. . PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam berupa berbagai jenis plasmanutfah tumbuhan. Sebagian besar dari plasmanutfah tersebut sudah diketahui kegunaan dan manfaatnya, namun tidak sedikit juga yang masih belum diketahui kegunaannya atau masih sedikit informasi mengenai kegunaannya. Salah satu di antaranya adalah Trichosanthes cucumerina L. Trichosantes cucumerina L. termasuk dalam famili Cucurbitaceae. Tanaman ini terkenal di Indonesia dengan nama lokal paria belut ataupun paria ular, karena bentuk buahnya yang memanjang dan belang-belang putih kehijauan. Bagian tanaman yang dimanfaatkan adalah buah muda yang biasanya dimasak untuk sayuran. Tanaman ini juga sangat jarang dibudidayakan secara intensif karena belum begitu meluas pemanfaatannya di masyarakat. Di Indonesia, tanaman ini banyak ditanam di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Protein aktif yang bersifat anticendawan, antivirus, anti tumor, antiknker bahkan anti-HIV telah dilaporkan terdapat pada beberapa spesies dari famili Cucurbitaceae. Protein aktif tersebut diantaranya termasuk protein yang berhubungan dengan adanya infeksi patogen pada tanaman (patogenesis- related (PR) proteins). Disamping itu ada juga yang termasuk kelompok enzim seperti Chitinuse yang ditemukan pada akar Trichosanthes kirilowii (Savary dan Flores, 1994). Kelompok protein aktif lainnya dikenal sebagai Protein Pengnaktif Ribosom (Ribosom Inactivating Proteins -RIPS). RIP'S merupakan protein tanaman dengan &vitas N-glycosidase pada rRNA dari ribosom mamalia, fungi, tanaman, dan bakteri yang secara irreversibel merusak sintesis protein dan diduga berfungsi sebagai defensive protein bagi tanaman penghasilnya (Stirpe et al., 1992). Beberapa peneliti melaporkan bahwa RIPS terdapat pada beberapa tanaman Cucurbitaceae seperti paria (Momordica charantia L.) oleh Dong et a1 (1994), blestru (Luffa qllindrica L.) oleh Toppi et al. (1996), dan Trichosanthes sp. oleh Savary dan Flores (1994). Protein aktif dari tanaman dapat diperoleh melalui ekstraksi langsung dari bagian-bagian tanarnan in vivo. Ekstraksi senyawa target dari bagian tanaman in vivo mempunyai beberapa kelemahan, seperti kondisi bahan yang tidak steril, kondisi lingkungan dan iklim yang berubah-ubah mempengaruhi kandungan senyawa sehingga produksi tidak stabil, buddaya tanaman memerlukan lahan yang luas dan dipengaruhi musim sehingga tidak dapat dihasilkan sepanjang waktu. Alternatif lain untuk menghasilkan senyawa yang diinginkan adalah melalui kultur in vitro. Kultur in vitro merupakan t e h k untuk memelihara bagian tertentu dari tanaman baik sel, jaringan maupun organ dalam wadah tertutup yang aseptik dengan media pertumbuhan dan kondisi lingkungan yang terkontrol. Produksi senyawa metabolit sekunder secara in vitro antara lain menggunakan kultur sel, kultur suspensi sel, kultur kalus, kultur embrio maupun kultur akar transgenik(akar berambut). Produksi senyawa metabolit melalui kultur in vitro mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah tidak tergantung faktor-faktor lingkungan seperti iklim, dan hambatan-hambatan geografi serta musim, sistem produksinya dapat diatur, kualitas produk lebih konsisten, dan tidak memerlukan lahan yang luas. Kelemahannya adalah dibutuhkan investasi awal yang sangat besar, kesulitan untuk mendapatkan lini sel, kalus, ataupun akar berambut yang menghasilkan senyawa yang diinginkan dalam jumlah yang memadai. Akar berambut merupakan istilah untuk akar transgenik yang dihasilkan melalui infeksi tanaman in vitro dengan Agrobacterium rhizogenes. Kultur akar transgenik secara stabil mengekspresikan lintasan biosintetik spesifik akar. Akar tanaman secara spesifik juga mensintesis dan mengakumulasikan makromolekul seperti protein cadangan dan protein yang berhubungan dengan sifat ketahanan (Maeshima, et al. 1985; Bowles et al. 1990) seperti enzim glucanohydralase, chitinase, dan P-1,3 glucanase (Neale et al. 1990). Dengan demikian kultur akar transgenik merupakan alternatif yang baik untuk studi berbagai metabolit yang dihasilkan akar tanarnan. Kelebihan akar berambut dibandingkan kultur sel maupun suspensi sel adalah cenderung lebih mudah untuk dilaksanakan, mampu tumbuh stabil dalam media tanpa penambahan zat pengatur tumbuh, pertumbuhan akar berambut yang relatif cepat sehngga memungkinkan untuk menghasilkan sejumlah besar biomassa dalam waktu singkat, serta sifat genetik dan kemampuan menghasilkan senyawa yang lebih stabil (Savary dan Flores, 1994). Kultur akar berambut dari tanaman Trichosanthes sp. yang menghasilkan protein aktif berupa RIP yang disebut trichosantin dan Class III Chitinases telah dilaporkan oleh Savary dan Flores (1994). Sementara itu Kondo et al. (1994) menginduksi akar berambut dari Trichosanthes kirilowii untuk studi senyawa triterpen yang disebut asam brionolik. Keberhasilan produksi senyawa target dalam kultur akar berambut sangat ditentukan oleh kapasitas produksi biomassa akar berambut dan kapasitas sintesis senyawa yang diinginkan dalam akar berambut. Berbagai faktor yang mempengaruhi produksi biomassa maupun biosintesis senyawa target dapat dimanipulasi untuk mengoptimalkan kondisi kultur sehingga dihasilkan senyawa yang diinginkan dalam jurnlah yang sebanyak-banyaknya. Faktor-faktor yang dapat dimanipulasi diantaranya adalah kondisi fisik dan kimia serta kondisi lingkungan kultur. Penelitian ini merupakan studi untuk mempelajari kapasitas produksi biomassa dan protein total pada akar berambut dari Trichosanthes cucumerina L. Beberapa faktor penting dalam kultur seperti eksplan, sukrosa, dan sumber asam amino berupa kasein hidrolisat diuji pengaruhnya terhadap perturnbuhan, produksi biomassa dan protein total dari akar berambut. Tujuan Penelitian 1. Mendapatkan kultur akar berambut yang tumbuh stabil dalam media tanpa penambahan zat pengatur tumbuh eksogen dari Trichosanthes cucumerina L. melalui infeksi kecambah in vitro dengan Agrobacterium rhizogenes strain 9457. 2. Mempelajari pengaruh densitas eksplan awal, umur panen, kasein hidrolisat, sukrosa dan sub kultur terhadap pertumbuhan, produksi biomassa, dan protein total dari akar berambut 3. Mempelajari aktivitas anticendawan dari protein total akar berambut terhadap beberapa cendawan patogen tanaman dalam uji in vitro. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Akar berambut dapat chperoleh dari kecambah in vitro tanaman Trichosanthes cucumerina L. clan dapat tumbuh stabil dl media tanpa zat pengatur tumbuh. 2. Densitas eksplan awal, umur panen dan kasein hidrolisat berpengaruh terhadap pertumbuhan, produksi biomassa, kadar dan hasil protein total dari akar berambut.. 3. Sukrosa dan sub kultur berpengaruh terhadap produksi biomassa, kadar serta hasil protein total dari akar berambut. 4. Protein kemungkinan berpengaruh terhadap pertumbuhan cendawan dalam uji in vitro. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Dapat diketahui efisiensi induksi akar berambut dengan infeksi Agrobacterium rhizogenes pada Trichosanthes cucumerina L. Kultur akar rambut yang autotrof hormon dan tumbuh cepat memungkinkan untuk diperbanyak dalam jurnlah besar sehingga menjamin ketersediaan bahan untuk ekstraksi protein ataupun metabolit sekunder lainnya. 2. Produksi protein yang stabil dari akar berambut memungkinkan untuk mempurifikasi dan mengkarakterisasi protein lebih lanjut serta menguji aktivitas protein terhadap berbagai patogen tanaman baik secara in vitro maupun in vivo.