barang - ETD UGM

advertisement
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Globalisasi dapat dimaknai sebagai proses integrasi dunia disertai dengan
ekspansi pasar (barang dan uang) yang didalamnya mengandung banyak implikasi
bagi kehidupan manusia (Khor, 2003). Proses globalisasi ditengarai sebagai
sebuah proses yang komplek. Kekomplekan ini muncul karena digerakan oleh
berbagai kekuatan baik budaya, teknologi, politik, maupun ekonomi. Tidak
mengherankan bila kemudian ini dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Ia
tidak hanya mengubah kehidupan sehari-hari tetapi juga menciptakan kekuatankekuatan internasional baru bahkan disadari atau tidak globalisasi telah
mentransformasikan ruang dan waktu serta institusi-institusi baik sosial, budaya,
maupun ekonomi (Tadjoedin, 2003). Proses globalisasi ini yang diindikasikan
menjadi salah satu
faktor yang telah memberikan ruang yang luas terhadap
kegiatan-kegiatan ekonomi global untuk berekspansi pada tataran regional
maupun tingkat lokal.
Kegiatan ekonomi global ini mendorong adanya arus modernisasi yang
berkembang didalam sistem pelayanan ekonomi. Di Indonesia banyak daerah
perdesaan telah mendapatkan pengaruh dari modernisasi dan teknologi maju,
sehingga kadang-kadang kita seolah-olah tidak merasa berada di daerah perdesaan
dalam arti yang asli/orisinil (Bintarto, 1983). Berbagai bentuk sistem pelayanan
ekonomi modern telah tumbuh berkembang dari negara maju ke negara
berkembang Proses ini terlihat jelas dengan banyaknya fasilitas pelayanan
ekonomi modern khususnya toko modern yang terus tumbuh sepanjang tahun.
1
Berdasarkan hasil studi Nielsen (2005) toko modern di Indonesia tumbuh 31,4 %
pertahun sedangkan pasar tradisional menyusut 8 % pertahun. Kondisi ini
menggambarkan banyaknya pedagang kecil yang telah kehilangan mata
pencahariannya.
Merespon fenomena ini pemerintah memberikan proteksi terhadap pasar
tradisional dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007
tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern. Perpres ini kemudian disempurnakan dengan keluarnya Peraturan
menteri
Perdagangan
Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman
Penataan dan Pembinaan Pasar tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
Meskipun demikian masih banyak daerah
yang melanggarnya dengan
memberikan izin pada pembangunan toko modern tanpa memperhatikan
ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah.
Fenomena keberadaan toko modern juga telah berkembang di Kabupaten
Bantul. Penetrasi spasial terlihat jelas terhadap distribusi fasilitas ekonomi kota ke
desa. Salah satu fasilitas ekonomi kota yang telah masuk ke Kabupaten Bantul
adalah Toko Modern. Toko modern merupakan toko dengan sistem pelayanan
mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket,
Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk
Perkulakan(Peraturan Bupati Nomor 12 tahun 2010).
Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten yang memiliki
political will di dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan untuk mengantisipasi
liberalisme ekonomi dunia. Seperti yang ungkapkan Sekretaris Daerah Kabupaten
2
Bantul Gendut Sudarto Kd, MMA yang datang pada acara evaluasi pendapatan
retribusi (2010) yang diadakan oleh Kantor Pengelolaan Pasar menambahkan
bahwa Bantul menolak adanya pendirian mall karena untuk kesejahteraan rakyat
kecil, dari jumlah penduduk yang ada di Bantul 14%
menggantungkan
kehidupannya pada sektor perdagangan yaitu pasar tradisional. Sehingga tugas
koordinator/lurah pasar bukan hanya menarik retribusi saja melainkan harus
berupaya keras untuk kemajuan pasar dengan cara penataan pasar, pengelolaan
secara baik dan yang pasti bisa merubah image masyarakat luas yang saat ini
masih beranggapan pasar tradisional itu jorok, kumuh, bau, tidak nyaman dan
tidak aman (pasar.bantul.kab.go.id, 14/10/2010)
Salah satu kebijakan yang khas dan berpihak terhadap masyarakat kecil
ialah dengan memperkuat kegiatan masyarakat lokal dengan menggunakan
instrumen pasar tradisional sebagai pioner penggerak perekonomian Kabupaten
Bantul. Langkah yang ditempuh juga sangat nyata yaitu dengan memperbaiki
sarana prasarana pasar serta kualitas dan manajemen pasar yang lebih baik. Akan
tetapi dinamika wilayah yang cepat memberikan ruang yang luas terhadap
perubahan sistem pelayanan ekonomi yang lebih baik. Respon ini kemudian
ditangkap oleh para pengusaha swasta yang berusaha untuk menyediakan
berbagai alternatif kegiatan ekonomi yang lebih baik seperti membangun Toko
Modern di wilayah Kabupaten Bantul. Langkah ini ternyata mendapat apresiasi
yang besar oleh masyarakat sehingga semakin lama keberadaan Toko Modern ini
semakin lama semakin berkembang sehingga mengancam keberadaan Pasar
Tradisional. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh kantor pengelola pasar
3
Gatot Suteja, SE (2010) bahwa toko modern yang ada di Kabupaten Bantul
sebanyak 98 buah bandingkan saja dengan pasar tradisional yang di Bantul.
Kantor Pengelolaan Pasar mengelola pasar tradisional sebanyak 27 dan 2 pasar
hewan serta ada pasar pedesaan yang dikelola oleh desa, dari pasar kabupaten dan
pasar desa tersebut kurang lebih ada 16 ribu pedagang yang melakukan interaksi
di pasar tradisional, bayangkan dengan toko modern berapa tenaga yang terserap
di sana (pasar.bantul.kab.go.id, 14/10/2010).
Permasalahan ini cepat direspon oleh pemerintah Kabupaten Bantul
sehingga sebelum Toko Modern mematikan kegiatan Pasar Tradisional
pemerintah Kabupaten Bantul mengeluarkan peraturan Bupati Nomor 12 Tahun
2010 yang mengatur mengenai Penataaan Keberadaan Toko Modern .Meskipun
peraturan mengenai penataan Toko Modern telah dilakukan tetapi keberadaanya
terlanjur telah berkembang pesat hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten
Bantul.
Keberadaan Toko Modern ini berimplikasi terhadap perilaku berbelanja
masyarakat di Kabupaten Bantul. Masyarakat dalam hal ini sebagai konsumen
dihadapkan pada dua alternatif pilihan untuk berbelanja baik di Pasar Tradisional
maupun Toko Modern. Keputusan konsumen untuk berbelanja sangat dipengaruhi
oleh banyak faktor pertimbangan untuk memutuskan untuk berbelanja di Toko
Modern ataupun Pasar Tradisional. Mengingat kondisi dan permasalahan tersebut,
maka penelitian ini menfokuskan pada analisis perilaku konsumen dengan judul :
“IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMEN
BERBELANJA DI TOKO MODERN DAN PASAR TRADISIONAL DI
KABUPATEN BANTUL”
4
1.2.
Perumusan Masalah
Keberadaan Toko Modern
yang semakin
berkembang mendorong
pemerintah Bantul untuk melakukan kebijakan mengenai penentuan lokasi Toko
Modern. Salah satunya ialah dengan mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 12
tahun 2010 tentang Penataan Toko Modern. Kebijakan ini diambil untuk
mendukung program yang berpihak pada rakyat kecil. Salah satu kebijakan
pemerintahan
Kabupaten
Bantul
yang
berpihak
kepada
rakyat
ialah
pengembangan ekonomi rakyat yang berbasis pada Pasar Tradisional. Akan tetapi
penataan yang telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bantul apakah telah
mampu melindungi pasar tradisional dari persaingan dalam menjaring konsumen
dengan toko modern yang semakin banyak muncul. Berdasarkan permasalahan
tersebut , maka pada penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan
mengenai :
1. Apakah faktor produk, lokasi, harga, pelayanan dan promosi secara
simultan dan signifikan mempengaruhi konsumen dalam berbelanja di
toko modern dan pasar tradisional ?
2. Apa faktor yang paling dominan yang mempengaruhi konsumen dalam
berbelanja di toko modern dan pasar tradisional ?
3. Apakah terdapat perbedaan pertimbangan keputusan pembelian konsumen
dalam berbelanja di toko modern dan pasar tradisional ?
5
1.3.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumen berbelanja di toko modern dan pasar tradisional. Adapun secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui faktor produk, lokasi, harga, pelayanan dan promosi secara
simultan dan signifikan mempengaruhi konsumen dalam berbelanja di toko
modern dan pasar tradisional
2. Mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi konsumen untuk berbelanja
di toko modern dan pasar tradisional
3. Mengetahui perbedaan dalam keputusan pembelian konsumen berbelanja di
toko modern dan pasar tradisional
4. Memberikan arahan dan masukan untuk pengembangan pasar tradisional dan
toko modern
1.3.2. Kegunaan dan Manfaat Penelitian
1. Mengembangkan ilmu pembangunan wilayah khusunya dalam bidang
pengembangan fasilitas pelayanan toko modern dan pasar tradisional
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk penentuan
kebijakan pemerintah Kabupaten Bantul maupun dunia usaha dalam
perencanaan dan pengaturan antara toko modern dengan pasar tradisional
3. Menjadi sumber informasi yang bermanfaat bagi penelitian sejenis di masa
yang akan datang
6
1.4.
Tinjauan Pustaka
1.4.1. Ilmu Geografi
Geografi merupakan disiplin ilmu yang dapat diterapkan di dalam proses
analisis dan memperlajari permasalahan pembangunan wilayah. Hal ini berkaitan
dengan studi geografi yang dibedakan menjadi obyek formal dan obyek material.
Obyek geografi menurut Bintarto (1988) adalah gejala-gejala dan peristiwaperistiwa yang terjadi dipermukaan bumi, baik yang bersifat fisik maupun yang
menyangkut mahkluk hidup beserta permasalahannya, yang dapat dipelajari
melalui 3 macam pendekatan yaitu pendekatan keruangan, ekologi dan komplek
wilayah.
1. Analisis Keruangan adalah analisis lokasi yang menitikberatkan kepada tiga
unsur geografi , yaitu jarak (distance), kaitan (interaction), dan gerakan
(movement) (Bintarto dan Surastopo, 1979).
2. Analisis Ekologi mengkaji mengenai interaksi antara organisme hidup dengan
lingkungan . Organisme hidup meliputi : manusia, hewan, dan tumbuhan,
sedangkan aspek lingkungan meliputi : hidrosfer, pedosfer, litosfer dan
atmosfer (Bintarto dan Surastopo ,1979)
3. Analisis komplek wilayah merupakan kombinasi antara analisis antara analisis
keruangan dan analisis ekologi. Dalam pendekatan ini wilayah-wilayah
didekati dengan pengertian areal differentiation, yaitu suatu anggapan bahwa
interaksi antar wilayah akan berkembang karena pada hakekatnya suatu
wilayah berbeda dengan wilayah yang lain, oleh karena terdapat permintaan
atau penawaran antar wilayah tersebut (Bintarto dan Surastopo, 1979).
7
Pendekatan keruangan atau analisis spasial banyak diaplikasikan dalam
program pembangunan yang berkaitan dengan 3 unsur penting dalam geografi
menurut Bintarto (1988) yaitu :
1. Integrasi dari fenomena di permukaan bumi (integration of phenomena on the
surface of the earth). Dalam hal ini akan dipelajari unit keruangan seperti
region atau area. Selain itu juga menganalisa ruang dilihat dari luas dan sifat
wilayah , interaksi antar wilayah , kandungan sumberdaya alam, fungsi ruang
dan sebagainya
2. Distribusi atau asosiasi dari berbagai elemen di atas permukaan bumi
(distribution or asociation of element on the surface of earth). Dalam hal ini
akan dideteksi mana daerah yang berpotensi atau tidak berpotensi untuk
dijadikan pusat-pusat wilayah, kemudian akan dibahas keterkaitan antar
gejala-gejala didalam suatu ruang dalam membentuk fenomena dan fungsi
ruang untuk satu kegunaan tertentu.
3. Organisasi dari fenomena di permukaaan bumi ( the organization of
phenomena on the surface of the earth). Pembahasannya ditekankan pada
organisasi atau struktur keruangan (tata ruang) proses perubahannya dilihat
dari segi hirarki.
Geografi sebagai ilmu mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena
geosfer harus dapat menjawab pertanyaan 5 W dan 1 H yaitu “what, where,
when, who, why, dan how” suatu fenomena tertentu dalam suatu konteks
keruangan. Fenomena tersebut tidak akan lepas dari interaksi, interelasi dan
interdependensi dari mahkluk hidup yang ada di muka bumi ini beserta
8
lingkungan yang berada di sekitarnya. Interaksi antar mahkluk hidup sering
disebut interaksi keruangan yang merupakan suatu sifat atau gejala yang terdapat
di dalam ruang yang mendorong diperolehnnya jawaban atas pertanyaan mengapa
ada di situ atau mengapa ada di sana (Daldjoeni, 1997). Jadi interaksi keruangan
merupakan suatu permulaan dari usaha untuk menerangkan lokasi dari gejalagejala distribusinya (pembagian sebaran dalam ruang) dan difusinya (perpecaran,
perluasan).
1.4.2. Pengertian Pemasaran
Menurut Kotler (2005) pemasaran adalah suatu proses sosial yang di
dalamnya individu dan kelompok mendapat apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan
produk yang bernilai dengan pihak lain. Tujuan pemasaran adalah memperoleh
laba yang maksimal untuk menjamin kuantitas perusahaan. Untuk mencapai
tujuan tersebut Marketing Mix merupakan kombinasi variabel untuk kegiatan
yang merupakan inti dan sistem pemasaran, yang mana variabel dapat
dikendalikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi reaksi para pembeli atau
konsumen. Menurut Swastha dan Irawan (2007) mendefinisikan bauran
pemasaran adalah kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan
inti dari sistem pemasaran perusahaan yakni produk, harga, kegiatan promosi dan
kegiatan distribusi.
9
1. Produk
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia produk diartikan sebagai barang
atau jasa yang dibuat dan ditambah gunanya atau nilainya dalam proses produksi
dan menjadi hasil akhir dari proses produksi itu. Sedangkan menurut Kotler
(2000) produk diartikan segala sesuatu yang dapat ditawarkan di pasar untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk terdiri atas barang, jasa
pengalaman, events, orang, tempat, kepemilikan, organisasi, informasi dan ide.
2. Harga
Harga menurut Kotler (2000) mendefinisikan harga sebagai sejumlah uang
yang dibayarkan atas barang dan jasa, atau jumlah nilai yang konsumen tukarkan
dalam rangka mendapatkan manfaat dari memiliki atau menggunakan barang dan
jasa.
3. Promosi
Menurut Swastha (2000) promosi ialah arus informasi atau persuasi satu
arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan
yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran
4. Tempat atau distribusi
Tempat merupakan berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan agar
produk tersebut dapat diperoleh dan tersedia bagi konsumen. Menurut Peter dan
Olson (2002) Lokasi yang baik menjamin tersediannya akses yang cepat , dapat
menarik sejumlah besar konsumen dan cukup kuat untuk mengubah pola
berbelanja dan pembelian konsumen
10
1.4.3. Teori Lokasi
Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spasial order)
kegiatan ekonomi , atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumbersumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap
keberadaan berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupin sosial
(Tarigan, 2006). Salah satu hal yang banyak dibahas dalam teori lokasi adalah
pengaruh jarak terhadap intensitas orang berpergian dari satu lokasi ke lokasi
lainnya. Analisis ini dapat dikembangkan untuk melihat suatu lokasi yang
memiliki daya tarik terhadap batas wilayah pengaruhnya, dimana orang masih
ingin mendatangi pusat yang memiliki daya tarik tersebut. Hal ini terkait dengan
besarnya daya tarik pada pusat tersebut dan jarak antara lokasi dengan pusat
tersebut.
Terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan apakah suatu
lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat
aksesiblitas adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari
lokasi lain di sekitarnya (Tarigan, 2006). Menurut Tarigan, tingkat aksesibilitas
dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai
saran penghubung termasuk frekuensinya
dan tingkat
keamanan serta
kenyamanan untuk melalui jalur tersebut.
Gunter (1995) menegaskan kembali teori yang mendasari berbagai
aktifitas properti yaitu lokasi, lokasi dan lokasi. Fanning (2005) menyatakan
bahwa lokasi merupakan hal yang sangat mempengaruhi nilai properti. Eldred
11
(1987) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi dapat
dikategorikan menjadi 2 yaitu :
1. Faktor Aksesibilitas
Aksesibilitas merujuk kepada seberapa mudahnya masyarakat dapat
mencapai suatu tempat yang mereka inginkan dari properti subjek. Faktor
kemudahan akses ini dipengaruhi oleh :
a. Akses masuk dan keluar
b. Ketersediaan alat transportasi
c. Kedekatan dengan tempat penting
2. Faktor Lingkungan dipengaruhi oleh :
a. Estetika
b. Sosio-ekonomi
c. Hukum
d. Fiscal
e. Keamanan
f. Politik-ekonomi
g. Kondisi Iklim
1.4.4. Perilaku Konsumen
Griffin dan Ebbert (2006) mengatakan bahwa untuk memahami apa yang
menjadi preferensi konsumen dalam membeli suatu produk maka terlebih dahulu
harus mengetahui perilaku konsumen. Perilaku konsumen adalah studi mengenai
proses
keputusan
konsumen
yang
mendorong
mereka
membeli
dan
mengkonsumsi produk barang atau jasa. Berbagai definisi telah banyak
12
dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi berkenaan dengan perilaku konsumen.
Adapun beberapa definisi mengenai perilaku konsumen berikut pendapat
beberapa ahli mengenai perilkau konsumen.
Menurut Engel, et al. (2006) perilaku konsumen adalah tindakan yang
dilakukan seorang konsumen dalam mendapatkan, mengkonsumsi serta
menghabiskan produk dan jasa, tindakan ini termasuk proses keputusan yang
mendahului dan mengikuti tindakan ini. Sedangkan Hawkins, et al. (2007)
menjabarkan perilaku konsumen sebagai suatu individu, kelompok atau organisasi
dan proses yang dipergunakan untuk memilih, menyakinkan , menggunakan dan
menempatkan produk , jasa, dan pengalaman, atau ide untuk memuaskan
kebutuhan dan dampak dari proses ini terhadap konsumen. Kotler dan Keller
(2009) mengartikan perilaku konsumen sebagai studi tentang bagaimana seorang
individu, kelompok maupun organisasi dalam memilih, membeli, menggunakan
dan menghabiskan barang, jasa, ide atau pengalaman untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginan mereka. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
perilaku konsumen merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan yang
berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan barang
dan jasa baik oleh konsumen individu maupun rumah tangga.
Pemasaran harus dapat memahami perilaku konsumen yang beragam.
Pemasar yang mengerti perilaku konsumen akan dapat memperkirakan bagaimana
konsumen beraksi terhadap informasi yang diterimannya sehingga produk dan
jasa yang dipasarkan oleh pemasar dapat lebih bersaing dengan produk lain yang
sejenis.
13
1.4.5. Model Pengambilan Keputusan Konsumen
Perilaku Konsumen berpusat pada bagaimana secara individu membuat
keputusan membeli dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia, yaitu
waktu, uang, dan upaya, untuk ditukar dengan barang untuk dikonsumsi (Wells
dan Prensky, 1996). Menurut Kotler dan Keller (2006) mengatakan bahwa model
perilaku konsumen didalam pengambilan keputusan pembelian , bahwa titik tolak
untuk memahami perilaku pembelian adalah model rangsangan-tanggapan
(stimulus-respond model) yang terlihat pada gambar 1.1.
Rangsangan
Pemasaran
Rangsangan
Lain
Karakteristik
Pembeli
Produk
Harga
Tempat
Promosi
Ekonomi
Teknologi
Politik
Budaya
Budaya
Sosial
Pribadi
Psikologi
Proses Keputusan
Membeli
Pengenalan Masalah
Evaluasi
Keputusan
Perilaku Pasca Pembelian
Keputusan Pembeli
Pilihan produk
Pilihan Merek
Pilihan Penyalur
Waktu Pembelian
Jumlah Pembelian
Gambar 1.1. Model Perilaku Pembeli (Kotler,2000)
Keputusan pembelian menurut Wells dan Prensky (1996) ialah “the
tool consumers use to choose among alternatif actions that are available to them”
atau suatu tindakan yang digunakan konsumen untuk memilih di antara beberapa
alternatif aksi yang tersedia di sekitar mereka. Adapun tahapan-tahapan dalam
proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen yaitu :
a. Mengenali masalah dan kebutuhan
Proses pembelian suatu produk atau jasa oleh seseorang dimulai dengan
mengenali masalah dan kebutuhannya. Kebutuhan dapat dipicu oleh stimulus
internal maupun eksternal kepada konsumen.
14
b. Mencari informasi
Sebelum melakukan pembelian, ada kemungkinan konsumen mencari
informasi terlebih dahulu atau kemungkinan tidak memerlukan informasi. Tidak
memerlukan informasi jika konsumen sudah terbiasa membeli dan menggunakan
produk tersebut. Tetapi konsumen akan mencari informasi tersebut jika konsumen
belum pernah menggunakan produk tersebut. Informasi tersebut dapat diperoleh
dari berbagai sumber yaitu sumber personal ( keluarga, teman, dan tetangga);
sumber commercial (advertensi, tenaga penjual, dealer, dan kemasan) ; serta
sumber publik (media massa dan organisasi konsumen)
c. Evaluasi alternatif
Pemasar perlu mengetahui bagaimana konsumen dalam memilih
alternatif merek. Beberapa alasan konsumen dalam menentukan pilihan, antara
lain faktor atribut yang dimiliki produk (kualitas, kemudahan penggunaan, harga
dan fitur-fitur lainnya), tingkat pentingnya masing-masing atribut produk bagi
konsumen yang bersangkutan , kekuatan brand suatu produk dapat mempengaruhi
konsumen melakukan pemilihan produk, serta fungsi penggunaan dari atribut –
atribut yang dimiliki oleh produk tersebut.
d. Keputusan pembelian
Ketika dalam tahap evaluasi , konsumen melakukan pemeringkatan brand
dan keinginan pembelian. Biasanya konsumen akan membeli brand yang
memiliki preferensi yang kuat tetapi ada dua faktor diantara keinginan membeli
dan keputusan pembelian. Faktor pertama menurut Kotler dan Amstrong (1994)
adalah attitude of other yakni pengaruh orang paling dekat dengan konsumen
15
tersebut. Faktor kedua yaitu unexpected situational factor. Ketika konsumen akan
melakukan pembelian , terjadi keadaan yang tidak dikehendaki yang merupakan
keinginan pembelian. Oleh karena itu, preferensi dan keinginan untuk melakukan
pembelian tidak selalu berujung pada pembelian aktual, keputusan bisa saja
berubah atau ditunda karena pengaruh perceived risk. Konsumen membeli sesuatu
berdasarkan pendapatan yang dimiliki, harga yang dikehendaki atau manfaat dari
produk tersebut.
e. Perilaku pasca pembelian
Bagi seorang pemasar, pembelian oleh konsumen bukanlah akhir dari
pekerjaan. Setelah membeli suatu produk , konsumen bisa merasa puas atau tidak
puas dengan produk yang telah dibelinya. Hubungan antara ekspektasi konsumen
dan produk yang ditawarkan oleh perusahaan dapat digunakan untuk mengetahui
atau mengukur kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terhadap produk yang
dibelinya. Sebaliknya, konsumen tidak puas ketika produk yang dibelinya ternyata
di bawah ekspetasinya (Sampurno, 2009).
1.4.6. Proses Pengambilan Keputusan
Konsumen akan melewati beberapa tahapan dalam rangka menentukan
barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhannya. Tahapan-tahapan ini disebut
dengan proses keputusan membeli. Gambar 1.2 memperlihatkan proses keputusan
membeli yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller (2009) .
Pengenalan
Masalah
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Perilaku Sesudah
Pembelian
Gambar 1.2. Proses Keputusan Membeli oleh Kotler dan Keller (2009)
16
1. Pengenalan Masalah
Proses ini dimulai ketika konsumen menyadari adanya masalah atau
kebutuhan. Konsumen merasa adanya perbedaan antara yang nyata dan yang
diinginkan. Kebutuhan ini dipengaruhi oleh rangsangan internal (dari dalam diri
konsumen) dan eksternal (bukan dari dalam diri, tetapi dari lingkungan).
Pemasar harus jeli dalam melihat kebutuhan para konsumen, adapun cara
mengetahui hal ini adalah dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah
konsumen. Dengan informasi ini maka pemasar dapat menentukan strategi yang
tepat untuk memotivasi konsumen sehingga konsumen bersedia membeli produk
yang ditawarkan oleh perusahaan.
2. Pencarian Informasi
Konsumen yang ingin memenuhi kebutuhannya akan terdorong mencari
informasi tentang produk yang ditujunya. Terlebih untuk produk yang bernilai
mahal. Untuk produk dengan harga yang terjangkau biasannya konsumen akan
langsung membeli.
Menurut Simamora (2002) pencarian informasi terdiri dari dua jenis
menurut tingkatannya. Pertama adalah perhatian yang meningkat ditandai dengan
pencarian informasi yang sedang-sedang saja. Kedua pencarian informasi secara
aktif yang dilakukan dengan mencari informasi kesegala sumber.
Kotler dan Keller (2009) membagi sumber informasi utama bagi
konsumen dibagi menjadi 4 kelompok :
a. Sumber pribadi: keluarga, teman-teman, tetangga
b. Sumber komersial : iklan, petugas, penjual, dealer, kemasan, dan display
17
c. Sumber publik : media masa, lembaga peringkat konsumen
d. Sumber yang berdasakan pengalaman : penanganan, pemeriksaan,
penggunaan produk.
Jumlah dan pengaruh relatif dari sumber-sumber ini bervariasi dengan
kategori produk dan karakteristik pembeli. Secara umum, konsumen menerima
informasi terpenting tentang sebuah produk dari komersial yaitu sumber yang
didominasi pasar. Meskipun demikian informasi yang paling efektif sering dari
sumber pribadi atau sumber publik yang merupakan otoritas independen.
Informasi yang berasal dari sumber komersial biasannya merupakan fungsi
yang memberikan penjelasan sedangkan sumber pribadi merupakan fungsi yang
memberikan suatu legitimasi atau evaluasi.
3. Evaluasi Alternatif
Konsumen mempelajari merek-merek yang tersedia dan ciri-cirinya,
dengan begitu mereka mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Informasi
ini dipergunakan untuk mengevaluasi semua alternatif yang ada dalam
menentukan keputusan pembeliannya.
4. Keputusan Membeli
Pada tahap evaluasi, konsumen menyusun merek-merek dalam himpunan
pilihan serta membentuk niat pembelian. Biasannya ia akan memilih merek yang
disukai. Tetapi ada pula faktor yang turut mempengaruhi sikap konsumen lain dan
faktor-faktor yang tidak terduga.
18
5. Perilaku Pasca Pembelian
Setelah membeli konsumen akan merasa puas jika barang atau jasa yang
telah dibelinya sesuai dengan ekspektasinya, dan merasa tidak puas jika yang
diharapkan oleh konsumen tidak ia temukan dalam barang atau jasa tersebut.
Sehingga terdapat keterkaitan antara harapan dan presentasi yang diterima dari
menggunakan produk atau jasa terhadap kepuasan konsumen.
Menurut Simamora (2002) setelah pembelian terhadap suatu produk,
konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan antara
lain adalah :
a. Kepuasan sesudah pembelian
Konsumen mendasarkan harapannya kepada informasi yang mereka
terima tentang produk, jika kenyataannya yang mereka dapat ternyata berbeda dari
yang diharapkan maka konsumen akan merasa tidak puas, begitupun sebaliknya.
b. Tindakan sesudah pembelian
Penjualan perusahaan berasal dari dua kelompok, yaitu pelanggan baru
dan pelanggan ulang. Mempertahankan pelanggan lama lebih penting daripada
menarik pelanggan baru, sehingga perusahaan harus memperhatikan kepuasan
pelanggan. Ketidakpuasan pelanggan akan menghalangi calon pelanggan membeli
produk perusahaan.
Selain pemasar harus memperhatikan kepuasan pascapembelian, dan
tindakan menurut Kotler dan Keller (2009) pemasar juga perlu mengamati
penggunaan dan penyingkiran pasca pembelian. Salah satu peluang untuk
meningkatkan frekuensi penggunaan produk terjadi ketika persepsi konsumen
19
tentang penggunaan mereka berbeda dari kenyataan. Mungkin cara termudah
untuk meningkatkan penggunaan adalah mempelajari kapan pengguna aktual
kurang dari yang direkomendasikan dan membujuk pelanggan tetang keuntungan
penggunaan yang lebih teratur guna menanggulangi potensi masalah. Jika
konsumen tidak lagi menggunakan produk, pemasar harus mengetahui alasannya..
Memahami kebutuhan pelanggan dan proses pengembalian adalah dari
suksesnya pemasaran karena dengan demikian perusahaan dapat menyusun
strategi yang tepat dan efektif untuk mendukung penawaran yang menarik bagi
pasar sasaran.
1.4.7. Pengertian Toko Modern
Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual
berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket,
Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan
(Peraturan Bupati Nomor 12 tahun 2010 Tentang Penataan Toko Modern di
Kabupaten Bantul).
1. Minimarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan
barang-barang kebutuhan sehari-hari secara eceran langsung kepada
konsumen dengan cara pelayanan mandiri (swalayan).
2. Supermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan
barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan
pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen dengan cara pelayanan
mandiri.
20
3. Departement Store adalah sarana atau tempat usaha untuk menjual secara
eceran barang konsumsi utamanya produk sandang dan perlengkapannya
dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin dan/tingkat usia
konsumen.
4. Hypermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan
barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan
pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen, yang didalamnya terdiri
atas pasar swalayan, toko modern dan toko serba ada yang menyatu dalam
satu bangunan yang pengelolaannya dilakukan secara tunggal (Peraturan
Bupati Nomor 12 tahun 2010 Tentang Penataan Toko Modern di Kabupaten
Bantul).
1.4.8. Pengertian Pasar Tradisional
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli
serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan
biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau
gerai, los dan dasarannya terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu
pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan
makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang
elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan
barang-barang lainnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar).
Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan
Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha
21
berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil,
menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal
kecil
dan
dengan
proses
jual
beli
barang
dagangan
melalui
tawar
menawar.(Peraturan Presiden Republik Indonesia 112 tahun 2007 tentang
penataan dan pembinaan pasar tradisonal,pusat perbelanjaan dan toko modern )
Menurut Franseda dalam Wahyuningsih (2005) pasar tradisional
mempunyai nilai sosial yang tinggi dan lebih lanjut disebutkan bahwa pasar
tradisional juga berperan sebagai arena pembauran dan sebagai pusat informasi.
Selain itu sebagai pintu gerbang penghubung masyarakat dengan dunia luar,
dengan adanya pasar mewarnai corak kehidupan masyarakat sekitannya tentang
kelas sosial, budaya, ekonomi dan mobilitas.
Adapun ciri-ciri pasar tradisional (Ermasari dalam Rosalina, 2007)
adalah sebagai berikut :
1. Pasar tradisional pada dasarnnya adalah pasar bagi masyarakat konsumen.
2. Barang dagangannya adalah barang-barang keperluan sehari-hari terutama
bahan makanan segar hasil pertanian rakyat dan barang-barang hasil
kerajianan rakyat
3. Jarak ke pasar pada umumnnya dapat ditempuh dengan jalan kaki di
daerah perdesaaan. Jarak itu lebih kurang 5 km yang dapat ditempuh
pejalan kaki dimana dalam waktu sehari dapat ditempuh pulang pergi
4. Struktuk ruang bangunan pasar tradisional pada umumnnya didominasi
oleh los-los terbuka diatas suatu pelataran. Jelas keadaan ini dapat
22
dibedakan dari bangunan rumah-rumah perorangan yang sering kali
merupakan tempat tinggal
5. Pasar tradisional merupakan kegunaan umum yang diakui umum,
penguasa atau disahkan pemerintah setempat.
6. Pedagang pasar tradisional adalah pedagang pribumi umumnnya dari
golongan pedagang kecil dan menengah.
7. Pasar tradisional biasannya mengenal hari-hari tertentu
8. Pasar tradisional pada umumnnya melayani masyarakat pembeli golongan
yang mempunyai pendapatan terbatas.
9. Pasar tradisional pada dasarnya adalah pasar eceran tetapi dapat pula
berkembang menjadi pasar pengumpul, dan juga pasar borongan.
1.4.9. Kebijakan Pembangunan Daerah
Kebijakan
pembangunan
daerah
merupakan
aspek
yang
sangat
menentukan untuk proses pembangunan ataupun kemajuan suatu wilayah.
Kebijakan yang tepat dapat menguntungkan semua lapisan masyarakat, sedangkan
jika kebijakan tersebut tidak tepat maka akan merugikan masyarakat dan nantinya
akan berdampak pada kondisi daerah secara keseluruhan. Dalam mengambil
keputusan
diharapkan
pembuat
kebijakan
(decision
making)
harus
mengedepankan kepentingan kesejahteraan rakyat dibanding kepentingan lainnya.
Kebijakan ini antara lain berkenaan dengan tata ruang wilayah sehingga
perencanaan yang dilaksanakan di setiap wilayah dapat sesuai dengan potensi
serta kendala yang dihadapi setiap wilayah di Kabupaten Bantul. Berikut
penjelasan mengenai konsep tata ruang dan tata ruang wilayah :
23
1.4.9.1.
Pendekatan Perencanaan
Pendekatan perencanaan tata ruang yang digunakan di Kabupaten Bantul
adalah
perencanaan
pengembangan
yang
menyeluruh
dan
terpadu
(Comprehensive & Integrated Development Planning). Dalam pendekatan ini ,
prioritas pembangunan sektoral dan spatial bukan hanya diturunkan dari sektor
dan kawasan prioritas saja, tetapi juga pada sektor-sektor dan kawasan yang
secara langsung berperan besar terhadap perkembangan sektor atau kawasan
prioritas dan juga yang menerima dampak dari perkembangan sektor tersebut.
1.4.9.2.
Konsep Struktur Tata Ruang Wilayah
Konsep Stuktur Tata Ruang Wilayah mengacu pada usaha untuk
mengendalikan dan mengarahkan perkembangan urban (jasa dan komersial) serta
pelestarian dan pengembangan kawasan perdesaan/pertanian (produksi dan
konservasi ). Dengan mempertimbangkan kecenderungan , permasalahan dan
potensi lokalnya maka secara konseptual Struktur Tata Ruang Wilayah Bantul
seperti yang tertuang dalam studi RTRW Kabupaten Bantul, yaitu Corridor and
Radial Concentric Development masih sesuai. Untuk pengembangan wilayah di
Kabupaten Bantul, digunakan konteks kegiatan perkotaan dikendalikan , sedang
pengembangan perdesaan dipacu.
Secara garis besar pengembangan wilayah di Kabupaten Bantul terbagi
menjadi dua wilayah pengembangan utama, yaitu wilayah pengembangan
perdesaan dan wilayah pengembangan koridor perkotaan. Wilayah pengembangan
urban dan suburban dibatasi pada area perkotaan Yogyakarta, koridor barat,
selatan, dan timur. Diluar wilayah tersebut dikembangkan untuk perdesaan
dengan berbagai pusat pelayanan.
24
1.4.9.3.
Konsep Perwilayahan
Dalam rangka mengefisienkan penggunakan sumberdaya pembangunan
dan meningkatkan manfaat kegiatan pembangunan, konsep yang umum
digunakan adalah dengan membagi suatu daerah dalam wilayah pengembangan.
Dilihat dari fungsi dan potensi kawasan, secara garis besar Kabupaten Bantul
terbagi dalam Kawasan Budidaya dan Kawasan Lindung. Dalam konteks
operasional pembangunan, konsep kawasan tersebut perlu dikembangkan lebih
rinci, dengan mengikuti kriteria berikut :
 Homogenitas wilayah (potensi, maslah, prospek, dan kesatuan area)
 Dukungan pusat pelayanan bagi kelangsungan kegiatan dikawasan
tersebut.
 Dukungan
sumberdaya
(manusia,
alam,
dan
prasarana)
bagi
perkembangan wilayah tersebut secara mandiri.
 Komplementaritas fungsi wilayah tersebut dengan wilayah-wilayah
tetangga dan wilayah yang lebih luas.
Secara konseptual Kabupaten Bantul dibagi menjadi dalam VI wilayah
pengembangan, yaitu :
Secara garis besar arah pengembangan dan pembangunan daerah mengacu
pada RTRW Kabupaten Bantul yang terbagi menjadi enam Satuan Wilayah
Pengembangan (SWP). Sedangkan peta Satuan Wilayah Pengembangan adalah
sebagai berikut:
25
1. Satuan Wilayah Pengembangan I
SWP I : Kecamatan Sedayu, Pajangan, dan sebagian Kecamatan Kasihan
(desa Bangun Jiwo)

Bagian
Utara
:
sebagai
kawasan
pertanian,
agrobisnis,
perdagangan, jasa serta pendidikan

Bagian Selatan : sebagai kawasan industri, non polutan,
perdaganan jasa dan permukiman
2. Satuan Wilayah Pengembangan II
SWP II : Kecamatan Kasihan, Banguntapan, dan sebagian Kecamatan
Pleret (Desa Pleret)

Kawasan aglomerasi

Menjadi bagian pengembangan Kota Yogyakarta : permukiman,
pendidikan, perdagangan, dan jasa.
3. Satuan Wilayah Pengembangan III
SWP III : Kecamatan Piyungan dan sebagian Kecamatan Pleret ( Desa
Bawuran, Wonolelo, dan Segoroyoso)

Bagian utara : sebagian kawasan industri, perdagangan, jasa,
pertanian dan permukiman

Bagian selatan : sebagai kawasan pertanian dan wisata budaya.
4. Satuan Wilayah Pengembangan IV
SWP IV : Kecamatan Srandakan, Sanden, dan Kretek

Bagian utara : sebagai kawasan pertanian lahan basah, agrobisnis
dan permukiman
26

Bagian selatan : sebagai wisata alam, budaya dan perikanan
5. Satuan Wilayah Pengembangan V
SWP V : Kecamatan Bantul, dan Sewon

Bagian
utara
:
sebagai
pusat
pemerintahan,
perumahan
perdagangan dan jasa.

Bagian selatan : sebagai kawasan pertanian
6. Satuan Wilayah Pengembangan VI
SWP VI : Kecamatan Imogiri dan Dlingo
Pembangunan di arahkan untuk kawasan pertanian
7. Satuan Wilayah Pengembangan VII
SWP VII : Kecamatan Imogiri dan Dlingo
1.4.9.4.

Bagian Barat : sebagai kawasan agribisnis dan cagar budaya

Bagian Timur ; sebagai kawasan cagar budaya
Rencana Tata Ruang Wilayah
Rencana Tata Ruang Wilayah yang dijelaskan dalam pembahasan ini
berkenaan dengan struktur tata ruang dalam bidang pusat pelayanan. Pasar
tradisional dan toko modern merupakan fasilitas dalam bidang perdagangan yang
sangat penting di Kabupaten Bantul.
1.4.9.5.
Hirarki Pusat Pelayanan
Setiap pusat wilayah pengembangan membawahi beberapa pusat kawasan
pengembangan dan berfungsi melayani kawasan disekitarnya (hinterland) yang
hirarki pelayannya lebih kecil sesuai dengan konsep pengembangan yang telah
ditetapkan yaitu “Corridor and Radial Concentrict Development’.
27
Wilayah pengembangan dan kawasan pengembangan dalam struktur tata
ruang Kabupaten Bantul ditentukan berdasarkan efisiensi jangkauan pelayanan
dan kawasan-kawasan strategis. Pengembangan tersebut secara efektif tidak
termasuk pada kawasan-kawasan yang dilindungi (kawasan lindung).
Penentuan skala pelayanan (hirarki kota-kota) berdasarkan pada penilaian
yang sudah ada, dengan memperhatikan : tingkat aksesibilitas, kecenderungan
orientasi perkembangan (ruang dan kegiatan) dan kebijkanan daerah (RTRW
Propinsi DIY). Fungsi masing-masing dari pusat pelayanan adalah hasil analisis
kesesuaian lahan dan sekaligus mempertimbangkan kebijakan daerah yang
berlaku. Secara rinci masing-masing pusat pelayanan di Kabupaten Bantul adalah
sebagai berikut :
Kota Hirarki I
Kota Hirarki II
: Kota Bantul, Banguntapan, Sewon, dan Kasihan
:Kota Sedayu, Piyungan, Imogiri, Kretek, Srandakan,
Pajangan
Kota Hirarki III
:Kota
Pandak,
Jetis,
Pleret,
Sanden,
Pundong,
Bambanglipuro, Dlingo
Kota Hirarki IV
1.5.
:-
Penelitian Sebelumnya
Sebagai bahan perbandingan dan rujukan, penelitian ini sesungguhnya
berpijak pada beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya, antara
lain
Fadhli,
(2008),
meneliti
tentang
faktor-faktor
yang dipersepsikan
mempengaruhi perilaku belanja konsumen pengguna hypermarket dan pasar
tradisional (kasus dipinggiran kota Yogyakarta). Terdapat 4 tujuan didalam
28
penelitian ini yaitu (1) Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi konsumen
hypermarket dan pasar tradisional, (2) Mengetahui jangkauan pelayanan ekonomi
hypermarket dan pasar tradisional, (3) Menganalisa perilaku berbelanja konsumen
hypermarket dan pasar tradisional di Kecamatan Depok dilihat dari sisi frekuensi
belanja dan jumlah uang yang dibelanjakan, dan (4) Mengidentifikasi faktor yang
mempengaruhi pemilihan lokasi berbelanja di hypermarket dan pasar tradisional.
Hasil yang didapatkan adalah konsumen hypermarket umumnnya mempunyai
status sosial ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan pasar tradisional,
hypermarket memiliki jangkauan pelayanan yang lebih jauh (0-8 km)
dibandingkan pasar tradisional (4 km), terdapat perbedaaan perilaku berbelanja
konsumen pengguna pasar di Kecamatan Depok berdasarkan tipe pasar tempat
mereka berbelanja. Perbedaan tersebut meliputi frekuensi berbelanja dan jenis
barang yang dibeli,
faktor jarak dan kebiasaan yang berpengaruh terhadap
kegiatan berbelanja di pasar tradisional. Faktor persepsi yang berpengaruh
terhadap kegiatan belanja di hypermarket adalah faktor kelengkapan barang dan
refresing
(hiburan).
Meskipun
terdapat
kesamaan
dalam
penekanan
mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen tetapi terdapat
perbedaan antara penelitian yang dilakukan Fadhli dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis antara lain pada lokasi penelitian, tujuan penelitian, serta
cara analisis data.
Aziz (2006) , Identifikasi Faktor Lokasi Usaha Retail di Yogyakarta
(Kasus : Toko Pamela, WS, dan Indomaret). Penelitian ini dilatar belakangi dari
semakin banyaknya usaha retail dibeberapa kota besar di Indonesia. Obyek kajian
29
pada penelitian ini terdiri dari tiga nama retail di Perkotaan Yogyakarta yaitu
Pamela, WS, dan Indomaret. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi
pola distribusi usaha dan membuat arahan pengembangan lokasi yang menjadi
rekomendasi di masa yang akan datang. Metode yang digunakan adalah metode
survei guna memperoleh data primer yang dimaksudkan untuk melengkapi data
sekunder. Analisa data menggunakan tabel frekuensi dan tabel silang, serta
dilengkapi dengan deskripsi kualitatif kebijakan pemerintah dan beberapa
literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha retail sebagian besar
terdistribusi di dekat perguruan tinggi dan perumahan dengan maksud untuk
memperpendek jarak dengan konsumen. Usaha retail juga banyak yang berlokasi
di sepanjang jalan kabupaten dan wilayah administrasi Kota Yogyakarta.
Meskipun terdapat kesamaan dalam mengkaji obyek toko modern dalam hal ini
berupa toko Pamela, WS dan Indomaret tetapi terdapat perbedaan penekanan
penelitian yang dilakukan oleh Aziz dengan yang dilakukan oleh penulis yaitu
terletak pada lokasi penelitian, tujuan penelitian dan cara analisis data.
Penelitian
berjudul
Identifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
konsumen berbelanja di toko modern dan pasar tradisional di Kabupaten Bantul.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan penelitian-penelitian yang
telah ada dengan metode geografi yang lebih beragam. Lebih lanjut penelitian ini
bertujuan untuk : (1) Mengetahui faktor-faktor yang secara simultan dan
signifikan mempengaruhi konsumen berbelanja di toko modern dan pasar
tradisional, (2) Mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi konsumen untuk
berbelanja di toko modern dan pasar tradisional, (3) Mengetahui adakah
30
perbedaan dalam keputusan berbelanja di toko modern dan pasar tradisional , serta
(4) Memberikan arahan agar kegiatan kedua fasilitas ekonomi itu dapat berjalan
dengan baik secara berdampingan. Merujuk dari uraian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat beberapa persamaan dan perbedaan antara penelitian
ini dengan penelitian –penelitian sebelumnya. Secara lebih detail untuk
membedakan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya ,
diuraikan secara lebih lanjut pada tabel 1.1
31
Tabel 1.1. Keaslian Penelitian
No
1
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Muchammad Fadhli Faktor-faktor yang
dipersepsikan
mempengaruhi perilaku
belanja konsumen
pengguna hypermarket
dan pasar tradisional
(kasus dipinggiran kota
Yogyakarta)
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi
karakteristik sosial
ekonomi konsumen
hypermarket dan pasar
tradisional
2. Mengetahui
jangkauan pelayanan
ekonomi hypermarket
dan pasar tradisional
3. Menganalisa perilaku
berbelanja konsumen
hypermarket dan pasar
tradisional di Kec
Depok dilihat dari sisi
frekuensi belanja dan
jumlah uang yang
dibelanjakan
4. Mengidentifikasi
faktor yang
mempengaruhi
pemilihan lokasi
Metode Penelitian
Unit Analisis
Survei
Konsumen pasar
tradisional dan
hypermarket
Hasil Penelitian
1.. Konsumen
hypermarket
umumnnya
mempunyai status
sosial ekonomi yang
lebih tinggi
dibandingkan pasar
tradisiona
2. Hypermarket
memiliki jangkauan
pelayanan yang lebih
jauh (0-8 km)
dibandingkan pasar
tradisional (4 km)
3. Terdapat
perbedaaan perilaku
berbelanja konsumen
pengguna pasar do
Kec Depok berdasrkan
tipe pasar tempat
mereka berbelanja.
Perbedaan tersebut
32
Lanjutan Tabel 1.1. Keaslian Penelitian
No
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
Unit Analisis
berbelanja di
hypermarket dan pasar
tradisional
2
Darmawan Aziz
Identifikasi Faktor-faktor
lokasi Usaha Retai di
Kota Yogyakarta
1.Mengidentifikasi
karakteristik
menurut
kategori yang telah ada
dan
pola
distribusi
lokasi
yang
berhubungan
dengan
variabel faktor lokasi
usaha retail Pamella,
WS, dan Indomaret
Hasil Penelitian
meliputi frekuensi
berbelanja dan jenis
barang yang dibeli
Survei
Toko pamela
,WS, dan
Indomaret
4. Faktor Jarak dan
kebiasaan yang
berpengaruh terhadap
kegiatan berbelanja di
pasar tradisional.
Sedangkan faktor
persepsi yang
berpengaruh terhadap
kegiatan belanja di
hypermarket adalah
faktor kelengkapan
barang dan refresing
(hiburan)
1. Usaha retail
sebagian besar
terdistribusi disekitar
perguruan tinggi dan
permukiman
2. Rekomendasi
pengembangan lokasi
usaha retai kec. Depok
,Kec Kasihan, Kec
33
Lanjutan Tabel 1.1. Keaslian Penelitian
No
3
Nama Peneliti
Kingkin Aji Hari
Murti
Judul Penelitian
Identifikasi FaktorFaktor Yang
Mempengaruhi
Konsumen Berbelanja di
Toko Modern dan Pasar
Tradisional di Kabupaten
Bantul
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi
faktor lokasi yang
berhubungan dengan
keunggulan lokasi
usaha retail pamella ,
WS dan Indomaret
2. Mengkaji arahan
pengembangan lokasi
retail
1. Apakah faktor
produk, lokasi, harga,
pelayanan dan
promosi secara
simultan dan
signifikan
mempengaruhi
konsumen dalam
berbelanja di toko
modern dan pasar
tradisional ?
2. Apakah faktor yang
paling dominan yang
mempengaruhi
konsumen dalam
berbelanja di toko
modern dan pasar
tradisional ?
Metode Penelitian
Unit Analisis
Hasil Penelitian
sewon dan Kec
Banguntapan
Survei dengan
teknik analisis
Analisis Regresi,
Uji t-test
Independent
Konsumen Toko
Modern dan
Pasar
Tradisional
1. Faktor produk,
lokasi, harga,
pelayanan, dan
promosi secara
simultan
mempengaruhi
konsumen di
dalam berbelanja
di pasar tradisional
, sedangkan hanya
ada empat faktor
yang secara
simultan
mempengaruhi
konsumen
berbelanja di pasar
tradisional yaitu
produk, promosi,
34
Lanjutan Tabel 1.1. Keaslian Penelitian
No
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Tujuan Penelitian
3. Apakah terdapat
perbedaan dalam
keputusan pembelian
konsumen berbelanja
di toko modern dan
pasar tradisional
Metode Penelitian
Unit Analisis
Hasil Penelitian
harga dan
pelayanan.
2. Faktor yang
dominan
mempengaruhi
konsumen
berbelanja di toko
modern ialah
faktor lokasi.
Sedangkan faktor
yang dominan
mempengaruhi
konsumen
berbelanja di pasar
tradisional adalah
faktor produk.
3. Tidak terdapat
perbedaan minat
berbelanja dalam
membuat
keputusan
membeli di toko
modern dan pasar
tradisional
35
1.6.
Kerangka Pemikiran
Perkembangan toko modern semakin lama semakin banyak sedangkan
jumlah pasar tradisional tetap. Pasar tradisional dihadapkan pada persaingan yang
tidak seimbang dengan toko modern yang memiliki sisi permodalan dan
manajemen pemasaran yang lebih baik sehingga keberadaan toko modern ini jika
dibiarkan terus menerus akan mengancam keberadaan pasar tradisional sebagai
simbol ekonomi kerakyatan . Dilihat dari sisi lain keberadaan toko modern di
Kabupaten Bantul memberikan alternative pilihan kepada masyarakat dalam hal
ini sebagai konsumen untuk memenuhi kebutuhan ekonomi selain pasar
tradisional.
Konsumen dihadapkan pada pemilihan lokasi berbelanja antara toko
modern dan pasar tradisional sehingga banyak faktor yang mempengaruhi
konsumen untuk menentukan pilihan berbelanja di toko modern maupun pasar
tradisional. Faktor produk , lokasi, harga, pelayanan dan promosi merupakan
faktor yang dikaji dalam penelitian ini yang digunakan untuk mengetahui apakah
faktor –faktor tersebut mempengaruhi konsumen dalam menentukan pilihan
berbelanja di toko modern maupaun pasar tradisional. Berikut ini adalah diagram
alir kerangka pemikiran yang disajikan dalam gambar 1.3.
36
Fasilitas Toko Modern dan Pasar Tradisional
Faktor Pertimbangan dalam Pemilihan
Berbelanja
Produk
 Kualitas
produk
 Kelengk
apan
produk
Lokasi
 Mudah
dijangkau
 Kebersihan dan
Kerapian
 Tata letak
barang
 Fasilitas parkir
 Dekat dengan
tempat tinggal
 Ketersediaan
angkutan umum
Harga
 Harga
kompetitif
 Harga
sesuai
kualitas




Pelayanan
Ramah dan
Sopan
Kecepatan dan
ketepatan
Penanganan
keluhan
pelanggan
Keamanan
terjamin
Promosi
 Media
promosi
yang
menarik
 Anjuran
dari
teman
Keputusan Membeli
Konsumen
Pasar Tradisional
Toko Modern
Arahan Pengembangan Pasar Tradisional
dan Toko Modern
Gambar 1.3. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Penelitian
37
1.7.
Hipotesis
1. Faktor produk, lokasi, pelayanan, harga dan promosi secara simultan dan
signifikan mempengaruhi konsumen dalam berbelanja di toko modern dan
pasar tradisional.
2. Faktor yang dominan mempengaruhi konsumen berbelanja di toko modern
adalah pelayanan. Sedangkan faktor yang dominan mempengaruhi konsumen
berbelanja di pasar tradisional adalah produk.
3. Terdapat perbedaan minat dalam keputusan pembelian konsumen berbelanja
di toko modern dan pasar tradisional.
1.8.
Batasan Operasional
1. Faktor adalah hal atau keadaan peristiwa yang ikut menyebabkan atau
mempengaruhi terjadinya sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).
2. Wilayah atau daerah merupakan kesatuan geografi beserta segenap unsur
terkait padanya batas dan sistemnya di tentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau fungsional (Bintarto, 1983).
3. Penataan adalah segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk
mengatur dan menata keberadaan dan pendirian pasar modern di daerah agar
tidak merugikan dan mematikan pasar tradisional, usaha kecil dan koperasi
yang ada (Peraturan Bupati Bantul Nomor 12 tahun 2010).
4. Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual
berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket,
department store, hypermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan
(Peraturan Bupati Bantul Nomor 12 tahun 2010).
38
5. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, Swasta, Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta
dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola
oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan
usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan
melalui tawar menawar (Peraturan Bupati Bantul Nomor 12 tahun 2010).
39
Download