dan Sembilang - IPB Repository

advertisement
104
SEBARAN LOGAM BERAT DALAM ORGAN TUBUH IKAN BADUKANG
(Arius maculatus Fis & Bian) DAN SEMBILANG (Plotosus canius Web
& Bia) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP MORFOLOGIS ORGAN
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di perairan muara Sungai Kahayan dan Katingan, Kalimantan
Tengah. Tujuan penelitian adalah mengaji pola sebaran akumulasi logam berat dalam
jaringan organ hati, ginjal, insang dan otot ikan Badukang dan Sembilang. Lebih jauh
penelitian ini ditujukan untuk mengetahui perubahan morfologis jaringan organ tubuh ikan
yang terpapar logam berat. Pengambilan contoh ikan menggunakan purposiv sampling.
Penangkapan ikan Badukang dan Sembilang menggunakan rawai (long line). Ikan hasil
tangkapan diidentifikasi dan diukur panjang baku. Panjang baku dikelompokkan menjadi
tiga bagian yaitu ikan berukuran kecil, sedang dan besar. Pengambilan contoh hati, ginjal,
insang dan otot ikan dilakukan dalam kondisi masih segar dan difiksasi menggunakan
formalin 10%. Pengamatan pola sebaran akumulasi logam berat dalam jaringan organ
tubuh ikan dikaji secara mikroskopis dengan menggunakan zat pewarna Natrimu
Rhodizonat (C6Na2O6). Warna coklat hingga kemerahan pada permukaan preparasi
menunjukkan jaringan organ tubuh ikan yang mengandung Pb. Warna hitam pada
permukaan preparasi menunjukkan jaringan organ tubuh ikan yang mengandung komplek
Hg dan Cd, sedangkan warna coklat kehitaman pada permukaan preparasi menunjukkan
jaringan organ tubuh ikan yang mengandung komplek Hg, Cd dan Pb. Perubahan struktur
sel jaringan organ tubuh menggunakan zat pewarna Hematoxylin-Eosin. Pengamatan
sebaran akumulasi Hg, Cd dan Pb serta pengaruhnya terhadap sel jaringan organ tubuh
ikan menggunakan mikroskop. Hasil penelitian menunjukkan bahwa organ tubuh ikan
mengandung Hg, Cd dan Pb. Sebaran akumulasi Pb dalam jaringan organ hati, ginjal,
insang ikan mulai dari acak hingga bergerombol. Sebaran akumulasi kompleks Hg dan Cd;
kompleks Hg, Cd dan Pb dalam jaringan organ hati, ginjal, insang ikan terjadi secara acak.
Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam hati ikan banyak ditemukaan dalam sel hati, sehingga
menyebabkan fungsi hati terganggu. Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam jaringan organ ginjal
banyak ditemukan dalam tubulus, susunan sel epitel tubulus dan jaringan interstisial,
sehingga fungsi glomerulus dan tubulus terganggu. Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam
jaringan insang banyak ditemukan dalam sel lamela dan jaringan disekitar tulang insang,
sehingga menyebabkan fungsi insang terganggu. Jaringan otot ikan tidak tidak
mengandung Hg, Cd dan Pb, kecuali disekitar pembuluh darah dan jaringan ikat.
Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam jaringan hati, ginjal dan insang ikan menyebabkan
nekrosis, lisis, autrofi dan hipertrofi. Jumlah gerombol Pb dalam jaringan hati, ginjal dan
insang ikan morfologi abnormal lebih tinggi dibandingkan ikan normal. Jumlah Hg dan Cd
yang terakumulasi secara acak di dalam jaringan hati, ginjal dan insang ikan morfologi
abnormal tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal.
Kata kunci: Sebaran, raksa (Hg), kadmium (Cd), timah hitam (Pb), hati, insang, ginjal, otot
105
PENDAHULUAN
Raksa (Hg) dan kadmium (Cd) termasuk golongan II B, sedangkan timah hitam (Pb)
termasuk golongan VIII B dalam sistem periodik unsur. Hg jarang ditemukan bebas dialam, tetapi dalam bentuk sinabar (HgS). Cd di alam berikatan dengan sulfida dan seng
(Zn), nikel (Ni) dan timah hitam (Pb) (Rompas 2010). Raksa artinya mudah menguap dan
merupakan satu-satunya unsur logam yang berbentuk cair pada suhu kamar (25 0C).
Kelarutan Hg dalam air sebesar 0.02 ppm dengan potensial oksidasi -0.799 volt dan
menyebabkan Hg tidak bereaksi dengan oksigen pada suhu kamar. Hg mudah bereaksi
dengan logam lain untuk membentuk amalgam. Hal ini menyebabkan Hg banyak
digunakan dalam kegiatan penambangan emas. Hg dapat berasosiasi dengan unsur kimia
lain dengan membentukan ratusan senyawa kimia. Menurut Goldwater dan Stopford
(1977) dalam Rompas (2010), senyawa Hg yang masuk ke dalam ekosistem perairan
terdiri atas Hg metalik (padatan Hg), garam anorganik (HgS, HgCl2 dan oksida), senyawa
alkil (gugus metil –CH3 dan etil -C2H5), alkolsi alkali (senyawa kompleks) dan aril (gugus
fenil). Senyawa logam berat organik banyak digunakan sebagai campuran insektisida,
fungisida dan herbisida (Tarumingkeng 1992; Anonim 2006; Rumulu 1979 dalam Rompas
2010). Pb di alam berasosiasi dengan deposit seng (Zn), tembaga (Cu) dan arsen (As).
Kelarutan Pb dalam air sangat rendah dan selalu berikatan dengan bahan organik. Pb
termasuk pencemar yang sangat toksik terhadap biota laut dan manusia (Widowati et al.
2008). Menurut Sukandarrumidi (2007), tanah dan batuan di wilayah Kalimantan
mengandung PbS serta CdS. Hal ini menyebabkan aliran air dan lumpur tambang emas
mengandung kadmium (Cd), raksa (Hg), timah hitam (Pb) dan Arsen (As) (Herman 2006).
Hg yang digunakan dalam kegiatan penambangan emas tradisional di Kalimantan Tengah
menyebabkan perairan sungai terpapar (Hartoto dan Awalina 2000; BPPLHD 2002;
Mercury Project 2005; Widowati et al. 2008). Tanah dan gambut mengandung Hg, Cd dan
Pb (Heinrichs et al. 1980 dalam Darmono 2001; Achmad 2004). Suhu dan curah hujan
tropis yang tinggi di wilayah ini menyebabkan erosi dan mempercepat pelapukan fosil dan
mobilitas logam berat ke perairan muara sungai.
Gugus sulfur dan nitrogen yang terkandung dalam sel organ tubuh ikan Badukang
(Arius maculatus Fis & Bian) dan ikan Sembilang (Plotosus canius Web & Bia) mengikat
logam berat secara kovalen. Semua jaringan organ tubuh biota laut mengandung gugus
106
karboksil, hidroksil, amina, sulfhidril, imadazol, sulfat, sulfonat yang mengikat Hg, Cd serta
Pb yang terkandung dalam air dan makanan (Pine et al. 1988; Manahan 2003; Widowati
et al. 2008; Rompas 2010). Gugus sulfur dan nitrogen yang terkandung dalam jaringan
organ tubuh ikan termasuk unsur yang sangat reaktif dengan Hg, Cd dan Pb (Cowan 1993;
Dara 1997; Konovalov 1994). Kondisi demikian menyebabkan jaringan organ hati, ginjal,
insang, otot ikan terpapar Hg, Cd dan Pb (Mangkoedihardjo dan Samudro 2009). Sirkulasi
darah ikan berperan penting dalam penyebaran logam berat ke seluruh jaringan organ
tubuh ikan. Akumulasi terjadi karena penyimpanan logam berat lebih tinggi dibandingkan
pelapasan (Connell 1995). Manurut Manahan (2003), Hg dan Cd sangat reaktif dan
akumulatif dengan gugus sulfur, sedangkan Pb sangat reaktif dengan gugus nitrogen
(Cowan 1993). Paparan logam berat dalam organ tubuh ikan dapat bersifat antagonis dan
sinergis. Masalah ini sangat berpengaruh terhadap jaringan organ tubuh ikan Badukang
dan Sembilang.
Tujuan penelitian adalah: (a) Mengaji pola sebaran akumulasi Hg, Cd, Pb dalam
jaringan organ hati, ginjal, insang dan otot ikan Badukang dan Sembilang morfologi normal
serta abnormal. (b) Mengaji pengaruh akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam jaringan organ hati,
ginjal, insang dan otot ikan Badukang dan Sembilang morfologi normal serta abnormal.
BAHAN DAN METODE
Metode Pengambilan Contoh
Lokasi penangkapan ikan dan pengambilan contoh organ tubuh ikan Badukang
serta Sembilang disajikan dalam halaman 36-38. Pengambilan contoh organ tubuh ikan
dilakukan selama 4 bulan, sedangkan pelaksanaan preparasi sampai pengamatan
sebaran akumulasi dan pengaruh logam berat dalam organ tubuh ikan dilakukan selama 5
bulan. Pengambilan contoh ikan di wilayah stasiun 1 dan 2 muara Sungai Kahayan serta
Katingan menggunakan rawai (long line). Ikan muara sungai yang diteliti adalah ikan
Badukang (Arius maculatus Fis & Bian) dan ikan Sembilang (Plotosus canius Web & Bia)
(Kottelat et a/. 1993). Ikan contoh hasil tertangkap dikelompokkan berdasarkan morpologi
tulang sirip keras normal dan abnormal. Contoh organ tubuh ikan yang diambil terdiri atas
hati, ginjal, insang dan otot ikan. Contoh organ tubuh ikan yang diambil dalam kondisi
segar dan difiksasi menggunakan formalin 10% (PA). Preparasi contoh organ tubuh ikan
107
menggunakan metode histoteknik dan histokimia (Humason 1972; Kiernan 1990). Jumlah
contoh organ tubuh ikan yang dijadikan ulangan berjumlah 3 ekor, yaitu ikan berukuran
kecil, sedang dan besar. Pengamatan sebaran akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam contoh
preparasi menggunakan metode Rhodizonat. Metode pewarna preparasi Rhodizonat
digunakan untuk mendeteksi sebaran logam berat yang terakumulasi di dalam jaringan
organ tubuh ikan (Kiernan 1990). Larutan zat pewarna Rodizonat terdiri atas campuran
Natrium Rhodizonat (C6Na206) 0.2 gram, air suling (aquadest) 99 ml dan asam asetat
glacial 1 ml. Perlakuan contoh preparasi dilakukan dengan cara direndam dalam larutan
Rhodizonate selama 1-2 jam. Contoh preparasi yang sudah direndam dalam larutan
Rhodizonate dicelupkan dalam air suling. Dehidrasi contoh preparasi yang sudah diberi
warna dicelupkan 3 kali dalam alkohol 95% dan 1-2 kali dalam alkohol absolut serta 1-3
kali dalam xylol. Permukaan preparasi ditetesi entelan 1-2 kali dan ditutup dengan cover
glass. Setelah entelan kering, contoh preparasi siap diamati dengan mikroskop, difoto dan
dianalisis. Deteksi logam berat yang terakumulasi dalam organ tubuh ikan dengan cara
sebagai berikut: (a) Wama merah muda, merah tua, warna coklat menunjukkan jaringan
organ tubuh ikan mengandung Pb. (b) Wama hitam menunjukkan jaringan organ tubuh
ikan mengandung Hg dan Cd (Kiernan 1990). Wama coklat kehitaman menunjukkan
jaringan organ tubuh ikan mengandung Hg, Cd dan Pb. Deteksi pengaruh akumulasi
logam berat yang tersebar dalam jaringan organ hati, ginjal, insang dan otot ikan
menggunakan metode Hematoxylin-Eosin. Preparasi yang sudah dihidrasi direndam
selama 3 detik dalam larutan Hematoxylin dan direndam dalam air suling. Selanjutnya
direndah selama 3 detik dalam larutan eosin. Zat pewarna Hematoxylin merupakan zat
pewarna awal contoh preparasi. Metode pewarnaan Hemtoxylin-Eosin dilakukan sebagai
pewarna dasar. Pewarnaan ini bertujuan untuk mendeteksi perubahan struktur jaringan
organ tubuh ikan (Humason 1972).
Analisis Data
Data sebaran akumulasi logam berat dalam jaringan organ hati, ginjal, insang dan
otot ikan Badukang serta Sembilang dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif
bertujuan untuk menjelaskan ada dan tidak adanya logam berat yang terakumulasi dalam
jaringan organ tubuh ikan dan bentuk pola sebaran. Pengaruh logam berat terhadap
108
jaringan tubuh ikan di analisis secara deskripsi. Akumulasi logam berat yang tersebar
dalam jaringan organ hati, ginjal, insang dan otot ikan Badukang serta Sembilang dapat
menyebabkan nekrosis (necrosis), lisis (lysis), autrofi (authrophy) dan hipertrofi
(hyperthrophy). Hal demikian menyebabkan perubahan morfologi jaringan jaringan organ
hati, ginjal, insang dan otot ikan Badukang serta Sembilang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebaran Logam Berat dalam Organ Hati Ikan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jaringan organ hati ikan Badukang, ikan
Sembilang di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Hg, Cd serta Pb
(Gambar 19, Lampiran 30). Organ hati ikan yang mengandung Pb tergambar dengan
warna coklat (Gambar 19 a-1, b-1, c-1, d-1. e-1, f-1). Organ hati ikan yang mengandung
Hg dan Cd tergambar dengan warna hitam (Gambar 19 a-2, b-2, c-2, d-2. e-2, f-2), Organ
hati ikan yang mengandung Hg, Cd dan Pb tergambar dengan warna coklat kehitaman
(Gambar 19 b-3, c-3, d-3, e-3, f-3). Sel jaringan hati ikan mengakumulasi Pb secara
bergerombol (kelompok) dan acak (random) serta tersebar di seluruh jaringa hati. Hg, Cd
dan Pb yang terkandung dalam sel jaringan hati terjadi karena mengikat gugus sulfur dan
nitrogen sangat kuat (Chayen dan Bitensky 1973). Hati mengakumulasi Hg dan Cd secara
acak. Akumulasi Pb dalam jaringan hati ikan Badukang cenderung menyebar acak,
sedangkan akumulasi Pb dalam jaringan hati ikan Sembilang cenderung menyebar
bergerombol. Kompleks Hg dan Cd yang terakumulasi dalam jaringan organ hati ikan
Badukang serta Sembilang menyebar acak. Kompleks Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi
dalam jaringan organ hati ikan Badukang serta Sembilang secara acak dan membentuk
kompleks organometal. Pola sebaran akumulasi logam berat dalam jaringan hati ikan pada
morfologi abnormal tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal. Namun kompleks Hg,
Cd dan Pb yang terakumulasi dalam jaringan organ hati pada morfologi abnormal tersebar
dalam jumlah gerombol yang jauh lebih tinggi dibandingkan ikan normal. Akumulasi Hg,
Cd dan Pb ditemukan dalam sel hati. Akumulasi Hg, Cd dan Pb bergerombol dan acak
dalam organ hati ikan dan menyebabkan sel hati tidak dapat dikenal lagi. Sel hati yang
mengakumulasi Hg, Cd dan Pb menyebabkan kegiatan enzim alkalin phosphatase, acid
phosphatase, xanthine oxidase, katalase, RNAase, aspartate aminotrans, glucose-6-PC>4
109
1
2
a
3
3
2
1
d
2
1
3
1
2
b
3
e
3
3
1
1
c
2
2
f
2
Gambar 19 Morfologi organ hati ikan
2 Badukang: (a) Normal (10 x), (b) Abnormal (10 x),
(c) Abnormal (10 x); morfologi organ hati ikan Sembilang: (d) Normal (10 x),
(e) Abnormal (10 x), (f) Abnormal (20 x); (1) Warna coklat menunjukkan
jaringan hati mengandung Pb, (2) Warna hitam menunjukkan jaringan hati
mengandung kompleks Hg dan Cd, (3) Warna coklat kehitaman menunjukkan
jaringan hati ikan mengandungkompleks Hg, Cd dan Pb. Zat pewarna Natrium
Rhodizonat (C6Na206).
dehidrogenase, alanin aminotransferase, lactic dehydrogenase, Na/K-ATPase, Mg-ATPase,
delta aminolevulinic acid dehydrase terganggu (Heath 1987). Terganggunya kegiatan
enzim menyebabkan sel jaringan organ hati tidak dapat menyingkirkan logam berat,
menyimpan glukosa dan menghasilkan empedu. Hati dapat mengeluarkan logam berat
melalui kapiler vena porta ke saluran pencernaan ikan, tetapi logam berat yang
110
dikeluarkan ke lambung dapat terserap kembali oleh dinding saluran pencernaan dan
kembali ke hati serta empedu. Akumulasi logam berat dalam sel hati menyebabkan
hepatoksisitas (Soemirat 2003). Hal ini menyebabkan sintesis protein, penyimpanan
glukosa, produksi kolesterol, empedu dan detoksifikasi terganggu (WHO 2002). Selain itu,
menyebabkan sintesis protein, penyimpanan glukosa, produksi kolesterol, empedu dan
detoksifikasi terganggu.
Pengaruh Logam Berat dalam Organ Hati Ikan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam jaringan
hati ikan Badukang dan Sembilang menyebabkan nekrosis, lisis dan hipertrofi (Gambar 20,
Lampiran 31a-b). Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi dalam organ hati menyebabkan
perubahan morfologi sel jaringan hati. Secara sinergis Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi
secara acak dan bergerombol di dalam jaringan organ hati menyebabkan nekrosis. Hal
demikian terjadi karena toksisitas logam berat yang terakumulasi dalam sel jaringan hati
bersifat sinergis. Pengaruh sinergis logam berat menyebabkan toksisitas meningkat. Hg,
Cd dan Pb yang terakumulasi dalam sel jaringan hati dapat teroksidasi menjadi Pb 3+, Hg2+
dan Cd2+ dengan toksik lebih akut. Hal demikian dapat memperbesar jumlah sel hati yang
mengalami nekrosis, lisis, hipertofi (Gambar 20 a-1, b-1, b-2, b-3, c-1, c-2, d-1, d-2). Lisis
dan hipertrofi merupakan gejala awal nekrosis. Hal demikian berpengaruh terhadap fungsi
hati dan metabolisme. Sebaran akumulasi Pb secara bergerombol dalam jaringan hati
lebih berpengaruh dibandingkan acak (Hg, Cd dan Pb). Hal ini terjadi karena Pb menghambat pengiriman mineral, zat makanan, vitamin dan oksigen. Jika hal demikian terjadi,
maka nekrosis lebih cepat dibandingkan regenerasi sel hati. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nekrosis hati pada ikan morfologi abnormal cenderung lebih tinggi dibandingkan
ikan normal. Hal terjadi karena logam berat yang terakumulasi di dalam sel jaringan organ
hati melebihi ambang batas toleransi optimum (Gambar 20 a-1, b-1, c-1, d-1). Akumulasi
logam berat di dalam sel hati ikan dapat menyebabkan lisis (Gambar 20 b-2, c-2, d-2).
Semakin lama sel jaringan organ hati ikan mengakumulasi logam berat, maka jumlah sel
hati yang mengalami nekrosis semakin tinggi (Gambar 20d). Nekrosis, lisis dan hipertrofi
menyebabkan fungsi detoksifikasi, produksi empedu, kemampuan sel hati menyimpan gulu
menurun. Menurut Trump et a/. (1975), zat kimia toksik dan virus menyebabkan nekrosis,
111
1
1
2
3
a
b
2
1
1
c
2
d
A
Gambar 20 Morfologi jaringan hati ikan Badukang: (a) Normal (20 x), (b) Abnormal (40 x);
ikan Sembilang: (c) Normal (20 x), (e) Abnormal (20 x); (1) Nekrosis, (2) Lisis,
(3) Hipertrofi. Zat pewarna Hematoxylin-Eosin (HE).
lisis dan hipertrofi. Hg, Cd dan Pb menyebabkan nekrosis dan lisis sel hati (Murray 2003).
Nekrosis yang tinggi dapat menyebabkan regenerasi sel jaringan hati terhenti (Trump et a/.
1975). Hal demikian dapat menyebabkan kematian ikan. Akumulasi logam berat dalam sel
jaringan hati ikan menyebabkan hepatofisiologis (Granner 2003). Kerusakan sel jaringan
hati pada morfologi ikan abnormal (Gambar 23 b, d) cenderung lebih tinggi dibandingkan
ikan normal (Gambar 23 a-c).
Sebaran Logam Berat dalam Organ Ginjal Ikan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jaringan organ ginjal ikan Badukang, ikan
Sembilang di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Hg, Cd serta Pb
(Gambar 21, Lampiran 30). Jaringan organ ginjal mengandung Pb yang tergambar dengan
112
warna coklat (Gambar 21 a-1, b-1, c-1, d-1, e-1, f-1). Jaringan organ ginjal mengandung
Hg dan Cd yang tergambar dengan warna hitam (Gambar 21 a-2, b-2, c-2, d-2, e-2, f-2).
Jaringan organ ginjal mengandung Hg, Cd dan Pb yang tergambar dengan warna coklat
kehitaman (Gambar 21 a-3, b-3, c-3,d-3, e-3, f-3). Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam sel
jaringan organ ginjal ditemukan di dalam jaringan interstisial, tubulus dan proksimal
tubulus. Akumulasi Hg, Cd dan Pb pada jaringan organ ginjal paling banyak ditemukan
1
3
2
1
2
3
d
a
2
3
2
3
1
1
b
e
3
3
1
2
1
2
c
f
Gambar 21 Morfologi organ ginjal ikan Badukang: (a) Normal (20 x), (b) Abnormal (20 x),
(c) Abnormal (20 x); ikan Sembilang: (d) Normal (20 x), (e) Abnormal (20 x),
(f) Abnormal (40 x); (1) Warna coklat menunjukkan jaringan ginjal mengandung
Pb, (2) Warna hitam menunjukkan jaringan ginjal mengandung kompleks Hg
dan Cd, (3) Warna coklat kehitaman menunjukkan jaringan ginjal mengandung
kompleks Hg, Cd dan Pb. Zat pewama Natrium Rhodizonat (C6Na206).
113
dalam jaringan interstisial dibandingkan tubulus. Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam jaringan
organ glomerulus tidak ditemukan. Hal ini terjadi karena sel darah yang sudah disaring
dipisahkan dengan limbah. Sel darah yang masih bermanfaat kembalikan ke tubuh malalui
kapiler darah, sedangkan limbah dialirkan ke tubulus ginjal dan dikeluarkan melalui urine.
Menurut Cowan (1993), Pb sangat reaktif dengan gugus nitrogen dan kurang reaktif
dengan gugus sulfur, sedangkan Hg dan Cd sangat reaktif dengan gugus sulfur dan
kurang reaktif dengan nitrogen. Gugus sulfur dan nitrogen yang terkandung dalam sel
jaringan organ ginjal mengikat Hg, Cd dan Pb sangat kuat (Heath 1987; Widowati et al.
2008). Akumulasi Pb dalam sel jaringan organ ginjal terjadi secara bergerombol dan acak.
Akumulasi Hg dan Cd dalam sel jaringan organ ginjal terjadi secara acak. Hg, Cd dan Pb
yang terakumulasi dalam sel jaringan organ ginjal ikan menyebabkan metabolisme
terganggu. Sifat reaktif Pb pada gugus nitrogen menyebabkan Pb tersebar bergerombol
dan acak, sedangkan sifat reaktif Hg dan Cd pada gugus sulfur menyebabkan Hg dan Cd
tersebar acak. Sebaran Pb pada jaringan organ ginjal bergerombol jauh luas dibandingkan
sebaran acak. Akumulasi Pb yang tersebar bergerombol dalam jaringan interstisial organ
ginjal pada morfologi ikan abnormal jauh lebih luas dibandingkan ikan normal. Akumulasi
Hg dan Cd yang tersebar acak dalam jaringan interstisial organ ginjal pada morfologi ikan
abnormal jauh lebih luas dibandingkan ikan normal. Akumulasi Hg, Cd dan Pb di dalam
jaringan glomerulus ginjal tidak ditemukan, kecuali pada tubulus dan proksimal tubulus.
Kondisi demikian menunjukkan bahwa sel filter glomerulus memiliki kemampuan membersihkan semua sel darah dari Hg, Cd, Pb dan menyingkir logam berat tersebut ketubulus. Tingginya kandungan Hg, Cd dan Pb dalam tubulus menyebabkan konsentrasi
semakin pekat. Meningkatnya kepekatan logam berat dalam ginjal dapat menyebabkan
tubulus ginjal gagal membentuk urine, sehingga fungsinya sebagai organ ekskresi
terganggu. Gangguan terhadap fungsi tubulus ginjal dapat menyebabkan kandungan
logam berat dalam tubulus semakin pekat (Lu 1995).
Pengaruh Logam Berat dalam Organ Ginjal Ikan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebaran akumulasi Hg, Cd, Pb dalam
jaringan organ ginjal ikan Badukang dan Sembilang di muara Sungai Kahayan dan
Katingan menyebabkan nekrosis, lisis serta hipertrofi (Gambar 22, Lampiran 32a-b). Hg,
114
2
1
3
3
1
a
2
b
2
1
2
c
1
3
3
d
Gambar 22 Morfologi jaringan organ ginjal ikan Badukang: (a) Normal (20 x), (b) Abnormal
(20 x); ikan Sembilang: (c) Normal (20 x), (e) Abnormal (20 x); (1) Nekrosis,
(2) Lisis, (3) Hipertrofi. Zat pewarna Hematoxylin-Eosin (HE)
Cd dan Pb yang terakumulasi dalam ginjal dapat mengganggu fungsi ginjal sebagai organ
filtrasi dan ekskresi Hg, Cd dan Pb serta hasil metabolit. Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi
dalam jaringan organ ginjal dapat teroksidasi menjadi Hg2+, Cd2+, Pb2+ yang lebih toksik.
Hal ini dapat menyebabkan nekrosis, lisis dan hipertrofi. Toksisitas subletal Hg, Cd dan Pb
bersifat sistemik terhadap nefron ginjal (WHO 2000). Nekrosis jaringan ginjal pada
morfologi ikan abnormal cenderung lebih tinggi dibandingkan ikan normal. Kondisi
demikian menunjukkan bahwa Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi dalam jaringan ginjal
berpotensi merusak tubulus ginjal, walaupun dalam konsentrasi rendah. Akumulasi Hg,
Cd dan Pb yang tersebar dalam jaringan organ ginjal menyebabkan nekrosis (Gambar 22
a-1, b-1, c-1, d-1). Akumulasi Hg, Cd dan Pb yang tersebar dalam ginjal menyebabkan
lisis (Gambar 22 a-2, b-2, c-2, d-2). Akumulasi Hg, Cd dan Pb yang tersebar dalam ginjal
menyebabkan hipertrofi (Gambar 22 a-3, b-3, c-3, d-3). Lisis dan hipertrofi salah satu
115
gejala awal nekrosis. Semakin lama ginjal terpapar logam berat, maka jumlah sel jaringan
organ ginjal yang mengalami nekrosis semakin besar. Nekrosis terjadi karena toksisitas
Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi dalam sel jaringan ginjal melebihi ambang batas
toleransi optimum. Walaupun toksik subletal Hg, Cd dan Pb tidak menyebabkan kematian
ikan secara langsung, namun toksisitas kronis menyebabkan nekrosis, lisis dan hipertrofi.
Sel jaringan organ nepron ginjal mengalami nekrosis tidak dapat diregenerasi dan bersifat
permanen (Lu 1995; Soemirat 2003). Hal demikian menyebabkan kemampuan ginjal
memfiltrasi dan mengekskresi logam berat dan hasil metabolit semakin berkurang.
Kerusakan nepron ginjal yang parah menyebabkan gagal ginjal. Kerusakan 70% nefron
ginjal menunjukkan bahwa 70% nefron kehilangan fungsi sebagai organ filtrasi. Kerusakan
salah satu organ ginjal menyebabkan keseimbangan volume cairan tubuh ikan terganggu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi dalam ginjal
berpotensi merusakan tubulus dan proksimal tubulus. Kondisi demikian menunjukkan
bahwa kondisi jaringan glomerulus jauh lebih baik dibandingkan tubulus (Gambar 22b-d).
Sebaran Logam Berat dalam Organ Insang Ikan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jaringan insang ikan Badukang, ikan
Sembilang di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Hg, Cd serta Pb
(Gambar 23, Lampiran 30). Jaringan insang mengandung Pb yang tergambar dengan
warna coklat (Gambar 23 a-1, b-1, c-1, d-1, e-1, f-1). Jaringan insang mengandung Hg dan
Cd yang tergambar dengan warna hitam (Gambar 23 a-2, b-2, c-2, d-2, e-2, f-2). Jaringan
insang mengandung Hg, Cd dan Pb yang tergambar dengan warna coklat kehitaman
(Gambar 23 b-3, c-3, d-3, e-3, f-3). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sel lamela dan
jaringan disekitar tulang insang mengakumulasi Hg, Cd serta Pb. Akumulasi Pb di dalam
jaringan insang banyak ditemukan pada sel lamela dan jaringan disekitar tulang filamen
insang. Jaringan tulang disekitar filamen insang mengakumulasi Pb bergerombol dan
acak, sedangkan jaringan tulang disekitar filamen insang mengakumulasi Hg dan Cd
secara acak. Kondisi demikian dapat mengganggu kegiatan metabolisme dan penyerapan
oksigen. Hg, Cd dan Pb yang terserap bersama oksigen mengikat gugus sulfur dan
nitrogen yang terkandung di dalam sel lamela insang (Pin et al. 1988; Cowan 1993;
Manahan 2003). Jumlah sebaran akumulasi Pb yang tersebar bergerombol di dalam
116
1
2
1
dan
Hg
3
Pb,
Cd,
Hg
a
2
3
d
2
2
3
1
1
b
3
e
2
1
3
c
f
3
1
2
Gambar 23 Morfologi organ insang ikan Badukang: (a) Normal (10 x), (b) Abnormal (20 x),
(c) Abnormal (10 x); ikan Sembilang: (d) Normal (10 x), (e) Abnormal (20 x),
(f) Abnormal (20 x) ; (1) Warna coklat menunjukkan jaringan insang
mengandung Pb, (2) Warna hitam menunjukkan jaringan insang mengandung
kompleks Hg dan Cd, (3) Warna coklat kehitaman menunjukkan jaringan
insang mengandung kompleks Hg, Cd dan Pb. Zat pewarna Natrium
Rhodizonat (C6Na206).
jaringan insang pada morfologi ikan abnormal lebih tinggi dibandingkan ikan normal.
Jumlah sebaran Hg dan Cd yang tersebar acak di dalam jaringan insang pada morfologi
ikan abnormal lebih tinggi dibandingkan ikan normal. Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi
dalam lamela insang dan jaringan disekitarnya berpengaruh terhadap kegiatan enzim dan
metabolisme. Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi dalam lamela insang dan jaringan
117
disekitarnya dapat mensubstitusi kofaktor enzim carbonic anhidrase dan transport ATPase
yang mengandung seng (Zn) (Darmono 2001). Enzim carbonic andrase berperan penting
dalam menghidrolisis C02 menjadi asam karbonat (Heath 1987; Darmono 2001; Eisler
2006). Di samping itu Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi dalam jaringan insang menghambat kegiatan enzim Na/K-ATPase, Mg-ATPase (Hg), aspartate aminotrans (Cd),
alanine aminotransferase (Cd), acid phosphatase (Pb), lactic dehydrogenase (Cd) (Heath
1987). Hal demikian menyebabkan kegiatan penyerapan oksigen terganggu. Akumulasi Pb
dalam jaringan insang pada morfologi abnormal kebanyakan bergerombol dibandingkan
acak. Jumlah gerombol akumulasi Pb yang tersebar di dalam jaringan insang pada
morfologi abnormal lebih tinggi dibandingkan ikan normal. Akumulasi Hg dan Cd atau
kompleks Hg, Cd dan Pb dalam jaringan insang pada morfologi ikan abnormal tersebar
secara acak. Jumlahnya akumulasi Hg, Cd dan Pb yang tersebar acak di dalam insang
pada morfologi abnormal lebih tinggi dibandingkan ikan normal. Sifat Hg, Cd dan Pb yang
terakumulasi di dalam jaringan organ insang ikan dapat berubah karena teroksidasi
menjadi Pb2+, Hg2+ dan Cd2+ yang lebih toksik. Selain itu, akumulasi Hg, Cd dan Pb yang
tersebar secara acak di dalam jaringan insang dapat bersifat sinergis. Sifat sinergis
menyebabkan toksisitas setiap logam berat meningkat. Kondisi demikian berpengaruh
terhadap kemampuan sel lamela insang menyerap dan menyering oksigen dalam air laut.
Pengaruh Logam Berat dalam Organ Insang Ikan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa akumulasi Hg, Cd, Pb yang tersebar dalam
jaringan sel insang ikan Badukang, ikan Sembilang di muara Sungai Kahayan dan
Katingan menyebabkan nekrosis, lisis, autrofi serta hipertrofi (Gambar 24, Lampiran 31a-b).
Akumulasi Hg, Cd dan Pb yang tersebar di dalam jaringan organ insang ikan menyebabkan nekrosis (Gambar 24 c-1, e-1, f-1). Lisis salah satu gejala awal nekrosis (Gambar 24
c-2, e-2, f-2). Autropfi merupakan gejala awal nekrosis (Gamber 24 c-3, e-3, f-3). Hipertrofi
salah satu gejala awal nekrosis (Gambar 24 c-4, e-4, f-4). Secara sinergis toksisitas
subletal Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi dapat menyebabkan nekrosis, lisis, autrofi dan
hipertrofi. Nekrosis, lisis, autrofi dan hipertrofi menyebabkan kemampuan sel lamela
menyaring oksigen menurun. Hal ini menyebabkan kegiatan sel jaringan insang menyaring
dan menyerap semakin meningkat, sehingga konsentrasi Hg, Cd dan Pb di dalam sel
118
d
a
4
3
2
e
b
4
1
2
c
1
2
2
3
4
3
2
f
1
Gambar 24 Morfologi organ insang ikan Badukang: (a) Normal (10 x), (b) Abnormal (10 x),
(c) Abnormal (40 x); ikan Sembilang: (d) Normal (10 x), (e) Abnormal (20 x),
(f) Abnormal (40 x); (1) Nekrosis, (2) Lisis, (3) Autrofi, (4) Hipertrofi. Zat
pewarna Hematoxylin-Eosin (HE).
jaringan insang semakin tinggi. Menurut Heath (1987), Hg, Cd dan Pb yang terkandung
dalam air laut terakumulasi dalam sel lamela insang dengan cara difusi menembus selaput
sel. Hal ini terjadi pada senyawa logam berat (CH 3-Hg) yang memiliki kelarutan sangat
tinggi di dalam air. Kondisi demkian terjadi karena ukuran partikel logam berat lebih kecil
dari pori-pori selaput sel lamela insang. Hal demikian memicu nekrosis, lisis, autrofi dan
hipertrofi (Gambar 24c-e). Metil logam berat (-CH3) berperan penting dalam memicu
terjadinya nekrosis, lisis, autrofi dan hipertrofi. Menurut Key-Youn Choe dan Gill (2003),
sedimen salah satu sumber metil logam berat di muara sungai. Hasil pengamatan
119
menunjukkan bahwa nekrosis pada jaringan sel insang pada setiap ekor ikan Badukang
dan Sembilang relatif berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa penetrasi Hg, Cd dan Pb pada
ikan muda jauh lebih tinggi dibandingkan ikan dewasa. Kondisi demikian menunjukkan
bahwa ikan muda lebih rentan dibanding ikan dewasa. Hal ini terjadi enzim detoksifikasi
tidak cukup menetralisasi toksisitasHg, Cd dan Pb. Selain itu, jaringan organ filtrasi
glomerulus dan ekskresi tubulus pada nepron ginjal belum berfungsi optimal.
Sebaran Logam Berat dalam Jaringan Otot Ikan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jaringan otot ikan Badukang, ikan
Sembilang di muara Sungai Kahayan dan Katingan tidak mengandung Hg, Cd serta Pb.
Kecuali sel darah, jaringan ikat, dinding pembuluh darah dan sekitarnya (Gambar 25,
Lampiran 30). Jaringan otot ikan tidak mengandung Pb (Gambar 25 a, b, d, e, f). Jaringan
otot ikan tidak mengandung kompleks Hg dan Cd (Gambar 25 a, b, d, e, f). Jaringan otot
tidak mengandung kompleks Hg, Cd dan Pb (Gambar 25 a, b, d, e, f). Sel darah dan
jaringan ikat mengandung Pb yang tergambar dengan warna coklat (Gambar 25 a-1, b-1,
c-1, d-1, e-1, f-1). Sel darah dan jaringan ikat mengandung Hg dan Cd yang tergambar
dengan warna hitam (Gambar 25 b-2, c-2, d-2, e-2, f-2). Jaringan kulit ikan mengandung
Hg, Cd dan Pb yang tergambar dengan warna coklat kehitaman (Gambar 25 c-1, c-2, c-3).
Hal demikian terjadi karena Hg, Cd dan Pb yang terangkut sel darah ke otot banyak diserap dan di akumulasi sel hati, ginjal, insang, tulang dan sel dinding pembuluh darah,
sehingga sel darah yang mencapai otot dalam konsentrasi sangat rendah. Selain itu,
sirkulasi darah menyebabkan logam berat yang terakumulasi di dalam dinding pembuluh
darah dan jaringan ikat yang terdapat disekitar otot ikan terangkut ke ginjal. Jaringan kulit
ikan mengandung Hg, Cd dan Pb. Sebaran akumulasi Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi
di bagian bawah jaringan kulit cenderung bergerombol membentuk kompleks organometal
(Gambar 25 c-1, c-2, c-3), sedangkan sebaran akumulasi Hg, Cd dan Pb disekitar
pembuluh darah cenderung acak. Pola sebaran akumulasi logam berat di dalam otot ikan
pada morfologi abnormal tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal. Kondisi demikian
menunjukkan bahwa otot ikan jauh lebih aman apabila dikonsumsi manusia dibandingkan
jaringan hati, ginjal, insang dan tulang.
120
2
1
1
a
3
d
2
2
1
3
1
3
e
b
3
2
3
1
1
2
c
1
f
Gambar 25 Morfologi organ otot ikan Badukang: (a) Normal (20 x), (b) Abnormal (40 x),
(c) Abnormal (20 x); ikan Sembilang: (d) Normal (20 x), (e) Abnormal (20 x),
(f) Abnormal (40 x); (1) Warna coklat menunjukkan jaringan otot ikan
mengandung Pb, (2) Warna hitam menunjukkan jaringan otot ikan mengandung
kompleks Hg dan Cd, (3) Warna coklat kehitaman menunjukkan otot ikan
mengandung kompleks Hg, Cd dan Pb. Zat pewarna Natrium Rhodizonat
(C6Na206).
Pengaruh Logam Berat dalam Jaringan Otot Ikan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jaringan otot ikan Badukang, ikan Sembilang
di muara Sungai Kahayan dan Katingan tidak mengandung Hg, Cd dan Pb. Kecuali sel
darah di dalam pembuluh, jaringan ikat disekitar pembuluh darah. Kondisi demikian
menyebabkan morfologi jaringan otot ikan tidak mengalami perubahan paling mendasar
121
(Gambar 26 a, b, c, d dan 31 a, b). Sel jaringan otot ikan tidak mengalami nekrosis dan
lisis. Hal ini mengindikasi bahwa Hg, Cd dan Pb yang terikat secara kovalen dengan gugus
sulfur dan nitrogen pada sel jaringan ikat, jaringan bagian bawah kulit dan jaringan
disekitar pembuluh darah tidak merusak jaringan sel otot. Kondisi kondisi demikian
mengindikasikan bahwa jaringan otot ikan jauh lebih baik dibandingkan jaringan organ hati,
ginjal, insang. Jadi sel hati, ginjal, insang, kulit ikan berperan sangat penting dalam mengakumulasi Hg, Cd dan Pb yang terkandung dalam air laut dan makanan.
1
2
2
1
a
b
1
1
2
2
d
c
Gambar 26 Morfologi otot ikan Badukang: (a) Normal (10 x), (b) Abnormal (40 x); ikan
Sembilang: (c) Normal (20 x), (d) Abnormal (20 x); (1) Jaringan ikat, (2) Otot
ikan. Zat pewarna Hematoxylin-Eosin (HE).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Jaringan organ hati, ginjal, insang dan disekitar otot ikan Badukang dan
Sembilang mengandung Hg, Cd dan Pb. Akumulasi Pb dalam jaringan organ hati, ginjal,
insang ikan terjadi secara bergerombol dan acak, sedangkan akumulasi kompleks Hg dan
Cd; kompleks Hg, Cd dan Pb terjadi secara acak. Sebaran akumulasi Pb dalam jaringan
122
organ hati, ginjal, insang ikan terjadi secara bergerombol dan acak, sedangkan sebaran
akumulasi kompleks Hg dan Cd; kompleks Hg, Cd dan Pb dalam jaringan organ hati,
ginjal, insang ikan terjadi secara acak.
Pola sebaran akumulasi Pb di dalam jaringan sel organ hati, ginjal, insang ikan
Badukang dan Sembilang pada morfologi abnormal cenderung bergerombol, sedangkan
pola sebaran akumulasi Pb di dalam jaringan sel organ hati, ginjal, insang ikan Badukang
dan Sembilang pada morfologi normal cenderung acak. Pola sebaran akumulasi kompleks
Hg dan Cd; kompleks Hg, Cd dan Pb di dalam jaringan organ hati, ginjal, insang, disekitar
pembuluh darah dan jaringan ikat terjadi secara acak. Jumlah akumulasi kompleks Hg dan
Cd; kompleks Hg, Cd dan Pb yang tersebar acak di dalam jaringan sel organ hati, ginjal,
insang, jaringan ikat dan disekitar pembuluh darah otot ikan Badukang serta Sembilang
morfologi abnormal lebih tinggi dibandingkan ikan normal.
Akumulasi Hg, Cd dan Pb banyak ditemukan dalam jaringan sel hati dan sel
darah, sehingga menyebabkan nekrosis. Akumulasi Hg, Cd dan Pb banyak ditemukan
diantara organ glomerulus dan tubulus, sehingga menyebabkan nekrosis. Hg, Cd dan Pb
banyak ditemukan terakumulasi di dalam tubulus dan proksimal tubulus, sehingga
menyebabkan nekrosis. Hg, Cd dan Pb tidak ditemukan terakumulasi di dalam glomerulus.
Akumulasi Hg, Cd dan Pb banyak ditemukan di dalam jaringan sel lamela insang dan
disekitar tulang insang, sehingga menyebabkan nekrosis. Kerusakan sel hati ikan jauh
lebih tinggi dibandingkan ginjal dan insang. Otot ikan Badukang dan Sembilang tidak
mengandung Hg, Cd dan Pb, sehingga dalam kondisinya paling baik. Hg, Cd dan Pb
ditemukan terakumulasi dibawah kulit dengan dengan sebaran bergerombol. Nekrosis sel
hati, ginjal, insang pada morfologi ikan abnormal cenderung lebih tinggi dibandingkan ikan
normal. Jaringan sel otot ikan lebih aman dikonsumsi manusia dibandingkan hati, ginjal,
insang dan tulang.
Saran
Perlu diteliti lebih lanjut, pola sebaran akumulasi logam berat dalam jaringan
pankreas, otak, saraf dan pengaruhnya terhadap morfologi jaringan organ tubuh ikan.
Akumulasi Hg, Cd dan Pb di dalam jaringan otak dan saraf dapat menyebabkan
perubahan perilaku ikan, sedangkan kerusakan sel beta pada pankreas menyebabkan
memproduksi insulin terhambat.
Download