I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jagung

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia maupun hewan. Di Indonesia jagung merupakan makanan
pokok kedua setelah padi. Jagung dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk
makanan antara lain sebagai sayuran, namun demikian jagung mempunyai
peranan yang tidak kalah pentingnya dengan padi sebagai sumber karbohirat.
Untuk memenuhi kebutuhan jagung yang terus meningkat, diperlukan
peningkatan produksi. Peningkatan produksi dapat dilakukan melalui peningkatan
produktivitas lahan dan tanaman serta perluasan areal pertanaman (IPPTP, 1997;
BPTP, 2000). Peningkatan produktivitas lahan dan tanaman dapat dilakukan
dengan penambahan input. Sedangkan perluasan areal tanam dilakukan dengan
pembukaan lahan baru terutama pemanfaatan lahan-lahan marginal (Adisarwanto
dan Widyastuti, 2002).
Nitrogen (N) merupakan salah satu hara makro yang menjadi pembatas utama
produksi tanaman, baik di daerah tropis maupun di daerah-daerah beriklim
sedang. Hakim dkk., (1986) menyatakan bahwa dari semua unsur hara, N
dibutuhkan paling banyak, tetapi ketersediaanya selalu rendah, karena
mobilitasnya yang sangat tinggi. Nitrogen umumnya dibutuhkan tanaman dalam
jumlah banyak, namun jumlahnya dalam tanah sedikit sehingga pemberian pupuk
2
nitrogen merupakan suatu keharusan untuk dapat memperoleh hasil yang tinggi.
Pemupukan nitrogen penting artinya ditinjau dari segi hasil dan kualitas tanaman
serta polusi lingkungan yang ditimbulkan. Nitrogen pada umumnya diserap
tanaman dalam bentuk NH4+ (amonium) dan NO3- (nitrat), senyawa ini diserap
melalui akar ke daun selama proses asimilasi yang kemudian ditransformasikan
dalam bentuk asam amino dan protein (Indranada, 1994).
Dewasa ini
pemupukan dengan pupuk anorganik
atau pupuk buatan
penggunaannya semakin meningkat. Hal ini bila berlangsung terus-menerus dapat
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hara dalam tanah, sehingga dapat
menurunkan produktivitas tanah pertanian (Sumarno, 2006). Salah satu alternatif
untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah adalah dengan
pemberian bahan organik. Pemberian bahan organik, selain dapat meningkatkan
kesuburan tanah juga dapat mengurangi penggunaan pupuk buatan yang harganya
relatif mahal dan terkadang sulit diperoleh.
Selain itu bahan organik mempunyai peran yang sangat peting terhadap terhadap
perbaikan sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Fungsi fisik bahan organik adalah
dalam pembentukan agregat yang mantap, keadaan ini besar pengaruhnya pada
porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah dan temperatur tanah
serta pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman (Adi dkk., 1998; Sanchez,
1982).
Fungsi biologis bahan organik adalah sebagai sumber energi dan makanan
mikroorganisme tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme
tanah yang sangat bermanfaat dalam penyediaan hara dan siklus hara dalam tanah
serta akan mengurangi pencemaran lingkungan (Saraswati dan Sumarno, 2007).
3
Mengingat pentingnya peranan bahan organik dalam mempertahankan dan
meningkatkan kesuburan tanah, maka upaya peningkatan kesuburan tanah melalui
daur ulang nutrisi tanaman harus dioptimalkan (Saraswati dan Sumarno, 2007).
Sumber bahan pupuk organik yang banyak terdapat di sekitar petani adalah pupuk
kandang dan jerami. Sebagian besar unsur hara yang terdapat dalam pupuk
organik (serasah tanaman) yang ditambahkan ke tanah berada dalam bentuk
senyawa organik. Unsur hara dalam bentuk senyawa organik tersebut tidak dapat
langsung dimanfaatkan oleh tanaman, maka serasah tanaman tersebut harus
mengalami proses dekomposisi atau mineralisasi. Dekomposisi atau mineralisasi
adalah proses perombakan senyawa organik pada serasah tanaman secara biologis
menjadi bentuk senyawa anorganik, sehingga bisa diserap tanaman.
Proses perombakan bahan organik yang terjadi secara alami akan membutuhkan
waktu relatif lama, hal ini sangat menghambat penggunaan bahan organik sebagai
sumber hara. Apalagi jika dihadapkan pada tenggang waktu masa tanam yang
singkat, sehingga pembenaman bahan organik sering dianggap kurang praktis dan
tidak efisien. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan inokulasi pupuk
hayati mikroba perombak bahan organik (MPBO) guna mempercepat proses
perombakan bahan organik. Penggunaan pupuk hayati MPBO telah banyak
digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi dalam pembuatan bokasi atau
kompos (Saraswati dan Sumarno, 2007). Penggunaan pupuk hayati MPBO untuk
mempercepat proses dekomposisi bahan organik yang langsung digunakan di
lapangan belum banyak dilakukan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian
penggunaan pupuk hayati MPBO Biomikro dilapangan untuk mempercepat
penggunaan kombinasi jerami dan pupuk kandang dalam menyumbangkan N pada
4
tanaman jagung.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian biodekomposer
(Biomikro) pada kombinasi jerami dan pupuk kandang terhadap pelepasan CO2,
amonium dan nitrat.
C. Kerangka Pemikiran
Tantangan di daerah tropik dalam mengembangkan system pertanian yang
berkelanjutan adalah mempertahankan kesuburan tanah melalui pasokan dan
pengelolaan dari sisa-sisa bahan organik yang efisien dengan menekankan pada
perbaikan aktivitas biologis, fisik dan kimia tanah dengan prinsip mengembalikan
hara atau nutrisi yang terangkut pada saat panen melalui penambahan pupuk
organik dari berbagai sumber yaitu serasah tanaman, pupuk kandang secara
periodik ke dalam tanah (Sumarno, 2006).
Syukur dan Indah (2006) mengemukakan semakin banyak pupuk organik yang
diberikan akan menyumbangkan bahan organik yang banyak pula sehingga
banyak bahan organik yang termineralisasi menjadi N anorganik dan diiringi pula
dengan meningkatnya NO3- tanah.
Bertambahnya takaran pupuk organik
memperbaiki aerasi tanah yang memacu bakteri nitrifikasi sehingga lebih banyak
NH4+ yang diubah menjadi NO3- .
Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan organik
dapat meningkatkan produksi dan mengurangi kebutuhan pupuk kimia. Pemberian
pupuk kandang pada tanah ultisol di Bumi Asih sampai takaran 10 t ha-1 dapat
meningkatkan hasil jagung dari 0,76 t menjadi 3, 47 t pipilan kering ha-1
5
(Supriyono dkk., 1998). Hasil penelitian di Lampung Utara menunjukkan bahwa
penambahan bahan organik asal famili kacang-kacangan dapat melepaskan hara N
20
45% dari jumlah total N yang terkandung di dalamnya selama satu siklus
musim tanam (Handayanto dkk., 1994 dalam Hairiah dkk., 2007). Pemberian
pupuk jerami padi dicampur pupuk kandang memberikan hasil yang tertinggi pada
tinggi tanaman, berat polong kering dan jumlah polong dibanding pemberian
jerami atau pupuk kandang saja serta kontrol (Arinong dkk., 2006).
Proses
dekomposisi
akan
dipercepat
dengan
pemberian
biodekomposer
(biomikro). Biodekomposer (biomikro) merupakan campuran dari penambat N2
secara asosiatif, mikroba pelarut P dan perombak selulosa, yang secara aktif
mengatur mikroorganisme yang ada di tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah
dan serapan NPK pada tanaman. Pemberian biodekomposer dan pupuk kandang
diharapkan dapat mempercepat pelapukan bahan organik. Nuraida dan Muchtar
(2006) mengemukakan bahwa pemberian biodekomposer yang dikombinasikan
dengan kompos dan pupuk kandang dapat meningkatkan kadar N, P, dan K
tanaman, akibatnya pertumbuhan dan produksi jagung meningkat.
Saraswati (2008) mengemukakan, bahwa pemanfaatan mikroorganisme perombak
bahan organik yang sesuai dengan subsrat bahan organik dan kondisi tanah
merupakan alternatif yang efektif untuk mempercepat dekomposisi bahan organik
dan sekaligus sebagai suplementasi pemupukan. Percepatan perombakan sisa hasil
tanaman dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan kesediaan hara tanah,
sehingga masa penyiapan lahan dapat lebih singkat dan mempercepat masa tanam
berikutnya, yang berarti akan meningkatkan intensitas penanaman.
D. Hipotesis
6
Pemberian biodekomposer (biomikro) dan dosis 5 t ha-1 jerami + 5 t ha-1 pupuk
kandang sapi + biomikro (K6) akan lebih meningkatkan pelepasan CO2, kadar
amonium dan nitrat dibandingkan dengan pemberian kombinasi lainnya.
Download