BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kekayaan pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan sebagai tujuan utama perusahaan kadang tidak sejalan dengan tujuan pihak manajemen perusahaan, perbedaan tujuan ini akan menimbulkan masalah antara manajer (agent) sebagai pengelola dengan pemegang saham (principal) sebagai pemilik. Menurut Jensen dan Meckling (1976) pemisahan kontrol antara pengelola atau pengendali (agent) dengan pemilik (principal) inilah yang menimbulkan konflik keagenan (agency conflict). Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak yang mana satu atau lebih pemilik (principal) menggunakan orang lain atau manajer (agent) untuk menjalankan aktivitas perusahaan, dalam menjalankan aktivitas agent (manajer) diberikan wewenangan untuk mengambil keputusan atas nama principal. Dengan kewenangan yang dimiliki, manajer dapat bertindak dalam menggunakan equity dengan hanya menguntungkan dirinya sendiri dan mengorbankan kepentingan para pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham dalam menggunakan equity (equity agency conflict) dapat dijelaskan dengan aliran kas bebas (free cash flow), yaitu kelebihan kas dalam perusahaan dan sudah tidak ada lagi investasi yang menguntungkan (Jensen, 1986). Agen lebih suka jika dana tersebut tidak dibagikan kepada pemegang saham, tetapi diinventasikan pada proyek-proyek yang menguntungkan dirinya atau 15 keborosan-keborosan lain, sedangkan biaya dibebankan kepada principal. Selain itu juga berkaitan dengan keputusan investasi yang berbeda terhadap risiko antara agen dan principal (Eisenhart, 1989). Prinsipal lebih memilih investasi dengan risiko tinggi, sedangkan agen lebih memilih investasi dengan risiko rendah untuk mempertahankan posisi mereka di perusahaan (Crutchley dan Hansen, 1989). Teori keagenan (Agency Theory) memberikan beberapa mekanisme untuk mengontrol equity agency conflict, yaitu dengan kepemilikan orang dalam (insider ownership), kebijakan hutang dan kebijakan dividen. Selain itu juga kepemilikan institusional atau block holders. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Crutchley dan Hansen (1989), Jensen, et al. (1992) , Chen dan Steiner (1999), menggunakan tiga mekanisme untuk mengontrol konflik keagenan, yaitu: managerial ownership (insider ownership), kebijakan hutang dan kebijakan dividen. Bathala, et al. (1994) menggunakan managerial ownership, institusional ownership dan kebijakan hutang sebagai mekanisme untuk mengontrol konflik keagenan. Crutchley, et al. (1999) selain insider ownership, kebijakan dividend dan kebijakan hutang, juga menggunakan kepemilikan institusional (institusional ownership) sebagai variabel endogenus dalam mengontrol konflik keagenan. Kepemilikan manajerial yang meningkat digunakan sebagai cara untuk meminimalkan konflik keagenan. Penelitian yang dilakukan Cruthley dan Hansen, (1989); Jensen, et al. (1992) berargumen perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kepentingan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan 16 meningkatkan prosentase kepemilikan, manajer termotivasi meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Penelitian yang dilakukan Demsetz dan Lehn (1985) menunjukkan bahwa struktur kepemilikan yang terkonsentrasi akan memberikan insentif bagi pemegang saham untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap manajemen perusahaan, sedangkan struktur kepemilikan yang tersebar akan mengakibatkan melemahnya pengawasan. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Jensen (1976) yang menunjukkan bahwa semakin terkonsentrasi kepemilikan pada satu atau perusahaan, maka pengawasan dan kendali semakin kuat (convergence of interest). Jensen dan Meckling (1976) berargumen bahwa konflik keagenan dapat dikurangi jika kepemilikan manajerial mencapai 100%. Penggunaan hutang akan mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Penelitian yang dilakukan oleh Bathala, et.al (1994) menunjukkan bahwa keberadaan hutang mendorong manajer untuk mengkonsumsi sedikit penghasilan dan lebih efisien karena dengan hutang merupakan peringatan meningkatkannya risiko kebangkrutan, kehilangan kontrol dan reputasi. Penambahan hutang dalam struktur modal mengurangi penggunaan saham sehingga mengurangi biaya keagenan ekuitas. Perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik. Kondisi ini menyebabkan manajer bekerja keras untuk meningkatkan laba sehingga dapat memenuhi kewajiban dari penggunaan hutang. Perusahaan akan menghadapi biaya keagenan hutang dan risiko kebangkrutan (Crutchley dan Hansen, 1989). 17 Kebijakan Dividen juga dapat digunakan untuk mengurangi konflik keagenan. Hal ini disebabkan jika dividen payout ratio (DPR) besar menyebabkan rasio laba ditahan kecil dan perusahaan menambah dana dari sumber eksernal, seperti emisi saham baru. Penambahan dana menyebabkan kinerja manajer dimonitor oleh bursa, komisi sekuritas dan penyedia dana baru. Pengawasan kinerja menyebabkan manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Selain itu, dividen menjadikan pemegang saham mendapatkan kepastian pendapatan dan mengurangi konflik keagenan ekuitas terutama karena tindakan perquisites yang dilakukan manajemen terhadap aliran kas perusahaan (Crutchley dan Hansen, 1989). Dengan dibagikannya dividen maka kas yang ada telah digunakan sebagai mestinya, yaitu dikembalikan kepada pemilik perusahaan, selain itu peluang melakukan perquisites menjadi kecil. Penelitian yang dilakukan Rozeff (1982) dan Easterbrook (1984) menyatakan bahwa dividen dapat mengurangi konflik keagenan. Jensen dan Meckling (1976) dalam Wardhana (2011) menyatakan bahwa biaya keagenan, residu dan insentif menjelaskan secara konseptual bagaimana konflik keagenan ini dapat menurunkan nilai perusahaan. Beberapa peneliti juga memberikan bukti bahwa konflik keagenan dapat munurunkan nilai perusahaan (Shleifer dan Vishny, 1986; Graves dan Waddock, 1990; Han, et al, 1999, Ang, et al, 2000, dan Varna, 2001). Nilai perusahaan akan berdampak pada kinerja perusahaan dan akhirnya berdampak pada kemakmuran pemegang saham maka konflik keagenan harus dikurangi. Berdasarkan uraian tersebut konflik keagenan 18 dapat diminimalisir dengan tiga mekanisme, yaitu : kepemilikan manajerial, kebijakan hutang dan kebijakah dividen. Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian yang telah dilakukan oleh Jensen, et al. (1992), Chen dan Steiner (1999) dan Tandelilin (2002). Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya, Jensen, et al. (1992), Chen dan Steiner (1999), Tandelilin (2002), yaitu: (1) variabel eksogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah business risk, firm size, fixed asset, ROA dan growth. Beberapa variabel tidak digunakan dalam penelitian ini karena tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia, (2) Penelitian ini memasukkan variabel kinerja perusahaan sebagai proksi konflik keagenan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Morck, et al. (1988), Ang, et al. (2000). (3) Selain itu perkembangan pasar modal di Indonesia dikelompokkan sebagai emerging capital markets sehingga berpeluang terjadi perbedaan dalam konflik keagenan, (4) Periode penelitian ini lebih panjang, yaitu dua belas tahun, (5) Metode analisis data persamaan simultan dengan Seemingly Unrelated Regression (SUR). Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan maka penelitian ini diberi judul: “Konflik keagenan: Analisis Simultan antara Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen” 19 1.2. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah kepemilikan manajerial, kebijakan hutang dan kebijakan dividen mempunyai pengaruh terhadap konflik keagenan? 2. Apakah kepemilikan manajerial, kebijakan hutang dan kebijakan dividen memiliki sifat substitusi dalam mengurangi konfik keagenan? 1.3. Tujuan penelitian: Berdasarkan rumusan masalah yang akan dianalisis pada penelitian ini, maka tujuan dalam penelitian ini mencakup: 1. Menguji secara empiris pengaruh kepemilikan manajerial, kebijakan hutang dan kebijakan dividen terhadap konfik keagenan. 2. Menguji secara empiris hubungan substitusi antara kepemilikan manajerial, kebijakan hutang dan kebijakan dividen dalam mengurangi konflik keagenan. 1.4. Manfaat Penelitian: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak dalam bentuk kontribusi empiris dan kontribusi praktis sebagai berikut: 1. Kontribusi empiris Penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti empiris dan memberikan konfirmasi pada penelitian sebelumnya terkait mekanisme yang dapat 20 mengurangi konflik keagenan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai kebijakan tata kelola perusahaan (corporate governance) dan memberikan tambahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang tertarik untuk meneliti topik yang sama. 2. Kontribusi Praktis Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor tentang pengaruh struktur kepemilikan, kebijakan hutang dan kebijakan dividen terhadap konflik keagenan (yang diproksi dengan kinerja) untuk pengambilan keputusan investasi. 21