Hubungan Iklim Organisasi dan Motivasi Kerja dengan Kepuasan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang
terhadap pekerjaannyadan hal ini akan terlihat dalam sikap positif yang
ditunjukkan karyawan terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang
dihadapi lingkungan kerjanya. Bab ini akan memaparkan tentang teori
yang akan digunakan dalam penelitian ini.Hal yang akan dibahas yaitu,
kepuasan
kerja
(definisi,
teori,
aspek-aspek,
faktor-faktor
yang
memengaruhinya),iklim organisasi (definisi, teori, aspek-aspek), motivasi
kerja (definisi, teori, aspek-aspek), hasil-hasil penelitian sebelumnya,
dinamika hubungan antar variabel, model penelitian, dan hipotesis
penelitian.
A. Kepuasan Kerja
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbedabeda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Biasanya orang
akan merasa puasa atas kerja yang telah atau sedang ia jalankan, apabila
apa yang ia kerjakan itu dianggapnya telah memenuhi harapannya, sesuai
dengan tujuan ia bekerja (Anoraga, 2009). Lebih lanjut dikatakan bahwa
apabila seseorang mendambakan sesuatu, hal itu berarti bahwa ia memiliki
suatu harapan, oleh karena itu ia akan termotivasi untuk bisa mencapai
harapan tersebut. Jika harapan tersebut terpenuhi, maka ia akan merasa
puas.
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Robbins(2008), kepuasan kerja dapat didefinisikan
sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang
16
merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat
kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang
pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki
perasaan-perasaan yang negatif tentang pekerjaan tersebut.
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan
perasaan seseorang tentang pekerjaannya dan juga terhadap berbagai
aspek dari pekerjaannya. Pernyataan tersebut dijelaskan oleh Spector
(dalam Younes, 2012:10) bahwa, “Job satisfaction is simply how people
feel about their jobs as well as the different aspects of their jobs. It is the
extent to which people like (satisfaction) or dislike (dissatisfaction) their
jobs”. Tiffin (dalam As’ad, 2002) berpendapat bahwa kepuasan kerja
berhubungan erat dengan sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja,
kerja sama antara pimpinan dengan sesama karyawan. Blum (dalam
Anoraga, 2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum yang
merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhdap faktor-faktor
pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di luar kerja.
Handoko (2010) mengatakan bahwa: “Kepuasan kerja adalah
keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan
mana para karyawan memandang pekerjaan mereka”. Kepuasan kerja
mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannyadan hal ini akan
terlihat dalam sikap positif yang ditunjukkan karyawan terhadap
pekerjaannya
dan
kerjanya.Anoraga
segala
(2009)
sesuatu
yang
menyimpulkan
dihadapi
bahwa,
lingkungan
“kepuasan
kerja
merupakan suatu sikap yang positif yang menyangkut penyesuaian diri
yang sehat dari para karyawan terhadap kondisi dan situasi kerja, termasuk
didalamnya masalah upah, kondisi sosial, kondisi fisik dan kondisi
psikologis”.Kenyataan menunjukkan, bahwa orang bekerja bukan hanya
17
untuk mencari upah (unsur ekonomis) saja, tetapi juga karena ingin
mendapatkan suatu kepuasan kerja.Locke (dalamMunandar, 2006)
mencatat bahwa perasaan-perasaan yang berhubungan dengan kepuasan
atau ketidakpuasan kerja cenderung lebih mencerminkan penaksiran dari
tenaga kerja tentang pengalaman-pengalaman kerja pada waktu sekarang
dan lampau daripada harapan-harapan untuk masa yang akan datang.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja merupakan perasaan yang positif/negatifseseorang
terhadap sembilan aspek pekerjaan yaitu gaji, promosi, supervisi,
tunjangan, imbalan kontingen, prosedur operasi, rekan kerja, sifat dari
pekerjaan dan komunikasi, sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan
kerjanya.
2. Teori Kepuasan Kerja
a.
Teori Pertentangan (Discrepancy Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter, yang mengukur
kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang
seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan (As’ad, 2002). Kemudian
Locke mengembangkan teori ini dengan menyatakan bahwa kepuasan atau
ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan
pertimbangan dua nilai. Pertama, pertentangan yang dipersepsikan antara
apa yang diinginkan dengan apa yang diterima oleh seseorang. Kedua,
pentingnya apa yang diinginkan bagi individu. Kepuasan kerja secara
keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasan kerja dari
setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan derajat pentingnya aspek
pekerjaan bagi individu.
18
Menurut Locke (dalam Munandar, 2006) seseorang individu akan
merasa puas atau tidak puas merupakan sesuatu yang pribadi, tergantung
bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara
keinginan-keinginannya dan hasil yang diperolehnya. Teori ini hampir
sama dengan teori keadilan yang juga membandingkan dirinya dengan
orang lain. Individu-individu tidak hanya peduli akan jumlah mutlak
ganjaran atas kerja mereka, tetapi juga berhubungan dengan jumlah yang
diterima oleh orang lain (Robbins, 2003).
b.
Teori Keadilan (Equity Theory)
Equty theory ini dikembangkan oleh Adams (dalam Munandar,
2006 ). Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak
puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak
atas suatu situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh
orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang
sekelas, sekantor maupun di tempat lain (As’ad, 2002). Menurut teori ini
elemen-elemen dari equity ada tiga yaitu input, outcomes, dan comparison
persondan equity-inequity.
Input adalah semua nilai yang dimiliki karyawan yang menunjang
pelaksanaan pekerjaannya. Nilai yang dimaksud diantaranya adalah
pendidikan, pengalaman, skill, usaha, dan kemampuan individu.Outcomes
adalah hasil yang dirasakan seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya,
seperti
misalnya
gaji,
keuntungan,
status
symbols,
recognition,
penghargaan, dan kesempatan untuk aktualisasi diri.Comparison person
adalah orang lain yang menjadi pembanding atas input-outcomes yang
dimilikinya. Comparison person ini bisa merupakan seseorang dari
perusahaan yang sama, atau di tempat lain, atau bisa pula dengan dirinya
19
sediri di waktu yang lalu. Menurut Wexley & Yukl (dalamAs’ad, 2002)
bila perbandingan itu dianggapnya adil (equity), maka ia akan merasa
puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tapi menguntungkan (over
compensation in equity), bisa menimbulkan kepuasan tetapi bisa pula
tidak. Namun bila perbandingan itu tidak seimbang dan merugikan (under
compensation inequity), maka akan timbul ketidakpuasan.
c.
Model dari Kepuasan Bidang/Bagian (Facet Satisfaction)
Model Lawler dari kepuasan bidang berkaitan erat dengan teori
keadilan dari Adams. Menurut model Lawler orang akan puas dengan
bidang tertentu dari pekerjaan mereka (misalnya dengan rekan kerja,
atasan, gaji) jika jumlah dari bidang mereka harapkan (persepsikan) sesuai
dengan kenyataan yang mereka terima (Munandar, 2006).
d.
Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg. Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
dilakukannya,
dia
membagi
situasi
yang
memengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok satisfiers atau motivator dan kelompok
dissatisfier atau hygiene factors (As’ad, 2002).Satisfier adalah faktorfaktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja
yang terdiri dari prestasi (achievement), pengakuan (recognition),
pekerjaan itu sendiri (work it self), tanggung jawab (reponsibillity), dan
kanaikan pangkat (advancement). Nama lain dari satisfier adalah intrinsic
factor, job content, dan motivator.
Dissatisfier
adalah
faktor-faktor
yang
menjadi
sumber
ketidakpuasan, yang terdiri dari kebijakan dan administrasi perusahaan
20
(company policy and administration), bantuan teknis dari atasan
(supervision
technical),
gaji
(salary),
hubungan
interpersonal
(interpersonal relations), kondisi kerja (working condition), keamanan
kerja (job security), dan status. Nama lain dari dissatisfier adalah extrinsic
factor, job context, dan hygiene factor.
e.
Teori Proses-Bertentangan (Opponent-Process Theory)
Teori proses bertentangan dari Landy menekankan bahwa orang
ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional (emotional
equilibrium). Asumsi dari teori ini adalah bahwa kondisi emosional yang
ekstrim tidak memberikan kemaslahatan. Kepuasan atau ketidakpuasan
kerja akan memacu mekanisme fisiologikal dalam sistem saraf pusat yang
membuat aktif emosi yang bertentangan atau berlawanan (Munandar,
2006).Teori ini menyatakan bahwa jika orang memperoleh ganjaran dalam
pekerjaannya, maka ia akan merasa senang sekaligus ada rasa tidak senang
(lebih kecil). Namun setelah beberapa saat rasa senang itu akan menurun
sehingga orang akan merasa sedih sebelum kembali ke kondisi normal.
Hal ini terjadi karena emosi tidak senang (emosi yang berlawanan)
berlangsung lebih lama.
Berdasarkan teori yang diuraikan di atas, maka penulis lebih
menekankan pada teori kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Frederick
Herzberg.Hal ini di karenakan teori kepuasan kerja dari Frederick
Herzberg menjelaskan keseluruhan kepuasan kerja baik secara intrinsik
maupun ekstrinsik yang penting dimiliki oleh seorang pegawai dalam
bekerja di organisasi terutama pada penelitian ini kepuasan kerja guru di
sekolah.Teori ini juga berkaitan dengan aspek-aspek alat ukur yang
digunakan, yaitu Job Satisfaction Survey (JSS) yang dikemukakan oleh
21
Spector.alasan
pemilihan
JSS
adalah
karena
aspek-aspek
yang
dikemukakan dalam JSS sangat sesuai dengan teori yang digunakan. Hal
ini sejalan dengan pernyataan Younes (2012) yaitu JSS berfokus pada
kebutuhan ekstrinsik dan intrinsik yang merupakan inti dari penelitiannya
tentang kepuasan kerja berdasarkan teori Hygiene-Motivator yang
dikemukakan oleh Herzberg. Instrumen dari JSS adalah 36 aitem, dengan
9
(sembilan)
aspek
untuk
mengukur
sikap
karyawan
terhadap
pekerjaannya dan aspek dari pekerjaan yang dianggap sebagai variabel
utama dalam kaitannya dengan kepuasan kerja adalah: gaji, promosi,
supervisi, tunjangan,imbalan kontingen, prosedur operasi, rekan kerja,
sifat dari pekerjaan, dan komunikasi (Spector, 1994).Hal ini merupakan
variabel kunci dan juga inti dari penelitian ini khususnya dalam konteks
teori Herzberg.
3.
Aspek-Aspek Kepuasan Kerja
Cellucci & DeVries (1978) mengembangkan pengukuran kepuasan
kerja yang disebut Job Satisfaction Questionnaire (JSQ) yang telah di
gunakan dalam berbagai studi oleh para peneliti terutama untuk organisasi
publik dengan menggunakan lima aspek yang dikemukakan oleh
Deshpande (1996). Kelima aspek tersebut yakni kepuasan terhadap gaji,
kepuasan terhadap promosi, kepuasan terhadap rekan kerja, kepuasan
terhadap penyelia/atasan, dan kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri.
Berikut ini penjelasan dari kelima aspek sebagai berikut:
a. Kepuasan terhadap gaji (satisfaction with pay) merupakan hal yang
berhubungan dengan gaji yang diberikan lembaga dibandingkan
dengan lembaga yang lain, mempertimbangkan gaji dengan tanggung
jawab dan tunjangan-tunjangan yang memuaskan di tempat kerja.
22
b. Kepuasan terhadap promosi(satisfaction with promotions) merupakan
hal yang berhubungan dasar atau sistem promosi di tempat kerja dan
tingkat kemajuan karir pegawai yang bekerja dalam suatu lembaga.
c. Kepuasan terhadap rekan kerja (satisfaction with co-workers)
merupakan hal yang berhubungan dengan dukungan rekan kerja dan
kerja sama dari rekan kerja.
d. Kepuasan
terhadap
supervisi/pengawasan
(satisfaction
with
supervisors) merupakan hal ini berhubungan dengan dukungan dari
atasan, atasan yang memiliki kompeten di bidangnya, sikap tidak
mendengar pendapat dan perlakuan yang tidak adil oleh atasan.
e. Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri (satisfaction with work itself)
merupakan hal yang berhubungan dengan perasaan pegawai yang
tertarik dengan pekerjaan, rasa senang dengan jumlah beban
pekerjaan dan kurang prestasi pegawai dalam mengerjakan tugas.
Spector (1994) mengungkapkan ada sembilan aspek kepuasan kerja
yang dikenal dengan namaJob Satisfaction Survey (JSS), yaitu:
a. Gaji (Pay), kepuasan pada gaji dan kenaikan gaji baik dalam segi
jumlah maupun rasa keadilannya..
b. Promosi (Promotion), kepuasan pada peluang promosi dan keadilan
untuk mendapatkan promosi.
c. Supervisi (Supervision), kepuasan akan atasan langsung karyawan.
Termasuk didalamnya adalah pengarahan, masukan, dan pengawasan
dari atasan.
d. Tunjangan (Fringe benefit), kepuasan pada tunjangan-tunjangan
berupa asuransi, liburan, dan bentuk fasilitas lainnya.
23
e. Imbalan kontingen (Contingent reward), kepuasan pada penghargaan
(tidak harus materi) yang diberikan untuk kinerja yang baik sebagai
bentuk rasa hormat, diakui, dan apresiasi.
f. Prosedur operasi (Operating procedures), kepuasan pada peraturan,
prosedur, dan kebijakan yang ada.
g. Rekan kerja (Coworker), kepuasan pada rekan kerja
yang
menyenangkan dan kompeten.
h. Sifat dari pekerjaan (Nature of work), kepuasan pada pekerjaan yang
dilakukan dapat dinikmati atau tidak.
i. Komunikasi (Communication), kepuasan akan komunikasi didalam
organisasi dalam hal berbagi informasi (verbal maupun nonverbal).
Dari beberapa aspek yang telah disebutkan di atas, yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah aspek yang dikemukakan oleh
Spector (1994).Menurut Spector kepuasan kerja adalah perasaan seseorang
terhadap
pekerjaannya
dan
juga
terhadap
berbagai
aspek
dari
pekerjaannya.Selain itu karena aspek yang diungkapkan oleh Spector
(gaji, promosi, supervisi, tunjangan, imbalan kontingen, prosedur operasi,
rekan kerja, sifat dari pekerjaan dan komunikasi) sangat berkaitan dengan
teori yang digunakan dalam penelitian yaitu teori dua faktor yang
dikemukakan oleh Herzberg.
4.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja
Harold E. Burt (Anoraga, 2009) mengemukakan faktor-faktor yang
ikut menentukan kepuasan kerja antara lain:
a.
Faktor hubungan antar karyawan, terdiri dari:
1) Hubungan langsung antara manajer dengan karyawan.
24
2) Faktor psikis dan kondisi kerja.
3) Hubungan sosial di antara karyawan.
4) Sugesti dari teman sekerja.
5) Emosi dan situasi kerja.
b.
Faktor individual, berhubungan dengan:
1) Sikap. Sikap seseorang terhadap pekerjaannya mencerminkan
pengalaman menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam
pekerjaannya serta harapan-harapannya terhadap pengalaman masa
depan (Wexly & Yuki, 2005).
2) Umur.
3) Jenis kelamin.
c.
Faktor luar (extern), yaitu faktor-faktor yang mendorong karyawan
yang berasal dari luar selain dirinya sendiri, antara lain:
1) Keadaan keluarga.
2) Rekreasi.
3) Pendidikan: tarining, up grading dan sebagainya..
Ghiselli & Brown (dalamAs’ad, 2004) mengemukakan bahwa
faktor-faktor yang dapat memunculkan kepuasan kerja.
a.
Kedudukan (posisi).
Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada
pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada
karyawan yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada
beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu
benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang
memengaruhi kepuasan kerja.
25
b.
Pangkat jabatan (golongan).
Pada
pekerjaan
yang
mendasarkan
perbedaan
tingkat
(golongan),sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan
tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah,
maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan
kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku
dan perasaannya.
c.
Umur.
Dinyatakan bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dengan umur
karyawan. Umur di antara 25 tahun sampai 34 tahun dan umur 40
sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur
yang bisa
menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.
d.
Jaminan finansial dan jaminan sosial.
Masalah finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh
terhadap kepuasan kerja.
e.
Mutu pengawasan.
Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting
artinya dalam menaikkan produktivitas kerja. Kepuasan karyawan
dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari
pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa
dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja (sense of
belonging).
Robbins (2003) mengatakan ada empat faktor yang kondusif bagi
tingkat kepuasan kerja karyawan yang tinggi, yaitu :
a.
Pekerjaan yang secara mental menantang
Orang lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka
peluang untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka
26
dan menawarkan satu varietas tugas, kebebasan dan umpan balik
tentang seberapa baiknya mereka melakukan itu. Karakteristikkarakteristik ini membuat pekerjaan menjadi menantang secara
mental.
b.
Imbalan yang wajar
Karyawan menginginkan sistem panggajian yang mereka anggap
tidak ambigu, dan sejalan dengan harapan mereka. Bila pembayaran
itu kelihatan adil berdasarkan pada permintaan pekerjaan, tingkat
keterampilan individu, dan standar pembayaran masyarakat, kepuasan
mungkin dihasilkan.
c.
Kondisi lingkungan kerja yang mendukung
Karyawan merasa prihatin dengan kondisi lingkungan kerja mereka
jika menyangkut masalah kenyamanan pribadi maupun masalah
kemudahan untuk dapat bekerja dengan baik. Banyak studi yang
menunjukan bahwa para karyawan lebih menyukaii lingkungan fisik
yang tidak berbahaya atau yang nyaman. Selain itu kebanyakan
karyawan lebih suka bekerja tidak jauh dari rumah, dalam fasilitas
yang bersih dan relatif modern, dengan alat dan perlengkapan yang
memadai.
d.
Rekan kerja yang suportif
Dari bekerja orang mendapatkan lebih dari sekedar uang atau prestasiprestasi yang berwujud, bagi sebagain karyawan kerja juga dapat
mengisi kebutuhan akan interaksi social. Oleh karena itu, tidak heran
jika seorang karyawan memiliki rekan kerjayang suportif dan
bersahabat dapat meningkatkan kepuasan kerja mereka.
27
e. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
Kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang karyawan
akan menghasilkan seorang individu yang lebih terpuaskan. Orangorang memiliki tipe kepribadiannya sama dan sebanding dengan
pekerjaan yang mereka pilih akan lebih besar kemungkinan untuk
berhasil pada pekerjaan-pekerjaan tersebut dan lebih besar untuk
mencapai kepuasan kerja yang tinggi dalam kerja mereka.
Selain faktor-faktor di atas, terdapat pula faktor lain yang
memengaruhi kepuasan kerja. Diantaranya adalah iklim organisasi, yang
merupakan serangkaian sifat lingkungan kerja yang dapat memengaruhi
perilaku seseorang.Penelitian yang dilakHukan ole Yunus (2004),
Adenike (2011) dan Bemana (2011) menemukan bahwa iklim organisasi
memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.Selain itu,
penelitian Tyilana (2005), Ayub (2011), Singh & Tiwari (2011)
membuktikan bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja
karyawan.Selanjutnya, Mamik (2009) menyatakan bahwa kepuasan kerja
pegawai dipengaruhi oleh faktor kedisplinan, komitmen organisasi dan
motivasi kerja.
Dari beberapa faktor yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa secara umum tinggi rendahnya kepuasan kerja pegawai dipengaruhi
oleh faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat
seseorang, maupun faktor eksternal yaitu faktor yang berhubungan dengan
lingkungan pekerjaan dalam suatu organisasi yang dipahami dalam konsep
perilaku. Faktor-faktor eksternal antara lain lingkungan fisik dan
sosial,gaya kepemimpinan, iklim organisasi,sistem manajemen, sifat
pekerjaaan, dukungan dan faktor lainnya yang menekankan pada
28
hubungan antar manusia. Sedangkan faktor-faktor internal antara
lainmotivasi kerja, komitmen, dan kedisplinan. Adapun dalam penelitian
ini, penulis membatasi pada variabel iklim organisasi sebagai faktor
eksternal dan motivasi kerja sebagai faktor internal untuk melihat
pengaruhnya terhadap kepuasan kerja pegawai.
B. Iklim Organisasi
1.
Pengertian Iklim Organisasi
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa iklim organisasi
merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus
berlangsung, dialami oleh anggota organisasi mempengaruhi perilaku
mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau
sifat organisasi. Pernyataan tersebut dijelaskan oleh Tagiuri & Litwin
(dalam Wirawan, 2007:121) bahwa iklim organisasi adalah“….a relatively
enduring quality of internal environment of an organization that (a) is
experienced by its members, (b) influences their behavior, and can be
described in term of the values of a particular set of characteristics (or
attributes) of the organization”. Dengan kata lain, iklim organisasi
merupakan perasaan dan pengalaman terhadap lingkungannya. Carolyn S.
Anderson (dalam Wirawan, 2007) mendefinisikan iklim organisasi
sebagai rasa sekolah, seperti dipersepsikan oleh mereka yang bekerja atau
mengikuti kelas di sekolah. Iklim organisasi sekolah merupakan apa “yang
kita rasakan” dan kehidupan interaktif di sekolah. Selanjutnya, Robert
Stringer (dalam Wirawan, 2007) mendefinisikan iklim organisasi sebagai
koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi.Lebih
lanjut Wirawan (2007) menyatakan bahwa iklim organisasi adalah
persepsi anggota organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka
29
yang secara tetap berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada
atau terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin yang
mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi.
Handoko
(2000)
mengungkapkan
bahwa
iklim
organisasi
merupakan suatu suasana organisasi yang diciptakan beberapa komponen
yang membentuk nilai kebijaksanaan, yang pelaksanaan sesuai dengan
kepentingan kelompok kerja. Komponen-komponen yang membentuk
suasana ini meliputi: praktik pengambilan keputusan yang lebih
partisipatif dan berpola kelompok, adanya arus komunikasi yang mengalir
ke seluruh jenjang organisasi secara memadai dalam arti jumlah dan mutu,
terciptanya kondisi kerja yang sedemikian rupa sehingga mendorong dan
merangsang para pegawai untuk bekerja giat, adanya penghargaan yang
penuh terhadap sumber daya manusia sebagai modal dasar organisasi,
adanya pengakuan pengaruh bawahan dalam melaksanakan tugas
pekerjaan, dan adanya penyediaan teknologi oleh organisasi secara
memadai sesuai dengan kebutuhan untuk melaksanakan tugas pekerjaan.
Dalam hal ini, iklim organisasi berfungsi sebagai faktor pengaruh dalam
proses pekerjaan bagi perilaku kerja dan kepuasan kerja. Dengan
demikian, terdapat pengaruh yang positif antara iklim organisasi terhadap
kinerja dan kepuasan kerja. Semakin sesuai dan menyehatkan suatu iklim
organisasi akan semakin tinggi tingkat kinerja dan kepuasan kerja
pegawainya.
Menurut Simamora (2004), iklim organisasi adalah lingkungan
internal atau psikologis organisasi. Iklim organisasi mempengaruhi praktik
dan kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi. Perlu
diketahui bahwa setiap organisasi akan memiliki iklim organisasi yang
berbeda. Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi
30
atau sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan tersebut.
Reksohadiprojo (1995) mendefinisikan iklim organisasi sebagai suatu
lingkungan intemal organisasi yang terdiri dari elemen-elemen fisik,
teknologi, sosial, politik, ekonomi.Di mana elemen-elemen tersebut
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebijakan, prosedur dan kondisi
kepegawaian sebagaimana pandangan manajer.
Davis & Newstroom (2008) menuliskan iklim organisasi adalah
lingkungan manusia di mana pegawai organisasi melakukan pekerjaan
yang mempengaruhi segala hal yang terjadi dalam organisasi.Lebih lanjut
dijelaskan bahwa iklim tidak dapat disentuh namun berpengaruh terhadap
kejadian di suatu organisasi. Membahas tentang iklim organisasi
sebenarnya sedang membahas sifat-sifat atau ciri yang dirasa dalam
lingkungan kerja dan timbul terutama karena kegiatan organisasi yang
dilakukan secara sadar atau tidak, dan yang dianggap mempengaruhi
tingkah laku. Dengan kata lain iklim dapat dipandang sebagai kepribadian
organisasi yang dilihat oleh para anggotanya
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa iklim
organisasi
adalah
suatu
keadaan
yang
menggambarkan
kualitas
lingkungan internal organisasi yang dialami oleh semua anggota
organisasi dan dipersepsikan oleh setiap pegawai yang mempengaruhi
perilaku mereka dalam organisasi tersebut untuk mencapai kepuasan
dalam bekerja. Dengan demikian apabila pegawai merasa bahwa iklim
yang ada pada organisasi tempat ia bernaung cukup kondusif dan
menyenangkan baginya untuk bekerja dengan baik, dan hal ini akan
membuat pegawai tersebut merasa puas.
31
2.
Teori Iklim Organisasi
Istilah iklim organisasi (organizational climate) pertama kali
dipakai oleh Kurt Lewin pada tahun 1930-an, yang menggunakan istilah
iklim psikologi (psychological climate). Kemudian istilah iklim organisasi
dipakai oleh Tagiuri dan Litwin. Tagiuri mengemukakan sejumlah istilah
untuk melukiskan perilaku dalam hubungan dengan latar atau tempat
(setting) di mana perilaku muncul: lingkungan (environment), lingkungan
pergaulan (milieu), budaya (culture), suasana (atmosphere), situasi
(situation), pola lapangan (field setting), pola perilaku (behavior setting),
dan kondisi (conditions) (Wirawan, 2007).
Menurut Tagiuri dan Litwin iklim organisasi sebagai “….a
relatively enduring quality of internal environment of an organization that
(a) is experienced by its members, (b) influences their behavior, and can
be described in term of the values of a particular set of characteristics (or
attributes) of the organization”. Iklim organisasi merupakan kualitas
lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung,
dialami oleh anggota organisasi mempengaruhi perilaku mereka dan dapat
dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi
(Wirawan, 2007).
Stringer (2002) memodifikasi dalam mengembangkan kuesioner
yang lebih konsisten dan sederhana mengenai iklim organisasi yang
disebut Organizational Climate Questionnaire. Menurut Stringer, perlu
pengelompokkan ciri-ciri tertentu dalam iklim ke dalam kelompokkelompok yang akan menjadi khas suatu organisasi jika dibandingkan
dengan organisasi lain. Yang terpenting pengelompokkan ini berguna bagi
pimpinan organisasi sebagai suatu pedoman untuk meningkatkan motivasi
dan kinerja serta kepuasan kerja para pegawai. Di katakan pula bahwa
32
iklim organisasi secara obyektif berada dalam suatu organisasi, tetapi ia
hanya bisa dijelaskan dan diukur secara tidak langsung melalui persepsi
dari pada anggota-anggotanya. Di tambahkan pula Stringer(2002)bahwa
iklim bersifatobyektif dansubyektif yang merupakan ekspresiobyektif
yang diukurdaripersepsisubjektifdari pegawai terhadaplingkungan kerja
mereka.
Altman (dalam Wirawan, 2007) mengungkapkan bahwa terdapat
tujuh aspek iklim orgnasasi, yaitu:
a. Keadaan lingkungan fisik kerja. Lingkungan fisik adalah lingkungan
yang berhubungan dengan tempat, peralatan, dan proses. Persepsi
karyawan tentang tempat kerja menciptakan persepsi karyawan
mengenai iklim organisasi.
b. Keadaan lingkungan sosial. Lengkungan sosial adalah interaksi antara
anggota organisasi. Hubungan tersebut dapat bersifat hubungan
formal, informal, kekeluargaan, atau profesional.
c. Pelaksanaan sistem manajemen. Sistem manajemen adalah pola proses
pelaksanaan manajemen organisasi.
d. Produk. Produk adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh
organisasi.
e. Konsumen yang dilayani. Konsumen yang dilayani dan untuk siapa
produk ditujukan memengaruhi iklim organisasi.
f. Kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi. Persepsi mengenai
kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi sangat memengaruhi
iklim organisasi.
Lebih lanjut, Stringer (2002) menguraikan enam aspek untuk
mengukur iklim organisasi yang disebut Organizational Climate
33
Questionnaire untuk organisasi sektor publik termasuk pemerintahan
yaitu:
a. Struktur (structure). Struktur merefleksikan perasaan yang dirasakan
pegawai dalam organisasi yang secara terorganisir dengan baik dan
memiliki uraian tugas mengenai peran dan tanggung jawab yang jelas.
Struktur tinggi jika pegawai merasa bahwa pekerjaan setiap orang
diorganisir dengan baik. Struktur rendah jika terjadi kebingungan
mengenai siapa yang harus melakukan sesuatu dan mempunyai
wewenang untuk mengambil keputusan.
b. Standar-standar (standards). Standar-standar dalam suatu organisasi
mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan tingkat
atau derajat kebanggaan pegawai ketika melakukan pekerjaannya
dengan baik. Standar-standar tinggi artinya karyawan dalam organisasi
selalu berupaya mencari jalan untuk meningkatkan kinerja. Sebaliknya
standar rendah merefleksikan harapan yang lebih rendah untuk kinerja.
c. Tanggung jawab (responsibility). Tanggung jawab merefleksikan
perasaan pegawai bahwa mereka adalah “bos bagi diri mereka sendiri”
dan tidak harus melaporkan semua keputusan mereka kepada atasan.
Tanggung jawab yang tinggi menunjukkan bahwa pegawai merasa
memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan masalahnya sendiri
sedangkan tanggung jawab yang rendah menunjukkan bahwa pegawai
tidak diharapkan untuk mengambil resiko dan mencoba pendekatan
baru.
d. Penghargaan (recognition). Penghargaan merefleksikan perasaan
pegawai dalam organisasi yang merasa dihargai atas pekerjaan yang
diselesaikan dengan baik.Penghargaan merupakan ukuran penghargaan
yang dihadapkan dengan kritik dan hukuman atas penyelesaian
34
pekerjaan.Penghargaan rendah artinya penyelesaian pekerjaan dengan
baik diberikan imbalan secara tidak konsisten.
e. Dukungan (support). Dukungan merefleksikan perasaan percaya dan
saling mendukung yang berlaku di kelompok kerja/unit kerja dalam
organisasi. Dukungan tinggi jika anggota organisasi merasa bahwa
mereka bagian dari tim yang berfungsi dengan baik dan merasa
memperoleh bantuan dari atasannya, jika mengalami kesulitan dalam
menjalankan tugas. Jika dukungan rendah, anggota organisasi merasa
terisolasi dan tersisih sendiri.
f. Komitmen (commitment). Komitmen merefleksikan perasaan bangga
pegawai oleh sebagai bagian dalam organisasi dan tingkat atau derajat
komitmen/keloyalan terhadap pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
Perasaan komitmen kuat berasosiasi dengan loyalitas personal. Level
rendah komitmen artinya pegawai merasa apatis terhadap organisasi
dan tujuannya.
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas, maka yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah teori iklim organisasi yang
diungkapkan oleh Stringer. Hal ini karena teori yang diungkapkan oleh
Stringer secara lengkap menguraikan seluruh iklim organisasi baik secara
internal maupun eksternal yang penting dalam suatu organisasi, yang
dipersepsikan oleh anggota yang bekerja dalam organisasi berdasarkan
nilai-nilai, aturan-aturan, dan suasana lingkungan kerja yang dialaminya.
35
C. Motivasi Kerja
1.
Pengertian Motivasi
Motivasi dalam bahasa inggris disebut motivation yang berasal
dari bahasa Latin movere yang berarti “menggerakkan” (Steers & Porter,
1975, dalam Wijono, 2010). Motif adalah daya penggerak yang mencakup
dorongan, alasan dan kemauan yang timbul dari seseorang yang
menyebabkan untuk berbuat sesuatu.Motivasi sebagai sesuatu hal yang
menggerakkan, memelihara, mengatur, dan menghentikan perilaku. Hal
senada pula di dikemukakan Hasibuan (2009) bahwa motivasi berawal
dari kata latinmovere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi
adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi
dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.
Siagian (2007) bahwa motivasi adalah daya pendorong yang
mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk
menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan,
tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang
menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka
pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan
sebelumnya. Demikian manusia memiliki peranan penting dalam
mewujudkan tujuan organisasi karena itu motivasi sangat dalam
menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja atau dengan kata lain
perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari motivasi.
Liang Gie mendefenisikan dalam bukunya Martoyo (1992) motive
atau dorongan adalah suatu dorongan yang menjadi pangkal seseorang
melakukan sesuatu atau bekerja. Seseorang yang sangat termotivasi, yaitu
orang yang melaksanakan upaya substansial, guna menunjang tujuan-
36
tujuan produksi unit kerjanya, dan organisasi dimana ia bekerja. Seseorang
yang tidak termotivasi, hanya memberikan upaya minimum dalam hal
bekerja.Sementara itu, Robbins (2001) mengemukakan bahwa motivasi
adalah keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan
sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk
tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu
untuk memenuhi suatu kebutuhan individual.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya
adalah suatu dorongan kebutuhan dalam diri individu yang menggerakkan
individu untuk berperilaku mencapai tujuan-tujuannya dalam organisasi
dimana individu tersebut berada di dalamnya, karena motivasi tidaklah
dilihat
dengan
kasat
mata
namun
dimanifestasikan
melalui
perilaku.Adapun aspek-aspek dari motivasi yaitu kebutuhan keberadaan,
kebutuhan relasi, dan kebutuhan pertumbuhan.
2.
Teori - Teori Motivasi
Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai yang mempengaruhi
individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan
individu.Dalam bagian ini akan dijelaskan mengenai teori motivasi isi
(content theories of motivation). Mullins (dalam Wijono, 2012)
mengemukakan ada empat teori motivasi (kebutuhan) yang tergolong
dalam kelompok teori motivasi isi (content theories of motivation), yaitu
teori kebutuhan dari Maslow, teori ERG dari Alderfer, teori dua faktor
oleh Herzberg dan teori motivasi berprestasi oleh McClelland.
a. Teori Kebutuhan dari Maslow (Hierarchy of Need Theory)
Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau
pertentangan yang dialami antara kenyataan dengan dorongan yang ada
37
dalam diri. Apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi maka pegawai
tersebut
akan
menunjukkan
perilaku
kecewa.
Sebaliknya
jika
kebutuhannya terpenuhi maka pegawai akan memperlihatkan perilaku
yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puas.
Menurut Abraham
Maslow
mengemukakan
bahwa hirarki
kebutuhan manusia adalah:
1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs) yaitu kebutuhan yang
diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang,
seperti makan, minum, udara, perumahan dan lainnya. Dalam
organisasi kebutuhan-kebutuhan ini dapat berupa uang, hiburan,
program pension, lingkungan kerja yang nyaman.
2. Kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security need)
yaitu kebutuhan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari
ancaman kecelakaan dalam melakukan pekerjaan. Dalam organisasi
kebutuhan ini dapat berupa keamanan kerja, senioritas, program
pemberhentian kerja, uang pesangon.
3. Kebutuhan rasa memiliki (social need) yaitu kebutuhan akan teman,
cinta dan memiliki. Sosial need di dalam organisasi dapat berupa
keompok kerja (team work) baik secara formal maupun informal.
4. Kebutuhan akan harga diri (esteem need or status needs) yaitu
kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan
prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungan. Dalam organisasi
kebutuhan ini dapat berupa reputasi diri, gelar dsb.
5. Kebutuhan akan perwujudan diri (self actualization) adalah
kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunaka kecakapan,
kemampuan, keterampilan dan potensi optimal untuk mencapai
38
prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit
dicapai orang lain.
Selanjutnya, Abraham Maslow berpendapat bahwa orang dewasa
(pegawa bawahan) secara normal harus terpenuhi minimal
85%
kebutuhan fisiologi, 70% kebutuhan rasa aman, 50% kebutuhan sosial,
40% kebutuhan penghargaan, dan 15% kebutuhan aktualisasi diri,
keluarga, dan bisa menjadi penyebab terjadinya konflik kerja. Dengan
demikian, jika kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pemimpin akan
mengalami kesulitan dalam memotivasi pegawai.
b. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Aldefer
Teori ERG merupakan refleksi dai tiga dasar kebutuhan, yaitu:
1. Existence needs, kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari
eksistensi pegawai, seperti makan, minum, pakaian, bernafas, gaji,
keamanan kondisi kerja, fringe benefits.
2. Relatedness needs, kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam
berinteraksi dalam lingkungan kerja.
3. Growth
needs,
kebutuhan
untuk
mengembangkan
dan
meningkatkan pribadi. Hal ini berhubugan dengan kemampuan dan
kecakapan pegawai.
Teori
ini
sebenarnya
merupakan
ringkasan
dari
teori
Maslow.Kebutuhan keberadaan (existence) dalam teori ERG merangkum
kedua kebutuhan fisiologis dan keamanan di dalam teori Maslow.
Sementara kebutuhan untuk membina relasi (relatedness) sama dengan
kebutuhan sosial dan kasih sayang. Kemudian kebutuhan pertumbuhan
(growth) merangkum kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
39
Teori ERG menjelaskan bahwa manusia bekerja untuk memenuhi
kebutuhan keberadaan, hubungan relasi dan pertumbuhan sesuai dengan
urutan kekonkretannya.Semakin konkret kebutuhan yang hendak dicapai,
maka semakin mudah seseorang untuk mencapainya. Kebutuhan yang
konkret menurut Alderfer adalah kebutuhan keberaadaan yang paling
mudah, kemudian kebutuhan relasi dengan orang lain untuk dipenuhi
dalam mencapai prestasi kerja sebelim seseorang mencapai kebutuhan
yang lebih kompleks dan paling kurang konkret (abstrak), yaitu kebutuhan
pertumbuhan. Paling tidak ada dua alasan yang mendasar dalam teori ini,
yaitu: 1) semakin sempurna suatu kebutuhan yang paling konkret dicapai,
maka semakin besar kebutuhan yang kurang konkret (abstrak) dipenuhi; 2)
semakin kurang sempurna kebutuhan dicapai, maka semakin besar
keinginan untuk memenuhi kebutuhannya agar mendapat kepuasan
(Wijono, 2012).
c. Teori Kebutuhan Berprestasi McClelland
Teori ini mempunyai peran penting dalam kaitannya dengan usaha
individu untuk memenuhi kebutuhan individu guna mencapai tingkah laku
tertentu dalam merealisasikan prestasi kerja.Tiga motif yang dikemukakan
McClelland dalam teori ini yaitu kekuasaan, afiliasi dan berprestasi yang
dapat memberi pengaruh terhadap prestasi kerja (Wijono, 2012).Dengan
demikian, berdasarkan teori ini McClelland tidak melihat kebutuhan
individu berdasarkan tingkatan tertentu, tapi dengan melihat tiga motif
yang ada dalam diri individu yang dapat memprediksi individu dalam
melakukan suatu pekerjaan.Teori ini lebih tepat disebut teori kebutuhan
dari McClelland karena dalam teori McClelland mengemukakan tiga
kebutuhan manusia yaitu kebutuhan berprestasi (need for achievement, n
40
Ach), kebutuhan berkuasa (need for power, n Pow), dan kebutuhan
berafiliasi atau berhubungan (need for affiliation, n Aff) (Munandar, 2010).
Dari berbagai teori yang telah dikemukakan di atas, maka dalam
penelitian ini akan digunakan teori motivasi ERG oleh Alderfer dengan
tiga aspeknya yaitu kebutuhan keberadaan, kebutuhan relasi, dan
kebutuhan pertumbuhan. Ini karena teori motivasi ERG oleh Alderfer
merupakan teori kebutuhan yang relevan untuk memahami motivasi dalam
penelitian yang akan dilakukan pada guru-guru SMA yang ada di Batam.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Arnold & Boshoff (2002) bahwa
meskipun literatur mengenai motivasi telah didominasi oleh ketidakjelasan
teoritis namun teori kebutuhan telah menarik minat penelitian karena
dianggap sebagai salah satu cara paling tepat untuk memahami motivasi.
Selain itu, Trivellas, Kakkos, & Reklitis (2010) berpendapat bahwa
keunggulan dari teori Alderfer adalah dari orientasi spesifikasi pekerjaan
yang sangat tercermin dalam pembayaran tunjangan, kebutuhan akan
hubungan dengan rekan kerja dan atasan, serta kebutuhan untuk
bertumbuh atau berkembang dalam pekerjaan sehingga menghasilkan
kepuasan di tempat kerja.
D. Penelitian Sebelumnya
1. Iklim Organisasi dengan Kepuasan Kerja
Pentingnya iklim organisasi berpengaruh kepada kepuasan kerja
dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Adenike (2011) terhadap
293 staf karyawan akademik yang bekerja di Universitas swasta, Nigeria
menemukan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara iklim
organisasi dengan kepuasan kerja (r=0,671 dan p<0,01). Singh et al.
41
(2011) dalam studi komparatif yang dilakukan pada empat perusahaan
sektor komunikasi di India mengemukakan bahwa iklim organiasasi
sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja.Penelitian yang dilakukan
oleh Liana (2012) dan Wahat (2009) juga menunjukkan hasil yang serupa,
bahwa iklim organisasi memiliki hubungan dengan kepuasan kerja
seseorang.
Castro & Martins (2010) dalam penelitian terhadap 696 karyawan
yang bekerja di organisasi informasi dan teknologi di Afrika Selatan
menemukan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara iklim
organisasi dengan kepuasan kerja (r = 0,813, p < 0,01). Selanjutnya,
Bemana (2011) menemukan pengaruh yang positif dan signifikan antara
iklim organisasi dengan kepuasan kerja karyawan Shiraz Municipality
Personnel di Iran dengan nilai koefisien regresi sebesar 0.30 pada taraf
signifikansi p<0.01. Penelitian yang dilakukan oleh Affandi (2002) juga
menemukan hasil yang sama yaitu iklim organisasi yang meliputi
Structure, Responsibility, Recognitionand Reward, Risk, Warmth, Support,
Standard, Conflict, Innovation, berpengaruh positif yang signifikan
terhadap kepuasan kerja.Demikian pula penelitian yang dilakukan Yusuf
(2004) menemukan bahwa iklim organisasi memiliki hubungan positif dan
signifikan dengan koefisien korelasi sebesar 0,880 dan nilai thitung=15,938
lebih besar dari ttabel=2,66 (α=0,01).
Namun, bertolak belakang dengan hasil penelitian Susanty (2012)
yang menunjukkan bahwa iklim organisasi tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan kerja.dengannilai koefisien parameter cukup
rendah, yaitu sebesar 0,0024. Hal ini diperkuat dengan hasil pengujian
hipotesis satu yang ditolak karena pada hasil analisis diperoleh bahwa
thitung=0,9278lebih kecil darittabel=1,96, yang berarti bahwa peningkatan
42
iklim organisasi tidak diikuti dengan peningkatan tingkat kepuasan kerja
karyawan.Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Schulte et
al. (2006) yang mengemukakan bahwa iklim organisasi tidak memiliki
hubungan dengan kepuasan kerja.
Temitope (2010) tentang pengaruh iklim organisasi terhadap
kepuasan kerja pegawai sipil di organisasi publik, Ekiti State dengan
sampel 120 pegawai menemukan tidak ada pengaruh yang signifikan
antara iklim organisasi dengan kepuasan kerja. Hal ini terlihat dari uji
koefisien regresi untuk variabel iklim organisasi dengan nilai β sebesar 0,116, thitung sebesar -1.13 dan nilai probabilitas sebesar 0,05. Dalam
simpulannya menyatakan kemungkinan iklim organisasi yang tercipta
dalam
suatu
organisasi
tidak
benar-benar
memprediksi
untuk
meningkatkan kepuasan kerja pegawai selama ada masa perubahan yang
terjadi dalam organisasi. Hal senada diperkuat oleh penelitian Mulyanto
& Suryani (2010) yang menyimpulkan iklim organisasi berpengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap kepuasan kerja guru SD di
lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kecamatan
Karangpandan Kabupaten Karanganyar dengan koefisien regresi sebesar 0,316 dan nilai signifikansi sebesar 0,172 > 0,05. Selanjutnya.penelitian
Julius (2004, dalam Badoni, 2010) menunjukkan tidak ada hubungan
yang signifikan antara iklim organisasi dengan kepuasan kerja di antara
operator telepon. Hal senada pula daitemukan dalam penelitian Fahrani
(2011) membuktikan iklim organisasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Semen Gresik dengan koefisien
regresi -0,048, C.R.= -0,516 dan p-value 0,606.
2. Motivasi Kerja dengan Kepuasan Kerja
43
Pentingnya motivasi kerja terhadap kepuasan kerja diperkuat
dengan penelitian yang dilakukan Ayub & Kafif (2011) tentang hubungan
antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja. Penelitian ini menemukan
bahwa ada hubungan yang positif signifikan antara motivasi kerja dengan
kepuasan kerja kepada 80 manajer Bank yang di Pakistan r=0,563 dengan
signifikansi p=0,000.Hasil tersebut menunjukkanbahwa manajermerasa
termotivasioleh
karenalingkungan
kerja
yang
baikdengan
rekan
kerja,tugasyang menarik, umpan balik sertakompensasisebagai uangdapat
memenuhi
kebutuhandasar
jugakebutuhan
yang
sepertipangan
lebihcanggih
dankeamanan,
tetapi
sepertikebutuhan
akan
pengakuan.Penelitian yang dilakukan oleh Singh & Tiwari (2011) yang
menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi dengan
kepuasan kerja.Penelitian yang dilakukan Tyilana (2005) dan Lut (2012)
juga menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi kerja
dengan kepuasan kerja.Rohmalia (2014) menunjukkan bahwa motivasi
kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja guru.
Hasil yang berbeda ditemukan dari penelitian yang dilakukan
Budiyanto &Oetomo (2011) bahwa motivasi kerja tidak berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan kerja PNS yang bekerja pada pemerintah
kabupaten Magetan, Jawa Timur (nilai t-statistic = 0,791 <1,96.). Terbukti
96,8% pegawai merasakurang puasdenganpekerjaan itu sendirikarena
pekerjaanrelatifmudah
untukdilakukan
dan
tidakbervariasi(membosankan), kurang menyenangkan, dan kurangrelevan
dengankeahlian mereka, pengalaman,dan harapan. Kondisi kerjatersebut
tidakmemotivasi
pegawai
dalam
pekerjaanmereka
sehinggatidak
menghasilkandampak yang signifikan terhadapkepuasan kerja.Penelitian
Arifin (2005)menemukan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan
44
antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja karyawan di PT SAT Nusa
Persada, Batam.Hal ini diperkuat dengan nilai koefisien jalur 0,301, thit
1,842 dengan nilai sign. p=0,065>0,05.
3. Hubungan Iklim Organisasi dan Motivasi Kerja dengan
Kepuasan Kerja
Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2001) menunjukkan
bahwa iklim organisasi, motivasi dan kompensasi secara bersamaan
memiliki hubungan dengan kepuasan kerja sebesar 46,7%. Selain itu,
penelitian yang dilakukan oleh Ma’sum (2008) juga menunjukan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara perilaku kepemimpinan, iklim
organisasi, dan motivasi kerja secara bersama-sama terhadap kepuasan
kerja pegawai di Kantor Pusat Universitas Mataram.Penelitian yang
dilakukan oleh Aridiana (2007) juga mengungkapkan hasil yang sama
bahwa iklim organisasi dan motivasi kerja berhubungan secara simultan
dengan kepuasan kerja perawat di BPKM RSU Ngudi Waluyo Wlingi
Kabupaten Blitar, Jawa Timur (r=0,734, p=0,000<p=0,05, R2=0,539).
Penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2012) terhadap para PNS di
PPPPTK BOE Malang menunjukkan bahwa motivasi kerja dan iklim
organisasi berhubungan secara simultan dengan kepuasan kerja PNS di
PPPPTK BOE Malang. Mufidayati (1998) dalam penelitian tentang
analisis hubungan iklim organisasi dan motivasi dengan kepuasan kerja
tenaga kependidikan pada Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Nurul
Fikri, menemukan bahwa iklim organisasi dan motivasi secara bersamasama berhubungan dengan kepuasan kerja sebesar 36% (R2=0,36; r=0,6;
F=10,39; p=0,000<p=0,05). Rahmawati & Suparta (2015) dalam
penelitian terhadap pegawai Balai Wilayah Bali-Penida menemukan
45
bahwa iklim organisasi dan motivasi kerja secara simultan berpengaruh
terhadap kepuasan kerja sebesar 64,3% (R2=0,643; F= 122,619;
p=0,000<p=0,05).
4. Status Guru Negeri & Swasta dengan Kepuasan Kerja
Selain iklim organisasi dan motivasi kerja, status guru Negeri &
Swasta juga merupakan salah satu variabel demografi yang menarik untuk
diteliti jika dihubungkan dengan kepuasan kerja. Beberapa penelitian telah
dilakukan, diantaranya adalah Rajaeepour et al. (2011) yang melakukan
penelitian tentang gaya manajemen seorang wanita dengan kepuasan kerja
guru, yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kepuasan kerja
guru yang bekerja di sekolah negeri dan swasta. Penelitian yang dilakukan
Santi (2012) terhadap guru sekolah dasar di kecamatan Tebet Jakarta
Selatan, menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan antara kepuasan
kerja guru negeri dan guru swasta. Hal ini dapat dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0,000 (p<0,01).Perbedaan ini terletak dalam
pemberian kompensasi yang diberikan, kesempatan untuk berkembang,
atau meningkatkan karier.Selain itu, Iskandar (2005) mengemukakan
bahwa pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dinilai tidak
memberikan perhatian yang layak terhadap nasib guru di sekolah swasta
baik dari aspek hukum maupun lainnya.Bahkan, posisi hukum guru swasta
dinilai lebih rendah dari buruh pabrik, hal ini karena tidak ada aturan yang
jelas tentang status hukum guru swasta.Sementara itu, penelitian yang
dilakukan oleh Saarin (2012) menunjukkan hasil yang berbeda yaitu
bahwa status sekolah (negeri dan swasta) tidak berpengaruh terhadap
kepuasan kerja guru. Penelitian menunjukkan bahwa status sekolah
46
memberikan sedikit perbedaan yaitu 3,9% kepuasan kerja guru di sekolah
negeri dan kepuasan kerja guru di sekolah swasta.
5.
Jenis Kelamin dengan Kepuasan Kerja
Peubah demografi lain yang menarik untuk diteliti adalah jenis
kelamin. Penelitian yang dilakukan oleh Glenn, Taylor, & Wlaver (dalam
As’ad, 2004) menemukan bahwa ada perbedaan kepuasan kerja antara pria
dan wanita, yang mana kebutuhan wanita untuk merasa puas ternyata lebih
rendah dibandingkan pria.
Penelitian yang dilakukan Wicaksono (1982, dalam As’ad, 2004)
menemukan hasil yang berbeda yaitu bahwa tidak ada perbedaan antara
kepuasan kerja karyawan pria dan wanita. Hasil serupa juga diperoleh
dalam penelitian Setiawan (2007) pada perawat pelaksana di RS
Banyumanik, bahwa tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kepuasan
kerja (p(0,252)>0,05).
E. Dinamika Psikologi
Iklim organisasi merupakan suatu keadaan atau ciri-ciri atau sifatsifat yang menggambarkan suatu lingkungan organisasi yang dirasakan
oleh orang yang berada dalam lingkungan organisasi tersebut.Iklim
organisasi dipengaruhi oleh persepsi anggota yang ada pada organisasi
tersebut. Dengan demikian apabila pegawai merasa bahwa iklim yang ada
pada organisasi tempat ia bernaung cukup kondusif dan menyenangkan
baginya untuk bekerja dengan baik, dan hal ini akan membuat pegawai
tersebut merasa puas.
Selain itu dalam melaksanakan pekerjaan di organisasi apapun,
seorang pegawai membutuhkan motivasi untuk bekerja sebagai kekuatan
yang mendorong dari dalam diri individu untuk menggerakkan atau
47
mengarahkan dalam berperilaku untuk memenuhi keinginan dan
kebutuhanya sehingga dapat mencapai kepuasan kerja dan menghasilkan
efektivitas, produktivitas dan hasil kerja yang efektif, baik bagi diri
individu maupun bagi sebuah organisasi. Semakin terpenuhinya dorongan
kebutuhan untuk memotivasi kerja pegawai maka dapat menghasilkan
kepuasan kerja pegawai.
Iklim organisasi dan motivasi kerja memiliki penilaian dan tingkat
yang berbeda-beda dalam tiap organisasi, dalam hal ini sekolah.Iklim
organisasi dan motivasi kerja yang berbeda-beda ini tentunya juga akan
berpengaruh pada kepuasan kerja yang dimiliki oleh guru. Semakin
baikiklim organisasi yang ada di sekolah semakin tinggi juga kepuasan
kerja yang dimiliki guru.Demikian pula halnya dengan motivasi kerja.
Apabila tingkat motivasi kerja guru tinggi, maka kepuasan kerja yang
dimiliki oleh guru juga akan tinggi. Terlebih lagi jika iklim organisasi
yang tinggi diimbagi dengan motivasi kerja guru yang sama-sama tinggi
akan berpengaruh pada kepuasan kerja yang tinggi yang tinggi. Dengan
adanya kepuasan kerja yang tinggi maka guru akan menunjukkan kinerja
yang tinggi dalam menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya.
Tidak hanya mengenai iklim orgnisasi dan motivasi kerja yang
dapat memengaruhi komitmen organisasi, akan tetapi jika dilihat faktor
demografi yang ada yakni status guru Negeri & Swasta, kepuasan kerja
guru berbeda. Guru sekolah menengah atas (SMA) terbagi menjadi dua,
yaitu guru negeri dan guru swasta. Guru SMA negeri adalah guru yang
berada di bawah naungan pemerintah atau dikenal dengan sebutan PNS,
sedangkan guru SMA swasta adalah guru yang berada di bawah naungan
suatu yayasan yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang
pendidikan atas. Walaupun berada dalam naungan yang berbeda, peran
48
guru tetaplah sama yaitu mencerdaskan anak bangsa.Namun yang terjadi
masih banyak terdapat perbedaan yang ditemukan antara guru negeri dan
guru swasta (Santi, 2012).
Guru memiliki tugas dan tanggung jawab moral yang besar
terhadap keberhasilan siswa. Guru dituntut untuk lebih giat dalam bekerja,
melibatkan dirinya terhadap kemajuan dan perkembangan sekolah, dan
menyumbangkan waktunya untuk mengembangkan diri demi kemajuan
pendidikan. Oleh karena itu, guru (negeri maupun swasta) sebagai seorang
yang memangku kawajiban yang berat untuk mencerdaskan generasi
penerus bangsa seharusnya mendapat perhatian yang sama dalam
mencapai kepuasan kerjanya.
F. Model Penelitian
Berdasarkan
hasil-hasil
penelitian
terdahulu,
maka
model
penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
(Gambar 2.1).
Iklim
Organisasi
Kepuasan
Kerja
Motivasi
Kerja
Guru
Negeri
Guru
Swasta
Gambar 2.1.
Model Penelitian
49
G. Hipotesis Penelitian
Terdapat beberapa hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:
1. Ada hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dan
motivasi kerja dengan kepuasan kerja guru SMA Negeri dan
Swasta di Batam.
2. Ada perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari status guru SMA
Negeri dan Swasta di Batam.
3. Ada perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari jenis kelamin guru
SMA Negeri dan Swasta di Batam.
50
Download