Seputar Kedokteran Blog yang membahas seluk beluk dunia kedokteran Search o o o o o o o o o o o o HOME BUSINESS Internet Market Stock DOWNLOADS Dvd Games Software Office PARENT CATEGORY Child Category 1 Sub Child Category 1 Sub Child Category 2 Sub Child Category 3 Child Category 2 Child Category 3 Child Category 4 FEATURED HEALTH Childcare Doctors UNCATEGORIZED Kolesteatoma 05.02.00 Artikel Kedokteran, THT 1 comment Kolesteatoma adalah deskumulasi non neoplasma sel epitel kulit pada cavum timpani, mastoid2 atau apex petrosus. Meskipun kolesteatoma bukan lesi neoplasma tetapi dapat berbahaya pada penderita1. Istilah kolesteatoma diperkenalkan pertama kali oleh Johanes Muller pada tahun 1838 untuk menjelaskan kolesteatoma sebagai dikira sebagai neoplasma lemak di antara sel-sel polihedral1. Kolesteatoma telah dikenal sebagai lesi bersifat desktruksif pada kranium yang dapat mengerosi dan menghancurkan struktur penting pada tulang temporal. Sehingga berpotensi menyebabkan komplikasi pada sistem syaraf pusat3. Insidensi kolesteatoma tidak diketahui dengan pasti, tetapi keadaan ini merupakan alasan untuk dilakukan bedah telinga. Kematian karena komplikasi intrakranial kini tidak umum terjadi disebabkan deteksi dini, intervensi pembedahan dan terapi suportif antibiotik. Kolestatoma masih penyebab umum tuli konduksi sedang dan permanen pada anak-anak dan dewasa3. A. Definisi Kolesteatom adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin)4. Deskuamasi tersebut dapat berasal dari kanalis auditoris externus atau membrana timpani. Apabila terbentuk terus dapat menumpuk sehingga menyebabkan kolesteatom bertambah besar4. Kolesteatoma dapat terjadi di kavum timpani dan atau mastoid5. B. Etiologi Kolesteatoma biasanya terjadi karena tuba eustachian yang tidak berfungsi dengan baik karena terdapatnya infeksi pada telinga tengah. Tuba eustachian membawa udara dari nasofaring ke telinga tengah untuk menyamakan tekanan telinga tengah dengan udara luar6. Normalnya tuba ini kolaps pada keadaan istirahat, ketika menelan atau menguap, otot yang mengelilingi tuba tersebut kontraksi sehingga menyebabkan tuba tersebut membuka dan udara masuk ke telinga tengah7. Saat tuba eustachian tidak berfungsi dengan baik udara pada telinga tengah diserap oleh tubuh dan menyebabkan di telinga tengah sebagian terjadi hampa udara 6. Keadaan ini menyebabkan pars plasida di atas colum maleus membentuk kantong retraksi, migrasi epitel membran timpani melalui kantong yang mengalami retraksi ini sehingga terjadi akumulasi keratin8. Kantong tersebut menjadi kolesteatoma. Kolestoma kongenital dapat terjadi ditelinga tengan dan tempat lain misal pada tulang tengkorak yang berdekatan dengan kolesteatomanya 6. Perforasi telinga tengah yang disebabkan oleh infeksi kronik atau trauma langsung dapat menjadi kolesteatoma. Kulit pada permukaan membran timpani dapat tumbuh melalui perforasi tersebut dan masuk ke dalam telinga tengah7. Beberapa pasien dilahirkan dengan sisa kulit yang terperangkap di telinga tengah (kolesteatoma kongenital) atau apex petrosis7. C. Patogenesis Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara lain adalah: teori invaginasi, teori imigrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori tersebut akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964) yang mengatakan; kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah atau menurut pemahaman Djaafar (2001) kolesteatoma dapat terjadi karena adanya epitel kulit yang terperangkap. Sebagaimana diketahui bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing stratified squamosus epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka/ terpapar ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah Cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma 4 . 1. Teori invaginasi Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membrana timpani pars plasida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba 4. 2. Teori imigrasi Kolesteatoma terbentuk akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membrana timpani ke telinga tengah4. Migrasi ini berperan penting dalam akumulasi debris keratin dan sel skuamosa dalam retraksi kantong dan perluasan kulit ke dalam telinga tengah melalui perforasi membran timpani. 3. Teori metaplasi Terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama4 . 4. Teori implantasi Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat adanya implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah waktu operasi, setelah blust injury, pemasangan ventilasi tube atau setelah miringotomi 4 Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kuman, yang paling sering adalah Pseudomonas aerogenusa. Pembesaran kolesteatom menjadi lebih cepat apabila sudah disertai infeksi, kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat dengan adanya pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak 4 . D. Klasifikasi Kolesteatoma dapat dibagi menjadi dua jenis: 1.Kolesteatom kongenital, yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga dengan membrana timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle 4 . 2.Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir a. Kolestetoma akuisital primer kolestetoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrana timpani. kolestetoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membrana timpani pars plasida karena adanya tekanan negatif ditelinga tengah akibat gangguan tuba (teori invaginasi) 4 . b. Kolestetoma akuisital sekunder kolestetoma terbentuk setelah adanya perforasi membrana timpani. kolestetoma terbentuk akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membrana timpani ke telinga tengah (teori immigrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (teori metaplasia) 4 . E. Gejala Klinis 1. Nyeri Pasien mengeluh nyeri tumpul dan otore intermitten akibat erosi tulang dan infeksi sekuder9. Perasaan sakit dibelakang atau didalam telinga dapat dirasakan terutama pada malam hari sehingga dapat menyebabkan tidak nyaman pada pasien6. 2. Pendengaran berkurang Kolesteatoma dapat tetap asimtomatik dan mencapai ukuran yang cukup besar sebelum terinfeksi atau menimbulkan gangguan pendengaran, dengan akibatnya hilangnya tulang mastoid, osikula, dan pembungkus tulang saraf fasialis10. 3. Perasaan penuh Kantong kolesteatoma dapat membesar sehingga dapat menyebabkan perasaan penuh atau tekanan dalam telinga, bersamaan dengan kehilangan pendengaran 6. 4. Pusing Perasaan pusing atau kelemahan otot dapat terjadi di salah satu sisi wajah (sisi telinga yang terinfeksi) 6. F. Histologis Kolesteatoma secara histologis adalah kista sel-sel keratinisasi skuamosa benigna yang disusun atas tiga komponen, yaitu kistik, matriks dan perimatrik. Kistik tersusun atas sel skuamosa keratinisasi anukleat berdiferesiansi penuh. Matriks terdiri atas epitel skuamosa keratinisasi seperti susunan kista. Perimatrik atau lamina propria merupakan bagian kolesteatoma yang terdiri atas sel-sel granulasi yang mengandung kristal kolesterol. Lapisan perimatriks merupakan lapisan yang bersentuhan dengan tulang. Jaringan granulasi memproduksi enzim proteolitik yang dapat menyebabkan desktruksi terhadap tulang.1. G. Diagnosis 1. Anamnesis Riwayat keluhan pada telinga sebelumnya harus di selidiki untuk memperoleh gejala awal kolesteatoma. Gejala yang sering dikeluhkan adalah otore, otalgia, obstruksi nasal, tinitus dan vertigo. Riwayat penyakit dahulu menderita penyakit pada telinga tengah seperti otitis media dan atau perforasi membrana timpani harus ditanyakan, kehilangan pendengaran unilateral progresif dengan otore yang berbau busuk1, riwayat operasi sebelumnya8. 2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik terdiri atas pemeriksaan kepala dan leher, dengan perhatian terutama pada pemeriksaan telinga. Penilaian umum untuk menghindari terlewatnya penilaian demam, perubahan status mental dan penilaian lainnya yang dapat memberikan petunjuk kearah komplikasi5. Otomikroskopi merupakan alat pada pemeriksaan fisik untuk mengetahui dengan pasti kolesteatoma. Diperlukan aural toiletisasi untuk menghilangkan otore, debris atau lapisan kulit sehingga visualisasi dapat lebih jelas. Membran timpani harus diperiksa dengan teliti. Retraksi sering terdapat pada attic atau membran timpani kuadran posterosuperior5. Akumulasi debris skuamosa dapat dijumpai pada kantongnya. Terdapat juga perforasi membrana timpani, pemeriksaan mukosa telinga tengah untuk menilai ada atau tidaknya udema, dan jaringan granulasi5. Tes Rinne dan Weber dengan menggunakan garputala 512 Hz didapatkan hasil tuli konduksi, sebaiknya dibandingkan dengan pemeriksaan audiometri5. 3.Audiometri Audiometri nada murni dengan konduksi udara dan tulang, ambang penerimaan pembicaraan dan pengenalan kata umumnya dipakai untuk menetapkan tuli konduksi pada telinga yang sakit. Derajat tuli konduksi bervariasi tergantung beratnya penyakit5. Tuli konduksi sedang > 40dB menyatakan terjadinya diskontinuitas ossikula, biasanya karena erosi posesus longus incus atau capitulum stapes8. 4.Timpanometri, dapat menurun pada penderita dengan perforasi membran timpani8. 5.Radiologi Pemeriksaan radiologi preoperasi dengan CT scan tulang temporal tanpa kontras dalam potongan axial dan koronal8 dapat memperlihatkan anatomi, keluasan penyakit dan skrening komplikasi asimptomatik8. CT scan tidak essensial untuk penilaian preoperasi, dikerjakan pada kasus revisi pembedahan sebelumnya, otitis media supuratif kronik, kecurigaan abnormalitas kongenital atau kasus kolesteatoma dengan tuli sensorunerual, gejala vestibular atau komplikasi lainnya1. Kolesteatoma kongenital di diagnosa pada anak usia pre sekolah, dapat timbul pada telinga tengah atau dalam membrana timpani. Kolesteatoma kongenital yang melibatkan telinga tengah diidentifikasi sebagai massa putih atau seperti mutiara yang letaknya medial terhadap kuadran anteo superior dari membran timpani intak.5, pars placida dan pars tensanya normal, tidak ada riwayat otore atau perforasi sebelumnya, tidak ada riwayat prosedur otologi8. Kolesteatoma akuisital umumnya didiagnosa pada anak dengan usia lebih tua dan dewasa dengan riwayat adanya penyakit telinga tengah. Kolesteatoma sering ditemukan pada membrana timpani kuadran postero superior dengan membran timpaninya retraksi dan atau perforasi. Pengurangan pendengaran terjadi seiring meluasnya penyakit5. H. Penatalaksanaan 1. Terapi awal Terapi awal terdiri atas pembersihan telinga, antibiotika dan tetes telinga. Terapi bertujuan untuk menghentikan drainase pada telinga dengan mengendalikan infeksi 6. Pada kantong dengan retraksi yang awal dapat dipasang timpanostomi8. 2. Terapi pembedahan Kolestoma merupakan penyakit bedah. Tujuan utama pembedahan adalah menghilangkan kolesteatoma secara total. Tujuan kedua adanya mengembalikan atau memelihara fungsi pendengaran. Tujuan ketiga adalah memeliharan sebisa mungkin penampilan anatomi normal. Prosedur pembedahan diterapkan pada individu dengan tanda-tanda patologis. Keluasan penyakit akan menentukan keluasan pendekatan pembedahan1. Kolesteatoma besar atau yang mengalami komplikasi memerlukan terapi pembedahan untuk mencegah komplikasi yang lebih serius. Tes pendengaran dan keseimbangan, rontgen mastoid dan CT scan mastoid diperlukan. Tes tersebut dilakukan dengan maksud untuk menentukan tingkat pendengaran dan keluasan desktruksi yang disebabkan oleh kolesteatomanya sendiri 6. Sebagaimana prosedur pembedahan lainnya, konseling preoperatif dianjurkan. Konseling meliputi penjelasan tujuan pembedahan, resiko pembedahan (paralisis fasial, vertigo, tinnitus, kehilangan pendengaran), memerlukan follow up lebih lanjut dan aural toilet 1. Prosedur pembedahan meliputi: a. Canal Wall Down Procedure (CWD) b. Canal Wall Up Procedure (CWU) c. Trancanal Anterior Atticotomi d. Bondy Modified Radical Procedure Berbagai macam faktor turut menentukan operasi yang terbaik untuk pasien. Canal-wall-down prosedur memiliki probabilitas yang tinggi membersihkan permanen kolesteatomanya. Canal-wall-up procedure memiliki keuntungan yaitu mempertahankan penampilan normal, tetapi resiko tinggi terjadinya rekurensi dan persisten kolestatoma. Resiko rekurensi cukup tinggi sehingga ahli bedah disarankan melakukan tympanomastoidectomi setelah 6 bulan sampai 1 tahun setelah operasi pertama3. 3. Follow up Tiap pasien dimonitor selama beberapa tahun. Rekurensi dapat terjadi setelah pembedahan awal. Follow up meliputi evaluasi setengah tahunan atau tahunan, bahkan pada pasien yang asimptomatik3. Pasien yang telah menjalani canal-wall-down prosedure memerlukan follow up tiap 3 bulan untuk pembersihan saluran telinga. Pasien yang menjalani canal- wall-up prosedur umumnya memerlukan operasi tahap kedua selelah 6-9 bulan dari operasi pertama. Follow up dilakukan 6 bulan sampai dengan 1 tahun untuk mencegah terjadinya kolesteatoma persisten atau rekurensi3. I. Komplikasi 1. Tuli konduksi Tuli konduksi merupakan komplikasi yang sering terjadi karena terjadi erosi rangkaian tulang pendengaran. Erosi prosesus lentikular dan atau super struktur stapes dapat menyebabkan tuli konduksi sampai dengan 50dB. Kehilangan pendengaran bervariasi sesuai dengan perkembangan myringostapediopexy atau transmisi suara melalui kantong kolesteatoma ke stapes atau footplate. Rangkaian tulang-tulang pendengaran selalu intak1. 2. Tuli sensorineural Terdapatnya tuli sensorineural menandakan terdapatnya keterlibatan labyrinth1. 3. Kehilangan pendengaran total Setelah operasi sebanyak 3% telinga yang dioperasi mengalami kerusakan permanen karena penyakitnya sendiri aau komplikasi proses penyembuhan. Pasien harus diberikan penjelasan tentang kemungkinan kehilangan pendengaran total 1. 4. Paralisis fasialis Paralisis fasialis disebabkan karena hancurnya tulang diatas nervus fasialis 7. Paralisis dapat berkembang secara akut mengikuti infeksinya atau lambat dari penyebaran kronik kolesteatomanya. Pemeriksaan CT tulang temporal diperlukan untuk membantu keterlibatannya. Tempat umum yang terjadi adalah gangglin genikulatum pada epitimpanicum anterior1. 5. Fistula labyrinthin Fistula labyrinthin terjadi pada 10% pasien dengan infeksi kronik dengan kolesteatoma. Fistula dicurigai pada pasien dengan gangguan tuli sensorineural yang sudah berjalan lama dan atau vertigo yang diinduksi dengan suara atau perubahan tekanan pada telinga tengah1. 6. Intrakranial Komplikasi intrakranial seperti abses periosteal, trombosis sinus lateral dan abses intrakranial terjadi pada 1% penderita kolesteatoma. Komplikasi intra kranial ditandai dengan gejala otore maladorous supuratif, biasanaya dengan nyeri kepala kronik, nyeri dan atau demam1. DAFTAR PUSTAKA 1.Underbrink, M., 2002, Cholesteatoma, UTMB, Dept. of Otolaryngology, http://www.rcsullivan.com/www/ears.htm. 2.Ajalloueyan, M., 2006, Surgery in Cholesteatoma: Ten years Follow-up, IJMS Vol 31, No 1, March 2006. 3.Roland, P. S., 2006, Middle Ear, Cholesteatoma, http://www.emedicine.com 4.Djaafar, Z. A., 2001, Kelainan Telinga Tengah dalam buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 5.Kennedy, K., 1999, Cholesteatoma: Pathogenesis and Surgical Management, http://www.otohns.net/default.asp?id=14160. 6.Anonim, 2006, Cholesteatoma, American Academy of Otolaryngology, http://www.entnet.org/index2.cfm. 7.Anonim, 2002, Cholesteatoma, http://www.earsite.com/tumors/procedure_one.html. 8.Hauptman, G., Makishma, T, 2006, Cholesteatoma, Department of Otolaringology, University of Texas Medical Branch. 9.Boies, L. R., 1997, Penyakit Telinga Luar dalam buku Boies Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta. 10.Paparella, M. M., Adams, G. L., Levine, S., 1997, Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid alam buku Boies Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta. Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda Langganan: Poskan Komentar (Atom) SOCIAL PROFILES Search Popular Tags Blog Archives FACEBOOK FAN PAGE PENGIKUT LANGGANAN Pos Komentar TOTAL TAYANGAN LAMAN 4325163 Diberdayakan oleh Blogger. Info Seminar Penyakit Dalam BedahAnestesi Pediatrik Obgin Neurologi THTDermatologi P2KB EMR Psikiatri Onkologi K ulit kelamin Etika Forensik Hematologi Mata Orthopedi LABELS Anestesi (20) Artikel Kedokteran (92) Bedah (23) Bedah Thorax (3) Bedah Vaskular (1) Berita (86) CME (1) Dermatologi (6) Ebook (2) EMR (4) Etika (1) Forensik (1) Guideline (3) Hematologi (1) Info Seminar (58) Jurnal (1) KIA (1) Kulit kelamin (2) Laboratorium (1) Mata (1) Neurologi (12) Obgin (13) Onkologi (3) Ophtalmology (1) Orthopedi (1) P2KB (6) Pediatrik (15) Penyakit Dalam (26) Psikiatri (4) Pulmonologi (1) Request (1) Situs Keren (2) Software (2) THT (11) Tips (2) Tutorial (1) UKDI (1) UpToDate (1) Vaksinasi (1) Video (9) BLOG ARCHIVE ► 2015 (1) ► 2014 (8) ► 2013 (17) ► 2012 (189) ► 2011 (20) ► 2010 (6) ► 2009 (119) ► 2008 (50) ▼ 2007 (65) o ► Desember (1) o ► November (12) o ► Oktober (2) o ► September (40) o ▼ Agustus (10) Gangguan Stress Pasca Trauma Patogenesis dan Penatalaksanaan Sindrom Nephrotik Pemeriksaan USG SINDROM NEUROLEPTIK MALIGNA Neuritis Retrobulbar Kolesteatoma Dermatitis Seboroik Tuberkulosis pada Anak [Pediatri] DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PADA ANAK Perforasi Intestinal BLOGGER TEMPLATES Search Copyright © 2016 Seputar Kedokteran | Powered by Blogger Design by NewWpThemes | Blogger Theme by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Elegant Themes