan tugas utama ahli geologi dalam hal memberikan peringatan dini yang akurat kepada masyarakat agar terhindar atau setidaknya meminimalisir bencana. Ini yang belum maksimal di negara kita, walaupun penanganan bencana merupakan tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat, setiap anggota masyarakat berpeluang mengetahui dan berkontribusi dalam penanganan bencana. Harus kita akui bahwa ahli geologilah yang paling tahu dibanding masyarakat pada umumnya tentang bencana geologi. Dari para ahli gologi diketahui bahwa tatanan geologi Indonesia yang terletak di atas tiga lempeng tektonik, selain memberikan sumber daya kebumian (georesources) yang kaya, dan lingkungan bumi (geo-environment) yang beranekaragam, juga ancaman bahaya kebumian (geo-hazards) yang sangat tinggi, baik ragam maupun persebarannya. Besarnya bahaya geologi Indonesia dan tingginya frekuensi kejadian bencana yang diakibatkannya merupakan bukti bahwa kita memang hidup di wilayah yang rawan bencana. 1 Dalam literatur-literatur tentang mitigasi bencana (lihat misalnya: Wikipidea) dinyatakan bahwa mitigasi (bencana) adalah bagian dari manajemen bencana (disaster management) atau manajemen darurat (emergency management). Manajemen bencana meliputi: penyiapan, dukungan, dan pembangunan kembali suatu masyarakat yang terkena bencana alam (natural disaster) atau bencana buatan (man-made disaster). Manajemen bencana adalah suatu proses yang harus diselenggarakan terus menerus oleh segenap pribadi, kelompok, dan komunitas dalam mengelola seluruh bahaya (hazards) melalui usaha-usaha meminimalkan akibat dari bencana yang mungkin timbul dari bahaya tersebut (mitigasi). Mitigasi adalah bagian atau salah satu tahap dalam penanganan bencana. Tahap mitigasi - dalam maknanya yang berarti kesiapsiagaan atau kewaspadaan adalah cara yang murah dalam mengurangi akibat bahaya-bahaya yang dihadapi masyarakat dibandingkan dengan tindakan lainnya, seperti: evakuasi, rehabilitasi dan rekonstruksi.Mitigasi harus dilakukan baik secara bersama-sama melalui agenda Pemerintah, maupun sendiri-sendiri baik saat dan paska kejadian, maupun sebelum kejadian. Karena itu, konsep mitigasi dan tahap lainnya dari manajemen bencana, serta irisan dan kesalingterkaitan diantara tahapan-tahapan tersebut perlu dipahami sebelumnya oleh siapa pun yang terlibat dalam penanganan bencana. Seluruh geo-hazards atau potensi bencana (disaster) tersebut harus dinilai atau dievaluasi serta dikelola dengan baik agar tidak berkembang menjadi bencana. Penilaian tersebut berkenaan dengan aspek fisik bumi sebagai fokus perhatiannya dikenal sebagai analisis geo-risk. Identifikasi geo-risk, sebagaimana identifikasi resiko-resiko lainnya, memang misalnya Tsunami Jepang ( 11 Maret 2011) yang berdampak kepada Indonesia bagian timur. Ditambah lagi komplikasi akibat ledakan reaktor nuklir jepang yang dapat menimbulkan dampak global sangat dahsat dan luas. B. Definisi Bencana atau disaster adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis dan terjadi secara tiba-tiba. C. Proses Terjadinya Bencana Alam Tenaga Endogen Sebagai makluk Tuhan, kita percaya dan yakin bahwa Bumi kita itu hidup dan diberi ruh oleh Alloh, oleh karena itu bumi selalu menunjukan tanda-tanda kehidupan seperti pergerakan atau oleh para ahli geologi disebut terjadinya proses pembentukan bumi. Melalui pergerakan bumi maka akan membentuk diantaranya gunung, palung di dasar samudra, retak, penyusutan daratan di bibir pantai dan 2 pergeseran letak gunung. Pergerakan bumi tersebut menimbulkan energi endogen yang menghasilkan panas sehingga terjadi gunung api yang bila sampai pada suatu titik tertentu akan menyemburkan lava dan api bersama material yang dikandungnya. Gambar 1. Lapisan bumi yang menyimpan misteri bencana Di dalam kitab suci Alqur’an disebutkan pula bahwa gunung merupakan pakunya bumi, yang pada hari kiamat nanti akan dicabut sehingga gunung-gunung akan beterbangan dan memuntahkan segala isi perutnya yang sangat panas. Gunung-gunung yang disangka telah mati (tidak aktif) suatu saat akan bangkit dan aktif kembali bahkan mungkin lebih besar, tenaga itu dikenal dengan tenaga endogen. Tenaga endogen tersebut menyebabkan gempa yang sangat kuat dan tidak dapat dicegah kecuali diantisipasi dan diprediksi. Disinilah sebenarnya salah satu kerja nyata ahli geologi untuk memprediksi dan mengantisipasi ledakan yang dahsyat, memuntahkan segala material, awan panas bahkan lahar dingin seperti kasus merapi dan dapat beserta gempa. Gambar 2. Perputaran energi di dalam lapisan bumi sehingga menimbulkan panas Memprediksi dan mengantisipasi berguna untuk meminimalisir dampak letusan gunung api, seperti korban manusia, kematian ternak, kerusakan sumberdaya ekonomi masyarakat, dan kerusakan lingkungan secara masif. Karya nyata yang berupa hasil antisipasi dan prediksi tersebut, selanjutnya diinformasikan kepada ahliahli dibidangnya untuk segera dilakukan koordinasi dan sinergisme. Ahli manajemen 3 bencana akan mempersiapkan masyarakat berupa melatih masyarakat agar memiliki kompetensi pedulidan tanggap bencana, sementara ahli lain misalnya mempersiapkan rumah yang tahan gempa. Gambar 3. Pemekaran dasar samudra yang berisiko menimbulkan gempa TenagaEksogen Energi yang berasal dari luar bumi dikenal sebagai tenaga eksogen. Sifat umum tenaga eksogen adalah merombak bentuk permukaan bumi hasil bentukan dari tenaga endogen. Misalnya tabrakan benda luar angkasa dan berakibat terhadap permukaan bumi, jatuhnya benda-benda dari luar angkasa ke bumi, serta angin topan dan tenaga matahari. Gambar 4. Efek rumah kaca dan tumbukan benda luar angkasa Pelepasan tenaga (energy) yang mendadak atau secara tiba-tiba pada zona penunjaman atau patahan aktif akan menyebabkan getaran dan goncangan. Goncangan terebut dikenal sebagai gempa bumi dan apabila berada di dasar maka berisiko terjadi Tsunami. 4 Parameter gempa bumi, tenaganya diukur secara instrumental atau magnitude dengan skala Richter. Skala 5 yang ditunjukkan oleh skala Richter setara dgn energi Bom Atom Hiroshima. Kita sering mendengar gempa berkekuatan 7,5 skala Richter, ini berarti kekuatan gempanya setara dengan 1,5 kali Bom Atom Hiroshima. Akibat pergerakan bumi, gempa kurang dari 2 skala Richter terjadi sekitar 8,000 X per hari di dunia. Itulah salah satu tanda kebesaran Tuhan, bahwa bumi memang memiliki nyawa sehingga memiliki tanda-tanda kehidupan, yaitu bergerak. D. Jenis-Jenis Ancaman Disaster Ancaman disaster dapat dibagi dua secara garis besar yaitu bencana akibat alam dan bencana akibat ulah manusia. Bencana akibat alam seperti gunung merapi, gempa, dan tsunami sedangkan bencana akibat ulah manusia seperti bom dan konflik antar golongan yang berakibat kepada kerusuhan masal. Ancaman Bencana Ancaman disaster mencakup geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), hidro-meteorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, topan atau badai), biologi ( hama, penyakit) , kegagalan teknologi ( kecelakaan industri, kebocoran reaktor nuklir), lingkungan (kebakaran pemukiman dan hutan), Sosial (seperti kerusuhan masal akibat konflik sosial, demo masa yang anarkis). Mencermati hal-hal tersebut, bencana di Indonesia merupakan teman keseharian bangsa kita. Kita harus mencermati situasi ini secara bijaksana dengan menyiapkan masyarakat yang tanggap bencana.Penyiapan masyarakat yang tanggap bencana dilakukan pada fase pra-disaster atau fase sebelum terjadi bencana. E. Tahapan Disaster Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster, tahap serangan atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergensi dan tahap rekonstruksi. Dari ke-empat tahap ini, tahap pra disaster memegang peran yang sangat strategis. Tahap Pra-Disaster Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan kepada petugas dan masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah besarnya korban saat bencana menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat pada tahap pra bencana. 5 Gambar 5 : Siswa SD Karangturi, Kota Semarang, melakukan simulasi penyelamatan saat menghadapi kebakaran dan gempa, Rabu (10/3 2010) di Kota Semarang. Latihan tersebut bertujuan untuk menumbuhkembangkan kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana. Degan pertimbangan bahwa, yang pertama kali menolong saat terjadi bencana adalah masyarakat awam atau awam khusus (first responder), maka masyarakat awam khusus perlu segera dilatih oleh pemerintah kabapaten kota. Latihan yang perlu diberikan kepada masyarakat awam khusus dapat berupa : Kemampuan minta tolong, kempuan menolong diri sendiri, menentukan arah evakuasi yang tepat, memberikan pertolongan serta melakukan transportasi. Gambar 6 : Pramuka Gugusdepan Kesuma Bangsa sebagai Awam Khusus, dilatih peduli bencana Pada fase ini perlu dikenalkan arahan Bapak Presiden RI tentang Penanggulangan Bencana yang disampaikan pada tanggal 15 September Tahun 2007 di Kab Pesisir Selatan, Sumbar pada saat peninjauan dampak gempa bumi Bengkulu dan Sumatera Barat (7,9 SR, 12 September 2007) yaitu : 6 Gambar 7. Arahan Presiden RI tentang penanggulangan bencana 1. Pemda Kabupaten/Kota menjadi penanggung jawab utama penyelenggaraan penanggulangan bencana di wilayahnya. 2. Pemda Provinsi segera merapat ke daerah bencana untuk memberikan dukungan serta mengerahkan seluruh sumberdaya yang ada di tingkat Provinsi jika diperlukan 3. Pemerintah memberi bantuan sumberdaya yang secara ekstrim tidak tertangani daerah. 4. Libatkan TNI dan POLRI. 5. Laksanakan secara dini Tahap Serangan atau Terjadinya Bencana (Impact phase) Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase), waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau banhkan bulan. Tahap serangan dimulai saat bencana menyerang sampai serang berhenti. Waktu serangan yang singkat misalnya : serangan angin puting beliung, serangan gempa di Jogyakarta atau ledakan bom, waktunya hanya beberapa detik saja tetapi kerusakanya bisa sangat dahsyat. Waktu serangan yang lama misalnya : saat serangan tsunami di Aceh terjadi secara periodik dan berulang-ulang, serangan semburan lumpur lapindo sampai setahun lebih bahkan sampai sekarang belum berhenti yang mengakibatkan jumlah kerugian yang sangat besar. 7 Gambar 8 : Tsunami Aceh 2004, menelan ribuan korban. Pada saat terjadi serangan sampai serangan berhenti, belum ada petugas. Tetapi yang ada adalah masyarakat korban, masyarakat awam dan awam khusus. Masyarakat yang menjadi korban saat terjadi serangan, bila dipersiapkan sejak tahap pra-disaster maka korbannya tidak sebanyak bila dipersiapkan dengan cermat. Contohnya peristiwa tsunami di Aceh, karena masyarakat tidak dipersiapkan saat terjadi gempa dan air laut menyurut, mereka malah pergi berlarian dengan riangnya ke arah laut. Tetapi beberapa menit kemudian (sekitar 30 menit), ombak setinggi sepuluh meter dan semakin meninggi dengan kecepatan diatas 100 km perjam berlari menuju daratan. Apa yang terjadi, sudah bisa dipastikan hampir 100% masyarakat yang berada di sekitar pantai tersebut menghilang digulung ombak. Situasi seperti ini tidak akan terjadi bila masyarakat dilatih pada tahap pradisaster, bila gempa dan air laut surut maka segera lari cari perlindungan dibalik bukit. Maka akan banyak yang selamat dan menelan sedikit korban. Ilustrasi yang serupa juga dapat digambarkan bila diserang angin puting beliung, yang bisa memindahkan mobil atau banhkan truk besar. Maka dimana kita harus sembunyi bila hal itu terjadi ? Menurut pengalaman para ahli, kita sebaiknya bersembunyi dibawah bangunan yang kokoh, misalnya bila berada di jalan maka segera mencari tempat yang aman berupa jembatan yang kokoh dan kalau perlu tubuh kita diikat agar pada saat angin puting beliung lewat tubuh kita tidak terbawa bahkan terlempar oleh tenaganya yang dahsyat. Mencermati serangan bencana yang tidak pernah diduga tersebut, maka yang paling bijak adalah melatih masyarakat, masyarakat awam dan masyarakat awam khusus seperti : pramuka, karang taruna, pemuda mesjid, guru, satpam, petugas ambulan, petugas pemadam kebakaran atau polisi. Dengan fokus utama mempersiapkan masyarakat tersebut, maka keuntungan yang dapat diperoleh yaitu : meminimalisir jumlah korban karena mereka sudah memahami cara mencari perlindungan saat terjadi serangan bencana, mereka yang selamat yang akan menolong korban untuk pertama kali sehingga korban dengan masalah A, B dan C dapat ditolong dengan cepat dan tepat. Dengan demikian akan mengurangi beban pemerintah propinsi ataupun pusat. Tahap Emergensi Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang pertama, bila serangan bencana terjadi secara periodik seperti di Aceh dan semburan lumpur Lapindo sampai terjadinya rekonstruksi. Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada tahap emergensi, hari-hari minggu pertama yang menolong korban bencana adalah masyarakat awam atau awam khusus yaitu masyarakat dari lokasi dan sekitar tempat bencana. 8 Gambar 9 : Rumah sakit lapangan didirikan 6 jam setelah terjadi gempa di Bengkulu Karakteristik korban pada tahap emergensi minggu pertama adalah : korban dengan masalah Airway dan Breathing (jalan nafas dan pernafasan), yang sudah ditolong dan berlanjut ke masalah lain, korban dengan luka sayat, tusuk, terhantam benda tumpul, patah tulang ekstremitas dan tulang belakang, trauma kepala, luka bakar bila ledakan bom atau gunung api atau ledakan pabrik kimia atau nuklir atau gas. Pada minggu ke dua dan selanjutnya, karakteristik korban mulai berbeda karena terkait dengan kekurangan makan, sanitasi lingkungan dan air bersih, atau personal higiene. Masalah kesehatan dapat berupa sakit lambung (mag), diare, kulit, malaria atau penyakit akibat gigitan serangga. Gambar 10 : di rumahsakit lapangan, kegiatan operasi harus segera dilakukan untuk menyelamatkan korban Petugas kesehatan atau bencana paling cepat datang pada hari ke dua, itupun bila transportasi tidak terputus dan bekal yang dibawa cukup untuk menolong korban. Sehingga dapat dipastikan korban bencana dengan masalah Airway-Breathing (A-B) ataupun Circulation (C) sedang-berat sudah meninggal. Karena korban dengan masalah ABC butuh waktu paling lama 10 – 15 menit, dan bila tidak ditolong dalam waktu maksimal 15 menit mereka akan meninggal. Lebih ironis lagi bila bencana karena ledakan bom, karena setelah bom pertama meledak yang turun pertama kali adalah petugas gegana atau penjinak bom. Petugas harus memastikan bahwa tidak ada ancaman bom berikutnya. Setelah penjinak bom, maka polisi akan turun melakukan DVI. Situasi ini memerlukan waktu berjam-jam, dan bila dinyatakan aman dari berbagai risiko serangan maka petugas kesehatan bisa diturunkan. Sehingga bisa diprediksi korban dengan masalah ABC, 9 sudah tidak bernyawa. Coba cermati peristiwa bom bali, bom kuningan dan JW Mariot di Jakarta, semua korban dengan masalah ABC ditemukan sudah meninggal. Pada tahap emergensi ini, korban memerlukan bantuan dari tenaga medis spesialis, perawat gawat darurat, awam khusus yang terampil dan tersertifikasi. Diperlukan bantuan obat-obatan, balut bidai dan alat evakuasi, alat tranportasi yang efisien dan efektif, alat komunikasi, makanan, pakaian dan lebih khusus pakaian anak-anak, pakaian wanita terutama celana dalam, BH, pembalut wanita yang kadang malah hampir tidak ada. Diperlukan rumah sakit lapangan, dapur umum dan manajemen perkemahan yang baik agar kesegaran udara dan sanitasi lingkungan terpelihara dengan baik. Tahap Rekonstruksi Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti sekolah, sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih utama yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita perlu melakukan rekonstruksi budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai dan norma-norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Dengan melakukan rekonstruksi budaya kepada masyarakat korban bencana, kita berharap kehidupan mereka lebih baik bila dibanding sebelum terjadi bencana. Situasi ini seharusnya bisa dijadikan momentum oleh pemerintah untuk membangun kembali Indonesia yang lebih baik, lebih beradab, lebih santun, lebih cerdas hidupnya lebih memiliki daya saing di dunia internasional. Hal ini yang nampaknya kita rindukan, karena yang seringkali kita baca dan kita dengar adalah penyalahgunaan bantuan untuk korban bencana dan saling tunggu antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. F. Manajemen Disaster Pemerintah telah menetapkan bahwa yang memiliki tanggungajawab terhadap pengelolaan bencana adalah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat pusat. Sedangkan din tingkat daerah ada 29 buah BPBD di tingkat provinsi dan 171 BPBD di tingkat Kabupaten / Kota. Untuk provinsi DKI, Papua dan Riau belum ada BPBD Kabupaten / Kota. Sedangkan yangbertanggungjawab terhadap masalah kesehatan pada korban bencana adalah kementerian kesehatan : Krisis Center(Critical Center). Terdapat 9 regional (Jakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar, Palembang, Medan, Banjarmasin, Makasar dan Manado) dan 2 subregional ( Padang dan Jayapura) krisis center. Gambar 11 : Gempa di Yogyakarta tahun 2006, sebagian yang rusak adalah tempat tinggal warga. 10 Skala dan status bencana menurut UU nomor 24 tahun 2007, ditentukan oleh presiden. Penentuan skala dan status bencana ditentuiak berdasarkan kriteria jumlah korban dan material yang dibawa oleh bencana, infrastruktur yang rusak, luas area yang terkena, sarana umum yang tidak berfungsi, pengaruh terhadap sosial ekonomi dan kemampuan sumber daya lokal untuk mengatasinya. Manajemen perkemahan perlu didisain sebagai tempat pengungsian yang sehat, tertata rapih dan indah. Lingkungan yang sehat yang memiliki sanitasi air, udara dan lingkungan pada umumnya yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Tertata rapih dan indah yang memungkinkan alur evakuasi dan transportasi korban serta penghuni pengungsian melaksanakan mobilitas dan aktivitas sehari-hari. Pramuka sebagai masyarakat awam khusus ditantang untuk dapat mengimplementasikan manajemen perkemahan yang memenuhi syarat hidup sehat dan memudahkan mobilitas, bukan sekedar tenda berdiri dan bisa digunakan untuk tidur. Aktivitas keseharian korban perlu segera dinormalisasi, seperti warung atau pasar, sekolah, bekerja disamping aktivitas lain yang juga besar yaitu membersihkan puing-puing reruntuhan atau material, memperbaiki jalan dan sarana pembuangan limbah. Dapur umum dibuka untuk melayani warga yang membutuhkan bantuan dengan tetap memperhatikan kearifan lokal. Reduksi stress atau trauma healing dilaksanakan sedini mungkin, terutama pada anak-anak dan wanita hamil atau menyusui. Reduksi stres atau trauma healing dilaksanakan sedini mungkin agar rehabibiltasi mental korban bencana bisa dipulihkan untuk menerima kenyataan dan melakukann aktivitasnya yang baru. Menanamkan nilai-nilai atau re-orientasi budaya termasuk didalam keterampilan yang diperlukan untuk melanjutkan hidupnya. Strategi re-orientasi budaya pada korban bencana dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Strategi akomodasi budaya 2. Strategi negosiasi budaya 3. Strategi restrukturisasi budaya Strategi akomodasi budaya, dilakukan bila korban bencana telah memiliki nilai-nilai, norma-norma dan perilaku yang positif untuk keberlanjutan hidupnya dimasyarakat. Nilai, norma dan perilaku tersebut agar dipertahankan dan korban bencana pada kategori ini perlu dilibatkan secara aktif dalam pemulihan korban bencana yang lain. Pengalaman menolong korban bencana, mereka pada umumnya memiliki persepsi yang menyempit, untuk itu bahasa yang mungkin tepat adalah instruktif dengan persuasif yang santun. Strategi negosiasi budaya dilakukan bila korban bencana telah memiliki nilai-nilai, norma-norma dan perilaku yang kurang menguntungkan untuk keberlanjutan hidupnya di masyarakat. Misalnya, terdapat korban bencana yang mempunyai kebiasaan merokok, pemenuhan kebutuhan membeli rokok yang kurang menguntungkan tersebut perlu diganti dengan membeli bahan makanan untuk dirinya dan keluarganya. Petugas trauma healing menegosiasikan contohcontoh budaya seperti ini. Strategi restrukturisasi budaya, dilakukan bila korban bencana telah memiliki nilai-nilai, norma-norma dan perilaku yang merugikan untuk keberlanjutan hidupnya di masyarakat. Misalnya, kebiasaan tangan dibawah, malas berusaha, hobi mencuri barang milik orang lain. Pada siatuasi ini, petugas merestrukturisasi budaya korban bencana dengan budaya baru yang jauh lebih baik. 11 Bila ketiga strategi ini dapat diterapkan oleh petugas bencana, maka saat memasuki tahap rekonstruksi akan lebih tertib dan pada saat telah tertata masyarakat korban bencana memiliki budaya baru yang lebih unggul. Pada sisi ini, kita memandang bencana sebagai peluang emas menata kembali budaya Indonesia yang sudah mulai runtuh. Re-orientasi budaya perlu menjadi pertimbangan membangun Indonesia yang lebih baik agar mampu mandiri dan bersaing sehat serta cerdas hidupya. G. 1. KIAT-KIAT MENGHADAPI BENCANA Gempa Bumi Jika gempa bumi menguncang secara tiba-tiba, berikut ini 10 petunjuk yang dapat dijadikan pegangan di manapun kita berada. • • • • • • • Di dalam rumah Getaran akan terasa beberapa saat. Selama jangka waktu itu, anda harus mengupayakan keselamatan diri anda dan keluarga anda. Masuklah ke bawah meja yang kokoh untuk melindungi tubuh anda dari jatuhan bendabenda. Jika anda tidak memiliki meja, lindungi kepala anda dengan bantal. Jika anda sedang menyalakan kompor, maka matikan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran. Di kantor Berlindunglah di bawah meja. Lindungi kepala, leher dan mata. Hindari pembatas kaca, jendela, lemari dan barang-barang yang belum diamankan. Jaga posisi hingga guncangan berhenti. Di sekolah Berlindunglah di bawah kolong meja, lindungi kepala dengan tas atau buku, jangan panik, jika gempa mereda keluarlah berurutan mulai dari jarak yang terjauh ke pintu, carilah tempat lapang, jangan berdiri dekat gedung, tiang dan pohon. Di luar rumah Lindungi kepada anda dan hindari benda-benda berbahaya. Di daerah perkantoran atau kawasan industri, bahaya bisa muncul dari jatuhnya kacakaca dan papan-papan reklame. Lindungi kepala anda dengan menggunakan tangan, tas atau apapun yang anda bawa. Di gedung, mall, bioskop, dan lantai dasar mall Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti semua petunjuk dari petugas atau satpam. Di dalam lift Jangan menggunakan lift saat terjadi gempa bumi atau kebakaran. Jika anda merasakan getaran gempa bumi saat berada di dalam lift, maka tekanlah semua tombol. Ketika lift berhenti, keluarlah, lihat keamanannya dan mengungsilah. Jika anda terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone jika tersedia. Di kereta api Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga anda tidak akan terjatuh seandainya kereta dihentikan secara mendadak. Bersikap tenanglah mengikuti penjelasan dari petugas kereta. Salah mengerti terhadap informasi petugas kereta atau stasiun akan mengakibatkan kepanikan. 12 • • • • 2. Di dalam mobil Saat terjadi gempa bumi besar, anda akan merasa seakan-akan roda mobil anda gundul. Anda akan kehilangan kontrol terhadap mobil dan susah mengendalikannya. Jauhi persimpangan, pinggirkan mobil anda di kiri jalan dan berhentilah, tapi janganlah berhenti di bawah jembatan. Matikan mesin dan gunakan rem tangan. Ikuti instruksi dari radio mobil. Jika harus mengungsi maka keluarlah dari mobil, biarkan mobil tak terkunci. Di gunung/pantai Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah langsung ke tempat aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami. Jika anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah mengungsi ke dataran yang tinggi. Beri pertolongan Sudah dapat diramalkan bahwa banyak orang akan cedera saat terjadi gempa bumi besar. Karena petugas kesehatan dari rumah-rumah sakit akan mengalami kesulitan datang ke tempat kejadian, maka bersiaplah memberikan pertolongan pertama kepada orang-orang yang berada di sekitar anda. Dengarkan informasi Saat gempa bumi besar terjadi, masyarakat terpukul kejiwaannya. Untuk mencegah kepanikan, penting sekali setiap orang bersikap tenang dan bertindaklah sesuai dengan informasi yang benar. Anda dapat memperoleh informasi yag benar dari pihak yang berwenang atau polisi. Jangan bertindak karena informasi orang yang tidak jelas. Banjir Yang harus dilakukan sebelum banjir tiba sesuai tempat adalah sebagai berikut : Di Tingkat Warga • • • • • Bersama aparat terkait dan pengurus RT/RW terdekat bersihkan lingkungan sekitar Anda, terutama pada saluran air atau selokan dari timbunan sampah. Tentukan lokasi Posko Banjir yang tepat untuk mengungsi lengkap dengan fasilitas dapur umum dan MCK, berikut pasokan air bersih melalui koordinasi dengan aparat terkait, bersama pengurus RT/RW di lingkungan Anda. Bersama pengurus RT/RW di lingkungan Anda, segera bentuk tim penanggulangan banjir di tingkat warga, seperti pengangkatan Penanggung Jawab Posko Banjir. Koordinasikan melalui RT/RW, Dewan Kelurahan setempat, dan LSM untuk pengadaan tali, tambang, perahu karet dan pelampung guna evakuasi. Pastikan pula peralatan komunikasi telah siap pakai, guna memudahkan mencari informasi, meminta bantuan atau melakukan konfirmasi. Di Tingkat Keluarga • • Simak informasi terkini melalui TV, radio atau peringatan Tim Warga tentang curah hujan dan posisi air pada pintu air. Lengkapi dengan peralatan keselamatan seperti: radio baterai, senter, korek gas dan lilin, selimut, tikar, jas hujan, ban karet bila ada. 13 • • • Siapkan bahan makanan mudah saji seperti mi instan, ikan asin, beras, makanan bayi, gula, kopi, teh dan persediaan air bersih. Siapkan obat-obatan darurat seperti: oralit, anti diare, anti influenza. Amankan dokumen penting seperti: akte kelahiran, kartu keluarga, buku tabungan, sertifikat dan benda-benda berharga dari jangkauan air dan tangan jahil. Yang harus dilakukan saat banjir adalah : • • • • Matikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk mematikan aliran listrik di wilayah yang terkena bencana, Mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan air masih memungkinkan untuk diseberangi. Hindari berjalan di dekat saluran air untuk menghindari terseret arus banjir. Segera mengamankan barang-barang berharga ketempat yang lebih tinggi. Jika air terus meninggi hubungi instansi yang terkait dengan penanggulangan bencana seperti Kantor Kepala Desa, Lurah ataupun Camat. Yang Harus Dilakukan Setelah Banjir adalah : • • • • Secepatnya membersihkan rumah, dimana lantai pada umumnya tertutup lumpur dan gunakan antiseptik untuk membunuh kuman penyakit. Cari dan siapkan air bersih untuk menghindari terjangkitnya penyakit diare yang sering berjangkit setelah kejadian banjir. Waspada terhadap kemungkinan binatang berbisa seperti ular dan lipan, atau binatang penyebar penyakit seperti tikus, kecoa, lalat, dan nyamuk. Usahakan selalu waspada apabila kemungkinan terjadi banjir susulan. 3. Kebakaran Kiat Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan adalah : Bagi Warga 1. Bila Melihat Kebakaran Hutan Dan Lahan, Segera Laporkan Kepada Ketua RT dan/atau Pemuka Masyarakat Supaya Mengusahakan Pemadaman Api. 2. Bila Api Terus Menjalar, Segera Laporkan Kepada Posko Kebakaran Terdekat 3. Bila Terjadi Kebakaran Gunakan Peralatan Yang Dapat mematikan api secara cepat dan tepat 4. Tidak Membuang Puntung Rokok Sembarangan. 5. Matikan Api Setelah Kegiatan Berkemah Selesai 6. Gunakan Masker Bila Udara Telah Berasap, Berikan Bantuan Kepada Saudara-Saudara Kita Yang Menderita 14 Bagi Peladang 1. Hindari Sejauh Mungkin Praktek Penyiapan Lahan Pertanian Dengan Pembakaran, Apabila Pembakaran Terpaksa Harus Dilakukan, Usahakan Bergiliran (Bukan Pada Waktu Yang Sama), Dan Harus Terus Dipantau. Bahan Yang Dibakar Harus Sekering Mungkin Dan Minta Pimpinan Masyarakat Untuk Mengatur Giliran Pembakaran Tersebut 4. Kegagalan Teknologi Kiat-kiat Penanganan dan Upaya Pengurangan Bencana sebagai berikut : 1. Kurangi atau hilangkan bahaya yang telah diidentifikasikan 2. Tingkatkan ketahanan terhadap kebakaran dengan menggunakan material bangunan ataupun peralatan yang tahan api. 3. Bangun daerah penyangga atau penghalang api serta penyebaran asap/pengurai asap. 4. Tingkatkan fungsi sistem deteksi dan peringatan dini. 5. Perencanaan kesiapsiagaan dalam peningkatan kemampuan pemadaman kebakaran dan penanggulangan asap, tanggap darurat dan evakuasi bagi pegawai serta penduduk disekitar. 6. Sosialisasikan rencana penyelamatan kepada pegawai dan masyarakat sekitarnya bekerja sama dengan instansi terkait. 7. Tingkatkan Kemampuan pertahanan sipil dan otoritas kedaruratan. 8. Batasi dan kurangi kapasitas penampungan bahan-bahan kimia yang berbahaya dan mudah terbakar. 9. Tingkatkan standar keselamatan di pabrik dan desain peralatan. 10. Antisipasi kemungkinan bahaya dalam desain pabrik 11. Buat prosedur operasi penyelamatan jika terjadi kecelakaan teknologi. 12. Pindahkan bahan/material yang berbahaya dan beracun. 13. Secara proaktif melakukan monitoring tingkat pencemaran sehingga standar keselamatan tidak terlampaui. 14. Persiapkan rencana evakuasi penduduk ke tempat aman. 5. Kerusuhan Sosial / Disintegrasi Bangsa Kiat-kiat Penanggulangan kerusuhan sosial / disintegrasi bangsa. Adapun kiat-kiat yang digunakan dalam penanggulangan disintegrasi bangsa antara lain adalah : 1. Menanamkan nilai-nilai bela negara, patriotisme, nasionalisme,nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat Indonesia. 2. Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya primodialisme sempit pada setiap kebijaksanaan dan kegiatan, agar tidak terjadi KKN. 3. Meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha pemecahbelahan dari anasir luar dan kaki tangannya. 15 4. Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi butir-butir Pancasila, dalam rangka melestarikan dan menanamkan kesetiaan kepada ideologi bangsa. 5. Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi. 6. Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri dalam memerangi separatis. 7. Melarang, dengan melengkapi dasar dan aturan hukum setiap usaha untuk menggunakan kekuatan massa. Untuk mendukung terciptanya keberhasilan suatu kebijaksanaan dan strategi pertahanan disarankan : 1. Penyelesaian konflik vertikal yang bernuansa separatisme bersenjata harus diselesaikan dengan pendekatan militer terbatas dan professional guna menghindari korban dikalangan masyarakat dengan memperhatikan aspek ekonomi dan sosial budaya serta keadilan yang bersandar pada penegakan hukum. 2. Penyelesaian konflik horizontal yang bernuansa SARA diatasi melalui pendekatan hukum dan HAM. 3. Penyelesaian konflik akibat peranan otonomi daerah yang menguatkan faktor perbedaan, disarankan kepemimpinan daerah harus mampu meredam dan memberlakukan reward and punishment dari strata pimpinan diatasnya. 4. Guna mengantisipasi segala kegiatan separatisme ataupun kegiatan yang berdampak disintegrasi bangsa perlu dibangun dan ditingkatkan institusi inteligen yang handal. 5. Letusan Gunung Api Persiapan Dalam Menghadapi Letusan Gunung Berapi diantaranya : • • • • Mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk mengungsi. Membuat perencanaan penanganan bencana. Mempersiapkan pengungsian jika diperlukan. Mempersiapkan kebutuhan dasar Saat Terjadi Letusan Gunung Berapi yang perlu dilakukan adalah : • • • • • • Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan daerah aliran lahar. Ditempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan panas. Persiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan. Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh seperti: baju lengan panjang, celana panjang, topi dan lainnya. Jangan memakai lensa kontak. Pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung Saat turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah tangan. 16 Setelah Terjadi Letusan Gunung Berapi adalah : • • • Jauhi wilayah yang terkena hujan abu Bersihkan atap dari timbunan abu. Karena beratnya, bisa merusak atau meruntuhkan atap bangunan. Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab bisa merusak mesin 6. Tanah Longsor Strategi dan upaya penanggulangan bencana tanah longsor diantaranya : 1. Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan pemukiman dan fasilitas utama lainnya 2. Mengurangi tingkat keterjalan lereng 3. Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air permukaan maupun air tanah. (Fungsi drainase adalah untuk menjauhkan airn dari lereng, menghidari air meresap ke dalam lereng atau menguras air ke dalam lereng ke luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah). 4. Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling 5. Terasering dengan sistem drainase yang tepat.(drainase pada teras - teras dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah) 6. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari 40 derajat atau sekitar 80% sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta diseling-selingi dengan tanaman yang lebih pendek dan ringan , di bagian dasar ditanam rumput). 7. Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat 8. Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan 9. Pengenalan daerah rawan longsor 10. Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall) 11. Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam tanah. 12. Pondasi tiang pancang sangat disarankan untuk menghindari bahaya liquefaction(infeksi cairan). 13. Utilitas yang ada didalam tanah harus bersifat fleksibel 14. Dalam beberapa kasus relokasi sangat disarankan. 7. Tsunami Penyelamatan Diri Saat Terjadi Tsunami • • Sebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak datang setiap saat. Janganlah ancaman bencana alam ini mengurangi kenyamanan menikmati pantai dan lautan.Namun jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempa bumi, air laut dekat pantai surut secara tiba-tiba sehingga dasar laut 17 • terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yang tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-teman yang lain. Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita dari pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut. Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang. Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada korban. DAFTAR PUSTAKA BNPB (2010). Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia Leaflet Set BAKORNAS PBP ((2010) Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral,RI (2009). Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Set BAKORNAS PBP dan Gempa bumi dan Tsunami, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2010). Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia 18