BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN 1.1. Profil

advertisement
BAB I
GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN
1.1. Profil Keluarga Dampingan
Program pendampingan keluarga merupakan program yang dikembangkan
sebagai muatan lokal dalam pelaksanaan program KKN-PPM di Universitas
Udayana. Sasaran dari program ini adalah Rumah Tangga Miskin (RTM),
keluarga yang tergolong ke dalam keluarga prasejahtera, atau keluarga yang
mengalami ketertinggalan sehingga memerlukan pendampingan. Di Desa
Abangsongan periode XIII tahun 2016 ini, terdapat sebanyak 105 KK miskin dari
total 367 KK. Penulis mendapat kesempatan untuk mendampingi salah satu
keluarga di Banjar Abangsongan, Desa Abangsongan. Keluarga dampingan
tersebut tergolong salah satu KK miskin. Adapun identitas keluarga dampingan
adalah sebagai berikut:
No
1
2
Nama
I Made
Yasa
Ni Wayan
Nuriani
JK
Status
Umur
L
Kawin
72 th
P
Kawin
62 th
I Ketut
3
Pasek
Uttara Putra
L
Belum
kawin
20 th
Pend
Pekerjaan
Ket
Tidak
Tidak
Kepala
sekolah
bekerja
keluarga
Buruh tani
Istri
Tidak
sekolah
Tamat
Montir
SMA
bengkel
Anak
Keluarga Bapak I Made Yasa merupakan salah satu keluarga miskin yang
ada di Desa Abangsongan. Keluarganya terdiri dari Bapak I Made Yasa dan
istrinya Ibu Ni Wayan Nuriani, beserta anaknya I Ketut Pasek Uttara Putra telah
bekerja sebagai montir di sebuah bengkel di Ubud. Saat ini Bapak I Made Yasa
tinggal bersama istrinya di Desa Abangsongan. Keluarga ini tinggal di sebidang
tanah seluas ± 1 are.
Bangunan milik Bapak I Made Yasa ini terdiri dari lima bangunan, yaitu
satu bangunan untuk ruang tamu dan kamar, satu untuk dapur, satu untuk gudang,
satu bangunan sebagai kamar mandi, dan satu tempat sembahyang. Atapnya
terbuat dari seng, dengan dinding batako yang disemen dan lantai terbuat dari
semen tanpa ubin. Sedangkan untuk dapur, terletak di bangunan yang terbuat dari
dinding yang diplester beratapkan seng dan terkesan lebih gelap daripada
bangunan lain dikarenakan terkena asap dari pembakaran kayu bakar pada tungku
masak. Bangunan rumah terdiri dari dua ruangan, yaitu sebuah kamar tidur dan
satu ruang keluarga. Satu ruang tidur dipakai oleh Bapak I Made Yasa beserta
istrinya dan ruang lainnya dipakai sebagai tempat penyimpanan perabotan
lainnya. Secara umum kondisi rumah terasa cukup pengap karena jumlah ventilasi
dan pencahayaan dari sinar matahari yang kurang.
1.2 Ekonomi Keluarga Dampingan
1. Pendapatan Keluarga
Bapak I Made Yasa sudah 6 bulan berhenti bekerja sebagai buruh tani karena
kondisi fisiknya yang terbatas akibat faktor usia dan penyakit yang dideritanya.
Sehari-hari Bapak Made Yasa hanya berdiam di rumah sambil menunggu
istrinya pulang dari ladang dan memasak di dapur. Istrinya, Ibu Ni Wayan
Nuriani, bekerja sebagai buruh tani di ladangnya di desa Abangsongan.
Pekerjaan ini dilakukannya setiap hari dari pagi hari hingga siang hari, mulai
pukul 08.00 sampai 13.00 WITA. Penghasilan yang didapat sangat tergantung
dari jumlah dagangan hasil panennya yang dijual di pasar, dengan rata-rata
penghasilan per minggunya Rp 200.000,00. Pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari dikatakan cukup, termasuk untuk biaya makan 3 kali sehari, tagihan
listrik, kebutuhan air, dan biaya untuk berobat per bulan. Terkadang Bapak I
Made Yasa menerima bantuan dana dari anaknya yang bekerja sebagai montir di
Ubud per minggunya.
Pengeluaran Keluarga
Pendapatan keluarga Bapak I Made Yasa termasuk kurang jika dibandingkan
dengan pengeluaran yang secara rutin dikeluarkan setiap hari. Adapun alokasi
pengeluaran keluarga diutamakan untuk:
a. Kebutuhan sehari – hari
Pendapatan sebagian besar digunakan untuk kebutuhan dapur seperti makan
dan minum, kurang lebihnya sebesar Rp 30.000,00 per harinya. Selain itu
juga untuk kebutuhan sembahyang sekitar Rp 5.000,00 per harinya.
b.
Kesehatan
Bapak I Made Yasa memiliki riwayat penyakit jantung koroner sejak 6 bulan
yang lalu. Ketika itu Bapak I Made Yasa tengah bertani di kebunnya, beliau
sedang mengarit gulma di sekitar tanamannya. Lalu, tiba-tiba Bapak I Made
Yasa merasa pening dan pusing, ia merasakan nyeri di dada kirinya dan rasa
sakitnya menjalar ke bahu. Nyerinya digambarkan seperti tertindih dan terasa
berasal dari dada. Bapak I Made Yasa mengatakan rasanya seperti tertindih
benda berat di dadanya sehingga ia sangat sulit bernapas. Gejala tersebut
dirasakannya kurang lebih selama 10 menit lamanya. Kemudian, tiba-tiba ia
pingsan dan terjatuh di tanah. Beberapa menit kemudian, ia tersadar telah
dibawa ke IGD RS Surya Husada dan didiagnosa mempunyai penyakit
jantung koroner. Bapak I Made Yasa dirawat inap selama ± 1 minggu dan
selanjutnya rutin kontrol ke poli jantung di rumah sakit. Pasien mengatakan
rutin mengonsumsi obat dari dokter spesialis sejak saat itu. Sedangkan
istrinya, Ibu Ni Wayan Nuriani tidak melaporkan adanya masalah kesehatan
pada dirinya. Kebiasaan merokok dan minum-minuman beralkohol di
keluarganya tidak ada. Kondisi rumah dan lingkungannya cukup bersih,
namun agak terasa kumuh. Ketersediaan air bersih dan jamban dalam
keluarga sudah terpenuhi. Keluarga ini menggunakan jaminan BPJS
kesehatan dan berobat ke puskesmas atau praktik dokter terdekat ketika
mengalami keluhan yang tidak membaik dengan istirahat.
c.
Kebutuhan sosial dan lain-lain
Kebutuhan ini termasuk biaya listrik, biaya air, dan biaya lainnya. Biaya
listrik dikatakan sekitar Rp 25.000,00 per bulan, sedangkan biaya air sekitar
Rp 200.000,00 per 2 bulan dikarenakan keterbatasan sumber air di Desa
Abangsongan sehingga harus membeli air. Biaya lainnya seperti iuran banjar,
pakaian, dan keperluan tersier lainnya keluarga Bapak I Made Yasa tidak
mengalokasikannya secara pasti.
Download