Studi Kasus di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk

advertisement
PENGUKURAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN
DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL 9.0
(STUDI KASUS DI PT INDOCEMENT
TUNGGAL PRAKARSA Tbk)
Oleh
ANAS MUTAKIN
H24060161
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
ABSTRAK
Anas Mutakin. H24060161. Pengukuran Kinerja Manajemen Rantai Pasokan
dengan Pendekatan SCOR Model 9.0 (Studi Kasus di PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk). Di bawah bimbingan H. Musa Hubeis.
Semen merupakan kebutuhan pokok dalam konstruksi bangunan dan
berperan penting bagi pembangunan bangsa. Pertumbuhan permintaan semen
setiap tahun terus meningkat. Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI),
penjualan semen terus membaik. Juli 2009, penjualan semen domestik year on
year tumbuh 2,8% dan Agustus 2009, penjualan semen tumbuh 7,5% daripada
periode yang sama pada tahun 2008. Hal tersebut dijadikan pembenaran bahwa
industri semen harus selalu meningkatkan produksinya guna memenuhi kebutuhan
domestik maupun luar negeri. Peningkatan daya saing perusahaan dalam bentuk
efektifitas dan efisiensi produktivitas telah menjadi suatu hal terpenting, mutu
produk dan pelayanan juga merupakan faktor utama yang mempengaruhi
kepuasan pelanggan dan kelangsungan hidup perusahaan. Oleh karena itu, PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (PT ITP Tbk) merupakan salah satu
perusahaan semen terbesar di Indonesia melaksanakan integrasi kegiatan rantai
pasok perusahaan.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengkaji struktur rantai pasokan
produk semen di PT ITP Tbk; (2) Melakukan pengukuran kinerja terhadap
manajemen rantai pasok untuk produk semen di PT ITP Tbk dengan pendekatan
model SCOR versi 9.0; (3) Memberikan alternatif-alternatif pemecahan atas
masalah setelah diketahui pengukuran beserta saran dari kegiatan pengukuran dan
analisis terhadap manajemen rantai pasok di PT ITP Tbk. Data primer diperoleh
dengan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan dan melalui
wawancara langsung dengan pihak yang terkait. Data sekunder diperoleh melalui
laporan benchmark kinerja manajemen rantai pasok (Supply Chain Management
atau SCM) yang berasal dari APQC (American Productivity and Quality Center),
dokumen-dokumen perusahaan, penelusuran pustaka yang mendukung kegiatan
penelitian dan situs internet. Analisis dalam penelitian ini menggunakan metode
SCOR Model versi 9.0 dari level 1-3, kemudian hasil dari perhitungan metrik
kinerjanya dibandingkan dengan nilai metrik kinerja perusahaan sejenis secara
global dari data APQC.
Perhitungan dari metrik kinerja level 1 adalah perfect order fulfillment
(POF) 82,43%, order fulfillment cycle time (OFCT) 2 hari, cost of good sold
(COGS) 53,84% dan cash-to-cash cycle time (CTCCT) 53 hari. Nilai opportunity
yang dihitung menggunakan the lost opportunity measure (LOM) adalah POF
sebesar Rp 552.146.310.636 dan COGS sebesar Rp 127.956.658.590. Pemetaan
level 2 menunjukkan PT ITP Tbk memiliki kinerja proses pengiriman paling
rendah, dikarenakan bagian ekspedisi dan transportasi semen kurang efektif dan
efisien dalam mengirimkan pesanan pelanggan. Pemetaan level 3 menunjukkan
secara detil proses pengiriman PT ITP Tbk, sehingga dapat menjawab mengapa
pengiriman memiliki kinerja rendah. Hasil kinerja SCM secara keseluruhan PT
ITP Tbk sudah cukup baik, namun perlu ditingkatkan pada bagian ekspedisi dan
transportasi distribusi guna mencapai target tujuan bisnis yang telah ditetapkan PT
ITP Tbk, yaitu meningkatkan pelayanan pelanggan dan meningkatkan
keuntungan.
ABSTRACT
Anas Mutakin. H24060161. Performance Measurement of Supply Chain
Management with Approach SCOR Model 9.0 (Case Study in PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk). Supervised by H. Musa Hubeis.
Cement is a basic requirement in building construction and development
as critical to the nation. Cement demand growth continues to increase every year.
Based on data Indonesian Cement Association (ASI), cement sales continue to
improve. July 2009, domestic cement sales year on year growth 2.8% and August
2009, cement sales grew 7.5% than the same period of year 2008. This made the
justification that the cement industry should always be to increase production to
meet domestic and foreign. Improving the competitiveness of firms in the form of
effectiveness and efficiency of productivity has become one of the most important
thing, quality products and services is also a major factor affecting customer
satisfaction and corporate survival. Therefore, PT Indocement Tunggal Prakarsa
Tbk (PT ITP Tbk) is one of the largest cement companies in Indonesia carry out
the integration of supply chain activities of companies.
The objectives of this research were (1) Assess the supply chain structure
of cement products in PT ITP Tbk; (2) Conduct performance measurement of
supply chain management for cement products in PT ITP Tbk approach SCOR
model version 9.0; (3) Provide alternatives solution to the problem after the
measurement is known along with suggestions of measurement and analysis
activities of supply chain management at PT ITP Tbk. The primary data obtained
by direct observation in the field and through direct interviews with relevant
parties. While the secondary data obtained through the performance benchmark
Supply Chain Management (SCM) report from APQC ( American Productivity
and Quality Center), company documents, search the libraries that support
research activities and internet sites. The analysis in this study using the method
of SCOR Model version 9.0 from level 1 to level 3, then the results of performance
metrics compared to the value of performance metrics globally similar companies
from the APQC data.
Calculation of performance metrics level 1 is the perfect order fulfillment
(POF) 82.43%, order fulfillment cycle time (OFCT) 2 days, the cost of good sold
(COGS) 53.84% and cash-to-cash cycle time (CTCCT) 53 days. Opportunity
value that is calculated using the lost opportunity measure (LOM) is a POF
registration COGS Rp 552,146,310,636 and Rp 127,956,658,590. The mapping
level 2 shows PT ITP Tbk have performance lowest deliver process, because the
expedition and transportation of cement is less effective and efficient in sending
customer orders. Mapping level 3 shows in detail the process of delivering PT ITP
Tbk, so it can answer why deliver a low performance. From the results of the
overall SCM performance PT ITP Tbk good enough, but needs to be improved on
the expedition and the distribution of transportation to reach the target business
objectives set PT ITP Tbk, which is improving customer service and increase
profits.
PENGUKURAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN
DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL 9.0
(STUDI KASUS DI PT INDOCEMENT
TUNGGAL PRAKARSA TBK)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
Pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ANAS MUTAKIN
H24060161
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Pengukuran Kinerja Manajemen Rantai Pasokan dengan Pendekatan
SCOR Model 9.0 (Studi Kasus di PT Indocement Tunggal Prakarsa
Tbk)
Nama
: Anas Mutakin
NIM
: H24060161
Menyetujui
Dosen Pembimbing,
(Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA)
NIP : 195506261980031002
Mengetahui :
Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc)
NIP : 196101231986011002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1987 sebagai anak
kedua dari dua bersaudara pasangan Ayahanda Achmad Ludjaeni dengan Ibunda
Holaiyah.
Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis dimulai dari TK Kusuma II Jakarta
Utara pada tahun 1993 – 1994. Penulis melanjutkan ke jenjang Sekolah Dasar di SD
Negeri Rawabadak Selatan 11 Pagi pada tahun 1994 dan lulus pada tahun 2000. Pada
tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP) Negeri 121 Jakarta dan lulus pada tahun 2003. Jenjang pendidikan
tingkat atas penulis lalui di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 110 Jakarta dan
lulus pada tahun 2006.
Selepas SMA, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) sebagai mahasiswa tingkat TPB (Tingkat
Persiapan Bersama) selama satu tahun. Pada tahun kedua, penulis diterima sebagai
mahasiswa Program Studi Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen IPB.
Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif di Himpunan Profesi
Departemen Manajemen, yaitu Centre of M@nagement (COM@) periode 20072008. Penulis aktif mengikuti kepanitian acara-acara yang dilaksanakan di IPB.
Selain itu, penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Panahan periode
2009 – sekarang.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengukuran Kinerja
Manajemen Rantai Pasokan dengan Pendekatan SCOR Model 9.0 (Studi Kasus di
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk)” dapat terselesaikan.
Ucapan terima kasih yang sangat mendalam penulis sampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini, yaitu :
1. Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA, Guru Besar pada
Departemen Manajemen FEM-IPB dan sebagai pembimbing skripsi saya
atas bimbingan, waktu, kesabaran, nasihat, arahan dan pengertian atas
segala kekurangan yang penulis miliki.
2. Heti Mulyati, S.TP, MT dan Alim Setiawan, S.TP, M.Si sebagai dosen
penguji yang memberikan masukan dan arahan membangun.
3. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk atas area penelitian.
4. Bapak dan Mama yang senantiasa memberikan dorongan do’a, materi,
serta bimbingan yang tulus tiada henti kepada penulis dan kakakku, Dina,
serta seluruh keluarga besar atas doa dan dukungannya.
5. Pak Apep dan Pak Farhan sebagai pembimbing lapang atas arahan dan
waktu yang telah diberikan selama membimbing penulis dalam penulisan
skripsi ini.
6. Pak Eko, Pak Ilham, Pak Dedi, Pak Pujo dan seluruh karyawan PT ITP
Tbk yang telah membantu kelancaran penelitian ini.
7. Teman satu penelitian, Okto atas kerjasama, diskusi, dorongan dan nasihat
bagi penulis.
8. Sahabat setiaku Ozi, Wanna, Gama, Hafiz, Ridi, Viester, Angga, Bang
Ikbal, Bang Vando dan Sachnaz terima kasih atas dukungan setia kalian.
9. Seluruh teman-teman Wisma Galih atas dorongan dan semangatnya.
10. Teman-teman satu bimbingan skripsi, teman-teman Mene 43, temanteman UKM-Archer atas dorongan, do’a dan kebersamaannya.
11. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini dan belum
tercantum dalam halaman ini, penulis ucapkan terima kasih.
vi
Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, 10 Maret 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4
2.1
2.2
2.3
2.4
Definisi Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan ...................... 4
Area Cakupan SCM ............................................................................... 5
Pengukuran Kinerja ................................................................................ 7
Sekilas Mengenai SCOR Model ............................................................ 7
2.4.1 Pemetaan Rantai Pasok dengan SCOR Model 9.0 .......................10
2.4.2 Sistem Metrik Kinerja Rantai Pasok .............................................19
2.5 Penelitian Terdahulu yang Relevan ........................................................20
III. METODOLOGI PENELITIAN ..............................................................21
3.1
3.2
3.3
3.4
Kerangka Pemikiran Penelitian ...........................................................21
Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................................25
Pengumpulan Data ..............................................................................25
Pengolahan dan Analisis Data .............................................................26
3.5.1 Pemodelan SCOR versi 9.0 ........................................................26
3.5.2 Perangkat untuk Menghitung Metrik Kinerja .............................26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................30
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
Gambaran Umum Perusahaan ..............................................................30
Lokasi Pabrik dan Terminal Distribusi ................................................33
Struktur Organisasi dan Jumlah Karyawan ..........................................34
Bidang Usaha .......................................................................................36
Proses Pembuatan Semen ....................................................................38
Diagram Alir Proses .............................................................................39
Pemetaan Level 1 ..................................................................................42
Metrik Kinerja SCOR Level 1 ..............................................................47
Pemetaan Level 2 .................................................................................53
viii 4.10 Peta Geografis Aliran Material ............................................................60
4.11 Pemetaan Level 3 ..................................................................................64
4.12 Implikasi Manajerial ............................................................................66
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................68
1. Kesimpulan ....................................................................................................68
2. Saran ...............................................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 70
LAMPIRAN ...................................................................................................... 73
ix DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Definisi proses SCOR level 1 ..................................................................... 13
Kartu SCORcard ........................................................................................ 19
Metrik supply chain beserta satuannya ...................................................... 28
Jumlah karyawan PT Indocement Tunggal Prakarsa ................................. 36
Pemasok bahan baku PT ITP Tbk .............................................................. 42
Ruang lingkup unsur proses SCOR ........................................................... 45
Metrik SCOR level 1 .................................................................................. 49
Gap analysis antara data aktual dengan kinerja target ............................... 51
Perhitungan opportunity untuk POF dengan The Lost Opportunity
Measure ...................................................................................................... 52
10. Perhitungan Opportunity untuk COGS dengan The Lost Opportunity
Measure ...................................................................................................... 52
11. Nilai POF dan OFCT pada proses deliver, make dan source ..................... 62
x
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Grafik pangsa pasar semen di Indonesia ...................................................... 1
2. Integrasi beberapa konsep proses bisnis ke dalam Process Reference
Model ............................................................................................................ 8
3. Tahap-tahap proses pemetaan rantai pasok dengan SCOR model 9.0 ......... 12
4. Model pemetaan level 1 rantai pasok dengan SCOR model 9.0 .................. 14
5. Model pemetaan level 2 rantai pasok dengan SCOR model 9.0 .................. 15
6. Model pemetaan level 3 rantai pasok dengan SCOR model 9.0 .................. 17
7. Model pemetaan level 4 rantai pasok dengan SCOR model 9.0 .................. 18
8. Kerangka pemikiran penelitian .................................................................... 22
9. Tahapan penelitian ....................................................................................... 24
10. Susunan pemegang saham PT ITP Tbk ........................................................ 32
11. Merek dagang produk semen PT ITP Tbk ................................................... 36
12. Diagram aliran proses …………………………………………………….. 41
13. Rantai pasok jalur pertama PT ITP Tbk ........................................................ 42
14. Rantai pasok jalur kedua PT ITP Tbk .......................................................... 44
15. Pemetaan level 2 rantai pasok produk semen ............................................... 55
16. Customer-facing map ................................................................................... 61
17. Pemetaan rantai pasok level 3 rantai pasok produk semen .......................... 65
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Halaman
Daftar trend produksi PT ITP Tbk tahun 2009 ...........................................
SCOR 9.0 Reference Guide ........................................................................
Struktur organisasi PT ITP Tbk tahun 2009 ...............................................
Financial Statement PT ITP Tbk ................................................................
Perhitungan ketepatan pengiriman PT ITP Tbk .........................................
xii
73
74
77
78
81
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi ini, zaman sudah hiperkompetitif. Persaingan
yang terjadi bukan sekedar “pertandingan” biasa, tetapi sudah mencapai
pemberian nilai tambah pada produk dan jasa. Nilai strategi-strategi untuk
menghadapi berbagai tantangan bisnis sangatlah diperlukan. Tren penjualan
produk semen yang terus meningkat (Gambar 1) telah mengharuskan para
manajer perusahaan merancang atau membangun sebuah rantai yang terdiri
dari para pemasok yang memusatkan perhatian untuk memaksimalkan nilai
pelanggan. Dengan tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri,
khususnya industri semen, maka meningkatkan daya saing perusahaan dalam
bentuk efektifitas dan efisiensi produktivitas telah menjadi suatu hal
terpenting, mutu produk dan pelayanan juga merupakan faktor utama yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan guna kelangsungan hidup perusahaan.
Indocement
Holcim
Semen Gresik
Semen Padang
Semen Tonasa
Gambar 1. Grafik pangsa pasar semen di Indonesia
(PT ITP Tbk, 2009a)
Peningkatan efisiensi, salah satunya dapat dilakukan dengan integrasi
kegiatan rantai pasok perusahaan, agar tidak terjadi kesulitan dalam proses
perencanaan operasional rantai pasok. Konsep manajemen rantai pasok
(Supply
Chain
Management
atau
SCM)
mampu
mengintegrasikan
pengelolaan berbagai fungsi manajemen dalam suatu hubungan antarorganisasi membentuk satu sistem yang terpadu dan saling mendukung.
2
Kunci bagi SCM yang efektif adalah menjadikan para pemasok sebagai
“mitra” dalam strategi perusahaan untuk memenuhi pasar yang selalu berubah
(Heizer dan Render, 2005). Teori dan praktik pada manajemen rantai pasokan
telah banyak diterapkan pada perusahaan-perusahaan. Penerapan SCM yang
telah ada, ternyata belumlah mencapai keefisienan dan keefektifan dalam
mengelola dan menjaga pemasok agar tetap loyal terhadap perusahaan.
Pemasok-pemasok yang dipilih perusahaan yang tidak dikelola
dengan baik memungkinkan para pemasok terlambat dalam pengadaan bahan
baku bagi perusahaan, karena dapat menurunkan kinerja para pemasok dan
tidak terjadinya transparansi harga tawar menawar antara pemasok dengan
perusahaan. Penerapan SCM yang mengikuti konsep SCM yang benar dapat
memberikan dampak peningkatan keunggulan kompetitif terhadap produk
maupun pada sistem rantai pasok yang dibangun perusahaan itu sendiri.
Salah satu perusahaan yang telah menerapkan konsep SCM adalah PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (PT ITP Tbk). PT ITP Tbk bergerak di
bidang industri semen. Perusahaan ini memiliki berbagai pemasok persediaan
bahan baku. Hampir keseluruhan proses produksinya tidak terlepas oleh
sistem rantai pasok. PT ITP Tbk memandang perlu adanya ikatan antara
perusahaan dan para pemasok. Dengan demikian, rantai pasokan bahan baku
dapat dijaga dan biaya produksi dapat ditekan.
Penilaian kinerja manajemen rantai pasok antara pemasok, perusahaan
dan pelanggan yang baik, dapat diukur dengan salah satu model pengukuran
kinerja SCM, yaitu menggunakan pendekatan model Supply Chain
Operations Reference (SCOR), suatu model yang dirancang oleh SupplyChain Council (SCC). Dalam hal ini terdapat beberapa versi pada SCOR.
Saat ini SCC telah mengeluarkan model SCOR versi 9.0 (www.supplychain.org, 2009). Model SCOR adalah salah satu model dari operasi rantai
pasok, yang pada dasarnya merupakan model berdasarkan proses. Model ini
mengintegrasikan tiga unsur utama dalam manajemen, yaitu business process
reengineering (BPR), benchmarking dan best practice analysis (BPA)
kedalam kerangka lintas fungsi rantai pasok. SCOR membagi proses-proses
rantai pasok menjadi lima proses inti, yaitu plan, source, make, deliver dan
3
return. SCOR memiliki tiga level proses dari yang umum hingga ke yang
detil (Bolstroff, 2003).
Dengan menggunakan model SCOR dalam merancang sistem
pengukuran kinerja rantai pasok berdasarkan proses, diharapkan perusahaan
mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok secara holistik yang diperlukan
untuk melakukan monitoring dan pengendalian, mengkomunikasikan tujuan
organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok dan mengetahui dimana posisi
suatu organisasi relatif terhadap pesaing, serta menentukan arah perbaikan
untuk menciptakan keunggulan bersaing.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana struktur rantai pasokan produk semen PT ITP Tbk ?
2. Bagaimana pengukuran kinerja terhadap manajemen rantai pasok di PT
ITP Tbk dengan pendekatan model SCOR versi 9.0 ?
3. Alternatif-alternatif solusi apakah yang ditemui dari masalah-masalah
rantai pasok setelah diketahui pengukuran kinerja manajemen rantai pasok
di PT ITP Tbk ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengkaji struktur rantai pasokan produk semen di PT ITP Tbk.
2. Melakukan pengukuran kinerja terhadap manajemen rantai pasok untuk
produk semen di PT ITP Tbk dengan pendekatan model SCOR versi 9.0.
3. Memberikan alternatif-alternatif pemecahan atas masalah setelah diketahui
pengukuran beserta saran dari kegiatan pengukuran dan analisis terhadap
manajemen rantai pasok di PT ITP Tbk.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan
Menurut Nahmias (2005), sebuah rantai pasokan adalah seluruh
jaringan terkait pada aktivitas dari sebuah firma yang mengaitkan pemasok,
pabrik, gudang, toko, dan pelanggan. Sedangkan menurut Indrajit dan Pranoto
(2003), rantai pasokan (rantai pengadaan) adalah suatu sistem tempat
organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para
pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan atau jejaring dari berbagai
organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan sama, yaitu
sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang
tersebut.
Menurut Pujawan (2005), definisi rantai pasokan adalah jaringan
perusahaan-perusahaan yang bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan
suatu produk ke tangan pemakai akhir secara bersama-sama. Perusahaanperusahaan tersebut biasanya pemasok, pabrik, distributor, toko atau ritel dan
perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Sebuah
produk akan sampai ke tangan pemakai akhir, setelah setidaknya mengalami
beberapa proses dari pencarian bahan baku, proses produksi dan proses
distribusi atau transportasi. Proses-proses ini akan melibatkan berbagai pihak
yang berhubungan antara satu dengan yang lain yang biasanya disebut dengan
rantai pasokan (Sheikh, 2002).
Menurut Heizer dan Render (2005), definisi manajemen rantai
pasokan (SCM) adalah pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan
pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi, dan produk akhir, serta
pengiriman ke pelanggan. Hanna and Newman (2001) mendefinisikan SCM
sebagai konfigurasi, koordinasi, dan peningkatan dari sebuah gabungan
rangkaian operasi yang saling terkait. Menurut Vrijhoef and Koskela (1999),
SCM adalah suatu konsep yang berasal dari sistem pasokan yang dipelopori
oleh Toyota untuk mengkoordinasi dan mengatur pemasok untuk mengurangi
5
pemborosan dalam produksinya. SCM tidak jauh berbeda dari pengertian lean
supply, Just in Time (JIT) dan manajemen logistik.
Menurut Russell dan Taylor (2003), SCM mengatur aliran barang dan
jasa, serta informasi yang diteruskan ke pesanan untuk mencapai tingkat
keselarasan atau sinkronisasi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.
Masing-masing segmen dari rantai pasokan diatur secara terpisah yang lebih
fokus pada tujuannya masing-masing. Rantai pasokan mencakup semua
aktifitas yang berhubungan dengan aliran transformasi barang dan jasa dari
bahan baku menjadi barang jadi kepada pelanggan. Tujuan dari rantai
pasokan adalah untuk mencapai kepuasan pelanggan. Rantai pasokan
mencakup empat proses penting, yaitu memperoleh pesanan pelanggan,
memperoleh bahan baku dan komponen pendukung dari pemasok,
memproduksi pesanan dan memenuhi pesanan pelanggan.
2.2 Area Cakupan SCM
Menurut Miranda dan Amin (2006), SCM terdiri atas tiga unsur yang
saling terkait satu sama lain, yaitu :
1.
Struktur jaringan rantai pasokan, yaitu jaringan kerja anggota dan
hubungan dengan anggota rantai pasokan lainnya. Anggota rantai
pasokan meliputi semua perusahaan dan organisasi yang berhubungan
dengan perusahaan lokal, baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui pemasok atau pelanggannya dari point of origin hingga point of
consumption.
2.
Proses bisnis rantai pasokan, yaitu aktivitas-aktivitas yang menghasilkan
nilai keluaran tertentu bagi pelanggan, yaitu :
a. Customer Relationship Management (CRM).
b. Customer Service Management (CSM).
c. Demand Management, yang menyeimbangkan kebutuhan pelanggan
dengan kemampuan supply perusahaan, menentukan apa yang akan
dibeli pelanggan dan kapan.
d. Customer order fulfillment (COF).
e. Manufacturing flow management.
6
f. Procurement.
g. Pengembangan produk dan komersialisasi.
3.
Komponen manajemen rantai pasokan berupa peubah-peubah manajerial
dimana proses bisnis disatukan dan disusun sepanjang rantai pasokan.
Komponen utamanya adalah :
a. Metode perencanaan dan pengendalian.
b. Struktur aliran kinerja/aktivitas kerja.
c. Struktur organisasi.
d. Struktur fasilitas aliran komunikasi dan informasi.
e. Struktur fasilitas aliran produksi.
f. Metode manajemen.
g. Struktur wewenang dan kepemimpinan.
h. Struktur risiko dan reward.
i. Budaya dan sikap.
Rantai pasok melibatkan variasi tahapan-tahapan (Chopra dan Peter,
2007) berikut :
a. Rantai 1 : Pemasok.
Rantai pertama merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama
dimana mata rantai penyaluran barang dimulai. Bahan pertama ini dapat
dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan
dagangan, penggabungan, dan sebagainya.
b. Rantai 2 : Manufaktur.
Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufaktur
dimana tugasnya adalah melakukan pekerjaan pabrikasi, merakit dan
menyelesaikan barang hingga menjadi produk jadi.
c. Rantai 3 : Distributor.
Barang yang sudah selesai dipabrikasi akan didistribusikan ke gudang atau
disalurkan ke gudang milik distributor atau pedagang besar dalam jumlah
besar dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah
yang lebih kecil kepada retailer (pengecer).
7
d. Rantai 4: Retailer.
Pengecer berfungsi sebagai rantai pasok yang ada di antara distributor
yang pada umumnya pedagang besar ke pedagang kecil (pengecer).
Pengecer berupa gerai seperti toko, warung, departement store,
supermarket, hypermarket, koperasi, mal, club stores, dan sebagainya.
e. Rantai 5: Pelanggan.
Dari distributor atau pengecer, barang ditawarkan langsung kepada
pelanggan sebagai pengguna barang tersebut. Akhir dari mata rantai pasok
adalah pada saat produk sampai kepada orang yang menggunakan atau
memakai produk tersebut.
2.3 Pengukuran Kinerja
Menurut Djaali dan Muljono (2007), Pengukuran yang dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah measurement merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan untuk mengukur dalam arti memberi angka terhadap sesuatu yang
disebut obyek pengukuran atau obyek ukur. Mengukur pada hakikatnya
adalah pemasangan atau korespondensi 1-1 antara angka yang diberikan
dengan fakta dan diberi angka atau diukur. Menurut Hertz (2009), Istilah
kinerja atau performance mengacu pada hasil output dan sesuatu yang
dihasilkan dari proses produk dan pelanggan yang bisa dievaluasi dan
dibandingkan secara relatif dengan tujuan, standar, hasil masa lalu dan
organisasi lainnya. Kinerja dapat dinyatakan dalam istilah nonfinansial dan
keuangan.
Pengukuran kinerja adalah membandingkan antara hasil yang
sebenarnya diperoleh dengan yang direncanakan. Dengan kata lain, sasaransasaran tersebut harus diteliti satu per satu, mana yang telah dicapai
sepenuhnya (100%), mana yang di atas standar (target) dan mana yang di
bawah target atau tidak tercapai penuh (Ruky, 2001).
2.4 Sekilas Mengenai SCOR Model
SCOR model merupakan suatu model konseptual yang dikembangkan
oleh SCC, sebuah organisasi non profit independent, perusahaan global
dengan keanggotaan terbuka untuk semua perusahaan dan organisasi yang
8
tertarik untuk mendaftar dan memajukan sistem SCM. Model SCOR
menyediakan kerangka kerja unik yang menghubungkan proses bisnis,
metrik, praktik terbaik dan fitur teknologi menjadi sebuah kesatuan struktur
untuk mendukung komunikasi di antara mitra rantai pasok untuk
meningkatkan efektivitas manajemen rantai pasokan yang terkait dalam
kegiatan perbaikan rantai pasokan (www.supply-chain.org, 2009).
SCC didirikan pada tahun 1996 dan diprakarsai oleh beberapa
organisasi/perusahaan seperti Bayer, Compaq, Procter & Gamble, Lockheed
Martin, Nortel, Rockwell Semiconductor, Texas Instruments, 3M, Cargill,
Pittiglio, Rabin, Todd, & McGrath (PRTM), dan AMR (Advance
Manufacturing Research) yang beranggotakan 69 orang sukarelawan yang
terdiri dari para praktisi dunia industri dan para peneliti (Bolstroff, 2003).
Pada April 2008 SCC merilis SCOR Model 9.0. Kelebihan SCOR Model
sebagai Process Reference Model (PRM) adalah kemampuannya untuk
mengintegrasikan Business Process Reengineering (BPR), benchmarking dan
Best Practice Analyze (BPA) kedalam kerangka kerja rantai pasok (Gambar
2)
Business Process
Reengineering (BPR)
Benchmarking
Best Practices
Analysis (BPA)
Capture the “as-is”
state of a process
and derive the
desired “to-be”
future state
Process Reference
Model (PRM)
Capture the “as-is”
state of a process
and derive the
desired “to-be”
future state
Quantity the
operational
performance of
similar companies
and establish
internal targets
based on “best-inclass” result
Quantity the
operational
performance of
similar companies
and establish
internal targets
based on “best-inclass” result
Characterize the
management
practices and
software solutions
that result in “bestin-class”
performance
Characterize the
management
practices and
software solutions
that result in “bestin-class”
performance
Gambar 2. Integrasi beberapa konsep proses bisnis ke dalam Process Reference Model.
(Supply Chain Council, 2008. SCOR version 9.0 overview)
9
Berdasarkan SCOR model 9.0 overview, komponen-komponen yang
tercakup dalam process reference model (PRM) adalah :
1. Deskripsi standar dari tiap proses dalam manajemen rantai pasok.
2. Standar pengukuran untuk setiap proses.
3. Praktik manajemen yang dapat menghasilkan kinerja terbaik dalam
industri sejenis.
4. Standar penyesuaian pada aspek fungsional dan fitur rantai pasok.
Pada kasus manajemen rantai pasok yang kompleks, pemetaan dalam
model referensi dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal berikut :
1. Implementasi dilakukan sesuai dengan fungsinya, yang ditujukan untuk
mendapatkan keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan.
2. Digambarkan secara jelas dan komunikatif.
3. Diukur, dikelola dan dikontrol.
4. Dilakukan langkah penyesuaian untuk kepentingan spesifik.
Dalam SCOR model 9.0 overview disebutkan bidang-bidang yang
termasuk dalam SCOR adalah :
1. Seluruh interaksi yang terdapat dalam rantai pasok perusahaan, baik itu
interaksi dengan pemasok maupun dengan konsumen, mulai dari proses
pemesanan produk hingga proses pembayaran oleh konsumen.
2. Seluruh transaksi produk yang berupa barang dan jasa, yaitu semua aliran
transaksi mulai dari suppliers supplier sampai ke customers customer,
termasuk peralatan, supplies, spareparts, bulk product, software, dan
sebagainya.
3. Keseluruhan interaksi dengan pasar, yaitu dari pemahaman mengenai
permintaan keseluruhan sampai dengan proses pemenuhan setiap pesanan
yang ada.
SCOR tidak mencakup hal-hal berikut :
1. Proses-proses administrasi penjualan dan pemasaran.
2. Proses-proses riset dan pengembangan teknologi.
3. Perancangan dan pengembangan produk.
4. Beberapa unsur yang berhubungan dengan pasca pengiriman dukungan
pelanggan.
10
SCOR mengasumsikan tetapi tidak secara eksplisit pada bidang
pelatihan, mutu, teknologi informasi dan administrasi non-SCM.
2.4.1 Pemetaan Rantai Pasok dengan SCOR Model 9.0
Supply Chain Operations Reference Model (SCOR) Version 9.0
menjelaskan pemetaan dilakukan untuk mendapatkan gambaran model yang
jelas mengenai aliran material, aliran informasi dan aliran keuangan dari
suatu rantai pasok perusahaan. Tujuan dari proses pemodelan ini adalah :
a. Menggunakan terminologi standar untuk komunikasi yang lebih baik
dan mempelajari isu-isu rantai pasokan.
b. Menggunakan ukuran standar untuk membandingkan dan mengukur
kinerja dari rantai pasokan.
c. Memudahkan untuk mendapatkan gambaran rinci dari setiap rantai
pasokan, sehingga proses penghubungan antar aktivitas lebih mudah.
Dalam memetakan rantai pasok, langkah-langkah utama yang harus
dilakukan adalah :
a. Menentukan sebuah rantai proses pemasokan produk, mulai dari pasokan
bahan baku dari pemasok sampai pada realisasi pasokan produk jadi
yang diterima pelanggan.
b. Menggambarkan rangkaian aliran material dalam proses pembuatan dan
penciptaan nilai tambah produk.
c. Menggambarkan rangkaian aliran informasi dalam proses rantai pasok.
Beberapa tahapan pemetaan dalam SCOR versi 9.0 yang terbagi atas
4 level, yaitu :
a. Level 1 mendefinisikan ruang lingkup dan isi dari SCOR Model. Selain
itu, pada tahap ini juga ditetapkan target-target kinerja perusahaan untuk
bersaing.
b. Level 2 merupakan level konfigurasi dan berhubungan erat dengan
pengkategorian proses. Pada level 2 ini dilakukan pendefinisian
kategori-kategori terhadap setiap proses pada level 1. Pada level ini,
proses disusun sejalan dengan strategi rantai pasokan.
c. Level 3 merupakan tahap penguraian proses-proses yang ada pada rantai
pasok
menjadi
unsur-unsur
yang
mendefinisikan
kemampuan
11
perusahaan untuk berkompetisi. Tahap ini terdiri dari definisi unsurunsur proses, masukan dan keluaran dari informasi mengenai proses
unsur, metrik-metrik dari kinerja proses, praktik terbaik dan kapabilitas
sistem yang diperlukan untuk mendukung praktik terbaik.
d. Level 4 merupakan level yang menggambarkan secara detail tugas-tugas
didalam setiap aktivitas yang dibutuhkan pada level 3 untuk
mengimplementasikan dan mengelola rantai pasokan berbasis harian,
serta mendefinisikan perilaku-perilaku untuk mencapai keuntungan
bersaing dan beradaptasi terhadap perubahan kondisi bisnis.
12
Tahapan tersebut dirangkum dalam Gambar 3.
T
Gambar 3. Tahap-tahap proses pemetaan rantai pasok dengan SCOR Model 9.0
(Supply Chain Council, 2008. SCOR version 9.0 overview)
13
Pemetaan level 1
Dalam SCOR Model versi 9.0 level 1, proses-proses yang ada dalam rantai
pasok dikategorikan dalam lima proses utama dalam manajemen (Tabel 1).
Pemetaan level 1 oleh SCOR dinyatakan lebih jelas dalam Gambar 4 sebagai
panduan untuk memetakan rantai pasok sesuai dengan karakteristik perusahaan.
Tabel 1. Definisi proses SCOR level 1
Proses SCOR
Definisi
Plan
Proses-proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan
secara
menyeluruh
yang
bertujuan
untuk
mengembangkan
kebutuhan pengiriman, produksi dan pasokan secara optimal
Source
Proses-proses pembelian barang dan jasa yang bertujuan untuk
memenuhi permintaan aktual atau yang direncanakan
Make
Proses transformasi material menjadi produk akhir untuk memenuhi
permintaan aktual atau yang direncanakan
Deliver
Proses-proses penyediaan produk jadi/jasa untuk memenuhi
permintaan aktual atau yang direncanakan, mencakup manajemen
pemesanan, manajemen transportasi dan distribusi
Return
Proses-proses yang diasosiasikan dengan pengembalian dan
penerimaan produk dengan kategori pengembalian produk dengan
berbagai alasan. Proses ini diperluas hingga ke layanan setelah
pengiriman kepada konsumen.
Sumber : Supply Chain Council, 2008. SCOR version 9.0 overview
14
Gambar 4. Model pemetaan level 1 rantai pasok dengan SCOR Model 9.0
(Supply Chain Council, 2008. SCOR version 9.0 overview)
Pemetaan level 2
Pemetaan level 2 merupakan tahap konfigurasi dari proses-proses rantai
pasok yang ada ke dalam tiga kategori utama, yaitu :
1.
Planning adalah suatu proses yang menyelaraskan sumber daya-sumber daya
perusahaan untuk memenuhi keperluan-keperluan akan harapan permintaan.
a. Penyeimbangan keseluruhan permintaan dan pasokan.
b. Mempertimbangkan horizon waktu perencanaan yang konsisten.
c. Dapat memberikan kontribusi terhadap waktu respon dari rantai pasok.
2. Execution adalah suatu proses yang dipacu dengan adanya permintaan
terencana ataupun permintaan aktual yang mentransformasikan bentuk
material.
Proses-proses eksekusi meliputi :
a. Pengaturan operasional secara umum seperti penjadwalan, transformasi
produk, aliran produk ke proses berikutnya dan sebagainya
b. Memberikan kontribusi dalam order fulfillment cycle time
3. Enable adalah suatu proses yang menyiapkan, memelihara dan mengendalikan
jaringan informasi, sehingga proses planning dan execution saling terkait.
15
Pemetaan pada level 2 dapat digambarkan ke dalam diagram. Pada level 2,
proses utama dibagi ke dalam proses kategori yang lebih rinci. Model pemetaan
level 2 secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 5.
Pemetaan level 3
Gambar 5. Model pemetaan level 2 rantai pasok dengan SCOR Model 9.0
(Supply Chain Council, 2008. SCOR version 9.0 overview)
16
Pemetaan level 3
Pada pemetaan level 3 ini, perusahaan mendefinisikan secara detil prosesproses yang teridentifikasi, ukuran kinerja dan praktik terbaik pada setiap
aktivitas. Pada level ini, benchmarking dan atribut-atribut diperlukan untuk
enabling software. Sistem rantai pasok perusahaan didefinisikan sebagai
kemampuan perusahaan untuk bersaing pada pasar yang dipilih. Pada level 3,
proses unsur dibagi kedalam bentuk informasi masukan, proses unsur dan
keluaran yang terdiri dari :
1. Definisi proses unsur.
2. Informasi masukan dan keluaran proses unsur.
3. Metrik pengukuran kinerja.
4. Praktik terbaik.
5. Kemampuan sistem yang diperlukan untuk menerapkan praktik terbaik.
6. Sistem dan alat bantu untuk melakukan ”fine tuning” pada level strategi
operasi.
17
Contoh model pemetaan Level 3 dapat dilihat pada Gambar 6.
S1.5 Authorize
Supplier Payment
Gambar 6. Model pemetaan level 3 rantai pasok dengan SCOR Model 9.0
(Supply Chain Council, 2008. SCOR version 9.0 overview)
18
Pemetaan level 4 dan seterusnya
Pada pemetaan di bawah level 3, unsur proses diuraikan kedalam tugas
dan aktivitas lanjutan. Proses unsur diuraikan menjadi aktivitas tugas untuk setiap
unsur, sehingga setiap tugas dapat digambarkan secara rinci. Level 4 merupakan
tahap implementasi. Level implementasi tidak mencakup dalam lingkup SCOR
model. Berikut ini adalah contoh pemetaan level 4 dan seterusnya (Gambar 7).
2.4.2 Sistem Metrik Kinerja Rantai Pasok
Gambar 7. Model pemetaan level 4 rantai pasok dengan SCOR Model 9.0
(Supply Chain Council, 2008. SCOR version 9.0 overview)
19
22.4.2 Sistem
m Metrik Kiinerja Rantaai Pasok
Berdasarkaan sistem M
Metrik Kinerjja SCOR veersi 9.0 padaa pemetaan
level 1, dibagi dalaam dua aspekk utama sistem metrik, yaitu
y
:
a. Cuustomer faciing, yaitu uuntuk menguukur atributt kinerja suppply chain
dellivery reliabbility, respoonsiveness dan
d flexibilitty terhadap pelanggan
dann pemasok.
b. Intternal facingg, yaitu untuuk mengukurr biaya rantaai pasok (Suppply Chain
Coost) dan efisiensi manajem
men aset.
Pada SCOR
R 9.0, kode-kode pada metrik
m
diperkkenalkan. Haal ini untuk
menyeederhanakan identifikasi, serta meenghilangkann kebingung
gan dalam
mendu
uga hal yangg sama tentanng metrik daan terutama sekali mengguntungkan
untuk benchmarkiing berdasarrkan pada attribut kinerjja metrik. Bentuk
B
dari
a
nomor metriknya aadalah XX.y
y.z, dimana XX = atribbut kinerja.
kode atau
Nilai-nnilai yang mu
ungkin untuuk XX adalah
h:
a. RL
L = Keandalaan, _.
b. R = Kemampu
uan reaksi, _..
c. AG
G = Ketangk
kasan, _.
d. CO
O = Harga, dan
d _.
e. AM
M = Manajem
men Aset, _..
y = tin
ngkat metrik..
z = suaatu nomor yaang unik.
Tabel 2 menampilkan
m
n tabel kartuu kinerja SC
COR (SCORcard) yang
terdiri dari atribut kinerja dann metrik-mettrik level 1 SCOR
S
Modeel versi 9.0
untuk customer facing dan inteernal facingg.
2 Kartu kin
nerja SCOR
R
Tabel 2.
Tabel 2.
2 Kartu kinerja SCOR
Sumberr : Supply Chhain Counciil, 2008. SCO
OR version 9.0
9 overview
w.
20
2.5 Penelitian Terdahulu yang Relevan
1. Nisaa’ Mardhiyyah (2008), melakukan penelitian dengan judul Kinerja
Penyampaian Suku Cadang PT Toyota-Astra Motor dengan Model Supply
Chain Operations Reference. Dari penelitian tersebut dijelaskan : (1)
struktur anggota rantai pasok bisnis suku cadang PT TAM, yaitu supplier
(mata rantai 1), TAM (mata rantai 2) sebagai agen tunggal pemegang merk
Toyota, main dealer Toyota (mata rantai 3), sub dealer/branch/VSP dan
partshop (mata rantai 4) yang secara langsung menangani end-user (mata
rantai 5) ; (2) pengukuran kinerja metrik level 1 delivery performance
menunjukkan pengiriman on time untuk tujuan luar Jakarta di atas 90%
dan tujuan Jakarta di atas 98%. Pada bulan september mencapai 100%
untuk tujuan Jakarta pada semua tipe order. Order fulfillment lead time P.
Sumatera = 6-7 hari, P. Jawa = 1-3 hari, P. Sulawesi = 10-16 hari dan P.
Irian = 25-28 hari ; (3) Kategori proses yang sangat kritis untuk PT TAM
adalah delivery stocked product (D1). SCOR level 3 menguraikan aliran
proses dan informasi kegiatan pemrosesan order pada TAM. Pada level 4
dilakukan penguraian tugas dari elemen proses pada level 3, sehingga
dapat menjadi acuan bagi pelaksana/praktisi.
2. Juliana Rouli (2008), melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Kinerja
Supply Chain Management dengan Pendekatan SCOR Model 8.0 (Studi
Kasus di PT XYZ). Dari penelitian tersebut didapatkan pemetaan rantai
pasok PT XYZ dengan SCOR Model 8.0 dari level 1-3; perhitungan
metrik kinerja level 1 adalah POF 86,89%, OFCT 60 hari, COGS 81%
dan CTCCT 90 hari, serta melakukan pemetaan fishbone analysis guna
mengetahui penyebab lebih detil dari kinerja deliver.
21
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, telah
meningkatkan daya saing perusahaan menjadi penting dalam hal efektifitas
dan efisiensi produktivitas perusahaan. Perusahaan akan tetap eksis bila
memiliki keunggulan daya saing terhadap lawan-lawan bisnis. Keunggulan
daya saing tersebut, antara lain dari segi biaya, persediaan bahan baku,
ketepatan jumlah dan waktu pemenuhan pesanan. Dari keunggulan tersebut
PT ITP Tbk telah membentuk sistem integrasi rantai pasokan/bermitra dengan
para pemasok bahan baku.
PT ITP Tbk telah merumuskan strategi SCM yang sesuai dan
membentuk suatu sistem rantai pasok yang berjalan. Sistem rantai pasok yang
telah berjalan dapat diketahui benchmark kinerjanya. Dengan demikian,
benchmark kinerja PT ITP Tbk yang telah ada akan diukur dengan
menggunakan pendekatan model SCOR versi 9.0. Jika hasilnya sesuai dengan
standar benchmark dari model SCOR 9.0, maka dikatakan perusahaan
tersebut baik dalam menerapkan sistem rantai pasok. Jika belum, maka
perusahaan perlu meninjau kembali strategi SCM yang telah ditetapkan.
Dari serangkaian pengukuran dengan pendekatan model SCOR 9.0,
akan diketahui masing-masing kinerja pemasok. Setelah diketahui kinerja
pemasok, permasalahan yang ada/yang belum baik akan dievaluasi dan
diberikan saran sebagai hasil pengukuran, serta analisis terhadap SCM.
Secara sistematis kerangka pemikiran penelitian dapat disajikan pada Gambar
8.
22
Keunggulan daya saing
perusahaan terhadap lawan
bisnis
Biaya, persediaan bahan baku, ketepatan
jumlah dan waktu pemenuhan pesanan
PT ITP Tbk membentuk sistem integrasi rantai pasokan /
bermitra dengan para pemasok bahan baku
Strategi Manajemen Rantai Pasok
Kinerja Rantai Pasok
Pengukuran kinerja rantai pasok
menggunakan pendekatan model SCOR versi
9.0
Tidak
Baik
Kinerja PT ITP Tbk terukur
Solusi atas masalah setelah diketahui pengukuran
beserta saran dari kegiatan pengukuran dan analisis
terhadap manajemen rantai pasok
Gambar 8. Kerangka pemikiran penelitian
23
Penelitian ini terbagi atas tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap
persiapan yang diawali dengan penentuan tema penelitian, penyusunan
proposal dan penjajakan tempat penelitian. Pencarian literatur yang relevan
dan mendukung dilakukan untuk memperkaya pengetahuan peneliti terhadap
aspek kajian yang akan dilakukan. Kerangka pemikiran dibuat untuk
memandu alur analisis dalam penelitian, meringkaskan kembali latar
belakang, perumusan masalah, tujuan, metode sampai hasil yang diharapkan.
Dalam kerangka pemikiran penelitian ditentukan peubah-peubah yang
berkaitan dan mempengaruhi rantai pasokan dan model yang dipakai.
Dalam tahap persiapan ini dibuat desain penelitian yang berisi
panduan untuk kegiatan pengumpulan data dan metode analisis yang
digunakan. Desain penelitian disusun atas bimbingan dan persetujuan pihak
perusahaan.
Tahap kedua adalah studi lapangan dan pengumpulan data. Pada tahap
ini, dikumpulkan data, baik melalui wawancara langsung dengan pihak
perusahaan maupun data sekunder, yaitu laporan dan catatan perusahaan.
Dalam pengumpulan dan pencarian data, peneliti dibimbing oleh pihak
perusahaan yang ahli dibidang logistik dan operasi produksi.
Setelah pengumpulan data selesai, tahap ketiga adalah melakukan
pengolahan dan analisis pada data yang diperoleh dengan pendekatan alat
analisis yang telah dipilih, yaitu model SCOR versi 9.0. Hasil yang diperoleh
direkomendasikan kembali kepada perusahaan sebagai pertimbangan untuk
evaluasi yang berguna bagi masukan untuk perbaikan di masa mendatang.
Secara sistematis tahapan penelitian sesuai Gambar 8 dapat diuraikan dalam
Gambar 9.
24
Tahap I
Pemilihan Tema :
Pengukuran Kinerja Manajemen Rantai Pasokan di PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dengan Pendekatan SCOR
Model 9.0
Penyusunan Proposal
tidak
Persetujuan
Tahap Persiapan
Perbaikan
ya
Penyusunan Desain
Penelitian Menggunakan
SCOR Model 9.0
tidak
Persetujuan
Perbaikan
ya
Tahap II
Pengumpulan data primer
dan sekunder
Tahap Pengumpulan
data
Rekonfirmasi hasil
penelitian
tidak
Perbaikan
ya
Tahap III
Tahap Input, Pengolahan
dan Analisis data
Analisis Model Kinerja :
SCOR Model 9.0
Hasil Penelitian
Gambar 9. Tahapan penelitian
Masukan untuk PT
Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk
25
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
yang berlokasi di Jalan Mayor Oking Jayaatmaja, Citeureup Bogor 16810,
yang merupakan salah satu perusahaan penghasil semen terbesar di Indonesia
yang telah menerapkan manajemen rantai pasok dengan baik. Penelitian
dilakukan pada bulan Desember 2009 hingga bulan Januari 2010.
3.4 Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan
sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer adalah data
yang diperoleh langsung dengan cara observasi atau pengamatan, wawancara
dan opini pakar. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, internet, jurnal
dan dokumen-dokumen pendukung lainnya.
Data yang diperlukan meliputi :
1. Data tentang gambaran umum perusahaan meliputi sejarah dan
perkembangannya, struktur organisasi dan manajemen, serta bidang usaha
yang merupakan data sekunder dari dokumen milik perusahaan.
2. Data tentang struktur rantai pasok perusahaan berupa data primer yang
diperoleh dari secara langsung melalui wawancara dengan pihak
perusahaan dan survei ke lapangan.
3. Data yang diperlukan untuk menganalisis kinerja SCM perusahaan adalah
data trend produksi (Lampiran 1), neraca keuangan konsolidasi triwulan
tahun 2009, daftar nama pemasok/prinsipal dan SCOR Quick Reference
9.0 (Lampiran 2).
26
3.5 Pengolahan dan Analisis Data
3.5.1 Pemodelan SCOR versi 9.0
Model SCOR adalah salah satu model dari operasi rantai
pasokan, SCOR pada dasarnya merupakan model berdasarkan proses.
Model ini mengintegrasikan tiga unsur utama dalam manajemen, yaitu
BPR, benchmarking dan BPA kedalam kerangka lintas fungsi rantai
pasokan. SCOR membagi proses-proses rantai pasokan menjadi lima
proses inti, yaitu plan, source, make, deliver dan return. SCOR juga
memiliki tiga level proses dari yang umum hingga ke detil, yaitu :
1.
Level satu adalah level tertinggi yang memberikan definisi umum
dari lima proses inti.
2.
Level kedua dikatakan sebagai konfigurasi level, dimana rantai
pasokan perusahaan dapat dikonfigurasi berdasarkan sekitar 30
proses inti, perusahaan dapat membentuk konfigurasi saat ini (as-
in) maupun yang diinginkan (to-be).
3.
Level ketiga dinamakan proses unsur level mengandung definisi
unsur proses, masukan metrik masing-masing unsur proses dan
referensi.
3.5.2 Perangkat untuk menghitung metrik kinerja
Dalam metode SCOR terdapat beberapa atribut kinerja yang diukur
adalah supply chain reliability, supply chain responsiveness, supply
chain costs dan supply chain asset management. Parameter dari atribut
di atas yang digunakan sebagai metrik kinerja adalah :
a. Perfect Order Fulfillment (POF)
POF adalah persentase dari pesanan yang terkirim lengkap
dan pada waktunya sesuai dengan permintaan pelanggan dan
barang yang dikirim tidak memiliki masalah mutu. Cara
menentukan nilai POF adalah :
POF
Total pesanan
Jumlah pesanan bermasalah
x 100%
Total pesanan
27
b. Order Fulfillment Cycle-Time (OFCT)
OFCT adalah jumlah waktu (hari) yang dibutuhkan sejak
dari order diterima sampai produk diterima ditempat pelanggan.
Dalam menentukan besarnya nilai OFCT, dapat diukur dari rataan
jumlah hari yang dibutuhkan dalam pengiriman semen ke
pelanggan, mulai dari pelanggan memesan barang hingga barang
sampai ke tangan pelanggan.
c. Cost of Good Sold (COGS)
COGS adalah biaya langsung untuk material dan biaya
upah yang dibutuhkan untuk membuat produk. COGS diartikan
dengan harga pokok penjualan. Untuk menentukan nilai COGS
adalah :
COGS = Inventori awal + pembelian selama periode – inventori
akhir
d. Cash-to-cash cycle time (CTCCT)
Metrik ini (Tabel 3) mengukur kecepatan rantai pasokan
mengubah persediaan menjadi uang. Semakin pendek waktu yang
dibutuhkan, semakin bagus bagi rantai pasokan.
yang bagus biasanya memiliki
Ada
siklus
Perusahaan
cash-to-cash pendek.
tiga komponen dalam perhitungan CTCCT, yaitu :
Satu, rataan
account
receivable
(dalam hari)
yang
merupakan ukuran seberapa cepat pelanggan membayar barang
yang sudah diterima. Dua, rataan account payable (dalam hari)
yang mengatur
kecepatan perusahaan membayar ke pemasok
untuk material/komponen
yang
sudah diterima. Ketiga, rataan
persediaan (dalam hari, yaitu inventory days of supply). Dengan
ketiga komponen tersebut, CTCCT dihitung berikut :
CTCCT = inventory days of supply + average days of account
recivable – average days of account payable.
28
Metrik ini biasanya digunakan untuk mengukur kesehatan
finansial suatu rantai pasokan. Untuk memperpendek
CTCCT,
perusahaan dapat melakukan salah satu atau kombinasi dari
tiga cara berikut, yaitu (1) menurunkan tingkat persediaan; (2)
melakukan
negoisasi
term pembayaran ke pemasok dan (3)
melakukan negoisasi dengan pelanggan supaya lebih cepat
membayar. CTCCT yang mengintegrasikan siklus di tiga fungsi,
berupa pengadaan (purchasing), produksi (manufacturing) dan
penjualan/distribusi (sales and distribution).
Tabel 3. Metrik rantai pasokan beserta satuannya
Atribut Kinerja
Metrik
Data Aktual
POF
%
Supply chain reliability
OFCT
Hari
Supply chain responsiveness
COGS
%
Supply chain costs
CTCCT
Hari
Supply chain asset
management
Sumber : Dipilih dari Bolstroff, 2003.
Data Benchmark
%
Hari
%
Hari
e. Gap analysis
Gap analysis digunakan pada saat melakukan analisis level 1,
yaitu untuk menghitung besarnya peningkatan pendapatan (value of
improvement atau opportunity) apabila target yang ditetapkan untuk
setiap metrik dapat tercapai. Besarnya opportunity dihitung dengan
menggunakan salah satu dari 3 metode (Bolstorff, 2003) berikut :
a. The Lost Opportunity Measure (LOM)
Perhitungan dilakukan atas dasar besarnya pendapatan yang
tidak dapat diraih (lost) sebelum pesanan masuk, karena barang
tidak tersedia.
b. The Cancelled Order Measure (COM)
Perhitungan dilakukan atas dasar besarnya pendapatan yang
tidak dapat diraih (lost) setelah pesanan masuk yang disebabkan
oleh pembatalan pesanan, karena kinerja pengiriman kurang baik.
29
c. The Market Share Measure (MSM)
Metode ini menghitung perkiraan peningkatan pendapatan
sebagai dampak dari terciptanya keuntungan bersaing berdasarkan
kategori customer-facing metrics.
30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (PT ITP Tbk) adalah salah satu
produsen semen terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis
semen bermutu, termasuk produk semen khusus. PT ITP Tbk didirikan pada
tanggal 16 Januari 1985 yang merupakan penggabungan 6 (enam) perusahaan
semen yang memiliki 8 (delapan) buah pabrik. Enam perusahaan tersebut
bergabung menjadi PT ITP Tbk, kedelapan pabrik tersebut berada di satu
lokasi di Citeurup Bogor, Jawa Barat. Berikut enam perusahaan di bawah
adalah :
a. PT Distinct Indonesia Cement Enterprise (DICE)
Pada tahun 1973 PT DICE membangun pabrik semen pertama di
daerah Citeureup dengan kapasitas terpasang sebesar 500.000 ton/tahun
semen abu-abu, selesai pada tahun 1975 dan diresmikan pada tanggal 4
Agustus 1975. Pabrik ini menjadi pabrik ke satu (Plant-1). Tanggal
tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Perseroan. Pada tanggal 4
Agustus 1976, DICE membangun pabrik kedua dengan kapasitas 500.000
ton semen per tahun. Pabrik ini kemudian menjadi pabrik kedua dari
Perseroan (Plant-2). Peralatan pada kedua plant ini menggunakan produksi
Kawasaki Heavy Industries Ltd, Jepang.
b. PT Perkasa Indonesia Cement Enterprise (PICE)
Pada tanggal 26 Desember 1978 PT PICE meresmikan pabrik
semen pertamanya yang memiliki kapasitas produksi 1.000.000 ton semen
per tahun. Pabrik ini kemudian menjadi pabrik semen ketiga dari
Perseroan (Plant-3). Pada tanggal 17 November 1980, PICE meresmikan
pabrik semen kedua dengan kapasitas produksi 1.000.000 ton semen per
tahun. Pabrik ini menjadi pabrik semen keempat dari Perseroan (Plant-4).
Peralatan menggunakan produksi buatan KDH Humboldh Wedag HG,
Jerman.
31
c. PT Perkasa Indah Indonesia Cement Putih Enterprise (PIICPE)
Tanggal 11 Maret 1981 PT PIICPE meresmikan pabrik semennya.
Pabrik semen ini memproduksi 150.000 ton semen putih (White
Cement/WC) dan 50.000 ton semen sumur minyak (Oil Well
Cement/OWC) per tahun. Produksi WC dimulai pada tahun 1982,
sedangkan OWC diproduksi pada tahun 1983. Pabrik semen ini kemudian
menjadi pabrik semen kelima dari Perseroan (Plant-5).
d. PT Perkasa Agung Utama Indonesia Cement Enterprise (PAUICE)
Tanggal 5 September 1983 PT PAUICE meresmikan pabrik
semennya dengan kapasitas 1.500.000 ton semen per tahun. Pabrik ini
kemudian menjadi pabrik keenam dari Perseroan (Plant-6).
e. PT Perkasa Inti Abadi Indonesia Cement Enterprise (PIAICE)
Tanggal 16 Desember 1984 PT PIAICE meresmikan pabrik semen
dengan kapasitas 1.500.000 ton semen per tahun. Pabrik semen ini
kemudian menjadi pabrik ketujuh dari Perseroan (Plant-7).
f. PT Perkasa Abadi Mulia Indonesia Cement Enterprise (PAMICE)
Tanggal 26 Juli 1985 PT PAMICE meresmikan pabrik semen
dengan kapasitas 1.500.000 ton semen per tahun. Pabrik semen ini
kemudian menjadi pabrik kedelapan Perseroan (Plant-8).
Pada tahun 1991 Perseroan mengambil alih kepemilikan PT Tridaya
Manunggal Perkasa Cement (TMPC) yang memiliki kapasitas 1.200,000
ton/tahun, pabrik semen ini terletak di Palimanan, Cirebon, Jawa Barat.
Pabrik semen ini menjadi pabrik ke sembilan (Plant-9).
Pada tahun 1996, Perseroan menyelesaikan pembangunan pabrik ke
10 (Plant-10) dengan lokasi dan kapasitas yang sama dengan pabrik ke 9.
Pada tanggal 1 Maret 1999 pabrik kesebelas (Plant-11) yang terletak di
Citeureup, Bogor, Jawa Barat diresmikan dengan kapasitas terpasang
2.400.000 ton per tahun.
Tanggal 29 Desember 2000 dari hasil merger antara Perseroan dengan
PT Indocement Investama dan PT Indo Kodeco Cement (IKC), maka
32
Perseroan menjadi pemilik pabrik semen di Tarjun, Kota Baru, Kalimantan
Selatan. Pabrik tersebut menjadi pabrik Perseroan keduabelas (Plant-12).
Tanggal 5 Desember 1989 status Perseroan menjadi perusahaan publik
(go public), di mana Perseroan mencatatkan sebagian sahamnya di Bursa
Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Dengan status sebagai
perusahaan publik, maka nama Perseroan ditambah dengan “Tbk.” (yang
berarti Terbuka) menjadi PT ITP Tbk. Selanjutnya, pada tanggal 26
September 1994 Perseroan mencatatkan seluruh sahamnya di BEJ dan BES.
Pada 18 April 2001, Kimmeridge Enterprise Pte. Ltd. (anak
perusahaan Heidelberg Cement Group/”Kimmeridge”) telah membeli seluruh
saham Perseroan milik Badan Penyehatan Perbankan Nasional dan PT
Holdiko Perkasa. Dengan demikian, pada tanggal tersebut Kimmeridge telah
resmi menjadi pemegang saham Perseroan. Pada 24 April 2001, Kimmeridge
melaksanakan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atas sahamsahamnya serta saham-saham PT Mekar Perkasa dan PT Kaolin Indah Utama.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka Kimmeridge menjadi pemegang
45,48% saham Perseroan. Heidelberg Cement Group adalah produsen semen
kelas dunia yang berpusat di Jerman, menjadi pemegang saham pengendali
Perseroan. Dengan masuknya Perseroan ke dalam Heidelberg Cement Group
(melalui Kimmeridge), Perseroan memperoleh manfaat keahlian teknis dan
keuangan bertaraf internasional, serta dukungan jaringan global di bidang
pemasaran.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 32 Tanggal 25 Juni 1985,
Pemerintah RI memutuskan untuk penyertaan modal umum pada PT ITP
sebesar 35% dari total saham Rp 364.333.840,00 sedangkan 65% selebihnya
dimiliki oleh pihak swasta. Setelah mengalami beberapa perubahan, maka
susunan pemegang saham saat ini adalah :
Gambar 10. Susunan pemegang saham PT ITP Tbk.
(PT ITP Tbk. Data per 30 Juni 2009a)
33
4.2 Lokasi Pabrik dan Terminal Distribusi
Lokasi suatu industri merupakan salah satu faktor yang tidak dapat
diabaikan begitu saja. Dengan memiliki lokasi yang tepat, maka
perkembangan suatu industri dapat menjadi lebih baik.
Lokasi pabrik semen yang dimiliki PT ITP Tbk terdapat di tiga lokasi
yang berbeda, yaitu :
1. Kompleks pabrik Citeureup, Bogor berjumlah 9 pabrik dengan luas area
200 Ha dan memiliki kapasitas produksi 11,9 juta ton semen/tahun.
2. Kompleks pabrik Palimanan, Cirebon berjumlah 2 pabrik dengan luas area
37 Ha dan memiliki kapasitas produksi 2,6 juta ton semen/tahun.
3. Kompleks pabrik Tarjun, Kalimantan Selatan berjumlah 1 pabrik dengan
luas area ± 20 Ha dan memiliki kapasitas produksi 2,6 juta ton
semen/tahun.
PT ITP Tbk memiliki empat terminal distribusi yaitu terminal Tanjung
Priok, terminal Semarang, terminal Surabaya dan terminal Lombok. PT ITP
juga mempunyai 9 gudang penyimpanan yang tersebar di beberapa daerah di
Indonesia, yaitu Serang, Sunda Kelapa, Sukabumi, Cimareme (Bandung),
Pemalang, Semarang, Pati, Magelang dan Surabaya.
PT ITP Tbk unit pabrik Citeureup sendiri memiliki lokasi yang
dikatakan strategik. PT ITP Tbk juga memiliki akses jalan sangat baik, karena
letaknya yang strategik. Ini bisa dilihat dengan adanya akses jalan tol
Jagorawi yang hanya berjarak beberapa kilometer dari lokasi pabrik, sehingga
perusahaan dengan mudah memasarkan produknya kepada masyarakat
ataupun industri lain.
Dengan lokasi sangat strategik, maka secara logika tidaklah sulit bagi
PT ITP Tbk untuk memenuhi permintaan konsumen (pasar) dalam memenuhi
kebutuhan semen, khususnya Indonesia.
34
4.3 Struktur Organisasi dan Jumlah Karyawan
a. Struktur organisasi
Sebagi suatu badan usaha yang bergerak di bidang industri dan
perdagangan produk semen, maka perusahaan membagi unit dalam
organisasi secara fungsional.
Kekuasaan tertinggi terletak pada Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), sedangkan untuk melaksanakan kegiatan operasional dipegang
oleh dewan direksi yang bertugas melaksanakan kebijakan yang telah
digariskan oleh RUPS. Sebagai wakil dari pemegang saham dalam
melaksanakan
pengawasan
disusun
dewan
komisaris
dan
untuk
melaksanakan kegiatan eksekutif sehari-hari direksi mengangkat plant
division manager untuk mengawasi jalannya pabrik. Struktur organisasi
PT ITP Tbk dapat dilihat pada Lampiran 3.
Berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan pada
tanggal 14 Mei 2008, maka susunan Dewan Komisaris dan Direksi
Perseroan adalah sebagai berikut :
Dewan Komisaris
Komisaris Utama
: DR. Albert Scheuer
Wakil Komisaris Utama (merangkap komisaris
Independen)
: Sudwikatmono
Wakil Komisaris Utama (merangkap komisaris
Independen)
: I Nyoman Tjager
Komisaris Independen
: Sri Prakash
Komisaris
: DR. Lorenz Naeger
Komisaris
: DR. Bernd Scheifele
Komisaris
: Daniel Gauthier
Dewan Direksi
Direksi Utama
: Daniel Lavalle
Wakil Direksi Utama
: Tedy Djuhar
Direktur (Komersial)
: Nelson Borch
Direktur (Keuangan)
: Christian Kartawijaya
Direktur (SDM)
: Kuky Permana
35
Direktur (Teknik)
: Hasan Imer
Direktur
: Beni S. Santoso
Direktur
: Ernest G. Jelito
Tugas dan Wewenang serta Urutan Hirarki
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
a. Membubarkan perusahaan dan mengembangkan usaha
b. Mengangkat dan memberhentikan pengurus
2. Dewan Komisaris
a. Memberhentikan dan mengangkat direksi perusahaan
b. Mengesahkan anggaran dan belanja perusahaan
c. Mengawasi jalannya perusahaan
3. Dewan Direksi
a. Menyusun dan melaksanakan anggaran dan belanja perusahaan
b. Mengelola dan mengembangkan jalannya perusahaan
4. Plant Coordinator
a. Mengkoordinir pengelola operasional plant dan divisi penunjang
b. Menyusun dan melaksanakan anggaran dan belanja perusahaan
5. Plant/Division Manager
a. Mengkoordinir operasional department haed di bawahnya.
b. Menyusun dan melaksanakan anggaran belanja plant/division
6. Department Head
7. Section Head/Superintendent
8. Foreman
9. Pelaksana
10. Pembantu Pelaksana
b. Jumlah Pegawai PT ITP Tbk
PT ITP Tbk yang bergerak di bidang pembuatan semen sebagai
bisnis utama, dimana secara ekonomi dan politis memiliki nilai strategik.
Didukung oleh ± 5.000 tenaga kerja dengan berbagai keahlian, dari tahun
ke tahun menunjukkan kinerja yang semakin baik. Sistem kerja mengacu
36
pada penerapan teknologi proses yang semakin canggih, sumber daya
manusia yang semakin handal, administrasi yang tertib dan penggabungan
infrastruktur yang baik, sehingga semua berintegrasi dengan baik
merupakan jaminan langsung pada pabrik ini. Berikut adalah jumlah
karyawan PT ITP Tbk (Tabel 4).
Tabel 4. Jumlah karyawan PT ITP Tbk
Lokasi
Jumlah (orang)
Head Office
619
Citeureup
3.120
Cirebon
715
Tarjun
757
Total
5.211
Sumber : PT ITP Tbk per Oktober 2009b.
4.4 Bidang Usaha
PT ITP Tbk telah memproduksi berbagai semen. Produksi semen yang
dihasilkan mempunyai merek dagang “Tiga Roda”.
Gambar 11. Merek dagang produk semen PT ITP Tbk
37
Semen yang dihasilkan mempunyai berbagi jenis dan kegunaannya,
yaitu :
a. Semen Portland Tipe I
Standar : SNI 15-2049-1994 (Indonesia), ASTM C 150-00 (Amerika), BS 12,
1996 (Inggris)
Semen Portland adalah hidraulic binder (material yang mempunyai
sifat-sifat adesif dan kohesif) yang dalam penggunaannya tidak memiliki
persyaratan khusus, misalnya untuk bangunan perumahan, gudang bertingkat,
jalan, jembatan, dan dapat dipakai sebagai bahan baku komponen bangunan
seperti asbes semen, ubin, batako, paving block, eternit dan lain-lain.
b. Semen Portland Tipe II
Standar : SNI 15-2049-1994 (Indonesia), ASTM C 150-00 (Amerika)
Jenis semen Portland dapat digunakan untuk bangunan yang
memerlukan ketahanan sulfat sedang atau panas hidrasi rendah, misalnya untuk
kontruksi beton massa seperti bendungan, bangunan di daerah rawa dan lainlain.
c. Semen Portland Tipe V
Standar : SNI 15-2049-1994 (Indonesia), ASTM C 150-00 (Amerika)
Jenis semen Portland yang biasanya digunakan untuk proyek-proyek
khusus dengan ketahanan pada sulfat tinggi, misalnya untuk tiang pancang,
kontruksi bangunan di daerah gambut, dan lain-lain.
d. Semen Portland Putih (semen putih)
Standar : SNI 15-0129-1998 (Indonesia)
Jenis semen ini, pada umumnya digunakn untuk pembuatan ubin teraso,
patung-patung dan dekorasi lainnya serta sebagai pengisi lantai atau tembok
dan keramik. Produk ini merupkan satu-satunya diproduksi di Indonesia.
e. Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement)
Standar : API Spesification 10 A (American Petrolium Institute), Class G-HSR
(High Sulfat Resistant), SNI 15-3044-1992 Kelas G
Jenis semen ini khusus digunakan dalam proses pengeboran minyak
bumi atau gas alam, baik di darat maupun lepas pantai.
38
f. Semen Portland Pozzolan (Pozzolan Portland Cement – PCC)
Standar : SNI 15-0302-1999 (Indonesia)
Semen Portland Pozzolan yang diproduksi PT ITP adalah jenis IP-U
yang dapat digunakan untuk semua tujuan pembuatan adukan beton.
4.5 Proses Pembuatan Semen
Sejauh ini terdapat empat macam proses pembuatan semen, dibedakan
berdasarkan kondisi fisik bahan baku yang diumpankan ke dalam tanur.
Pemilihan jenis proses tergantung kepada bahan baku yang tersedia, kondisi
fisik dan kimia bahan baku, pertimbangan teknis dan ekonomi. Proses-proses
tersebut adalah :
1. Proses basah (wet process)
Pada proses ini, material memiliki kadar air 25-37%. Material lalu
digiling hingga terjadi proses pencampuran. Slurry yang memenuhi syarat
dimasukkan kedalam kiln untuk dibakar. Tahap pembakaran dalam rotary
kiln mencakup proses :
a.
Drying : Penguapan air.
b.
Calcination : Disosiasi CaCO3 menjadi CaO dan CO2, dekomposisi
tanah liat.
c.
Sintering : Tahap saat sebagian bahan baku mulai meleleh.
d.
Reaction : Terbentuknya C2S, C3S, C3A dan C4AF.
Setelah klinker terbentuk (dengan suhu pembakaran kiln 1.450oC),
dilakukan pendinginan secara cepat, lalu hasilnya disimpan dalam
penyimpanan klinker. Kemudian dilakukan penambahan gypsum (3-5%)
dan digiling. Kebutuhan panas pada proses basah adalah 1.200-1.300
kcal/kg klinker.
2. Proses semi basah
Proses semi basah dikenal dengan nama shaft kiln process. Umpan
tepung bahan baku dengan kadar air 15-25% dicampur langsung dengan
batu bara dan air membentuk coke. Coke kemudian diumpankan ke dalam
tanur tegak. Proses pengeringan, pemanasan awal dan kalsinasi terjadi
39
secara berurutan dalam tanur. Kebutuhan panas pada proses ini sekitar 850
kcal/kg klinker.
3. Proses semi kering
Proses semi kering menggunakan umpan bahan dengan kandungan
air 10-15%, dibentuk berupa butiran yang kemudian dijadikan umpan
prapemanas. Kebutuhan panas pada proses ini 850-900 kcal/kg klinker.
4. Proses kering
Umpan Tanur berupa butiran tepung baku halus dengan kadar air
0,5-3,5%. Pada proses ini penguapan air dan prakalsinasi berlangsung
dalam suspension preheater, sedangkan dalam tanur berlangsung proses
kalsinasi sisa dan pembentukan klinker. Digunakan umpan kering untuk
suspension preheater dan rotary kiln, dengan tahap proses.
a.
Drying : Dalam suspension preheater, bertujuan menghilangkan kadar
air.
b.
Calcination : Terjadi didalam suspension preheater dan rotary kiln.
c.
Reaction : Dalam rotary kiln.
4.6 Diagram Alir Proses
Produksi semen membutuhkan bahan baku yang bersifat kering,
proporsional, dan homogen sebelum ditransfer ke dalam tanur pembakaran.
Hasil pencampuran ini dikenal dengan nama klinker, yang kemudian
dihaluskan dengan campuran gipsum di dalam penggilingan semen untuk
menghasilkan OPC atau dicampur dengan bahan aditif lainnya untuk
menghasilkan tipe semen yang lain. Rataan sekitar 960 kg klinker
menghasilkan satu ton OPC. Tahapan proses produksi semen adalah :
1. Penambangan
Bahan baku utama yang digunakan dalam memproduksi semen
adalah batu kapur, pasir silika, tanah liat, pasir besi dan gipsum. Batu
kapur, tanah liat dan pasir silika di tambang dengan cara pengeboran dan
peledakan dan kemudian dibawa ke mesin penggiling yang berlokasi
40
tidak jauh dari tambang. Bahan yang telah digiling kemudian dikirim
melalui ban berjalan atau dengan menggunakan truk.
Dalam sistem proses basah, bahan baku dimasukkan ke dalam
tanur dengan wujud aslinya yang masih basah, sehingga membutuhkan
konsumsi panas yang relatif tinggi. Dalam sistem proses kering, bahan
baku telah dikeringkan dan dimasukkan ke tanur dalam bentuk bubuk. Ini
memberikan keuntungan sehingga digunakan oleh produsen semen saat
ini. PT ITP menggunakan proses tanur kering, yang mengkonsumsi panas
lebih sedikit dan lebih efisien dibandingkan proses tanur basah.
2. Pengeringan dan Penggilingan
Semua bahan yang sudah dihancurkan dikeringkan di dalam
pengering yang berputar untuk mencegah pemborosan panas. Kadar air
dari material tersebut menjadi turun sesuai dengan kontrol kualitas yang
telah ditentukan sesuai standar yang telah ditetapkan. Setelah disimpan di
Raw Mill Feed Bins, campuran material yang telah mengikuti standar
dimasukkan ke dalam penggilingan. Dalam proses penggilingan ini,
pengambilan contoh dilakukan setiap satu jam untuk diperiksa agar
komposisi masing-masing material tetap konstan dan sesuai dengan
standar. Setelah itu tepung yang telah bercampur itu dikirimkan ke
tempat penyimpanan.
3. Pembakaran dan Pendinginan
Dari tempat penyimpanan hasil campuran yang telah digiling,
material yang telah halus itu dikirim ke tempat pembakaran yang
berputar dan bertemperatur sangat tinggi sampai menjadi klinker. Setelah
klinker ini didinginkan, dikirim ke tempat penyimpanan. Selama proses
ini berlangsung, peralatan yang canggih digunakan untuk memantau
proses pembakaran yang diawasi secara terus menerus dari Pusat
Pengendalian. Bahan bakar yang dipergunakan adalah batu bara, kecuali
untuk semen putih dan oil well cement digunakan gas alam.
41
4. Penggilingan Akhir
Klinker yang sudah didinginkan kemudian dicampur dengan
gipsum yang masih diimpor, kemudian digiling untuk menjadi semen.
Penggilingan ini dilaksanakan dengan sistem close circuit untuk menjaga
efisiensi serta mutu yang tinggi. Semen yang telah siap untuk dipasarkan
ini kemudian dipompa ke dalam tangki penyimpanan.
5. Pengantongan
Dari silo tempat penampungan, semen dipindahkan ke tempat
pengantongan untuk kantong maupun curah. Pengepakan menjadi efisien
dengan menggunakan mesin pembungkus dengan kecepatan tinggi.
Kantong-kantong yang telah terisi dengan otomatis ditimbang dan dijahit
untuk kemudian dimuat ke truk melalui ban berjalan. Sedangkan semen
curah dimuat ke lori khusus untuk diangkut ke tempat penampungan di
pabrik, atau langsung diangkut ke Tanjung Priok untuk disimpan atau
langsung dikapalkan.
Diagram alir proses pembuatan semen terlihat pada Gambar 12.
1
2
3
4
5
Gambar 12. Diagram alir proses pembuatan semen
42
4.7. Pemetaan Level 1
PT ITP Tbk dalam menjalankan operasi produksinya menerapkan rantai
pasok yang melibatkan berbagai tahapan-tahapan mata rantai dari supplier
hingga ke pelanggan. Rantai pasok PT ITP mempunyai 2 jalur pasokan. Jalur
pasokan pertama yang disebut dengan proses pesanan barang jadi (semen)
pada Gambar 13.
Supplier
PT ITP
Main Distributor
City Distributor
Toko/End-user
Gambar 13. Rantai pasok jalur pertama PT ITP (PT ITP, 2009a)
Keterangan :
Aliran material
Aliran Informasi dan data
Aliran uang
Pada Rantai pasok jalur pertama PT ITP, dalam memenuhi pesanan
pelanggannya diawali dengan memesan kebutuhan bahan baku pembuatan
semen kepada pemasok-pemasok yang telah dipilih perusahaan (Tabel 5).
Tabel 5. Pemasok bahan baku PT ITP.
Pemasok
Barang yang dipasok
1. PT Aneka Tambang Cilacap
Pasir besi
2. PT Pertamina (Persero)
Bahan bakar minyak
3. PT Adaro Indonesia
Batu bara
4. Mondi Packaging Dynas AB
Kertas kraft
5. PT Politama Pakindo
Kertas Woven
6. United Overseas Commodity
Gypsum
7. Refratechnik Asia Ltd
Bata api
Sumber : Data PT ITP, 2009c. 43
Setelah bahan baku tersedia, PT ITP melakukan proses produksi yang
telah dijelaskan pada 4.5 untuk menghasilkan produk semen jadi. Produk
semen jadi yang disediakan PT ITP berupa bulk dan bag semen. Bulk semen
adalah semen yang dijual berbentuk curah, dijual per truk tank semen. Bag
semen adalah semen yang dijual dalam bentuk yang sudah dikantongi. Satu
kantong semen berisi 50 kg semen. Bag semen dapat ditemui di berbagai toko
bangunan. Masyarakat biasa menyebut satu bag semen dengan sebutan satu
sak semen. Permintaan akan semen di PT ITP pada jalur pertama melalui 2
distributor. Toko pelanggan memesan semen kepada City Distributor, setiap
CD mempunyai wilayah pemasaran dan toko pelanggan masing-masing, serta
bertanggungjawab untuk mencari pelanggan baru, fungsi lain dari CD adalah
memelihara wilayah pemasarannya dari serangan pesaing dan membuat
program promosi untuk menarik pelanggan baru.
Setelah pesanan dari toko terkumpul semua, data pesanan di proses
melalui sistem WOMS (Web Order Management System) data dari WOMS
ini di kirim ke server Main Distributor (MD) untuk selanjutnya dilakukan
pengolahan data. Dalam pengolahan data ini termasuk juga melakukan seleksi
terhadap pelanggan yang masih mempunyai piutang, bila masih mempunyai
piutang dan sudah jatuh tempo belum melakukan pembayaran, maka oleh
sistem secara otomotis pesanannya tidak akan di proses. Hasil pengolahan
data dari WOMS kemudian diunggah
ke komputer pusat PT ITP. Oleh
petugas PT ITP, pesanan dipilah berdasarkan wilayah pemasaran untuk
menentukan dispatch origin, yang dimaksud dengan dispatch origin adalah
pusat distribusi, baik plant atau warehouse. Tujuan dari penentuan dispatch
origin ini adalah untuk efisiensi ongkos angkut truk yang disewa oleh PT
ITP. Kemudian dispatch origin mengunduh DO (Delivery Operation) dan
mencetaknya dari perusahaan. Dispatch origin menentukan waktu pengiriman
sesuai dengan keinginan pelanggan, yaitu harapan pengiriman yang
dicantumkan di data DO. Proses pesanan selesai, pengiriman semen
dilakukan. PT ITP menyuruh armadanya untuk mengirimkan barang pesanan
pelanggan ke tempat tujuan pelanggan.
44
Nama-nama distributor PT ITP adalah :
1. PT Bangunsukses Niagatama Nusantara
9.
2. PT Intimegah Mitra Sejahtera
10. PT Nusa Makmur Perdana
3. PT Angkasa Indah Mitra
11. PT Kirana Semesta Niaga
4. PT Saka Agung Abadi
12. PT Cipta Pratama Karyamandiri
5. PT Kharisma Mulia Abadijaya
13. PT Indo Timur Prima
6. PT Primasindo Cipta Sarana
14. PT Citrabaru Mitra Perkasa
7. PT Samudera Tunggal Utama
15. PT Sumber Abadi Sukses
8. PT Adikarya Maju Bersama
PT Royal Inti Mandiri Abadi
Pada jalur rantai pasokan kedua yang disebut dengan proses fisik, di
awali dari PT ITP menerima pesanan dari distributor/toko/end-user langsung.
Selanjutnya PT ITP langsung mengirimkan pesanan ke tempat tujuan masingmasing. Pembelian semen melalui PT ITP, minimal transaksi pembelian
adalah 1 DO (1 DO = 160 sak semen = 8 ton). Rantai pasok jalur kedua
disajikan pada Gambar 14.
Pemasok
PT ITP
Distributor/Toko/End-user
Gambar 14. Rantai pasok jalur kedua PT ITP (PT ITP, 2009a)
Keterangan :
Aliran material
Aliran informasi dan uang
Pada pemetaan level 1 terdapat ruang lingkup unsur-unsur proses
SCOR pada rantai pasok PT ITP, disajikan pada Tabel 6.
45
Tabel 6. Ruang lingkup unsur-unsur proses SCOR.
No.
Unsur
Proses
Mata Rantai 1
(Supplier)
Mata Rantai 2 (PT ITP)
Mata Rantai 3 (Main
Disributor)
Mata Rantai 4 (City
Distributor)
1
Plan
Perencanaan supply
bahan baku seperti
pasir besi, gypsum,
tanah liat, batubara,
bahan bakar dan
perencanaan
finansial.
Perencanaan kebutuhan
raw mill, perencanaan
persediaan semen,
persiapan maintenance,
perencanaan produksi
dan perencanaan
delivery.
Perencanaan
pemenuhan permintaan
semen di wilayahnya.
Perencanaan
pemenuhan
permintaan semen di
wilayahnya.
2
Source
Pengadaan bahan
baku untuk
memasok bahan
baku ke ITP dan
membuat
kesepakatan dengan
client.
Pemesanan semen ke
ITP.
Pemesanan semen ke
main distributor.
3
Make
Tidak ada proses
membuat, karena
bahan baku tersedia
dari alam langsung
diangkut ke ITP.
Pemesanan, pengiriman,
pemeriksaan dan
pengeluaran yang
berkaitan dengan
pemerolehan bahan baku
dari pemasok, memilih
pemasok dan membuat
kesepakatan dengan
pemasok.
Memproduksi dan
melakukan packing
semen.
Main distributor tidak
merubah, baik bentuk
maupun kemasan
semen.
City distributor tidak
merubah, baik
bentuk maupun
kemasan semen.
Mata Rantai 5
(Toko/Enduser)
Perencanaan
pembelian
semen,
perencanaan
persediaan
semen
dan
perencanaan
jumlah
pemakaian
semen.
Pembelian
semen melalui
city distributor.
Tidak ada
proses membuat
oleh toko/enduser. Toko
sebagai penjual
semen kiloan,
sedangkan enduser sebagai
pemakai akhir.
45
46
Lanjutan Tabel 6. Ruang lingkup unsur-unsur proses SCOR.
No.
Unsur
Proses
4
Deliver
5
Return
Mata Rantai 1
(Supplier)
Mata rantai 2 (PT ITP)
Mata Rantai 3 (Main
Disributor)
Mata Rantai 4 (City
Distributor)
Melakukan
Melakukan
pengangkutan bahan packaging/pengemasan
sesuai prosedur ITP,
baku ke ITP
melakukan pengiriman
dengan transportasi yang
tepat dan tepat waktu,
mengelola proses
pesanan dan menjaga
hubungan baik dengan
pelanggan (main
distributor,city
distributor dan toko /
end-user).
Pembuatan klaim atas
Mengelola
pengembalian bahan bahan baku yang tidak
sesuai permintaan ke
baku yang tidak
pemasok dan mengelola
sesuai permintaan
klaim atas semen yang
dari PT ITP dan
kurang, karena dicuri
menyediakan
atau rusak karena pecah
transportasi untuk
dan basah dari pelanggan
pengiriman bahan
ITP. Mengganti barang
baku pengganti
yang kurang.
Mengelola proses
pesanan, menjaga
hubungan baik dengan
pelanggan (city
distributor,toko/enduser) dan mengatur
pembukuan kredit.
Mengelola proses
pesanan, pelayanan
pelanggan dan
menjaga hubungan
baik dengan
pelanggan (toko /
end-user).
Mengelola klaim dari
pelanggan dan
melaporkannya kepada
ITP.
Mengelola klaim dari
pelanggan dan
melaporkannya
kepada main
distributor.
Mata Rantai 5
(Toko/Enduser)
Toko
melakukan
pengiriman
kepada end-user
setiap ada
pembelian. Enduser tidak
melakukan
proses
pengiriman
karena dipakai
sendiri.
Pembuatan
klaim atas
semen yang
kurang ke city
distributor.
46
47
4.8. Metrik Kinerja SCOR Level 1
Rantai pasok semen Tiga Roda akan diukur dengan metrik kinerja level
1, yaitu kinerja penyampaian PT ITP dalam menyampaikan semen kepada
pelanggan (toko/end-user). Bolstorff
(2003) menjelaskan bahwa analisis
level satu dimulai dengan mendefinisikan tujuan bisnis perusahaan. Hal ini
dilakukan agar evaluasi kinerja rantai pasok yang akan dilakukan sejalan
dengan strategi perusahaan dan fokus pada tujuan utama yang ingin dicapai
perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan bagian logistic division PT
ITP, disebutkan bahwa tujuan bisnis PT ITP didefinisikan sebagai berikut :
1. Memberikan tingkat pelayanan terbaik.
2. Meningkatkan keuntungan perusahaan.
Tujuan pertama dapat dicapai dengan menganalisis nilai dari tiga
indikator di bawah ini :
a. Delivery performance.
b. Responsiveness to customer demand.
c. Flexibility to demand changes.
Tujuan kedua dapat dicapai dengan menganalisis nilai dari dua
indikator di bawah ini :
a. Supply chain cost.
b. Asset management efficiency.
Setelah mengetahui tujuan bisnis di atas langkah selanjutnya mengukur
metrik-metrik pada SCOR yang bersesuaian dengan tujuan bisnis tersebut.
Berdasarkan perhitungan yang ditampilkan pada Lampiran 4-5, metrik-metrik
yang diberikan oleh SCOR dapat dilihat pada kolom data aktual pada Tabel 7.
Untuk tujuan bisnis yang pertama, data yang tersedia adalah untuk POF dan
OFCT. Sementara untuk tujuan kedua, data yang tersedia adalah untuk COGS
dan CTCCT.
Setelah mendapatkan data aktual dan mengkalkulasi
berdasarkan
keempat metrik tersebut, langkah selanjutnya menentukan posisi aktual dan
menetapkan kinerja target untuk masing-masing metrik berdasarkan data
benchmark. Data benchmark diperoleh dari Global Supply Chain Benchmark
tahun 2010 untuk industri semen yang dikeluarkan oleh SCC, sebuah lembaga
48
non-profit yang independen di Amerika Serikat. Global Supply Chain
Benchmark 2010 merupakan hasil kerjasama antara SCC dan APQC
(American Productivity and Quality Center)/http://www.apqc.org, sebuah
lembaga
non-profit
yang
bergerak
dalam
bidang
riset
mengenai
benchmarking untuk perusahaan-perusahaan dalam industri tertentu. Data
benchmark ini digunakan untuk menentukan kinerja target, memberikan
gambaran mengenai besarnya gap antara kinerja perusahaan dengan kinerja
perusahaan yang menjadi acuan dalam data benchmark dan tren kinerja dari
tahun ke tahun, serta membantu dalam mengarahkan pengembangan rantai
pasok.
Data benchmark terdiri dari 3 kategori, yaitu superior, advantage dan
parity. Data pada kategori superior diperoleh dari persentil 90 perusahaanperusahaan dengan nilai terbaik untuk masing-masing metrik. Data pada
kategori parity diperoleh dari rataan nilai perusahaan pada posisi median
(rataan nilai tengah). Sedangkan data pada kategori advantage merupakan
rataan nilai tengah antara kategori superior dan parity (Bolstorff, 2003).
Apabila data aktual dari suatu metrik berada di posisi superior, artinya
kinerja perusahaan berdasarkan metrik tersebut sudah dalam posisi terbaik,
sehingga tidak perlu lagi dilakukan analisis pada level 2. Namun, bila data
aktual berada di posisi advantage, parity, atau di bawah parity, maka harus
dilakukan analisis lebih rinci pada level-level selanjutnya. Dalam menetapkan
kinerja target untuk setiap metrik, SCC menjelaskan ketentuan penetapan
tersebut dalam Bolstorff, 2003. Kinerja target pada kategori superior
ditetapkan hanya untuk satu atribut yang menjadi fokus perusahaan atau
metrik-metrik yang mewakili tujuan bisnis yang utama. Demikian juga
dengan kinerja target pada kategori advantage hanya diberikan pada satu
atribut yang menjadi fokus berikutnya. Sedangkan, kinerja target kategori
parity ditetapkan untuk dua atribut lainnya.
Data aktual dan benchmark dari industri sejenis secara global yang
terdiri dari tiga kategori untuk mengetahui posisi kinerja PT ITP pada Tabel
7.
49
Tabel 7. Metrik SCOR model level 1
Performance
Atribute
Level 1 Metric
Data Aktual
(a)
Superior
(b)
Advantage
(c)
Parity
(d)
Supply Chain
Reliability
POF (RL.1.1) (%)
82,43
99
90,8
80
Supply Chain
Responsiveness
OFCT (RS.1.1)
(hari)
2
1,6
4
7
Supply Chain
Costs
Supply Chain
Management Cost
N/A
N/A
N/A
N/A
COGS (CO.1.2)
(%)
53,84
27,3
50
64,3
CTCCT (AM.1.1)
(hari)
53
25
41
62,5
Return on Supply
Chain Fixed Assets
N/A
N/A
N/A
N/A
Supply Chain
Asset
Management
Keterangan : N/A = not available (tidak tersedia)
Target kinerja
Sumber : 1. (a) Data divisi logistik PT ITP 2009d.
2. (b), (c), (d) Global SCC Benchmark Januari 2010.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa untuk tujuan bisnis
memberikan tingkatan layanan terbaik, metrik POF pada data aktual PT ITP
berada di antara parity dan advantage. Sedangkan metrik OFCT berada di
antara advantage dan superior. PT ITP harus menetapkan kinerja target untuk
POF dan OFCT pada posisi superior karena keduanya sejalan dengan tujuan
bisnis yang utama yaitu memberikan tingkat layanan terbaik.
Metrik
untuk
tujuan
bisnis
kedua,
meningkatkan
keuntungan
perusahaan, yaitu COGS pada data aktual PT ITP berada di antara parity dan
advantage. Sedangkan CTCCT pada data aktual PT ITP berada di antara
parity dan advantage. Data aktual COGS dan CTCCT tidak dapat diperoleh
dalam satu angka yang pasti, karena data bersifat rahasia. Dalam mengolah
data COGS dan CTCCT, data tersebut diperoleh dari neraca konsolidasi
triwulan PT ITP, per 30 September 2009. Dengan asumsi perusahaan yang
menetapkan pengurangan biaya pada produksi dan operasi perusahaan, COGS
berada pada posisi antara parity dan advantage, serta mengacu pada Tabel 7
terlihat bahwa target COGS yang ingin dicapai berada pada posisi advantage.
50
Dalam SCOR Model, tidak disarankan terdapat lebih dari satu tujuan bisnis
dengan kinerja target pada posisi superior. Lingkup proyek pengembangan
rantai pasok yang kompleks, menghendaki adanya pembatasan kinerja target
pada posisi superior, agar usaha perbaikan yang dilakukan hanya pada satu
tujuan bisnis. Oleh karena itu, kinerja target untuk COGS ditetapkan pada
posisi advantage. Terakhir, kinerja target untuk CTCCT, yaitu pada posisi
parity. Hal ini juga disebabkan aturan dalam SCOR yang tidak
memungkinkan lebih dari satu target pada posisi advantage.
Setelah menetapkan kinerja target, langkah selanjutnya adalah
melakukan gap analysis yang bertujuan untuk menghitung besarnya
perbedaan antara kondisi aktual dengan yang ditargetkan. Besarnya
perbedaan tersebut diterjemahkan dalam besarnya peningkatan pendapatan,
apabila kinerja ditingkatkan sampai mencapai target (Bolstorff, 2003).
Besarnya perbedaan berdasarkan gap analysis disajikan dalam Tabel 8,
dimana kolom opportunity diisi dengan besarnya peningkatan pendapatan bila
kinerja untuk metrik-metrik tersebut ditingkatkan sampai pada posisi yang
ditargetkan. Untuk menghitung opportunity, diperlukan data nilai total
pendapatan dan persentase laba kotor yang dihasilkan oleh produk semen
(Bolstorff, 2003). Namun karena data keuangan bersifat rahasia dan peneliti
melakukan penelitian di bulan Desember, dimana perusahaan belum
melakukan tutup buku, maka besarnya opportunity dihitung menggunakan
beberapa angka pendekatan. Pertama, laba kotor PT ITP diambil dari neraca
konsolidasi triwulan per 30 September 2009. Peneliti mengambil data
keuangan dari neraca konsolidasi triwulan per 30 September 2009, karena PT
ITP melakukan laporan keuangan setiap triwulan tahun berjalan. Laporan
akhir tahun PT ITP belum dapat diterima oleh peneliti, karena peneliti
melakukan penelitian di bulan Desember. Berdasarkan laporan keuangan PT
ITP per 30 September 2009, diketahui besarnya laba kotor 46,16%. Kedua,
total pendapatan dihitung berdasarkan penjualan dari total produksi semen
selama triwulan September 2009.
51
Tabel 8. Gap analysis antara data aktual dengan kinerja target
Performan
ce Atribute
Level 1 Metric
Data
Aktual
Superior
Advantage
Parity
Supply
Chain
Reliability
Supply
Chain
Responsive
ness
POF (RL.1.1)
(%)
82,43
99
90,8
80
Requirement
Gap
16,6
OFCT
(RS.1.1) (hari)
2
1,6
4
7
2
Supply
Chain
Costs
Supply Chain
Management
Cost
COGS
(CO.1.2) (%)
N/A N/A
N/A
N/A
N/A
53,84
27,3
50
64,3
3,8
Rp
127.956.658
.590 **)
53
25
41
62,5
9,5
Mengurangi
beban bunga
dan
opportunity
cost
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
CTCCT
Supply
(AM.1.1)
Chain
(hari)
Asset
Manageme
nt
Return on
Supply Chain
Fixed Assets
Keterangan : N/A = not available
*) Lihat Tabel 9
* *) Lihat Tabel 10
Target kinerja
Terdapat beberapa metode dalam SCOR Model yang dapat digunakan
untuk menghitung besarnya opportunity untuk POF. Salah satu metode yang
digunakan dalam penulisan ini adalah LOM
(Bolstroff, 2003). Dengan
metode ini dapat diketahui besarnya kesempatan yang hilang untuk
memperoleh pendapatan tertentu dengan kinerja POF dan COGS saat ini. Hal
tersebut adalah bila PT ITP dapat memperbaiki kinerjanya, maka mengalami
peningkatan pendapatan. Cara menghitung opportunity untuk metrik POF dan
COGS dijelaskan Tabel 9 – 10.
Opportunity
Rp
552.146.310
.636 *)
Meningkatkan
kehandalan
pasokan/pen
giriman
N/A
52
Tabel 9. Tabel perhitungan opportunity untuk POF dengan LOM
Komponen
Hasil Perhitungan
Total pendapatan (Rp)
7.218.814.234.817
POF aktual (%)
82,43
POF target (superior) : %
99
Total pendapatan x ((100-POF aktual)/100) (a) : Rp
1.268.345.661.057
Total pendapatan x ((100-POF target)/100) (b) : Rp
72.188.142.348
Selisih (a) dan (b) : Rp
1.196.157.518.709
Laba kotor (%)
46,16
Laba kotor x selisih (opportunity) : Rp
552.146.310.636
Besarnya opportunity untuk metrik OFCT dalam mencapai target
sejalan dengan opportunity yang berasal dari POF. Apabila OFCT makin
rendah, artinya waktu tunggu makin pendek, maka otomatis membuat nilai
POF semakin tinggi dan berdampak pada peningkatan pendapatan (Bolstroff,
2003).
Opportunity untuk metrik COGS diperoleh dengan menghitung
besarnya penurunan COGS bila target tercapai. Penurunan tersebut secara
langsung menandakan peningkatan dalam laba kotor atau laba operasi seperti
terlihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Tabel perhitungan opportunity untuk COGS dengan LOM
Komponen
Total pendapatan (Rp)
COGS aktual (%)
COGS target (advantage) : %
Total pendapatan x COGS aktual (a) : Rp
Total pendapatan x COGS target (b) : Rp
Selisih (a) dan (b) : Rp
Laba kotor (%)
Laba kotor x selisih (opportunity) : Rp
Hasil Perhitungan
7.218.814.234.817
53,84
50
3.886.609.584.025
3.609.407.117.409
277.202.466.616
46,16
127.956.658.590
Terakhir, perhitungan besarnya opportunity dari CTCCT diperlukan
data besarnya biaya bunga per hari, tetapi karena perusahaan tidak berkenan
memberikannya, maka besarnya opportunity tidak dapat ditentukan.
53
4.9. Pemetaan Level 2
Pada pemetaan level 2 ini, setiap proses inti dalam SCOR akan
ditampilkan lebih rinci dari proses-proses rantai pasok perusahaan. Ada tiga
tipe proses SCOR, yaitu planning (perencanaan), excecution (pelaksanaan)
dan enable (pengaturan antara perencanaan dan pelaksanaan). Tipe proses
SCOR pada PT ITP dijelaskan sebagai berikut :
1. Planning (Perencanaan)
Proses perencanaan pada PT ITP sudah sangat baik. Dimulai dari
perencanaan rantai pasok secara keseluruhan, yaitu proses perencanaan
pengadaan bahan baku dari pemasok, perencanaan kebutuhan bahan baku
oleh PT ITP, perencanaan persediaan semen, persiapan peralatan,
perencanaan produksi, perencanaan pengiriman kepada pelanggan, hingga
perencanaan pelayanan klaim dari pelanggan. PT ITP telah dapat
menyeimbangkan permintaan dan penawaran agregat dalam bisnis
penyampaian/pengiriman semen kepada pelanggannya sehingga dapat
mencapai target dalam mencapai tujuan bisnis yang telah ditetapkan.
2. Excecution (Pelaksanaan)
Pelaksanaan proses-proses SCOR pada PT ITP juga sudah sangat
baik. Departemen Produksi telah membuat proses penjadwalan produksi
semen dengan baik sehingga dapat menyediakan kebutuhan semen dengan
tepat sesuai permintaan pasar. Departemen Supply membuat proses
penjadwalan dalam memenuhi kebutuhan bahan baku dari pemasok yang
dijadwalkan secara tepat dalam jumlah maupun waktu dengan persediaan
bahan baku yang cukup untuk meminimalisir biaya angkut truk dan biaya
penggudangan, serta menjalin hubungan baik dengan para pemasok.
Bagian proses pemesana dan pengkapalan di Departemen Logistik juga
telah melayani pesanan pelanggan dengan baik dan melakukan pengiriman
yang bekerjasama dengan perusahaan ekspedisi dengan tepat waktu sesuai
harapan pengiriman yang ditetapkan.
3. Enable
Sistem Informasi yang mendukung dalam proses perencanaan dan
pelaksanaan sangat penting. PT ITP telah memiliki MIS (Management
54
Information System) yang baik dengan pemasok dan distributor-distributor
baik di ITP sendiri maupun di anak perusahaannya. Sistem Informasi yang
diterapkan di PT ITP adalah aplikasi berbasis web, sistem tersebut
bernama WOMS (Web Order Management System). WOMS dapat
diaskses hanya orang tertentu saja/organisasi yang hanya mempunyai
kerjasama bisnis dengan PT ITP. Sistem WOMS menghilangkan proses
pendataan
pemesanan
pelanggan
secara
manual,
sehingga
dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi produktivitas, serta biaya. Di dalam
sistem WOMS juga dapat diketahui distributor dan toko yang bermasalah
akibat dari penunggakan tagihan yang belum dibayar.
PT ITP telah memiliki sistem informasi yang menghubungkan
database dari departemen saru ke database departemen lainnya. Setiap
departemen terdapat jaringan Local Area Network (LAN) maupun
Wireless Local Area Network (WLAN) yang memudahkan transfer data
yang dibutuhkan karyawan menjadi lebih cepat dan efisien, sehingga
memaksimalkan produktivitas kerja karyawan. Dalam operasi produksi,
PT ITP juga menerapakan pengontrolan mesin-mesinnya dengan
menggunakan teknologi informasi. PT ITP mempunyai departemen CCP
(Central Control Panel) yang berfungsi untuk mengamati dan memantau
setiap proses-proses produksi melalui komputer. Apabila ada kesalahan
proses produksi dan kerusakan pada mesin, maka dapat langsung diketahui
melalui layar komputer dan langsung dapat segera ditangani penyebab
permasalahan teknis yang terjadi. Selain itu, untuk mewujudkan
manajemen informasi yang baik, perlu adanya komunikasi dan hubungan
baik dengan pemasok, distributor dan antar departemen dalam perusahaan.
PT ITP memberikan pelatihan kepada setiap karyawan dan distributornya
bila ada perubahan dalam sistem.
Pada pemetaan level 2, proses dalam sebuah rantai pasok pada
perusahaan dapat diklasifikasikan menjadi 30 kategori proses inti (Gambar
15).
55
P1 – Plan Supply Chain
Mengidentifikasi, membuat penjadwalan, membuat prioritas dan
menghitung aggregate kebutuhan rantai pasok
S2-Source MakeTo-Order Product
1. Pengadaan
2. Kontrak
pelayanan
3. Pengiriman
material
P3-Plan Make :
1. Perencanaan SDM
2. Perencanaan proses
3. Material Production
Schedule (MPS)
4. Perencanaan
mesin/peralatan &
fasilitas
P4-Plan
Deliver
1. Perencanaan
pengiriman
2. Perencanaan
standar
mutu
M2-Make-to-order
1. Pabrikasi
2. Pengepakan
3. Material
placement
D3-Deliver
Engineered-to-Order
Product
1. Pengiriman
2. Persiapan dokumen
3. Pencetakan DO
4. Finished good
report
SR1-Return Defective Product
1. Pengecekan produk yang
rusak
2. Perbaikan produk yang rusak
3. Pengembalian produk yang
rusak
1. Claim/Complaint report
DR1-Return Defective
Product
2. Perbaikan produk yang
rusak
3. Pengembalian produk
yang rusak
4. Claim/Complaint
report
Enable :
1. Membuat dan mengelola
aturan main tiap proses
Plan
Source
2. Melakukan penilaian
kinerja tiap proses
3. Mengelola data
4. Mengelola persediaan
5. Mengelola aset modal
Rantai pasok/keuangan
6. Mengelola transportasi
7. Mengelola konfigurasi rantai pasok
8. Mengelola peraturan
9. Mengelola risiko proses pada rantai pasokan
10. Mengidentifikasi unsur proses
P5-Plan
Return
Perencanaan
pelayanan
claim
pelanggan
PELANGGAN
PEMASOK
P2-Plan Source
1. Perencanaan
material
handling
2. Vendor
planning
Make
Deliver
Perjanjian pemasok
Gambar 15. Pemetaan level 2 rantai pasok produk semen
Return
56
Model SCOR menguraikan dari lima proses level 1 (plan, source, make,
deliver dan return) menjadi 12 (dua belas) tipe proses pelaksanaan (execution)
dan lima tipe proses perencanaan (planning) (Bolstroff, 2003). Berikut adalah
penjelasan masing-masing untuk tipe proses planning dan execution :
1. Plan
Plan Supply Chain (P1) adalah proses mengambil data permintaan
aktual dan membangun suatu rencana pasokan untuk rantai pasok,
didefinisikan oleh ruang lingkup rencana metrik rantai pasok. Langkahlangkah dasar memerlukan :
a. Unit peramalan yang biasa untuk pemasaran dan penjualan.
b. Rencana pasokan yang membatasi peramalan berdasarkan ketersediaan
atau sumber daya, seperti persediaan, kapasitas produksi dan
transportasi.
c. Suatu
langkah
seimbang
dimana
pengecualian
demand/supply
diselesaikan dan diperbarui pada sistem.
Plan Source (P2) adalah proses membandingkan persyaratan total
material dengan batasan peramalan P1 yang dibuat dan membangun
sebuah perencanaan sumber daya persyaratan material berdasarkan P3
untuk memuaskan landed cost dan tujuan persediaan menurut tipe
komoditas. Perubahan bentuk menjadi suatu material ini melepaskan
jadwal yang membiarkan pembeli mengetahui berapa banyak produk yang
harus terbeli berdasarkan pesanan biasa, persediaan dan persyaratan ke
depan. Hal ini dilakukan untuk item pada tagihan material dan
dikelompokkan berdasarkan pemasok atau tipe komoditas. Tipe proses
planning ini berhubungan dengan memulai praktek perencanaan
persyaratan material.
Plan make (P3) adalah proses membandingkan pesanan produksi
aktual sekaligus pesanan replenishment yang berasal dari P4 terhadap
perkiraan terbatas P1 yang telah dihasilkan dan menghasilkan rencana
sumber jadwal induk produksi untuk memenuhi pelayanan, biaya dan
tujuan persediaan. Ini berarti bahwa keperluan material, P2, berdasarkan
item dan jadwal induk produksi. Hal ini dilakukan untuk setiap lokasi
57
pabrik dan bisa digabungkan menurut tipe daerah atau tipe geografi
lainnya. Tipe proses planning ini sangat dekat dengan praktek-praktek
penjadwalan induk produksi.
Plan deliver (P4) adalah proses membandingkan pesanan aktual
yang telah disepakati dengan P1 dan mengembangkan rencana sumber
distribusi untuk memenuhi pelayanan, biaya dan inventory goal. Rencana
ini merupakan kebutuhan replenishment yang menginformasikan plant
manager seberapa banyak produk yang direncanakan, P3; dan visibilitas
dalam inventory yang telah dijanjikan. P4 dilakukan untuk tiap lokasi
gudang dan dapat digabungkan ke tingkat regional atau tipe geografi
lainnya. Tipe proses planning ini berhubungan dengan praktik dari
perencanaan kebutuhan distribusi.
Plan return (P5) adalah proses menggabungkan pengembalian yang
telah direncanakan dan menghasilkan rencana sumber pengembalian untuk
memenuhi pelayanan, biaya dan inventory goal. Rencana ini memiliki arti
bahwa kebutuhan pengembalian yang menginformasikan tipe, volume dan
jadwal pengembalian yang telah direncanakan dan pengembalian yang
tidak direncanakan tetapi telah diketahui kepada tim pabrikasi, tim
perawatan dan tim logistik. P5 dilakukan untuk tiap gudang dan
pengembalian perawatan dan dapat digabungkan pada tingkat regional atau
tipe geografi lainnya.
2. Source
Tipe proses source level 2, terdiri dari source stocked product (S1),
source make-to-order-product (S2) dan source engineer-to-order product
(S3), mencirikan suatu perusahaan dalam membeli bahan baku dan barang
jadi. Faktor utama dalam menentukan tipe proses source memicu kejadian
dari plan, make dan deliver dan keadaan barang di pemasok ketika
pemesanan dilakukan.
S1 dibuat untuk persediaan, berdasarkan persyaratan peramalan
dari plan, make atau deliver dan pada pemasok telah tersedia item dalam
persediaan barang jadi sebelum pesanan pembeliaan. S2 dibuat untuk
pesanan, berdasarkan persyaratan pesanan pelanggan yang spesifik dari
58
make atau deliver dan supplier harus mengubah bahan baku atau barang
setengah jadi dalam merespon suatu pesanan pembelian. S3 untuk
rekayasa pesanan, berdasarkan pesanan pelanggan dan desain yang
spesifik dari make atau deliver. Pemasok yang memenuhi syarat harus
diidentifikasi terlebih dahulu sebelum pesanan dilakukan. Jumlah pesanan
pembeliannya tergantung pada jumlah pesanan pelanggan yang spesifik
dan sering hanya dilakukan sekali.
3. Make
Tipe proses make level 2, yaitu make-to-stock (M1), make-to-order
(M2) dan engineered-to-order (M3), mencirikan suatu perusahaan dalam
mengubah status bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan
kemudian menjadi barang jadi. Faktor utama dalam
menentukan
tipe
proses make memicu kejadian dari plan atau deliver dan keadaan material
ketika pemesanan dilakukan.
M1 dipicu oleh peramalan atau keperluan penambahan stok dari
plan. Proses pengubahan dilakukan sebelum pesanan pelanggan. Jumlah
pesanan yang dikerjakan tidak bergantung pada jumlah pesanan pelanggan
tertentu, tetapi berkaitan dengan skala ekonomis produksi. M2 dipicu oleh
persyaratan pesanan pelanggan tertentu dari deliver, yaitu pengubahan
bahan mentah atau barang setengah jadi dilakukan sebagai reaksi atas
pesanan pelanggan. Jumlah pesanan yang dikerjakan sama dengan jumlah
pesanan pelanggan. M3 dipicu oleh persyaratan pesanan pelanggan dan
desain yang spesifik dari deliver. Spesifikasi teknik pabrikasi harus
diselesaikan sebelum pengerjaan pesanan dilakukan. Jumlah pesanan yang
dikerjakan tergantung pada jumlah pesanan pelanggan yang spesifik dan
biasanya dilakukan satu kali.
4. Deliver
Tipe proses deliver level 2, yaitu deliver stocked product (D1),
deliver make-to-order product (D2) dan deliver engineer-to-order (D3),
mencirikan bagaimana suatu perusahaan memproses barang jadi dalam
merespon pesanan pelanggan.
59
D1 dipicu oleh peramalan dari plan yang menempatkan barang jadi
dalam persediaan di atas basis yang dijanjikan ada sebelum pesanan
pelanggan. Tingkat persediaan tidak bergantung pada jumlah pesanan
pelanggan tertentu. D2 biasanya dipicu oleh suatu persyaratan pesanan
pelanggan tertentu pada barang jadi yang direncanakan untuk diubah,
dikumpulkan atau dibentuk setelah penerimaan pesanan pelanggan. D3
biasanya dipicu oleh suatu persyaratan pesanan pelanggan tertentu dan
desain atau spesifikasi manufaktur yang sudah lengkap sebelum penjualan
pesanan dilakukan. Jumlah penjualan pesanan sama dengan jumlah
pesanan pelanggan dan biasanya hanya sekali dilakukan.
5. Return
Tipe proses return level 2, yaitu return defective product (R1),
return maintenance repair and overhoul (MRO) product (R2) dan deliver
return excess product (R3), mencirikan suatu perusahaan dalam
mengembalikan barang jadi dalam merespon hak pengembalian pelanggan.
Prose return seringkali terdapat pada gudang, tetapi dapat pula diterapkan
pengiriman langsung pada pabrikan atau pemasok.
Ada dua perspektif terbentuk dalam tipe proses return, yaitu return
form customer (DRx) dan return to suppliers (SRx). Faktor utama dalam
menentuakan tipe proses memicu kejadian plan pelanggan dan keadaan
barang ketika pesanan pelanggan dilakukan.
R1 dipicu oleh warranty claim oleh pelanggan yang skalanya kecil
dan product recall oleh sumber daya internal yang skalanya besar.
Keduanya, pelanggan dan sumber daya internal, melaksanakan langkah
proses dalam plan return. R2 dipicu oleh kejadian pemeliharaan yang
direncanakan oleh plan return atau kejadian pemeliharaan yang tidak
direncanakan oleh engineering, maintenance atau technical resources lain.
R3 dipicu oleh pengembalian persediaan yang direncanakan berdasarkan
perjanjian
kontrak
dengan
pelanggan
khusus
atau
pengembalian
persediaan yang tidak direncanakan berdasarkan kategori data manajemen
untuk ruang yang tidak dibutuhkan bagi retail atau distributor.
60
Dengan demikian, dari penjelasan tersebut yang merujuk pada
toolkit SCOR level 2 (Gambar 12), PT ITP melakukan proses planning
(P1-P5), executing (S2, M2, D3, DR1 dan SR1) dan enabling. Dalam
kasus PT ITP yang bergerak di bidang penyampain semen kepada
distributor dan toko/end-user, kategori proses yang sangat kritis untuk PT
ITP sesuai tujuan perusahaan adalah kategori D3. Kategori D3
diimplementasikan oleh PT ITP yang melakukan penjualan dan
pengiriman semen berdasarkan by order (berdasarkan permintaan semen di
pasar), sehingga jumlah penjualannya sama dengan jumlah permintaan
pelanggan.
PT ITP tidak lama-lama menyetok semennya di gudang, antara lain
karena daya tahan semen yang tidak tahan lama jika disimpan dan juga PT
ITP setiap harinya memproduksi semen 1 ton per 0,003 jam (PT ITP,
2009a). PT ITP memproduksi semen sebanyak itu diimbangi dengan
permintaan kebutuhan semen dalam negeri yang terus meningkat
sepanjang tahun. Semen telah dianggap sebagai salah satu kebutuhan
pokok manusia modern yang harus tersedia secara memadai, karena semen
sebagai kebutuhan pokok pembangunan. Sebagai kebutuhan pokok
pembangunan, maka pertumbuhan semen sebanyak dua kali pertumbuhan
ekonomi. Hal ini kemudian dijadikan pembenaran bahwa harus selalu ada
tempat bagi pabrik semen untuk selalu melangsungkan produksinya.
4.10. Peta Geografis Aliran Material
Gambar 16 menunjukkan letak pabrik dan terminal-terminal
distribusi milik PT ITP. Gambar 16 adalah gambar peta yang dilihat dari
sisi pelanggan.
61
Gambar 16. Customer-facing map
Keterangan :
Pabrik
Terminal distribusi
Gudang
Perpindahan secara fisik semen berupa bulk (semen curah) terjadi
dari pabrik PT ITP (warna biru) ke terminal-terminal distribusi (warna
merah). Namun ada beberapa end-user seperti kontraktor meminta semen
bulk dan PT ITP pun bisa mengirimnya langsung. Perpindahan secara fisik
semen berupa bag (semen kantong) terjadi dari pabrik PT ITP ke gudanggudang distribusi (warna pink). Hal tersebut dimaksudkan agar
mengurangi biaya ekspedisi semen ke pelanggan di seluruh tanah air, agar
pelanggan dengan mudah mendapatkan semen tiga roda dimanapun
berada, sehingga sesuai dengan
tujuan bisnis
perusahaan
yaitu
meningkatkan pelayanan dan keuntungan perusahaan.
Peninjauan rantai pasok pada level 2 lebih detil dilakukan pada
pengidentifikasian nilai metrik POF dan OFCT yang masih kurang baik.
Sedangkan pengidentifikasian nilai metrik COGS dan CTCCT tidak perlu
diukur, karena dengan menganalisis POF dan OFCT akan langsung
memberikan dampak perbaikan pada nilai COGS dan CTCCT. Dalam
perhitungan POF dan OFCT, perlu diperhatikan ketepatan waktu (on time),
ketepatan kuantits (in full) dan kelengkapan dokumen pendukung, serta
62
kondisi barang (perfect condition). Apabila ada salah satu syarat tersebut
di atas yang tidak terpenuhi, maka pelayanan yang diberikan PT ITP
kurang baik. Berdasarkan data logistik tahun 2009, diketahui penyebab
ketidaksempurnaan
dalam
pemenuhan
pesanan
disebabkan
oleh
pengiriman barang yang tidak tepat waktu (not in time).
Penyebab pengiriman barang yang tidak tepat waktu dimulai dari
hilir ke hulu dapat ditelusuri pada proses delivery, make dan source. Pada
proses pengiriman, nilai POF sekitar 80%. Angka ini diperoleh dari
perkiraan atas berapa persen ketepatan pengiriman barang dalam hal
kuantitas yang sesuai dengan dengan permintaan barang. Sedangkan nilai
OFCT sekitar 2 hari. Angka disebut diperoleh dari rataan pengiriman
barang sampai di pelanggan sesuai dengan harapan pengiriman pelanggan.
Pada proses make, nilai POF hampir 100%. Angka tersebut
diperoleh berdasarkan perkiraan atas berapa persen kebutuhan bagian
produksi yang dapat dipenuhi oleh bagian penggudangan bahan baku
untuk proses produksi. Hal ini didukung oleh lokasi penggudangan bahan
baku yang satu lokasi dengan pabrik. Setiap pabrik PT ITP terdapat
gudang bahan baku semen. Nilai OFCT sekitar 1 hari. Pada proses source,
nilai POF sekitar 95%. Angka tersebut diperoleh berdasarkan perkiraan
atas berapa persen jumlah pesanan bahan baku dari PT ITP yang dapat
dipenuhi oleh pemasok dengan baik berdasarkan ketiga syarat yang telah
disebutkan tadi. Nilai OFCT sekitar 2 hari. Tabel 11 nilai POF dan OFCT
pada proses deliver, make dan source.
Tabel 11. Nilai POF dan OFCT pada proses deliver, make dan source
Metrik
Deliver
Make
Source
POF (%)
80
99
95
OFCT (hari)
2
<1
2
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diintepretasikan bahwa PT
ITP pada proses deliver, nilai POF 80% dan OFCT sebesar 2 hari. Dari
nilai POF, PT ITP dalam memenuhi permintaan pelanggan dari segi
63
ketepatan waktu dan kuantitas dinilai kurang baik. Dalam fakta di
lapangan banyak terjadi pengiriman terlambat, jumlah semen tidak sesuai
permintaan pelanggan dan semen tidak terkirim. Pengiriman kuantitas
semen yang tidak sesuai dengan permintaan pelanggan dikarenakan semen
rusak akibat kemasan pecah, terkena hujan dan dicuri diperjalanan.
Pengiriman tidak terkirim ini dikarenakan pihak ekspedisinya terjadi
kehabisan armada atau terjadi faktor lain yang diluar jangkauan, seperti
bencana, mesin mogok, dan lain-lain. Pada proses ini nilai OFCT terbilang
baik, karena jika tidak terjadi apa-apa pengiriman semen hanya memakan
waktu 2 hari. Misal, pelanggan melakukan DO (delivey operation) semen
ke pihak city distributor, maka langsung ditindak lanjuti oleh main
distributor hingga informasi sampai ke PT ITP pada hari itu juga. PT ITP
baru akan menyuruh pihak ekspedisi untuk mengirimkan pesanan
pelanggan pada hari berikutnya.
Pada proses make, nilai POF 99% dan OFCT < 1 hari. Dari nilai
POF dan OFCT tersebut, PT ITP mendapatkan kebutuhan bahan baku
sesuai dengan ketepatan waktu dan kuantitasnya dari gudang bahan baku
yang satu lokasi dengan pabrik. Pada proses source, nilai POF 95% dan
OFCT 2 hari. Dari nilai POF tersebut dapat dijelaskan bahwa pemasok
mengirim kebutuhan bahan baku semen cukup baik. Hal ini didukung oleh
banyaknya pemasok yang menjalin kerjasama bisnis dengan PT ITP. PT
ITP sangat loyalitas dengan para pemasoknya. OFCT sebesar 2 (dua) hari
dinilai baik, kebutuhan bahan baku dikirim sebagian berasal dari impor
negara luar dan juga dari berbagai daerah di Indonesia.
Berdasarkan ketiga nilai tersebut beserta analisisnya, terlihat
bahwa proses deliver memiliki kinerja paling rendah. Ketidaktepatan
pengiriman yang dilakukan PT ITP secara keseluruhan dapat menghambat
tujuan bisnis perusahaan yaitu meningkatkan pelayanan pelanggan. Untuk
mengetahui apa yang menyebabkan kinerja proses deliver menjadi rendah,
maka dilakukan penelitian pada level 3.
64
4.11. Pemetaan Level 3
Analisis pemetaan level 3 dilakukan untuk melihat lebih detil
proses deliver, karena memiliki kinerja paling rendah berdasarkan analisis
level 2. Pemetaan level 3 dilakukan atas semua aktivitas dalam proses
deliver, sehingga diperoleh Gambar 17 konfigurasi saat ini (As-IsProcess). Gambar tersebut memperlihatkan pengelolaan pengiriman
material (deliver) di PT ITP yang terdiri dari input (masukan), process
elements (proses unsur) dan outputs (keluaran).
65
D3 Deliver Engineered-to-order
product
Inputs : Membuat rencana pengiriman,
mengelola persediaan produk
jadi.
Process
Elements
Output
Inputs
Process
Elements
Outputs
Identifikasi kebutuhan
pesanan pelanggan
Balance delivery resources
with delivery requirement
Data pesanan yang
telah disusun
Tanggal pengiriman,
komunikasi
rencana SCM
D3.1
D3.2
D3.3
D3.4
D3.5
Memperoleh dan
merespon
permintaan
pelanggan
Penawaran dan
menerima
kontrak
pembelian
Memasukkan data
pesanan, mengolah
data dan mengirimkan
data pesanan ke server
Pencetakan DO
(Delivery
Operation),pemi
-lihan dispatch
origin
Merencanakan,
mengatur
transportasi dan
menempatkan barang
Informasi
pelanggan
Catatan pesanan
Time order
entry
Data pesanan pelanggan
Mengelola transportasi,
Time order entry
Surat DO
Dokumen pengiriman
Mengelola transportasi
D3.6
D3.7
D3.8
Menentukan rute
transportasi
Melengkapi
dokumen
Pengaturan
pengiriman
barang dan
invoicing
Mengelola informasi
pengiriman
Surat jalan
D3.9
D3.10
Menerima dan
memverifikasi
barang kepada
pelanggan
Penempatan
produk di tempat
pelanggan
Payment Term
Payment request
D3.11
Memberikan surat tagihan
dan menerima
pembayaran produk
Uang pembayaran
65
Gambar 17. Pemetaan level 3 Rantai Pasok Produk Semen (As-Is-Process)
66
4.12
Implikasi Manajerial
1. Bidang produksi dan operasi
Penerapan manajemen rantai pasok di PT ITP Tbk pada bidang
produksi dan operasi adalah :
a. Pengiriman semen selama 2 hari (OFCT = 2 hari) yang melewati
target yang telah diterapkan sebelumnya, dinilai sangat baik. PT
ITP memproduksi semen telah terjadwal. Pembagian informasi
data produksi dan permintaan yang akurat (update) dan dibantu
komputer ke setiap anggota rantai pasokan, sehingga setiap
anggota rantai pasokan dapat melakukan penjadwalan secara
efektif. Hal ini telah menciptakan kelancaran dan kecepatan aliran
pasokan semen ke pelanggan, sehingga kebutuhan semen
pelanggan tepat waktu.
b. Nilai POF 82,43% berada antara parity dan advantage. Ketepatan
kuantitas pasokan semen sangat ditentukan oleh pihak transportasi.
PT ITP telah menyerahkan aktivitas pengiriman semen ke
perusahaan jasa transportasi. PT ITP dapat mencapai target
superior dengan merancang jaringan distribusi yang tepat,
mempertimbangkan aspek fleksibilitas dan kecepatan respon
terhadap pelanggan.
2. Bidang keuangan
Nilai COGS 53,84% berada di antara parity dan advantage.
Penurunan COGS dapat membuat peningkatan dalam laba operasi
perusahaan. Dalam hal ini, PT ITP dapat menekan COGS dengan
menciptakan koordinasi taktis maupun operasional sehingga kegiatan
produksi, pengadaan material, maupun pengiriman produk bisa
dilakukan dengan efisien dan tepat waktu. Koordinasi yang dilakukan
tidak hanya dilakukan di internal perusahaan, melainkan dalam
anggota rantai pasokan, seperti menentukan berapa banyak produk
yang diproduksi, informasi tentang data penjualan terakhir di tingkat
67
ritel dan berapa banyak stok produk yang masih pemasok miliki
adalah penting bagi PT ITP.
Nilai CTCCT 53 hari berada di antara parity dan advantage.
PT ITP telah melewati target yang telah diterapkan, yaitu parity.
Semakin pendek waktu yang dibutuhkan, maka semakin bagus bagi
rantai pasokan. Perusahaan yang bagus biasanya memiliki siklus
CTCCT pendek. Pemendekan hari dapat dilakukan, PT ITP dituntut
mempunyai keahlian bernegoisasi dan memiliki kemampuan untuk
menerjemahkan strategis perusahaan ke dalam sistem pemilihan dan
evaluasi pemasok.
3.
Bidang Pemasaran
Penerapan
manajemen
rantai
pasokan
secara
otomatis
memunculkan kegiatan mediasi pasar, yaitu bertujuan untuk mencari
titik temu antara apa yang diinginkan pelanggan dengan yang dibuat
dan dikirim oleh anggota rantai pasokan. Perusahaan melakukan
survei pasar untuk mendapatkan promosi produk apa yang disukai
oleh pelanggan pada suatu musim jual, merancang produk yang
mencerminkan
keinginan
pasar
tersebut,
meramalkan
tingkat
permintaan dan pelayanan purna jual.
4.
Bidang SDM
Pada bidang SDM, seluruh pekerja yang terlibat dalam
integrasi rantai pasokan harus memiliki keahlian sesuai bidangnya
masing-masing. Profesionalitas dari pekerja menentukan keberhasilan
rantai pasokan. Pelayanan yang professional dapat menciptakan
penyaluran bahan baku dari pemasok hingga produk jadi ke pelanggan
tepat waktu dan jumlahnya, atau disebut just-in-time. Hal ini dapat
meningkatkan kepuasan pelanggan dan keuntungan perusahaan.
68
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a.
PT ITP, Tbk dalam menjalankan operasi produksinya mempunyai dua
jenis struktur rantai pasokan yang melibatkan berbagai tahapan-tahapan
dari pemasok hingga pelanggan (end-user). Struktur rantai pasokan PT
ITP yang pertama adalah struktur rantai pasokan proses order barang
jadi/semen. Struktur rantai pasok proses order barang jadi/semen terdapat
aliran material dan informasi. Skema rantai pasok proses order barang
jadi/semen yang terjadi aliran informasi diawali dari konsumen (enduser) – city distributor (CD) – main distributor (MD) – PT ITP –
pemasok. Sedangkan yang terjadi aliran material pada rantai pasok
proses order barang jadi/semen adalah sebaliknya, diawali dari supplier
(pemasok) – PT ITP – main distributor (MD) – city distributor (CD) –
konsumen (end-user). Struktur rantai pasokan PT ITP yang kedua adalah
struktur rantai pasokan proses fisik. Struktur tersebut juga terdapat aliran
material dan informasi. Skema dari struktur tersebut yang terjadi aliran
material diawali dari pemasok – PT ITP – distributor/toko/pelanggan
(end-user). Sedangkan yang terjadi aliran informasi sebaliknya, diawali
dari distributor/toko/pelanggan (end-user) – PT ITP – pemasok.
b.
Hasil yang diperoleh dari hasil pengukuran kinerja metrik : (1) level 1
adalah POF = 82,43%, OFCT = 2 hari, COGS = 53,84% dan CTCCT =
53 hari. Dari hasil benchmark, nilai POF dan COGS belum mencapai
target. Sedangkan nilai OFCT dan CTCCT PT ITP telah melewati target
yang diterapkan. Dari penelitian gap analysis, diperoleh PT ITP
mengalami banyak biaya yang hilang, karena ketidakefisienan dan
ketidakefektifan SCM ; (2) Pada level 2 ditelusuri lebih detil lagi dari
level 1 dengan melakukan pemetaan level 2, diperoleh hasil proses
deliver semen memiliki kinerja paling rendah dan dilakukan analisis pada
69
level 3 guna memaparkan lebih detil lagi proses deliver dengan kinerja
paling rendah.
c.
PT ITP telah menerapkan SCM dengan baik, yaitu menerapkan kelima
proses manajemen inti dalam SCM, sehingga seluruh unsur rantai pasok
saling terintegrasi dan menghasilkan kinerja cukup baik, namun kurang
memperhatikan proses pengiriman, yaitu proses kinerja bidang ekspedisi
dan transportasi yang merupakan jantung distribusi barang. Alternatif
pemecahan atas masalah tersebut adalah PT ITP harus fokus dan
konsisten dalam proses pengiriman untuk mencapai target-target metrik
kinerja SCM yang telah ditetapkan. Dengan demikian, PT ITP dapat
memberikan
pelayanan
yang
terbaik
kepada
konsumen
dan
meningkatkan keuntungan perusahaan.
2.
Saran
Dukungan dan komitmen dari manajemen puncak, serta partisipasi
seluruh pihak dan fungsi perusahaan, baik internal perusahaan maupun
eksternal perusahaan, dapat memperlancar proses penerapan SCOR Model,
sehingga dapat mewujudkan rantai pasokan efisien dan terintegrasi,
diantaranya di tingkat internal melalui pelatihan berkelanjutan.
Pemborosan/lost opportunity yang serius dalam sistem SCM dapat
diatasi dengan melakukan kesepakatan tujuan bersama dalam hal kontrak
kerjasama dari sebuah hubungan jual/beli, diikuti dengan kepercayaan
bersama dan dilanjutkan dengan budaya organisasi yang sejalan di antara
organisasi pembeli dan pemasok, di antaranya perbaikan saluran distribusi,
terutama bagian ekspedisi dan transportasi, di samping peningkatan sistem
komputerisasi,
perbaikan
meningkatkan kinerja SCM.
armada
dan
penambahan
armada
untuk
70
DAFTAR PUSTAKA
Bolstorff, P and R. Rosenbeum. 2003. Supply Chain Excellence : A Handbook for
Dramatic Improvement Using The SCOR Model. AMACOM, New York.
Chopra, S and M. Peter. 2007. Supply Chain Management, Strategy Planning &
Operation (3rd ed). Pearson Prentice Hall, New Jersey.
Djaali dan Muljono, P. 2007. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Grasindo,
Jakarta.
Hanna, M.D. and W.R. Newman. 2001. Operations Management Integrated
Approach. Prentice Hall, Inc., New Jersey.
Heizer, J. dan B. Render. 2005. Manajemen Operasi (Terjemahan Edisi Tujuh).
Salemba Empat, Jakarta.
Hertz, H. S. 2009. The 2009-2010 Criteria for Performance Excellence. Baldrige
National Quality Program, Gaithersburg, MD-USA.
http://www.apqc.org. 2010. Global SCC Benchmark. American Productivity and
Quality Center, Washington DC.
http://www.supply-chain.org. 2009. Supply Chain Operations Reference Model
SCOR version 9.0, Washington DC.
Indrajit, R. E. dan R. Djokopranoto. 2003. Konsep Manajemen Supply Chain,
Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Grasindo,
Jakarta.
Mardhiyyah, N. 2008. Kinerja Penyampaian Suku Cadang PT Toyota-Astra
Motor dengan Model Supply Chain Operations Reference. Skripsi pada
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor, Dramaga.
Miranda dan Amin W.T. 2006. Manajemen Logistik dan Supply Chain
Management. Harvarindo, Jakarta.
Nahmias, S. 2005. Production and Operations Analysis (Fifth Edition). McGraw
Hill, New York.
PT ITP Tbk. 2009a. Gambaran Umum PT ITP Tbk. PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk, Bogor.
71
_________. 2009b. Laporan Ketenagakerjaan Bagian Personalia PT ITP Tbk. PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, Bogor.
_________. 2009c. Daftar Pemasok pada PT ITP Tbk. PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk, Bogor.
_________. 2009d. Laporan Pengiriman Semen Bagian Logistik PT ITP Tbk. PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, Bogor.
Pujawan, I. N. 2005. Supply Chain Management. Gunawidya, Surabaya.
Rouli, Juliana. 2008. Evaluasi Kinerja Supply Chain Management dengan
Pendekatan SCOR Model 8.0. Tesis pada Program Magister Manajemen
Universitas Indonesia, Depok.
Ruky, Achmad S. 2001. Sistem Manajemen Kinerja (Performance Management
System) : Panduan Praktis untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima.
Gramedia, Jakarta.
Russell, R.S. dan B. W. Taylor. 2003. Operations Management. Prentice Hall,
New Jersey.
Sheikh. K. 2002. Manufacturing Resource Planning (MRP II ), with Introduction
to ERP, SCM, and CRM. McGraw-Hill, New York.
Supply Chain Council. 2008. SCOR version 9.0 Overview. SCC, Washington DC.
Vrijhoef, R and Koskela, L. 1999. Roles of Supply Chain Management in
construction 7th Annual Lean Construction Conference (IGLC-7).
University of California, Berkeley, CA, USA, 26-28 July 1999, pp. 133146.
LAMPIRAN
73
Lampiran 1. Daftar trend produksi PT ITP Tbk tahun 2009.
Monthly Production Status by Product
Data as of
:
24-Dec-2009
Period
Location
Process Stage
:
:
:
2009
CITEUREUP
FINISH MILL
Product
OPC
Actual Production
Budget Production
Variance
1.218.879
819.312
399.567
PLANT 1
0
0
0
PLANT 2
0
0
0
PLANT 8
831.608
819.312
12.296
PLANT 11
387.271
0
387.271
WC
118.028
127.008
-8.980
PLANT 5
118.028
127.008
-8.980
OWC
96.049
108.240
-12.191
PLANT 1
15.498
0
15.498
PLANT 2
0
0
0
PLANT 5
80.551
108.240
-27.689
T5
24.471
51.912
-27.441
PLANT 1
0
0
0
PLANT 2
0
0
0
PLANT 5
24.471
51.912
-27.441
T2
28.142
51.456
-23.314
PLANT 1
10.085
25.728
-15.643
PLANT 2
18.057
25.728
-7.671
PCC
5.890.840
6.085.680
-194.840
PLANT 1
256.034
82.800
173.234
PLANT 2
299.050
82.800
216.250
PLANT 3
946.263
1.024.800
-78.537
PLANT 4
925.510
1.024.800
-99.290
PLANT 6
661.955
94.080
567.875
PLANT 7
557.955
880.200
-322.245
PLANT 8
PLANT 11
TOTAL FINISH MILL
759.791
880.200
-120.409
1.484.283
2.016.000
-531.717
7.376.410
7.243.608
132.802
Lampiran 2. SCOR Quick Reference 9.0
74
Lanjutan lampiran 2.
75
Lanjutan lampiran 2.
76
77
Lampiran 3. Struktur organisasi PT ITP Tbk.
Dewan komisaris
Komite Kompensasi
Komite Audit
Direksi
Coorporate Secretary
Internal Audit Service
GM Operation
Citeureup
GM Operation
Cirebon
Div. Pembelian
Div.Coorporate
Finance dan
Treasuri
GM Operatin
Tarjun
Div.Accountig
Controling
Divisi Sales
& Marketing
Divisi
Logistic
Unit Usaha
Ready Mix
Unit Usaha
Agregat
Divisi MIS
Divisi Supply
Div.
Coorporate
HRD
Div. Public
& General
Affairs
78
Lampiran 4. Tabel financial statement PT ITP Tbk periode 31/12/2008 –
30/9/2009
Information Balanced Sheet Acc. Receivable Raw & Finished Goods Inventory Acc. Payable Profit/Loss Statement Sales COGS Gross Margins Financial Statement PT ITP Tbk 12/31/2008
9/30/2009
Rp 1.001.305.069.405 Rp 1.026.174.590.574 Rp 490.287.216.972 Rp 450.155.866.292 Rp 290.467.141.042 Rp 7.093.995.118.945 Rp 4.276.945.598.519 Rp 2.817.049.520.426 Rp 230.697.375.846 Rp 7.218.814.234.817 Rp 3.886.581.806.962 Rp 3.332.232.427.855 Cash‐to‐cash cycle time for the period Dec 31, 2008 through Sept 30, 2009 Component Computation Result Inventory Receivable Payable CTCC (in days) Percentage COGS Percentage Gross Margins 53,84%
46,16%
33
38 (18)
53
79
Lanjutan Lampiran 4.
Untuk mendapatkan hasil perhitungan seperti pada Lampiran 4, digunakan
ketentuan sebagai berikut :
Cash-to-Cash Cycle =
+ Days Cash is Locked-Up as Inventory
+ Days Cash
is Locked-Up in Receivables - Days Cash Is Free Because the Business Has Not
Paid Its Bills
Exhibit 1. Components of the Formula Used
to Compute the Cash-to-Cash Cycle
Component
How to Calculate It
Inventory
Days Cash is
Locked-Up as
Inventory
Average
Dollar Value
Inventory
During the
Reporting
Period
(Cost of
Goods
Sold)* /
Number of
Days in the
Reporting
Period)
Receivables
Days Cash is
Locked-Up in
Receivables
Average
Dollar Value
of Accounts
Receivable
During the
Reporting
Period
(Sales /
Number of
Days in the
Reporting
Period)
Unpaid Bills
Days Cash Is
Free Because
the Business
Has Not Paid
Its Bills
Average
Dollar Value
of Accounts
Payable
During the
Reporting
Period
(Cost of
Goods Sold
/ Number
of Days in
the
Reporting
Period)
*Obtain the Cost of Goods Sold (COGS)6) for the
reporting period from the business's Profit/Loss statement
for that period. If it is not available, compute the cost of
goods sold (COGS) using the following formula: COGS =
Dollar Value of Inventory at the Beginning of the
Reporting Period + Dollar Value of Purchases During the
Reporting Period - Dollar Value of Inventory at the End of
the Reporting Period. "Purchases" refers to materials and
supplies bought for producing new outputs.
80
Lanjutan Lampiran 4.
Example
Exhibit 2 presents excerpts from the XYZ Business's Balance Sheet and
Profit/Loss statement for January 2006. All dollars are reported in units of a
million.
Exhibit 2. Excerpts From XYZ's
Financial Statements
Information
Jan 1
Jan 31
Balance Sheet
Accounts
Receivables
$400
$600
Raw & Finished
Goods Inventory
$500
$300
Accounts Payable
-$300
-$100
Profit/Loss
Statement
Sales
$1,000
Cost of Goods Sold
-$ 700
Gross Margins
$ 300
Exhibit 3. XYZ's Cash-to-Cash Cycle for the Period
January 1 Through January 31
Component
Computation
Result
Inventory - Average number = ($500 + $300 / 2) / = 17.70
of days
($700 / 31 days)
Receivables - Average
= ($400 + $600 / 2) / = 15.50
number of days uncollected
($1,000 / 31 days)
Days Cash Is Free Because = (-$300 + -100 / 2) = -8.80
/ ($700 / 31 days)
the Business Has Not Paid
Its Bills
Cash-to-Cash
Cycle (in days)
24.40
81
Lampiran 5. Tabel perhitungan ketepatan pengiriman PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
Sep‐09 Total Pengiriman Pengiriman tepat waktu 1 2 4 7 8 9 10 157
156
181
410
183
153
137
156 152
181 364
180
94
137 11 14 15 16 17 28 29 30 302
453
239
4
226 302
107
3
245
156
101
362
189
104
Tidak terkirim Terlambat 1 1 4
46
3
58
76 4 1 151
128
1
117
33
2
POF Keterangan terlambat/tidak terkirim tiba 02/9 tiba 10/09 67 (12/9);9(13/9) 16/9 1 okt Rata‐rata Persentase Tepat waktu 99,36% 97,44% 100,00% 88,78% 98,36% 61,44% 100,00% 74,83% 66,67% 44,77% 75,00% 67,68% 82,54% 97,12% 82,43% 81
82
Download