Abdain INSTRUMEN INVESTASI DALAM HUKUM ISLAM ABSTRAK: Tulisan ini akan mengkaji lebih jauh tentang instrumen investasi dengan melihat akad-akad yang digunakan apakah akad itu sesuai dengan syara ataukah akad itu dilarang oleh syara Investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Instrumen investasi yang dibolehkan oleh syariat Islam diantaranya: ba’i salam, istisna, syirkah, mudharabah dan lain-lain, sedangkan instrumen investasi yang dilarang oleh syara yaitu riba, jual beli utang dengan utang, jual beli hashat dan lain-lain. Kata-kata Kunci: instrumen, investasi, hukum Islam A. PENDAHULUAN Kondisi perekonomian global yang melemah seharusnya tidak menyurutkan minat untuk berinvestasi. Dengan perencanaan keuangan yang baik, investasi reguler tentu tidak menjadi masalah. Dalam Islam, investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Investasi menurut definisi adalah menanamkan atau menempatkan aset, baik berupa harta maupun dana pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau akan meningkat nilainya di masa mendatang. Tanpa adanya bunga dalam perekonomian, hubungan investasi dan tabungan dalam perekonomian Islam tidak sekuat seperti yang ada dalam konvensional. Dalam konvensional hubungan investasi dan tabungan dihubungkan oleh peran bunga dalam perekonomian. Sehingga bunga menjadi indicator fluktuasi yang terjadi di investasi dan tabungan. Ketika bunga (bunga simpanan dan bunga pinjaman) tinggi maka kecenderungan tabungan akan meningkat, sementara investasi relatif turun. Begitu sebaliknya, ketika bunga rendah, maka tabungan akan menurun dan investasi akan meningkat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi dalam aktivitas tabungan 72 73 dan investasi dalam konvensional didominasi oleh motif keuntungan (returns) yang bisa didapatkan dari keduanya.1 Adapun investasi dalam perspektif ekonomi Islam, investasi tidak membicarakan tentang berapa keuntungan materi yang bisa didapatkan melalui aktivitas investasi, tapi ada beberapa faktor yang mendominasi motifasi investasi dalam Islam. Pertama, akibat implementasi mekanisme zakat maka asset produktif yang dimiliki seseorang pada jumlah tertentu (memenuhi batas nisab zakat) akan selalu dikenakan zakat, sehingga hal ini akan mendorong pemiliknya untuk mengelolanya melalui investasi. Dengan demikian melalui investasi tersebut pemilik asset memiliki potensi mempertahankan jumlah dan nilai assetnya. B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Investasi Syariah Investasi syariah sebagai investasi yang sesuai dengan hukum Islam. Sama dengan prinsip ekonomi Islam, investasi diusahakan supaya tidak mengandung unsur maysir, gharar dan riba. Diharapkan dengan menerapkan prinsip investasi yang Islami dapat berinvestasi tanpa melanggar prinsipprinsip agama. Secara umum akan ada dua jenis investasi syariah : Pertama, instrumen investasi perbankan berbasis syariah. Kedua, instrumen investasi pasar modal berbasis syariah. Investasi pada dasarnya adalah bentuk aktif dari ekonomi syariah. Dalam Islam setiap harta ada zakatnya. Jika harta tersebut didiamkan, maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong setiap muslim untuk menginvestasikan hartanya. Harta yang diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali keuntungannya saja. Jumlah bank yang menyediakan jasa perbankan syariah semakin banyak belakangan ini. Dalam perbankan syariah tidak dikenal prinsip riba. Bahkan investasi dana nasabah pun dibatasi hanya pada bisnis yang halal. Dalam menyalurkan dana, bank syariah menerapkan prinsip wadiah dan mud}arabah atau dengan kata lain kemitraan. Bank syariah menerapkan prinsip bagi hasil ketika mereka menghimpun dana masyarakat melalui tabungan dan deposito. Hasil investasi untuk nasabah diperhitungkan berdasarkan rasio bagi hasil antara bank dengan nasabah, disebut juga nisbah. Bank syariah akan membagi hasil investasi dana nasabah berdasarkan nisbah yang sudah ditetapkan. Hal ini mengakibatkan hasil investasi pada bank syariah tidak 1 agustiantomingka.wordpress.com/.../instrumen-investa 74 dapat ditentukan di depan. Walaupun terdapat ketidakpastian dalam hasil investasi pada bank syariah masih dapat berinvestasi dengan tenang karena laporan pengelolaan dan laporan pertanggungjawaban bank syariah disampaikan sama terbukanya dengan yang dilakukan oleh perbankan konvensional. 2. Instrumen Investasi yang dibolehkan Syariah Instrumen-instrumen investasi tersebut adalah : a. Ba’i Salam (In-front Payment Sale) Salam berarti salaf (pendahuluan). Secara etimologi bai’ as-salam berarti pembelian barang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dibayar dimuka2. Landasan Syari’ah Bai’ as-Salam adalah QS. Al-Baqarah ayat 282: ..... Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar...” Berdasarkan ayat tersebut akad bai’ as-salam dilakukan secara tertulis agar kewajiban serta tanggungjawab satu sama lain dapat diwujudkan dengan baik, tanpa ada perasaan curiga dan ragu. Dengan kata lain mewujudkan maslahat antara pembeli dan penjual tanpa riba. Selain ayat tersebut terdapat pula sabda Rasululullah SAW ketika beliau hijrah ke Madinah, dimana pelaksanaan bai’ as-salam telah digunakan oleh masyarakat dalam jangka waktu dua sampai tiga tahun, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : من في شييء ففيي كيل معلوم ووزن معلوم إلى أجل معلوم (رواه البخاري أسلف Barang siapa yang melakukan salaf pada sesuatu benda maka hendaklah jual beli itu mengikuti sukatan yang tertentu, timbangan serta masa tertentu.” (HR. Bukhari) Zainul Arifin Alvabet, Dasar-Dasar Keuangan Islami Muhamm ad, ( Yogayakarta ;Ekonisia FE-UII ,2004), h. 2 75 Hadits di atas merupakan dalil tentang bolehnya hukum bai’ as-salam. Beliau menjelaskan pelaksanaan bahwa bai’ as-salam antara petani buahbuahan dan pedagang yang masa penyerahannya selama dua tahun. Cara seperti ini diperlukan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada saat itu. Akan tetapi setelah tersebarnya Islam, keperluan terhadap bai’as-salam semakin meluas. Praktek salam di bank syari’ah, bank membayar harga barang pada saat akad. Bank kemudian akan menerimahnya pada waktu yang di tentukan melalui wakil yang ditunjuknya, Bank kemudian menjual barang tersebut dengan harga yang ditangguhkan lebih tinggi dari harga melalui model salam.3 Rukun Bai’ as-Salam berikut ini : 1) Muslam ( )المسلمatau pembeli, 2) Muslam ilaih ( )المسلم اليهatau penjual, 3) Modal atau uang, 4) Muslam fiihi ( )المسلم فيهatau barang, 5) Sighat ( )الصيخةatau ucapan. Selain rukun harus terpenuhi, bai’ as-salam juga mengharuskan tercukupinya segenap syarat pada masing-masing rukun. Dua di antara rukun-rukun terpenting, yaitu modal dan barang. 1. Modal Transaksi Bai’ as-Salam. Syaratnya : a) Modal harus diketahui Barang yang akan disuplai harus diketahui jenis, kualitas dan jumlahnya. Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus dalam bentuk uang tunai. b) Penerimaan pembayaran salam kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan di tempat kontrak. Semua ini dilakukan agar pembayaran yang diberikan oleh al-muslam (pembeli) tidak dijadikan sebagai utang penjualan. terkhusus pembayaran salam tidak bisa dalam bentuk pembebasan utang yang harus dibayar dari muslam ilaih (penjual). Tujuannya agar mencegah praktik riba melalui mekanisme salam. 2. Al-Muslam Fiihi (barang). syaratnya : a) Bersifat khusus dan dapat diakui sebagai utang. b) Penyerahan barang dilakukan di kemudian hari.. c) Dapat diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam barang tersebut d) Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang harus pada suatu waktu kemudian, tetapi mazhab syafi’i membolehkan segera. e) Penentukan tanggal waktu boleh di masa yang akan datang untuk penyerahan barang. f) Tempat penyerahan. Pihak-pihak yang berkontrak harus menunjuk tempat yang disepakati dimana barang harus diserahkan. Jika kedua pihak yang berkontrak tidak menentukan tempat pengiriman, barang harus dikirim ke tempat menjadi kebiasaan, misalnya gudang si penjual atau bagian pembelian si pembeli. 3 Wahbah al-Zuhaily,al-Muamalat al-Maliyah al- Muasirah, 297 76 g) Penggantian muslam fihi dengan barang lain. Para ulama melarang penggantian muslam fihi dengan barang lainnya. Penukaran atau penggantian barang as-salam ini tidak diperkenankan, karena meskipun belum diserahkan, barang tersebut tidak lagi milik si muslam ilaih, tetapi sudah menjadi milik muslam. Penggantian barang tersebut dengan barang yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, walaupun sumbernya berbeda, para ulama membolehkannya. Hal demikian dianggap sebagai jual beli, melainkan penyerahan unit yang lain untuk barang yang sama. Salam paralel berarti melaksanakan dua transaksi bai’ as-salam antara bank dan nasabah, dan antara bank dan pemasok (suplier) atau pihak ketiga lainnya secara simultan. Dewan Pengawas Syariah Rajhi Banking & Investment Corporation telah menetapkan fatwa yang membolehkan praktek salam paralel dengan syarat pelaksanaan transaksi salam kedua tidak bergantung pada pelaksanaaan akad salam yang pertama. Akad ini mengesahkan akad yang lain. Pembeli dalam akad salam yang pertama menjadi penjual pada akad salam yang kedua dengan objek barang dan ciri-ciri yang sama. Beberapa ulama kontemporer memberikan catatan atas transaksi salam paralel, terutama jika perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus-menerus. Hal demikian diduga akan menjurus kepada riba. Perbedaan antara jual beli salam dan jual beli biasa ada beberapa perbedaan antara jual beli salam dan jual beli biasa yang dikemukakan oleh para ulama fiqh, diantaranya adalah : 1) Harga barang dalam jual beli salam tidak boleh dirubah dan harus diserahkan seluruhnya waktu akad berlangsung. Berbeda dengan jual beli biasa, pembeli boleh saja membeli barang yang ia beli dengan utang penjual pada pembeli. Dalam artian, utang dianggap lunas dan barang diambil oleh pembeli. 2) Harga yang diberikan berbentuk uang tunai, bukan cek mundur. Jika harga yang diserahkan oleh pemesan adalah cek mundur, maka jual beli pesanan batal, karena modal untuk membantu produsen tidak ada. Berbeda dengan jual beli biasa, harga yang diserahkan boleh saja berbentuk cek mundur. 3) Pihak produsen tidak dibenarkan menyatakan bahwa uang pembeli dibayar kemudian, karena jika ini terjadi maka jual beli ini tidak lagi dinamakan jual beli salam. sedangkan dalam jual beli biasa, pihak produsen boleh berbaik hati untuk menunda penerimaan harga barang ketika barang telah selesai dan diserahkan. 77 4) Menurut ulama Hanafiyah, modal atau harga beli boleh dijamin oleh seseorang yang hadir pada waktu akad dan penjamin itu bertanggung jawab membayar harga itu ketika itu juga. Akan tetapi, menurut Zufar ibn Huzail, pakar fiqh Hanafi, harga itu tidak boleh dijamin oleh seseorang, karena adanya jaminan ini akan menunda pembayaran harga yang seharusnya dibayar tunai pada waktu akad. Dalam jual beli biasa, persoalan harga yang dijamin oleh seseorang atau dibayar dengan borog (barang jaminan) tidaklah menjadi masalah asal keduanya sepakat. b. Istisna Istisna adalah kontrak dengan pembuatan barang tertentu yang dijamin. Persyaratan kontrak ini lebih sederhana dari pada akad salam karena tidak disyaratkan adanya serah terima harga ketika akad. Dan biasanya pembayaran dilakukan dengan cara cicil4. Jual beli dengan sistim angsuran adalah sebuah solusi yang diberikan untuk membantu pemenuhan kebutuhan seorang yang tidak memiliki modal tunai. Misalnya; seorang ingin membeli kebutuhan pokoknya seharga Rp. 400.000,-. Namun karena ia tidak memiliki modal tunai, maka ia mencicilnya selama satu bulan. Hal demikian tentu akan sangat membantu orang tersebut, dan hal tentu adalah sebuah perkara yang dianjurkan. Kontrak ini juga memberi kemudahan bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Lain lagi kalau sekiranya seorang penjual menetapkan dua harga bagi barang yang dijualnya itu; harga kontan dan harga cicil (dinaikkan sekian persen dari harga kontan). Terkait dengan masalah kedua ini, gambaran transaksinya ada dua macam, yaitu; 1. Penjual dan pembeli berpisah dari majelis akad dengan telah menentukan jenis akad yang akan dijalankan; secara kontan atau secara cicil. Jenis transaksi semacam ini adalah mubah. 2. Penjual dan pembeli berpisah dari majelis dengan akad yang telah disetujui oleh keduanya, tetapi pihak pembeli belum menentukan jenis transaksi yang akan dijalankannya; apakah jenis transaksinya kontan atau cicil. Akad semacam ini adalah akad yang tidak sah (fasid) karena tidak adanya kejelasan jenis transaksi dan harga. Abu Hurairah ra berkata; صلهى ه سو ُل ه . سله َم َع ْن بَ ْيعَتَي ِْن فِي بَ ْيعَ ٍة ُ نَ َهى َر َ اَّللُ َعلَ ْي ِه َو َ ِاَّلل 4 syafaatmuhari.wordpress.com/2011/07/.../bai’-istishna... 78 “Rasulullah saw melarang adanya dua transaksi dalam sebuah transaksi.”5. Imam Tirmidzi ra berkata mengomentari hadits tersebut; أ َ ِبيعُكَ َهذَا:َ َب ْي َعتَي ِْن ِفي َب ْي َع ٍة أَ ْن َيقُول: ض أ َ ْه ِل ْال ِع ْل ِم قَالُوا ُ َوقَدْ فَس َهر َب ْع، َو ْال َع َم ُل َعلَى َهذَا ِع ْندَ أ َ ْه ِل ْال ِع ْل ِم ْ ْ َ َ َ َ إِذَا، س َ الث ه ْو َ َ فَإِذَا ف، ارقُهُ َعلى أ َح ِد البَ ْيعَي ِْن َ ارقَهُ َعلى أ َح ِد ِه َما فَ ََل بَأ ِ َ َوال يُف، َب ِبنَ ْق ٍد ِبعَش ََرةٍ َوبِنَسِيئ َ ٍة ِب ِع ْش ِرين ْ كَان .َت ْالعُ ْقدَة ُ َعلَى أ َ َح ٍد ِم ْن ُه َما اهـ Inilah yang diamalkan oleh para ulama. Tentang penafsiran larangan melakukan dua transaksi dalam sebuah transaksi, yaitu jika seorang berkata; saya menjual pakaian ini kepadamu dengan kontan seharga sepuluh dan seharga dua puluh secara cicil. Kemudian keduanya berpisah tanpa adanya kepastian jenis transaksi yang dijalankan6. Namun jika keduanya berpisah dengan adanya kejelasan jenis transaksi yang akan dijalankan (kontan atau cicil), maka hal demikian tidaklah mengapa.”. Masalah lainnya adalah jika seseorang membeli barang dagangan dari gudang atau toko misalnya –baik secara cash atau kredit, dan pemiliknya telah menghitungnya, maka tidak diperbolehkan bagi sang pembeli tadi untuk langsung menjualnya kepada pihak ketiga di toko atau gudang tersebut, hanya karena telah adanya kesepakatan antara dia dan si pemilik toko tadi tentang harga barang. Hal ini disebabkan karena merupakan syarat sahnya sebuah transaksi adalah adanya penguasaan barang, yang baru dinyatakan sah jika sang pembeli tadi telah membawanya ke tempatnya sendiri. Olehnya itu, si Pembeli tadi baru bisa kembali menjualnya kepada pihak ketiga jika telah membawa barang-barang itu ke toko atau warungnya sendiri. Dalil masalah ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad ra dari Hakiim bin Hizaam, bahwasanya dia bercerita, aku pernah bertanya : Wahai Rasulullah saw, saya membeli barang dagangan, lalu apa yang dihalalkan bagiku darinya dan apa pula yang diharamkan? Beliau menjawab: ُ ضه َ إِذَا ا ْشت ََريْتَ بَ ْيعًا فَ ََل تَبِ ْعهُ َحتهى تَ ْق ِب Jika engkau membeli sesuatu, maka janganlah engkau menjualnya kembali sampai kamu menerimanya.7 . Dan juga berdasarkan pada apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Zaid bin Tsabit ra; ُ السلَ ُع َحي ار ِإلَى ِر َحا ِل ِهم ُ ْث ت ُ ْبت َا ِ ع َ نَ َهى أ َ ْن ت ُ َبا ُ ع َحتهى َي ُحوزَ هَا الت ُّ هج ”Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menjual barang yang dibeli sehingga para pedagang itu membawanya ke rumah mereka.8 5 HR. Tirmidzi, (3/ 533) 6 www.badilag.net/.../aplikasi%20pembiayaan%20salam... 7 HR. Ahmad, [24 /32] HR. Abu Daud, [3 /300] 8 79 Akad istisna digunakan banyak di zaman ini. Ia menyebar secara luas, tidak hanya pada industri ringan, seperti perusahaan peralatan kebutuhan rumah tangga tapi berkembang pesat menjadi instrument investasi dalam Industri modern, seperti industri pesawat terbang, mobil dan kereta api. c. Mudharabah Mudharabah atau muqaradhah berasal dari akar kata dharaba-yadribudarban yang bermakna memukul. Dengan penambahan alif () أpada dho’ (ض ), maka kata ini memiliki konotasi “saling memukul” yang berarti mengandung subjek lebih dari satu orang. Para fukaha memandang mudharabah dari akar kata ini dengan merujuk kepada pemakaiannya dalam al-Qur’an yang selalu disambung dengan kata depan “fi” kemudian dihubungkan dengan “al-ardh” yang memiliki pengertian berjalan di muka bumi. Mud}arabah merupakan kerjasama kontribusi modal pada satu pihak dan pengelola pada pihak lain. Atau pemodal menyerahkan sejumlah dananya pada pengelola untuk dikelola. Keuntungan yang diperoleh dibagi pada keduanya, misalnya 50%:50%. Mudharabah merupakan bahasa yang biasa dipakai oleh penduduk Irak sedangkan penduduk Hijaz lebih suka menggunakan kata “qirodh” untuk merujuk pola perniagaan yang sama. Mereka menamakan qiradh yang berarti memotong karena si pemilik modal memotong dari sebagian hartanya untuk diniagakan dan memberikan sebagian dari labanya. Dalam istilah fikih muamalah, mudharabah adalah suatu bentuk perniagaan di mana si pemilik modal menyetorkan modalnya kepada pengusaha/pengelola, untuk diniagakan dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan kerugian, jika ada, akan ditanggung oleh si pemilik modal. Para ulama sepakat bahwa landasan syariah mudharabah dapat ditemukan dalam al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ dan qiyas. ... “Dan orang-orang yang lain berjalan di muka bumi mencari keutamaan Allah” (Q.S. Al-Muzammil : 20) Secara umum mudharabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu 1. Mudharabah muthlaqoh Yakni pemilik modal (shahibul maal) menyerahkan sejumlah dana kepada pihak lain dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan 80 tanpa persyaratan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf) 2. Mudharabah muqoyyadah. Yakni pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya. d. Musyarakah Musyarakah dari bahasa Arab yang berarti mencampur. Yaitu mencampurkan satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika , yashruku , syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawwir). Menurut arti asli bahasa Arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya, (An-Nabhani). Secara terminologi syirkah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan9. Musyarakah adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya. Jadi syirkah adalah perjanjian kerjasama antara dua pihak atau beberapa pihak, baik mengenai modal ataupun pekerjaan atau usaha untuk memperoleh keuntungan bersama. Musyarakah atau kerja sama merupakan model kontrak keuangan sejak dahulu. Yang merupakan tradisi alami dalam kehidupan. Kontrak ini berjalan antara dua orang atau lebih untuk melaksanakan sebuah proyek, baik proyek bisnis, industri maupun pertanian dengan tujuan memperoleh keuntungan bersama. Dr. Muhammad Syafi’i Antonio,M.Ec, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, cet. Ke – 17 ( Gema Insani,2011), h.90. 9 81 Ketentuan musyarakah : 1. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 1. Pihak-pihak yang berkontrak harus sadar hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut : 1. Ketentuan modal pada musyarakah adalah sebagai berikut: Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan. Setiap mitra memiliki hak umtuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian yang disengaja. seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan dana atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri. Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri atas aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan 1. Ketentuan keuntungan pada akad pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut: Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. 82 Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.10 Pada akad pembiayaan musyarakah, adapun kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal. Adapun karakteristik Musyarakah: “Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada entitas (mitra lain)”. Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas, termasuk aset tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan yang disengaja ialah: a) Pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya, dan pendapatan operasional; atau b) Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.11 Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selama periode akad bukan dari jumlah investasi yang disalurkan.Pengelola musyarakah mengadministrasikan transaksi usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri. Pada prinsipnya syirkah itu ada dua macam yaitu syirkah amlak (kepemilikan) yakni Musyarakah kepemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut. Musyarakah pemilikan kadang bersifat ikhtiaryyah (sukarela) atau jabariyyah (tidak sukarela), apabila harta bersama (warisan/hibah/wasiat) dapat dibagi,namun para mitra memutuskan untuk tetap memilikinya bersama, maka musyarakah pemilikan tersebut bersifat ikhtiari (sukarela). Namun apabila barang tersebut tidak dapat dibagi-bagi dan 10 http://hbs06.wordpress.com/2013/03/03/musyarakah/#_ftn2 11 Ibid 83 Sedangkan syirkah uqud adalah perkongsian yang terjadi karena kesepakatan dua orang atau lebih untuk berkongsi modal, kerja atau keahlian dan jika perkongsiannya itu menghasilkan untung, maka hal itu akan dibagi bersama menurut saham dan kesepakatan masing-masing. Syirkah uqud ini memiliki banyak variasi yaitu syirkah ‘Inan, Mufawadhoh, Abdan, Wujuh dan Mudhorobah. Landasan hukum musyarakah : 1. Al – Qur’an … فهم شركاﺀ في ﺛلﺙ Maka mereka berserikat dalam sepertiga” Q.S. An-Nisa’ : 12. Ayat ini di landaskan pada syirkah jabariyyah ( yaitu perkongsian beberapa orang yang terjadi di luar kehendak mereka karena mereka samasama mewarisi harta pusaka). َ ََو ِإ هن َك ِثي ًْرا ِمنَ ْال ُخل ت ِ صا ِل َحا ُ اء لَ َي ْب ِغ ْي َب ْع ِ ط ٍ ض ُه ْم َعلَى َب ْع ِإاله ا هل ِذيْنَ آ َمنُ ْوا َو َع ِملُوا ال ه،ض “ Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu benar-benar berbuat zalim kepada sebagian lainnya kecuali orangorang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh”. Q.S. Shod: 24. Ayat ini mencela perilaku orang-orang yang berkongsi atau berserikat dalam berdagang dengan menzalimi sebagian dari mitra mereka. Kedua ayat al-Qur’an ini jelas menunjukkan bahwa syirkah pada hakekatnya diperbolehkan oleh risalah-risalah yang terdahulu dan telah dipraktekkan. 2. Sunnah ُ أَنَا ﺛَا ِل:ُِإ هن للاَ ت َ َعالَى َيقُ ْول ث ال ه اح َبهُ َخ َرجْ تُ ِم ْن ِ ص ِ ص َ فَإِذَا خَانَ أَ َحد ُ ُه َما،ُاح َبه َ ش ِر ْي َكي ِْن َما لَ ْم َي ُخ ْن أ َ َحد ُ ُه َما بَ ْي ِن ِه َما Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman : Aku adalah mitra ketiga dari dua orang yang bermitra selama salah satu dari kedunya tidak mengkhianati yang lainnya. Jika salah satu dari keduanya telah mengkhianatinya, maka Aku keluar dari perkongsian itu”. H. R. Abu Dawud dan al-Hakim. Arti hadis ini adalah bahwa Allah SWT akan selalu bersama kedua orang yang berserikat dalam kepengawasanNya, penjagaanNya dan bantuanNya. Allah akan memberikan bantuan dalam kemitraan ini dan menurunkan berkah dalam perniagaan mereka. Jika keduanya atau salah satu dari keduanya telah berkhianat, maka Allah meninggalkan mereka dengan tidak memberikan berkah dan pertolongan sehingga perniagaan itu merugi. Di 84 samping itu masih banyak hadis yang lain yang menceritakan bahwa para sahabat telah mempraktekkan syirkah ini sementara Rasulullah SAW tidak pernah melarang mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Rasulullah telah memeberikan ketetapan kepada mereka. 3. Ijma’ Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al- Mughni, telah berkata, “kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam elemen darinya.”12 4. Fatwa DSN Fatwa DSN – MUI tentang bagi hasil dengan cara musyarakah ditetapkan dengan nomor 08/DSN – MUI / IV / 2000 yang ditandatangani oleh K.H. Ali Yafie ( Ketua ) dan Nazri Adlani ( Sekretaris ) pada tanggal 1 april 2000 ( 26 Dzulhijah 1420 H ). Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa bagi hasil dengan cara musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, masing–masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Pada umumnya, keputusan fatwa DSN – MUI13 tentang musyarakah dapat dibedakan menjadi empat bagian : ketentuan mengenai kontrak ( ijab dan qabul ), ketentuan mengenai pihak–pihak yang melakukan kontrak, ketentuan mengenai objek akad dan ketentuan mengenai biaya operasional dan persengketaan. Ketentuan mengenai kontrak musyarakah adalah bahwa pernyataan kontrak dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak, dengan memperhatikan: (a) penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak. (b) penerima dari penawaran dilakukan pada saat kontrak; dan (c) akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara – cara komunikasi modern. Ketentuan mengenai pihak – pihak yang melakukan kontrak musyarakah adalah bahwa mereka cakap hukum dengan memperhatikan: (a) kompeten dalam memberi atau menerima kekuasaan perwakilan; 12 13 Ibid, h. 91 FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 08/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG PEMBIAYAAN MUSYARAKAH 85 (b) setiap mitra menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil; (c) setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal; (d) setiap mitra memberi wewenang terhadap mitra lain untuk mengelola aset dan masing–masing dianggap telah memberi wewenang melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja; dan (e) seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri. Ketentuan mengenai objek kontrak musyarakah berhubungan dengan ketentuan mengenai modal, kerja, keuntungan dan kerugian. Pertama, ketentuan mengenai modal adalah: (a) Modal yang diberikan dalam bentuk uang tunai, emas, perak, atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagaimananya. Jika modal berbentuk aset, terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra; (b) Para pihak tidak boleh meminjamkan, menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lein kecuali atas dasar kesepakatan; dan (c)Dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan LKS dapat meminta jaminan. Kedua, ketentuan mengenai kerja adalah: (a) partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah. Akan tetapi, seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya; dan ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya; dan (b) setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing – masing dalam organisasi kerja dijelaskan dalam kontrak. Ketiga, ketentuan mengenai keuntungan adalah : (a) keuntungan dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindari perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau ketika pengehentian musyarakah; (b) setiap keuntungan mitra dibagikan secara profesional atasa dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan diawal yang ditetapkan bagi seorang mitra; (c) seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya; (d) sistem pembagian keuntungan tertuang dengan jelas dalam akad. 86 Keempat, ketentuan mengenai kerugian adalah bahwa kerugian dibagi diantara para mitra secara proforsional menurut saham masing – masing dalam modal. Ketentuan mengenai biaya operasional dan persengketaan dalam akad musyarakah adalah : (a) biaya operasional dibebankan pada modal bersama; (b) jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan dia ntara para pihak, penyelesaiannya dilakukan mengenai Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.14 3.Instrumen investasi yang dilarang dalam Transaksi keuangan a. Riba Riba secara bahasa; ziyadah (tambahan), juga berarti tumbuh dan membesar.15 Secara istilah riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil16. Kata riba juga berarti; bertumbuh menambah atau berlebih. Al-riba makna asalnya ialah tambah tumbuh dan subur. Istilah “tambah” dalam konteks riba adalah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara’, apakah tambahan itu berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak seperti yang disyaratkan dalam Al-Qur’an. Riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa inggris sebagai “usury” yang artinya “the act of lending money at an exorbitant or illegal rate of interest” sementara para ulama’ fikih mendefinisikan riba dengan “ kelebihan harta dalam suatu muamalah dengan tidak ada imbalan atau gantinya”. Dengan kata lain riba adalah tambahan terhadap modal uang yang timbul akibat transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang kepada pemilik uang pada saat utang jatuh tempo17 Dr. Jaih Mubarok, M.Ag, Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, (Pustaka Bani Quraisy, 2004 ) cet ke – 1, hlm.78. 14 Zainuddin Ali, Hukum perbankan Syari’ah, 2008, Jakarta : Sinar Grafika. Hal 88, lihat Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari teori ke praktek, 2001, Jakarta : Gema Insani, Hal. 37. Lihat Abdullaoh Saeed, Islamic Banking And Interest : A Study Of The Probihition Of Riba And Itis Kontemporary. (Laiden : E Jibril 1996) 16 Lihat M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah.....hal. 37. Lihat syafi’i Antonio. Wacana ualama’ dan cendikiawan, central bank of Indonesia and Tazkia institute, Jakarta 1999. 17 Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat kontemporer, 2000, Jogjakarta : UII Press. Hal. 147 15 87 Riba dalam Islam adalah adanya nilai lebih pada pokok transaksi keuangan tanpa dibarengi jual beli disebut riba qard. Adanya tambahan pokok yang dipersyaratkan pada pinjaman oleh yang meminjamkan kepada peminjam, misalnya tambahan10%. Riba penjualan adalah tambahan pada harta yang tidak ada padanannya dalam satu transaksi tukar menukar finansial atau pada tukar barang dengan barang. Riba jual beli terdiri atas dua macam yaitu riba fadl dan riba nasia. Pertama, riba fadl adalah jual beli barang ribawi, dimana salah satunya lebih banyak dari pada yang lainnya. Misalnya menukar 1kg beras dengan 11/2 kg beras. Kedua, riba nasia adalah jual beli dimana salah satunya tidak sepadan nilainya dengan apa yang ditukar. Ataukah sama nilai dan jumlah dua barang yang dipertukarkan tapi salah satunya ditangguhkan atau dilebihkan.18 Segala macam riba adalah diharamkan. Firman Allah Q.S.al-Baqarah (2):275. b. Jual Beli utang dengan Utang Jual beli "al-kali' bi al-kali'" adalah menjual waktu kredit secara kredit atau jual beli utang. Transaksi seperti ini tidak dibolehkan. Praktik jual beli ini memiliki banyak bentuk, di antaranya: 1) Seseorang menjual komoditas yang belum dibayar atau pinjaman uang secara tunai, untuk dibayarkan (lagi) sampai tenggang waktu tertentu kepada pemilik utang, atau kepada orang lain. 2) Menjadikan uang jual beli salam (jual beli pesanan) sebagai utang. Misalnya seseorang yang memesan sejumlah makanan atau sejenisnya dalam waktu satu tahun dengan nilai seratus dirham, dan saat periode pembayaran tiba dia berkata, "Saya tidak memiliki uang untuk membayar utang tersebut, jadi juallah (perpanjanglah) kepada saya dengan periode dua bulan atau lebih lama, seharga dua ratus dirham." Sabda Rasulullah saw: نهى رسول للا عن بيع الكالى بالكالى Adapun menjual barang yang sudah berada di tangan, kemudian dijual lagi secara kredit sebelum lunas, maka hukumnya boleh dan tidak termasuk dalam jual beli utang. Sebab, ini termasuk jual beli barang yang telah diterima dan menjadi hak milik, lalu dijual kembali. 18 Wahbah al-Zuhaily, Maqasid Syariah bidang Ekonomi Dan Keuangan Islam, makalah disampaikan dalam Forum Riset Ekonomi Dan Keuangan Syariah II di UIN Syarif Hidayatullah, 14 Nopember 2013, h.15 88 c. Jual Beli yang dilarang 1. Jual beli yang diharamkan Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil penjualannya. Seperti menjual sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syariah Islam. Sama halnya jual beli yang melanggar syar’I yaitu dengan cara menipu. Menipu barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual, tetapi sang penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan dilarang dalam agama, bagaimanapun bentuknya. 2. Barang yang tidak dimiliki. Seorang pembeli datang untuk mencari barang tertentu.Tapi barang yang dicari tidak ada kemudian penjual dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum menjadi hak milik si penjual. Lalu penjual pergi membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli. Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, Rasulullah saw telah melarang cara berjual beli seperti ini dikenal reseller. Diriwayatkan ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam ra berkata kepada Rasulullah saw : “Wahai, Rasulullah. Seseorang datang kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”. Rasulullah saw bersabda: ِ س ِعنْ اد اك اَل تاب ْع اما لاْي ا Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. [HR Tirmidzi]. 3. Jual beli Hashat. Jual-beli Hashat adalah jika seseorang membeli dengan menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat. Contoh: Seseorang berkata: “ Lemparkanlah bola ini, dan barang yang terkena lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian”. Jual beli yang 89 sering temui dipasar-pasar ini tidak sah. Karena mengandung ketidakjelasan dan penipuan. 4. Jual beli Mulamasah. Mulamasah artinya adalah sentuhan. Artinya jika seseorang berkata: “Pakaian yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu dengan harga sekian”. atau “Barang yang kamu buka, berarti telah menjadi milikmu dengan harga sekian”. Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak ada kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon pembeli. Dan didalamnya terdapat unsur pemaksaan. 5. Jual Beli Najasy Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan. Dan Rasullulah S.A.W. telah melarang perbuatan najasy ini seperti yang terdapat di dalam hadith: "Janganlah kamu melakukan praktek najasy, janganlah seseorang menjual di atas penjualan saudaranya, janganlah ia meminang di atas pinangan saudaranya dan janganlah seorang wanita meminta (suaminya) agar menceraikan madunya supaya apa yang ada dalam bejana (madunya) beralih kepadanya," (HR Bukhari [2140] dan Muslim [1413]). Kesimpulan: Investasi adalah menanamkan atau menempatkan aset, baik berupa harta maupun dana pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau akan meningkat nilainya di masa mendatang. Instrumen investasi ada dua macam: 1. Instrument yang dibolehkan syari’ah diantaranya: a. Ba’i salam 90 b. Istisna c. Musyarakah d. Mudharabah 2. Instrument yang dilarang oleh syariah di antaranya: a. Riba b. Jual beli utang dengan utang c. Jual Barang yang tidak dimiliki d. Jual beli Hashat dll. DAFTAR PUSTAKA Abdullaoh Saeed, Islamic Banking And Interest : A Study Of The Probihition Of Riba And Itis Kontemporary, (Laiden : E Jibril 1996) agustiantomingka.wordpress.com/.../instrumen-investa Dr. Jaih Mubarok, M.Ag, Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, (Pustaka Bani Quraisy, 2004 ) cet ke – 1. 91 Dr. Muhammad Syafi’i Antonio,M.Ec, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, cet. Ke – 17, Gema Insani, 2011. FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 08/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG PEMBIAYAAN MUSYARAKAH http://hbs06.wordpress.com/2013/03/03/musyarakah/#_ftn2 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari teori ke praktek, , Jakarta : Gema Insani, 2001. Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat kontemporer, Jogjakarta : UII Press, 2000. syafaatmuhari.wordpress.com/2011/07/.../bai’-istishna... syafi’i Antonio. Wacana ualama’ dan cendikiawan, central bank of Indonesia and Tazkia institute, Jakarta 1999. Wahbah al-Zuhaily, Maqasid Syariah bidang Ekonomi Dan Keuangan Islam, makalah disampaikan dalam Forum Riset Ekonomi Dan Keuangan Syariah II di UIN Syarif Hidayatullah, 14 Nopember 2013. Wahbah al-Zuhaily,al-Muamalat al-Maliyah al- Muasirah, 297 www.badilag.net/.../aplikasi%20pembiayaan%20salam... Zainuddin Ali, Hukum perbankan Syari’ah, Jakarta : Sinar Grafika, 2008. Zainul Arifin Alvabet, Dasar-Dasar Keuangan Islami Muhamm ad, Yogayakarta ;Ekonisia FE-UII ,2004.