BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan Uud1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, kemudian diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945. Dalam sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan kata lain, dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi,dibatasan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu. Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar negara ataupun ideologi, namun demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa suatu platform dalam format dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat survive dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan Sidang Istimewa MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4 dan dekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut juga sekaligus mencabut mandat MPR yang diberikan kepada presiden atas kewenangan untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila. 1 Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia perguruan tinggi memliki tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah dan obyektif. Di zaman dewasa ini banyak sekali perubahan yang telah terjadi, globalisasi dan modernisasi telah berkembang sebegitu pesatnya, hal ini berdampak pula pada ideologi bangsa Indonesia yakni Pancasila, nilainilai yang terkandung di dalamnya semakin lama semakin tergerus dengan kebudayaan-kebudayaan luar. Agar Indonesia ini tetap bersatu , kokoh dan mempertahankan nilai-nilai dasar Pancasila dalam menghadapi perubahanperubahan ini, maka para generasi mudalah yang meski berjuang memperthankan kedaulatan bangsa. B. Permasalahan Makna serta pengertian Reformasi dewasa ini sering disalah artikan sehingga gerakan masyarakat yang melakukan perubahan yang mengatasnamakan gerakan reformasi juga tidak sesuai dengan pengertian reformasi itu sendiri. Hal ktu terbukti dengan maraknya gerakan masyarakat dengan mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan makna reformasi itu sendiri, misalnya pemaksaan kehendak dengan menduduki kantor suatu instansi atau lembaga baik negeri maupun swasta, memaksa untuk mengganti pejabat dalam suatu instansi, melakukan pengrusakan,bahkan yang paling memperihatinkan adlah melakukan pengerahan massa dengan merusa dan membakar toko-toko, pusat-pusat kegiatan ekonomi, kantor instansi pemerintah, fasilitas umum, kantor pos, kantor bank, disertai dengan penjarahan dan penganiayaan. Oleh karena itu makna reformasi harus benar-benar diletakkan dalam pengertian yang sebenarnya sehingga agenda proses reformasi itu benar-benar sesuai tujuannya. 2 Pada jaman yang modern ini, perubahan yang terjadi karena intervensi dari berbagai pihak sangat dirasakan dampaknya bagi bangsa Indonesia khusunya dalam Pancasila. Modernisasi dan globalisasi telah merubah gaya hidup masyarakat yang juga berdampak pada Pancasila, banyak nilai-nilai Pancasila yang sudah mulai luntur. Nilai-nilai tradisi bangsa ini juga sudah mulai tergantikan karena sudah semakin dekat jarak antara hubungan negara dengan pengaruh budaya luar. Globalisasi yang semakin berkembang dan pengaruhnya begitu besar bagi bangsa ini membuat masyarakat harus pandai-pandai menyikapi perubahan demi utuhnya NKRI. C. Metode Analisis a. Landasan Historis Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding father) dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila) dan diberi nama Pancasila. Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa. Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila. 3 b. Landasan Kultural Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah merupakan hasil konseptual seseorang saja melainkan merupakan suatu hasil karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara. Oleh karena itu generasi penerus terutama kalangan intelektual kampus sudah seharusnya untuk mendalami serta mengkaji karya besar tersebut dalam upaya untuk melestarikan secara dinamis dalam arti mengembangkan sesuai dengan tuntutan zaman. c. Landasan Yuridis Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan. Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi, yang terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi mengeluarkan Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Ramburambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa kompetensi kelompok mata kuliah MPK bertujuan menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual. Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK 4 Pancasila adalah terdiri atas segi historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan bernegara serta etika politik. Pengembangan tersebut dengan harapan agar mahasiswa mampu mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali masalah hidup terutama kehidupan rakyat, mengenali perubahan serta mampu memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya demi persatuan bangsa. d. Landasan Filosofis Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan obyektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan YME. Setiap aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk sistem peraturan perundangundangan di Indonesia. Oleh karena itu dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan. 5 BAB II PEMBAHASAN A. Modernisasi 1. Pengertian globalisasi Arti kata modernisasi dengan kata dasar modern berasal dari bahasa Latin modernus yang dibentuk dari kata modo dan ernus. Modo berarti cara dan ernus menunjuk pada adanya periode waktu masa kini. Modernisasi berarti proses menuju masa kini atau proses menuju masyarakat yang modern. Modernisasi dapat pula berarti perubahan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat yang modern. Jadi, modernisasi merupakan suatu proses perubahan di mana masyarakat yang sedang memperbaharui dirinya berusaha mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki masyarakat modern. 2. Ciri – ciri modernisasi Modernisasi dapa terwujud apabila masyarakatnya memiliki individu yang mempunyai sikap modern, menurut Alex Inkeles, terdapat 9 ciri manusia modern. Ciri-ciri sebagai berikut: a. Memiliki sikap hidup yang menerima hal-hal yang baru dan terbuka untuk perubahan. b. Memiliki keberanian untuk menyatakan pendapat atau opini mengenai lingkungannya sendiri atau kejadian yang terjadi jauh di luar lingkungannya serta dapat bersikap demokratis. c. Menghargai waktu dan lebih banyak berorientasi ke masa depan daripada masa lalu. d. Memiliki perencaan dan pengorganisasian. e. Percaya diri. f. Perhitungan. g. Menghargai harkat hidup manusia lain. 6 h. Percaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi. i. Menjunjung tinggi suatu sikap di mana yang diterima seseorang haruslah sesuai dengan prestasinya dalam masyarakat. 3. Syarat-syarat Modernisasi Selain dorongan modernisasi, terdapat pulaa syarat-syarat modernisasi. Menurut Sarjono Soekamti, syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut: a. Cara berpikir ilmiah (scientific thinking) yang sudah melembaga dan tertanam kuat dalam kalangan pemerintah maupun masyarakat luas. b. Sistem administrasi Negara yang baik dan benar-benar mewujudkan birokrasi. c. Sistem pengumpulan data yang baik, teratur, dan terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu seperti BPS (Badan Pusat Statistik). d. Penciptaaan iklim yang menyenangkan (favourable) terhadap modernisasi terutama media massa. e. Tingkat organisasi yang tinggi, terutama disiplin diri. f. Sentralisasi wewenang dalam perencaan sosial (social planning) yang tidak mementingkan kepentingan pribadi atau golongan. g. Sikap Mental Manusia Modern Selain syarat-syarat di atas, agar modernisasi berjalan lancar perlu dukungan kebudayaan masyarakat. Kebudayaan suatu masyarakat dapat menjadi pendorong sekaligus penghambat proses modernisasi. Karena itu, sikap mental dan nilai budaya suatu masyarakat sangat menentukan diterima atau ditolaknya suatu perubahan atau modernisasi. Sikap mental yang dapat menjadi pendorong proses modernisasi antara lain adalah rajin, tepat waktu, dan berani mengambil resiko. 7 4. Gejala-Gejala Modernisasi Gejala-gejala modernisasi dapat ditinjau dari berbagai bidang modernisasi kehidupan manusia sebagai berikut ini. 1. Bidang budaya, ditandai dengan semakin terdedaya tradisional oleh terdesaknya budaya tradisional oleh pengaruh masuknya pengaruh budaya dari luar, sehingga budaya asli semakin pudar. 2. Bidang politik, ditandai dengan semakin banyaknya Negara yang lepas dari penjajahan, munculnya Negara-Negara yang baru merdeka, tumbuhnya Negara-Negara demokrasi, lahirnya lembaga-lembaga politik, dan semakin diakuinya hak-hak asasi manusia. 3. Bidang ekonomi, ditandai dengan semakin kompleksnya kebutuhan manusia akan barang-barang dan jasa sehingga sektor industri dibangun secara besar-besaran untuk memproduksi barang. 4. Bidang sosial, ditandai dengan semakin banyaknya kelompok baru dalam masyarakat, seperti kelompok buruh B. Globalisasi 1. Pengertian Globalisasi Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya adalah uiversal. Achmad suparman menyatakan globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatun (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah globalisasi belm memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (work definitio), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai proses sosial, atu proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa sekuruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatusn ko-eksistensi dengan nyingkirkan batasbatas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebagai sebuah proyek yang di usung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja 8 orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yng kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi duia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidangbidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitt merupakan orang yng pertama kali menggunakan istilah globalisasi pada tahun 1985. Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadarn dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidak pastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman tranformasi sosial. Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai “zaman transformasi sosial”. Setiap beberapa ratus tahun dalam sejarah manusia, transformasi hebat terjadi. Dalam beberapa dekade saja, masyarakat telah berubah kembali baik dalam pandangan mengenai dunia, nilai-nilai dasar, struktur politik dan sosial, maupun seni. Lima puluh tahun kemudian, muncullah sebuah dunia baru. Rosabeth Moss Kanter menganalogikan globalisasi seperti sebuah pusat perbelanjaan global. Dunia menjadi sebuah pusat perbelanjaan global dalam gagasan dan produksinya tersedia di setiap tempat pada saat yang sama. Meskipun demikian, sebagai mahasiswa, kita perlu hati-hati dalam menggunakan istilah globalisasi sebagaimana diindikasikan oleh Wiseman: “Globalisasi adalah kata yang paling rumit yang ada di akhir abad ke-20 karena kata ini memiliki beragam arti dan dapat dipakai dalam berbagai hal”. 9 Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi: 1. Internasionalisasi: globalisasi di artikansebagai meningkatnya hubungan internasional‟ dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitsnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain. 2. Liberalisasi: globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi. 3. Universakisasi: globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material juga imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia. 4. Westernisasi: westernisasi adalah suatu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal. 5. Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: arti kelima ini bereda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masingmasing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian kelima, dunia global memiliki ontologi sendiri, bukan sekedar gabungan negara-negara. 2. Ciri-ciri globalisasi 1. Perubahan dalam konstanting ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telefon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hak dari budaya yang berbeda. 2. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan 10 multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO). 3. Penungkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olahraga internasional). Saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi berabeka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan. 4. Meningkatnya masalah bersama, misalnnya pada bidang lingkungan hidup, krisi multinasional, inflasi regional dan lain-lain. 3. Proses Globalisasi Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini dapat dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi antar bangsa di dunia telah ada selama berabad-abad. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negeri sekita tahun 1000 dan 1500 SM. Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum Muslim di Asia dan Afrika. Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa, Spanyol, Portugis, Inggris dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga munculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika Perang Dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya, negaranegara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. 11 C. Reformasi Makna reformasi secara etimologis berasal dari kata „reformation‟dengan akar kata „refor‟ yang secra semantik bermakna „make or become better by removing or putting right what is bad or wrong‟ (Oxford advanced Learner‟s Dictionary of Current English, 1980, dalam Wibisono, 1998 : 1). Secara harfiah reformasi memiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang, menata kembali halhal yang menyimpanng untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan bentuk nilai-nilai ideal yang dicita-itakan rakyat (Riswanda, 1998). Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syaratsyarat sebagai berikut: 1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. 2. Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indoneia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan kepada dasar nilai-nilai sebagaiman yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. 3. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi. Reformasi pada prinsipnya garakan untuk mengadakan suatau perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan struktural yang ada karena adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sisitem negara demokrasi. 4. Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan ke arah kondisi serta keadaan yang lebih baik. Perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi kehidupan rakyat yang lebihbaik dalam segala aspeknya antara lain bidang 12 politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan. Dengan kata lain, reformasi harus dilakukan ke arah peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai manusia. 5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagaimanusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa. D. Pancasila Pasca Reformasi Ketika gelombang gerakan reformasi melanda Indonesia maka seluruh aturan main dalam wacana politik mengalami keruntuhan terutama praktek-praktek elit politik yang dihinggapi penyakit KKN. Bangsa Indonesia ingin mengadakan perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradap. Dalam kenyataanya reformasi ini harus dibayar mahal oleh bangsa Indonesia yaitu dampak sosial, politik, ekonomi terutama kemanusiaan. Para elit politik memanfaatkan gelombang reformasi ini demi meraih kekuasaan, sehingga tidak mengherankan jika banyak terjadi pembenturan kepentingan politik. Ancaman disintegrasi dan sentiman SARA semakin merongrong eksistensi bangsa Indonesia, aparat keamanan diletakkan dalam posisi yang sangat sulit bahkan krisis kepatuhan terhadap hukum semakin merosot, sehingga hukum seakan-akan sudah tidak brfungsi lagi. Kondisi ekonomi semakin memprihatinkan sektor riil sudah tidak berdaya, banyak perusahaan maupun perbankan yang gulung tikar yang dengan sendirinya disertai dengan PHK dan bertambahnya jumlah tenaga kerja potensial yang ngganggur. Namun demikian dibalik berbagai macam keterpurukan bangsa 13 Indonesia tersebut masih tersebut masih tersisa satu keyakinan akan nilai yang dimilikinya yaitu nilai-nilai yang berakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai-nilai Pancasila. Reformasi adalah menata kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara dibawah nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia. Betapapun perubahan dan reformasi dilakukan namun bangsa Indonesia tidak akn menghancurkan nilai religiusnya, nilai kemanusiaannya, nilai persatuannya, nilai kerakyatan serta nilai keadilannya. Bahkan pada hakikiatnya reformasi itu sendiri adalah mengembalikan tatanan kenegaraan ke arah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang baik pada masa orde lama maupun orde baru. Oleh karena itu proses reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas yang merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Secara historis telah kita pahami bersama bahwa pendiri negara telah menentukan suatu asas, sumber nilai sertasumber norma yang fundamental dari negara Indonesia yaitu Pancasila, yang bersumber dari apa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai-nilai yang merupakan pandangan hidup seharihari bangsa Indonesia. Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan adalah ada secara obyektif dan melekat pada bangsa Indonesia yang merupakan pandangan dalam kehidupan bangsa sehari-hari. Oleh karena itu bilamana bangsa Indonesia meletakkan sumber nilai, dasar filosofi serta sumber norma kepada nilai-nilai tersebut bukanlah suatu keputusan yang bersifat politis saja melainkan suatu keharusan yang bersumber dari kenyataan hidup pada bangsa Indonesia sendiri sehingga 14 dengan kata lain bersumber dari kenyataan objektif pada bangsa Indonesia sendiri. Reformasi dengan melakukan perubahan dalam berbagai bidang yang sering diteriakkan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan terhadap sumbernya itu sendiri. Reformasi harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma Reformasi Total tersebut. E. Hakikat Pancasila Pancasila merupakan dasar yang sangat fundamental dalam kelangsungan bangsa Indonesia. Oleh karena itu seharusnya Pancasila menjadi pedoman bagi setiap rakyat dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam menyikapi perubahan-perubahan yang dibawa oleh modernisasi dan juga globalisasi yang sekarang ini telah berpengaruh besar terhadap eksistrensi Pancasila sebagai dasar negara kita. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila senantiasa harus menjadi pedoman bangsa dalam melakukan reformasi. 15 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Para pendiri negara telah menentukan suatu asas, sumber nilai serta sumber norma yang fundamental dari negara Indonesia yaitu Pancasila, yang bersumber dari apa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai-nilai yang merupakan pandangan hidup sehari-hari bangsa Indonesia. Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan adalah ada secara obyektif dan melekat pada bangsa Indonesia yang merupakan pandangan dalam kehidupan bangsa sehari-hari. Oleh karena itu dalam menyikapi perubahan-perubahan dan pengaruh-pengaruh kehidupan dari luar yang semakin maju ini, bangsa Indonesia harus tetap bearada pada jalur yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Bangsa Indonesia sebagai negara berkembang sudah selayaknya mengikuti era perkembangan jaman, akan tetapi nilai-nilai Pancasila tetap harus di jaga agar tetap terjaga keutuhan bangsa Indonesia. B. Saran Dalam kehidupan kenegaraan dewasa ini yang sedang melakukan reformasi bukan berarti kita mengubah cita-cita, dasar nilai serta pandangan hidup bangsa melainkan melakukan perubahan dengan menata kembali dalam suatu platform yang bersumber pada nilai-nilai dari silasila dalam Pancasila dalam segala bidang refomasi, antara lain dalam bidang hukum, politik, ekonomi serta bidang-bidang lainnya. 16 DAFTAR PUSTAKA Dipoyudo, Kirdi. 1984. Pancasila Arti dan Pelaksanaannya. Jakarta:CSIS. http://www.elearning.gunadarma.ac.id . Pendidikan Pancasila. Diakses pada 20 Oktober 2011. Imawan, riswanda. 1998. Makna Reformasi : Salah Kaprah, SKH. Kedaulatan Rakyat, 22 Juni, 1999, Yogyakarta. Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma. Wibisono, Siswomiharjo Koento. 1998. Pancasila dalm Persepektif Gerakan Reformasi: Aspek Sosial Budaya, Makalah Diskusi Panel Pada Pusat Studi Pancasila. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta. 17