BAB II DASAR TEORI 2.1 Biomassa 2.1.1 Pengertian Biomassa Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintentis, baik berupa produk maupun buangan. Biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Secara umum yang digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya. Sumber energi yang dapat diperbarui sehingga dapat menyediakan sumber energi secara berkesinambungan. Di Indonesia, biomassa merupakan sumber energi alam yang sangat penting dengan berbagai produk primer berupa bahan pangan, serat kayu dan lain lain yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestic juga di ekspor dan menjadi tulang punggung penghasil devisa negara. Jumlah biomassa di Indonesia yang biasa digunakan sebagai sumber energi sangat melimpah. Limbah yang berasal dari hewan maupun tumbuhan semuanya potensial untuk dikembangkan. Tanaman pangan dan perkebunan menghasilkan limbah yang cukup besar, yang dapat dipergunakan untuk keperluan lain seperti bahan bakar nabati. Pemanfaatan limbah sebagai bahan bakar nabati memberikan tiga keuntungan langsung. Pertama, peningkatan efesiensi energi, secara keseluruhan karena kandungan energi yang terdapat pada limbah cukup besar dan akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Kedua, penghematan biaya, karena seringkali membuang limbah biasa lebih mahal dari pada memanfaatkannya. Ketiga, mengurangi keperluan akan tempat penimbunan sampah karena penyediaan tempat penimbunan akan menjadi lebih sulit dan mahal, khususnya di daerah perkotaan. Selain pemanfaatan limbah, biomassa sebagai produk utama untuk sumber energi juga akhir-akhir ini dikembangkan secara pesat. Kelapa sawit, jarak, kedelai merupakan beberapa jenis tanaman yang produk utamanya sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. 2.1.2 Biomassa Kulit Kopi Kopi (coffea sp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam keluarga rubiaceae dan genus coffea. Tanaman ini berbentuk tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Jenis kopi yang banyak diusahakan di Indonesia yaitu Robusta dan Arabika, meskipun dulu ada kopi jenis Liberika di tanam di Indonesia, tapi sekarang sulit di jumpai jenis tanaman tersebut. Pohon kopi dapat dilihat pada gambar 2.3. Gambar 2.1 Tanaman Kopi Dalam proses pengolahan kopi secara basah akan menghasilkan limbah padat berupa kulit buah pada proses pengupasan buah (pulping) dan kulit tanduk pada saat penggerbusan (hulling). Kadar c-organik kulit buah kopi adalah 45,3 %, kadar nitrogen 2,98 %, fosfor 0,18 % dan kalium 2,26 %. Selain itu kulit buah kopi juga mengandung Ca, Mg, Mn, Fe, Cu dan Zn. Kulit kopi selama ini tidak mengalami pemprosesan di pabrik karena yang digunakan hanya biji kopi yang kemudian dijadikan bubuk kopi instan. 2.1.3 Produk Biomassa Ada tiga tipe bahan bakar yang dihasilkan oleh biomassa dan dipergunakan untuk berbagai macam kebutuhan, antara lain : Cairan berupa : ethanol, biodiesel dan methanol. Gas berupa : biogas (CH4, CO2), producer gas (CO2, H2, CH4, CO2), syngas (CO2, H2). Padat : arang, briket. Penggunaan ethanol dan biodiesel sebagai bahan bakar kendaraan transportasi dapat mengurangi emisi gas CO2. Oleh karena itu biomassa bukan hanya energi terbarukan tapi juga bersih atau ramah lingkungan, dan dapat digunakan sebagai sumber energi secara global. Biomassa merupakan sumber energi tertua yang dikenal oleh manusia, kontribusinya terhadap total pemanfaatan energi di Indonesia masih sangat kecil. Pemahaman keterbatasan dari sumber energi fosil dan kepedulian terhadap kelangsungan penyediaan sumber energi. Akan tetapi harga dan energi yang terus menerus menurun saat ini menyebabkan perkembangan teknologi tidak begitu pesat. Maka pada tahun 1980an kepedulian terhadap emisi CO2 yang disebabkan oleh penggunaan energi fosil mengakibatkan dikeluarkannya Kyoto protocol yang membatasi emisi CO2 yang diperbolehkan dilepas ke udara bebas. 2.2 Konversi Thermokimia dan Pengertian Gasifikasi Biomassa 2.2.1 Konversi Thermokimia Biomassa memiliki tiga metode konversi thermokimia yaitu pirolosis, gasifikasi dan pembakaran (pengarangan). Perbedaan jenis konversi thermokimia tersebut terletak pada banyaknya udara (oksigen) yang dikonsumsi saat proses konversi berlangsung. AFR adalah tingkat aliran udara primer yang masuk ke reaktor. Hal ini mengacu pada laju aliran udara yang diperlukan untuk mengubah bahan bakar padat menjadi gas. Hal ini sangat penting dalam menentukan ukuran blower yang dibutuhkan untuk reaktor. Ini dapat ditentukan dengan menggunakan tingkat konsumsi bahan bakar (FCR), udara stokiometri (SA) dari bahan bakar dan rasio equivalensi ( ) untuk gasifikasi 0,3 sampai 0,4. Gambar 2.2 Grafik Batasan Konversi Thermokimia Biomassa (Putri, 2009) 2.2.2 Gasifikasi Biomassa Gasifikasi adalah suatu proses konversi thermokimiawi dari bahan bakar yang mengandung karbon menjadi gas yang disebut syngas (synthetic gas) atau gas sintesis dimana gas tersebut memiliki nilai bakar dengan cara oksidasi parsial pada temperature tinggi. Tetapi sejauh ini teknologi ini umumnya masih terbatas pada skala penelitian karena konsumsi energi yang dibutuhkannya sangat besar. Namun ada juga beberapa negara yang telah menerapkan teknologi ini pada bidang pembangkit listrik, dimana gas yang dihasilkan oleh reaktor gasifikasi dipakai untuk menggerakkan generator. Terdapat berbagai jenis gasifier dan beberapa dapat dibedakan berdasarkan : Mode Fluidisasi. Arah Aliran. Gas yang diperlukan untuk proses gasifikasi. Berdasarkan mode fluidisasinya, jenis gasifier dapat dibedakan menjadi gasifikasi unggun tetap (fixed bed gasification), gasifikasi unggun bergerak (moving bed gasification), gasifikasi unggun terfluidisasi (fluidizied bed gasification) dan entrained bed. Berdasarkan arah aliran, gasifier dapat dibedakan menjadi gasifikasi aliran searah (downdraft gasification), gasifikasi aliran berlawanan (updraft gasification) dan gasifikasi aliran menyilang (crossdraft gasification). Pada gasifikasi downdraft, arah aliran gas dan arah aliran padatan adalah sama-sama ke bawah. Pada gasifikasi updraft, arah aliran padatan sedangkan arah aliran gas mengalir ke atas. Sedangkan gasifikasi crossdraft, arah aliran gas dijaga mengalir mendatar dengan aliran padatan ke bawah. Jenis-jenis gasifier ini juga termasuk tipe moving bed gasifier. Updraft Gasifier Downdraft Gasifier Crossdraft Gasifier Gambar 2.3 Skema Gasifier Updraft, Downdraft dan Crossdraft) Berdasarkan gasifiying yang diperlukan untuk proses gasifikasi, terdapat gasifikasi udara dan gasifikasi oksigen/uap. Gasifikasi udara adalah metode dimana gas yang digunakan untuk proses gasifikasi adalah udara. Sedangkan untuk gasifikasi uap, gas yang digunakan pada proses yang terjadi adalah uap. Penelitian menggunakan downdraft gasifier, dengan gasifying agent udara, karena kemampuan dan kelebihannya meskipun memiliki beberapa kekurangan. Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan ketiga jenis reaktor tersebut yang akan diuraikan pada sub bab berikutnya. Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Jenis Gasifier Tipe Gasifier Kelebihan Updraft - Menghasilkan pembakaran yang sangat bersih. - Lebih mudah dioperasikan - Arang yang dihasilkan lebih sedikit Downdraft - Dapat beroperasi secara kontinyu dan suhu gas tinggi Kekurangan - Menghasilkan sedikit metan - Tidak dapat beroperasi secara continyu - Gas ynag dihasilkan tidak kontinyu - Tar yang dihasilkan lebih banyak - Produksi asap terlalu banyak saat beroperasi - Menghasilkan arang lebih banyak Crossdraft - Suhu gas yang keluar tinggi Reduksi CO2 rendah Kecepatan gas tinggi Tempat penyimpanan, pembakaran dan zona reduksi terpisah - Kemampuan pengoprasiannya sangat bagus - Waktu mulai lebih cepat - Komposisi gas yang dihasilkan kurang bagus - Gas CO yang dihasilkan tinggi, gas H rendah - Gas metan yang dihasilkan juga rendah 2.2.3 Jenis-jenis Gasifier Dari penjelasan pada sub bab sebelumnya, berdasarkan arah aliran gasnya, gasifier dapat dibedakan menjadi gasifikasi aliran searah (downdraft gasification), gasifikasi aliran berlawanan (downdraft gasification) dan gasifikasi aliran menyilang (crossdraft gasification). a) Updraft Gasifier. Pada bagian ini pembakaran berlangsung di bagian bawah dari tumpuan bahan bakar dalam silinder, gas hasil pembakaran akan mengalir ke atas melewati tumpuan bahan bakar sekaligus mengeringkannya. Bahan bakar dimasukkan ke dalam ruang bakar dari lubang pemasukan atas. Gambar 2.4 Skema Updraft Gasifier b) Crossdraft Gasifier. Udara disemprotkan ke dalam bahan bakar dari lubang arah samping yang saling berhadapan dengan lubang pengambilan gas sehingga pembakaran dapat terkonsentrasi pada satu bagian saja dan berlangsung secara lebih banyak dalan suatu satuan waktu tertentu. Gambar 2.5 Skema Crossdraft Gasifier c) Downdraft Gasifier. Gas hasil pembakaran dilewatkan pada bagian oksidasi dari pembakaran dengan cara ditarik mengalir ke bawah sehingga gas yang dihasilkan akan lebih bersih karena tar dan minyak akan terbakar sewaktu melewati bagian tadi. Gambar 2.6 Skema Downdraft Gasifier 2.2.4 Tingkatan-Tingkatan Pembagian Daerah Pembakaran Gasfikasi Zona Pengeringan Bahan bakar padat dimasukkan ke dalam reactor. Hal ini tidak perlu menggunakan peralatan pengumpanan bahan bakar yang kompleks, karena sejumlah kecil kebocoran udara dapat toleransi di tempat ini. Sebagai akibat dari perpindahan panas dari bagian bawah gasifier, pengeringan bahan bakar biomassa terjadi dibagian bungker. Uap air akan mengalir ke bawah dan menambah uap air yang terbentuk di daerah oksidasi. Bagian dari itu dapat direduksi menjadi hidrogen dan sisanya akan berakhir sebagai kelembaban dalam gas. Zona pirolisis Tidak seperti pembakaran, pirolisis terjadi pada tempat yang tidak terdapat oksigen, kecuali dalam kasus dimana oksidasi parsial diperbolehkan untuk menyediakan energi thermal yang dibutuhkan untuk proses gasifikasi. Terdapat tiga variasi antara lain : a) Mild Pyrolysis. b) Slow Pyrolysis. c) Fast Pyrolysis. Pada pyrolysis molekul besar hydrocarbon dipecah menjadi partikel kecil hydrocarbon. Fast pyrolysis hasil utamanya adalah bahan bakar cair, slow pyrolsis menghasilkan gas dan arang. Mild pyrolysis yang saat ini sedang dipertimbangkan untuk memanfaatkan biomassa yang efektif. Pada proses ini biomassa dipanaskan 200-300oC tanpa kontak dengan oksigen. Struktur kimia dari biomassa diubah, dimana menghasilkan karbon dioksida, karbon monoksida, air, asam asetat, dan methanol. Mild pyrolisis meningkatkan densitas energi dari biomassa. Pada suhu di atas 250oC, bahan bakar biomassa dimulai pyrolysing. Rincian pyrolysis ini reaksi yang tidak dikenal, tetapi orang biasa menduga bahwa molekul-molekul besar (seperti selulosa, hemi-selulosa dan lignin) terurai menjadi molekul berukuran sedang dan karbon (char) selama pemanasan bahan baku. Produk pirolisis mengalir ke bawah zona pemanasan pada gasifier. Beberapa akan terbakar di daerah oksidasi, dan sisanya akan memecah molekul yang lebih kecil dari hydrogen, metan, karbon monoksida, etana, etilena, dan lain-lain jika tetap berada di zona panas cukup lama. Jika waktu tinggal di zona panas terlalu pendek atau suhu terlalu rendah, maka molekul yang berukuran menengah akan berpindah dan mengembun sebagai tar dan minyak, dalam suhu rendah bagian dari system. Secara umum reaksi yang terjadi pada pirolysis beserta produknya adalah : Biomassa char + tar + gases (CO2, CO, H2O, H2CH4, CxHy)........(2.1) Zona Oksidasi Dibentuk pada tingkat dimana oksigen (udara) dimasukkan. Reaksi dengan oksigen sangat eksostermik dan mengakibatkan kenaikan tajam suhu sampai 1200°C. sebagaimana yang dibutuhkan di atas, fungsi penting zona oksidasi, selain penghasil panas, adalah untuk mengkonversi dan mengoksidasi hampir semua produk terkondensasi dari zona pirolisis. Untuk menghindari titik-titik dingin di zona oksidasi, kecepatan udara masuk dan geometri reaktor harus dipilih dengan baik. Umumnya dua metode yang digunakan untuk mendapatkan suhu yang terdistribusi : a) Mengurangi luas penampang pada ketinggian tertentu dari reaktor. b) Penyebaran nozel inlet udara di atas lingkaran mengurangi crosssectional area, atau alternatif menggunakan inlet udara sentral dengan perangkat penyemprotan. Zona Reduksi Produk reaksi dari zona oksidasi (gas panas dan bara arang) bergerak turun ke zona reduksi. Di zona ini panas masuk secara sensible dari gas dan arang yang dikonversi sebanyak mungkin menjadi energi kimia dari gas produser. Produk akhir dari reaksi kimia yang terjadi di zona reduksi adalah gas mudah terbakar yang dapat digunakan sebagai bahan bakar gas pada pembakaran motor dalam dan sedikit abu. Abu yang dihasilkan dari gasifikasi biomassa kadang-kadang harus dibuang dari reaktor. Biasanya akan timbul perapiaan di dasar peralatan dan dengan demikian membantu untuk mencegah penyumbatan yang dapat menyebabkan obstruksi aliran gas. Berikut adalah reaksi kimia yang terjadi pada zona tersebut : Reaksi Bourdouar : C + CO2 2 CO – 172 (MJ/Kmol).....................................(2.2) Reaksi Karbon-Uap : C + H2O CO + H2 - 131 (MJ/Kmol)..................................(2.3) Reaksi Pergeseran Air-Gas : C + H2O HO2 + H2 + 41 (MJ/Kmol)..................................(2.4) Methanation CO : C + 3H2 206 (MJ/Kmol) CH4 + H2O...............................(2.5) 2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Proses Gasifikasi Proses gasifikasi memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses dan kandungan syngas yang dihasilkannya. Faktor-faktor tersebut adalah: Properties Biomassa Tidak semua biomassa dapat dikonversikan dengan proses gasifikasi karena ada beberapa klarifikasi dalam mendefinisikan bahan baku yang dipakai pada system gasifikasi berdasarkan kandungan dan sifat yang dimilikinya. Pendefinisian bahan baku gasifikasi ini dimaksudkan untuk membedakan anatara bahan baku yang baik dan yang kurang baik. Adapun beberapa parameter yang dipakai untuk mengklarifikasikannya yaitu : a) Kandungan Energi Semakin tinggi kandungan energi yang dimiliki biomassa maka syngas hasil gasifikasi biomassa tersebut semakin tinggi karena energi yang dikonversi juga semakin tinggi. b) Moisture Bahan baku yang digunakan untuk proses gasifikasi umumnya bermoisture rendah. Karena kandungan moisture yang tinggi menyebabkan heat loss yang tinggi. Selain itu kandungan moisture yang tinggi juga dapat menyebabkan beban pendinginan semakin tinggi karena pressure drop yang terjadi meningkat. Idealnya kandungan moisture yang sesuai untuk bahan baku gasifikasi kurang dari 20%. c) Debu Semua bahan baku gasifikasi menghasilkan dust (debu). Adanya dust ini sangat mengganggu karena berpotensi menyumbat saluran sehingga membutuhkan perawatan lebih. Desain gasifier yang baik setidaknya menghasilkan kandungan dust yang tidak lebih dari 2-6 g/m³. d) Tar Tar merupakan salah satu kandungan yang paling merugikan dan harus dihindari karena sifatnya yang korosif. Sesungguhnya tar adalah cairan hitam kental yang terbentuk dari destilasi destruktif pada material organik. Selain itu, tar memiliki bau yang tajam dan dapat mengganggu pernapasan. Pada reaktor gasifikasi, terbentuknya tar yang memiliki bentuk opproximate atomic CH 1.2, O 0.5 terjadi pada temperatur pirolisis yang kemudian terevaporasi dalam bentuk asap, namun pada beberapa kejadian tar dapat berupa zat cair pada temperatur yang rendah. Apabila hasil gas yang mengandung tar relatip tinggi dipakai pada kendaraan bermotor, dapat menimbulkan deposit pada karburator dan intake valve sehingga menyebabkan gangguan. Desain gasifier yang baik setidaknya menghasilkan tar tidak lebih dari 1g/m³. e) Ash dan Slugging Ash adalah kandungan mineral yang terdapat pada bahan baku yang tetap berupa oksida setelah proses pembakaran. Sedangkan slug adalah kumpulan ash yang lebih tebal. Pengaruh adanya ash dan slug pada gasifier adalah - Menimbulkan penyumbatan pada gasifier. - Pada titik tertentu, mengurangi respon pereaksi bahan baku. Desain Reaktor Terdapat berbagai macam bentuk gasifier yang pernah dibuat untuk proses gasifikasi. Untuk gasifier bertipe imbert yang memiliki neck di dalam reaktornya, ukuran dan dimensi neck sangat mempengaruhi proses pirolisis, percampuran, heatloss dan nantinya akan mempengaruhi kandungan gas yang dihasilkan. Jenis Gasifying Agent Jenis gasifying agent yang digunakan dalam gasifikasi umumnya adalah udara dan kombinasi oksigen dan uap. Penggunaan jenis gasifying agent mempengaruhi kandungan gas yang dimiliki oleh syngas. Berdasarkan penelitian, perbedaan kandungan syngas terlihat pada kandungan nitrogen pada syngas dan mempengaruhi nilai kalor yang dikandungnya. Penggunaan udara bebas menghasilkan senyawa nitrogen yang pekat di dalam syngas, berlawanan dengan penggunaan oksigen/uap yang memiliki kandungan nitrogen yang relatif sedikit. Sehingga penggunaan gasifying agent oksigen/uap memiliki nilai kalor syngas yang lebih baik dibandingkan gasifying agent udara. Rasio Bahan Bakar dan Udara (AFR) Perbandingan bahan bakar dan udara dalam proses gasifikasi mempengaruhi reaksi yang terjadi dan tentu saja pada kandungan syngas yang dihasilkan. Kebutuhan udara pada proses gasifikasi berada diantara batas konversi energi pirolisis dan pembakaran. Karena itu dibutuhkan rasio yang tepat jika menginginkan hasil syngas yang maksimal. Pada gasifikasi biomassa AFR yang tepat untuk proses gasifikasi berkisar pada angka 1,25 – 1,5. 2.3 Parameter-Parameter Penting dalam Proses Gasifikasi Parameter-parameter penting yang harus dipertimbangkan dalam proses gasifikasi, yaitu: a) Temperatur Gasifikasi Temperatur gasifikasi harus tinggi karena dalam tahap pertama gasifikasi adalah pengeringan untuk menguapkan kandungan air agar menghasilkan gas yang bersih. Temperatur yang tinggi juga dapat berpengaruh dalam menghasilkan gas yang mudah terbakar. Untuk mempertahankan temperatur, maka tangki reaktor diisolasi dengan bata tahan api agar tidak ada panas yang keluar ke lingkungan sehingga efisiensi reaktor menjadi baik. b) Spesific Gasification Rate (SGR) SGR mengindikasikan banyaknya biomassa rata-rata yang dapat tergasifikasi dalam gasifier. Jika SGR semakin besar maka proses gasifikasi tidak dapat berjalan secara sempurna., sebaliknya jika SGR semakin kecil maka proses gasifikasi berjalan lambat. SGR dapat dihitung dengan cara : SGR = c) berat biomassa berat arang (kg/m3.dt)……………………….......(2.6) luas x waktu Fuel Consumtion Rate (FCR) Biomassa yang dibutuhkan pada proses gasifikasi dapat dihitung menggunakan rumus : FCR = berat biomassa tergasifik asi waktu operasiona l FCR = berat biomassa berat arang (kg/dt)……………………………….(2.7) waktu operasiona l d) Gas Fuel Ratio (GFR) GFR (Gas Fuel Ratio) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : GFR = e) laju aliran gas producer ……………………………………………(2.8) FCR Persentase Char Persentase char adalah perbandingan banyaknya arang yang dihasilkan dengan banyaknya biomassa yang dibutuhkan. % char dapat dihitung menggunakan rumus : % char = f) arang x 100%....................................................................(2.9) berat biomassa Waktu Konsumsi Bahan Bakar Hal ini mengacu pada total waktu yang dibutuhkan untuk benar-benar mengubah bahan bakar padat menjadi gas di dalam reaktor. Ini termasuk waktu untuk menyalakan bahan bakar padat dan waktu untuk menghasilkan gas, ditambah waktu untuk benar-benar membakar semua bahan bakar dalam reaktor. Kepadatan dari bahan bakar padat ( ), volume reaktor (Vr), dan tingkat konsumsi bahan bakar (FCR) adalah faktor yang digunakan dalam menentukan total waktu untuk mengkonsumsi bahan bakar padat dalam reaktor. Seperti ditunjukkan di bawah ini, dapat dihitung menggunakan rumus : t= x Vr ……………………………………………………………………(2.10) FCR Dimana : FCR = Fuel Consumtion Rate (kg/jam) t = Waktu konsumsi bahan baku (jam) = Massa jenis bahan baku (kg/m3) Vr = Volume reaktor (m3) g) Air Fuel Rate (AFR) AFR adalah tingkat aliran udara primer yang masuk ke reaktor. Hal ini mengacu pada laju aliran udara yang diperlukan untuk mengubah bahan bakar padat menjadi gas. Hal ini sangat penting dalam menentukan ukuran blower yang dibutuhkan untuk reaktor. Ini dapat ditentukan dengan menggunakan tingkat konsumsi bahan bakar (FCR), udara stokiometri dari bahan bakar (SA) dan rasio equivalensi ( ) untuk gasifying 0,3 sampai 0,4. Seperti ditunjukkan menggunakan rumus : AFR = x FCR x SA ……………………………………………….………(2.11) a Dimana h) AFR = Air Fuel Rate (tingkat aliran udara) (m3/jam) FCR = Fuel Consumtion Rate (kg/jam) a = Massa jenis udara (kg/m3) = Rasio equivalensi (0,3-0,4) SA = Udara stokiometri dari bahan bakar padat Energi yang Dibutuhkan Hal ini mengacu pada jumlah panas yang harus dipasok oleh gasifier. Hal ini dapat ditentukan berdasarkan massa air yang harus direbus. Jumlah energi yang diperlukan, dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Es = m.Cp. T………………………………………………………..……(2.12) Qn = m x Es …………………………………………………………..……(2.13) t Dimana : Qn = Energi yang dibutuhkan (kJ/jam) m = Massa air (kg) Es = Energi spesifik (kJ/kg) t = Waktu proses (jam) Cp = kalor spesifik (Kj/kg.K) T = Antara Tawal-Takhir (K) i) Kebutuhan Bahan Bakar Energi input ini mengacu pada jumlah energi yang diperlukan dalam hal bahan bakar yang akan dimasukkan ke dalam gasifier. Hal ini dapat ditentukan dengan mengguanakan rumus : Energi infut = Ʃ nilai kalor bahan bakar = Ʃ nilai bahan bakar tiap variasi = persentae bahan bakar A x nilai kalor bahan bakar + persentae bahan bakar B x nilai kalor bahan bakar …...........................(2.14) 2.4 Pembakaran Bahan Bakar 2.4.1 Prinsip Pembakaran Bahan Bakar Prinsip pembakaran bahan bakar sejatinya adalah reaksi kimia bahan bakar dengan oksigen (O). Kebanyakan bahan bakar mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H) dan belerang (S). Akan tetapi yang memiliki kontribusi yang penting terhadap energi yang dilepaskan adalah C dan H. Masing-masing bahan bakar mempunyai kandungan unsur C dan H yang berbeda-beda. Proses pembakaran terdiri dari dua jenis yaitu pembakaran lengkap (complete combustion) dan pembakaran tidak lengkap (incomplete combustion). Pembakaran sempurna terjadi apabila seluruh unsur C yang bereaksi dengan oksigen hanya akan menghasilkan CO2, seluruh unsur H menghasilkan H2O dan seluruh unsur S menghasilkan SO2. Sedangkan pembakaran tidak sempurna terjadi apabila seluruh unsur C yang dikandung dalam bahan bakar bereaksi dengan oksigen dan gas yang dihasilkan tidak seluruhnya CO2. Keberadaan CO pada hasil pembakaran menunjukkan bahwa pembakaran berlangsung secara tidak sempurna. Jumlah energi yang dilepaskan pada proses pembakaran dinyatakan sebagai entalpi pembakaran yang merupakan beda entalpi antara produk dan reaktan dari proses pembakaran sempurna. Entalpi pembakaran ini dapat dinyatakan sebagai Higher Heating Value (HHV) atau Lower Heating Value (LHV). HHV diperoleh ketika seluruh air hasil pembakaran dalam wujud cair, sedangkan LHV diperoleh ketika seluruh hasil pembakaran dalam bentuk uap. Pada umumnya pembakaran tidak menggunakan oksigen murni, melainkan memanfaatkan oksigen yang ada di udara. Jumlah udara minimum yang diperlukan untuk menghasilkan pembakaran lengkap disebut sebagai jumlah udara teoritis atau stokiometri. Akan tetapi pada kenyataannya untuk pembakaran sempurna, udara yang dibutuhkan melebihi jumlah udara teorotis. Kelebihan udara dari jumlah udara teorotis disebut sebagai excess air yang umumnya dinyatakan dalam persen. Parameter yang sering digunakan untuk mengkuantifikasi jumlah udara dan bahan bakar pada proses pembakaran tertentu adalah rasio udara-bahan bakar. Apabila pembakaran lengkap terjadi ketika jumlah udara sama dengan jumlah udara teoritis maka pembakaran tersebut sebagai pembakaran sempurna. Umumnya excess air diambil 30% dari kebutuhan udara stokiometri. 2.4.2 Nilai Pembakaran Bila dalam 1 kg bahan bakar yang terdiri C kg karbon, H kg hidrogen, O kg oksigen, S kg belerang, N kg nitrogen, A kg abu, W kg air, maka dapat dihitung nilai pembakaran atau heating value dari bahan bakar tersebut yaitu jumlah panas yang dihasilkan dari pembakaran sempurna dari 1 kg bahan bakar yang dimaksud berdasarkan rumus-rumus berikut : Qhigh = 33915 C + 144033 (H - O ) + 10648 S (kJ/kg)……………….……(2.15) 8 Qlow = 33915 C + 121423 (H - O O ) + 10648 S – 2512 (W + 9 x ) (kJ/kg)...(2.16) 8 8 Qhigh adalah nilai pembakaran tertinggi atau highest heating value yang dalam hal ini uap air yang terbentuk dari hasil pembakaran dicairkan terlebih dahulu, sehingga panas pengembunannya turut dihitung serta dinilai sebagai panas pembakaran yang terbentuk. Qlow adalah nilai pembakaran terendah atau lowest heating value yang dalam hal ini uap air yang terbentuk dari hasil pembakaran tidak perlu dicairkan terlebih dahulu, sehingga panas pengembunannya tidak turut dihitung serta tidak dinilai sebagai panas pembakaran yang terbentuk. 2.4.3 Jumlah Udara Pembakaran Jika susunan bahan bakar diketahui, maka dapat dihitung jumlah kebutuhan udara pembakaran untuk pembakaran sempurna. Sebelum menghitung kebutuhan udara pembakaran, terlebih dahulu menghitung oksigen yang diperlukan untuk setiap kandungan C, O dan H yang mengikat oksigen dalam pembakaran. Berikut persamaan-persamaannya. Karbon (C) terbakar sempurna menjadi CO2 menurut persamaan : C + O2 = CO2 12 kg C + 32 kg O2 = 44 kg CO2 1 kg C + 32 44 kg O2 = kg CO2……………………………..……(2.17) 12 12 Hidrogen (H) terbakar menjadi H2O menurut persamaan : 4 H + O2 = 2H2O 4 kg H + 32 kg O2 = 36 kg H2O 1 kg H + 8 kg O2 = 9 kg H2O………………………………………(2.18) Belerang (S) terbakar menjadi SO2 menurut persamaan : S + O2 = SO2 32 kg S + 32 kg O2 = 64 kg SO2 1 kg S + 1 kg O2 = 2 kg SO2………………………………………..(2.19) Dari perhitungan di atas kemudian dijumlahkan kebutuhan dengan persamaan : Kebutuhan oksigen = kebutuhan oksigen H + kebutuhan oksigen C + kebutuhan oksigen S – kebutuhan oksigen O…………..……………(2.20) Untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna, kebutuhan oksigen pembakaran ditambah 30% dari kebutuhan oksigen teorotis (excess air). Excess air antara 20-30%, maka kebutuhan oksigen untuk pembakaran sempurna dapat dihitung dengan : Kebutuhan oksigen total = kebutuhan oksigen + (excess air x kebutuhan oksigen)……………………………………………………....………(2.21) Kemudian kebutuhan udara pembakaran dapat dihitung. Dalam udara, umumnya kadar oksigen yang terkandung antara 21-23% maka dari itu, perbandingan udara dan bahan bakar didapat kebutuhan udara sebesar : Kebutuhan udara pembakaran = % udara 2 % O di udara x kebutuhan oksigen total…………………………………………………………………(2.22) 2.5 Massa Jenis Biomassa Massa jenis biomassa adalah spesifik massa suatu biomassa per volumenya. Massa jenis dapat dihitung dengan persamaan : m v (kg/m3)……………………………………………………………………(2.23) Dimana : = massa jenis (kg/m3) m = massa bahan (kg) v = volume bahan (m3) 2.6 Cyclone Separator Cyclone separator adalah alat yang menggunakan prinsip gaya sentrifugal dan tekanan rendah karena adanya perputaran untuk memisahkan materi berdasarkan perbedaan massa jenis dan ukuran. Cyclone merupakan mekanis yang sederhana mempunyai bentuk yang khas, mudah dikenal, dan dapat ditemukan di beberapa industri. Cara kerjanya seperti terlihat pada gambar di bawah, gerakan pusaran (cyclonic) dari aliran udara akan menyebabkan terjadinya gaya sentrifugal pada partikel debu, akibat partikel debu akan terkumpul pada dinding cyclone dan selanjutnya jatuh melalui lubang bawah, sedangkan udara bersih akan keluar melalui cerobong. Gambar 2.7 Skema aliran cyclone 2.6.1 Prinsip Kerja Cyclone Adapun prinsip kerja dari cyclone sebagai berikut : - Gas atau aliran fluida diinjeksikan melalui pipa input Bentuk kerucut cyclone menginduksikan aliran gas atau fluida untuk berputar menciptakan vortex. - Partikel dengan ukuran atau kerapatan yang lebih besar didorong ke arah luar vortex - Gaya gravitasi menyebabkan partikel-partikel tersebut jatuh ke sisi kerucut menuju tempat pengeluaran. - Partikel dengan ukuran atau kerapatan yang lebih kecil, keluar melalui bagian atas dari cyclone melalui pusat yang bertekanan rendah. - Cyclone membuat suatu gaya sentrifugal yang berfungsi untuk memisahkan partikular dari udara kotor. - Gaya sentrifugal timbul saat partikular di dalam udara masuk ke puncak kolektor silindris pada suatu sudut dan berputar dengan cepat mengarah ke bawah seperti pusaran air. Aliran udara mengalir secara melingkar dan partikular yang lebih berat mengarah ke bawah setelah menabrak kea rah dinding cyclone dan meluncur ke bawah. 2.7 Saringan (Filter) 2.7.1 Saringan Udara Fungsi utama dari saringan udara adalah mencegah udara kotor atau menyaring udara yang akan masuk ke dalam ruang bakar (mesin). Bahan utama dari saringan udara ada bermacam macam yaitu serat kertas, busa atau kapas sangat umum digunakan sebagai lapisan penyaring udara kotor (Alamsyah, 2011). 2.7.2 Saringan Basah Nama lain dari saringan basah adalah scrubbers atau wet collectors. Prinsip kerja saringan basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut dengan arah aliran semprotan air. Pengendap saringan basah dapat digambarkan seperti gambar dibawah. Gambar 2.8 Saringan Basah 2.7.3 Saringan Sistem Gravitasi Alat ini digunakan untuk membersihkan udara kotor yang ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 atau lebih. Cara kerja alat ini yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), maka partikel padat akan jatuh dan terkumpul di bawah akibat gaya gravitasi. Gambar 2.9 Saringan Sistem Gravitasi 2.8 Aliran Udara Gambar 2.10 Pengukuran Kecepatan Aliran Udara Dengan Pitot Tube Kecepatan aliran udara dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Bernoulli (Pitot Tube), berdasarkan perbedaan antara tekanan stagnasi P0 dan tekanan statik P, sebagai berikut : 2 V0 P P V2 Z 0 Z 0 …………………………………………….(2.24) .g 2.g .g 2.g Pada kondisi pengukuran tekanan diatas dimana titik berimpitan dengan titik A, dimana titik adalah titik stagnasi Z – Z0 = 0, sehingga persamaan di atas menjadi : 2 V0 P P V2 0 ……………………………………………...............(2.25) .g 2.g .g 2.g Dalam keadaan stagnasi V0 = 0, maka persamaan 2.20 menjadi : P P V2 0 …………………………………………………..................(2.26) . g 2. g . g V= P0 P P P dimana h 0 …………………………………….(2.27) 2.g . g . g Sehingga V= 2.g.h …………………………………………………………..…….(2.28) 2.8.1 Kecepatan Udara Untuk menghitung kecepatan udara, maka digunakan persamaan sebagai berikut : . m . A.v ……………………………………………………..……………...(2.29) . vudara m udara gas ……………………………………………………...……(2.30) .A Dimana : Vudara = kecepatan udara (m/s) mudara-gas = laju aliran massa gasifikasi (kg/s) = massa jenis (kg/m2) A = luas penampang (m) 2.8.2 Manometer Untuk pengukuran kecepatan aliran udara dengan menggunakan manometer, parameter yang dibutuhkan adalah pertambahan panjang fluida ukur (air) yang dapat diamati dengan mistar. h dapat ditentukan dengan melihat gambar di bawah ini Gambar 2.11 Manometer untuk pengukuran kecepatan aliran udara Hubungan tekanan antara air dengan udara adalah tampak sebagaimana persamaan berikut ini : air . g .hair ud . g .hud ……………………………………..………….……(2.31) Dari persamaan 2.26 di atas maka diperoleh : hair ud . hud …………………………………………………..…………(2.32) air Dimana : Pud N = Tekanan udara di dalam manometer 2 m = .g .h ρ 1000kg = massa jenis air 3 m g = gravitasi (9.8 hair = ketinggian air di manometer (m) m ) s2 2.9 Efisiensi Proses Parameter-parameter yang mempengaruhi efisiensi gasifier antara lain, kandungan moisture, temperatur udara masuk, dan heat loss. Dapat disimpulkan bahwa kandungan moisture bahan bakar semakin tinggi, nilai kalor syngas semakin rendah, dengan kata lain efisiensi gasifikasi semakin kecil dengan tingginya kandungan moisture bahan bakar. Nilai tertinggi dari kandungan moisture dari bahan bakar tidak boleh lebih dari 33%. Untuk pengaruh temperatur udara masuk, semakin tinggi temperatur udara masuk gasifier akan menaikkan efisiensi gasifikasi. Disamping itu, pemanasan udara masuk bias menurunkan air fuel ratio. Sedangkan pengaruh besarnya heat loss, semakin kecil heat loss semakin besar pengaruhnya terhadap efisiensi gasifikasi. Efisiensi gasifikasi dapat dihitung dengan persamaan: ƞ= , Dimana: , ƞ= ( ℎ ) .........................................................................................(2.34) energi yang dihasilkan = energi infut – energi autput. LHV = HHV – 3240 (kJ/kg) HHV = (T2 – T1 – Tkp) x Cv (kJ/kg) Jika yang akan dihitung adalah efisiensi bahan bakar yang ahbis tergasifikasi, maka yang jadi dasar perhitungan adalah massa bahan bakar gasifikasi. Sehingga persamaan yang digunakan adalah: ƞ= ƞ= ℎ ℎ 100% 100%.............................(2.35) 2.10 Genset 2.10.1 Pengertian Genset Genset atau kepanjangan dari generator set adalah sebuah perangkat yg berfungsi menghasilkan daya listrik. Disebut sebagai generator set dengan pengertian adalah satu set peralatan gabungan dari dua perangkat berbeda yaitu engine dan generator atau alternator. Engine sebagai perangkat pemutar sedangkan generator atau alternator sebagai perangkat pembangkit listrik. Engine bisa berupa perangkat mesin diesel berbahan bakar solar atau mesin berbahan bakar bensin, sedangkan generator atau alternator merupakan kumparan atau gulungan tembaga yang terdiri dari stator (kumparan statis) dan motor (kumparan berputar). 2.10.2 Prinsip Kerja Genset Prinsif kerja generatorsangatlah sederhana yaitu kumparan jangkar yg mememotong medan pada magnet yang dihasilkan kumparan medan akan menimbulkan gerak gaya listrik terhadap kumparan jangkar. Cara kerja generator yang utama adalah adanya medan magnet dan memotong medan magnet. Prinsif kerja generator akan lebih mudah dimengerti apabila kita mengetahui terlebih dahulu apa itu generator. Generator merupakan alat yang mampu menghasilkan energi listrik yang bersumber kepada energi mekanik dan umumnya menggunakan induksi elektomagnetik. Sumber energi mekanik sendiri bisa berasal dari turbin. Generator listrik pertama kali ditemukan pada tahun 1931 oleh seorang yang bernama Faraday. Saat itu generator listrik mempunyai bentuk gulungan kawat yang dililitkan pada besi yang berbentuk U. Generator tersebut dikenal dengan nama Generator Cakram Faraday. 2.10.3 Fungsi Genset Manfaat dari genset itu sendiri adalah sebagai power suplay arus listrik jika terjadi pemadaman listrik PLN dan bisa juga dimanfaatkan untuk penduduk yang belum mendapatkan akses listrik PLN. Untuk genset yang kami gunakan dalam penelitian ini berkapasitas 900 watt berbahan bakar bensin yang kami modifikasi sendiri pada karburatornya hingga mampu memakai bahan bakar gas.