72 Abdain INSTRUMEN INVESTASI DALAM

advertisement
Abdain
INSTRUMEN INVESTASI DALAM HUKUM ISLAM
ABSTRAK:
Tulisan ini akan mengkaji lebih jauh tentang instrumen investasi dengan
melihat akad-akad yang digunakan apakah akad itu sesuai dengan syara ataukah akad
itu dilarang oleh syara
Investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena
dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan
manfaat bagi orang lain. Instrumen investasi yang dibolehkan oleh syariat Islam
diantaranya: ba’i salam, istisna, syirkah, mudharabah dan lain-lain, sedangkan
instrumen investasi yang dilarang oleh syara yaitu riba, jual beli utang dengan utang,
jual beli hashat dan lain-lain.
Kata-kata Kunci: instrumen, investasi, hukum Islam
A.
PENDAHULUAN
Kondisi perekonomian global yang melemah seharusnya tidak
menyurutkan minat untuk berinvestasi. Dengan perencanaan keuangan yang
baik, investasi reguler tentu tidak menjadi masalah. Dalam Islam, investasi
merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan
berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan
manfaat bagi orang lain. Investasi menurut definisi adalah menanamkan atau
menempatkan aset, baik berupa harta maupun dana pada sesuatu yang
diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau akan meningkat nilainya
di masa mendatang.
Tanpa adanya bunga dalam perekonomian, hubungan investasi dan
tabungan dalam perekonomian Islam tidak sekuat seperti yang ada dalam
konvensional. Dalam konvensional hubungan investasi dan tabungan
dihubungkan oleh peran bunga dalam perekonomian. Sehingga bunga menjadi
indicator fluktuasi yang terjadi di investasi dan tabungan. Ketika bunga
(bunga simpanan dan bunga pinjaman) tinggi maka kecenderungan tabungan
akan meningkat, sementara investasi relatif turun. Begitu sebaliknya, ketika
bunga rendah, maka tabungan akan menurun dan investasi akan meningkat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi dalam aktivitas tabungan
72
73
dan investasi dalam konvensional didominasi oleh motif keuntungan (returns)
yang bisa didapatkan dari keduanya.1
Adapun investasi dalam perspektif ekonomi Islam, investasi tidak
membicarakan tentang berapa keuntungan materi yang bisa didapatkan
melalui aktivitas investasi, tapi ada beberapa faktor yang mendominasi
motifasi investasi dalam Islam. Pertama, akibat implementasi mekanisme
zakat maka asset produktif yang dimiliki seseorang pada jumlah tertentu
(memenuhi batas nisab zakat) akan selalu dikenakan zakat, sehingga hal ini
akan mendorong pemiliknya untuk mengelolanya melalui investasi. Dengan
demikian melalui investasi tersebut pemilik asset memiliki potensi
mempertahankan jumlah dan nilai assetnya.
B.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Investasi Syariah
Investasi syariah sebagai investasi yang sesuai dengan hukum Islam.
Sama dengan prinsip ekonomi Islam, investasi diusahakan supaya tidak
mengandung unsur maysir, gharar dan riba. Diharapkan dengan menerapkan
prinsip investasi yang Islami dapat berinvestasi tanpa melanggar prinsipprinsip agama.
Secara umum akan ada dua jenis investasi syariah : Pertama, instrumen
investasi perbankan berbasis syariah. Kedua, instrumen investasi pasar modal
berbasis syariah.
Investasi pada dasarnya adalah bentuk aktif dari ekonomi syariah.
Dalam Islam setiap harta ada zakatnya. Jika harta tersebut didiamkan, maka
lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini
adalah mendorong setiap muslim untuk menginvestasikan hartanya. Harta
yang diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali keuntungannya
saja. Jumlah bank yang menyediakan jasa perbankan syariah semakin banyak
belakangan ini. Dalam perbankan syariah tidak dikenal prinsip riba. Bahkan
investasi dana nasabah pun dibatasi hanya pada bisnis yang halal. Dalam
menyalurkan dana, bank syariah menerapkan prinsip wadiah dan mud}arabah
atau dengan kata lain kemitraan. Bank syariah menerapkan prinsip bagi hasil
ketika mereka menghimpun dana masyarakat melalui tabungan dan deposito.
Hasil investasi untuk nasabah diperhitungkan berdasarkan rasio bagi
hasil antara bank dengan nasabah, disebut juga nisbah. Bank syariah akan
membagi hasil investasi dana nasabah berdasarkan nisbah yang sudah
ditetapkan. Hal ini mengakibatkan hasil investasi pada bank syariah tidak
1
agustiantomingka.wordpress.com/.../instrumen-investa
74
dapat ditentukan di depan. Walaupun terdapat ketidakpastian dalam hasil
investasi pada bank syariah masih dapat berinvestasi dengan tenang karena
laporan pengelolaan dan laporan pertanggungjawaban bank syariah
disampaikan sama terbukanya dengan yang dilakukan oleh perbankan
konvensional.
2. Instrumen Investasi yang dibolehkan Syariah
Instrumen-instrumen investasi tersebut adalah :
a.
Ba’i Salam (In-front Payment Sale)
Salam berarti salaf (pendahuluan). Secara etimologi bai’ as-salam
berarti pembelian barang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran
dibayar dimuka2.
Landasan Syari’ah Bai’ as-Salam adalah QS. Al-Baqarah ayat 282:












.....    

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya
dengan benar...”
Berdasarkan ayat tersebut akad bai’ as-salam dilakukan secara tertulis
agar kewajiban serta tanggungjawab satu sama lain dapat diwujudkan dengan
baik, tanpa ada perasaan curiga dan ragu. Dengan kata lain mewujudkan
maslahat antara pembeli dan penjual tanpa riba.
Selain ayat tersebut terdapat pula sabda Rasululullah SAW ketika beliau
hijrah ke Madinah, dimana pelaksanaan bai’ as-salam telah digunakan oleh
masyarakat dalam jangka waktu dua sampai tiga tahun, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW :
‫من‬
‫في شييء ففيي كيل معلوم ووزن معلوم إلى أجل معلوم (رواه البخاري أسلف‬
Barang siapa yang melakukan salaf pada sesuatu benda maka
hendaklah jual beli itu mengikuti sukatan yang tertentu, timbangan
serta masa tertentu.” (HR. Bukhari)
Zainul Arifin Alvabet, Dasar-Dasar Keuangan Islami Muhamm ad, ( Yogayakarta
;Ekonisia FE-UII ,2004), h.
2
75
Hadits di atas merupakan dalil tentang bolehnya hukum bai’ as-salam.
Beliau menjelaskan pelaksanaan bahwa bai’ as-salam antara petani buahbuahan dan pedagang yang masa penyerahannya selama dua tahun. Cara
seperti ini diperlukan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada saat itu.
Akan tetapi setelah tersebarnya Islam, keperluan terhadap bai’as-salam
semakin meluas.
Praktek salam di bank syari’ah, bank membayar harga barang pada saat
akad. Bank kemudian akan menerimahnya pada waktu yang di tentukan
melalui wakil yang ditunjuknya, Bank kemudian menjual barang tersebut
dengan harga yang ditangguhkan lebih tinggi dari harga melalui model salam.3
Rukun Bai’ as-Salam berikut ini : 1) Muslam (‫ )المسلم‬atau pembeli, 2)
Muslam ilaih (‫ )المسلم اليه‬atau penjual, 3) Modal atau uang, 4) Muslam fiihi
(‫ )المسلم فيه‬atau barang, 5) Sighat (‫ )الصيخة‬atau ucapan. Selain rukun harus
terpenuhi, bai’ as-salam juga mengharuskan tercukupinya segenap syarat pada
masing-masing rukun. Dua di antara rukun-rukun terpenting, yaitu modal dan
barang. 1. Modal Transaksi Bai’ as-Salam. Syaratnya : a) Modal harus
diketahui Barang yang akan disuplai harus diketahui jenis, kualitas dan
jumlahnya. Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus dalam
bentuk uang tunai. b) Penerimaan pembayaran salam kebanyakan ulama
mengharuskan pembayaran salam dilakukan di tempat kontrak.
Semua ini dilakukan agar pembayaran yang diberikan oleh al-muslam
(pembeli) tidak dijadikan sebagai utang penjualan. terkhusus pembayaran
salam tidak bisa dalam bentuk pembebasan utang yang harus dibayar dari
muslam ilaih (penjual). Tujuannya agar mencegah praktik riba melalui
mekanisme salam. 2. Al-Muslam Fiihi (barang). syaratnya :
a) Bersifat khusus dan dapat diakui sebagai utang.
b) Penyerahan barang dilakukan di kemudian hari..
c) Dapat diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat
kurangnya pengetahuan tentang macam barang tersebut
d) Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang harus pada
suatu waktu kemudian, tetapi mazhab syafi’i membolehkan segera.
e) Penentukan tanggal waktu boleh di masa yang akan datang untuk
penyerahan barang.
f) Tempat penyerahan. Pihak-pihak yang berkontrak harus menunjuk
tempat yang disepakati dimana barang harus diserahkan. Jika kedua
pihak yang berkontrak tidak menentukan tempat pengiriman, barang
harus dikirim ke tempat menjadi kebiasaan, misalnya gudang si
penjual atau bagian pembelian si pembeli.
3
Wahbah al-Zuhaily,al-Muamalat al-Maliyah al- Muasirah, 297
76
g) Penggantian muslam fihi dengan barang lain. Para ulama melarang
penggantian muslam fihi dengan barang lainnya. Penukaran atau
penggantian barang as-salam ini tidak diperkenankan, karena
meskipun belum diserahkan, barang tersebut tidak lagi milik si
muslam ilaih, tetapi sudah menjadi milik muslam.
Penggantian barang tersebut dengan barang yang memiliki spesifikasi
dan kualitas yang sama, walaupun sumbernya berbeda, para ulama
membolehkannya. Hal demikian dianggap sebagai jual beli, melainkan
penyerahan unit yang lain untuk barang yang sama.
Salam paralel berarti melaksanakan dua transaksi bai’ as-salam antara
bank dan nasabah, dan antara bank dan pemasok (suplier) atau pihak ketiga
lainnya secara simultan. Dewan Pengawas Syariah Rajhi Banking &
Investment Corporation telah menetapkan fatwa yang membolehkan praktek
salam paralel dengan syarat pelaksanaan transaksi salam kedua tidak
bergantung pada pelaksanaaan akad salam yang pertama. Akad ini
mengesahkan akad yang lain. Pembeli dalam akad salam yang pertama
menjadi penjual pada akad salam yang kedua dengan objek barang dan ciri-ciri
yang sama.
Beberapa ulama kontemporer memberikan catatan atas transaksi salam
paralel, terutama jika perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan
secara terus-menerus. Hal demikian diduga akan menjurus kepada riba.
Perbedaan antara jual beli salam dan jual beli biasa ada beberapa
perbedaan antara jual beli salam dan jual beli biasa yang dikemukakan oleh
para ulama fiqh, diantaranya adalah :
1) Harga barang dalam jual beli salam tidak boleh dirubah dan harus
diserahkan seluruhnya waktu akad berlangsung. Berbeda dengan jual beli
biasa, pembeli boleh saja membeli barang yang ia beli dengan utang penjual
pada pembeli. Dalam artian, utang dianggap lunas dan barang diambil oleh
pembeli.
2) Harga yang diberikan berbentuk uang tunai, bukan cek mundur.
Jika harga yang diserahkan oleh pemesan adalah cek mundur, maka jual beli
pesanan batal, karena modal untuk membantu produsen tidak ada. Berbeda
dengan jual beli biasa, harga yang diserahkan boleh saja berbentuk cek
mundur.
3) Pihak produsen tidak dibenarkan menyatakan bahwa uang pembeli
dibayar kemudian, karena jika ini terjadi maka jual beli ini tidak lagi
dinamakan jual beli salam.
sedangkan dalam jual beli biasa, pihak produsen boleh berbaik hati untuk
menunda penerimaan harga barang ketika barang telah selesai dan diserahkan.
77
4) Menurut ulama Hanafiyah, modal atau harga beli boleh dijamin oleh
seseorang yang hadir pada waktu akad dan penjamin itu bertanggung jawab
membayar harga itu ketika itu juga. Akan tetapi, menurut Zufar ibn Huzail,
pakar fiqh Hanafi, harga itu tidak boleh dijamin oleh seseorang, karena adanya
jaminan ini akan menunda pembayaran harga yang seharusnya dibayar tunai
pada waktu akad. Dalam jual beli biasa, persoalan harga yang dijamin oleh
seseorang atau dibayar dengan borog (barang jaminan) tidaklah menjadi
masalah asal keduanya sepakat.
b.
Istisna
Istisna adalah kontrak dengan pembuatan barang tertentu yang dijamin.
Persyaratan kontrak ini lebih sederhana dari pada akad salam karena tidak
disyaratkan adanya serah terima harga ketika akad. Dan biasanya pembayaran
dilakukan dengan cara cicil4.
Jual beli dengan sistim angsuran adalah sebuah solusi yang diberikan
untuk membantu pemenuhan kebutuhan seorang yang tidak memiliki modal
tunai. Misalnya; seorang ingin membeli kebutuhan pokoknya seharga Rp.
400.000,-. Namun karena ia tidak memiliki modal tunai, maka ia mencicilnya
selama satu bulan. Hal demikian tentu akan sangat membantu orang tersebut,
dan hal tentu adalah sebuah perkara yang dianjurkan. Kontrak ini juga
memberi kemudahan bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Lain lagi kalau sekiranya seorang penjual menetapkan dua harga bagi
barang yang dijualnya itu; harga kontan dan harga cicil (dinaikkan sekian
persen dari harga kontan). Terkait dengan masalah kedua ini, gambaran
transaksinya ada dua macam, yaitu;
1. Penjual dan pembeli berpisah dari majelis akad dengan telah
menentukan jenis akad yang akan dijalankan; secara kontan atau secara
cicil. Jenis transaksi semacam ini adalah mubah.
2. Penjual dan pembeli berpisah dari majelis dengan akad yang telah
disetujui oleh keduanya, tetapi pihak pembeli belum menentukan jenis
transaksi yang akan dijalankannya; apakah jenis transaksinya kontan
atau cicil. Akad semacam ini adalah akad yang tidak sah (fasid) karena
tidak adanya kejelasan jenis transaksi dan harga. Abu Hurairah ra
berkata;
‫صلهى ه‬
‫سو ُل ه‬
. ‫سله َم َع ْن بَ ْيعَتَي ِْن فِي بَ ْيعَ ٍة‬
ُ ‫نَ َهى َر‬
َ ‫اَّللُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ‫اَّلل‬
4
syafaatmuhari.wordpress.com/2011/07/.../bai’-istishna...
78
“Rasulullah saw melarang adanya dua transaksi dalam sebuah
transaksi.”5. Imam Tirmidzi ra berkata mengomentari hadits
tersebut;
‫ أ َ ِبيعُكَ َهذَا‬:َ‫ َب ْي َعتَي ِْن ِفي َب ْي َع ٍة أَ ْن َيقُول‬: ‫ض أ َ ْه ِل ْال ِع ْل ِم قَالُوا‬
ُ ‫ َوقَدْ فَس َهر َب ْع‬، ‫َو ْال َع َم ُل َعلَى َهذَا ِع ْندَ أ َ ْه ِل ْال ِع ْل ِم‬
ْ
ْ
َ
َ
َ
َ
‫ إِذَا‬، ‫س‬
َ ‫الث ه ْو‬
َ َ‫ فَإِذَا ف‬، ‫ارقُهُ َعلى أ َح ِد البَ ْيعَي ِْن‬
َ ‫ارقَهُ َعلى أ َح ِد ِه َما فَ ََل بَأ‬
ِ َ‫ َوال يُف‬، َ‫ب ِبنَ ْق ٍد ِبعَش ََرةٍ َوبِنَسِيئ َ ٍة ِب ِع ْش ِرين‬
ْ ‫كَان‬
.‫َت ْالعُ ْقدَة ُ َعلَى أ َ َح ٍد ِم ْن ُه َما اهـ‬
Inilah yang diamalkan oleh para ulama. Tentang penafsiran larangan
melakukan dua transaksi dalam sebuah transaksi, yaitu jika seorang berkata;
saya menjual pakaian ini kepadamu dengan kontan seharga sepuluh dan
seharga dua puluh secara cicil. Kemudian keduanya berpisah tanpa adanya
kepastian jenis transaksi yang dijalankan6. Namun jika keduanya berpisah
dengan adanya kejelasan jenis transaksi yang akan dijalankan (kontan atau
cicil), maka hal demikian tidaklah mengapa.”.
Masalah lainnya adalah jika seseorang membeli barang dagangan dari
gudang atau toko misalnya –baik secara cash atau kredit, dan pemiliknya telah
menghitungnya, maka tidak diperbolehkan bagi sang pembeli tadi untuk
langsung menjualnya kepada pihak ketiga di toko atau gudang tersebut,
hanya karena telah adanya kesepakatan antara dia dan si pemilik toko tadi
tentang harga barang. Hal ini disebabkan karena merupakan syarat sahnya
sebuah transaksi adalah adanya penguasaan barang, yang baru dinyatakan sah
jika sang pembeli tadi telah membawanya ke tempatnya sendiri. Olehnya itu,
si Pembeli tadi baru bisa kembali menjualnya kepada pihak ketiga jika telah
membawa barang-barang itu ke toko atau warungnya sendiri.
Dalil masalah ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad ra dari
Hakiim bin Hizaam, bahwasanya dia bercerita, aku pernah bertanya :
Wahai Rasulullah saw, saya membeli barang dagangan, lalu apa yang
dihalalkan bagiku darinya dan apa pula yang diharamkan? Beliau
menjawab:
ُ ‫ضه‬
َ ‫إِذَا ا ْشت ََريْتَ بَ ْيعًا فَ ََل تَبِ ْعهُ َحتهى تَ ْق ِب‬
Jika engkau membeli sesuatu, maka janganlah engkau menjualnya
kembali sampai kamu menerimanya.7 .
Dan juga berdasarkan pada apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari
Zaid bin Tsabit ra;
ُ ‫السلَ ُع َحي‬
‫ار ِإلَى ِر َحا ِل ِهم‬
ُ ‫ْث ت ُ ْبت َا‬
ِ ‫ع‬
َ ‫نَ َهى أ َ ْن ت ُ َبا‬
ُ ‫ع َحتهى َي ُحوزَ هَا الت ُّ هج‬
”Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menjual barang yang
dibeli sehingga para pedagang itu membawanya ke rumah mereka.8
5
HR. Tirmidzi, (3/ 533)
6
www.badilag.net/.../aplikasi%20pembiayaan%20salam...
7
HR. Ahmad, [24 /32]
HR. Abu Daud, [3 /300]
8
79
Akad istisna digunakan banyak di zaman ini. Ia menyebar secara luas,
tidak hanya pada industri ringan, seperti perusahaan peralatan kebutuhan
rumah tangga tapi berkembang pesat menjadi instrument investasi dalam
Industri modern, seperti industri pesawat terbang, mobil dan kereta api.
c. Mudharabah
Mudharabah atau muqaradhah berasal dari akar kata dharaba-yadribudarban yang bermakna memukul. Dengan penambahan alif (‫) أ‬pada dho’ (‫ض‬
), maka kata ini memiliki konotasi “saling memukul” yang berarti
mengandung subjek lebih dari satu orang.
Para fukaha memandang mudharabah dari akar kata ini dengan
merujuk kepada pemakaiannya dalam al-Qur’an yang selalu disambung
dengan kata depan “fi” kemudian dihubungkan dengan “al-ardh” yang
memiliki pengertian berjalan di muka bumi.
Mud}arabah merupakan kerjasama kontribusi modal pada satu pihak
dan pengelola pada pihak lain. Atau pemodal menyerahkan sejumlah dananya
pada pengelola untuk dikelola. Keuntungan yang diperoleh dibagi pada
keduanya, misalnya 50%:50%.
Mudharabah merupakan bahasa yang biasa dipakai oleh penduduk Irak
sedangkan penduduk Hijaz lebih suka menggunakan kata “qirodh” untuk
merujuk pola perniagaan yang sama. Mereka menamakan qiradh yang berarti
memotong karena si pemilik modal memotong dari sebagian hartanya untuk
diniagakan dan memberikan sebagian dari labanya.
Dalam istilah fikih muamalah, mudharabah adalah suatu bentuk
perniagaan di mana si pemilik modal menyetorkan modalnya kepada
pengusaha/pengelola, untuk diniagakan dengan keuntungan akan dibagi
bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan
kerugian, jika ada, akan ditanggung oleh si pemilik modal.
Para ulama sepakat bahwa landasan syariah mudharabah dapat ditemukan
dalam al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ dan qiyas.




...      

“Dan orang-orang yang lain berjalan di muka bumi mencari keutamaan
Allah” (Q.S. Al-Muzammil : 20)
Secara umum mudharabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
1. Mudharabah muthlaqoh
Yakni pemilik modal (shahibul maal) menyerahkan sejumlah dana
kepada pihak lain dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan
80
tanpa persyaratan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk
melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang
sehat (uruf)
2. Mudharabah muqoyyadah.
Yakni pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada
pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat,
jenis usaha dan sebagainya.
d. Musyarakah
Musyarakah dari bahasa Arab yang berarti mencampur. Yaitu
mencampurkan satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata
syarika , yashruku , syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); artinya
menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawwir). Menurut arti asli bahasa
Arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak
boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya, (An-Nabhani).
Secara terminologi syirkah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan
dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan9.
Musyarakah adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil di mana dua
orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan
proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara
para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi
Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk
meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan
memadukan seluruh sumber daya.
Jadi syirkah adalah perjanjian kerjasama antara dua pihak atau
beberapa pihak, baik mengenai modal ataupun pekerjaan atau usaha untuk
memperoleh keuntungan bersama.
Musyarakah atau kerja sama merupakan model kontrak keuangan sejak
dahulu. Yang merupakan tradisi alami dalam kehidupan. Kontrak ini berjalan
antara dua orang atau lebih untuk melaksanakan sebuah proyek, baik proyek
bisnis, industri maupun pertanian dengan tujuan memperoleh keuntungan
bersama.
Dr. Muhammad Syafi’i Antonio,M.Ec, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, cet. Ke
– 17 ( Gema Insani,2011), h.90.
9
81
Ketentuan musyarakah :
1. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
 Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan
kontrak (akad).
 Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
 Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
1. Pihak-pihak yang berkontrak harus sadar hukum, dan memperhatikan
hal-hal berikut :
1. Ketentuan modal pada musyarakah adalah sebagai berikut:
 Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan.
 Setiap mitra memiliki hak umtuk mengatur aset musyarakah dalam
proses bisnis normal.
 Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk
mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang
untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan
kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian yang disengaja.
 seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan dana atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
 Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya
sama.
 Modal dapat terdiri atas aset perdagangan, seperti barang-barang,
properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih
dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
 Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan
atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas
dasar kesepakatan.

Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan,
namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat
meminta jaminan
1. Ketentuan keuntungan pada akad pembiayaan musyarakah adalah
sebagai berikut:
 Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau
penghentian musyarakah.
 Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas
dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di
awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
82
Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi
jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya.
 Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam
akad.10
Pada akad pembiayaan musyarakah, adapun kerugian harus dibagi di
antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam
modal. Adapun karakteristik Musyarakah: “Para mitra (syarik) bersama-sama
menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha tertentu dalam musyarakah,
baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat
mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya
secara bertahap atau sekaligus kepada entitas (mitra lain)”.
Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau
aset nonkas, termasuk aset tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.
Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap
mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian
atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya
kesalahan yang disengaja ialah:
a)
Pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana investasi,
manipulasi biaya, dan pendapatan operasional; atau
b) Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.11
Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah
yang disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selama periode akad
bukan dari jumlah investasi yang disalurkan.Pengelola musyarakah
mengadministrasikan transaksi usaha yang terkait dengan investasi
musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.
Pada prinsipnya syirkah itu ada dua macam yaitu syirkah amlak
(kepemilikan) yakni Musyarakah kepemilikan tercipta karena warisan, wasiat,
atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang
atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi
dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan
aset tersebut.
Musyarakah pemilikan kadang bersifat ikhtiaryyah (sukarela) atau
jabariyyah (tidak sukarela), apabila harta bersama (warisan/hibah/wasiat)
dapat dibagi,namun para mitra memutuskan untuk tetap memilikinya
bersama, maka musyarakah pemilikan tersebut bersifat ikhtiari (sukarela).
Namun apabila barang tersebut tidak dapat dibagi-bagi dan

10
http://hbs06.wordpress.com/2013/03/03/musyarakah/#_ftn2
11
Ibid
83
Sedangkan syirkah uqud adalah perkongsian yang terjadi karena
kesepakatan dua orang atau lebih untuk berkongsi modal, kerja atau keahlian
dan jika perkongsiannya itu menghasilkan untung, maka hal itu akan dibagi
bersama menurut saham dan kesepakatan masing-masing. Syirkah uqud ini
memiliki banyak variasi yaitu syirkah ‘Inan, Mufawadhoh, Abdan, Wujuh dan
Mudhorobah.
Landasan hukum musyarakah :
1. Al – Qur’an
‫… فهم شركاﺀ في ﺛلﺙ‬
Maka mereka berserikat dalam sepertiga” Q.S. An-Nisa’ : 12.
Ayat ini di landaskan pada syirkah jabariyyah ( yaitu perkongsian
beberapa orang yang terjadi di luar kehendak mereka karena mereka samasama mewarisi harta pusaka).
َ َ‫َو ِإ هن َك ِثي ًْرا ِمنَ ْال ُخل‬
‫ت‬
ِ ‫صا ِل َحا‬
ُ ‫اء لَ َي ْب ِغ ْي َب ْع‬
ِ ‫ط‬
ٍ ‫ض ُه ْم َعلَى َب ْع‬
‫ ِإاله ا هل ِذيْنَ آ َمنُ ْوا َو َع ِملُوا ال ه‬،‫ض‬
“ Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu
benar-benar berbuat zalim kepada sebagian lainnya kecuali orangorang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh”. Q.S. Shod: 24.
Ayat ini mencela perilaku orang-orang yang berkongsi atau berserikat
dalam berdagang dengan menzalimi sebagian dari mitra mereka. Kedua ayat
al-Qur’an ini jelas menunjukkan bahwa syirkah pada hakekatnya
diperbolehkan oleh risalah-risalah yang terdahulu dan telah dipraktekkan.
2. Sunnah
ُ ‫ أَنَا ﺛَا ِل‬:ُ‫ِإ هن للاَ ت َ َعالَى َيقُ ْول‬
‫ث ال ه‬
‫اح َبهُ َخ َرجْ تُ ِم ْن‬
ِ ‫ص‬
ِ ‫ص‬
َ ‫ فَإِذَا خَانَ أَ َحد ُ ُه َما‬،ُ‫اح َبه‬
َ ‫ش ِر ْي َكي ِْن َما لَ ْم َي ُخ ْن أ َ َحد ُ ُه َما‬
‫بَ ْي ِن ِه َما‬
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman : Aku adalah mitra ketiga
dari dua orang yang bermitra selama salah satu dari kedunya tidak
mengkhianati yang lainnya. Jika salah satu dari keduanya telah
mengkhianatinya, maka Aku keluar dari perkongsian itu”. H. R. Abu
Dawud dan al-Hakim.
Arti hadis ini adalah bahwa Allah SWT akan selalu bersama kedua
orang yang berserikat dalam kepengawasanNya, penjagaanNya dan
bantuanNya. Allah akan memberikan bantuan dalam kemitraan ini dan
menurunkan berkah dalam perniagaan mereka. Jika keduanya atau salah satu
dari keduanya telah berkhianat, maka Allah meninggalkan mereka dengan
tidak memberikan berkah dan pertolongan sehingga perniagaan itu merugi. Di
84
samping itu masih banyak hadis yang lain yang menceritakan bahwa para
sahabat telah mempraktekkan syirkah ini sementara Rasulullah SAW tidak
pernah melarang mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Rasulullah telah
memeberikan ketetapan kepada mereka.
3. Ijma’
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al- Mughni, telah berkata, “kaum
muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara
global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam elemen
darinya.”12
4. Fatwa DSN
Fatwa DSN – MUI tentang bagi hasil dengan cara musyarakah
ditetapkan dengan nomor 08/DSN – MUI / IV / 2000 yang
ditandatangani oleh K.H. Ali Yafie ( Ketua ) dan Nazri Adlani (
Sekretaris ) pada tanggal 1 april 2000 ( 26 Dzulhijah 1420 H ).
Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa bagi hasil dengan cara
musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu, masing–masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan.
Pada umumnya, keputusan fatwa DSN – MUI13 tentang musyarakah
dapat dibedakan menjadi empat bagian : ketentuan mengenai kontrak ( ijab
dan qabul ), ketentuan mengenai pihak–pihak yang melakukan kontrak,
ketentuan mengenai objek akad dan ketentuan mengenai biaya operasional
dan persengketaan.
Ketentuan mengenai kontrak musyarakah adalah bahwa pernyataan
kontrak dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka
dalam mengadakan kontrak, dengan memperhatikan:
(a) penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan
tujuan kontrak.
(b) penerima dari penawaran dilakukan pada saat kontrak; dan
(c) akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau
dengan menggunakan cara – cara komunikasi modern.
Ketentuan mengenai pihak – pihak yang melakukan kontrak
musyarakah adalah bahwa mereka cakap hukum dengan memperhatikan:
(a) kompeten dalam memberi atau menerima kekuasaan perwakilan;
12
13
Ibid, h. 91
FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 08/DSN-MUI/IV/2000
TENTANG PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
85
(b) setiap mitra menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil;
(c) setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam
proses bisnis normal;
(d) setiap mitra memberi wewenang terhadap mitra lain untuk
mengelola aset dan masing–masing dianggap telah memberi wewenang
melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan
mitranya tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja; dan
(e) seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
Ketentuan mengenai objek kontrak musyarakah berhubungan dengan
ketentuan mengenai modal, kerja, keuntungan dan kerugian.
Pertama, ketentuan mengenai modal adalah:
(a) Modal yang diberikan dalam bentuk uang tunai, emas, perak, atau
yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan,
seperti barang-barang, properti, dan sebagaimananya. Jika modal
berbentuk aset, terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati
oleh para mitra;
(b) Para pihak tidak boleh meminjamkan, menghadiahkan modal
musyarakah kepada pihak lein kecuali atas dasar kesepakatan; dan
(c)Dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk
menghindari terjadinya penyimpangan LKS dapat meminta jaminan.
Kedua, ketentuan mengenai kerja adalah:
(a) partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah. Akan tetapi, seorang mitra boleh melaksanakan kerja
lebih banyak dari yang lainnya; dan ia boleh menuntut bagian
keuntungan tambahan bagi dirinya; dan
(b) setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama
pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing – masing dalam
organisasi kerja dijelaskan dalam kontrak.
Ketiga, ketentuan mengenai keuntungan adalah :
(a) keuntungan dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindari
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau ketika
pengehentian musyarakah;
(b) setiap keuntungan mitra dibagikan secara profesional atasa dasar
seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan diawal
yang ditetapkan bagi seorang mitra;
(c) seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi
jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya;
(d) sistem pembagian keuntungan tertuang dengan jelas dalam akad.
86
Keempat, ketentuan mengenai kerugian adalah bahwa kerugian dibagi
diantara para mitra secara proforsional menurut saham masing – masing dalam
modal.
Ketentuan mengenai biaya operasional dan persengketaan dalam akad
musyarakah adalah :
(a) biaya operasional dibebankan pada modal bersama;
(b) jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan dia ntara para pihak, penyelesaiannya dilakukan
mengenai Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.14
3.Instrumen investasi yang dilarang dalam Transaksi keuangan
a. Riba
Riba secara bahasa; ziyadah (tambahan), juga berarti tumbuh dan
membesar.15 Secara istilah riba berarti pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara batil16. Kata riba juga berarti; bertumbuh menambah
atau berlebih. Al-riba makna asalnya ialah tambah tumbuh dan subur.
Istilah “tambah” dalam konteks riba adalah tambahan uang atas modal
yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara’, apakah tambahan
itu berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak seperti yang disyaratkan
dalam Al-Qur’an. Riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa inggris
sebagai “usury” yang artinya “the act of lending money at an exorbitant or
illegal rate of interest” sementara para ulama’ fikih mendefinisikan riba
dengan “ kelebihan harta dalam suatu muamalah dengan tidak ada imbalan
atau gantinya”. Dengan kata lain riba adalah tambahan terhadap modal uang
yang timbul akibat transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang
kepada pemilik uang pada saat utang jatuh tempo17
Dr. Jaih Mubarok, M.Ag, Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia,
(Pustaka Bani Quraisy, 2004 ) cet ke – 1, hlm.78.
14
Zainuddin Ali, Hukum perbankan Syari’ah, 2008, Jakarta : Sinar Grafika. Hal 88,
lihat Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari teori ke praktek, 2001, Jakarta : Gema
Insani, Hal. 37. Lihat Abdullaoh Saeed, Islamic Banking And Interest : A Study Of The
Probihition Of Riba And Itis Kontemporary. (Laiden : E Jibril 1996)
16
Lihat M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah.....hal. 37. Lihat syafi’i Antonio. Wacana
ualama’ dan cendikiawan, central bank of Indonesia and Tazkia institute, Jakarta 1999.
17
Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat kontemporer, 2000, Jogjakarta :
UII Press. Hal. 147
15
87
Riba dalam Islam adalah adanya nilai lebih pada pokok transaksi
keuangan tanpa dibarengi jual beli disebut riba qard. Adanya tambahan pokok
yang dipersyaratkan pada pinjaman oleh yang meminjamkan kepada
peminjam, misalnya tambahan10%.
Riba penjualan adalah tambahan pada harta yang tidak ada padanannya
dalam satu transaksi tukar menukar finansial atau pada tukar barang dengan
barang.
Riba jual beli terdiri atas dua macam yaitu riba fadl dan riba nasia.
Pertama, riba fadl adalah jual beli barang ribawi, dimana salah satunya lebih
banyak dari pada yang lainnya. Misalnya menukar 1kg beras dengan 11/2 kg
beras. Kedua, riba nasia adalah jual beli dimana salah satunya tidak sepadan
nilainya dengan apa yang ditukar. Ataukah sama nilai dan jumlah dua barang
yang dipertukarkan tapi salah satunya ditangguhkan atau dilebihkan.18 Segala
macam riba adalah diharamkan. Firman Allah Q.S.al-Baqarah (2):275.
b. Jual Beli utang dengan Utang
Jual beli "al-kali' bi al-kali'" adalah menjual waktu kredit secara kredit
atau jual beli utang. Transaksi seperti ini tidak dibolehkan. Praktik jual beli ini
memiliki banyak bentuk, di antaranya:
1) Seseorang menjual komoditas yang belum dibayar atau pinjaman uang
secara tunai, untuk dibayarkan (lagi) sampai tenggang waktu tertentu kepada
pemilik utang, atau kepada orang lain.
2) Menjadikan uang jual beli salam (jual beli pesanan) sebagai utang.
Misalnya seseorang yang memesan sejumlah makanan atau sejenisnya dalam
waktu satu tahun dengan nilai seratus dirham, dan saat periode pembayaran
tiba dia berkata, "Saya tidak memiliki uang untuk membayar utang tersebut,
jadi juallah (perpanjanglah) kepada saya dengan periode dua bulan atau lebih
lama, seharga dua ratus dirham."
Sabda Rasulullah saw:
‫نهى رسول للا عن بيع الكالى بالكالى‬
Adapun menjual barang yang sudah berada di tangan, kemudian dijual
lagi secara kredit sebelum lunas, maka hukumnya boleh dan tidak termasuk
dalam jual beli utang. Sebab, ini termasuk jual beli barang yang telah diterima
dan menjadi hak milik, lalu dijual kembali.
18
Wahbah al-Zuhaily, Maqasid Syariah bidang Ekonomi Dan Keuangan Islam,
makalah disampaikan dalam Forum Riset Ekonomi Dan Keuangan Syariah II di UIN Syarif
Hidayatullah, 14 Nopember 2013, h.15
88
c. Jual Beli yang dilarang
1. Jual beli yang diharamkan
Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga
mengharamkan hasil penjualannya. Seperti menjual sesuatu yang terlarang
dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung
dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syariah Islam.
Sama halnya jual beli yang melanggar syar’I yaitu dengan cara menipu.
Menipu barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual, tetapi
sang penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan barang tersebut
sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan dilarang dalam agama,
bagaimanapun bentuknya.
2. Barang yang tidak dimiliki.
Seorang pembeli datang untuk mencari barang tertentu.Tapi barang
yang dicari tidak ada kemudian penjual dan pembeli saling sepakat untuk
melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu
barang belum menjadi hak milik si penjual. Lalu penjual pergi membeli barang
dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli.
Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual
sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum
menjadi miliknya, Rasulullah saw telah melarang cara berjual beli seperti ini
dikenal reseller.
Diriwayatkan ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam ra
berkata kepada Rasulullah saw : “Wahai, Rasulullah. Seseorang datang
kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari
tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”.
Rasulullah saw bersabda:
ِ
‫س ِعنْ اد اك‬
‫اَل تاب ْع اما لاْي ا‬
Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. [HR Tirmidzi].
3. Jual beli Hashat.
Jual-beli Hashat adalah jika seseorang membeli dengan menggunakan
undian atau dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang yang dibeli
sesuai dengan undian yang didapat. Contoh:
Seseorang berkata: “ Lemparkanlah bola ini, dan barang yang terkena
lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian”. Jual beli yang
89
sering temui dipasar-pasar ini tidak sah. Karena mengandung
ketidakjelasan dan penipuan.
4. Jual beli Mulamasah.
Mulamasah artinya adalah sentuhan. Artinya jika seseorang berkata:
“Pakaian yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu dengan
harga sekian”. atau “Barang yang kamu buka, berarti telah menjadi milikmu
dengan harga sekian”.
Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak ada
kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon pembeli. Dan
didalamnya terdapat unsur pemaksaan.
5. Jual Beli Najasy
Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah
ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut
dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya
dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara ia
sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin
memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk
penipuan.
Dan Rasullulah S.A.W. telah melarang perbuatan najasy ini seperti
yang terdapat di dalam hadith:
"Janganlah kamu melakukan praktek najasy, janganlah seseorang
menjual di atas penjualan saudaranya, janganlah ia meminang di atas
pinangan saudaranya dan janganlah seorang wanita meminta
(suaminya) agar menceraikan madunya supaya apa yang ada dalam
bejana (madunya) beralih kepadanya," (HR Bukhari [2140] dan
Muslim [1413]).
Kesimpulan:
Investasi adalah menanamkan atau menempatkan aset, baik berupa
harta maupun dana pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil
pendapatan atau akan meningkat nilainya di masa mendatang.
Instrumen investasi ada dua macam:
1. Instrument yang dibolehkan syari’ah diantaranya:
a. Ba’i salam
90
b. Istisna
c. Musyarakah
d. Mudharabah
2. Instrument yang dilarang oleh syariah di antaranya:
a. Riba
b. Jual beli utang dengan utang
c. Jual Barang yang tidak dimiliki
d. Jual beli Hashat dll.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullaoh Saeed, Islamic Banking And Interest : A Study Of The Probihition
Of Riba And Itis Kontemporary, (Laiden : E Jibril 1996)
agustiantomingka.wordpress.com/.../instrumen-investa
Dr. Jaih Mubarok, M.Ag, Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah di
Indonesia, (Pustaka Bani Quraisy, 2004 ) cet ke – 1.
91
Dr. Muhammad Syafi’i Antonio,M.Ec, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek,
cet. Ke – 17, Gema Insani, 2011.
FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 08/DSN-MUI/IV/2000
TENTANG PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
http://hbs06.wordpress.com/2013/03/03/musyarakah/#_ftn2
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari teori ke praktek, , Jakarta :
Gema Insani, 2001.
Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat kontemporer, Jogjakarta :
UII Press, 2000.
syafaatmuhari.wordpress.com/2011/07/.../bai’-istishna...
syafi’i Antonio. Wacana ualama’ dan cendikiawan, central bank of Indonesia
and Tazkia institute, Jakarta 1999.
Wahbah al-Zuhaily, Maqasid Syariah bidang Ekonomi Dan Keuangan Islam,
makalah disampaikan dalam Forum Riset Ekonomi Dan Keuangan
Syariah II di UIN Syarif Hidayatullah, 14 Nopember 2013.
Wahbah al-Zuhaily,al-Muamalat al-Maliyah al- Muasirah, 297
www.badilag.net/.../aplikasi%20pembiayaan%20salam...
Zainuddin Ali, Hukum perbankan Syari’ah, Jakarta : Sinar Grafika, 2008.
Zainul Arifin Alvabet, Dasar-Dasar Keuangan Islami Muhamm ad,
Yogayakarta ;Ekonisia FE-UII ,2004.
Download