PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 PENANAMAN MODAL ASING MEMBAWA DAMPAK LIBERALISASI TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL Fahmi Kamal Manajemen Administrasi Manajemen Sekretari dan Manjemen Bina Sarana Informatika Jakarta Jl. Jatiwaringin Raya No. 18 Jakarta Timur [email protected] ABSTRACT Foreign investment in Indonesia has been going on since Dutch colonial times to the present . Foreign investment will affect the joints - joints economy in our country , among others, the presence of foreign investors the sector - a sector of the economy in our country will grow. With the growing sectors - sectors of the economy in our country , it will bring the impact of liberalization on the national economy . This means that the sector - the economy will grow and flourish . The presence of foreign investors is expected to bring a change in the sector - the sector of the national economy such as funding , technology , and expertise . It is expected that the government can play an active role in utilizing foreign investment to facilitate access into the world of business in Indonesia but without marginalizing local entrepreneurs . Foreign capital inflows ( capital inflows ) play a role in closing the income gap caused by a deficit in the current account . In addition , the influx of foreign capital is also able to drive the economic activity slow due to lack of capital ( investment- saving gap ) for the implementation of economic development . This foreign capital than as a capital transfer can also make a positive contribution through the flow of industrialization and modernization . In the short term , foreign debt greatly assist the Indonesian government in an effort to close the budget deficit of income and expenditure, due to finance routine expenditure and development expenditure is quite large. Thus, the rate of economic growth can be driven in accordance with predetermined targets . Keywords: foreign investment, liberalization, the national economy I. PENDAHULUAN Penanaman modal merupakan salah satu unsur dari penyelenggaraan perekonomian nasional dalam usaha meningkatkan akumulasi modal, menyediakan lapangan kerja, menciptakan transfer teknologi, melahirkan tenaga-tenaga ahli baru, memperbaiki kualitas sumber daya manusia dan menambah pengetahuan serta membuka akses kepada pasar global. Penanaman modal asing dapat memberikan keuntungan yang signifikan terhadap perekonomian di negara kita, misalnya menciptakan lowongan pekerjaan bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan penghasilan dan standar hidup, menciptakan kesempatan bekerjasama dengan perusahaan lokal sehingga mereka dapat berbagi manfaat, meningkatkan ekspor barang dan jasa, sehingga dapat meningkatkan cadangan devisa negara dan menghasilkan alih teknologi. Pelaksanaan penanaman modal asing di Indonesia sudah berlangsung sejak masa penjajahan Belanda. 28 Pada tahun 1870, pemerintah Belanda mengeluarkan Agrarische Wet (Undangundang Agraria) dan Agrarische Besluit (Peraturan Agraria) untuk menjamin kebebasan ekonomi bagi perusahaan - perusahaan perkebunan swasta dan secara perlahan - lahan menghapuskan tanam paksa yang berada di bawah monopoli negara. Tetapi pada saat Presiden Soekarno menerapkan demokrasi terpimpin, Indonesia menolak terhadap modal asing dan bantuan luar negeri. Lalu, Indonesia membuka diri kembali terhadap modal asing dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Upaya menarik pemodal asing kembali muncul ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi kedua yang terjadi pada pertengahan tahun 1997. Terjadinya krisis ekonomi ditandai dengan adanya indikator – indikator, antara lain merosotnya kurs rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat, pendapatan perkapita penduduk merosot tajam, perusahaan mengalami kelesuan bahkan PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 menghentikan usahanya, dan yang terburuk terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Pada saat terjadinya krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia sangat memerlukan modal asing. Untuk menciptakan lapangan kerja dan mengatasi pengangguran yang pada tahun 2006 mencapai sekitar 11.600.000 orang, ditambah 1,8 juta orang masuk ke lapangan kerja tiap tahun. Kenaikan pertumbuhan ekonomi 1% pada tingkat pertumbuhan ekonomi 6% dapat menyerap sekitar 600.000 tenaga kerja. Kenaikan 1% pertumbuhan ekonomi tersebut memerlukan dana pembangunan sebesar Rp125 triliun. Pendekatan terhadap modal asing yang digunakan Indonesia pada saat krisis ekonomi lebih memfokuskan pada pembangunan institusi yang menjadi prasyarat untuk pemulihan ekonomi. Pendekatan institusi ini dilakukan karena Indonesia harus bersaing dengan negara - negara berkembang, seperti Cina, Thailand, Vietnam, dan Philipina. Penanaman modal asing di Indonesia berkaitan dengan insentif dan pembatasan, ditinjau dari pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan lahirnya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Di Indonesia, Undang-undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang kemudian diperbaharui dengan Undang-undang No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal dapat dikatakan tonggak sejarah pengintegrasian ekonomi Indonesia ke dalam perekonomian dunia. Tonggak sejarah ini diperkuat dengan diterbitkannya UndangUndang No 7 tahun 1994 yang meratifikasi Perjanjian Pendirian WTO pada Nopember 1994. Ketiga undang-undang tersebut secara bertahap dapat membuat perekonomian Indonesia menjadi liberal. Liberalisasi merupakan kata yang banyak disanjung sekaligus dihujat oleh berbagai kelompok masyarakat. Disanjung karena liberalisasi dianggap dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dihujat sebab liberalisasi juga yang dapat membuat sebagian anggota masyarakat khususnya masyarakat ekonomi lemah menjadi terpinggirkan. Di negara kita investasi asing meski sudah ada sejak beberapa dekade tetapi masih tetap merupakan salah satu hal yang kontroversial. Hanya ada beberapa kritik tentang pembangunan yang tidak dikaitkan dengan investasi asing. Ada tuduhan yang mengatakan bahwa investasi asing telah menciptakan “koloni Jepang” dan memperparah status ketergantungan Indonesia terhadap asing. Investasi asing telah menekan pengusaha pribumi, tidak menempatkan tenaga kerja pada tempatnya dan hanya sedikit memberikan kontribusi dalam teknologi baru dan modal. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penanaman Modal Asing A. Pengertian Penanaman Modal Asing Menurut Undang-undang RI No. 1 Tahun 1967 Bab 1 Pasal 1 tentang penanaman modal asing bahwa ”pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undangundang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut.” Sedangkan dalam Undang–Undang RI No. 1 Tahun 1967 Bab 1 Pasal 2 disebutkan pengertian modal asing dalam pasal ini adalah: 1. alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. 2. alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia. 3. bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia. Adapun modal asing dalam Undangundang ini tidak hanya berbentuk valuta asing, tetapi meliputi pula alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan milik orang/badan asing yang dipergunakan dalam perusahaan di Indonesia dan keuntungan yang boleh ditransfer ke luar negeri tetapi hanya dapat dipergunakan kembali di negara Republik Indonesia saja. B. Bentuk Hukum, Daerah Berusaha Kedudukan, dan 29 PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 Menurut Undang – undang RI No. 1 Tahun 1967 Bab 2 Pasal 3 tentang bentuk hukum, kedudukan dan daerah berusaha, 1. Perusahaan yang dimaksud dalam pasal 1 yang dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk Badan Hukum menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 2. Pemerintah menetapkan apakah sesuatu perusahaan dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri. Penanaman modal asing oleh seorang asing, dalam statusnya sebagai orang perseorangan, dapat menimbulkan kesulitan/ketidak tegasan di bidang hukum Internasional. Dengan kewajiban bentuk badan hukum maka dengan demikian akan mendapat ketegasan mengenai status hukumnya yaitu badan hukum Indonesia yang tunduk pada hukum Indonesia. Sebagai badan hukum terdapat ketegasan tentang modal yg ditanam di Indonesia. Sedangkan dalam Undang – undang RI No. 1 tahun 1967 Bab 2 Pasal 4 dijelaskan “Pemerintah menetapkan daerah berusaha perusahaan-perusahaan modal asing di Indonesia dengan memperhatikan perkembangan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah, macam perusahaan. Besarnya penanaman modal dan keinginan Ekonomi Nasional dan Daerah.” Dengan ketentuan perundang–undangan ini maka diharapkan pemerintah dapat mengusahakan pembangunan yang merata, adil, dan makmur diseluruh wilayah Indonesia. C. Badan Usaha Modal Asing Menurut Undang–undang RI No. 1 tahun 1967 Bab 3 Pasal 5 tentang bidang usaha modal asing, dijelaskan bahwa: 1. Pemerintah menetapkan perincian bidangbidang usaha yang terbuka bagi modal asing menurut urutan prioritas, dan menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penanaman modal asing dalam tiap - tiap usaha tersebut. 2. Perincian menurut urutan prioritas ditetapkan tiap kali pada waktu Pemerintah menyusun rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, dengan memperhatikan perkembangan ekonomi serta teknologi. 30 Sedangkan menurut Undang – undang RI No. 1 tahun 1967 Bab 3 Pasal 6 menjelaskan bahwa : 1. Bidang - bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing secara penguasaan penuh ialah bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak sebagai berikut : a.pelabuhan-pelabuhan b. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum c. telekomunikasi d. pelayaran e. penerbangan f. air minum g. kereta api umum h. pembangkit tenaga atom i. mass media. 2. Bidang – bidang yang menduduki peranan penting dalam pertahanan Negara, antara lain produksi senjata, mesin, alat – alat peledak dan peralatan perang dilarang sama sekali bagi modal asing. D. Tenaga Kerja Menurut Undang – undang RI No. 1 tahun 1967 Bab 4 Pasal 9 tentang tenaga kerja, “pemilik modal mempunyai wewenang sepenuhnya untuk menentukan direksi perusahaan-perusahaan di mana modalnya ditanam”. Kepada pemilik modal asing diperkenankan sepenuhnya menetapkan direksi perusahaannya. Kiranya hal demikian itu sudah sewajarnya karena penanaman modal asing ingin menyerahkan pengurusan modal kepada orang yang dipercayainya. Dalam hal kerjasama antara modal asing dan modal nasional direksi ditetapkan bersama-sama. Sedangkan menurut Undang – undang RI No. 1 tahun 1967 Bab 4 Pasal 10 ditegaskan, bahwa perusahaan-perusahaan modal asing wajib memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warganegara Indonesia kecuali dalam hal-hal tersebut pada pasal 11. Sedangkan dalam pasal 11 Undang – undang RI No. 1 tahun 1967 Bab 4 disebutkan bahwa perusahaan-perusahaan modal asing diizinkan mendatangkan atau menggunakan tenagatenaga pimpinan dan tenaga-tenaga ahli warganegara asing bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga – tenaga kerja dari warga negara Indonesia sendiri. Perusahaan - perusahaan modal asing berkewajiban menyelenggarakan atau PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan di dalam atau di luar negeri secara teratur dan terarah bagi warga negara Indonesia dengan tujuan agar berangsur-angsur tenagatenaga warga negara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga warga negara Indonesia. 2.2. Liberalisasi Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2008:203), ”Liberal artinya bersifat bebas, atau berpandangan bebas (luas dan terbuka).” Adapun pengertian Liberalisasi adalah ”proses (usaha dsb) untuk menerapkan paham liberal dl kehidupan (tata negara dan ekonomi).” 2.3.Perekonomian Nasional Sistem perekonomian nasional Indonesia saat ini adalah sistem perekonomian nasional kerakyatan yang mulai berlaku sejak terjadinya reformasi pada 1998. Tekad pemerintah ini ditetapkan dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Indonesia Nomor IV/MPR/1999 yang mengatur mengenai Garis - Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam sistem perekonomian kerakyatan, pemerintah hanya berperan sebagai pencipta iklim sehat yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya dunia usaha di Indonesia, sedangkan kegiatan ekonomi dipegang secara aktif oleh masyarakat. Sistem ekonomi kerakyatan ini memiliki beberapa ciri khusus yang membedakannya dengan sistem perekonomian lain. (Aristya ; 2014). Menurut Murni (2006:21) terdapat ciri-ciri khusus sistem ekonomi kerakyatan, yaitu : 1. Sistem perekonomian nasional Indonesia memiliki tumpuan mekanisme pasar yang berpegangan teguh pada keadilan dengan prinsip adanya persaingan yang sehat. Dengan begitu, seluruh masyarakat Indonesia memiliki kesempatan yang sama dalam melakukan usaha untuk memperoleh pendapatan. 2. Poin-poin yang menjadi perhatian pada sistem perekonomian nasional kerakyatan adalah pertumbuhan ekonomi, kepentingan sosial, nilai keadilan, dan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Poin-poin inilah yang harus dijadikan pedoman ketika menentukan kebijakan dalam bidang perekonomian nasional. 3. Sistem perekonomian nasional Indonesia ditandai pula dengan adanya kemampuan untuk mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkunagn serta berkesinambungan. Kemampuan ini dapat membantu pencapaian perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh wilayah Indonesia. 4. Sistem perekonomian nasional Indonesia mampu memberikan jaminan bahwa masyarakat Indonesia akan mendapatkan kesempatan yang sama, baik untuk melakukan usaha tertentu maupun untuk bekerja. Kesempatan yang ada dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk meningkatkan perekonomian seluruh rakyat Indonesia. Jadi, semuanya bergantung pada individunya sendiri, maupun atau tidak untuk memanfaatkan kesempatan yang ada. 5. Adanya perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh konsumen serta adanya perilaku yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini diperlukan untuk menjamin iklim perekonomian yang sehat, dalam arti tidak ada pihak yang dirugikan dalam menjalankan kegiatan perekonomian nasional. Semua pihak saling diuntungkan dalam kegiatan ekonomi yang dilakukannya. Sistem ekonomi kerakyatan sendi utamanya adalah UUD 1945 pasal 33 ayat (1), (2), dan (3). Bentuk usaha yang sesuai dengan ayat (1) adalah koperasi, dan bentuk usaha yang sesuai dengan ayat (2) dan (3) adalah perusahaan negara. Adapun dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi “hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh di tangan seorang”. Hal itu berarti perusahaan swasta juga mempunyai andil di dalam sistem perekonomian Indonesia. Dengan demikian terdapat tiga pelaku utama yang menjadi kekuatan sistem perekonomian di Indonesia, yaitu perusahaan negara (pemerintah), perusahaan swasta, dan koperasi. Ketiga pelaku ekonomi tersebut akan menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi dalam sistem ekonomi kerakyatan. Sebuah sistem ekonomi akan berjalan dengan baik jika pelaku-pelakunya dapat saling bekerja sama dengan baik pula dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian sikap saling mendukung di antara pelaku ekonomi sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan ekonomi kerakyatan. (Tambunan, 2011:45). 31 PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 III. METODE PENELITIAN Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka (library research), website, dan sumber – sumber tertulis baik yang tercetak maupun media elektronik sehingga dapat memperjelas penelitian ini. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Kondisi Perekonomian Indonesia Zaman Orde Baru Pemerintah Orde Baru di bawah Presiden Soeharto mewarisi kondisi perekonomian yang sangat buruk. Sebelumnya pada masa pemerintahan di bawah Presiden Soekarno, perekonomian Indonesia seakan-akan hendak mengalami keruntuhan. Pada waktu itu, Indonesia tidak mampu membayar hutang luar negeri dan laju inflasi yang sangat tinggi. Menghadapi kenyataan ini, pemerintah Orde Baru mengadakan pendekatan baru dengan kebijaksanaan ekonomi antara lain mengundang kembali masuknya modal asing dengan melahirkan undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Lahirnya Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing mendapat respon yang sangat mengesankan dari investor asing terutama dari Amerika Serikat, Jepang dan Eropa. Namun demikian, dalam perkembangannya kehadiran modal asing di Indonesia telah menimbulkan kontroversi dan dilema. Pada satu sisi modal asing di Indonesia telah membawa pengaruh positif berupa terbukanya lapangan kerja dan alih teknologi. Pada sisi lain peningkatan investasi asing ini ini telah menimbulkan pengaruh negatif berupa tuduhan lahirnya dominasi asing atas perekonomian Indonesia dan ketergantungan Indonesia pada pasar internasional. Bentuk reaksi atas kehadiran modal asing diantaranya protes dari sebagian kelompok masyarakat dan mahasiswa yang mencapai puncaknya pada peristiwa 15 Januari 1974 atau yang di kenal dengan peristiwa Malari. Untuk mengundang kembali modal asing pemerintah menyediakan insentif baru bagi modal asing, diantaranya : 1. Penanaman modal asing menjadi penanaman modal dalam negeri dan perpanjangan jangka waktu penanaman modal asing. Hal ini dilakukan dengan beberapa langkah berikut. Pertama, pemerintah mengizinkan para investor asing memiliki saham sampai 95% dari 32 perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor. Kedua, akses yang lebih luas di bidang keuangan untuk perusahaan patungan. Perusahaan patungan harus diperlakukan sama seperti perusahaan domestik dan diizinkan untuk meminjamkan dari bank-bank negara dan berpartisipasi dalam rencana kredit dengan syarat bahwa mitra asing paling sedikit telah mendivestasi 75 sahamnya untuk di jual di bursa saham. Ketiga, penangguhan pembayaran PPN (maksimal 5 tahun) sejak perusahaan dapat berproduksi secara komersial atas impor. Keempat, terbukanya kesempatan bagi pengusaha kecil untuk meminta dan memperoleh fasilitas penanaman modal meskipun mereka melakukan proyek non-penanaman modal asing. 2. Peningkatan kepemilikan saham perusahaan modal asing. Untuk menarik modal asing, pemerintah memberikan insentif kepada perusahaan modal asing berupa peningkatan kepemilikan saham. Hal ini diatur dalam PP No. 17 Tahun 1992. Untuk mendirikan suatu perusahaan penanaman modal asing baru, sumber dana yang dapat digunakan adalah laba yang ditanam kembali dan/atau sumber dana lain. Sedangkan untuk membeli saham perusahaan yang sudah beroperasi, hanya dibenarkan dengan menggunakan laba yang dimilikinya. Semua penyertaan laba perusahaan penanaman modal asing itu akan tetap dianggap sebagai penyertaan asing yang tunduk pada peraturan perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia. 3. Perpanjangan dan pembaruan Hak atas Tanah. Dalam rangka meningkatkan gairah dan iklim investasi. Pemerintah memberikan fasilitas Hak atas Tanah kepada modal. Hal ini diatur dalam Keputusan Presiden No. 23 Tahun 1980 tentang Pemanfaatan Tanah Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan untuk Usaha Patungan dalam rangka Penanaman Modal Asing. PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 4.2. Penanaman Modal Asing Di Indonesia Sejak tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang sangat berat. Krisis ini bermula dari merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebagai akibat krisis mata uang di kawasan Asia, antara lain Korea Selatan dan Thailand. Pada saat itu, nilai tukar mata uang Korea Selatan dan Thailand terdepresiasi hingga 60-70 persen dari nilai nominalnya, sementara nilai tukar rupiah turun sampai 20 persen dari nilai nominalnya sebelumnya. Selain karena fenomena global, krisis ekonomi Indonesia juga di sebabkan moral hazard di berbagai sektor ekonomi dan politik, akibat dari lemahnya sistem ekonomi, struktur sosial dan sistem kenegaraan yang terlalu terpusat pada kekuasaan eksekutif. Kemudian faktor stabilitas politik, dimana merupakan salah satu keharusan untuk datangnya modal asing ke suatu negara, di samping faktor “economic opportunity” dan kepastian hukum. Pada saat terjadi krisis ekonomi, stabilitas politik di Indonesia tidak tercipta. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya stabilitas pemerintahan, terjadinya ketidakpuasan daerah dan ketidakpuasan sosial serta meningkatnya kriminalitas. Sejak terjadi krisis ekonomi, sistem hukum Indonesia tidak mampu menciptakan predictabilty, stability dan fairness. Hal ini dapat dilihat dari substansi peraturan perundang-undangan yang tidak sinkron, aparatur penegak hukum yang tidak mendukung perbaikan iklim investasi dan kualitas budaya hukum yang rendah. Penanaman modal akan meningkat secara signifikan jika Indonesia mampu menjamin adanya kepastian hukum dan stabilitas politik. Untuk itu diperlukan aparatur hukum yang memiliki integritas dan profesionalitas yang tinggi. Selain itu juga diperlukan adanya kepemimpinan politik yang mampu mengendalikan dinamika demokrasi, termasuk demokrasi di daerah. 4.3. UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Dalam rangka mengatasi kendala kendala mengenai penanaman modal dan selaras dengan ikut sertanya Indonesia dalam GATT/WTO, maka Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Investasi yang baru ke Parlemen. Setelah mendapat persetujuan Parlemen dengan iringan “Minderheits Nota” dari Fraksi PDIP dan Fraksi PKB, Presiden menandatanganinya sebagai Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan undang-undang sebelumnya. Substansi dalam undang-undang ini ada beberapa hal baru, dimana ada yang tidak diatur seperti perlakuan yang sama terhadap penanam modal, tanggung jawab penanam modal, sanksi bagi penanam modal, hak atas tanah, larangan pemegang saham nominee, penyelanggaraan urusan penanaman modal, koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal dan kawasan ekonomi khusus. Selain memuat ketentuan yang bersifat memberi insentif, undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal juga menyebutkan beberapa ketentuan yang bersifat pembatasan, yaitu penanaman modal asing harus memprioritaskan tenaga kerja Indonesia dan pemegang saham “nominee” di larang. Larangan pemegang saham “nominee” merupakan substansi baru dalam Peraturan perundang-undangan penanaman modal di Indonesia. Tujuan pengaturan larangan pemegang saham nominee adalah untuk menghindari terjadinya perseroan yang secara normatif dimiliki seseorang tetapi secara materi atau substansi pemilik perseroan tersebut adalah orang lain. Secara teknis, praktek kepemilikan saham melalui nominee dilakukan oleh dua pihak. Satu pihak karena sesuatu pertimbangan tidak dapat atau dapat menjadi pemilik saham, tetapi tidak menjadi pemilik saham pada perseroan sehingga menggunakan pihak lain sebagai nomineenya. Dalam keadaan lain, pihak-pihak tertentu sebenarnya dapat menjadi pemegang saham PT Indonesia tertentu. Pada dasarnya yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia yang dapat menjadi pemilik saham. Tetapi, karena berbagai pertimbangan (diantaranya menghindari public exposure yang berlebihan) yang bersangkutan tidak memunculkan nama sendiri sebagai pemegang saham pada perseroan namun memilih menggunakan nominee untuk mewakili kepentingannya. Terlepas dari prokontra lahirnya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pada kenyataannya undang-undang ini telah mampu meningkatkan investasi asing. Sejak Undang-undang ini disahkan, pertumbuhan investasi sudah mencapai 31% melampaui capaian sebelum krisis ekonomi. Dalam rangka mewujudkan sistem hukum yang mendukung iklim investasi diperlukan aturan yang jelas. Untuk itu, dalam rangka pelaksanaan UU No. 25 Tahun 2007 perlu dilakukan sinkronisasi peraturan perundang - undangan agar lebih relevan. 33 PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 4.4. Liberalisasi Penanaman Modal Asing Pembangunan ekonomi dan industrialisasi seringkali dikaitkan dengan “barat” dan hanya “barat”. Namun demikian, kesuksesan Japan menjadi salah satu negara yang memiliki kekuatan ekonomi besar dapat dijadikan kekuatan dan pijakan untuk memahami dan menjadi sumber pembelajaran tentang pembangunan ekonomi secara umum. Ketika kemudian kesuksesan Jepang juga diikuti oleh beberapa negara Asia lainnya, muncul sumber lain dan pengetahuan baru tentang sifat dasar dan sebab akibat pembangunan ekonomi. Meski, banyak ahli khususnya yang berasal dari Barat menyatakan bahwa kesuksesan Jepang dan negara Asia lainnya tidak lebih merupakan konfirmasi atas kepercayaan lama mereka tentang produktivitas perdagangan internasional. Kajian lebih mendalam menunjukan bahwa proses pembangunan di negara-negara Asia memiliki beberapa keistimewaan baru. Bentuk keistimewaan tersebut adalah pertama, penekanan terhadap pendidikan dasar sebagai penggerak utama perubahan. Kedua, melibatkan penyebaran secara luas hak dasar ekonomi melalui pendidikan, pelatihan, land reform dan ketersediaan kredit/pembiayaan yang memperluas akses terhadap kesempatan yang disediakan oleh ekonomi pasar. Ketiga, pilihan disain pembangunan termasuk kombinasi antara peranan pemerintah dan pemanfaatan ekonomi pasar. Bila ditelaah lebih dalam kesuksesan tersebut didasarkan atas kesadaran bahwa kita hidup dalam dunia multidimensi dan kemampuan kita untuk membantu diri sendiri dan menolong orang lain tergantung pada berbagai jenis kebebasan yang kita dinikmati. Bentuk-bentuk kebebasan yang dinikmati tersebut adalah kesempatan sosial dan pengaturan pasar serta pembangunan kapasitas individual sekaligus peningkatan fasilitas sosial. Pengalaman Jepang dan negara-negara Asia lain seperti Korea, Singapura dan Malaysia menunjukan bahwa liberalisasi haruslah diikuti dengan peningkatan kapasitas individu dan kemudahan berusaha. Peningkatan kapasitas individu dan mempermudah iklim berusaha akan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan pasar yang sudah terbuka karena liberalisasi. Pemanfaatan akses pasar tentunya akan meningkatkan produktifitas masyarakat. Oleh karena itu, peningkatan produktivas sebagai sarana mengurangi kemiskinan tidak sama dengan menuangkan sumber daya pada sumber masalah, yang lebih 34 penting adalah bagaimana sumber daya tersebut digunakan dengan benar. Dengan kata lain suatu negara keluar dari kemiskinan tidak hanya apabila mereka dapat mengelola kebijakan fiskal dan moneter dengan baik tetapi negara tersebut hanya dapat mengatasi kemiskinan apabila juga mampu menciptakan iklim yang memudahkan masyarakatnya memulai kegiatan usaha, memperoleh modal dan menjadi wirausahawan serta membolehkan terjadinya kompetisi dengan usahawan asing. Perusahaan dan negara yang memiliki pesaing selalu lebih inovatif dan tumbuh lebih cepat. a. Mempermudah Kesempatan Berusaha Bagi Masyarakat Kemudahan memulai dan melakukan kegiatan usaha berarti memberi peluang bagi masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan. Untuk itu beberapa faktor di bawah ini perlu dijadikan bahan pemikiran. b. Memperkuat Sistem Hukum Sistem hukum yang efektif akan memperluas kesempatan berusaha dan mampu mengundang investasi asing. Sebaliknya pengalaman menunjukkan tidak efektifnya hukum telah menyebabkan kehancuran ekonomi Asia yang pada awalnya disebut sebagai “keajaiban,” Para ahli berkesimpulan bahwa sistem hukum dari negara-negara yang terkena krisis tersebut merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi. Terpuruknya industri perbankan misalnya, selain menyangkut masalah pemilik, pengelola dan pengawas bank, juga menyangkut kelembagaan penegakan hukum dan seluruh perangkat kelembagaannya, dari ketentuan perundangan sampai ke lembaga penegakan hukum. Selama aparat penyidikan, aparat penuntutan, aparat pengadilan dan sanksi hukum belum menunjukan profesionalisme dan integritas yang memadai, sulit mengharapkan penyelesaian sengketa dapat diselesaikan dengan cepat dan mudah karena penyelesaiannya tergantung pada penegakan hukum. Penegakan hukum hanya dapat dilakukan melalui sistem peradilan yang efisien dan efektif. Upaya-upaya peningkatan efisiensi lembaga peradilan di negara maju dan negara berkembang sangat bervariasi. Namun demikian, terdapat tiga elemen sebagai kunci keberhasilan upaya peningkatan efisiensi lembaga peradilan, yaitu: Pertama, PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 peningkatan akuntabilitas hakim. Kedua, penyederhanaan prosedur peradilan. Ketiga, peningkatan anggaran. Langkah-langkah pembaruan sistem peradilan tersebut tentunya akan meningkatkan peran pengadilan dalam penegakan hukum sehingga hukum akan menciptakan ketertiban karena tujuan pokok dan pertama dari segala hukum adalah ketertiban. Dengan adanya ketertiban, maka kegiatan dan keinginan berusaha akan meningkat sehingga proses pemulihan dan pemantapan ekonomi akan berjalan baik. Analisis yang dilakukan oleh The European Bank for Reconstruction and Development (EBRD) terhadap infrastruktur hukum pada transition economies menunjukan korelasi signifikan antara efektifitas sistem hukum dan pertumbuhan ekonomi. Analisis ini juga memperlihatkan bahwa keberhasilan reformasi perekonomian tergantung pada berfungsinya sistem hukum dengan baik. Hal itu pulalah yang menyebabkan mengapa liberalisasi terkadang berfungsi baik, yaitu mampu mengakumulasi modal dengan pertumbuhan yang cepat atau mencapai kemajuan sosial, akan tetapi juga sering mengalami goncangan dan krisis. Penyebabnya adalah liberalisasi akan berjalan efektif apabila hukum mampu menjamin bahwa distorsi yang disebabkan oleh persaingan dan akumulasi modal dapat dijaga dalam batas-batas tertentu sehingga kompatibel dengan pertumbuhan dan social cohesion. c. Memperbaiki Iklim Investasi Iklim investasi yang baik memberikan kesempatan dan insentif kepada dunia usaha untuk melakukan investasi yang produktif, menciptakan lapangan kerja dan memperluas kegiatan usaha. Investasi memainkan peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Memperbaiki iklim investasi adalah masalah kritikal yang dihadapi pemerintah di negara berkembang. Menyediakan lapangan kerja penting untuk menciptakan keseimbangan dan kedamaian. Kegagalan menciptakan iklim investasi yang baik pada dasarnya bukan semata-mata karena kekurangan dana. Peningkatan iklim investasi tidak banyak memerlukan anggaran pemerintah. Contohnya adalah negara-negara kaya minyak dan atau kaya bahan tambang lainnya memiliki iklim investasi buruk. Iklim investasi yang buruk juga bukan semata-mata disebabkan kurangnya tenaga ahli. Pada saat mendesain rejim investasi agar sejalan dengan perubahan yang diinginkan memang diperlukan tenaga ahli khusus, tetapi kebutuhan akan tenaga ahli berkurang pada tahap impementasi. Pemerintah dihampir semua negara berkembang memiliki berlimpah laporan dan rekomendasi berisikan rincian tentang bagaimana meningkatkan kualitas iklim investasi. Iklim investasi yang baik membutuhkan dukungan berbagai sektor. Industri perbankan, apabila berfungsi baik, menghubungkan dunia usaha dengan pemberi pinjaman dan meningkatkan minat investor membiayai dunia usaha dan berbagi risiko. Infrastruktur yang baik menghubungkan dunia usaha dengan konsumen dan pemasok serta membantu dunia usaha memanfaatkan teknologi produksi modern. Sebaliknya industri perbankan dan infrastruktur yang lemah menciptakan hambatan terhadap kesempatan berusaha dan meningkatkan biaya baik bagi perusahaan kecil maupun perusahaan multinasional. Hambatan masuk ke pasar menyebabkan berkurangnya saingan bagi perusahaan yang lebih dulu ada sehingga mengurangi insentif munculnya inovasi dan keinginan meningkatkan produktifitas. Masalah dasar yang dihadapi industri perbankan dan infrastruktur berawal dari kegagalan pasar. Di industri perbankan masalahnya terletak pada ketidaksimetrisan informasi. Sedangkan persoalan infrastruktur terletak pada kekuatan pasar yang terkait dengan skala ekonomi. Intervensi yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kegagalan pasar pada industri perbankan justru mengakibatkan kondisi menjadi lebih buruk. Kebijakan tentang bank milik pemerintah, monopoli, kredit bersubsidi atau kredit komando dan kebijakan lain yang dimaksudkan untuk kepentingan jangka pendek para politisi dan kelompok kepentingan tertentu menyebabkan industri perbankan tertekan dan terdistorsi. Kondisi ini umumnya menghantam pengusaha kecil lebih keras. Industri perbankan yang berkembang baik menyediakan jasa sistem pembayaran, memobilisasi tabungan dan mengalokasikan pembiayaan kepada perusahaan yang ingin dan layak melakukan investasi. Apabila industri keuangan bekerja dengan baik maka sumber dana untuk melakukan investasi tersedia bagi segala bentuk dunia usaha. Pasar keuangan yang sehat juga memaksakan disiplin bagi dunia usaha agar memperbaiki kinerja, mendorong efisiensi baik secara langsung maupun melalui penyediaan fasilitas bagi masuknya pemain baru ke pasar. 35 PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 d. Mengkaji Ulang Peran Pemerintah Masalah besar yang dihadapi pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang baik adalah kemungkinan terjadinya benturan antara kepentingan dunia usaha dan kepentingan masyarakat. Dunia usaha adalah pencipta utama kemakmuran, oleh sebab itu iklim investasi harus diciptakan sesuai dengan kepentingan mereka. Di sisi lain iklim investasi yang baik seharusnya ditujukan untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan bukan hanya kepentingan dunia usaha. Kepentingan dunia usaha dan kepentingan masyarakat ini sering kali berbeda. Sering juga yang terjadi adalah perbedaan preferensi dan prioritas antara dunia usaha dan masyarakat dan antar sesama dunia usaha. Pemerintah diharapkan dapat mengatasi benturan kepentingan tersebut. Bagaimana pemerintah mengatasi tantangan tersebut akan berpengaruh terhadap iklim investasi yang pada gilirannya berpengaruh pula terhadap pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan. Untuk itu pemerintah perlu membatasi pemburu rente (rent-seeking). Kebijakan tentang iklim investasi adalah sasaran menarik bagi para pemburu rente baik yang berasal dari kalangan dunia usaha, pejabat pemerintah maupun kelompok kepentingan. Korupsi meningkatkan biaya untuk melakukan kegiatan usaha. Korupsi yang dilakukan oleh pejabat tinggi pemerintah menciptakan distorsi pada kebijakan pemerintah. Kolusi dan nepotisme juga menciptakan distorsi. Menguntungkan bagi sekelompok masyarakat dengan cara merugikan kelompok masyarakat lainnya. Pemerintah harus membangun kredibilitas karena mempengaruhi keinginan dunia usaha untuk menanamkan modalnya. Pemerintah wajib menyusun dan memberlakukan peraturan yang jelas. Namun peraturan yang jelas saja tidak cukup. Kurangnya kredibilitas menyebabkan tanggapan investor akan rendah seberapa baikpun peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Kredibilitas pemerintah akan meningkatan kepercayaan publik dan memperkuat legitimasi. Interaksi antara dunia usaha dengan pemerintah tidak terjadi di ruang hampa. Kepercayaan diantara sesama pelaku pasar merupakan persyaratan alamiah bagi suatu transaksi yang produktif dan menurunkan biaya regulasi dan penegakan kontrak. Kepercayaan dan keyakinan publik terhadap pasar dan dunia usaha mempengaruhi bukan hanya kelayakan dari suatu perubahan tetapi juga kesinambungannya (sustainability). 36 Kredibilitas juga berpengaruh pada reaksi dunia usaha. Untuk itu harus dipastikan bahwa kebijakan yang dikeluarkan mencerminkan kapasitas institusi. Desain kebijakan investasi membutuhkan pertimbangan tentang pengalaman kegagalan pemerintah dan perbedaan yang ada pada kondisi lokal. Pertimbangan yang tidak cukup terhadap kapasitas institusi akan membawa hasil yang buruk bahkan hasil yang merugikan. Keterlibatan pemerintah dalam dunia usaha perlu ditelaah ulang karena berpotensi melemahkan iklim investasi. Alasannya adalah apabila perusahan milik negara bertanggung jawab atas input yang dibutuhkan dunia usaha (seperti tenaga listrik, telekomunikasi atau pembiayaan), maka kelemahan perusahaan milik negara tersebut dalam berproduksi menyebabkan munculnya biaya tinggi pada dunia usaha yang tergantung pada input tersebut. Kepemilikan pemerintah juga dapat memicu korupsi karena pengurus biasanya memiliki insentif rendah untuk mengurangi praktik suap. Kondisi ini dapat dilihat pada perusahaan di negara transisi ekonomi. Praktik suap menyuap untuk mendapatkan fasilitas jasa telekomunikasi dan jasa listrik lebih tinggi apabila jasa tersebut dipasok oleh perusahaan milik negara. Karyawan perusahaan milik negara di Asia Selatan mengembangkan suatu sistem yang canggih untuk mendapat suap dari konsumen. Hasilnya adalah biaya tinggi bagi perusahaan dan turunnya keuntungan bagi pemerintah, investasi publik turun serta biaya bagi pembayar pajak meningkat. Sementara itu, apabila perusahaan milik negara mendapat hak monopoli maka kesempatan bagi perusahaan swasta akan hilang. Meskipun terjadi persaingan antara perusahaan milik negara dan perusahaan swasta akan tetapi sulit menciptakan level of playing field. Permasalahan menjadi semakin sulit apabila perusahaan milik negara diberikan pula kewenangan sebagai regulator seperti ini terjadi pada sektor telekomunikasi. Kondisi tidak seimbang tetap terjadi meskipun kewenangan mengatur telah diserahkan kepada lembaga independen karena tekanan untuk memberikan kemudahan kepada perusahaan milik pemerintah terus berlangsung. Perusahaan milik pemerintah sering kali menerima pengecualian baik yang ditetapkan oleh undang-undang maupun atas dasar kebiasaan (praktik) atas perpajakan dan regulasi sehingga mendistorsi persaingan. PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 e. Membuka Akses Sumber Pembiayaan Untuk mengatasi kegagalan pasar pemerintah melakukan intervensi pada industri keuangan dalam bentuk kredit komando kepada kelompok tertentu, memberikan jaminan terhadap kredit swasta dan menyediakan sumber pembiayaan melalui bank dan perusahaan pembiayaan milik pemerintah. Untuk melindungi industri perbankan domestik pemerintah membatasi persaingan dengan bank asing dan lembaga keuangan lainnya. Dengan alasan untuk menyediakan pembiayaan bagi usaha kecil, pemerintah mendirikan bank. Bank milik pemerintah umumnya memiliki mandat yang luas atau memiliki tugas khusus yaitu mengembangkan industri, sektor atau daerah tertentu dan juga sering menyalurkan kredit bersubsidi. Di negara berkembang kinerja bank milik pemerintah umumnya buruk. Mengingat pangsa bank milik negara yang besar pada industri perbankan menyebabkan kinerja keseluruhan sektor perbankan menjadi buruk pula. Kondisi ini menurunkan akses kepada sumber pembiayaan, menurunkan kompetisi, memperburuk alokasi kredit dan mempersempit akses sumber pembiayaan. Untuk meningkatkan kinerja industri keuangan dan mempelajari pengalaman masa lalu terdapat lima pendekatan yang dapat dilakukan yaitu: 1) menjamin stabilitas makro ekonomi, 2) meningkatkan kompetisi, 3) menjamin hak debitur, kreditur dan pemegang saham, 4) memfasilitasi arus informasi dan 5) memastikan bank tidak mengambil risiko berlebihan. Stabilitas ekonomi makro, khususnya inflasi rendah, penyaluran kredit berkelanjutan dan nilai tukar yang realistik merupakan dasar bagi berfungsinya pasar keuangan yang efektif. Ketidakstabilan ekonomi makro meningkatkan volatilitas suku bunga dan nilai tukar sehingga meningkatkan risiko bank dan nasabahnya. Inflasi yang tinggi mengurangi modal bank dan menyulitkan mereka memobilisasi dana masyarakat dan melakukan ekspansi usaha. Membatasi persaingan diantara penyedia jasa keuangan memperlemah pertumbuhan ekonomi. Kebijakan yang membatasi kompetisi seperti larangan pendirian bank baru, larangan beroperasinya bank asing dan kehadiran bank milik pemerintah melukai kinerja sistem keuangan dan akhirnya kinerja perekonomian. Menghilangkan hambatan terhadap kompetisi terbukti dapat meningkatkan stabilitas sistem perbankan, menurunkan marjin suku bunga dan memperluas akses terhadap sumber pembiayaan. Salah satu cara meningkatkan kompetisi adalah secara berhatihati mengijinkan pendirian bank baru. Kompetisi bermanfaat bagi munculnya inovasi. Pembuat kebijakan seringkali khawatir bahwa saingan dari bank asing akan melemahkan sistem perbankan nasional. Bukti menunjukkan kehadiran bank asing meningkatkan efisiensi dan kinerja industri perbankan domestik dan menurunkan marjin suku bunga. Kondisi seperti ini misalnya terjadi ketika Philipina membolehkan bank asing beroperasi. Bank asing juga bermanfaat untuk inovasi. Kehadiran bank asing juga dikhawatirkan akan menurunkan akses usaha kecil kepada industri perbankan. Pengalaman Chile dan Peru menunjukan bukti yang berbeda. Kehadiran bank asing di negara tersebut justru meningkatkan sumber pembiayaan bagi usaha kecil. Bank asing menyalurkan kredit kepada usaha kecil lebih besar dibandingkan dengan yang dilakukan oleh perbankan domestik. Situasi yang sama juga terjadi di Argentina. Saingan yang datang dari lembaga keuangan bukan bank seperti leasing, perusahaan pembiayaan juga memperkuat sistem keuangan. Pemerintah dapat mengurangi masalah yang dihadapi bank sebagai kreditur dan pemegang saham bank sehingga meningkatkan keinginan mereka menyalurkan kredit. Caranya adalah dengan menjamin hak-hak mereka secara jelas dan bila diperlukan dapat ditegakkan. Aturan hukum yang jelas dan dapat ditegakkan penting untuk berkembangnya sistem keuangan. Apabila hak kreditur lemah lembaga keuangan akan enggan menyalurkan pembiayaan kepada perusahaan yang memiliki risiko tinggi. Lemahnya perlindungan kepada pemegang saham menyebabkan timbulnya keengganan bagi investor untuk menambah modal. Pemberian kredit merupakan fungsi strategis yang dimiliki bank dan fungsi ini pula yang sering kali menjadi penyebab bangkrutnya suatu bank. Krisis perbankan yang melanda Asia pada medio 1997 mengajarkan kita tentang hal tersebut. Pemberian kredit memang merupakan kegiatan yang berisiko tinggi. Bank harus mampu menganalis dan memprediksi suatu permohonan kredit untuk dapat meminimalkan risiko yang terkandung di dalam penyaluran kredit tersebut. Informasi tentang calon nasabah debitur merupakan faktor krusial dalam menentukan tingkat risiko yang bakal dihadapi bank. Penentuan eligible atau bankable tidaknya seseorang atau suatu perusahaan tergantung seberapa banyak 37 PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 informasi akurat yang dimiliki bank tentang calon debitur. Upaya pemerintah untuk membatasi pengambilan risiko oleh bank dan lembaga keuangan lainnya dilakukan dengan berbagai alasan. Terbatasnya tanggung jawab pemegang saham dapat mengakibatkan kecenderungan bank melakukan kegiatan usaha berisiko tinggi. Penerapan ketentuan kehati-hatian (prudential regulation) dapat menurunkan risiko kebangkrutan bank dan sekaligus mengurangi kemungkinan pemerintah terpaksa melakukan bailout. Prudential regulation juga dapat mencegah terjadinya seistemic banking crises. Akan tetapi pelaksanaannya tidak mudah. Menerbitkan peraturan dan melaksanakannya secara efektif membutuhkan biaya dan keahlian. Tambahan pula, niat baik seringkali dilemahkan oleh korupsi dan nepotisme. Pengawas bank dapat memaksa agar kredit disalurkan kepada kelompok tertentu. Bank juga dapat “membeli” pengawas dan mempengaruhi mereka agar tidak mengambil tindakan meski bank melakukan pelanggaran ketentuan. Ketentuan keterbukaan (sunshine regulation) yang memaksa dilakukannya transparansi informasi dipandang merupakan alternative pendekatan untuk membentuk perbankan yang sehat. Sistem perbankan akan berjalan baik apabila disiplin pasar(market discipline) diterapkan. Efektivitas pengawasan masyarakat tergantung pada ketentuan dapat ditegakkannya pengungkapan informasi. Disamping itu, juga diperlukan persyaratan adanya perusahaan rating yang bekerja dengan baik, proporsi kepemilikan pemerintah pada bank dikurangi dan lembaga penjamin simpanan didisain dengan baik. kecurigaan terhadap investor asing menjadi meningkat. Investor asing dengan kekuatan modal dan keahliannya dapat lebih mudah mengatasi distorsi yang diciptakan pemerintah sehingga terlihat sebagai monster yang memangsa pengusaha lokal. Apabila pemerintah dapat mempermudah akses ke dunia usaha maka diharapkan kehadiran penanam modal asing dapat dimaksimalkan manfaatnya tanpa meminggirkan pengusaha lokal. 5.2. Saran Adapun saran yang dapat penulis berikan dalam pembahasan ini adalah Pemerintah perlu menumbuh kembangkan dunia perbankan. Apabila industri keuangan bekerja dengan baik maka sumber dana untuk melakukan penanaman modal (investasi) tentunya akan tersedia bagi segala bentuk dunia usaha. Pemerintah diharapkan mampu mengembangkan dunia usaha dengan lebih memperhatikan para pengusaha lokal. Pemerintah harus mampu membangun kredibilitas sehingga akan mempengaruhi kepercayaan para investor untuk menanamkan modalnya didalam negeri. DAFTAR PUSTAKA Aristya, Dika, 2014, Sistem Ekonomi Indonesia, http://9triliun.com/artikel/420/sistemekonomi-indonesia.html Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Murni, Asfia, 2006, Ekonomika Makro, edisi 9, Bandung Refika Aditama V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kehadiran penanaman modal asing (investasi asing) sebagai konsekuensi liberalisasi pada dasarnya adalah pisau bermata dua. Mereka dapat menjadi pendorong tumbuhnya sektorsektor ekonomi tertentu tetapi sekaligus dapat meminggirkan pengusaha lokal. Pengalaman banyak negara menunjukan, terpinggirnya pengusaha lokal bukan disebabkan kehadiran investor asing. Kebijakan pemerintah yang sering kali menghambat atau paling tidak mempersempit peluang wirausaha lokal untuk mendapatkan akses ke pasar. Akibatnya 38 Tambunan, Tulus, 2011, Perekonomian Indonesia : Kajian Teoritis dan Analisis Empiris, Ghalia Indonesia Undang-undang RI No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/1967/1T AHUN~1967UU.HTM http://www.academia.edu/4870433/Penanaman _Modal_Asing_di_Indonesia PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 39