BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri baterai merupakan salah satu sektor industri yang penting dan sangat strategis. Berbagai industri lain memanfaatkan baterai sebagai sumber tegangan. Industri tersebut antara lain industri elektronika dan telekomunikasi yang memproduksi ponsel, laptop, wireless, pemancar dan lain sebagainya. Pertumbuhan industri baterai memperlihatkan kenaikan yang sangat pesat. Jenis baterai yang sering digunakan oleh industri adalah baterai ion litium yang memiliki tiga unsur penting yakni anoda, katoda dan elektrolit. Penggunaan elektrolit dalam bentuk cairan dapat menimbulkan masalah seperti terbentuknya gas akibat pengisian listrik yang berlebihan (overcharge), terjadinya reaksi termal bila dipanaskan sampai temperatur tinggi, dan juga meningkatnya material beracun dan berbahaya yang keluar ke lingkungan seperti merkuri. Pengganti alternatif elektrolit cair dalam sel elektrokimia adalah sistem polimer elektrolit dalam bentuk padatan yang dibentuk melalui penggabungan garam litium ke dalam matriks polimer. Baterai litium dalam sistem padatan polimer elektrolit yang dapat diisi berulang-ulang (rechargeable) diharapkan dapat memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan sistem elektrolit cairan yang telah ada sekarang. Komponen utama dari baterai litium bermatrik padatan polimer adalah elektrolitnya. Pemilihan polimer yang diperlukan untuk sel baterai didasarkan pada beberapa keperluan, yang mencakup konduktivitas, sifat mekanik, dan juga kompatibilitasnya dengan bahan elektrolit (Arcana et al, 2013). Permasalahan lain yang timbul yakni keberadaan komponen pendukung penting baterai ini seperti polimer elektrolit masih sangat tergantung pada luar negeri dan harganya relatif tinggi. Disamping itu, penggunaan bahan yang tidak beracun dan tidak berbahaya sebagai pengganti komponen baterai yang berbahaya belum berkembang dengan baik, sehingga baterai yang sudah tidak terpakai lagi menjadi masalah yang serius terhadap lingkungan. Hal ini karena baterai 1 2 konvensional menggunakan material polimer sintetik polietilen oksida yang tidak bisa terdegradasi atau terurai oleh mikroorganisme yang ada di dalam tanah. Solusi terbaik dari kedua permasalahan tersebut adalah dengan memanfaatkan polimer alam yang bersifat biodegradable sebagai bahan baku dalam pembuatan polimer elektrolit pada baterai ion-litium. Polimer alam yang digunakan harus memiliki rantai yang cukup panjang sehingga bisa mempertahankan sifat termalnya. Salah satu bahan polimer alam yang memiliki rantai yang cukup panjang adalah gelatin. Gelatin merupakan polimer yang diperoleh dari jaringan kolagen hewan yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat. Gelatin memiliki sifat, biocompatible, tidak beracun, biodegradable, elastisitas, dan interkonektivitas yang baik sehingga gelatin memiliki banyak aplikasi dalam berbagai bidang (Poppe, 1992; Anonim1, 2008). Gelatin juga memiliki kompatibilitas yang baik dengan bahan elektrolit. Wardah (2012) telah meneliti gelatin sebagai matriks polimer dalam pembuatan sensor Biochemical Oksigen Demand dengan pengisi matriks bahan elektrolit berupa elektroda emas dan boron-doped diamond. Beberapa peneliti juga melaporkan pemanfaatan gelatin dalam bidang energi diantaranya adalah Montoro et al (2003) yang melaporkan bahwa gelatin dapat meningkatkan performa elektroda pada baterai litium, Schnepp et al (2011) melaporkan tentang potensi gelatin sebagai pengganti pelat platina pada fuel cell. Disisi lain, perkembangan nanosains dan nanoteknologi cukup pesat dalam dua dekade belakangan ini. Berbagai aplikasi dalam bidang elektronika, telekomunikasi, medis, pertanian, peternakan, dan perikanan telah memanfaatkan nanosains dan nanoteknologi. Salah satu perkembangan dari kedua ilmu ini adalah nanofiber. Nanofiber merupakan produk nanomaterial satu dimensi yang memiliki sifat unik seperti diameter yang kecil, porositas yang mencapai 90%, aspek rasio dan orientasi arah yang tinggi, memiliki interkonektivitas, stabilitas termal dan kimia yang sangat baik, sehingga memiliki banyak aplikasi dan menarik perhatian banyak peneliti (Choi et al, 2010; Agarwal et al, 2013). Salah satu bentuk aplikasi nanofiber yakni pada bidang energi misalnya sebagi anoda, katoda dan separator pada baterai ion litium (Agarwal et al, 2013). 3 Metode yang telah dikembangkan untuk fabrikasi nanofiber yakni pertumbuhan uap, arc discharge, laser ablation, deposisi uap kimia dan elektrospinning. Namun elektrospining telah dianggap sebagai pendekatan yang sangat menjanjikan untuk menghasilkan nanofiber yang kontinyu pada skala besar dengan biaya pengoperasian dan pembuatan alat yang relatif lebih rendah (Nataraj et al, 2012). Selain itu, pada metode elektrospinning, dapat menyesuaikan diameter fiber dari nanometer sampai micrometer (Fang, 2011). Proses elektrospining menggunakan medan listrik yang tinggi antara ujung jarum atau tip dengan kolektor untuk menarik jet larutan polimer pada ujung taylor cone. Jet larutan selanjutnya mengalami bending instability yang mengakibatkan terjadinya penipisan dan bergerak membentuk lintasan spiral menuju kolektor. Proses pergerakan jet larutan menuju kolektor diiringi dengan penguapan pelarut pada jet tersebut sehingga terbentuk nanofiber berwujud padat. Pengembangan nanofiber melalui teknik elektrospining dalam pembuatan baterai ion- litium telah banyak dilakukan oleh para peneliti seperti pengembangan pada anoda, katoda dan membran polimer elektrolit. Pada polimer elektrolit, pemanfaatan nanofiber dapat meningkatkan performa baterai ion- litium sehingga waktu pemakaian baterai lebih lama (Carol et al, 2011; Wu et al, 2011). Hal ini karena polimer elektrolit nanofiber memiliki porositas yang tinggi sehingga dapat memperlancar transport ionic antara kedua elektroda (Kim et al, 2007; Li et al, 2007 dan Raghavan et al, 2008). Morfologi merupakan salah satu karakteristik yang penting karena dapat mempengaruhi porositas fiber dan potensi aplikasi dari fiber. Karakteristik morfologi meliputi ukuran diameter, keseragaman, dan kontinuitas. Selain itu diameter fiber mempengaruhi ukuran pori, dan luas area dari fiber (Fridrikh et al, 2003). Diameter fiber yang kecil, tingkat keseragaman fiber yang tinggi dan kontinuitas yang baik dapat meningkatkan porositas (Kim et al, 2007). Untuk memperbaiki struktur morfologi nanofiber gelatin, beberapa peneliti mengkaji efek penambahan co-solvent terhadap morfologi nanofiber gelatin. Peneliti tersebut adalah Choktaweeshap et al (2007) dan Song et al (2008). Jenis cosolvent yang telah diteliti adalah ethylene glikol (EG), dimethyl sulfoxide 4 (DMSO), ethyl acetate (EA), formamide (F), 2,2,2-trifluoroethanol (TFE) dan formic acid. Peningkatan massa dan volume ethylene glycol menyebabkan perubahan struktur morfologi dari fiber gelatin. Namun penambahan ethylene glycol masih belum cukup untuk menghasilkan struktur morfologi yang baik untuk potensi pengembangan baterai, sehingga diperlukan penambahan surfaktan dalam preparasi larutan polimer elektrospining. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada pengaruh rasio penambahan ethylene glycol dan surfaktan sodium dodecyl sulfate (SDS) dalam proses elektrospining larutan polimer gelatin sehingga dapat memperbaiki struktur morfologi dari fiber yang dihasilkan. 1.2. Perumusan Masalah Penelitian ini mencoba untuk memperbaiki struktur nanofiber gelatin melalui larutan uji yang menggunakan pelarut berbasis air dengan kombinasi antara ethylene glycol dan surfaktan pada beberapa konsentrasi. Secara spesifik, dalam penelitian ini terdapat beberapa permasalahan yang akan dikaji yakni: a. Bagaimana pengaruh ethylene glycol pada larutan Gelatin/AA 20% v/v terhadap struktur morfologi nanofiber. b. Bagaimana pengaruh konsentrasi surfaktan pada larutan Gelatin/ AA 20% v/v / ethylene glycol terhadap struktur morfologi nanofiber. c. Bagaimana pengaruh penambahan surfaktan terhadap kristalinitas nanofiber. d. Bagaimana interaksi antara surfaktan dan Gelatin/ AA 20% v/v/ ethylene glycol pada nanofiber hasil fabrikasi. e. Bagaimana potensi nanofiber gelatin sebagai matriks polimer elektrolit pada baterai ion- litium. 1.3. Batasan Masalah Penelitian ini mempunyai batasan masalah sebagai berikut : 1. Nanofiber yang dihasilkan hanya menggunakan tiga kombinasi polimer yakni Gelatin, Gelatin/ethylene glycol dan Gelatin/ethylene glycol dengan beberapa konsentrasi surfaktan. 2. Polimer yang digunakan adalah gelatin tipe B yang terbuat dari tulang dan jaringan kolagen sapi. 5 3. Pelarut yang digunakan adalah asam asetat yang telah dicampur dengan aquabidest, yakni asam asetat dengan kadar 20% v/v. 4. Co-solvent yang digunakan adalah ethylene glycol, pure analyzed. 5. Surfaktan yang digunakan adalah sodium dodecyl sulfate (SDS) dengan berat molekul 288,37 g/mol. 6. Sumber tegangan tinggi hanya dapat digunakan maksimal 15 KV. 7. Jarak elektroda yang digunakan adalah 11 cm. 8. Diameter jarum yang digunakan adalah 0,5 mm 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Membuat tiga jenis kombinasi larutan uji nanofiber dengan beberapa konsentrasi surfaktan. 2. Mengoptimalisasi nanofiber yang dihasilkan dari jarak antara elektroda dan ujung jarum saat elektrospining. 3. Mengkarakterisasi larutan uji dan nanofiber yang dihasilkan. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Lembaga Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga khususnya sebagai berikut: a. sebagai penambah khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi terapan bidang Fisika b. sebagai penambah kajian teoretis dan praktis tentang pembuatan nanofiber gelatin melalui metode elektrospinning. 2. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat adalah sebagai alternatif solusi dalam pembuatan membran baterai ion- litium dengan memanfaatkan bahan alam dan dapat menekan biaya produksi 6 3. Bagi Mahasiswa Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa khususnya mahasiswa Universitas Gadjah Mada adalah sebagai berikut: a. sebagai bahan referensi tentang pembuatan nanofiber gelatin melalui metode elektrospinning dengan menggunakan kombinasi ethylene glycol dan surfaktan. b. dapat digunakan sebagai bahan referensi atau kajian untuk pengembangan penelitian selanjutnya Dalam bidang fisika terapan, khususnya dalam bidang nanoscience. 1.6 Sistematika Penulisan Tesis ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut : 1. Bab I menjelaskan latar belakang dilakukannya penelitian mengenai pembuatan dan pengunaan nanofiber gelatin dengan metode elektrospining sebagai polimer elektrolit dalam baterai ion- litium, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat penelitian dan sistematika penelitian. 2. Bab II berisikan tinjauan pustaka yang menjelaskan berbagai penelitian terdahulu mengenai pembuatan nanofiber gelatin dengan metode elektrospining dan polimer elektrolit baterai ion-litium. 3. Bab III menjelaskan teori dasar mengenai baterai ion- litium, polimer, gelatin, jenis-jenis pelarut, jenis-jenis surfaktan, pembuatan nanofiber melalui elektrospining, teknik karakterisasi larutan polimer dengan pH, konduktivitas, viskositas dan surface tension, teknik karakterisasi nanofiber dengan SEM, XRD, dan FTIR. 4. Bab IV menjelaskan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, prosedur penelitian, dan teknik pengolahan data. 5. Bab V memuat pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan. 6. Bab VI menunjukkan kesimpulan dari hasil eksperimen dan saran untuk penelitian dimasa mendatang. Daftar pustaka mencantumkan seluruh pustaka yang diacu dan lampiran berisi data data yang diperoleh dalam penelitian dan dokumentasi.