modal sosial dan budaya bagi peningkatan kualitas

advertisement
MODAL SOSIAL DAN BUDAYA
BAGI PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN PERSEKOLAHAN
(PENGGALIAN TEMA-TEMA PENELITIAN DISERTASI S3 ILMU PENDIDIKAN)
Disampaikan pada Graduate Student Seminar
Minggu, 17 Oktober 2010
Di Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
Oleh: Sodiq A. Kuntoro
1. Problem Peningkatan Kualitas Sekolah
Selama ini sudah banyak program-program nasional yang dikaitkan dengan
peningkatan kualitas pendidikan persekolahan, misalnya program perbaikan kurikulum,
yang terkenal dengan kurikulum berbasis kompetensi, program perbaikan manajemen
pendidikan, yang memperkenalkan manajemen berbasis sekolah (MBS); program
peningkatan SDM (tenaga pendidik) yang meningkatkan empat kompetensi dasar
tenaga pendidikan profesional, program peningkatan kualifikasi pendidikan profesional
yang secara umum semua tenaga pendidik dari TK, SD, SMP, SMA dituntut untuk
memiliki kualifikasi pendidikan tamat program pendidikan S1, program pengembangan
sekolah unggulan dan sekolah bertaraf internasional yang memperkenalkan pelaksanaan
pendidikan yang berkualitas dan diakui secara internasional, sehingga lulusannya
memperoleh kesempatan besar untuk meneruskan belajar atau bekerja di luar negeri.
Permasalahannya adalah usaha-usaha yang telah banyak dilakukan seperti di atas
masih menimbulkan tanda tanya akan keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan
sekolah pada saat ini. Pertanyaan seperti apakah kualitas pendidikan sekolah kita sudah
baik? Atau apakah kualitas proses pendidikan atau kehidupan sekolah kita mengalami
peningkatan menjadi lebih baik? Atau apakah lulusan sekolah kita memiliki kompetensi
yang dibutuhkan oleh dunia yang kerja yang cepat berubah oleh karena cepatnya
perubahan di masyarakat, adalah masih menjadi pertanyaan yang merisaukan bagi para
ahli atau pemerhati pendidikan atau warga masyarakat kebanyakan. Jawaban
pertanyaan semacam ini memang tidak mudah untuk disampaikan, karena tentu
membutuhkan bukti-bukti empirik yang harus dapat diterima atau memuaskan bagi
1
semua pihak, dan mungkin membutuhkan interpretasi baru data yang dihasilkan dari
kegiatan penelitian.
Pertanyaan di atas lebih dimaksudkan untuk mendorong kita semua berpikir lebih
luas dan mendalam tentang realitas pendidikan persekolahan kita yang masih jauh dari
kondisi
yang
diharapkan.
Secara
umum
orang
tua
atau
warga
masyarakat
mengharapkan anak dan pemuda yang mengikuti pendidikan di lembaga ini berkembang
menjadi manusia atau warga negara yang baik dan menguasai pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk kemajuan. Sementara dalam realitas kehidupan
masih banyaknya tindak perilaku yang tidak bermoral baik yang dilakukan oleh anak,
pemuda, bahkan orang dewasa adalah menjadikan munculnya pertanyaan tentang
kualitas pendidikan sekitar kita. Ditambah dengan masih banyak jumlah tamatan
sekolah yang belum mendapat pekerjaan dan kehidupan ekonomi yang sulit bergerak
mencapai kemajuan mendorong pertanyaan apakah pendidikan sekolah kita belum
dapat berperan dengan baik dalam membekali ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai,
sikap, moralitas anak dan pemuda.
Banyak analisis para ahli yang ditujukan pada lembaga pendidikan kita yang
selama ini lebih mengutamakan pembaharuan pendidikan sekolah pada peningkatan
pengetahuan teknikal, dan penyediaan peralatan teknologi modern dalam kegiatan
belajar, tetapi secara fundamental kurang memperhatikan peningkatan kualitas sekolah
melalui penggunaan modal sosial dan budaya dari masyarakatnya. Seolah-olah
perkembangan kualitas pendidikan sekolah kita berkembang secara teknikal, tetapi tidak
didukung oleh basis fondasi yang kuat akan nilai-nilai sosial budaya yang sudah lama
menjadi kekayaan masyarakat kita.
Pendidikan sekolah kita kurang memperhatikan pada kekuatan sosial dan budaya
untuk digunakan bagi perbaikan kehidupan sekolah karena penekanan perbaikan
sekolah pada peningkatan pengetahuan teknikal dan pengembangan peralatan teknologi
modern, sehingga kehidupan sekolah sebagai proses interaksi manusiawi di antara
siswa, guru, kepala sekolah, karyawan kurang berkembang dan kurang memperoleh
perhatian. Sebenarnya setiap upaya membangun sekolah yang baik adalah sama
dengan upaya membangun masyarakat yang baik, karena sekolah adalah suatu tempat
yang disengaja dibangun untuk menjadi tempat yang baik bagi pendidikan atau belajar
generasi anak dan pemuda dari suatu masyarakat.
2
Plato menyatakan : “Kehidupan yang baik hanya dapat terjadi dalam masyarakat
yang baik“. Ini berarti apabila masyarakatnya rusak maka kehidupan manusianya juga
mengalami kerusakan, Begitu juga dapat dikatakan terkait dengan sekolah sebagai
tempat pendidikan dan belajar adalah kehidupan anak dan pemuda yang baik dalam
sekolah hanya dapat terjadi dalam sekolah yang baik. Persoalannya adalah sekolah
adalah masyarakat kecil yang seolah-olah menjadi tempat ideal di mana anak dan
pemuda oleh orang tuanya dipercayakan untuk memperoleh asuhan dan pendidikan dari
guru dan pengasuh lain. Guru memikul tanggung jawab “in loco parentis” sebagai
pengganti orang tua yang dipercayai untuk mendidik anak. Hanya sekolah yang baik
yang dapat mengembangkan kehidupan anak dan pemuda yang baik.
Kehidupan yang baik menurut pandangan kefilsafatan adalah apabila masyarakat
itu menghargai pada nilai-nilai kebaikan (goodness), kebenaran (truth), dan keindahan
(beauty). Begitu juga kehidupan sekolah yang baik adalah apabila sekolah itu
menghargai dan melaksanakan nilai kebaikan, kebenaran, dan keindahan secara ideal
sekolah yang baik dituntut untuk dapat mengembangkan tiga aspek kehidupan diatas
kebaikan, kebenaran, dan keindahan secara harmonis agar dapat membangun
kehidupan anak dan pemuda yang baik. Sekolah yang terlalu mengejar capaian prestasi
pengetahuan untuk dapat dikatakan sebagai sekolah yang berhasil, dengan melalui
keberhasilan prestasi ujian nasional mungkin tidak dapat dikatakan salah sama sekali
karena adanya tuntutan orang tua dan masyarakat. Akan tetapi sebagai ahli pendidikan
seharusnya tidak berpikir sekedar berpikir praktis, jangka pendek dan parsial, namun
dibutuhkan pemikiran pendidikan yang berdimensi normatif untuk mencapai atau
mewujudkan nilai ideal dan apa yang seharusnya bagi kehidupan individu dan sosial.
Pencapaian prestasi keilmuan yang tinggi tanpa dilandasi kekuatan nilai kebaikan
(moral) akan menghasilkan tamatan sekolah yang mudah terbawa pada tindakan tidak
bermoral yang dapat merusak kehidupan di masyarakat. Secara umum orang tua, para
ahli, para kyai, pendeta lebih mengutamakan peran lembaga pendidikan (sekolah,
madrasah, pesantren, wihara dll), untuk menanamkan kekuatan nilai kebaikan pada diri
para siswa, seolah-olah meletakkan tugas pengembangan ilmu pengetahuan menjadi
penting kedua, bukan pertama. Sementara lembaga pendidikan sekolah kita walaupun
dalam undang-undang pendidikan ditekankan tugas membangun moralitas (keimanan
3
dan ketaqwaan) diletakkan pada nomor satu, tetapi dalam operasionalnya lebih tergeser
menjadi tugas nomor dua.
Dimensi ketiga dari kehidupan yang baik adalah penghargaan pada nilai
keindahan, di samping penghargaan terhadap nilai kebaikan dan kebenaran. Trilogi
kehidupan yang baik yaitu penghargaan pada kebaikan, kebenaran, dan keindahan
seharusnya juga menjadi perhatian bagi pengembangan dan peningkatan kualitas
pendidikan sekolah kita. Secara umum para ahli dan pendidik sekarang ini sering
mengatakan dwilogi (dua ajaran) saja yang menjadi tugas pendidikan sekolah yaitu
menjadikan manusia baik (warga negara baik) dan manusia cerdas (warganegara
cerdas); seolah-olah warga negara indah tidak ditampakkan secara eksplisit mungkin
karena sifat yang subyektif sekali dari keindahan. Sebenarnya kehidupan yang indah
tetap dibutuhkan atau tidak hilang, akan tetapi sering dilihat menjadi satu atau menyatu
dengan nilai kebaikan. Ini berarti bahwa sesuatu perilaku atau tindakan yang baik selalu
mengandung nilai keindahan, sedang perilaku atau tindakan yang menghancurkan atau
jahat mengandung nilai tidak indah (jelek). Dapat dikatakan manusia yang berbuat baik
seperti tindakan menolong mereka yang terkena bencana alam misalnya adalah suatu
perbuatan yang indah, sementara manusia yang berbuat kerusakan dalam kehidupan
adalah tindakan yang tidak indah (jelek).
Nilai kebaikan dan keindahan yang seharusnya ditanamkan pada peserta didik oleh
lembaga pendidikan sekolah, lebih dapat dikembangkan atau ditanamkan lewat
kehidupan sosial dan budaya sekolah. Oleh karena itu pengembangan kualitas sekolah
sebenarnya tidak dapat dilakukan apabila sekedar menekankan pada peningkatan
pengetahuan teknikal dan penyediaan peralatan belajar dengan teknologi modern,
dengan melupakan pada perbaikan fondasi kehidupan sosial budaya sekolah. Kehidupan
sosial budaya sekolah seharusnya dikembangkan lebih utama, bagi penyediaan tempat
yang baik bagi anak dan pemuda untuk memperoleh pendidikan dan belajar dalam
rangka mewujudkan manusia yang baik dan cerdas.
2. Modal Sosial dan Budaya
Menurut pengamatan penulis, Jepang dapat dijadikan contoh bagaimana sekolah
dikembangkan dengan menggunakan modal sosial dan budaya. Di sekolah-sekolah
Jepang penanaman nilai sosial-budaya yang dihargai oleh masyarakatnya, secara
4
sungguh-sungguh dan terencana dikembangkan di dalam program-program pendidikan.
Nilai-nilai karakter seperti jujur, hemat, bersih, kerja keras ditanamkan pada para siswa,
dan dikembangkan serta dipraktikkan dalam kehidupan sekolah. Guru, murid, karyawan,
dan orang tua berpartisipasi dalam menanamkan nilai karakter tersebut lewat
bermacam-macam program yang dilaksanakan di sekolah seperti menjaga kebersihan
sekolah dan lingkungan, kedisiplinan untuk kehadiran dan belajar di sekolah, berpakaian
seragam yang tidak membedakan, perilaku yang baik dengan menyayangi dan
menghormati teman, menghargai dan menghormati guru, berbicara yang pelan, sopan,
dan jelas bukan berbicara dengan berteriak-teriak seperti di tempat luas yang jauh,
yang dapat mengganggu orang lain. Nilai kebaikan dan keindahan yang ditanamkan di
sekolah, juga diikuti dan dilaksanakan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan
tempat kerja, sehingga dapat dilakukan secara integrative.
Kehidupan sosial budaya dalam lembaga pendidikan sekolah Jepang lebih tampak,
menjadi kekuatan yang menonjol dikembangkan untuk mencapai perbaikan kualitas
sekolah, dibanding pengembangan ilmu pengetahuan teknikal dan peralatan teknologi
walaupun tetap diperhatikan. Masyarakat Jepang mungkin dapat dikatakan lebih
mengutamakan modal sosial dan budaya untuk mencapai kemajuan bangsanya.
Pendidikan untuk membangun kehidupan sosial-budaya yang baik adalah menjadi
tujuan utama pendidikan di Jepang. Undang-undang dasar pendidikan Jepang
menetapkan bahwa tujuan pendidikan adalah “penyempurnaan karakter individu” tanpa
menyebut sesuatu tentang aspek praktis dari pendidikan seperti pengetahuan dan
keterampilan. Pandangan umum masyarakat Jepang terhadap tujuan pendidikan adalah
untuk pengembangan karakter individu untuk membangun kehidupan yang baik.
Masyarakat Jepang seolah-olah lebih mengutamakan kebaikan (kehidupan baik)
daripada sekedar kemajuan material ekonomi. Masyarakat Jepang memiliki penghargaan
tinggi terhadap aktivitas belajar untuk tujuan pengembangan intelektual dan karakter,
dan seolah-olah kurang mengaitkan dengan aspek praktis untuk pencapaian kehidupan
material. Walaupun demikian dengan kekuatan modal sosial dan budaya dalam
membangun kehidupan yang baik, masyarakat Jepang juga dapat mencapai kemajuan
ekonomi.
Penggunaan kekuatan sosial dan budaya oleh masyarakat Jepang untuk
membangun kehidupan yang baik, di sekolah, keluarga, masyarakat, dan tempat kerja
5
dapat dilihat, dampaknya yaitu perilaku keteraturan, kejujuran, bersih, dan disiplin
dalam kehidupan publik seperti di jalan-jalan, di dalam kereta api, taman-taman
rekreasi, dll.
Uraian di atas adalah sebagai ilustrasi bagaimana pentingnya penggunaan modal
sosial dan budaya bagi peningkatan kehidupan yang baik di sekolah, masyarakat,
keluarga, atau tempat kerja. Oleh karena bagi para mahasiswa S-3 Ilmu Pendidikan
perlu
mengembangkan
pemikiran
ini
untuk
tujuan
pengembangan
studi
dan
penelitiannya.
6
MODAL SOSIAL DAN BUDAYA
BAGI PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN
PERSEKOLAHAN
Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro
Disampaikan Sebagai Pengantar pada Graduate Student Seminar
Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
Program Doktor Ilmu Pendidikan
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
17 Oktober 2010
7
Download