TINJAUAN PUSTAKA Quantitative Trait Loci (QTL) Pengertian QTL Dalam pemuliaan ternak akhir-akhir ini sering dibahas tentang istilah QTL. Banyak pernyataan diuraikan untuk menjelaskan istilah QTL, satu dan lainnya hampir sama artinya atau terkadang bersifat melengkapi istilah QTL lainnya. Kim & Park (2001) menerangkan bahwa bila pada suatu lokasi dalam kromosom suatu individu terdapat suatu gen yang bertanggung jawab terhadap variasi suatu sifat, maka tempat tersebut disebut QTL. Studi lainnya menyebutkan bahwa QTL adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebut lokusnya atau lokasinya polygene. Poligen adalah sejumlah gen yang masing-masing mempunyai efek kecil secara bersamaan berekspresi untuk mendeterminasi fenotipe dari satu sifat kuantitatif (Zaid et al. 2001). Van der Werf (2000c) menyatakan bahwa meskipun QTL dapat saja ditempati gen yang mempunyai pengaruh apapun namun di dalam praktek lebih ditekankan hanya terhadap keberadaan gen mayor pada suatu QTL. Dinyatakan oleh Dominik (2005b) bahwa QTL akan bermanfaat apabila pada loci nya ditempati oleh gen mayor. Lebih lanjut dinyatakan bahwa gen mayor sendiri sulit ditemukan namun materi atau penciri genetik tertentu pada kromosom dapat digunakan sebagai tapak atau landmark yang ada keterpautan dengan gen mayor tersebut. Landmark tersebut dianggap sebagai alat penciri atau tool yang dapat membantu dalam penelusuran kemungkinan apakah seekor hewan adalah pembawa suatu gen mayor. Van den Werf (2000c) juga menerangkan bahwa QTL mencerminkan hanya beberapa dari banyak gen yang berpengaruh pada fenotipe. Variasi pada polygene yang terkait dengan polimorfisme QTL menentukan total variasi genetik. Walaupun pengaruh QTL menerangkan hanya sebagian perbedaan genetik diantara hewan, namun pengetahuan gen yang berlokasi pada QTL dapat sangat membantu dalam estimasi suatu genotipe yang benar dari hewan. Oleh karena itu, informasi yang tersedia pada QTL menambah akurasi estimasi dari nilai pemuliaan (Van der Werf 2000c). Jika gen yang terdapat pada QTL berpengaruh besar, gen demikian dapat lebih spesifik dieksploitasi pada program pemuliaan. Sifat Kuantitatif Kebanyakan sifat penting bernilai ekonomi pada pemuliaan ternak adalah beragam yang berlangsung terus menerus (continuously varying), sebagai contoh adalah produksi susu, berat wol, berat badan dan produksi telur (Nicholas 1996). Semua sifat yang menunjukkan continuous variation disebut sifat kuantitatif atau sifat yang dapat diukur (matric traits) dan variasi di dalam sifat kuantitatif disebut variasi atau keragaman kuantitatif (Zaid et al. 2001; Nicholas 1996). Dinyatakan lebih lanjut oleh Nicholas (1996), variasi kuantatif terjadi sebagai akibat adanya aksi dari gen. Menurut laporan Dekkers (2004) kemajuan di bidang genetika molekuler telah memungkinkan identifikasi banyak gen (multiple genes) atau penciri genetik berhubungan dengan gen yang berpengaruh pada sifat penting ternak. Termasuk dalam gen tersebut yaitu gen tunggal (cacat genetik, penyimpangan genetik, penampilan) yang mempengaruhi suatu sifat dan QTL atau daerah genomik yang mempengaruhi sifat kuantitatif. Fasilitas penciri genetik tersebut telah menyediakan kesempatan untuk meningkatkan respons pada seleksi terutama untuk sifat yang sulit berkembang dengan seleksi konvensional (Dekkers 2004). Termasuk dalam sifat yang sulit berkembang tersebut yaitu sifat yang mempunyai heritabilitas rendah atau sifat yang pengukuran fenotipenya sulit, mahal, hanya dapat dilakukan pada akhir kehidupan atau tidak mungkin dilakukan seleksi kandidat. Beberapa karakter sifat kuantitatif yang sulit untuk dikembangkan tersebut diistilahkan sebagai sifat kompleks. Dinyatakan oleh Primrose (1995) bahwa sifat kompleks tersebut diberlakukan untuk semua tampilan fenotipe yang tidak memperlihatkan adanya pewarisan sifat hukum Mendel. Lebih lanjut diterangkan oleh Primrose (1995), sifat kompleks yang disebabkan oleh adanya pewarisan poligenik yang memerlukan keberadaan mutasi secara bersama pada banyak gene (multiple genes). Sifat poligenik juga dikelompokkan sebagai suatu continuous variation (Lander & Schork 1994; Zaid et al. 2001). Gen Mayor Telah diketahui bahwa variasi genetik pada sifat kuantitatif dikarenakan adanya segregasi pada banyak loci. Kebanyakan sifat penting bernilai ekonomi adalah sifat kuantitatif yang kebanyakan dikontrol oleh sejumlah gen. Beberapa gen tersebut dapat mempunyai pengaruh besar dan gen demikian disebut gen mayor atau major gene yang berlokasi pada QTL (Van der Werf 2000a). Dinyatakan oleh Montaldo et al. (1998), bahwa gen mayor menyebabkan perbedaan sifat besar diantara hewan yang menurunkan alel berbeda. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kebalikan gen mayor adalah polygene yang mempunyai pengaruh secara individu kecil pada fenotipe yang tidak dapat dihubungkan pada individu gen apapun. Gen mayor dapat dideteksi dengan dua sudut pandang yang berbeda yaitu dari sudut biologi dan teori (Lynch & Walsh 1998). Dari sudut pandang biologi, keberadaan gen mayor menawarkan potensi untuk karakterisasi genetik dan isolasinya. Hal tersebut merupakan suatu informasi berguna yang mendasari proses biologi yang menurunkan variasi karakter atau sifat. Dari sudut pandang teori, terdapat beberapa model genetika kuantitatif yang mengasumsikan sejumlah besar loci yang mempunyai pengaruh sama secara besar (roughly equal effects). Validitas model tersebut dipercayai menunjukkan keberadaan gen mayor. Model lain dengan pengamatan unimodal (=sebaran satu kurva) secara kontinyu dari fenotipe sering mendukung sejumlah besar pengaruh sama secara besar. Hal tersebut dapat dianggap sebagai asumsi jika pengaruh lingkungan cukup besar berhubungan dengan pengaruh individu gen manapun. Apabila alel mayor pada frekuensi cukup rendah, pengaruh segregasi gen mayor dapat benar-benar tidak jelas. Diterangkan oleh (Lynch & Walsh 1998) bahwa gen mayor dapat pula dideteksi dengan bentuk analisis statistik paling sederhana yaitu uji normalitas, kemudian dengan uji yang cukup sederhana, kelompok dari keluarga yang dikenal (known family) dapat diidentifikasi gen mayor. Lebih lanjut dinyatakan oleh Lynch & Walsh (1998), gen mayor juga dapat dideteksi dengan metode mixture-models dimana penyebaran fenotipe diasumsikan, hasil dari campuran terbobot (weighted mixture) adalah yang mendasari penyebaran (2 kurva). Hasil penyebaran gabungan dari distribusi normal umumnya menghasilkan penyebaran tidak normal. Penyimpangan dari distribusi normal diindikasikan terdapatnya gen mayor. Namun kekuatan dari analisis mixture-models tersebut masih rendah. Cara lain adalah analisis segregasi yang lebih kompleks yang melibatkan data fenotipik dan hubungan keluarga yang kompleks (multiple generation) dengan jumlah ternak banyak (Lynch & Walsh (1998). Metode ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan genotipe setiap individu dalam populasi (keluarga) dengan menggunakan semua data fenotipe. Kekuatan metode ini rendah apabila pengaruh gen mayornya kecil. Kekuatan metode segregasi dapat lebih ditingkatkan apabila digunakan penciri DNA, sehinga posisi gen pada kromosom dapat dideteksi (Lynch & Walsh 1998). Penelusuran gen mayor telah berhasil untuk beberapa sifat bernilai penting diantaranya yaitu gen wol karpet, double muscling pada sapi, gen cekaman (stress) pada babi, pembentukan punuk pada sapi Limousin, dan sifat resistensi terhadap penyakit cacing pada domba (Montaldo et al. 1998). Penelusuran gen mayor dapat dilakukan melalui beberapa keluarga yang merupakan hasil persilangan balik bangsa ternak dengan latar belakang genotipe berbeda (Raadsma et al. 2002a). Salah satu pendekatan untuk mencari keberadaan gen mayor untuk sifat tertentu yaitu melalui analisis segregasi data fenotipe dari keluarga acuan yang tepat (LeRoy & Elsen 1992). Deteksi QTL Banyak sifat atau karakter biologi penting diwariskan secara kuantitatif tetapi pengaruh dari pewarisan kuantitatif tersebut secara keseluruhan tidak dapat dideteksi secara individu. Hal ini dikarenakan karakter kuantitatif tersebut selama ini hanya diselesaikan dengan menggunakan prosedur biometrik (Primrose 1995). Selain itu, sebetulnya banyak persoalan pada genetika kuantitatif dan evolusi yang sulit diterangkan tanpa melibatkan informasi tentang gen. Identifikasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan analisis QTL. Analisis QTL dapat dilakukan dengan fasilitas keberadaan penciri genetik yang dari waktu ke waktu semakin banyak macamnya seperti RFLP, mikrosatelit dan lain-lain (Primrose 1995). Dilaporkan oleh Dekkers (2004), guna tujuan aplikasi dan deteksi QTL, sifat kuantitatif dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok, yaitu sifat yang perlu pencatatan rutin, sifat yang sulit untuk dicatat (asupan pakan, kualitas produksi) dan sifat yang tidak dapat dicatat (ketahan penyakit). Lebih lanjut dinyatakan oleh Dekkers (2004) setiap kelompok kategori tersebut lebih lanjut dibedakan ke dalam 3 sifat, yaitu data tercatat pada kedua jenis kelamin, sifat terbatas jenis kelamin (sexlimited) dan sifat yang dicatat pada akhir hidupnya. Kemampuan mendeteksi QTL tergantung pada ketersediaan data fenotipik dan pengelompokkan pada ke tiga kategori dan ke tiga sifat yang telah disebutkan. Dicontohkan oleh Dekkers (2004), yaitu perunutan genom (genome scans) yang memerlukan lebih banyak data fenotipik dari pada analisis gen kandidat sering digunakan untuk mendeteksi QTL untuk sifat yang dikategorikan pada pencatatan rutin sedangakn pendekatan gen kandidat lebih sering digunakan pada identifikasi QTL untuk sifat yang tidak memerlukan pencatana rutin (dua kategori lainnya). Prinsip Pemetaan QTL Seperti diketahui bahwa terdapat keterpautan antara penciri genetik dengan gen pada locus atau QTL untuk satu sifat kuantitatif tertentu (Van der Werf 2000c; Dominik 2005a). Guna mencari hubungan tersebut, terdapat persyaratan yang perlu dipenuhi, yaitu menyusun suatu populasi yang cukup besar dengan rancangan tertentu, melibatkan sejumlah besar penciri genetik dengan melihat peta keterpautan atau linkage mapping, menetapkan sifat yang akan dicari QTL nya berdasarkan data fenotipe yang diamati sebelumnya dan penggunaan analisis QTL. Saat ini analisis QTL telah dipermudah dengan kemajuan teknologi informasi utamanya ‘bioinformatika’ yang mudah diakses secara elektronik. Disarankan oleh Bovenhuis et al. (1997), sebelum informasi dari penciri genetik dapat digunakan dalam program pemuliaan, gen yang mempengaruhi sifat penting perlu dideteksi dan efeknya perlu diestimasikan. Pendekatan Studi Pemetaan QTL Pada studi Primrose (1995) dinyatakan setidaknya terdapat 2 pendekatan untuk memetakan QTL, pertama metode Edwards et al (1987) yaitu dengan regresi linier, untuk menguji hubungan antara penampilan sifat kuantitatif dan genotipe pada marker locus. Apabila terdapat hubungan nyata secara statistik antara penampilan sifat dan marker locus gene types, hal ini dikatakan bahwa sebuah QTL berlokasi dekat dengan lokus marker. Metode kedua yaitu dengan interval mapping. Analisis yang digunakan dalam metode kedua ini yaitu berdasarkan ukuran genom dan jumlah marker yang dianalisis berdasarkan nilai threshold (nilai ambang) yang ditentukan. Apabila letak QTL untuk sifat tertentu yang dicari tidak diketahui, maka diperlukan suatu rancangan dengan merunut seluruh genom atau full genome scan dengan penciri DNA polimorfik (Raadsma et al. 2002b). Selanjutnya dengan pengetahuan yang lebih baik tentang QTL, maka pengetahuan untuk mempertahankan keragaman dan menggunakannya dengan cara yang lebih efisien, efektif dan berkelanjutan sangat diperlukan (Nicholas 1996). Saat ini terdapat beberapa metode (misal: metode regresi, Maximum Likelihood estimation) untuk mendeteksi QTL yang mempengaruhi sifat poligenik seperti ketahanan penyakit dan pertumbuhan telah diuraikan secara komprehensif (Lynch & Walsh 1997). Semua metode kecuali analisis segregasi tergantung pada linkage disequilibrium antara penciri genetik dan loci yang mempengaruhi sifat tertentu (Crawford et al. 2000). Dasar teori tersebut telah diketahui beberapa tahun terakhir ini dan sekarang telah banyak penciri genetik hasil pemetaan terbaru dan yang terakhir tahun 2004 telah http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm dipublikasikan dan melalui menghasilkan situs perkembangan cepat dalam teknik analisis data QTL. Kemajuan cepat tersebut telah memungkinkan penelitian lebih luas pada struktur pedigree yang digunakan (Crawford et al. (2000). Dasar metode untuk mendeteksi QTL tersebut dapat digunakan untuk ternak domestik. Dinyatakan oleh Crawford et al. (2000) metode terkini yang dipilih ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya ketersediaan sumber dana dan populasi ternak serta informasi QTL komparatif dari jenis ternak lainnya. Guna keperluan pemetaan QTL sifat kuantitatif pada ternak domestik, biasanya dilakukan tahapan yang meliputi pengukuran fenotipe, pembacaan genom atau genome scan melalui genotyping, kemudian dianalisis dengan perangkat lunak (software) yang tersedia pada internet. Saat ini banyak perangkat lunak dibuat dan dapat diakses secara gratis melalui internet. Salah satu diantaranya yaitu dengan menggunakan program QTL Express melalui fasilitas website http://qtl.cap.ed.ac.uk/ yang didasarkan dengan pendekatan regresi rentang atau jarak. Secara detail analisis tersebut dijelaskan oleh Haley & Knott (1992) dan Seaton et al. (2002). Dalam hubungannya dengan studi pemetaan tersebut di atas, beberapa analisis terkait akan diperlukan untuk menentukan apakah sifat produksi dipengaruhi oleh gen mayor. Keberadaan gen mayor dapat diketahui dengan persilangan dua populasi yang berbeda karakter atau sifat (Lynch & Walsh 1998). Lebih lanjut diterangkan bahwa pendekatan terkait yang digunakan untuk mendeteksi gen mayor dalam seleksi yaitu metode seleksi dengan menggunakan populasi ternak silang balik atau disebut selectand-backcross method. Prosedur sederhananya, yaitu dua populasi berbeda karakter disilangkan untuk memperoleh F1 dengan karakter terbaik kemudian disilangkan balik dengan individu dari populasi tetuanya yang mempunyai karakter lebih rendah. Hal demikian dimaksudkan untuk membuang karakter yang lebih kecil untuk kemudian memperoleh karakter yang menonjol dengan pengaruh besar atau disebut gen mayor. Analisis untuk mendeteksi gen mayor atau analisis segregasi dimaksudkan sebagai dasar dalam analisis berikutnya dalam pemetaan QTL. Guna keperluan mendeteksi keberadaan QTL, maka diperlukan rancangan penyusunan ternak penelitian atau populasi ternak yang tepat dan dalam jumlah banyak (Raadsma et al. 2002a, 2002b; Evans et al. 2003). Populasi tersebut terdiri dari tiga generasi yaitu kakek-nenek, bapak dan anak. Pembentukan populasi tersebut dapat berupa half-sib (saudara tiri) atau full-sib (saudara kandung). Populasi tersebut dipersiapkan dalam bentuk beberapa keluarga acuan atau reference family dimana satu keluarga terdiri atas kakek (Grandsire), nenek (GrandDam), bapak (Sire) dan anak atau keturunannya dalam jumlah yang cukup banyak. Dinyatakan oleh Primrose (1995) bahwa untuk melakukan analisis QTL sebaiknya digunakan populasi keturunan silang balik (backcross progeny) atau F2 silang dalam atau intercrossing (F1 x F1). Sementara menurut Seaton et al. (2002) menerangkan bahwa populasi yang tepat akhir-akhir ini untuk QTL Express adalah populasi persilangan luar halfsib. Selain populasi yang cukup, penciri genetik mikrosatelit juga diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak dan diharapkan dapat menunjukkan bahwa sifat kuantitatif yang diteliti bersegregasi dan diwariskan dari tetua kepada turunannya. Penggunaan penciri mikrosatelit akhir akhir ini semakin diminati, karena sifatnya yang sangat polimorfik dan penyebarannya dalam genom cukup merata (Nicholas 1996). Penggunaan mikrosatelit dalam genotyping akan memberikan gambaran ada tidaknya segregasi dan menetapkan genotipe dari sifat yang dicari. Selanjutnya dapat dibuat peta keterpautan (linkage map) dari gen dimaksud (misal untuk sifat produksi). Pemetaan ini dapat dibandingan antara jenis ternak berbeda (misal antara domba dan sapi), hal ini dikarenakan adanya kesamaan letak peta fisik gen pada kromosom dan linkage map (Crawford et al. 1995). Rancangan Hewan Percobaan Dalam studi pemetaan dan deteksi QTL diperlukan rancangan hewan percobaan yang tepat. Hal ini sehubungan dengan penggunaan informasi penciri genetik dalam studi tersebut. Ide dibalik penggunaan informasi penciri genetik untuk memetakan dan mengkarakterisasi QTL adalah cukup sederhana yaitu menyilangkan dua garis keturunan silang dalam (two inbred lines). Keterpautan disekuilibrium dibentuk diantara loci yang berbeda diantara garis keturunan (galur). Keadaan ini membuat hubungan antara marker loci dan linked segregating QTLs. Lynch & Walsh (1998) menerangkan pembentukan populasi dalam rancangan percobaan hewan untuk studi pemetaan QTL. Lebih lanjut disarankan dua rancangan hewan percobaan untuk studi pemetaan QTL, yaitu populasi F2 dan populasi silang balik. Populasi progeny F2 diperoleh dengan menyilangkan dua garis tetua (parental: P1 dan P2), sejumlah besar F1 yang dihasilkan kemudian disilangkan dengan F1 dalam satu saudara. Sementara populasi progeny silang balik (backcross) diperoleh dengan menyilangkan balik F1 dengan salah satu dari garis tetuanya. Kedua rancangan hewan percobaan tersebut paling banyak digunakan. Rancangan pembentukan populasi F2 mempunyai keuntungan melebihi populasi dari rancangan silang balik, recombinant inbred lines (RILs) maupun doubled haploid lines (DHLs). Hal ini dikarenakan rancangan F2 akan menghasilkan tiga macam genotipe pada setiap marker locus. Sementara rancangan silang balik, RILs maupun DHLs akan menghasilkan dua genotipe pada setiap marker locus nya. Penggunaan populasi F2 ini, lebih banyak digunakan pada tanaman. Menurut Lynch & Walsh (1998), Bovenhuis et al. (1997) dan Georges (1998) terdapat dua pendekatan dalam rancangan hewan percobaan untuk identifikasi gen. Kedua pendekatan tersebut adalah sebagai berikut: a. Experimental Crosses Ini dirancang untuk identifikasi gen yang berperan pada perbedaan yang diamati untuk satu sifat penting antara 2 galur, bangsa bahkan subspesies. Contoh dari strategi ini yaitu pemetaan gen berdasar pada banyak perbedaan fenotipe yang diamati antara babi jantan liar (boar) dan babi domestik sebagai hasil dari ribuan tahun domestikasi (Anderson et al. 1994). Atau suatu usaha untuk memetakan gen yang menerangkan perbedaan fertilitas pada bangsa babi Cina dan babi Eropa. Guna pemetaan gen, percobaan silang yang dilakukan adalah dengan mengawinkan galur (line) dari pihak ayah (parental) yang terseleksi dan berbeda secara genetis. Hasil individu F1 digunakan untuk menurunkan sejumlah besar F2 bersegregasi atau populasi silang balik (backcross). Banyak metode statistik untuk mendeteksi QTL pada persilangan tersebut yaitu menggunakan sejumlah penciri DNA (panel marker) untuk genotyping (menentukan genotipe) dan mengobservasi fenotipe sifat penting. Cara paling umum yang digunakan yaitu melalui pendekatan multipoint yang sering disebut sebagai interval mapping. Pendekatan ini menerangkan dimana posisi suatu hipotesis QTL digerakkan (dipindahkan) melalui suatu peta penciri yang sudah pasti (fixed marker map). Bukti keberadaan QTL dihitung untuk setiap posisi dengan menggunakan maximum likelihood method (Lander & Botstein 1989), multiple regression (Haley & Knott 1992; Martinez & Curnow 1992; Haley et al. 1994) atau non-parametric rank-based tests (Kruglyak & Lander 1995). Keuntungan menggunakan pendekatan persilangan backcross yaitu dapat memperkirakan bahwa galur berbeda nyata secara fenotipe akan mempunyai alel QTL sangat berbeda dengan pasti atau mendekati kebenaran. Jika F1 tidak berbeda, perlu dibuat heterosigot untuk alel QTL yang homosigot secara genetik yang diharapkan agar menghasilkan pengaruh pengganti alel QTL relatif penting pada generasi F2 atau backcross. Hal demikian juga berlaku bagi individu F1 yang dihasilkan dari persilangan antara garis keturunan pihak ayah yang mempunyai kemiripan tinggi (increased likelihood) dari yang dibuat heterosigot pada penciri loci. Ini dapat meningkatkan kandungan informasi penciri. Persilangan seperti ini umumnya dilakukan dibawah kondisi lingkungan terkontrol dengan tepat, sehingga pengaruh non-genetik dapat dikurangi secara bersamaan . Kelemahan menggunakan pendekatan crossing, yaitu menghasilkan persilangan jenis ternak yang sangat mahal dan memakan waktu lama. Terlebih lagi, kebanyakan program pemuliabiakan dilakukan terus menerus pada jenis ternak dimana variasi genetiknya terdapat pada galur (line) komersial unggul (elite). Belum diperhitungkan bahwa loci yang menerangkan perbedaan antar galur (line) yang sangat berbeda adalah juga andil pada keberadaan variasi didalam galur suatu populasi komersial. b. Outbred Pedigrees Outbred pedigrees yaitu populasi keturunan yang berasal dari persilangan luar (persilangan dari 2 bangsa atau galur) yang bukan satu keluarga. Tujuan menggunakan keturunan hasil silang luar (outbred pedigrees) yaitu untuk meningkatkan variasi genetik kemudian dipetakan QTL nya. Pemetaan tersebut berdasarkan perbedaan genetik yang diamati untuk suatu sifat penting pada populasi komersial. Populasi ternak unggul pada percobaan ini diarahkan dengan penekanan terhadap seleksi agar alel yang sudah pasti atau mendekati pasti dengan efek luas dapat dipetakan dengan cepat. Penggunaan penciri genetik yang informatif dan heterosigot akan mengurangi jumlah atau besar populasi outbred dan dapat digunakan dalam genetic polymorphism. Perbedaan susunan loci QTL dan alel QTL akan bersegregasi pada keluarga berbeda, dengan demikian akan menambah kompleksitas genetik (perbedaan locus dan alel) dari fenotipe yang dipelajari pada populasi outbred. Diterangkan oleh Bovenhuis et al. (1997) bahwa terdapat beberapa perbedaan diantara rancangan percobaan penelitian untuk deteksi QTL. Perbedaan penting tersebut yaitu analisis data antara populasi inbred lines dan populasi outbred, yaitu - Hanya kelompok grandsire akan bersifat heterosigot untuk marker dan untuk QTL - Grandsire dapat mempunyai perbedaan linkage phase dan pengaruh penciri perlu dianalisis didalam keluarga - QTL dapat mempunyai lebih dari 2 alel dan frekuensi alel tidak diketahui - Linkage phase diantara marker alleles tidak diketahui Perbedaan dalam rancangan percobaan penelitian mempunyai konsekuensi penting untuk analisis statistik data dalam hal kekuatan dan ketepatan metodologi. Bangsa Domba. Domba domestik yang ada saat ini di dunia maupun di Indonesia berasal dari jenis Ovis aries, yang dipercaya sebagai hasil domestikasi sejak 9000-11.000 tahun yang lalu di Asia Barat Daya. Dinyatakan oleh Franklin (1997), domba domestikasi (Ovis aries) dikelompokkan sebagai anggota dari suku Bovidae dari ordo Artiodactyla. Ordo Artiodactyla adalah salah satu ordo mamalia yang paling berhasil dibandingkan dari 10 keluarga lainnya. Ovis aries atau domba domestik yang ada sekarang, dibedakan berdasarkan dari tipe liarnya dan oleh beberapa penulis dibedakan menjadi 7 jenis (Ryder 1984). Tiga jenis diantaranya (Ovis canadensi, Ovis niviola, Ovis dalli) belum didomestikasi (Maijala 1997). Empat jenis lainnya yaitu Ovis amon (argali), Ovis vignei (urial), Ovis orientalis (Asian mouflon) dan Ovis musimon. Ovis orientalis diperkirakan sebagai nenek moyang dari semua domba domestik yang ada sekarang. Ovis amon (argali) adalah domba yang penyebarannya di pegunungan Asia Tengah. Selain itu, uniknya nenek moyang domba masih dapat ditemui dalam kehidupan liarnya dan dalam jumlah yang banyak (Subandriyo 2003). Domestikasi domba selama lebih dari 10.000 tahun yang lalu telah menghasilkan peningkatan ukuran badan dan penurunan ukuran tanduk serta perubahan dari berbulu rontok (hairy moulting fleece) sampai berbulu wool putih (Ryder 1983). Crawford et al. (1995) menyatakan banyak bangsa domba yang tersebar didunia ini merupakan bangsa lokal dan galur yang telah berkembang baik pada sistem produksinya. Lebih jauh diutarakan bahwa perbaikan genetik telah terjadi lebih dari 50 tahun dari aplikasi genetika kuantitatif dalam pemuliaan. Sifat genetik. Sebagai salah satu syarat dalam pemetaan QTL adalah pembentukan suatu populasi dari dua galur atau bangsa domba yang mempunyai sifat genetik berbeda (Primrose 1995; Raadsma et al. 2002a). Persilangan dua sifat genetik berbeda dimaksudkan agar terbentuk suatu keturunan (progeny) populasi heterosigot atau dalam genotyping akan terbentuk sebaran banyak alel dalam pedigree. Dua galur domba yang digunakan sebagai asal-usul penurunan populasi domba silang balik (backcross) atau keturunan F2. Dua galur tersebut yaitu domba lokal ekor tipis Indonesia (Indonesian Thin Tail=ITT) sebagai domba tropis dan tipe domba kecil, dan domba Merino yang berasal dari daerah bersuhu dingin, dianggap sebagai tipe domba besar. Perbedaan sifat genetik dari dua galur yang kontras ini juga dipersyaratkan untuk analisis keberadaan gen mayor suatu sifat penting (Lynch & Walsh 1998). Beberapa karakteristik penampilan yang berbeda dari domba ekor tipis Indonesia dan domba Merino untuk analisis pemetaan QTL sifat pertumbuhan dalam penelitian ini, ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Tampilan fenotipik domba ekor tipis Indonesia dan domba Merino Tampilan Fenotipik Ekor tipis Indonesia (ITT) Tipe Domba kecil (Subandriyo 2003) Berat lahir Berat dewasa Kualitas wol Ekor Telinga Pertumbuhan Umur dewasa Jumlah anak per kelahiran Berat potong (2-3th) % Karkas B: 1,7kg J: 1,8 (Tiesnamurti et al. 1985) B: 23-46kg (Dwiyanto 1982): 22-55kg (Mulliadi 1996) J: 20-29kg (Diwyanto 1982; Mulliadi 1996) Kasar, nilai ekonomi rendah (Sabrani et al. 1982; Subandriyo et al. 1996, Subandriyo 2003; Tiesnamurti et al. 1998) Sedang (Mason 1980; Mulliadi 1996) Bervariasi: pendek, sedang, normal (Subandriyo 2003) 20-40g/hari, pemeliharaan tradisional (Chaniago et al. 1982; Thomas et al. 1982) 6-12 bulan (Zulbardi 1977; Obst et al. 1980; Sitorus et al. 1985) 1,8 kelahiran pertama (Bradford & Inounu 1996); 2,2 kelahiran ke tiga (Sitorus et al. 1985); 2,2 (Setiadi et al. 1995) Merino Domba besar (Maijala 1997) B: 3,45kg J: 3,72kg (Putu 1981) B: 52kg J: 83kg (Piper & Ruvinsky 1997) Halus, nilai ekonomi tinggi (Dolling & Jefferies 1991; Maijala 1997) Panjang Panjang 195g/hari (Putu 1981) 24 bulan (Piper & Bindon 1996) 1-3 rata-2 pada setiap kelahiran (SASBA 2001) 45-50kg (Bradford & Inounu, 1996) 62-70kg (Austin 1950) 35% 55-60% (Austin 1950) Penciri DNA Semenjak era Mendel sampai tahun 1980 an, para ahli genetika hanya mendapatkan penciri genetik locus tunggal berupa tampilan fenotipe (Crawford et al. 2000). Penciri tersebut diantaranya seperti warna mata pada Drosophila atau polimorfisme protein seperti dalam penggolongan darah. Lebih lanjut dijelaskan oleh Crawford et al. (2000), penggunaan penciri tersebut pada beberapa peta keterpautan genetik secara rinci telah dikembangkan pada model jenis seperti mencit dan Drosophila. Namun demikian terdapat beberapa keterbatasan untuk penyusunan peta keterpautan pada persilangan jenis hewan domestik. Kehadiran teknologi DNA rekombinan, terutama teknik polymerase chain reaction (PCR) telah mengubah secara mendadak hambatan dalam penyediaan penciri DNA. Dengan demikian seperti sekarang ini dapat dilihat banyak proyek pemetaan keterpautan untuk jenis ternak apapun dapat direncanakan dan diimplementasikan. Selama lebih dari satu dasa warsa terakhir ini, terdapat sejumlah penciri DNA yang secara rinci telah dideskripsikan dalam hubungannya dengan pencarian QTL, peta keterpautan perbandingan (comparative linkage mapping) dan pengukuran keragaman genetik. Secara garis besar penciri DNA ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Multilocus marker dan single locus marker (Crawford et al. 2000). Termasuk dalam multilocus markers yaitu minisatelit atau variable number tandem reapeat (VNTR), randem amplified polymorphic DNA fragment (RAPD) dan amplified fragment length polymorphisms (AFLP). Sedangkan yang termasuk single locus markers adalah restriction fragment length polymorphisms (RFLPs), Mikrosatelit dan single nucleotide polymorphisms (SNPs). Masing-masing penciri DNA tersebut diuraikan secara jelas seperti di bawah ini. Minisatelit. Dikemukakan oleh Crawford et al. (2000), minisatelit merupakan penciri DNA dengan banyak alel. Ditemukan oleh Jeffreys et al. (1985), minisatelit ini merupakan penciri DNA pertama pada manusia yang cukup informatif untuk mengemukakan genotipe unik pada setiap individu. Berdasarkan pola runutan basanya, minisatelit ini dikelompokan sebagai molekul DNA yang bukan gen dan menyebar disemua kromosom (Muladno 2002). Berdasarkan ukuran besar pengulangan unit tandem atau pasangan, minisatelit mempunyai tipe pengulangan unit tandem antara 10 sampai 100 basa (Nicholas 1996). Minisatelit ini menyebar lebih meluas pada genom dari pada satellite DNA (pengulangan unit tandem antara 5 sampai 500 pasang basa), Nicholas (1996). Penyebaran minisatelit cenderung terkonsentrasi pada daerah tertentu seperti pada telomere (Nicholas 1996; Crawford et al. 2000) dan pada tempat yang tidak umum yaitu daerah yang banyak terjadi frekuensi rekombinasi, daerah rekombinasi tersebut dikenal hotspots (Nicholas 1996). Lebih lanjut ditambahkan oleh Nicholas (1996), minisatelit DNA sebetulnya berperan pada awal rekombinasi. Beberapa single locus minisatellite sangat informatif telah diidentifikasi pada hewan ternak (Georges et al. 1990) dan dikatakan sangat bermanfaat karena letaknya hanya pada daerah telomere (Crawford et al. 2000). Dilaporkan oleh Cockett et al. (1994), single locus minisatellite adalah penciri DNA pertama yang berasosiasi dengan gen Callipyge domba. Variable Number Tandem Repeat (VNTR). VNTR adalah daerah (region) pada genom manusia dengan tipe sekuens DNA yang sangat bervariasi dan terletak terpisah-pisah (Van der Werf 2000b). Sebelumnya Nicholas (1996) menerangkan pada VNTR terdapat keragaman atau variasi jumlah unit tandem pada satu tempat dari satu kromosom yang berbeda dengan satu tempat dari kromosom homolognya pada jenis hewan ternak yang sama. Misal, pada satu tempat dari satu kromosom terdapat 24 kopi tandem dan pada homolog kromosomnya dari hewan yang sama hanya terdapat 21 kopi tandem. Pengulangan tandem adalah banyak kopi dari sekuens pasang basa yang tersusun pada tampilan kepala sampai ekor (Van der Werf 2000b). Misal, Pengulangan tandem yang sering didapatkan adalah CA, dan satu untai terdiri atas tipe ulangan tersebut yang dibaca CACACA.., dinotasikan sebagai (CA)n. Sedangkan untai lain akan dibaca GTGTGT,…. Dalam contoh tersebut jumlah pengulangan berpasangan adalah dua, namun dapat terjadi lebih dari dua. Bila jumlah pengulangan berpasangan kurang dari empat, VNTRs disebut microsatellite dan jika pengulangan lebih panjang disebut minisatellite. Random Amplified Polymorphic DNA Fragment (RAPD). RAPD adalah penciri pertama yang didasarkan pada PCR untuk dapat digunakan (Williams et al. 1990). Primer berukuran kecil (8-10 basa) digunakan untuk mengamplifikasi satu potongan acak DNA suatu genom. Ukuran primer telah disusun sedemikian sehingga kira-kira 20 pita (bands) diamplifikasi oleh setiap reaksi PCR. Beberapa pita dapat jadi polimorpik dan dapat digunakan sebagai penciri genetik. Penciri ini dapat bermanfaat besar untuk menjadi sangat mudah dihasilkan dan memerlukan hanya sedikit jumlah DNA. Oleh karena itu banyak peta keterpautan, terutama pada tanaman menggunakan penciri RAPD. Dikarenakan individu heterosigot dan homosigot tidak dapat dibedakan, maka penciri ini dominan. Penampakan atau tidak nampaknya pita adalah hal yang sangat sensitif terhadap perubahan kecil pada kondisi PCR. Oleh karena itu penciri RAPD tidak mudah untuk diproduksi kembali (lower reproducibility), sehingga sangat tidak menguntungkan dari penciri RAPD adalah peta baru harus diturunkan kembali untuk setiap turunan (pedigree) baru yang akan diuji karena tidak adanya spesifisitas locus pada primer yang digunakan. Pita yang diturunkan dari primer tertentu pada satu pedigree mungkin tidak mendukung hubungan apapun terhadap pita yang diturunkan dari primer yang sama pada pedigree kedua. Amplified Fragment Length Polymorphisms (AFLP). AFLP merupakan penciri multi locus dan telah digunakan dalam studi biodiversitas (Vos et al. 1995). Tidak seperti pada penciri RAPD, penciri AFLP diperoleh pada potongan (fragment) yang diamplifikasi dengan menggunakan primer PCR terseleksi. Diterangkan oleh Crawford et al. (2000), DNA genom dipotong dengan enzim restriksi endonuclease dan penghubung (linkers) diligasi (direkatkan) pada setiap ujung potongan. Primer PCR terseleksi digunakan untuk mengamplifikasi sejumlah potongan dari campuran potongan restriksi genom. Primer selektif pada PCR tersebut terdiri atas penghubung yang ditambahkan pada potongan restriksi akhir dan penambahan basa pada akhir tiga prime (3’) dari primer, dengan demikian memberikan tambahan spesifisitas. Potongan yang teramplifikasi kemudian dipisahkan menurut ukurannya. Pita-pita yang terbentuk terdapat pada beberapa individu tetapi tidak ada pada yang lain. Pita tersebut dapat digunakan sebagai penciri genetik. Penciri AFLP ini mempunyai keuntungan sama seperti RAPD, yaitu dengan mudah diturunkan tetapi penciri tersebut kurang memberi kepastian pada kondisi PCR yang sama untuk memperoleh produk amplifikasi yang diinginkan. Lebih lanjut disarankan oleh Crawford et al. (2000), untuk memperoleh susunan baru penciri, perubahan kecil pada basa prime tiga (3’) primer amplifikasi adalah semuanya diperlukan. Dengan demikian teknologi ini dapat menghasilkan penciri genetik baru secara tak terbatas. Restriction Fragment Length Polymorphisms (RFLPs). Penciri DNA ini telah berkembang lebih dulu dari perkembangan metode PCR. Penciri RFLP mendeteksi ada tidaknya satu tempat pemotongan atau restriction site. Penciri RFLP adalah codominant (Crawford et al. 2000). Metode RFLP menggunakan enzim pemotong atau endonuclease pada DNA genom, pemisahan berdasarkan ukurannya diekspresikan dengan gel elektroporesis, pendeteksian dan analisis sekuen DNA dengan Southern blotting (Nicholas 1996; Crawford et al. 2000). Perbedaan pola pita pada hewan disebut sebagai RFLP. Dikatakan polymorphism, karena ada perbedaan ukuran pita lebih dari satu akibat pemotongan enzim restriksi sehingga menghasilkan panjang fragmen DNA yang berbeda (Nicholas 1996). Mikrosatelit. Penciri mikrosatelit, diambil dari pengertian suatu unit ulangan terkecil 1 sampai sekitar 5 basa, misalnya basa T, AC, GGC, ATTT, ACCGG (Nicholas 1996). Beberapa penulis memasukan Short Tandem Repeats (STRs) ke dalam kelas Mikrosatelit. Van der Werf (2000b) menyebutkan bahwa Mikrosatelit adalah daerah DNA dengan jumlah pengulangan tandem pendek yang bervariasi diapit oleh suatu sekuens unik. Mikrosatelit diketahui dapat membuat penciri genetik baik karena setiap mikrosatelit mempunyai banyak alel berbeda. Alel adalah bentuk alternatif gen (Hartl & Clark 1997, Zaid et al. 2001), didefinisikan sebagai jumlah pengulangan bentuk berbeda dari gen yang terletak pada lokasi yang sama. Dengan banyak alel, maka kebanyakan individu adalah heterosigot. Hal ini memberikan informasi yang kuat terhadap hubungan antara penciri alel dan penampilan (fenotipe) pada anak keturunannya (progeny) yang mewarisi a favourable linked QTL allele. Penciri mikrosatelit bersifat sangat polimorfik atau hyperpolymorphic dan sangat informatif. Oleh karenanya, penciri mikrosatelit sering digunakan dalam pemetaan pautan gen pada organisme yang berbeda. Dengan sifat polimorfik yang tinggi, memungkinkan individu-individu akan menjadi heterosigot dan oleh karenanya akan lebih mudah dalam menelusuri pewarisan sifat dalam satu keluarga. Sifat polimorfik yang tinggi ini terletak diberbagai lokasi disepanjang genom, sehingga mikrosatelit merupakan sumber data yang ideal untuk determinasi jarak genetik (Nicholas 1996). Seperti pada minisatelit, mikrosatelit adalah multi allelic tandem reapeats. Namun mikrosatelit dikelompokkan sebagai single locus, codominant, menyebar sepanjang genom, diperlukan sedikit sebagai cetakan DNA (template DNA) dan relatif mudah untuk didapat dan dikarakterisasi (Crawford et al. 2000). Lebih lanjut dikatakan bahwa sebenarnya semua mikrosatelit yang didapatkan untuk hewan ternak umumnya mempunyai sekuen AC/GT sebagai unit pengulangan. Hal ini dikarenakan pasangan basa tersebut terdapat berlimpah pada genom ternak dan oleh karenanya mudah mendapatkannya. Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs). SNPs didasarkan adanya polimorfisme atau perubahan pada satu pasang basa tunggal (Crawford et al. 2000; Van der Werf 2000b). Lebih lanjut dijelaskan bahwa SNP adalah satu posisi yang mana dua basa secara bergantian (alternate) berubah atau berganti pada frekuensi cukup besar (Van der Werf 2000b). Kejadian perubahan pada satu nukleotida ini sangat jarang, namun diperkirakan satu SNP setidaknya terjadi kira-kira sekali setiap satu kilo basa (1.000 basa) dari runutan DNA unik pada manusia (Cooper et al. 1985) dan dapat lebih dari sekali dalam seribu pasang basa (Zaid et al. 2001). Pada hewan ternak, kejadiannya mirip, setidaknya dua sampai tiga juta SNPs masih dapat diidentifikasi dan dikarakterisasi pada banyak jenis hewan ternak (Crawford et al. 2000). Penciri genetik SNPs ini dihasilkan dari keragaman sekuen atau runutan basa pada posisi tertentu didalam sekuen DNA. SNPs umumnya hasil dari perubahan transisi (misal: basa A untuk G, T untuk C) tetapi juga transversi (G atau A untuk T atau C) dan dilesi basa tunggal (Zaid et al. 2001). SNPs dapat dideteksi dengan banyak metode. Begitu SNPs dapat dideteksi dan dikarakterisasi, sejumlah tipe SNPs dapat diketahui. Van der Werf (2000b) menyebutkan dengan tersedianya teknologi baru DNA chips, SNPs dapat digunakan untuk jumlah skala skrining besar dari sejumlah besar sampel pada waktu yang sangat singkat. Perkembangan terkahir DNA chips dapat memuat sample DNA yang lebih banyak (Chee et al. 1996) dan dapat mempercepat proses analisis bahkan untuk tujuan yang lebih jauh. Sejauh ini SNPs menunjukkan sumber variasi genetik terkaya yang tersedia untuk tujuan penelitian. Linkage Mapping Beberapa penelitian telah mengindikasikan bahwa pemanfaatan penciri genetik yang berhubungan dengan gen-gen yang terkait dengan sifat kuantitatif ternyata dapat meningkatkan respon seleksi dari program pemuliaan. Hal ini terutama terjadi pada sifat kuantitatif yang sulit untuk dikembangkan apabila hanya menggunakan metode seleksi tradisional (Smith & Simpson 1986; Stam 1986; Kashi et al. 1990; Meuwissen & van Arendonk 1992; Van der Beek & van Arendonk 1996; Meuwissen & Goddard 1996). Dikatakan oleh Kim and Park (2001) bahwa penciri pada peta genetik digunakan untuk identifikasi pola penurunan sifat dari linked segments genom pada populasi silsilah terstruktur. Hubungan nyata marker alleles dengan fenotipe sifat penting (interest phenotypes) menunjukan hubungan penciri pada sebuah QTL. Disarankan oleh Lander & Botstein (1989) bahwa tahap pertama yang perlu dilakukan untuk mengetahui sifat genetik yang komplek, yaitu perlu memanfaatkan keragaman genetik yang luas pada domba domestik (Ovis aries) dengan melihat peta keterpautan genetik (genetic linkage map). Peta keterpautan genetik tersebut berupa penciri genetik yang menutup sebagian besar genom domba atau pada kromosom. Disebutkan oleh Van der Werf (2000a) dan Dominik (2005a), penyebaran penciri genetik pada peta fisik tersebut diistilahkan sebagai landmark atau petunjuk. Hal ini karena landmark tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk bahwa penciri genetik tersebut berdekatan atau berasosiasi dengan QTL dimana gen yang mengkode sifat tertentu berdomisili atau terletak. Saat ini perkembangan peta genetik domba semakin lengkap dari waktu ke waktu yang diawali tahun 1994 dengan hanya ditemukan 17 penciri genetik (Broad et al. 1997). Kemudian disusul berturut-turut tahun 1995 dengan 246 penciri genetik (Crawford et al. 1995), ditingkatkan kelengkapannya menjadi 519 penciri genetik (de Gortari et al. 1998) selanjutnya Maddox et al. (2001) memperluas perkembangannya dan ditetapkannya 1.062 loci yang berasosiasi dengan penciri genetik. Peta genom domba dari Maddox et al. (2001) dan perkembangannya dapat diakses melalui situs: http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm. Analisis QTL Menurut Lynch & Walsh (1998), estimasi dan deteksi QTL dapat dilakukan dengan metode Maximun Likelihood (ML) dan Linear Models, namun pada kepustakaan pemetaan QTL lebih popular menggunakan metode ML. Linear models hanya menggunakan fasilitas penciri genetik (marker means) sementara metode ML memanfaatkan seluruh informasi dari penyebaran marker-traits, dengan demikian metode ML diakui lebih kuat (powerful). Lebih lanjut dikemukakan bahwa metode ML menggunakan fasilitas komputer lebih intensif, memerlukan program yang lebih khusus untuk memecahkan masalah likelihood equations. Sementara linear models dapat dilakukan hampir dengan semua paket statistik biasa. Pada metode ML dikenal dengan regresi Haley-Knott untuk memperkirakan ML interval mapping. Satu persoalan dengan banyak estimator ML berarti lebih tergantung dengan banyak penghitungan. Dibandingkan dengan yang lain, metode ML membatasi daya aplikasi atau pemanfaatan resampling methods yang memerlukan ribuan estimasi ML yang dihitung per eksperimen. Dengan adanya prosedur regresi sederhana (Haley-Knott regression), ini memberikan estimasi (approximation) yang kuat dari peta likelihood untuk ML interval mapping (Haley & Knott 1992; Martinez & Curnow 1992). Prosedur tersebut memberikan kemudahan pada persoalan besar, dengan demikian regresi dapat dihitung dengan mudah. Pemikiran Haley & Knott (1992) adalah untuk mengekspresikan koefisien regresi sebagai satu fungsi parameter QTL yang telah diketahui. Segregasi Gen. Untuk mengetahui adanya pemisahan gen dapat dilakukan dengan cara menguji satu panel penciri genetik dengan sifat kuantitatif penting (Primrose 1995). Analisis segregasi (tanpa penciri genetik) dimaksudkan untuk mengetahui penyebaran fenotipe hewan, diuji untuk ketepatan terhadap konsistensi penyebaran yang diharapkan dengan penyebaran populasi dimana gen mayor atau major gene bersegregasi (ACIAR report 2001). Pada analisis segregasi tersebut, ukuran kuantitatif fenotipe dibuat dalam suatu kurva. Apabila ukuran kuantitatif fenotipe tersebut menunjukkan kurva bimodal pada generasi ke tiga (backcross), ini suatu indikasi adanya gen mayor. Selanjutnya diuji secara statistik dengan Maximum likelihood test. Apabila kurva menunjukkan tumpang tindih (overlap), maka ekspresi fenotipe tidak mampu menunjukkan keberadaan gen mayor dan berarti ukuran fenotipe tersebut bukan pengaruh faktor genetic (ACIAR report 2001). Segregasi gen mayor dapat dikonfirmasi melalui analisis keterpautan dengan menggunakan polymorphic markers yang terletak mendekati gen mayor. Dalam hal lokasi gen mayor tidak diketahui, maka sejumlah besar polymorphic markers yang menutup seluruh genom perlu digunakan. Oleh karenanya perlu dilakukan genotyping dengan suatu panel polymorphic markers. Genotyping dimaksudkan untuk mengetahui adanya alel pada progeny dari tetuanya dengan uji penciri DNA microsatellite markers. Menurut Kinghorn (2000a), hasil uji DNA ini dengan informasi kuantitatif dapat digunakan untuk analisis segregasi dan mempunyai kekuatan yang maximal. Analisis segregasi tanpa melibatkan sejumlah penciri genetik dianggap kurang kuat atau less powerful. Analisis Keterpautan (Linkage Analysis). Analisis keterpautan genetik dimaksudkan untuk memetakan lokus atau memperoleh satu lokasi kromosom dari suatu sifat kuantitatif. Prinsip dasar dalam memetakan lokus dari sifat-sifat kuantitatif yaitu rekombinasi kromosom (Primrose 1995). Dinyatakan lebih lanjut bahwa untuk identifikasi sifat atau gen tertentu, para ahli genetika telah menciptakan gen penciri (marker gene), sehingga gen dengan mudah dapat diidentifikasi. Secara genetik, gen penciri ini diteliti keterpautannya dengan gen pembawa sifat yang dicari. Adanya keterpautan dapat diuji dengan melakukan perkawinan silang balik (backcross) seekor hewan heterosigot ganda dengan hewan homosigot resesif untuk kedua pasang gen (Pallawarukka 1999). Dinyatakan jika ratio rekombinasi (crossing over) kurang dari 50%, maka disimpulkan bahwa terdapat gen terpaut (Noor 1996). Crossing over atau pindah silang terjadi antara kromatid yang bukan pasangannya dari kromosom homolog. Kejadian ini berlangsung pada pembelahan meiosis dan tepatnya pada profase dan metafase (Noor 1996). Seperti yang disarikan oleh Georges (1998), pendekatan yang sangat populer dalam analisis keterpautan genetik yaitu terdiri atas pemetaan gen yang bertanggung jawab untuk suatu sifat tertentu pada lokasi genetik, kemudian diikuti dengan potitional cloning dari gen yang bertanggung jawab pada lokasi map yang diketahui. Dalam prakteknya, analisis keterpautan dilakukan dengan menilai semua genotipe secara bebas oleh dua penilai dan genotipe dicek untuk konsistensinya dengan catatan pedigree (Crawford et al. 1995). Studi Pemetaan QTL Sifat Produksi Domba Hal terpenting dalam studi analisis QTL yaitu terdeteksinya gen mayor pada daerah QTL. Beberapa studi sebelumnya telah melaporkan teridentifikasinya sejumlah gen mayor dengan pengaruh besar yang terletak pada QTL untuk karakteristik karkas pada domba. Pada studi QTL tersebut telah dilaporkan beberapa gen yang berpengaruh pada sifat produksi domba, secara rinci hasil studi tersebut ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Studi gen mayor dan QTL sifat produksi pada domba No . 1 Bangsa Gen/Penciri Pengaruh Peneliti Dorset Callipyge Cocket et al. 1996 2 Australian Poll Dorset REM*/Carwell Linked to Callipyge 3 British Texel 4 Australian Texel, Belgium Texel, NZ Texel Gen belum diketahui, tetapi diketahui penciri genetik Gen belum diketahui Peningkatan hind quarter, tanpa lemak, prod karkas tinggi 11% peningkatan daging sekitar tulang belakang Kedalaman lemak dan otot sekitar tulang belakang Kedalaman lemak dan perkembangan otot 5 Merino x Awassi Gen belum diketahui 6 Suffolk x Texel Gen dekat Callipyge & Carwell * REM (Rib Eye Muscle)= otot mata rusuk Penimbunan lemak punggung Pertumbuhan dan Karkas Banks 1997 Walling et al. 2001 Marshall et al. 1999; Marq et al. 1998; Broad et al. 2000 Cavanagh et al. 2002 Walling et al. 2004 Aplikasi Teknologi Penciri Genetik Linked dan Direct Marker Teknologi penciri genetik (genetic marker) seperti marker-assisted selection (MAS), identifikasi asal-usul dan gene introgression (penyusupan gen sedikit demi sedikit) dapat diaplikasikan pada program pemuliaan ternak. Peta genetik yang sangat padat sekarang sudah tersedia pada sapi, babi dan domba (Davis & DeNise, 1998). Peta genetik ini dapat menyediakan kerangka genetik untuk pengembangan program MAS pada penelusuran sifat bernilai ekonomi tinggi, penelusuran sifat resistensi penyakit atau sifat genetik lainnya. Dinyatakan oleh Davis & DeNise (1998) bahwa terdapat 3 tahapan untuk mengkomersialisasikan teknologi penciri genetik, yaitu tahap deteksi, tahap evaluasi dan tahap implementasi. Tahap deteksi, yaitu QTL dilokasikan dan pengaruhnya pada fenotipe diukur. Tahap evaluasi, yaitu penciri dievaluasi pada populasi yang bernilai ekonomi tinggi. Tahap implementasi, yaitu penciri dikombinasikan dengan fenotipe dan informasi pedigree pada evaluasi genetik untuk prediksi sifat unggul genetik (genetic merit) dari individu di dalam populasi. Pada studi pemetaan dikenal adanya tipe penciri, yaitu direct marker dan linked marker. Direct marker merupakan penciri langsung dimana suatu analisis keterpautan (linkage analysis) dapat dilakukan dan laju rekombinasi nol (a zero recombination rate) didapatkan diantara penciri dan QTL atau dimana runutan data telah menetapkan lokasi tepat dari perubahan genetik pada sejumlah individu. Penciri lain adalah linked markers dapat digunakan di dalam keluarga yang mensegregasikan penciri dan alel QTL setelah diketahui penetapan hubungan tingkat (phase relationships). Sementara direct markers dapat digunakan lintas keluarga (across families) sesudah prediksi dari pengaruh sebuah alel untuk latar belakang genetik tertentu (a given genetic background). Kedua penciri tersebut (linked dan direct markers) dapat digunakan pada program MAS yang menggabungkan pedigree lain dan informasi fenotipik untuk evaluasi genetik hewan. Kinghorn (2000b) memaparkan petunjuk pemanfaatan tipe penciri yang berbeda (Tabel 3). Petunjuk pada Tabel 3 tersebut, sifatnya hanya mendekati kebenaran, dimaksudkan hanya untuk membantu orientasi para peneliti. Persentase yang disebutkan tidak dapat diandalkan namun tergantung dari rentang faktor seperti kedekatan keterpautan, frequensi alel dan jumlah informasi pedigree. Petunjuk tersebut bermanfaat untuk memprediksi mendekati tujuan. Nilai yang lebih tinggi pada rentang persentase (40-70%) untuk linked markers berhubungan dengan populasi dan mempunyai informasi penciri dan sifat yang tercatat pada seluruh generasi. Tabel 3. Daftar petunjuk penggunaan penggunaan tipe penciri* Tipe Penciri Linked marker Cara Pemakaian Nilai patokan pd target Penciri tunggal 90% untuk prediksi penyebab 40-70% dekat QTL variasi QTL diwariskan dari sire heterosigot Linked marker Penciri dekat mengapit QTL, jumlah cukup untuk memberi informasi bagus Direct Uji DNA marker langsung Functional Uji DNA marker langsung Functional Uji DNA marker tepat langsung untuk QTL Functional Uji DNA marker tepat langsung dan untuk QTL monitoring sifat pada target bangsa dan linkungan Nilai patokan pada QTL 50-80% untuk rata-2 ternak berstatus tepat QTL 98% untuk prediksi penyebab 60-75% variasi QTL diwariskan dari sire heterosigot 70-90% untuk rata-2 ternak berstatus tepat QTL 97-99%* 80% Nilai jaminan Menengah sampai tinggi untuk banyak penciri dan QTL Menengah sampai tinggi untuk banyak penciri Rendah 99-100% 82% Rendah 100% 83% Rendah 100% 100% Rendah * Diadaptasi dari Kinghorn (2000b) Sementara itu, dilaporkan beberapa studi QTL terdeteksi dengan dua tipe penciri (indirect dan direct) pada berbagai ternak domestik untuk sifat berbeda yang diteliti (Tabel 4). Penciri yang digunakan pada studi tersebut dapat diperoleh dari publikasi peta keterpautan atau linkage map untuk jenis ternak domestik, misal Sapi (Barendse et al. 1997; Kappes et al. 1997), Babi (Roher et al. 1994) dan Domba (Crawford et al., 1994). Peta tersebut menyediakan sumber penciri genetik yang dapat digunakan pada tahap deteksi skema MAS dan menyediakan alat yang kuat untuk peta perbandingan (comparative mapping) dan seleksi posisi gen kandidat (positional candidate genes) pada lokasi dimana QTL bersegregasi. Tabel 4. QTL terdeteksi pada populasi ternak* Jenis/Bangsa Ternak Sapi Potong Sapi Perah Babi Domba Chicken Karakter/Sifat Tipe Marker Pustaka Berat lahir Perkembangan Tanduk Pertumbuhan prasapih, Lemak, daging lingkar rusuk (rib eye area) Otot besar (muscle hypertrophy) Penyakit Pompe Linked markers Linked markers Linked markers Rocha et al. 1992 Georges et at. 1993b Beever et al. 1990 Direct markers Grobet et al. 1997 Direct markers Reichmann et al. 1994 Produksi susu komponen susu dan Linked markers Produksi keju Linked markers Cowan et al. 1990; Hoeschele & Meinert 1990; Bovenhuis et al. 1992; Georges et al. 1995 Graham et al. 1984 Weaver syndrome Linked markers Georges et al. 1993a BLAD Direct markers Fertilitas Pertumbuhan (lahir-30kg), rata-rata kedalaman lemak punggung, % lemak perut PSS Fekunditas Muscle hypertrophy Pertumbuhan dan efisiensi pakan Linked markers Linked markers Shuster et al. (1992); Kehrli et al. (1994) Rothschild et al. (1996) Andersson et al. (1994) Direct markers Linked markers Linked markers Linked markers Fujii et al. (1991) Montgomery et al. (1993) Cockett et al. (1994) Van Kaam et al. (1999) * Dari berbagai Journal PSS= Porcine Stress Syndrome BLAD= Bovine Leukocyte Adhesion Deficiency Peta keterpautan juga dapat digunakan untuk membantu mendeterminasi gen yang bertanggung jawab dan membantu dalam pengembangan direct markers. Linked markers untuk banyak jenis ternak diharapkan akan segera tersedia, dengan demikian akan mempercepat perkembangan teknologi untuk penggabungan informasi penciri pada sistem evaluasi genetic (Davis & DeNise 1998). Marker-Assisted Selection (MAS) Salah satu keuntungan dari peta genetik yaitu dapat digunakan untuk mengidentifikasi penciri DNA yang terpaut (linked) dengan QTL (Nicholas 1996). Lebih lanjut dinyatakan oleh Nicholas (1996), jika kandidat QTL dapat di genotip untuk setiap penciri DNA yang terkait (linked marker), maka genotip tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk terhadap nilai pemuliaan yang benar dari setiap kandidat QTL atau gen untuk suatu sifat. Penggunaan penciri demikian dalam program perbaikan genetik, diistilahkan sebagai marker-assisted selection (MAS). Pemikiran dibalik penggunaan MAS, yaitu terdapat gen dengan pengaruh nyata yang menjadi sasaran atau target secara spesifik dalam seleksi (Van der Werf 2000d). Dalam kemajuan di bidang biologi molekuler, dimungkinkan untuk mengidentifikasi QTL lebih tepat. Apabila penciri genetik terpaut dengan QTL teridentifikasi, penciri DNA tersebut dapat digunakan dalam program pemuliaan. Penciri yang digunakan pada program MAS umumnya terpaut (linked) dengan QTL, dengan demikian rekombinasi diantara penciri dan QTL akan terjadi sebagai fungsi dari jarak diantara mereka (penciri dan QTL). Aplikasi MAS akan lebih tepat digunakan pada industri pemuliaan ternak (Dekkers 2004). Meskipun kesempatan menggunakan informasi molekuler sekarang dimungkinkan namun keberhasilan implementasinya memerlukan strategi terpadu yang komprehensif, biasanya hanya mungkin dilakukan dan memberikan keuntungan apabila dilakukan pada tingkat peternakan industri. Namun demikian, penggunaan MAS adalah suatu harapan yang optimistik untuk skala usaha peternakan besar. Aplikasi Studi QTL pada Kemajuan Pemuliaan Adanya introduksi pengujian sampai taraf DNA, banyak peneliti maupun para pemulia (breeders) sekarang mempunyai alasan untuk berharap pada perkembangan pengujian dalam pendeteksian QTL. Quantitative trait loci (QTL) dapat disebut sebagai penciri genetik yang berasosiasi sangat kuat dengan karakteristik yang diinginkan pada ternak penting secara ekonomi (ImmGen 2003). Dicontohkan sifat atau karakteristik yang diinginkan yaitu produksi susu, kepadatan wol, fat marbling, keempukan daging, produksi karkas, konversi makanan dan sebagainya. Lebih lanjut diterangkan bahwa keberadaan penciri genetik pada ternak adalah sebagai petunjuk bahwa ternak bersangkutan sangat dimungkinkan memiliki sifat yang diinginkan tersebut. Walaupun sebagai petunjuk namun yang lebih penting bahwa ternak akan mewariskan penciri terhadap sifat yang diinginkan tersebut kepada keturunannya. Penciri QTL yang sangat berarti yaitu apabila penciri tersebut dapat mendeteksi gen yang benar dan variasi dalam gen tersebut yang menyandi protein berperan pada ekspresi dari sifat yang dikehendaki (ImmGen 2003). Saat ini, lokasi QTL dengan mudah dapat mendeteksi daerah DNA terletak dekat pada peta fisik kromosom dengan gen dimaksud, penciri genetik tersebut dikenal sebagai linked marker, salah satu contoh yaitu mikrosatelit. Secara kasar dilaporkan bahwa 60% ternak yang memiliki penciri genetik (linked markers) diperkirakan juga menunjukkan sifat yang dikehendaki (ImmGen 2003).