II. 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Sampah Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat (UU No.18 tahun 2008). Sementara itu, menurut Hadiwiyoto (1983) sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan (telah diambil bagian utamanya dan telah mengalami pengolahan) dan sudah tidak bermanfaat, dari segi ekonomi sudah tidak ada harganya, serta dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan pelestarian alam. Sampah adalah bahan sisa, baik bahan-bahan yang sudah tidak digunakan lagi (barang bekas) maupun bahan yang sudah diambil bagian utamanya. Dari segi sosial ekonomi, sampah adalah bahan yang sudah tidak ada gunanya. Dari segi lingkungan, sampah adalah bahan buangan yang tidak berguna dan banyak menimbulkan masalah pencernaan dan gangguan pada kelestarian lingkungan (Hariono, 2007). 2.2 Penggolongan Sampah Sampah memiliki penggolongan yang berbeda berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Secara garis besar sampah dibedakan menjadi dua jenis (Suprihatin et al., 1999). 1. Sampah organik Sampah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Macam-macam sampah yang tergolong organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun. 2. Sampah anorganik Sampah yang berasal dari sumber daya alam tak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan alumunium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedangkan sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng. Kertas, koran, dan karton merupakan pengecualian. Berdasarkan asalnya, kertas, koran, dan karton termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat didaur ulang seperti sampah anorganik lain, maka dimasukkan ke dalam kelompok sampah anorganik. Sampah yang dikelola menurut UU No. 8 Tahun 2008 terdiri atas sampah rumah tangga, sampah sejenis rumah tangga, dan sampah spesifik. Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, atau fasilitas lainnya. Sampah spesifik meliputi sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, sampah yang timbul akibat bencana, puing bongkaran bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah, atau sampah yang timbul secara tidak periodik. 2.3 Pengelolaan Sampah Menurut UU No.8 tahun 2008, pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. Suatu pengolahan sampah dianggap baik jika sampah yang diolah tidak menjadi tempat berkembangnya bibit penyakit serta tidak menjadi perantara penyebarluasan suatu penyakit, sedangkan menurut Hadiwiyoto (1983) menyatakan bahwa pengolahan adalah perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang dapat ditimbulkan dari sampah dan keterkaitannya dengan lingkungan. Pengolahan sampah dapat berbentuk semata-mata membuang sampah, atau mengembalikan (recycling) sampah menjadi bahan-bahan yang bermanfaat. Dari jenis-jenis sampah yang ada, dibutuhkan pengelolaan tersendiri dari masing-masing jenis sampah tersebut. Menurut Hadiwiyoto (1983), di Indonesia dikenal tiga teknologi pengolahan sampah, yaitu : 1. Pengomposan (Composting) Pengomposan adalah proses fermentasi sampah organik secara aerobik yang paling menunjang dalam menghasilkan kompos. Sampah yang dapat digunakan dengan baik sebagai bahan baku kompos adalah sampah organik karena sampah jenis ini mudah mengalami proses dekomposisi oleh mikrobamikroba. Menurut Program Subsidi Kompos yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, bahan baku kompos yang boleh dikomposkan adalah sampah perkotaan seperti sampah pasar, sampah permukiman, dan sampah pertamanan. Selain itu bahan baku yang boleh dikomposkan adalah limbah padat dari rumah pemotongan hewan. 2. Pembakaran Sampah (Incineration) Pembakaran sampah dengan menggunakan incinerator adalah salah satu cara pengolahan sampah baik padat maupun cair. Tujuan utama pembakaran sampah adalah mereduksi buangan padat. Kelebihan incinerator adalah dapat mencegah pencemaran udara, hal tersebut didapat dengan syarat incinerator harus memiliki alat pengendali polusi udara. 3. Tempat Pembuangan Akhir Sampah (Sanitary Landfill) Teknik sanitary landfill adalah cara penimbunan sampah padat suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap sampah. Penimbunan sampah yang sesuai dengan persyaratan teknis akan membuat stabilitas lapisan tanah lebih cepat dicapai. 2.4 Refuse Derived Fuel (RDF) Refuse Derived Fuel (RDF) merupakan bahan bakar yang dihasilkan dari daur ulang sampah yang menghasilkan energi panas yang tinggi. Istilah lain untuk bahan bakar dari sampah padat kota seperti bahan bakar daur ulang (Recovered Fuel), bahan bakar dari pembungkus (Packaging Derived Fuel), bahan bakar dari potongan kertas dan plastik (Paper and Plastic Fraction), dan bahan bakar dari proses mesin (Process Engineered Feul) (Gendebien et al, 2003). Pemanfaatan sampah kota menjadi RDF bisa menjadi solusi yang menjanjikan untuk menyelesaikan masalah sampah. RDF dapat digunakan dalam penunjang bahan bakar dalam klin semen atau pembakaran di boiler berbahan bakar batu bara. Menurut Gendebien et al (2003), proses pembuatan RDF dari sampah kota pada umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu pemisahan langsung di sumbernya, pemisahan sampah sesuai jenisnya dengan menggunakan mesin, pemotongan sesuai dengan ukuran yang diinginkan (pemotongan kecil, bilah, dan gilingan) pemisahan kembali (screening), pencampuran dengan bahan-bahan tambahan lain (blending), pengeringan, pembungkusan, dan penyimpanan Menurut Prihandana dan Hendroko (2007) menyatakan bahwa salah satu cara mengelola sampah untuk memproduksi listrik melalui pembakaran langsung (direct combustion). Energi yang dihasilkan berbentuk energi listrik, energi gas, energi panas, dan energi dingin yang banyak dibutuhkan industri. Di dalam proses pembakaran langsung, sampah dibakar untuk menghasilkan energi panas secara terkendali dan berubah menjadi gas (asap) dan abu. Kelebihan pembakaran langsung adalah mencegah pencemaran udara dengan syarat proses pembakaran ini harus beroperasi secara berkesinambungan selama enam atau tujuh hari selama seminggu dengan kondisi temperatur yang dikontrol dengan baik dan adanya alat pengendali polusi udara hingga mencapai tingkat efisiensi serta mencegah terjadinya pencemaran udara dan bau. Keuntungan penggunaan sampah untuk energi yaitu solusi pemecahan masalah pembuangan sampah, dan menghemat investasi dalam pemakaian luas lahan TPA serta solusi krisis energi yang dialami oleh Indonesia. Pengolahan sampah menjadi RDF di UPK Kecamatan Citeureup dilakukan dengan proses yang sederhana. Sampah yang masuk awalnya disortir untuk memisahkan sampah organik dan sampah anorganik. Sampah yang digunakan dalam proses pengolahan hanya sampah anorganik yang kemudian masuk ke proses pemotongan. Proses pemotongan dilakukan untuk memperkecil dimensi sampah sehingga sampah yang besar bisa ikut terolah. Sampah yang telah menjadi potongan kecil-kecil masuk ke dalam mesin press, dan setelah sampah menjadi padat, sampah tersebut masuk ke dalam proses packing. Hasil akhir pengolahan sampah ini yang dikenal sebagai Refuse Derived Fuel (RDF) 2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu Sukiaki (2004) meneliti tentang Analisis Kelayakan Finansial Pilot Plant Biogas dengan Kompos sebagai Produk Sampingan di TPA Pasir Impun. Tujuan penelitian yaitu untuk mempelajari kelayakan finansial usaha pengembangan Pilot Plant Biogas dengan kompos sebagai produk sampingan. Hasil analisis kelayakan usaha Pilot Plant Biogas dengan skala 3.500 kg, dengan tingkat diskonto 10 persen nilai NPV positif sebesar Rp 750.569.906 atau lebih besar dari nol, nilai Net B/C adalah sebesar 1,3 atau lebih dari satu. Sedangkan nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 14 persen atau lebih besar dari tingkat diskonto yang ditentukan. Nilai Payback Period adalah 10 tahun 10 bulan. Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial maka usaha Pilot Plants Biogas di TPA Pasir Impun, Bandung layak untuk dilaksanakan. Gumelar (2002) meneliti tentang Analisis Kelayakan Usaha Proyek Pengelolaan Sampah Kota dengan Pendekatan Nir Limbah (Zero Waste) di kelurahan Petamburan Jakarta Pusat. Berdasarkan hasil perhitungan pada tahun ke nol manfaat bersih setelah pajak pada proyek pengolahan sampah tersebut bernilai negatif yaitu sebesar Rp 529,5 juta. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai NPV sebesar Rp 72.3 juta yang berarti bahwa nilai pendapatan yang diperoleh dengan memperhitungkan nilai waktu uang selama delapan tahun adalah sebesar 72,3 juta, dimana kegiatan produksi belum berjalan. Hal ini menunjukkan bahwa investasi pada proyek pengelolaan sampah tersebut layak diusahakan karena nilai NPV yang terjadi lebih besar dari nol. Dilihat dari nilai NBCR maka proyek dinyatakan layak, karena NBCR didapat sebesar 1,14 dimana nilai tersebut lebih besar dari satu. Berdasarkan hasil analisis diatas maka disimpulkan bahwa proyek pengolahan sampah kota dengan pendekatan nir limbah ini tetap layak diusahakan pada peningkatan kapasitas produksi batako dan serpihan plastik secara optimal. Namun pada kombinasi antara penjualan sebesar 26,3 persen dan kenaikan upah tenaga kerja sebesar 28,6 persen proyek ini sudah tidak layak untuk dilaksanakan. Kaitan penelitian di atas dengan penelitian ini memiliki kesamaan dalam permasalahan yang dikaji. Kesamaan dalam menganalisis kelayakan proyek dengan melihat dari aspek kelayakan finansial. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas terdapat pada produk hasil proyek, dimana penelitian terdahulu membahas mengenai biogas, sedangkan pada penelitian ini membahas tentang sampah yang diolah menjadi RDF.