ANALISIS DU PONT SYSTEM DALAM MENGUKUR KINERJA

advertisement
PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
PENANAMAN MODAL ASING MEMBAWA DAMPAK LIBERALISASI
TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL
Fahmi Kamal
Manajemen Administrasi
Manajemen Sekretari dan Manjemen Bina Sarana Informatika Jakarta
Jl. Jatiwaringin Raya No. 18 Jakarta Timur
[email protected]
ABSTRACT
Foreign investment in Indonesia has been going on since Dutch colonial times to the present .
Foreign investment will affect the joints - joints economy in our country , among others, the
presence of foreign investors the sector - a sector of the economy in our country will grow. With
the growing sectors - sectors of the economy in our country , it will bring the impact of
liberalization on the national economy . This means that the sector - the economy will grow and
flourish . The presence of foreign investors is expected to bring a change in the sector - the sector
of the national economy such as funding , technology , and expertise . It is expected that the
government can play an active role in utilizing foreign investment to facilitate access into the
world of business in Indonesia but without marginalizing local entrepreneurs . Foreign capital
inflows ( capital inflows ) play a role in closing the income gap caused by a deficit in the current
account . In addition , the influx of foreign capital is also able to drive the economic activity slow
due to lack of capital ( investment- saving gap ) for the implementation of economic development .
This foreign capital than as a capital transfer can also make a positive contribution through the
flow of industrialization and modernization . In the short term , foreign debt greatly assist the
Indonesian government in an effort to close the budget deficit of income and expenditure, due to
finance routine expenditure and development expenditure is quite large. Thus, the rate of
economic growth can be driven in accordance with predetermined targets .
Keywords: foreign investment, liberalization, the national economy
I. PENDAHULUAN
Penanaman modal merupakan salah
satu unsur dari penyelenggaraan perekonomian
nasional dalam usaha meningkatkan akumulasi
modal,
menyediakan
lapangan
kerja,
menciptakan transfer teknologi, melahirkan
tenaga-tenaga ahli baru, memperbaiki kualitas
sumber daya manusia dan menambah
pengetahuan serta membuka akses kepada
pasar global. Penanaman modal asing dapat
memberikan keuntungan yang signifikan
terhadap perekonomian di negara kita,
misalnya menciptakan lowongan pekerjaan
bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan
penghasilan dan standar hidup, menciptakan
kesempatan bekerjasama dengan perusahaan
lokal sehingga mereka dapat berbagi manfaat,
meningkatkan ekspor barang dan jasa, sehingga
dapat meningkatkan cadangan devisa negara
dan menghasilkan alih teknologi. Pelaksanaan
penanaman modal asing di Indonesia sudah
berlangsung sejak masa penjajahan Belanda.
28
Pada tahun 1870, pemerintah Belanda
mengeluarkan
Agrarische Wet (Undangundang Agraria) dan Agrarische Besluit
(Peraturan Agraria) untuk menjamin kebebasan
ekonomi bagi perusahaan - perusahaan
perkebunan swasta dan secara perlahan - lahan
menghapuskan tanam paksa yang berada di
bawah monopoli negara. Tetapi pada saat
Presiden Soekarno menerapkan demokrasi
terpimpin, Indonesia menolak terhadap modal
asing dan bantuan luar negeri. Lalu, Indonesia
membuka diri kembali terhadap modal asing
dengan
diundangkannya
Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing. Upaya menarik pemodal asing
kembali muncul ketika Indonesia mengalami
krisis ekonomi kedua yang terjadi pada
pertengahan tahun 1997. Terjadinya krisis
ekonomi ditandai dengan adanya indikator –
indikator, antara lain merosotnya kurs rupiah
terhadap mata uang dollar Amerika Serikat,
pendapatan perkapita penduduk merosot tajam,
perusahaan mengalami kelesuan bahkan
PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
menghentikan usahanya, dan yang terburuk
terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK)
secara besar-besaran. Pada saat terjadinya
krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan
tahun 1997, Indonesia sangat memerlukan
modal asing. Untuk menciptakan lapangan
kerja dan mengatasi pengangguran yang pada
tahun 2006 mencapai sekitar 11.600.000 orang,
ditambah 1,8 juta orang masuk ke lapangan
kerja tiap tahun. Kenaikan pertumbuhan
ekonomi 1% pada tingkat pertumbuhan
ekonomi 6% dapat menyerap sekitar 600.000
tenaga kerja. Kenaikan 1% pertumbuhan
ekonomi
tersebut
memerlukan
dana
pembangunan
sebesar
Rp125
triliun.
Pendekatan terhadap modal asing yang
digunakan Indonesia pada saat krisis ekonomi
lebih memfokuskan pada pembangunan
institusi yang menjadi prasyarat untuk
pemulihan ekonomi. Pendekatan institusi ini
dilakukan karena Indonesia harus bersaing
dengan negara - negara berkembang, seperti
Cina, Thailand, Vietnam, dan Philipina.
Penanaman modal asing di Indonesia berkaitan
dengan insentif dan pembatasan, ditinjau dari
pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing dan
lahirnya Undang-undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal.
Di Indonesia, Undang-undang No.1 tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing yang
kemudian diperbaharui dengan Undang-undang
No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
dapat
dikatakan tonggak
sejarah
pengintegrasian ekonomi Indonesia ke dalam
perekonomian dunia. Tonggak sejarah ini
diperkuat dengan diterbitkannya UndangUndang
No
7
tahun
1994
yang
meratifikasi Perjanjian Pendirian WTO pada
Nopember 1994. Ketiga undang-undang
tersebut secara bertahap dapat membuat
perekonomian Indonesia menjadi liberal.
Liberalisasi merupakan kata yang banyak
disanjung sekaligus dihujat oleh berbagai
kelompok
masyarakat.
Disanjung
karena liberalisasi
dianggap
dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
dihujat sebab liberalisasi juga yang dapat
membuat sebagian anggota masyarakat
khususnya masyarakat ekonomi lemah menjadi
terpinggirkan. Di negara kita investasi
asing meski sudah ada sejak beberapa dekade
tetapi masih tetap merupakan salah satu hal
yang kontroversial. Hanya ada beberapa kritik
tentang pembangunan yang tidak dikaitkan
dengan investasi asing. Ada tuduhan yang
mengatakan bahwa investasi asing telah
menciptakan “koloni
Jepang”
dan memperparah
status
ketergantungan
Indonesia terhadap asing. Investasi asing telah
menekan
pengusaha
pribumi,
tidak
menempatkan tenaga kerja pada tempatnya dan
hanya
sedikit
memberikan
kontribusi
dalam teknologi baru dan modal.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penanaman Modal Asing
A. Pengertian Penanaman Modal Asing
Menurut Undang-undang RI No. 1 Tahun
1967 Bab 1 Pasal 1 tentang penanaman modal
asing bahwa ”pengertian penanaman modal
asing di dalam Undang-undang ini hanyalah
meliputi penanaman modal asing secara
langsung yang dilakukan menurut atau
berdasarkan ketentuan-ketentuan Undangundang ini dan yang digunakan untuk
menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam
arti bahwa pemilik modal secara langsung
menanggung risiko dari penanaman modal
tersebut.”
Sedangkan dalam Undang–Undang RI No.
1 Tahun 1967 Bab 1 Pasal 2 disebutkan
pengertian modal asing dalam pasal ini adalah:
1. alat pembayaran luar negeri yang tidak
merupakan bagian dari kekayaan devisa
Indonesia,
yang dengan persetujuan
Pemerintah digunakan untuk pembiayaan
perusahaan di Indonesia.
2. alat-alat untuk perusahaan, termasuk
penemuan-penemuan baru milik orang
asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan
dari luar ke dalam wilayah Indonesia,
selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari
kekayaan devisa Indonesia.
3. bagian dari hasil perusahaan yang
berdasarkan
Undang-undang
ini
diperkenankan
ditransfer,
tetapi
dipergunakan untuk membiayai perusahaan
di
Indonesia.
Adapun modal asing dalam Undangundang ini tidak hanya berbentuk valuta asing,
tetapi meliputi pula alat-alat perlengkapan tetap
yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan
di Indonesia, penemuan-penemuan milik
orang/badan asing yang dipergunakan dalam
perusahaan di Indonesia dan keuntungan yang
boleh ditransfer ke luar negeri tetapi hanya
dapat dipergunakan kembali di negara
Republik
Indonesia
saja.
B. Bentuk Hukum,
Daerah Berusaha
Kedudukan,
dan
29
PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
Menurut Undang – undang RI No. 1
Tahun 1967 Bab 2 Pasal 3 tentang bentuk
hukum, kedudukan dan daerah berusaha,
1. Perusahaan yang dimaksud dalam pasal 1
yang dijalankan untuk seluruhnya atau
bagian terbesar di Indonesia sebagai
kesatuan perusahaan tersendiri harus
berbentuk Badan Hukum menurut Hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
2. Pemerintah menetapkan apakah sesuatu
perusahaan dijalankan untuk seluruhnya
atau bagian terbesar di Indonesia sebagai
kesatuan perusahaan tersendiri.
Penanaman modal asing oleh seorang
asing, dalam statusnya sebagai orang
perseorangan,
dapat
menimbulkan
kesulitan/ketidak tegasan di bidang hukum
Internasional. Dengan kewajiban bentuk badan
hukum maka dengan demikian akan mendapat
ketegasan mengenai status hukumnya yaitu
badan hukum Indonesia yang tunduk pada
hukum Indonesia. Sebagai badan hukum
terdapat ketegasan tentang modal yg ditanam di
Indonesia. Sedangkan dalam Undang – undang
RI No. 1 tahun 1967 Bab 2 Pasal 4 dijelaskan
“Pemerintah menetapkan daerah berusaha
perusahaan-perusahaan modal asing di
Indonesia
dengan
memperhatikan
perkembangan ekonomi nasional maupun
ekonomi daerah, macam perusahaan. Besarnya
penanaman modal dan keinginan Ekonomi
Nasional dan Daerah.” Dengan ketentuan
perundang–undangan ini maka diharapkan
pemerintah dapat mengusahakan pembangunan
yang merata, adil, dan makmur diseluruh
wilayah
Indonesia.
C.
Badan Usaha Modal Asing
Menurut Undang–undang RI No. 1 tahun
1967 Bab 3 Pasal 5 tentang bidang usaha
modal asing, dijelaskan bahwa:
1. Pemerintah menetapkan perincian bidangbidang usaha yang terbuka bagi modal
asing menurut urutan prioritas, dan
menentukan syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh penanaman modal asing
dalam tiap - tiap usaha tersebut.
2. Perincian menurut urutan prioritas
ditetapkan tiap kali pada waktu
Pemerintah menyusun rencana-rencana
pembangunan jangka menengah dan
jangka panjang, dengan memperhatikan
perkembangan ekonomi serta teknologi.
30
Sedangkan menurut Undang – undang RI
No. 1 tahun 1967 Bab 3 Pasal 6 menjelaskan
bahwa :
1. Bidang - bidang usaha yang tertutup untuk
penanaman modal asing secara penguasaan
penuh ialah bidang-bidang yang penting
bagi negara dan menguasai hajat hidup
rakyat banyak sebagai berikut :
a.pelabuhan-pelabuhan
b. produksi, transmisi dan distribusi tenaga
listrik untuk umum
c. telekomunikasi
d. pelayaran
e. penerbangan
f. air minum
g. kereta api umum
h. pembangkit tenaga atom
i. mass media.
2. Bidang – bidang yang menduduki peranan
penting dalam pertahanan Negara, antara
lain produksi senjata, mesin, alat – alat
peledak dan peralatan perang dilarang sama
sekali bagi modal asing.
D. Tenaga Kerja
Menurut Undang – undang RI No. 1 tahun
1967 Bab 4 Pasal 9 tentang tenaga kerja,
“pemilik modal mempunyai wewenang
sepenuhnya
untuk
menentukan
direksi
perusahaan-perusahaan di mana modalnya
ditanam”. Kepada pemilik modal asing
diperkenankan sepenuhnya menetapkan direksi
perusahaannya. Kiranya hal demikian itu sudah
sewajarnya karena penanaman modal asing
ingin menyerahkan pengurusan modal kepada
orang yang dipercayainya. Dalam hal
kerjasama antara modal asing dan modal
nasional direksi ditetapkan bersama-sama.
Sedangkan menurut Undang – undang RI No. 1
tahun 1967 Bab 4 Pasal 10 ditegaskan, bahwa
perusahaan-perusahaan modal asing wajib
memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya
dengan warganegara Indonesia kecuali dalam
hal-hal tersebut pada pasal 11. Sedangkan
dalam pasal 11 Undang – undang RI No. 1
tahun 1967 Bab 4 disebutkan bahwa
perusahaan-perusahaan modal asing diizinkan
mendatangkan atau menggunakan tenagatenaga pimpinan dan tenaga-tenaga ahli
warganegara asing bagi jabatan-jabatan yang
belum dapat diisi dengan tenaga – tenaga kerja
dari warga negara Indonesia sendiri.
Perusahaan - perusahaan modal asing
berkewajiban
menyelenggarakan
atau
PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan
pendidikan di dalam atau di luar negeri secara
teratur dan terarah bagi warga negara Indonesia
dengan tujuan agar berangsur-angsur tenagatenaga warga negara asing dapat diganti oleh
tenaga-tenaga warga negara Indonesia.
2.2. Liberalisasi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia
(2008:203), ”Liberal artinya bersifat bebas,
atau berpandangan bebas (luas dan terbuka).”
Adapun pengertian Liberalisasi adalah ”proses
(usaha dsb) untuk menerapkan paham liberal dl
kehidupan (tata negara dan ekonomi).”
2.3.Perekonomian Nasional
Sistem
perekonomian
nasional
Indonesia saat ini adalah sistem perekonomian
nasional kerakyatan yang mulai berlaku sejak
terjadinya reformasi pada 1998. Tekad
pemerintah ini ditetapkan dalam ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Indonesia
Nomor
IV/MPR/1999
yang
mengatur mengenai Garis - Garis Besar Haluan
Negara (GBHN). Dalam sistem perekonomian
kerakyatan, pemerintah hanya berperan sebagai
pencipta iklim sehat yang memungkinkan
tumbuh dan berkembangnya dunia usaha di
Indonesia, sedangkan kegiatan ekonomi
dipegang secara aktif oleh masyarakat. Sistem
ekonomi kerakyatan ini memiliki beberapa ciri
khusus yang membedakannya dengan sistem
perekonomian lain. (Aristya ; 2014).
Menurut Murni (2006:21) terdapat ciri-ciri
khusus sistem ekonomi kerakyatan, yaitu :
1. Sistem perekonomian nasional Indonesia
memiliki tumpuan mekanisme pasar yang
berpegangan teguh pada keadilan dengan
prinsip adanya persaingan yang sehat.
Dengan begitu, seluruh masyarakat
Indonesia memiliki kesempatan yang
sama dalam melakukan usaha untuk
memperoleh pendapatan.
2. Poin-poin yang menjadi perhatian pada
sistem perekonomian nasional kerakyatan
adalah
pertumbuhan
ekonomi,
kepentingan sosial, nilai keadilan, dan
kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Poin-poin inilah yang harus dijadikan
pedoman ketika menentukan kebijakan
dalam bidang perekonomian nasional.
3. Sistem perekonomian nasional Indonesia
ditandai pula dengan adanya kemampuan
untuk mewujudkan pembangunan yang
berwawasan
lingkunagn
serta
berkesinambungan. Kemampuan ini dapat
membantu pencapaian perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Pertumbuhan ekonomi yang merata di
seluruh wilayah Indonesia.
4. Sistem perekonomian nasional Indonesia
mampu memberikan jaminan bahwa
masyarakat Indonesia akan mendapatkan
kesempatan yang sama, baik untuk
melakukan usaha tertentu maupun untuk
bekerja. Kesempatan yang ada dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
meningkatkan perekonomian seluruh
rakyat
Indonesia.
Jadi,
semuanya
bergantung pada individunya sendiri,
maupun atau tidak untuk memanfaatkan
kesempatan yang ada.
5. Adanya perlindungan terhadap hak-hak
yang dimiliki oleh konsumen serta adanya
perilaku yang adil bagi seluruh rakyat
Indonesia. Ini diperlukan untuk menjamin
iklim perekonomian yang sehat, dalam
arti tidak ada pihak yang dirugikan dalam
menjalankan kegiatan perekonomian
nasional. Semua pihak saling diuntungkan
dalam
kegiatan
ekonomi
yang
dilakukannya.
Sistem
ekonomi
kerakyatan
sendi
utamanya adalah UUD 1945 pasal 33 ayat (1),
(2), dan (3). Bentuk usaha yang sesuai dengan
ayat (1) adalah koperasi, dan bentuk usaha
yang sesuai dengan ayat (2) dan (3) adalah
perusahaan negara. Adapun dalam penjelasan
pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi “hanya
perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup
orang banyak boleh di tangan seorang”. Hal itu
berarti perusahaan swasta juga mempunyai
andil di dalam sistem perekonomian Indonesia.
Dengan demikian terdapat tiga pelaku utama
yang menjadi kekuatan sistem perekonomian di
Indonesia,
yaitu
perusahaan
negara
(pemerintah), perusahaan swasta, dan koperasi.
Ketiga pelaku ekonomi tersebut akan
menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi dalam
sistem ekonomi kerakyatan. Sebuah sistem
ekonomi akan berjalan dengan baik jika
pelaku-pelakunya dapat saling bekerja sama
dengan baik pula dalam mencapai tujuannya.
Dengan demikian sikap saling mendukung di
antara pelaku ekonomi sangat dibutuhkan
dalam
rangka
mewujudkan
ekonomi
kerakyatan. (Tambunan, 2011:45).
31
PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
III. METODE PENELITIAN
Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan
studi pustaka (library research), website, dan
sumber – sumber tertulis baik yang tercetak
maupun media elektronik sehingga dapat
memperjelas penelitian ini.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Kondisi Perekonomian Indonesia Zaman
Orde Baru
Pemerintah Orde Baru di bawah Presiden
Soeharto mewarisi kondisi perekonomian yang
sangat buruk. Sebelumnya pada masa
pemerintahan di bawah Presiden Soekarno,
perekonomian Indonesia seakan-akan hendak
mengalami keruntuhan. Pada waktu itu,
Indonesia tidak mampu membayar hutang luar
negeri dan laju inflasi yang sangat tinggi.
Menghadapi kenyataan ini, pemerintah Orde
Baru mengadakan pendekatan baru dengan
kebijaksanaan
ekonomi
antara
lain
mengundang kembali masuknya modal asing
dengan melahirkan undang-undang No. 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
Lahirnya Undang-undang No. 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing mendapat
respon yang sangat mengesankan dari investor
asing terutama dari Amerika Serikat, Jepang
dan Eropa. Namun demikian, dalam
perkembangannya kehadiran modal asing di
Indonesia telah menimbulkan kontroversi dan
dilema. Pada satu sisi modal asing di Indonesia
telah membawa pengaruh positif berupa
terbukanya lapangan kerja dan alih teknologi.
Pada sisi lain peningkatan investasi asing ini
ini telah menimbulkan pengaruh negatif berupa
tuduhan lahirnya dominasi asing atas
perekonomian Indonesia dan ketergantungan
Indonesia pada pasar internasional. Bentuk
reaksi atas kehadiran modal asing diantaranya
protes dari sebagian kelompok masyarakat dan
mahasiswa yang mencapai puncaknya pada
peristiwa 15 Januari 1974 atau yang di kenal
dengan peristiwa Malari. Untuk mengundang
kembali modal asing pemerintah menyediakan
insentif baru bagi modal asing, diantaranya :
1. Penanaman
modal
asing
menjadi
penanaman modal dalam negeri dan
perpanjangan jangka waktu penanaman
modal asing. Hal ini dilakukan dengan
beberapa langkah berikut. Pertama,
pemerintah mengizinkan para investor
asing memiliki saham sampai 95% dari
32
perusahaan-perusahaan yang berorientasi
ekspor. Kedua, akses yang lebih luas di
bidang keuangan untuk perusahaan
patungan. Perusahaan patungan harus
diperlakukan sama seperti perusahaan
domestik
dan
diizinkan
untuk
meminjamkan dari bank-bank negara dan
berpartisipasi dalam rencana kredit dengan
syarat bahwa mitra asing paling sedikit
telah mendivestasi 75 sahamnya untuk di
jual di bursa saham. Ketiga, penangguhan
pembayaran PPN (maksimal 5 tahun) sejak
perusahaan dapat berproduksi secara
komersial atas impor. Keempat, terbukanya
kesempatan bagi pengusaha kecil untuk
meminta
dan
memperoleh
fasilitas
penanaman modal meskipun mereka
melakukan proyek non-penanaman modal
asing.
2. Peningkatan kepemilikan saham perusahaan
modal asing. Untuk menarik modal asing,
pemerintah memberikan insentif kepada
perusahaan
modal
asing
berupa
peningkatan kepemilikan saham. Hal ini
diatur dalam PP No. 17 Tahun 1992. Untuk
mendirikan suatu perusahaan penanaman
modal asing baru, sumber dana yang dapat
digunakan adalah laba yang ditanam
kembali dan/atau sumber dana lain.
Sedangkan
untuk
membeli
saham
perusahaan yang sudah beroperasi, hanya
dibenarkan dengan menggunakan laba yang
dimilikinya. Semua penyertaan laba
perusahaan penanaman modal asing itu
akan tetap dianggap sebagai penyertaan
asing yang tunduk pada peraturan
perundangan-undangan yang berlaku di
Indonesia.
3. Perpanjangan dan pembaruan Hak atas
Tanah. Dalam rangka meningkatkan gairah
dan
iklim
investasi.
Pemerintah
memberikan fasilitas Hak atas Tanah
kepada modal. Hal ini diatur dalam
Keputusan Presiden No. 23 Tahun 1980
tentang Pemanfaatan Tanah Guna Usaha
dan Hak Guna Bangunan untuk Usaha
Patungan dalam rangka Penanaman Modal
Asing.
PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
4.2. Penanaman Modal Asing Di Indonesia
Sejak
tahun
1997
Indonesia
mengalami krisis ekonomi yang sangat berat.
Krisis ini bermula dari merosotnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebagai
akibat krisis mata uang di kawasan Asia, antara
lain Korea Selatan dan Thailand. Pada saat itu,
nilai tukar mata uang Korea Selatan dan
Thailand terdepresiasi hingga 60-70 persen dari
nilai nominalnya, sementara nilai tukar rupiah
turun sampai 20 persen dari nilai nominalnya
sebelumnya. Selain karena fenomena global,
krisis ekonomi Indonesia juga di sebabkan
moral hazard di berbagai sektor ekonomi dan
politik, akibat dari lemahnya sistem ekonomi,
struktur sosial dan sistem kenegaraan yang
terlalu terpusat pada kekuasaan eksekutif.
Kemudian faktor stabilitas politik, dimana
merupakan salah satu keharusan untuk
datangnya modal asing ke suatu negara, di
samping faktor “economic opportunity” dan
kepastian hukum. Pada saat terjadi krisis
ekonomi, stabilitas politik di Indonesia tidak
tercipta. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya
stabilitas
pemerintahan,
terjadinya
ketidakpuasan daerah dan ketidakpuasan sosial
serta meningkatnya kriminalitas. Sejak terjadi
krisis ekonomi, sistem hukum Indonesia tidak
mampu menciptakan predictabilty, stability
dan fairness.
Hal ini dapat dilihat dari substansi
peraturan perundang-undangan yang tidak
sinkron, aparatur penegak hukum yang tidak
mendukung perbaikan iklim investasi dan
kualitas budaya hukum yang rendah.
Penanaman modal akan meningkat secara
signifikan jika Indonesia mampu menjamin
adanya kepastian hukum dan stabilitas politik.
Untuk itu diperlukan aparatur hukum yang
memiliki integritas dan profesionalitas yang
tinggi. Selain itu juga diperlukan adanya
kepemimpinan
politik
yang
mampu
mengendalikan dinamika demokrasi, termasuk
demokrasi di daerah.
4.3. UU No. 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal
Dalam rangka mengatasi kendala kendala mengenai penanaman modal dan
selaras dengan ikut sertanya Indonesia dalam
GATT/WTO, maka Pemerintah mengajukan
Rancangan Undang-Undang Investasi yang
baru ke Parlemen. Setelah mendapat
persetujuan
Parlemen
dengan
iringan
“Minderheits Nota” dari Fraksi PDIP dan
Fraksi PKB, Presiden menandatanganinya
sebagai Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal. Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal sudah jauh lebih baik dibandingkan
dengan undang-undang sebelumnya. Substansi
dalam undang-undang ini ada beberapa hal
baru, dimana ada yang tidak diatur seperti
perlakuan yang sama terhadap penanam modal,
tanggung jawab penanam modal, sanksi bagi
penanam modal, hak atas tanah, larangan
pemegang saham nominee, penyelanggaraan
urusan
penanaman
modal,
koordinasi
pelaksanaan kebijakan penanaman modal dan
kawasan ekonomi khusus. Selain memuat
ketentuan yang bersifat memberi insentif,
undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal juga menyebutkan beberapa
ketentuan yang bersifat pembatasan, yaitu
penanaman modal asing harus memprioritaskan
tenaga kerja Indonesia dan pemegang saham
“nominee” di larang.
Larangan
pemegang
saham
“nominee” merupakan substansi baru dalam
Peraturan perundang-undangan penanaman
modal di Indonesia. Tujuan pengaturan
larangan pemegang saham nominee adalah
untuk menghindari terjadinya perseroan yang
secara normatif dimiliki seseorang tetapi secara
materi atau substansi pemilik perseroan
tersebut adalah orang lain. Secara teknis,
praktek kepemilikan saham melalui nominee
dilakukan oleh dua pihak. Satu pihak karena
sesuatu pertimbangan tidak dapat atau dapat
menjadi pemilik saham, tetapi tidak menjadi
pemilik saham pada perseroan sehingga
menggunakan pihak lain sebagai nomineenya.
Dalam keadaan lain, pihak-pihak tertentu
sebenarnya dapat menjadi pemegang saham PT
Indonesia tertentu. Pada dasarnya yang
bersangkutan adalah warga negara Indonesia
yang dapat
menjadi pemilik saham.
Tetapi, karena
berbagai
pertimbangan
(diantaranya menghindari public exposure yang
berlebihan)
yang
bersangkutan
tidak
memunculkan nama sendiri sebagai pemegang
saham pada perseroan namun memilih
menggunakan nominee untuk mewakili
kepentingannya. Terlepas dari prokontra
lahirnya UU No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, pada kenyataannya
undang-undang ini telah mampu meningkatkan
investasi asing. Sejak Undang-undang ini
disahkan, pertumbuhan investasi sudah
mencapai 31% melampaui capaian sebelum
krisis ekonomi. Dalam rangka mewujudkan
sistem hukum yang mendukung iklim investasi
diperlukan aturan yang jelas. Untuk itu, dalam
rangka pelaksanaan UU No. 25 Tahun 2007
perlu
dilakukan
sinkronisasi
peraturan
perundang - undangan agar lebih relevan.
33
PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
4.4. Liberalisasi Penanaman Modal Asing
Pembangunan
ekonomi
dan
industrialisasi seringkali dikaitkan dengan
“barat” dan hanya “barat”. Namun demikian,
kesuksesan Japan menjadi salah satu negara
yang memiliki kekuatan ekonomi besar dapat
dijadikan kekuatan dan pijakan untuk
memahami dan menjadi sumber pembelajaran
tentang
pembangunan
ekonomi
secara
umum. Ketika kemudian kesuksesan Jepang
juga diikuti oleh beberapa negara Asia lainnya,
muncul sumber lain dan pengetahuan baru
tentang sifat dasar dan sebab akibat
pembangunan ekonomi. Meski, banyak ahli
khususnya yang berasal dari Barat menyatakan
bahwa kesuksesan Jepang dan negara Asia
lainnya tidak lebih merupakan konfirmasi atas
kepercayaan lama mereka tentang produktivitas
perdagangan internasional. Kajian lebih
mendalam
menunjukan
bahwa
proses
pembangunan di negara-negara Asia memiliki
beberapa
keistimewaan
baru.
Bentuk
keistimewaan
tersebut adalah
pertama,
penekanan terhadap pendidikan dasar sebagai
penggerak
utama
perubahan.
Kedua,
melibatkan penyebaran secara luas hak dasar
ekonomi melalui pendidikan, pelatihan, land
reform dan ketersediaan kredit/pembiayaan
yang memperluas akses terhadap kesempatan
yang disediakan oleh ekonomi pasar. Ketiga,
pilihan
disain
pembangunan
termasuk
kombinasi antara peranan pemerintah dan
pemanfaatan
ekonomi
pasar.
Bila
ditelaah lebih dalam kesuksesan tersebut
didasarkan atas kesadaran bahwa kita hidup
dalam dunia multidimensi dan kemampuan kita
untuk membantu diri sendiri dan menolong
orang lain tergantung pada berbagai jenis
kebebasan yang kita dinikmati. Bentuk-bentuk
kebebasan
yang
dinikmati
tersebut
adalah kesempatan sosial dan pengaturan pasar
serta pembangunan
kapasitas
individual
sekaligus peningkatan fasilitas sosial.
Pengalaman Jepang dan negara-negara
Asia lain seperti Korea, Singapura dan
Malaysia menunjukan bahwa liberalisasi
haruslah diikuti dengan peningkatan kapasitas
individu
dan
kemudahan
berusaha.
Peningkatan
kapasitas
individu
dan
mempermudah
iklim
berusaha
akan
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
memanfaatkan pasar yang sudah terbuka
karena liberalisasi. Pemanfaatan akses pasar
tentunya akan meningkatkan produktifitas
masyarakat. Oleh karena itu, peningkatan
produktivas sebagai sarana mengurangi
kemiskinan tidak sama dengan menuangkan
sumber daya pada sumber masalah, yang lebih
34
penting adalah bagaimana sumber daya
tersebut digunakan dengan benar. Dengan kata
lain suatu negara keluar dari kemiskinan tidak
hanya apabila mereka dapat mengelola
kebijakan fiskal dan moneter dengan baik
tetapi negara tersebut hanya dapat mengatasi
kemiskinan apabila juga mampu menciptakan
iklim yang memudahkan masyarakatnya
memulai kegiatan usaha, memperoleh modal
dan
menjadi
wirausahawan
serta membolehkan
terjadinya
kompetisi
dengan usahawan asing. Perusahaan dan negara
yang memiliki pesaing selalu lebih inovatif dan
tumbuh lebih cepat.
a. Mempermudah Kesempatan Berusaha
Bagi Masyarakat
Kemudahan memulai dan melakukan
kegiatan usaha berarti memberi peluang bagi
masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam
pembangunan. Untuk itu beberapa faktor di
bawah ini perlu dijadikan bahan pemikiran.
b. Memperkuat Sistem Hukum
Sistem hukum yang efektif akan
memperluas
kesempatan
berusaha
dan
mampu mengundang
investasi
asing.
Sebaliknya pengalaman menunjukkan tidak
efektifnya
hukum
telah
menyebabkan
kehancuran ekonomi Asia yang pada awalnya
disebut sebagai
“keajaiban,” Para
ahli
berkesimpulan bahwa sistem hukum dari
negara-negara yang terkena krisis tersebut
merupakan salah satu faktor yang memberikan
kontribusi.
Terpuruknya
industri
perbankan
misalnya, selain menyangkut masalah pemilik,
pengelola
dan
pengawas
bank, juga
menyangkut kelembagaan penegakan hukum
dan seluruh perangkat kelembagaannya, dari
ketentuan perundangan sampai ke lembaga
penegakan hukum.
Selama aparat penyidikan, aparat
penuntutan, aparat pengadilan dan sanksi
hukum belum menunjukan profesionalisme dan
integritas yang memadai, sulit mengharapkan
penyelesaian sengketa dapat diselesaikan
dengan
cepat
dan
mudah karena
penyelesaiannya tergantung pada penegakan
hukum. Penegakan hukum hanya dapat
dilakukan melalui sistem peradilan yang efisien
dan efektif. Upaya-upaya peningkatan efisiensi
lembaga peradilan di negara maju dan negara
berkembang sangat
bervariasi.
Namun
demikian, terdapat tiga elemen sebagai kunci
keberhasilan upaya peningkatan efisiensi
lembaga
peradilan,
yaitu: Pertama,
PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
peningkatan akuntabilitas hakim. Kedua,
penyederhanaan prosedur peradilan. Ketiga,
peningkatan anggaran.
Langkah-langkah pembaruan sistem
peradilan tersebut tentunya akan meningkatkan
peran pengadilan dalam penegakan hukum
sehingga hukum akan menciptakan ketertiban
karena tujuan pokok dan pertama dari segala
hukum adalah ketertiban. Dengan adanya
ketertiban, maka kegiatan dan keinginan
berusaha akan meningkat sehingga proses
pemulihan dan pemantapan ekonomi akan
berjalan baik. Analisis yang dilakukan oleh The
European Bank for Reconstruction and
Development (EBRD) terhadap infrastruktur
hukum pada transition economies menunjukan
korelasi signifikan antara efektifitas sistem
hukum dan pertumbuhan ekonomi. Analisis ini
juga memperlihatkan bahwa keberhasilan
reformasi perekonomian tergantung pada
berfungsinya sistem hukum dengan baik. Hal
itu pulalah yang menyebabkan mengapa
liberalisasi terkadang berfungsi baik, yaitu
mampu mengakumulasi modal dengan
pertumbuhan yang cepat atau mencapai
kemajuan sosial, akan tetapi juga sering
mengalami goncangan dan krisis. Penyebabnya
adalah liberalisasi akan berjalan efektif apabila
hukum mampu menjamin bahwa distorsi yang
disebabkan oleh persaingan dan akumulasi
modal dapat dijaga dalam batas-batas tertentu
sehingga kompatibel
dengan pertumbuhan
dan social cohesion.
c. Memperbaiki Iklim Investasi
Iklim investasi yang baik memberikan
kesempatan dan insentif kepada dunia usaha
untuk melakukan investasi yang produktif,
menciptakan lapangan kerja dan memperluas
kegiatan usaha. Investasi memainkan peranan
penting dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi
dan
mengurangi
kemiskinan.
Memperbaiki iklim investasi adalah masalah
kritikal yang dihadapi pemerintah di negara
berkembang. Menyediakan lapangan kerja
penting untuk menciptakan keseimbangan dan
kedamaian.
Kegagalan
menciptakan
iklim
investasi yang baik pada dasarnya bukan
semata-mata
karena
kekurangan
dana.
Peningkatan iklim investasi tidak banyak
memerlukan
anggaran
pemerintah.
Contohnya adalah negara-negara kaya minyak
dan
atau
kaya
bahan
tambang
lainnya memiliki iklim investasi buruk. Iklim
investasi yang buruk juga bukan semata-mata
disebabkan kurangnya tenaga ahli. Pada saat
mendesain rejim investasi agar sejalan dengan
perubahan yang diinginkan memang diperlukan
tenaga ahli khusus, tetapi kebutuhan akan
tenaga ahli berkurang pada tahap impementasi.
Pemerintah
dihampir
semua
negara
berkembang memiliki berlimpah laporan dan
rekomendasi
berisikan rincian tentang
bagaimana
meningkatkan
kualitas
iklim investasi.
Iklim
investasi
yang
baik
membutuhkan
dukungan
berbagai
sektor. Industri perbankan, apabila berfungsi
baik, menghubungkan dunia usaha dengan
pemberi pinjaman dan meningkatkan minat
investor membiayai dunia usaha dan berbagi
risiko. Infrastruktur yang baik menghubungkan
dunia usaha dengan konsumen dan pemasok
serta membantu dunia usaha memanfaatkan
teknologi produksi modern. Sebaliknya industri
perbankan
dan
infrastruktur
yang
lemah menciptakan
hambatan
terhadap
kesempatan berusaha dan meningkatkan biaya
baik bagi perusahaan kecil maupun perusahaan
multinasional. Hambatan masuk ke pasar
menyebabkan berkurangnya saingan bagi
perusahaan yang lebih dulu ada sehingga
mengurangi insentif munculnya inovasi dan
keinginan meningkatkan produktifitas.
Masalah dasar yang dihadapi industri
perbankan dan infrastruktur berawal dari
kegagalan
pasar.
Di
industri
perbankan masalahnya
terletak
pada
ketidaksimetrisan
informasi.
Sedangkan
persoalan infrastruktur terletak pada kekuatan
pasar yang terkait dengan skala ekonomi.
Intervensi yang dilakukan pemerintah untuk
mengatasi kegagalan pasar pada industri
perbankan justru mengakibatkan kondisi
menjadi lebih buruk. Kebijakan tentang bank
milik pemerintah, monopoli, kredit bersubsidi
atau kredit komando dan kebijakan lain yang
dimaksudkan
untuk kepentingan jangka
pendek para politisi dan kelompok kepentingan
tertentu menyebabkan industri perbankan
tertekan dan terdistorsi. Kondisi ini umumnya
menghantam pengusaha kecil lebih keras.
Industri perbankan yang berkembang
baik menyediakan jasa sistem pembayaran,
memobilisasi tabungan dan mengalokasikan
pembiayaan kepada perusahaan yang ingin dan
layak melakukan investasi. Apabila industri
keuangan bekerja dengan baik maka sumber
dana untuk melakukan investasi tersedia bagi
segala bentuk dunia usaha. Pasar keuangan
yang sehat juga memaksakan disiplin bagi
dunia usaha agar memperbaiki kinerja,
mendorong efisiensi baik secara langsung
maupun melalui penyediaan fasilitas bagi
masuknya pemain baru ke pasar.
35
PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
d. Mengkaji Ulang Peran Pemerintah
Masalah
besar
yang
dihadapi
pemerintah dalam menciptakan iklim investasi
yang
baik
adalah
kemungkinan
terjadinya benturan antara kepentingan dunia
usaha dan kepentingan masyarakat. Dunia
usaha adalah pencipta utama kemakmuran,
oleh sebab itu iklim investasi harus diciptakan
sesuai dengan kepentingan mereka. Di sisi
lain iklim investasi yang baik seharusnya
ditujukan untuk kepentingan masyarakat secara
keseluruhan bukan hanya kepentingan dunia
usaha. Kepentingan dunia usaha dan
kepentingan masyarakat ini sering kali
berbeda. Sering juga yang terjadi adalah
perbedaan preferensi dan prioritas antara dunia
usaha dan masyarakat dan antar sesama dunia
usaha. Pemerintah diharapkan dapat mengatasi
benturan kepentingan tersebut. Bagaimana
pemerintah mengatasi tantangan tersebut akan
berpengaruh terhadap iklim investasi yang
pada gilirannya berpengaruh pula terhadap
pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan.
Untuk
itu pemerintah
perlu membatasi
pemburu rente (rent-seeking). Kebijakan
tentang iklim investasi adalah sasaran menarik
bagi para pemburu rente baik yang berasal dari
kalangan dunia usaha, pejabat pemerintah
maupun kelompok kepentingan. Korupsi
meningkatkan
biaya untuk
melakukan
kegiatan usaha. Korupsi yang dilakukan oleh
pejabat tinggi pemerintah menciptakan distorsi
pada kebijakan pemerintah. Kolusi dan
nepotisme
juga
menciptakan
distorsi.
Menguntungkan
bagi
sekelompok
masyarakat dengan cara merugikan kelompok
masyarakat lainnya.
Pemerintah
harus
membangun
kredibilitas karena mempengaruhi keinginan
dunia usaha untuk menanamkan modalnya.
Pemerintah
wajib
menyusun
dan
memberlakukan peraturan yang jelas. Namun
peraturan yang jelas saja tidak cukup.
Kurangnya
kredibilitas
menyebabkan tanggapan investor akan rendah
seberapa baikpun peraturan dan kebijakan yang
dikeluarkan
pemerintah.
Kredibilitas
pemerintah akan meningkatan kepercayaan
publik dan memperkuat legitimasi. Interaksi
antara dunia usaha dengan pemerintah tidak
terjadi di ruang hampa. Kepercayaan diantara
sesama pelaku pasar merupakan persyaratan
alamiah bagi suatu transaksi yang produktif
dan menurunkan biaya regulasi dan penegakan
kontrak. Kepercayaan dan keyakinan publik
terhadap pasar dan dunia usaha mempengaruhi
bukan hanya kelayakan dari suatu perubahan
tetapi juga kesinambungannya (sustainability).
36
Kredibilitas juga berpengaruh pada reaksi
dunia usaha. Untuk itu harus dipastikan bahwa
kebijakan yang dikeluarkan mencerminkan
kapasitas institusi. Desain kebijakan investasi
membutuhkan
pertimbangan
tentang
pengalaman kegagalan pemerintah dan
perbedaan yang ada pada kondisi lokal.
Pertimbangan yang tidak cukup terhadap
kapasitas institusi akan membawa hasil yang
buruk bahkan hasil yang merugikan.
Keterlibatan pemerintah dalam dunia
usaha perlu ditelaah ulang karena berpotensi
melemahkan iklim investasi. Alasannya adalah
apabila perusahan milik negara bertanggung
jawab atas input yang dibutuhkan dunia usaha
(seperti tenaga listrik, telekomunikasi atau
pembiayaan), maka kelemahan perusahaan
milik
negara
tersebut
dalam
berproduksi menyebabkan munculnya biaya
tinggi pada dunia usaha yang tergantung
pada input tersebut. Kepemilikan pemerintah
juga
dapat
memicu
korupsi
karena
pengurus biasanya memiliki insentif rendah
untuk mengurangi praktik suap. Kondisi ini
dapat dilihat pada perusahaan di negara transisi
ekonomi. Praktik suap menyuap untuk
mendapatkan fasilitas jasa telekomunikasi dan
jasa listrik lebih tinggi apabila jasa tersebut
dipasok oleh perusahaan milik negara.
Karyawan perusahaan milik negara di Asia
Selatan mengembangkan suatu sistem yang
canggih untuk mendapat suap dari konsumen.
Hasilnya adalah biaya tinggi bagi perusahaan
dan
turunnya
keuntungan
bagi
pemerintah, investasi publik turun serta biaya
bagi pembayar pajak meningkat.
Sementara itu, apabila perusahaan
milik negara mendapat hak monopoli maka
kesempatan bagi perusahaan swasta akan
hilang. Meskipun terjadi persaingan antara
perusahaan milik negara dan perusahaan
swasta akan tetapi sulit menciptakan level of
playing field. Permasalahan menjadi semakin
sulit apabila perusahaan milik negara diberikan
pula kewenangan sebagai regulator seperti ini
terjadi pada sektor telekomunikasi. Kondisi
tidak seimbang tetap terjadi meskipun
kewenangan mengatur telah diserahkan kepada
lembaga independen karena tekanan untuk
memberikan kemudahan kepada perusahaan
milik
pemerintah
terus
berlangsung.
Perusahaan milik pemerintah sering kali
menerima pengecualian baik yang ditetapkan
oleh undang-undang maupun atas dasar
kebiasaan (praktik) atas perpajakan dan
regulasi sehingga mendistorsi persaingan.
PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
e. Membuka Akses Sumber Pembiayaan
Untuk mengatasi kegagalan pasar
pemerintah melakukan intervensi pada industri
keuangan dalam bentuk kredit komando
kepada kelompok tertentu, memberikan
jaminan
terhadap
kredit
swasta
dan
menyediakan sumber pembiayaan melalui
bank dan perusahaan pembiayaan milik
pemerintah. Untuk melindungi industri
perbankan domestik pemerintah membatasi
persaingan dengan bank asing dan lembaga
keuangan lainnya. Dengan alasan untuk
menyediakan pembiayaan bagi usaha kecil,
pemerintah mendirikan bank. Bank milik
pemerintah umumnya memiliki mandat yang
luas
atau
memiliki
tugas
khusus
yaitu mengembangkan industri, sektor atau
daerah tertentu dan juga sering menyalurkan
kredit bersubsidi.
Di negara berkembang kinerja bank
milik pemerintah umumnya buruk. Mengingat
pangsa bank milik negara yang besar pada
industri perbankan menyebabkan kinerja
keseluruhan sektor perbankan menjadi buruk
pula. Kondisi ini menurunkan akses kepada
sumber pembiayaan, menurunkan kompetisi,
memperburuk
alokasi
kredit
dan
mempersempit akses sumber pembiayaan.
Untuk meningkatkan kinerja industri keuangan
dan mempelajari pengalaman masa lalu
terdapat lima pendekatan yang dapat
dilakukan yaitu: 1) menjamin stabilitas makro
ekonomi, 2) meningkatkan kompetisi, 3)
menjamin hak debitur, kreditur dan pemegang
saham, 4) memfasilitasi arus informasi dan 5)
memastikan bank tidak mengambil risiko
berlebihan.
Stabilitas ekonomi makro, khususnya
inflasi rendah, penyaluran kredit berkelanjutan
dan nilai tukar yang realistik merupakan dasar
bagi berfungsinya pasar keuangan yang
efektif. Ketidakstabilan
ekonomi
makro
meningkatkan volatilitas suku bunga dan nilai
tukar sehingga meningkatkan risiko bank dan
nasabahnya. Inflasi yang tinggi mengurangi
modal bank dan menyulitkan mereka
memobilisasi dana masyarakat dan melakukan
ekspansi usaha. Membatasi persaingan diantara
penyedia jasa keuangan memperlemah
pertumbuhan ekonomi. Kebijakan yang
membatasi
kompetisi
seperti
larangan
pendirian bank baru, larangan beroperasinya
bank asing dan kehadiran bank milik
pemerintah melukai kinerja sistem keuangan
dan akhirnya kinerja perekonomian.
Menghilangkan hambatan terhadap
kompetisi terbukti dapat meningkatkan
stabilitas sistem perbankan, menurunkan
marjin suku bunga dan memperluas akses
terhadap sumber pembiayaan. Salah satu cara
meningkatkan kompetisi adalah secara berhatihati mengijinkan pendirian bank baru.
Kompetisi bermanfaat bagi munculnya inovasi.
Pembuat kebijakan seringkali khawatir bahwa
saingan dari bank asing akan melemahkan
sistem perbankan nasional. Bukti menunjukkan
kehadiran bank asing meningkatkan efisiensi
dan kinerja industri perbankan domestik dan
menurunkan marjin suku bunga. Kondisi
seperti ini misalnya terjadi ketika Philipina
membolehkan bank asing beroperasi. Bank
asing juga bermanfaat untuk inovasi.
Kehadiran
bank
asing
juga
dikhawatirkan akan menurunkan akses usaha
kecil kepada industri perbankan. Pengalaman
Chile dan Peru menunjukan bukti yang
berbeda. Kehadiran bank asing di negara
tersebut
justru
meningkatkan
sumber
pembiayaan bagi usaha kecil. Bank asing
menyalurkan kredit kepada usaha kecil lebih
besar dibandingkan dengan yang dilakukan
oleh perbankan domestik. Situasi yang sama
juga terjadi di Argentina. Saingan yang datang
dari lembaga keuangan bukan bank seperti
leasing,
perusahaan
pembiayaan
juga
memperkuat sistem keuangan.
Pemerintah dapat mengurangi masalah
yang dihadapi bank sebagai kreditur dan
pemegang saham bank sehingga meningkatkan
keinginan mereka menyalurkan kredit. Caranya
adalah dengan menjamin hak-hak mereka
secara jelas dan bila diperlukan dapat
ditegakkan. Aturan hukum yang jelas dan dapat
ditegakkan penting untuk berkembangnya
sistem keuangan. Apabila hak kreditur
lemah lembaga keuangan akan enggan
menyalurkan pembiayaan kepada perusahaan
yang memiliki risiko tinggi. Lemahnya
perlindungan kepada pemegang saham
menyebabkan timbulnya keengganan bagi
investor untuk menambah modal.
Pemberian kredit merupakan fungsi
strategis yang dimiliki bank dan fungsi ini pula
yang
sering
kali
menjadi
penyebab
bangkrutnya suatu bank. Krisis perbankan yang
melanda Asia pada medio 1997 mengajarkan
kita tentang hal tersebut. Pemberian kredit
memang merupakan kegiatan yang berisiko
tinggi. Bank harus mampu menganalis dan
memprediksi suatu permohonan kredit untuk
dapat meminimalkan risiko yang terkandung di
dalam penyaluran kredit tersebut. Informasi
tentang calon nasabah debitur merupakan
faktor krusial dalam menentukan tingkat risiko
yang bakal dihadapi bank. Penentuan eligible
atau bankable tidaknya seseorang atau suatu
perusahaan tergantung seberapa banyak
37
PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
informasi akurat yang dimiliki bank tentang
calon debitur.
Upaya pemerintah untuk membatasi
pengambilan risiko oleh bank dan lembaga
keuangan lainnya dilakukan dengan berbagai
alasan. Terbatasnya tanggung jawab pemegang
saham dapat mengakibatkan kecenderungan
bank melakukan kegiatan usaha berisiko tinggi.
Penerapan ketentuan kehati-hatian (prudential
regulation)
dapat
menurunkan
risiko
kebangkrutan bank dan sekaligus mengurangi
kemungkinan
pemerintah
terpaksa
melakukan bailout. Prudential regulation juga
dapat mencegah terjadinya seistemic banking
crises. Akan tetapi pelaksanaannya tidak
mudah.
Menerbitkan
peraturan
dan
melaksanakannya secara efektif membutuhkan
biaya dan keahlian. Tambahan pula, niat baik
seringkali dilemahkan oleh korupsi dan
nepotisme. Pengawas bank dapat memaksa
agar kredit disalurkan kepada kelompok
tertentu. Bank juga dapat “membeli” pengawas
dan mempengaruhi mereka agar tidak
mengambil tindakan meski bank melakukan
pelanggaran ketentuan.
Ketentuan keterbukaan (sunshine
regulation) yang memaksa dilakukannya
transparansi informasi dipandang merupakan
alternative pendekatan untuk membentuk
perbankan yang sehat. Sistem perbankan akan
berjalan baik apabila disiplin pasar(market
discipline) diterapkan. Efektivitas pengawasan
masyarakat tergantung pada ketentuan dapat
ditegakkannya
pengungkapan
informasi.
Disamping itu, juga diperlukan persyaratan
adanya perusahaan rating yang bekerja dengan
baik, proporsi kepemilikan pemerintah pada
bank dikurangi dan lembaga penjamin
simpanan didisain dengan baik.
kecurigaan terhadap investor asing menjadi
meningkat. Investor asing dengan kekuatan
modal dan keahliannya dapat lebih mudah
mengatasi distorsi yang diciptakan pemerintah
sehingga terlihat sebagai monster yang
memangsa
pengusaha
lokal.
Apabila
pemerintah dapat mempermudah akses ke
dunia usaha maka diharapkan kehadiran
penanam modal asing dapat dimaksimalkan
manfaatnya tanpa meminggirkan pengusaha
lokal.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat penulis
berikan dalam pembahasan ini adalah
Pemerintah perlu menumbuh kembangkan
dunia perbankan. Apabila industri keuangan
bekerja dengan baik maka sumber dana untuk
melakukan penanaman modal (investasi)
tentunya akan tersedia bagi segala bentuk dunia
usaha.
Pemerintah
diharapkan
mampu
mengembangkan dunia usaha dengan lebih
memperhatikan
para
pengusaha
lokal.
Pemerintah harus
mampu membangun
kredibilitas sehingga akan mempengaruhi
kepercayaan para investor untuk menanamkan
modalnya didalam negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Aristya, Dika, 2014, Sistem Ekonomi
Indonesia,
http://9triliun.com/artikel/420/sistemekonomi-indonesia.html
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional
Murni, Asfia, 2006, Ekonomika Makro, edisi 9,
Bandung Refika Aditama
V.
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut,
maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
kehadiran penanaman modal asing (investasi
asing) sebagai konsekuensi liberalisasi pada
dasarnya adalah pisau bermata dua. Mereka
dapat menjadi pendorong tumbuhnya sektorsektor ekonomi tertentu tetapi sekaligus dapat
meminggirkan pengusaha lokal. Pengalaman
banyak negara menunjukan, terpinggirnya
pengusaha lokal bukan disebabkan kehadiran
investor asing. Kebijakan pemerintah yang
sering kali menghambat atau paling tidak
mempersempit peluang wirausaha lokal untuk
mendapatkan akses ke pasar. Akibatnya
38
Tambunan, Tulus, 2011, Perekonomian
Indonesia : Kajian Teoritis dan Analisis
Empiris, Ghalia Indonesia
Undang-undang RI No. 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing
http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/1967/1T
AHUN~1967UU.HTM
http://www.academia.edu/4870433/Penanaman
_Modal_Asing_di_Indonesia
PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
39
Download