Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p303)

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN
HIPOTESIS
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Robert L. Mathis & John H. Jackson (2006: p3) mengartikan
manajemen sumber daya manusia sebagai rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah
organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna
mencapai tujuan-tujuan organisasi. Sumber daya manusia terlibat dengan hal-hal
strategis, lingkungan eksternal, proses bisnis internal, efektivitas dan hal lainnya dengan
mengidentifikasi
bagaimana
sumber
daya
manusia
dapat
membantu
dalam
meningkatkan produktivitas organisasional, membantu menangani kompetisi asing
secara efektif, atau meningkatkan inovasi dalam organisasi. Dengan demikian kontribusi
dalam usaha perencanaan perusahaan secara keseluruhan.
Menurut Dessler (2011: p4) mengartikan Manajemen Sumber Daya Manusia
sebagai kebijakan dan praktek di dalam menggerakan sumber daya manusia atau aspekaspek terkait posisi manajemen di dalam manajemen sumber daya manusia yang
mencakup kegiatan perekrutan, penyaringan, pelatihan, pemberian penghargaan dan
penilaian.
Menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright (2008: p4), Mengartikan Sumber
Daya Manusia sebagai kebijakan, praktek, dan sistem-sistem yang mempengaruhi
perilaku, sikap, dan kinerja karyawan.
Menurut Mondy ( 2010: p4-5) mengartikan manajemen sumber daya manusia
adalah utilisasi dari individu-individu untuk mencapai tujuan organisasi. Maka dari itu,
para manajer dari setiap tingkat harus memperhatikan manajemen sumber daya manusia.
Pada
dasarnya,
semua
manajer
menyelesaikan
11
segala
sesuatunya
dengan
12
mendelegasikan tugas kepada karyawannya, hal ini memerlukan manajemen sumber
daya manusia yang efektif.
Jadi berdasarkan beberapa pendapat ahli sebelumnya maka dapat disimpulkan
bahwa, manajemen sumber daya manusia adalah ilmu yang mempelajari tentang
bagaimana mengatur sumber daya yang dimiliki oleh seorang individu di dalam suatu
organisasi dalam menciptakan hubungan kerja demi tercapainya suatu tujuan. Untuk
mendapatkan sumber daya manusia yang baik maka perusahan juga harus memiliki
keadilan dalam prosedur-prosedur yang dimilikinya agar sumber daya manusia yang ada
di dalam perusahaan tersebut dapat berjalan dan tertata dengan baik.
2.1.1.1. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi dari Manajemen Sumber Daya Manusia, yaitu bertujuan untuk
meningkatkan efektifitas sumber daya manusia yang ada dalam suatu organisasi
sehingga dapat mencapai tujuan organisasi itu sendiri. Manajemen sumber daya manusia
sendiri memiliki 6 fungsi utama (Llyod & Leslie Rue, 2006: p4), yaitu :
 Perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen, dan seleksi
 Pengembangan sumber daya manusia
 Kompensasi dan upah
 Keselamatan dan kesehatan
 Hubungan karyawan
 Penelitian sumber daya manusia
Fungsi tersebut merupakan fungsi utama yang dilakukan dalam kegiatan manajemen
sumber daya manusia untuk mengelola sumber daya manusia yang ada dalam organisasi.
2.1.2.
Praktek MSDM (HRM PRACTICE)
Pengalaman telah menunjukkan bahwa beberapa dari kebijakan dan praktek
MSDM selalu lebih baik daripada yang lain, dan dengan demikian semua organisasi atau
perusahaan yang memohon untuk mengadopsi praktek-praktek terbaik. Meskipun studi
berlimpah dapat diklaim untuk keluar dalam praktek MSDM, bagaimanapun, banyak
13
dari studi ini meneliti masalah praktek sumber daya manusia hanya terfokus pada
variabel-variabel tertentu. Sebuah tinjauan literatur yang dilakukan oleh Khan (2010)
dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) mengidentifikasi lima praktik kunci MSDM, yaitu,
pelatihan dan pengembangan, rekrutmen dan seleksi, kompensasi dan penghargaan,
penilaian kinerja, dan partisipasi karyawan. Menariknya, praktik-praktik ini merupakan
bagian dari sepuluh praktek MSDM yang akan digunakan dalam penelitian ini untuk
mengevaluasi dampak dari kebijakan MSDM ini pada kinerja organisasi.
Fungsi manajemen sumber daya manusia dapat dianggap sebagai praktek yang
memiliki enam menu strategi, dimana perusahaan dapat memilih strategi yang paling
tepat untuk diterapkan pada perusahaan mereka. masing-masing menu ini mengacu pada
area fungsional tertentu : job analysis / design, recruitment/ selection, training and
development, performance management, pay structure/ incentives/ benefits, and laboremployee relations.(Noe, et. al. 2008:p80).
2.1.2.1. Pelatihan dan Pengembangan (Training and development)
Menurut Dessler, training mengacu pada metode-metode yang digunakan untuk
memberikan karyawan baru dan tetap keahlian-keahlian yang mereka perlukan untuk
melakukan pekerjaan. Training adalah indikator dari manajemen yang baik. Memiliki
karyawan-karyawan yang berorientasi tinggi tidak menjamin bahwa mereka akan
sukses. Malah, mereka herus mengetahui apa yang anda ingin mereka lakukan dan
bagaimana anda ingin mereka melakukannya.jika mereka tidak mengetahuinya, mereka
akan melaksanakan pekerjaan dengan cara mereka sendiri, bukan dengan cara yang
perusahaan inginkan. Training yang baik adalah vital bagi perusahaan (Dessler, 2011:
p270).
Sedangkan menurut Mondy, training adalah aktivitas-aktivitas yang dirancang
untuk menyediakan para pembelajarnya dengan pengetahuan dan keahlian yang
diperlukan untuk pekerjaan-pekerjaan mereka kini. Training seringkali dihubungkan
dengan kata “development”.
14
Development adalah pembelajaran yang mencakup lebih dari pekerjaanpekerjaan yang kini dihadapi dan memiliki lebih banyak fokus jangka panjang. Aktivitas
training dan Development memiliki potensi untuk menyelaraskan karyawan-karyawan
dengan strategi korporat perusahaan. Beberapa manfaat strategis dari training dan
development adalah kepuasan karyawan, peningkatan moral, retensi yang lebih tinggi,
turnover yang lebih rendah, turnover yang lebih rendah, meningkatkan perekrutan, dan
fakta bahwa karyawan yang merasa puas akan pekerjaannya akan menghasilkan
kepuasan pelanggan (Mondy, 2010: p198).
Pelatihan dan pengembangan berkaitan dengan keterampilan dan kompetensi
karyawan yang diperoleh melalui serangkaian program pelatihan dan pengembangan.
Dalam lingkungan yang kompetitif saat ini didorong oleh ekonomi pengetahuan, atribut
tertentu dan kompetensi personil merupakan komponen integral dari daya saing
organisasi. Tidak ada keraguan bahwa bawahan yang sangat berpengetahuan dan
terampil atau karyawan akan meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas barang
dan jasa, membawa perubahan positif dalam proses dan membantu untuk memberikan
layanan berkualitas kepada klien. Dengan kata lain mereka meningkatkan daya saing
dan kinerja organisasi. Pada intinya, pelatihan dan pengembangan hasil hasil yang nyata
seperti peningkatan produktivitas, kualitas unggul produk dan layanan, serta
memaksimalkan sumber daya atau optimasi. Hal ini juga menghasilkan hasil yang
berwujud seperti: harga diri yang tinggi, meningkatkan moral, dan kepuasan bawahan
yang sebagai hasil dari keterampilan tambahan, pengetahuan dan kemampuan yang
diperoleh selama pelatihan dan pengembangan program. Karena pentingnya pelatihan
dan pengembangan, Kundu (2000) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) telah
menyarankan bahwa perusahaan harus berinvestasi dalam pelatihan karyawan mereka
untuk pelaksanaan yang efektif dari strategi berorientasi pelanggan.Demikian pula, Blair
dan Sisakhti (2007) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) menetapkan bahwa investasi
pada pelatihan dan pengembangan menghasilkan manfaat yang sangat besar. Penulis
seperti Bitner & Zeithmal (2004) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) telah menegaskan
bahwa pengeluaran pada pelatihan dan pelatihan menghasilkan keunggulan kompetitif
strategis untuk perusahaan dan organisasi. Jarventaus (2007) dalam Fathi Mohamed, et.
al.,(2011) juga menegaskan bahwa lingkungan bisnis yang dinamis menuntut organisasi
15
yang berinvestasi pada pelatihan karyawan mereka karena hal ini membantu untuk
mengembangkan kemampuan organisasi yang memungkinkan mereka untuk secara
positif menanggapi tantangan-tantangan baru. Penelitian lain juga menemukan bahwa
program-program pelatihan dan pengembangan yang komprehensif berhubungan positif
terhadap retensi staf, produktivitas, dan efektivitas organisasi (Lee & Bruvold, 2003;.
Arago'n-Sa'nchez et al 2003). Jarventaus (2007) dan Delaney & Huselid (1996) dalam
Fathi Mohamed, et. al.,(2011) telah menegaskan kembali hubungan positif dianggap
antara pelatihan dan pengembangan, dan kinerja organisasi. Secara keseluruhan,
pelatihan dan pengembangan secara signifikan berhubungan dengan kinerja organisasi.
Trainning menurut Byars & Rue (2005: p164) adalah proses pembelajaran yang
melibatkan perolehan keterampilan, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan
kinerja karyawan. Upaya yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran pengetahuan
yang berhubungan dengan pekerjaan, keterampilan, dan perilaku karyawan (Noe,
Hollenback, Gerhart, dan Wright, 2009: p267). Proses yang mengajarkan keterampilan
yang dibutuhkan karyawan baru untuk melakukan pekerjaannya (Dessler, 2005: p216).
Development menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p400)
adalah penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang meningkatkan
kemampuan karyawan untuk memenuhi perubahan persyaratan kerja dan klien serta
tuntutan pelanggan.
2.1.2.2. Langkah-langkah Training
Langkah-langkah untuk program training yang sukses menurut Byars & Rue (2005:
p165) adalah sebagai berikut:

Melakukan analisis pekerjaan

Melakukan penilaian kebutuhan

Menetapkan tujuan training

Mengadakan program training

Mengevaluasi hasil training
16
2.1.2.3. Jenis-jenis metode Training

On The Job Training
Menurut Dessler (2005: p222) On the job training adalah melatih seseorang
untuk mempelajari sebuah pekerjaan sambil mengerjakannya.
Menurut Byars & Rue (2005: p167-p169) On the job training adalah training
yang
menunjukan
karyawan
bagaimana
melakukan
pekerjaan
dan
memungkinkan dia untuk melakukan nya dibawah pengawasan pelatih. Salah
satu bentuk On the job training adalah rotasi pekerjaan, seorang individu belajar
beberapa pekerjaan yang berbeda dalam suatu unit kerja atau departemen dan
melakukan setiap pekerjaan untuk jangka waktu tertentu.

Apprenticeship training
Menurut Dessler (2005: p224) Apprenticeship training
merupakan proses
terstruktur dimana pekerja dilatih menjadi terampil melalui kombinasi instruksi
dikelas dan training langsung di pekerjaan, yang ditambah oleh Byars & Rue
(2005: p168) memberikan instruksi, baik didalam maupun diluar pekerajaan,
dalam aspek praktis dan teoritis dari pekerjaan yang diperlukan dalam pekerjaan
yang sangat terampil. A work study training method with both on the job and
classroom training (Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p296).

Simulasi
Menurut Dessler (2005: p227) simulasi melatih karyawan dengan peralatan
khusus diluar pekerjaan, sehingga biaya dan bahaya Training bisa dikurangi.
Metode Training yang mewakili situasi kehidupan nyata, yang memungkinkan
peserta untuk melihat hasil dari keputusan mereka dalam lingkungan buatan
(Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p297)).

Avatar
Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p298) avatar yaitu
penggambaran komputer manusia yang dapat digunakan sebagai pelatih, rekan
kerja, dan pelanggan dalam simulasi.

Virtual Reality
17
Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p298) Virtual Reality
merupakan teknologi berbasis komputer yang menyediakan peserta dengan
pengalaman belajar tiga dimensi (3D).

E-Learning
Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p301) E-Learning adalah
instruksi dan pemberian training oleh komputer melalui internet atau intranet
perusahaan.

Learner Control
Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p303) Learner Control
adalah kemampuan peserta untuk aktif belajar melalui latihan, self-pacing, link
ke bahan lain,, dan percakapan dengan pelatih dan ahli lainnya.

Learning Management System (LMS)
Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p303), merupakan
platform yang mengotomatisasi administrasi, pengembangan, dan pengiriman
program training perusahaan.

Group- or Team Building Methods
Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p303), teknik training
yang membantu peserta berbagi ide dan pengalaman, membangun identitas
kelompok, memahami dinamika hubungan interpersonal, serta mengenal
kekuatan dan kelemahan mereka sendiri dan teman kerja mereka.

Adventure Learning
Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p305), pembelajaran
difokuskan pada pengembangan kerja sama tim dan keterampilan kepemimpinan
dengan menggunakan kegiatan diluar ruangan yang terstruktur.

Team Training
Menurut Noe, Hollenback, Gerhart, dan Wright (2009: p306), koordinat kinerja
individu yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam lintas
Training anggota tim memahami dan mempraktikan keterampilan masingmasing. Training koordinasi melatih tim dalam bagaimana untuk berbagi
informasi dan keputusan. tim training pemimpin mengacu pada training manajer
tim atau fasilitas.
18
2.1.2.4. Evaluasi Training
Menurut Byars & Rue (2005: p169-p171) apabila hasil dari program training
dievaluasi, sejumlah manfaat bertambah. Evaluasi training dapat dipecah menjadi empat
bidang:

Reaksi
Evaluasi reaksi harus mempertimbangkan berbagai topik, termasuk isi program,
struktur program dan format teknik instruksional, kemampuan intruktur dan
gaya, kualitas lingkungan belajar, sejauh mana tujuan training tercapai, dan
rekomendasi untuk perbaikan.

Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran memperhatikan seberapa baik peserta memahami dan
menyerap prinsip-prinsip, fakta, dan keterampilan mengajar.

Perilaku
Evaluasi perilaku berkaitan dengan sikap perubahan perilaku kerja peserta
training dan jauh lebih sulit daripada reaksi evaluasi pembelajaran.

Hasil
Hasil evaluasi mencoba untuk mengukur perubahan variabel seperti mengurangi
turnover, mengurangi biaya, peningkatan efisiensi, pengurangan keluhan, dan
peningkatan kualitas produksi.
2.1.2.5. Indikator pelatihan dan pengembangan
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2009 : p44) ada beberapa komponen yang
harus diperhatikan dalam pelatihan dan pengembangan yaitu:

Tujuan dan Sasaran pelatihan dan pengembangan harus Jelas dan dapat terukur.

Para Pelatih (Trainers) harus ahlinya yang berkualitas memadai (Profesional).

Materi
pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang
hendak dicapai

Metode pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tingkat
kemampuan pegawai yang menjadi peserta.
19

Peserta pelatihan dan pengembangan harus memenuhi persyaratan yang
ditentukan.
2.1.3.
Penilaian kinerja (Performance appraisal)
Menurut Snell dan Bohlander (2010: p362), Performance appraisal dapat
didefinisikan sebagai suatu proses penilaian yang dirancang untuk membantu karyawan
mengerti peran, tujuan, ekspektasi, dan kesuksesan kinerja yang diadakan secara
berkala.
Menurut Mathis dan Jackson (2006: p382), penilaian kinerja adalah proses
mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan
dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut
kepada karyawan. Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi
karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja dan penilaian hasil.
Terdapat beberapa pihak yang dijelaskan oleh Snell dan Bohlander (2010: p370374) yang dapat melakukan penilaian kinerja. Pihak-pihak tersebut adalah :
 Penilaian oleh manajer atau supervisor
 Penilaian diri
 Penilaian bawahan
 Penilaian rekan
 Penilaian tim, dan
 Penilaian pelanggan
Proses penilaian kinerja merupakan kegiatan yang memastikan saling pengertian
antara bawahan dan atasan melalui proses evaluasi secara langsung pekerjaan prioritas
bawahan spesifik kinerja dan harapan, komunikasi, dan tanggung jawab yang diberikan.
Ini juga merupakan proses pemberian umpan balik dan dijadwalkan yang bertujuan
untuk meningkatkan kerja sama tim dan mempromosikan efisiensi dan kemampuan yang
lebih besar.
20
Tulisan yang sudah ada menunjukkan bahwa penilaian kinerja secara positif
berhubungan dengan kinerja organisasi. Lee dan Lee (2007) dalam Fathi Mohamed, et.
al.,(2011)
menetapkan bahwa sistem penilaian kinerja yang sukses meningkatkan
kualitas dan produktivitas. Oleh karena itu, Sang (2005) dalam Fathi Mohamed, et.
al.,(2011) menemukan bahwa, sistem penilaian kinerja yang transparan dan berbasis
client komprehensif meningkatkan kinerja perusahaan. Demikian pula, Rahman (2006)
dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) menetapkan bahwa komitmen yang komprehensif
sistem penilaian kinerja meningkat bawahan. Brown dan Hewood (2005) dalam Fathi
Mohamed, et. al.,(2011) berpendapat bahwa proses sistem penilaian kinerja memiliki
hubungan positif dengan peningkatan produktivitas perusahaan. Cook & Crossman
(2004) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) menegaskan hubungan antara karyawan dan
supervisor yang difasilitasi oleh kinerja. Dari atas, ada indikasi yang jelas bahwa
penilaian kinerja merupakan instrumen penting untuk pengembangan karir dasar,
pengakuan, dan promosi karyawan (Larsson et al. 2007) dalam Fathi Mohamed, et.
al.,(2011). Mendukung ini, Hanley (2005) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011)
menyatakan bahwa penilaian kinerja merupakan proses yang lebih produktif yang
mempengaruhi kinerja organisasi.
Dessler (Sirait, 2006: p129), menyebutkan beberapa alasan pentingnya peniliaian
kinerja, yaitu :
1. Memberikan informasi untuk keputusan promosi dan gaji,
2. Memberikan peluang kepada karyawan itu sendiri serta supervisor untuk meninjau
perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan.
3. Penilaian prestasi kerja merupakan pusat bagi proses perencanaan karir.
Perusahaan memiliki kewajiban untuk memanfaatkan karyawan yang dimilikinya
semaksimal mungkin agar kemampuan karyawannya serta memberikan kesempatan bagi
karyawan untuk tumbuh dan menyadari potensi yang dimiliki serta pengembangan
karirnya. Kecenderungan ini membuat perusahaan untuk melaksanakan proses
perencanaan dan pengembangan karir.
21
Perencanaan dan pengembangan karir adalah proses di mana seseorang menjadi
tahu kompetensi apa yang dimiliki yang berkaitan dengan karir yang berhubungan
dengan pencapaian karirnya.
Menurut Byars & Rue (2005: p223) Performance appraisal adalah proses
mengevaluasi dan berkomunikasi kepada karyawan bagaimana mereka melakukan
pekerjaan dan membangun rancana perbaikan.
2.1.3.1. Metode Performance Appraisal
Metode Performance appraisal menurut Byars & Rue (2005: p224-230), yaitu:
1. Management by objectives (MBO), lebih sering digunakan oleh karyawan
professional dna manajerial.
2. Multi-rater assessment (360-degree feedback), dengan metode ini, manajer, rekan,
pelanggan, pemasok atau kolega akan diminta untuk menyelesaikan kuesioner pada
karyawan yang dinilai.
3. Grafic rating scale, metode penilaian kinerja yang mengharuskan penilai untuk
menunjukan pada skala dimana persentase karyawan pada faktor-faktor seperti
kuantitas kerja, ketergantungan, pengetahuan pekerjaan, dan kegotong-royongan.
4. Behaviorally anchored rating scale (BARS), metode penilaian kinerja yang
menentukan tingkat kinerja karyawan berdasarkan pada apakah karyawan secara
spesifik menggambarkan mengenai perilaku pekerjaan yang ada.
5. Critical incident appraisal, metode penilaian kinerja dimana penilai menyimpan
catatan tertulis dari insiden yang menggambarkan perilaku karyawan baik positif
maupun negative.
6. Essay appraisal, metode penilaian kinerja dimana penilaian mempersiapkan
pernyataan tertulis yang menggambarkan kekuatan individu, kelemahann, dan
kinerja masa lalu.
7. Checklist, metode penilaian kinerja dimana jawaban penilai dengan ya atau tidak
serangkaian pertanyaan tentang perilaku karyawan yang dinilai.
22
8. Forced-choice rating, metode penilaian kinerja yang mengharuskan penilai untuk
menentukan peringkat satu set pernyataan yang menggambarkan bagaimana seorang
karyawan melaksanakan tugas dan tanggung jawab pekerjaan.
9. Rangking methods, metode penilaian kinerja dimana kinerja seorang karyawan
diurutkan relatif terhadap kinerja orang lain.
10. Work standards approach, metode penilaian kinerja yang melibatkan menetapkan
standar atau tingkat yang diharapkan dari output dan kemudian membandingkan
tingkat masing-masing karyawan dengan standar.
2.1.3.2. Indikator Performance Appraisal
terdapat lima indikator penentu performance appraisal berdasarkan model
Selvarajan & Cloninger (2011), yaitu:
Perceived fairness
Distributive
fairness
Appraisal
characteristic
Motivation to
improve
performance
Procedural fairness
Appraisal purpose
Interactive fairness
Appraisal source
Feedback
richnesss
Appraisal
satisfaction
Perceived
accuracy
Gambar 2.1 Model Performance Appraisal
Sumber: Selvarajan & Cloninger (2011)
23

Karakteristik penilaian yang dikaji dalam penilaian ini menurut Sevarajan dan
Cloninger (2011) adalah sumber penilaian, tujuan penilaian, dan kesempurnaan
penilaian. Sumber penilaian mengacu pada evaluasi kinerja karyawan oleh satu
atau lebih sumber, seperti manajer, diri sendiri, bawahan, rekan, dan pelanggan
(Deleon & Ewen 1997) dalam Selvarajan & Cloninger (2011). Tujuan dari
penilaian adalah karakteristik lain yang penting dari suatu sistem penilaian
(Murphy dan Cleveland 1995) dalam Selvarajan & Cloninger (2011), dan
penilaian kinerja biasanya digunakan untuk tujuan administrasi maupun
pembangunan. Kesempuranaan tanggapan mengacu pada kinerja lingkungan
dimana karyawan menerima penilaian yang spesifik, sering, dan tanggapan yang
tepat waktu (Kinicki, Prusia, Ben dan McKee-Ryan 2004) dalam Selvarajan &
Cloninger (2011).

Akurasi persepsi penilaian adalah salah satu kriteria yang paling banyak
digunakan untuk efektivitas dalam penelitian penilaian (Cardy dan Dobbins
1994) dalam Selvarajan & Cloninger (2011), dan berhubungan dengan berbagai
hasil penilaian seperti kepuasan penilaian dan motivasi untuk meningkatkan
kinerja (Taylor et,. al. 1995), Findley, Giles,dan Mosslander 2000: Kayu dan
Marshall, 2008: Selvarajan dan Cloninger 2009) dalam Selvarajan & Cloninger
(2011).

Persepsi keadilan bagi karyawan merupakan ukuran penting dari efektivitas
penilaian yang berhubungan dengan hasil penilaian (misalnya Nathan, Mohrman
dan Milliman 1991:, Taylor et,. al. 1995) dalam Selvarajan & Cloninger (2011).
Penelitian sebelumnya pada kesetaraan atau keadilan menunjukan bahwa itu
terdiri dari tiga dimensi: distributive, procedural, dan keadilan interaksional
(Colquitt et,. al 2001) dalam Selvarajan & Cloninger (2011). Keadilan distributif
berkaitan dengan keadilan distributif hasil (Greenberg 1986) dalam Selvarajan &
Cloninger (2011). Dalam konteks penilaian kinerja, dimensi ini berkaitan dengan
persepsi keadilan diterima oleh karyawan berdasarkan penilaian kinerja.
Keadilan prosedural berfokus pada kesetaraan prosedur yang digunakan dalam
menentukan hasil (Thibaut dan Walker 1975: Folger, Knovsky dan Cropanzano
1992). Konsep keadilan interaksional diperkenalkan oleh Bies dan Moag (1986)
24

dan didefinisikan sebagai kualitas karyawan melalui perlakuan antar pribadi
selama proses penilaian kinerja (Bies 2001) dalam Selvarajan & Cloninger
(2011).

Kepuasan penilaian adalah kepuasan karyawan dengan menggunakan sistem
penilaian, dan dianggap paling penting diantara semua variabel yang mengukur
reaksi tanggapan (Giles dan Mossholder 1990; Keeping dan Levy 200; Levy dan
William 2004) dalam Selvarajan & Cloninger (2011).

Motivasi untuk meningkatkan kinerja berarti sistem penilaian performa berkaitan
dengan peningkatan kinerja karyawan dimasa depan , dan efek motivasi
penilaian kinerja dianggap sebagai hal yang penting, tetapi di bawah hasil
variabel yang diteliti untuk penilaian kinerja (Roberson dan Stewart 2006;
DeNisi dan Pritchard 2006) dalam Selvarajan & Cloninger (2011).
2.1.4. Kompensasi dan Penghargaan (Compensation and Reward)
2.1.4.1. Kompensasi (Compensation)
Menurut Mathis & Jackson yang diterjemahkan oleh Diana Angelica (2006:
p419), kompensasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan
mengapa orang-orang memilih untuk bekerja disebuah organisasi daripada organisasi
yang lain. Pemberian kompensasi penting bagi organisasi untuk mencerminkan suatu
apresiasi dari perusahaan kepada karyawan mereka dan suatu bentuk usaha untuk
mempertahankan sumber daya manusia sebagai komponen utama sekaligus aset bagi
suatu organisasi. Suatu program kompensasi dalam organisasi memiliki empat tujuan (
Mathis & Jackson, 2006: p419), yaitu :
 Kepatuhan pada hukum dan peraturan yang berlaku
 Efektifitas biaya organisasi
 Keadilan internal dan eksternal dan individual bagi karyawan
 Peningkatan kinerja bagi organisasi
Disamping kepentingan dalam organisasi, kompensasi memiliki suatu arti
penting bagi karyawan, karena bagi mereka kompensasi mencerminkan suatu ukuran
25
dan nilai atas pengetahuan, keterampilan, dan kinerja yang telah mereka berikan bagi
organisasi diantara karyawan lainnya.
Kompensasi menurut Byars & Rue (2005: p249) mengacu pada semua
penghargaan ekstrinsik yang diterima karyawan sebagai pertukaran atas pekerjaan
mereka.
Jenis-jenis Kompensasi:

Pay
Menurut Byars & Rue (2005: p249) pay, hanya mengacu pada uang actual yang
diterima karyawan sebagai pertukaran atas pekerjaan mereka.

Base wage or salary
Menurut Byars & Rue (2005: p249) base wage or salary adalah upah per jam,
mingguan, atau bulanan yang karyawan terima atas pekerjaan mereka.

Incentives
Menurut Byars & Rue (2005: p249) incentives adalah imbalan yang ditawarkan
disamping upah dasar atau gaji dan biasanya berhubungan langsung dengan
kinerja.

Benefits
Menurut Byars & Rue (2005: p249) benefits adalah imbalan yang diterima
karyawan sebagai hasil dari kinerja dan posisi dengan organisasi mereka.
2.1.4.2 Penghargaan (Reward)
Menurut Danim (2004: p47) dalam hasibuan (2007) Reward / Penghargaan
sering juga disebut upah yaitu harapan setiap manusia bekerja, meskipun dapat saja
berbeda pada setiap kelompok kerja diperusahaan atau lembaga-lembaga sekolah.
Pemberian reward pada setiap orang harus disesuaikan dengan hak dan kewajibannya.
Penghargaan adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak
langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atau jasa yang diberikan kepada
perusahaan.
Menurut Byars & Rue (2005: p244), reward terbagi menjadi dua, yaitu:
26
- Penghargaan Intrinsik, dalam internal individu dan biasanya berasal dari keterlibatan
dalam kegiatan atau tugas tertentu. Kepuasan kerja, prestasi, pengakuan resmi, personal
growth, status, dan perasaan atas prestasi adalah contoh dari imbalan intrinsik.
- Penghargaan Ekstrinsik, secara langsung dikontrol dan didistribusikan oleh organisasi
dan lebih nyata dari penghargaan intrinsik. Upah, pengakuan formal, tunjangan, insentif,
promosi, hubungan sosial, lingkungan kerja, dan manfaat rawat inap adalah contoh dari
imbalan ekstrinsik.
Indikator Reward Menurut Byars & Rue (2005: p244):

Manajemen harus mengenali apa yang diinginkan pekerja sebagai rewards yang
berarti.

Bagaimana cara perusahaan mendistribusikan reward kepada karyawan.

Variabel yang dapat mempengaruhi pilihan pegawai untuk reward tertentu, bisa
berupa usia, jenis kelamin, status perkawinan, angka kebutuhan dan lama
bekerja.

Keuntungan intrinsik yang mungkin dapat terjadi sebagai akibat dari reward
yang diberikan.

Faktor internal seperti ukuran organisasi, kondisi lingkungan, stage/tahapan dari
siklus hidup produk dan pangsa pasar.
2.1.5. Retensi Karyawan (Employee Retention)
Retensi menurut (Chaminade, 2007) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) adalah
langkah sukarela oleh organisasi untuk menciptakan lingkungan yang melibatkan
karyawan untuk jangka panjang ".Oleh karena itu, retensi karyawan adalah upaya
sukarela oleh setiap organisasi untuk menyediakan lingkungan yang cenderung untuk
menjaga atau mempertahankan karyawan untuk jangka waktu lama. Demikian pula,
Kyndt, Dochy, Michielsen dan Moeyaert (2009) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011)
mendefinisikan retensi karyawan sebagai praktek dan metode atau organisasi apapun
yang tidak memiliki dan mempertahankan karyawan yang terampil.
27
Menurut Mathis & Jackson yang diterjemahkan oleh Diana Angelica
(2006:p126) menjelaskan bahwa retensi merupakan upaya untuk mempertahankan
karyawan agar tetap berada dalam organisasi guna mencapai tujuan organisasi tersebut.
Sebagai hasil dari ini, penulis seperti (Katou, 2008; Paauwe dan Richardson,
1997) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) telah melakukan penelitian dengan konsep
attendant dan model sehingga dapat memahami secara memadai dan mengurai teka-teki
yang mendukung hubungan MSDM kinerja termasuk faktor perantara seperti retensi
karyawan. Terutama, tahap perantara dari hubungan ini, biasanya terdiri dari hasil
MSDM motivasi, kepuasan, iklim sosial, retensi, keterlibatan, loyalitas dan kepercayaan
(Paauwe dan Richardson, 1997) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011). Dalam konteks
diskusi ini, Boselie et al.(2005) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011) telah
mengidentifikasi sedikit perhatian yang diperluas untuk menjelajahi mekanisme
menghubungkan atau mediasi efek faktor penting dalam hubungan MSDM kinerja.
Meskipun, ada banyak komponen MSDM Hasil (HRM Outcome) seperti yang
ditunjukkan sebelumnya, bagaimanapun, ini adalah studi berfokus pada satu aspek
MSDM Hasil yaitu, retensi karyawan.
Sejak pertengahan 1990-an, studi empiris telah berkonsentrasi tidak hanya pada
menemukan mengapa karyawan atau pekerja meninggalkan organisasi
tetapi juga
melihat faktor-faktor dan aspek yang secara signifikan dapat berdampak pada karyawan
untuk tetap dalam organisasi dan manfaat yang terkait dengan pekerja penahan
(Moncarz, Zhao ,& Kay, 2009) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011). Dalam waktu
belakangan ini, Bairi, Manohar & Kundu (2011) telah mengakui bahwa retensi
karyawan telah muncul sebagai titik fokus dari banyak penelitian di bidang MSDM,
terutama sebagai bagian dari program talent management di mana banyak dari para
praktisi sumber daya manusia telah terintegrasi ke dalam program (UU, 2003;. Gallagher
et al 2006). Sebaliknya, Huang, Lin, & Chuang (2006) dalam studi mereka telah
mengamati bahwa meskipun pentingnya muncul dari retensi karyawan, hanya beberapa
studi telah meneliti konsep. Selain itu, Huang et al. (2006) dalam Fathi Mohamed, et.
al.,(2011) berpendapat bahwa kebanyakan studi yang ada cenderung lebih fokus pada
omset dari pada retensi, itu sendiri.
28
Untuk meningkatkan kinerja organisasi dan meningkatkan hubungan antara
praktek MSDM dan kinerja organisasi, organisasi harus mengembangkan strategi retensi
seperti penghargaan, otonomi dan citra (Development and Learning di Organisasi,
2011). Dalam hal ini, mereka harus menjadi set kemampuan terpadu atau aset sumber
daya manusia untuk mengatasi retensi karyawan tantangan (Bairi, Manohar & Kundu
(2011) dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011). Oleh karena itu, faktor-faktor seperti:.
Insentif, kompensasi, kompetitif dan upah yang adil akan mendorong atau memotivasi
karyawan untuk tinggal dalam organisasi untuk waktu yang lebih lama (Sigler, 1999)
dalam Fathi Mohamed, et. al.,(2011). Pada akhirnya, ini sedang diperdebatkan di sini
bahwa retensi karyawan akan memediasi hubungan antara praktek MSDM dan kinerja
organisasi. Oleh karena itu kami, diusulkan bahwa kehadiran retensi karyawan akan
meningkatkan kinerja organisasi dan lebih meningkatkan hubungan antara praktek
MSDM dan kinerja organisasi.
Retensi karyawan menurut Robert L. Mathis dan John H.Jackson (2006: p126)
merupakan kemampuan yang dimiliki perusahaan untuk mempertahankan karyawan
potensial yang dimiliki perusahaan untuk tetap loyal terhadap perusahaan. Tujuannya
adalah untuk mempertahankan karyawan yang dianggap berkualitas dari perusahaan atas
kehendak dari karyawan itu sendiri.
Jadi menurut penulis Retensi Karyawan adalah upaya perusahaan dalam
mempertahankan karyawan yang berkinerja baik untuk tetap dalam perusahaan.
29
2.1.5.1. Indikator retensi karyawan
Peluang Karier
- Kontinuitas pelatihan
- Pengembangan dan bimbingan
- Perencanaan karier
Komponen
Organisasional
Penghargaan
- Nilai dan Budaya
kompetitif
- Gaji dan tujangan yang
- Perbedaan penghargaan kinerja
- Strategi dan Peluang
- Pengakuan
- Dikelola dengan baik
dan terorientasi pada
hasil
- Tunjangan dan bonus spesial
Rancangan tugas dan pekerjaan
- Tanggung jawab dan otonomi
- Kontiniuitas dan
keamanan kerja
kerja
- Fleksibilitas kerja
- Kondisi kerja
Hubungan Karyawan
- Perlakuan yang adil/tidak
diskriminatif
- Dukungan dari supervisor/manajemen
- Hubungan rekan kerja
Gambar 2.2 Indikator Retensi Karyawan
Sumber : Robert L. Mathis dan John H.Jackson (2006: p129 )
30
Menurut Robert L. Mathis dan John H.Jackson (2006: p128-135), ada beberapa
faktor penentu retensi karyawan, yang dapat dilihat pada gambar 2.2 yaitu :
1.
Komponen organisasional
Organisasi yang memiliki budaya dan nilai yang positif dan berbeda mengalami
perputaran karyawan yang lebih rendah. Budaya organisasinal merupakan komponen
organisasional yang berupa pola nilai dan keyakinan bersama yang memberikan arti dan
peraturan perilaku bagi organisasi. Menciptakan budaya yang menghargai orang
memungkinkan beberapa perusahaan untuk menarik dan memelihara karyawan dengan
baik. Komponen organisasional lain yang mempengaruhi retensi karyawan berhubungan
dengan strategi, peluang dan manajemen organisasi tersebut. Faktor yang mempengaruhi
bagaimana karyawan memandang organisasi mereka adalah kualitas perencanaan masa
depan dari kepemimpinan di dalam perusahaan. Sering kali visi seperti itu ditunjukan
dengan memiliki rencana strategis yang diidentifikasi dan menuntun perusahaan pada
perubahan.
2.
Peluang Karir Organisasional
Organisasi menyampaikan peluang dan pengembangan karier dalam berbagai
cara. Usaha pengembangan karier organisasional dirancang untuk memenuhi harapan
para karyawan bahwa para pemberi kerja mereka berkomitmen untuk mempertahankan
pengetahuan, ketrampilan, dan pengetahuannya saat ini.
3.
Penghargaan
Penghargaan nyata yang diterima karyawan karena bekerja datang dalam bentuk
gaji, insentif, dan tunjangan. Gaji dan tunjangan harus kompetitif dan sesuai dengan
kinerja karyawan. Kenyataannya, uang mungkin merupakan alasan beberapa karyawan
pindah kerja, tetapi ada faktor-faktor lain yang merupakan alasan banyak orang untuk
bertahan di perusahaan mereka. Para pemberi kerja juga mempelajari bahwa memiliki
lebih sedikit fleksibilitas tunjangan membantu retensi karyawan. Pengakuan karyawan
sebagai bentuk penghargaan dapat nyata atau tidak nyata. Nyata adalah seperti
pemilihan karyawan terbaik setiap bulan, karyawan dengan absensi terbaik, dan lain-
31
lain. Tidak nyata adalah memberi umpan balik yang positif seperti pujian bila karyawan
bekerja sesuai dengan harapan perusahaan.
4.
Rancangan tugas dan pekerjaan
Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas
dan pekerjaan yang dilakukan. Karena karyawan menghabiskan waktu yang signafikan
di tempat kerja, mereka berharap untuk bekerja dengan peralatan dan teknologi modern
serta memiliki kondisi kerja yang baik, mengingat sifat perkejaan tersebut. Karyawan
juga menginginkan lingkungan kerja yang aman dimana resiko kecelakaan dan luka
diperhatikan. Hal ini khususnya benar bagi para pemberi kerja dalam industri
manufaktur, pertanian, peralatan sehari-hari dan transportasi yang memiliki resiko
kesalamatan yang lebih tinggi dari pada dalam banyak industry jasa dan lingkungan
kantor.
5.
Hubungan Karyawan
Kumpulan terakhir yang mempengaruhi retensi karyawan didasarkan pada
hubungan karyawan dalam organisasi. Bidang-bidang seperti kelayakan dari kebijakan
SDM, keadilan dari tindakan disipliner, dan cara yang digunakan untuk memustuskan
pemberian kerja dan peluang kerja, semuanya mempengaruhi retensi karyawan.
2.1.5.2.
Retensi Karyawan Sebagai Persoalan Manajemen
Perubahan dalam kondisi ekonomi dan melambatnya pertumbuhan perusahaan
teknologi, telah membuat beberapa orang berspekulasi bahwa penekanan pada retensi
karyawan merupakan persoalan semetara. Akan tetapi dalam buku Mathis (2006: p129)
survey yang diperbaharui menemukan bahwa 90% perusahaan mengatakan bahwa lebih
sulit untuk memelihara individu yang berbakat sekarang ini dibandingkan dengan
bebearapa tahun lalu. Oleh karena itu, sangatlah penting organisasi dan manajer
mengakui bahwa retensi karywan merupakan perhatian SDM yang berkelanjutan dan
merupakan tanggung jawab yang signifikan bagi supervisor dan manajer.
32
2.1.6.
Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)
Menurut Mathis dan Jackson (2006 : p121): Kepuasan kerja (Job Satisfaction)
adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman
kerja seseorang. Ketidakpuasan muncul ketika harapan seseorang tidak dipenuhi.
Menurut Gibson (2009 : p106): kepuasan kerja erat kaitannya dengan sikap
karyawan terhadap pekerjanya. Hal ini merupakan hasil dari persepsi karyawan atas
pekerjaannya.
Menurut Robin dan Coulter (2012 : p403): Kepuasan kerja mengacu pada sikap
umum seorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi
memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Seseorang yang tidak puas dengan
pekerjaannya memiliki sikap yang negatif. Ketika orang berbicara tentang sikap
karryawan, mereka biasanya mengacu pada kepuasan kerja.
Jadi berdasarkan beberapa pendapat ahli sebelumnya maka dapat disimpulkan
bahwa kepuasan kerja adalah suatu tindakan atau perilaku yang ditunjukan oleh
karyawan selama bekerja disuatu organisasi atau perusahaan. Ketika karyawan tersebut
merasa puas dengan pekerjaannya sekarang maka karyawan tersebut akan memberikan
suatu timbal balik yang lebih baik, bisa berupa peningkatan kinerja atau komitmen
terhadap organisasi atau perusahaan dimana dia bekerja. Sedangkan ketika karyawan
merasa tidak puas, maka karyawan akan cenderung melakukan keterbalikan dari ketika
mereka merasa puas dengan pekerjaanya.
2.1.6.1. Faktor-faktor Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja tergantung kesesuaian atau keseimbangan antara yang
diharapkan dengan kenyataan. Ada lima faktor penentu kepuasan kerja yang disebut
dengan Job Descriptive Index (JDI) (Gibson, et al., 2009 : p106):
1. Pekerjaan itu sendiri
Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang menyenangkan, kesempatan
belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab. Hal ini menjadi sumber
mayoritas kepuasan kerja.
33
2. Gaji
Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute
dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga
kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang
signifikan terhadap kepuasan kerja.
3. Kesempatan atau Promosi
Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan memperluas
pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk kenaikan jabatan.
4. Supervisor
Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku dukungan.
Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk
memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan
didasari pada keterkaitan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai
yang serupa.
5. Rekan Kerja
Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan terpenuhi dengan
adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika terjadi konflik dengan rekan kerja,
maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja karyawan terhadap pekerjaan.
2.1.6.2. Dampak Ketidakpuasan Kerja
Menurut Robbins dan Judge (2008 : p111-112): terdapat konsekuensi ketika
karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak
menyukai pekerjaan mereka. Dalam ketidakpuasan pekerja dapat ditunjukan dengan
berbagai cara, Robbins menunjukan empat tanggapan yang berbeda dari satu sama lain
dalam
dimensi
Kostruktif/destruktif
didefinisikan sebagai berikut:
1. Keluar (Exit)
dan
aktif/pasif.
Respon-respon
tersebut
34
Perilaku yang ditunjukan untuk meningkatkan organisasi termasuk mencari posisi baru
dan mengundurkan diri.
2. Aspirasi (Voice)
Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan
perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktifitas serikat
kerja.
3. Kesetiaan (Loyalty)
Secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela
organisasi ketika berhadapan dengan ancaman eksternal dan mempercayai organisasi
dan manajernya untuk “melakukan hal yang benar”.
4. Pengabaian (Neglect)
Secara pasif membiarkan kondisi mejadi lebih buruk, termasuk ketidakpuasan atau
keterlambatan yang terus menerus-kurangnya usaha, dan meningkatkan angka
kesalahan.
2.1.6.3. Dimensi dan Indikator Kepuasan Kerja
Menurut Kalleberg (1977) dalam Tricia A. Seifert, Paul D. Umbach (2007),
menggunakan dua dimensi dari kepuasan kerja dalam penelitiannya. Dia menemukan
dimensi kepuasan kerja dapat dianggap sebagai baik instrisik (mengacu pada pekerjaan
itu sendiri) atau ekstrinsik (mewakili aspek pekerjaan eksternal untuk tugas itu sendiri).
Dua dimensi itu didefinisikan sebagai berikut:
1. Dimensi Instrinsik
-
Sejauh mana pekerjaan itu menarik
-
Sejauh mana pekerjaan itu mandiri
-
Hasil pekerjaan yang jelas
2. Dimensi Ekstrinsik
-
Karir
-
Keuangan
35
2.2.
-
Kenyamanan
-
Hubungan dengan rekan kerja
-
Kecukupan sumber daya
Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang menunjukan adanya
pengaruh Praktek MSDM ( HRM Practice ), Kepuasan kerja ( Job Satisfactian ) sebagai
variable mediasi terhadap Retensi Karyawan ( Employee Retention ).
Tabel 2.1 : Penelitian terdahulu
Nama Jurnal
International
Jurnal Penelitian
Peneliti
Journal HRM Practices and Sorasak
of Trade, Economics Employee
Hasil Penelititan
Tangthong,
Retention Jirasek
Praktek
memiliki
and Finance, Vol. 5, in Thailand—A
Trimetsoontorn,
No. 2, April 2014
Nutthawut
terhadap
Rojniruntikul
Karyawan
Literature Review
Interdisciplinary
Journal
hubungan
signifikan
Retensi
Praktek
of
Impact
of
Contemporary
Resource
Research in Business
Management
Vol 6, No.3, JULY Practices
2014
and yang
SDM
Employee
Human
Leyla
Soureh Arzi
on
Job
Satisfaction: A Study
of Malaysian Hotels
Farahbod, memiliki
SDM
dampak
yang
signifikan
terhadap
Kepuasan
Kerja Karyawan
36
Interdisciplinary
Journal
of
Contemporary
Vol.5,
No.2,
of
HR
karyawan
memiliki
Practices
on
Job Prof. Dr. Muhammad pengaruh
yang
JUNE Empirical
2013
Kerja
Impact
Research in Business Satisfaction:
Hafiz Kashif Iqbal,
Kepuasan
An Ehsan Malik,
signifikan
terhadap
Evidence Muhammad Mudasar Praktek SDM
from corporate sector Ghafoor
of Punjab- Pakistan
Canadian
Sakinah
Mat
Zin, Retensi
Social Science Vol. 8,
Motivation Model for Noorazlina
Ahmad, memiliki
No. 5, 2012
Employee Retention: Nazlin Emieza Binti yang
Applicability to HRM Ngah, Rusnah Binti terhadap
Practices
in Ismail,
Malaysian
hubungan
signifikan
Praktek
SDM
SME Norlaila
Binti
Ibrahim,
Iskandar
Sector
karyawan
Hasan
Tan
Abdullah,
Bin
Nur
Hafizah binti Ahmad
Tajuddin
Journal
of
Business Employee
Kepuasan
kerja
and Management, Vol. Satisfaction: Mediator Kasekende, Kabagabe karyawan
memiliki
19 No. 3, 2013
Francis
of
Jolly Byarugaba, and hubungan
Organizational
Mariam Nakate
Service Orientation
and
Retention
Sumber: Penulis, 2014
Employee
signfikan
yang
terhadap
Retensi Karyawan
37
2.3.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka maka kerangka pemikiran penelitian sangat
dibutuhkan sebagai alur berpikir sekaligus sebagai landasan untuk menyusun hipotesis
penelitian. Penyusunan kerangka pemikiran juga akan memudahkan pembaca untuk
memahami permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian ini. Secara lengkap
kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar berikut.
HRM Practices
Job Satisfaction
Employee Retention
Keterangan :
: Menggambarkan pengaruh yang memediasi
Gambar 2.3 : Kerangka pemikiran
Penelitian ini didasarkan pada kerangka diatas yang dikembangkan melalui
tinjauan pustaka yang luas dan informasi dari beberapa dimensi. Untuk variabel
independen (HRM practices), lima dimensi sedang diidentifikasi dan mereka didasarkan
pada karya sebelumnya Rizov dan Croucher (2008), Katou & Budhwar (2006); Paul dan
Ananatharaman (2003), Harel dan Tzafrir (1999) dalam teori Organizational
Performance dikutip dari Fathi Mohamed Abduljlil ALDamoe, Dr. Mohamd Yazam, Dr.
Kamal Bin Ahmid (2011). Untuk variable Job Satisfaction itu sendiri, diambil dari
karya-karya Gibson (2009 : p106) sebagai 5 dimensi penting dalam menentukan
kepuasan kerja karyawan yang biasanya disebut juga Job Descriptive Index (JDI). Untuk
retensi karyawan, itu diadopsi dari karya-karya Katou (2008) dan Paauwe dan
Richardson (1997),berdiri sebagai variabel mediasi dan menengahi antara independen
dan dependen (kinerja organisasi) variabel, yaitu, dalam hubungan antara praktek HRM
dan kinerja organisasi. Penelitian ini menggunakan "Resources Based View Theory"
oleh Penrose untuk mendukung kerangka. Menurut Priem dan Butler (2001) dalam Fathi
38
Mohamed, et. al.,(2011), sumber daya organisasi meliputi:. "Semua aset, kemampuan,
proses organisasi dan atribut, praktek MSDM, dan yang paling penting, karyawan dalam
organisasi karyawan ini harus dipekerjakan dan dipertahankan di semua biaya untuk
mengaktifkan organisasi mencapai kinerja organisasi yang lebih baik. Resources based
view theory memberikan organisasi keuntungan kompetitif melalui strategi seperti
"retensi karyawan" strategi. Dengan demikian, organisasi harus memahami dan
menerapkan strategi (misalnya retensi karyawan) yang akan meningkatkan efisiensi dan
efektivitas khususnya organisasi kinerja.
2.4.
Hipotesis
Dari kerangka pemikiran dan tinjauan diatas, dapat dirumuskan hipotesis atau
dugaan sementara terhadap variabel-variabel penelitian yang digunakan sebagai berikut.
H-1
Ho : Praktek MSDM tidak memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan.
H1 : Praktek MSDM memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan.
H-2
Ho : Praktek MSDM tidak memiliki pengaruh positif terhadap retensi karyawan.
H1 : Praktek MSDM memiliki pengaruh positif terhadap retensi karyawan.
H-3
Ho : Kepuasan kerja karyawan tidak memiliki pengaruh positif terhadap retensi
karyawan.
H1 : Kepuasam kerja karyawan memiliki pengaruh positif terhadap retensi karyawan.
H-4
Ho: Tidak terdapat pengaruh antara praktek MSDM terhadap retensi karyawan melalui
kepuasan kerja.
H1: Terdapat pengaruh antara praktek MSDM terhadap retensi karyawan melalui
kepuasan kerja .
Download