Karakteristik Risiko dan Regulasi Perbankan

advertisement
Indonesia Certificate in
Banking Risk and Regulation
Part A: Risiko dan Regulasi Perbankan
1
Bab 1 – Karakteristik Risiko
dan Regulasi Perbankan
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
2
1
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1
Bank, risiko dan perlunya regulasi
Apa yang dimaksud dengan bank?
Bank adalah sebuah lembaga yang diberikan izin oleh
otoritas perbankan untuk menerima simpanan, memberikan
kredit, dan menerima serta menerbitkan cek.
Apa yang dimaksud dengan risiko?
Menurut Kamus:
Risiko adalah peluang terjadinya bencana atau kerugian.
Untuk keperluan Sertifikasi, risiko didefinisikan sebagai:
Peluang terjadinya hasil (outcome) yang buruk. Definisi
tersebut menyatakan bahwa risiko terkait dengan situasi
dimana hasil negatif dapat terjadi dan besar kecilnya
kemungkinan
terjadinya
outcome
tersebut
dapat
diperkirakan.
3
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1
Bank, risiko dan perlunya regulasi
Dua istilah penting lain yang terkait dengan risiko dalam
konteks Sertifikasi ini adalah:
Kejadian risiko (risk event) didefinisikan:
Terjadinya sebuah peristiwa yang menyebabkan potensi
kerugian (yaitu terjadinya sebuah outcome yang buruk)
Risiko kerugian adalah kerugian yang terjadi sebagai
konsekuensi langsung ataupun tidak langsung dari
kejadian risiko. Kerugian tersebut dapat bersifat finansial
atau non-finansial.
4
2
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.1 Industri jasa keuangan, bank dan regulasi
Bank merupakan subyek peraturan, dalam hal ini yang diatur
adalah institusinya, bukan semata-mata pada produk atau jasa
yang ditawarkannya.
Regulasi bagi produk atau jasa yang ditawarkan sebuah indusrti
adalah hal yang lazim. Namun bukan merupakan suatu
kelaziman apabila lembaga-lembaga yang berada dalam
sebuah industri ikut diatur dalam suatu regulasi.
Alasan adanya peraturan yang sangat ketat di industri
perbankan dikarenakan kegagalan bank dapat memiliki dampak
jangka panjang yang mendalam terhadap perekonomian
5
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.1 Industri jasa keuangan, bank dan regulasi
Bank tidak bebas memilih struktur modalnya (capital
structure). Capital structure menunjukkan cara yang
ditempuh bank untuk memperoleh pendanaan, umumnya
dilakukan melalui kombinasi penerbitan saham, obligasi
dan penerimaan pinjaman. Capital structure sebuah bank
ditentukan oleh otoritas pengawas perbankan (BI untuk di
Indonesia) yang menetapkan persyaratan modal
minimum sebagaimana halnya penetapan tingkat
likuiditas yang harus dipertahankan oleh bank, dan jenis
serta struktur pemberian kredit.
Jika sebuah bank memiliki modal yang cukup – bank memiliki sumber
daya finansial yang memadai yang untuk mengantisipasi potensi
kerugiannya.
Jika sebuah bank memiliki likuiditas yang cukup – bank memiliki
sumber daya finansial yang memadai untuk mendanai aktivanya dan
memenuhi kewajibannya saat jatuh tempo.
6
3
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.1 Industri jasa keuangan, bank dan regulasi
Aktiva
Jumlah
Bobot
Risiko
ATMR
Jutaan USD
%
USD million
100
0
0
10
0
0
Kredit kepada bank lain < 1th
200
20
40
Kredit kepada UKM
390
100
390
Kredit kepada pemerintah daerah
200
50
100
Kredit kepada perusahaan
internasional berskala besar
100
100
100
Obligasi pemerintah domestik
Kas
Total
Kewajiban
1000
Jumlah
Modal
80
Dana Pihak ketiga
820
Kredit dari bank lain
100
Total
630
ATMR = Aktiva
Tertimbang Menurut
Risiko (Basel I)
Modal yang
dipersyaratkan
adalah 8% dari
ATMR
x 8% = USD 50.4m
Bank memiliki USD
80 juta, jauh di atas
ketentuan yang
disyaratkan
1000
7
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.1 Industri jasa keuangan, bank dan regulasi
Penting untuk dipahami bahwa baik Basel II dan Program
Sertifikasi, merupakan peraturan pada bank dan bukan
peraturan kepada industri jasa keuangan.
Di European Union (EU), peraturan Basel II akan
mencakup area yang luas yaitu : lembaga perkreditan
(sekitar 8,800) dan juga sekitar 2,200 perusahaan
investasi (investment firms)
8
4
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi?
Bank perlu diatur karena bank memiliki risiko yang melekat
(inherent risk) ke dalam sistem perekonomian.
Tidak seperti industri mobil, bank menawarkan produk yang
digunakan oleh setiap nasabah, baik komersial dan perorangan,
yaitu UANG.
Dengan demikian, kegagalan dari sebuah bank (baik kegagalan
sebagian maupun keseluruhan), dapat menimbulkan dampak
pada perekonomian secara menyeluruh, yang dikenal sebagai
‘risiko sistemik’ (Systemic risk).
Systemic risk adalah risiko dimana kegagalan sebuah
bank dapat menimbulkan dampak yang menghancurkan
perekonomian secara besar-besaran dan bukan hanya
dampak berupa kerugian yang secara langsung dihadapi
oleh pegawai, nasabah dan pemegang saham.
9
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi?
Walaupun tidak setiap orang mengenal istilah risiko sistemik,
banyak orang mengetahui apa yang dimaksud dengan “bank
rush” (penarikan dana besar-besaran dari bank).
Hal ini dapat terjadi saat ketika sebuah bank tidak mampu
memenuhi kewajibannya, atau dengan kata lain bank tidak
memiliki dana yang cukup untuk membayar para deposan yang
ingin menarik dana mereka.
Ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban dan membayar
kembali para deposan belum tentu menunjukkan kondisi yang
sebenarnya; bisa jadi ketidakmampuan ini hanya sebatas
persepsi nasabah.
10
5
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? – contoh 1
penarikan dana besar-besaran
KEKURANGAN
LIKUIDITAS
STABILITAS
TERGANGGU
PENARIKAN
DANA MASYARAKAT
MENJADI
RUGI
PENARIKAN
BESAR-BESARAN
RUMOR
KREDIT
MACET
BANK TERPAKSA
DILIKUIDASI
Pengaruh dalam
ekonomi lokal,
bepotensi secara
global
11
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? - contoh 2
penarikan dana besar-besaran
Pada tanggal 14 October 2003, Asia Commercial Bank sebuah
bank swasta Vietnam dengan aset USD 800 juta menderita a
‘run’.
Berdasarkan rumours yang merusak, yang tersebar dari mulut
ke mulut tersiar berita bahwa general director telah melarikan
diri dari negara Vietnam. Hal ini menimbulkan rasa takut
masyarakat bahwa bank tersebut berada dalam masalah. Di
sebuah cabang 4.000 customer antri untuk menarik uang
mereka.
Bank Central Vietnam diminta untuk menyediakan USD 61.2
juta sebagai emergency liquidity.
Seorang pejabat pemerintah bersama dengan general director
yang “hilang” tersebut berupaya meyakinkan masyarakat bahwa
dia masih tetap menjalankan pekerjaannya dan pada tanggal 15
Oktober dana yang telah keluar itu kembali lagi masuk ke bank.
12
6
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.2
Mengapa bank perlu diregulasi?
Solvabilitas dari sebuah bank bukan saja merupakan perhatian :
• Para pemegang saham (shareholders)
• Para nasabah (customers)
• Para karyawan (employees)
Tetapi juga:
• pengelola perekonomian secara keseluruhan.
13
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
Mengapa bank perlu diregulasi?
Assets
Amount
Risk Weight
RWA
USD million
%
USD million
100
0
0
10
0
0
Kredit kepada bank lain < 1th
200
20
40
Obligasi pemerintah domestik
Kas
Kredit kepada UKM
390
100
390
Kredit kepada pemerintah daerah
200
50
100
Kredit kepada perusahaan
internasional berskala besar
100
100
100
Total
Kewajiban
Modal
1000
Amount
80
Dana Pihak ketiga
820
Kredit dari bank lain
100
Total
630
Bandingkan cash
yang dimiliki dengan
deposito nasabah
Menjual
Government Bonds
untuk meningkatkan
cash
Jika masih
membutuhkan dana
maka bank akhirnya
terpaksa menjual
atau menghentikan
kredit.
1000
14
7
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.2
Mengapa bank perlu diregulasi? – contoh
Krisi Continental Illinois Bank
Pada bulan Mei 1984 Continental Illinois Bank di USA mengalami bank rush
atas simpanannya. Hal ini diakibatkan oleh risiko kredit yang buruk,
khususnya kredit yang diambil alih dari Penn Square Bank yang telah
ditutup pada th 1982 dan membuat Continental Illinois tidak pernah benarbenar pulih. Kredit macet milik Continental Illinois meningkat hingga USD
2.3 milyar pada bulan April 1984, sekitar 7.7% dari total kredit yang
diberikan. Bank pada saat itu dalam kondisi rapuh karena sangat
tergantung kepada simpanan jangka pendek bernominal besar (wholesale). Keadaan menjadi buruk ketika simpanan besar tsb. tidak lagi
diperpanjang pada saat jatuh tempo. Tahun 1984 The federal Deposit
Insurance Corporation (FDIC) mengambil-alih utang Continental Illinois
sebesar USD 3.5 milyar. Penghimpunan dana yang bersifat global dan
berjumlah besar yang dilakukan Continental Illinois membuat Federal
Reserve dan FDIC harus campur tangan untuk menghindari risiko rush
pada bank besar USA lainnya oleh para deposan asing.
15
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.2
Mengapa bank perlu diregulasi?
Sebelum tahun 1930an, permasalahan pada solvabilitas bank,
bahkan bank rush, cukup sering terjadi.
Keadaan ini mendorong pemerintah berbagai negara untuk
mengendalikan bank melalui regulasi, dengan memastikan bahwa
bank memiliki modal dan likuiditas yang memadai. Otoritas
pengawas (biasanya bank-bank sentral) berupaya memastikan
agar bank-bank dapat:
• memenuhi permintaan deposan (pada tingkat yang wajar) untuk
mendapatkan uangnya kembali tanpa menarik kembali kredit yang
telah diberikan bank,
• mempertahankan tingkat kerugian yang wajar akibat kredit macet
atau siklus penurunan kegiatan ekonomi (bertahan pada saat
terjadi resesi).
16
8
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.2. Mengapa bank perlu diregulasi?
Tingkat kapitalisasi dan likuiditas pada awalnya tidak ditetapkan
secara tegas. Modalpun sering hanya dikaitkan dengan prosentase
tertentu dari jumlah kredit. Dalam menetapkan jumlah modal
sebagai prosentase suatu jenis kredit, jelas terlihat bahwa ada
“mata rantai yang hilang” dalam memperhitungkan tingkat modal
yang tepat bagi bank. Mata rantai yang hilang ini dijelaskan dengan
menggunakan contoh berikut:
Bank A hanya memberikan pinjaman kepada Pemerintah, dan
selalu dapat mengasumsikan bahwa pinjaman tersebut akan
dibayar kembali.
Bank B hanya memberikan pinjaman kepada perusahaanperusahaan yang baru berdiri. Bank B tidak dapat membuat asumsi
yang sama dengan Bank A karena terdapat kemungkinan
beberapa atau bahkan sebagian besar perusahaan baru tersebut
tidak dapat melanjutkan kegiatan usahanya.
17
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.2. Mengapa bank perlu diregulasi?
Menurut teori ekonomi, pinjaman dari dua group dalam contoh
didepan akan seimbang antara berapa yang akan didapat (yang
secara umum disebut “Margin”) dengan kerugian yang dapat terjadi.
Siapapun investor potensial di Bank A atau Bank B akan membuat
keputusan risiko/imbalan berdasarkan seberapa besar masingmasing bank berani mengambil risiko dibandingkan dengan imbalan
yang diharapkan akan diperoleh. Dalam contoh diatas Bank B akan
meminta imbalan dengan margin yang lebih tinggi dari pada Bank A
karena dapat menyebabkan kerugian yang lebih tinggi.
Dalam kasus Bank B, bad debt tak mungkin terjadi pada tingkat yang
sama dengan Bank A karena bisnis akan lebih banyak mengalami
default dalam keadaan resesi dibandingkan dengan dalam keadaan
ekonomi tumbuh. Bad debt terjadi ketika bank tidak mampu menarik
kembali pokok pinjaman dan pendapatan bunga yang sudah diakui
dari nasabahnya.Kondisi ini akan menyebabkan bank menderita
kerugian dan terjadi erosi modal
18
9
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.2
Mengapa bank perlu diregulasi?
Untuk menjaga agar bank dapat bertahan dari bad debt, bank
harus mempunyai modal pada tingkat tertentu untuk menutup
kerugian yang ada.
Dalam contoh di atas Bank B membutuhkan modal yang lebih
besar dibandingkan Bank A. Hal ini karena Bank A memiliki sebuah
kebijakan kredit yang lebih konservatif dengan risiko yang lebih
rendah, walaupun dengan imbalan (margin) yang lebih rendah
pula.
Dari contoh diatas tampak bahwa ‘missing link’ dalam perhitungan
tingkat modal yang tepat bagi sebuah bank adalah besarnya risiko
yang ditanggungnya.
19
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? – gejolak
ekonomi dan risiko sistematik
Meskipun bank berupaya keras untuk mendiversifikasi portofolio
pinjamannya, namun kebanyakan bank masih mempunyai risikorisiko ekonomi yang besar pada pasar domestik mereka.
Perekonomian sebuah negara dapat dipengaruhi oleh:
• Gejolak eksternal, dapat berupa bencana alam atau peristiwa
yang diakibatkan oleh manusia dan atau
• kesalahan manajemen perekonomian
20
10
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? – gejolak
ekonomi dan risiko sistematik
Jumlah debitur macet pada Bank yang berada pada sebuah
perekonomian sebagaimana digambarkan dapat meningkat
secara signifikan. Kenaikan tingkat kegagalan dapat ditandai
atas hal-hal sebagai berikut:
• Penurunan kualitas kredit dari perusahaan-perusahaan
yang dipengaruhi oleh perekonomian yang buruk
• Tingkat pengangguran yang meningkat pesat
• Peningkatan suku bunga
21
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? – gejolak
ekonomi dan risiko sistematik
Banyak bank memiliki kesulitan dalam menghindari dampak dari
gejolak ekonomi yang terjadi. Ada beberapa tindakan yang
dapat diambil untuk memitigasi berbagai dampak negatif gejolak
ekonomi tersebut, yaitu:
• Mematuhi regulasi (termasuk Basel II) yang semakin
menuntut bank untuk menyusun berbagai skenario dalam
menghadapi gejolak ekonomi dan memastikan bank memiliki
modal yang cukup untuk melindungi stakeholder dari dampak
gejolak ekonomi tersebut.
• Melakukan estimasi tingkat kredit macet yang akan terjadi dan
memastikan bank memiliki tingkat modal yang cukup.
22
11
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? – risiko dan
modal
Contoh-contoh diatas secara jelas menunjukkan
hubungan antara risiko dan modal. Semakin besar risiko
yang dihadapi maka semakin besar modal yang
dibutuhkan. Bank diwajibkan memiliki modal yang cukup
untuk menutupi risiko yang diambil. Ini dikenal sebagai
“kecukupan modal” (capital adequacy).
Dengan contoh-contoh di atas, semakin jelas bagi para otoritas
pengawas bank (supervisors) bahwa tingkat modal sebuah bank
dan kemampuannya untuk menyerap kerugian akibat pinjaman
dan aktivitas lainnya harus dikaitkan dengan risiko kegiatan
usaha yang dihadapi. Dalam hal ini tingkat modal harus
didasarkan pada tingkat risiko (modal berbasis risiko/ risk-based
capital).
23
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? – risiko dan
modal
Perkembangan pasar perbankan internasional pada tahun 1970an
dan 1980an cenderung memberikan perhatian yang lebih besar pada
perhitungan modal berbasis risiko.
Kenaikan harga minyak yang demikian tinggi pada waktu itu
memaksa negara-negara yang memiliki surplus dolar AS yang besar
menginvestasikan kembali dolar tersebut ke negara-negara yang
mengalami defisit yang besar. Hal ini membawa konsekuensi pada
pertumbuhan pesat dan meningkatnya kompetisi di bidang perbankan
internasional. Kondisi ini turut dipertimbangkan oleh otoritas
pengawas perbankan dan memberikan penekanan bahwa bank
dengan cakupan kegiatan bisnis internasional harus memiliki modal
yang sesuai dengan risiko yang dimilikinya.
24
12
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.3 Regulasi bank – Basel I
The Basel Committee on Banking Supervision untuk
pertama kalinya menawarkan suatu metodologi standar
penghitungan jumlah modal berbasis risiko yang harus
dimiliki sebuah bank dengan menerbitkan (risk-based
capital) Basel Capital Accord I pada tahun 1988.
Basel Accord I tersebut hanya mencakup risiko kredit dan
berdasarkan standar-standar yang ada sekarang, dapat
dikatakan bahwa hubungan antara risiko dengan modal belum
cukup memadai.
Basel I mengenal berbagai multiplier (dikenal dengan bobot
risiko/ risk weight) yang sederhana, masing-masing untuk utang
pemerintah, utang bank dan utang perusahaan dan pribadi,
dikalikan dengan 8% target rasio modal (target capital ratio).
25
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.3
Regulasi bank – The Market Risk Amendment
Otoritas pengawas perbankan di beberapa negara berupaya
menyempurnakan Accord 1988 agar menjadi lebih peka terhadap
risiko. Otoritas pengawas perbankan bergerak cepat untuk
memanfaatkan praktek dan pengalaman yang telah ada dan
dimiliki oleh berbagai bank dalam mengelola risiko terkait kegiatan
trading-nya.
Untuk memastikan bahwa risiko telah terkendali dan dihitung
secara tepat, bank mulai menetapkan persyaratan internal
mengenai modal yang terkait langsung dengan risiko yang
dihadapi oleh bagian trading sebuah bank. Untuk dapat melakukan
hal tersebut, bank harus memiliki pandangan (view) tertentu
mengenai hubungan antara risiko dan modal. Pandangan ini
didasarkan pada sebuah teori keuangan yang dewasa ini semakin
sering digunakan, yaitu variabilitas historis pengembalian (return)
dari berbagai jenis kegiatan usaha.
26
13
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.3
Regulasi bank – The Market Risk Amendment
Praktek bank untuk mengelola risiko banyak mendapatkan dorongan dan
dukungan karena adanya:
• pertumbuhan pasar derivatif
• model penentuan harga opsi (option pricing model) yang terkait langsung
dengan volatilitas pengembalian (return) dari instrumen pasar yang
menjadi underlying dengan nilai instrumen tersebut, antara lain penetuan
harga berbasis risiko (risk-based pricing)
The Basel Committee mempublikasikan “the Market Risk Amendment”
terhadap Basel Accord I pada tahun 1996. Selain menyusun serangkaian
aturan sederhana untuk memperhitungkan risiko pasar, Basel Committee
mendorong otoritas pengawas perbankan untuk memberikan perhatian
pada upaya penilaian model-model yang digunakan bank dalam
menentukan harga berbasis risiko (risk-based pricing). Model ini disebut
dengan model “Value at Risk (VaR)” dan akan dijelaskan secara lebih rinci
pada Bab 2 dan 4.
27
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.3
Regulasi bank – Basel II
Melanjutkan publikasi dari Market Risk Amendment, Basel
Committee mulai mengembangkan sebuah Capital Accord baru
(new Capital Accord) yang selanjutnya disebut Basel II. Setelah
melalui banyak konsultasi dan pembahasan, Basel II tersebut
akhirnya diadopsi di tahun 2004 dan disepakati diimplementasikan
pada tahun 2006-2007.
Basel II menghubungkan secara langsung antara modal
bank dengan risiko yang dimiliki.
Untuk melindungi dampak dari gejolak ekonomi bankbank diminta oleh Basel II agar memperkirakan pengaruh
gejolak ekonomi tersebut dan memastikan bahwa bank
memiliki modal yang cukup untuk menghadapinya.
Cakupan risiko pasar dalam Basel II secara subtansi tidak berubah
dari perubahan tahun 1996 (Amendment) dan penyempurnaannya.
28
14
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.3 Regulasi bank – Basel II
The Basel II Accord juga mempertimbangkan perlunya
memasukkan risiko-risiko lainnya dalam perhitungan modal
berbasis risiko bagi sebuah bank; meskipun ada beberapa hal
yang belum diatur metode modelnya.
Otoritas pengawas perbankan masing-masing negara akan
bertanggung jawab untuk mengimplementasikan Basel II sesuai
dengan undang-undang dan regulasi yang berlaku di negara
tersebut.
Implementasi yang konsisten di berbagai negara terhadap sebuah
Kerangka Kerja, melalui pengawasan dan kerjasama yang lebih
erat, merupakan suatu hal sangat penting. Implementasi yang
konsisten juga bermanfaat untuk menghindari timbulnya
ketidakjelasan sebagai akibat dari adanya pelaporan ganda, yaitu
kepada otoritas pengawas perbankan dimana bank didirikan (home
country) dan dimana bank memiliki cabang atau anak perusahaan
(host country)
29
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.3 Regulasi bank – Basel II
Perbandingan antara Basel I dan Basel II
Basel I Accord
Basel II Accord
Fokus pada satu cara
pengukuran risiko
Fokus pada metodologi internal
Memiliki pendekatan sederhana
terhadap sensitivitas risiko
Memiliki tingkat sensitivitas
risiko yang lebih tinggi
Memakai pendekatan one-size- Dapat dengan mudah
fits-all untuk penghitungan risiko disesuaikan dengan kebutuhan
dan modal
masing-masing bank
30
15
1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi
1.1.3 Regulasi bank – Basel II
Penting untuk diketahui bahwa risiko-risiko utama tercakup
dalam Basel Accord II serta konsekuensinya bagi stakeholder
perbankan dan perekonomian.
Jenis risiko utama tersebut adalah:
• risiko pasar (market risk)
• risiko kredit (credit risk)
• risiko operasional (operational risk)
• risiko-risiko lainnya (‘other’ risk)
31
1 Karakteristik Risiko dan
Regulasi Perbankan
1.2 Risiko Pasar
32
16
1.2 Risiko Pasar
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan risiko pasar?
Market risk didefinisikan sebagai risiko kerugian baik
pada posisi on- maupun off-balance sheet yang timbul
dari pergerakan harga pasar.
Istilah risiko pasar digunakan untuk menyebut kelompok
risiko yang timbul dari perubahan tingkat suku bunga,
kurs valuta asing dan hal-hal lain yang nilainya ditentukan
pasar, misal ekuitas dan komoditi.
33
1.2 Risiko Pasar
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan risiko pasar?
Eksposur bank atas suatu rate yang ditetapkan pasar, seperti
tingkat suku bunga, timbul sebagai akibat dari salah satu hal
berikut:
• traded market risk – dimana bank secara aktif berpartisipasi
dalam perdagangan instrumen pasar, seperti obligasi (bond)
yang nilainya dipengaruhi oleh perubahan dari harga pasar.
• interest rate risk in the banking book – dimana bank
menghadapi risiko perubahan harga pasar yang disebabkan
oleh struktur underlying kegiatan usahanya, seperti aktivitas
pemberian kredit dan penghimpunan dana masyarakat.
34
17
1.2 Risiko Pasar
1.2.2
Kurva hasil (yield curve)
Yield curve menunjukan hubungan antara tingkat suku
bunga efektif dengan tanggal jatuh tempo suatu investasi
pada waktu tertentu
Interest rate
Yield curve
8.0
7.5
7.0
6.5
6.0
5.5
5.0
4.5
4.0
1m
2m
3m
6m
12m
2y
3y
5y
10y
Maturity
35
1.2 Risiko Pasar
1.2.3 Traded market risk
Traded market risk adalah risiko kerugian nilai investasi
yang terkait dengan kegiatan pembelian dan penjualan
(trading) instrumen keuangan di pasar secara
berkesinambungan untuk mendapatkan keuntungan.
Bank bersedia menanggung traded market risk dengan
tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari risiko yang
diambil.
36
18
1.2 Risiko Pasar
1.2.3 Traded market risk – contoh 1
Bank A berkeinginan melakukan kegiatan trading karena potensi
keuntungan yang dapat diraihnya. Bank tersebut memutuskan
untuk memperdagangkan obligasi pemerintah yang dalam contoh
ini memiliki tingkat suku bunga tetap untuk periode 5 tahun. Nilai
obligasi itu akan dipengaruhi oleh perubahan tingkat suku bunga.
105
Nilai
obligasi
6%
100
5%
95
4%
tingkat
suku
bunga
37
1.2 Risiko Pasar
1.2.3 Traded market risk – contoh 2
Traded market risk – keputusan pendanaan
Bank A memiliki beberapa alternatif untuk mendanai
pembelian obligasi pada contoh sebelumnya dengan
melakukan penghimpunan dana berjangka waktu:
1. 5 tahun dengan suku bunga tetap
2. lebih dari 5 tahun
3. kurang dari 5 tahun
38
19
1.2 Risiko Pasar
1.2.3 Traded market risk – contoh 2
Traded market risk – keputusan pendanaan
1. Obligasi tersebut dikatakan matched dalam hal risiko tingkat
suku bunga jika Bank A memilih untuk mendanai pembelian
obligasi berjangka waktu 5 tahun dengan melakukan
penghimpunan dana untuk jangka waktu yang sama. Adanya
keuntungan (gain) pada obligasi yang disebabkan oleh
menurunnya tingkat suku bunga akan diimbangi dengan
kerugian pada dana yang dihimpun, demikian pula sebaliknya.
Bank A dalam hal ini tidak memiliki risiko pasar ataupun
memiliki kemampuan yang signifikan untuk mendapatkan
keuntungan dari kegiatan ini.
. Dana
Pihak III
Bank
Obligasi
4½%
5 tahun
5%
5 tahun
39
1.2 Risiko Pasar
1.2.3 Traded market risk – contoh 2
Traded market risk – keputusan pendanaan
2.Jika trader Bank A yakin bahwa tingkat suku bunga akan
meningkat dimasa mendatang, Bank A mungkin akan
memutuskan untuk memenuhi kebutuhan pendanaannya dengan
menghimpun dana yang memiliki jangka waktu yang lebih
panjang daripada durasi obligasi di atas.
Misalnya, Bank A dapat melakukan penghimpunan dana
berjangka waktu sepuluh tahun (long funding). Jika perkiraan
trader tersebut benar dan tingkat suku bunga naik, maka nilai
utang berjangka waktu 10 tahun yang suku bunganya lebih
rendah dari tingkat suku bunga obligasi akan naik melebihi nilai
obligasi yang didanai.
Dana
Pihak III
6%
10 tahun
Bank
5%
5 tahun
Obligasi
40
20
1.2 Risiko Pasar
1.2.3 Traded market risk – example 2
Traded market risk – keputusan pendanaan
3. Jika para trader Bank A yakin bahwa suku bunga akan turun
dimasa mendatang, mereka dapat mendanai 5 tahun obligasi
tersebut dengan dana harian (overnight funds). Hal ini dikenal
sebagai
‘short
funding’.
Bank
harus
mempanjang
pendanaannnya setiap hari. Jika perkiraan trader benar, tingkat
suku bunga dana setiap harinya akan semakin turun karena
penurunan tingkat suku bunga pasar selama periode tersebut.
Dana
Pihak III
3%
Bank
Obligasi
5%
Overnight (O/N)
5 tahun
Kesalahan dalam pengambilan keputusan pendanaan akan sangat
berisiko dan membawa konsekuensi pada terjadinya kerugian. Oleh
karena itu, keputusan pendanaan mengandung traded market risk.
41
1.2 Risiko Pasar
1.2.3 Traded market risk – contoh 3
Midland Bank
Pada tahun 1989 Midland Bank, sebuah bank besar di Inggris,
mengalami kerugian lebih dari GBP 116 juta atas posisi suku
bunga yang dimiliki oleh investment bank unit usahanya.
Hal ini terjadi karena bank justru meningkatkan eksposur-nya
sebagai upaya untuk menutup kerugian yang terjadi daripada
segera menutup posisi yang ada pada saat tingkat suku bunga
mulai bergerak ke arah yang merugikan Midland.
42
21
1.2 Risiko Pasar
1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada
banking book
Contoh didepan menggambarkan risiko pasar dalam
konteks trading untuk mendapatkan keuntungan. Akan
tetapi banyak bank menghadapi persoalan serupa dalam
pengelolaan risiko sebagai konsekuensi logis dari
pelaksanaan kegiatan usaha sehari-hari. Hal ini disebut
sebagai risiko suku bunga pada banking book (interest
rate risk in the banking book), yang merupakan hasil dari
bisnis bank berhubungan dengan nasabahnya.
43
1.2 Risiko Pasar
1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada
banking book - contoh
Terima 5 tahun suku bunga tetap
Nasabah
KPR
Bayar tingkat suku bunga diskonto BI
Bank A
Deposan
Umumnya bank memiliki ‘short funding’ exposure sama dengan
kondisi yang dialami trader pada contoh sebelumnya dalam
memutuskan kebutuhan pendanaan. Bank dalah hal ini terpaksa
memiliki posisi trading tanpa mempertimbangkan suku bunga akan
naik atau turun walaupun bank sebenarnya tidak berkeinginan
untuk melakukan trading tersebut.
44
22
1.2 Risiko Pasar
1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada
banking book - contoh
Untuk menghindari posisi trading yang bersifat terpaksa
tersebut, Bank A perlu menyamakan (match) suku bunga
pendanaan dan kreditnya (proses yang dikenal dengan lindung
nilai atau hedging), yang melindungi baik nilai simpanan
nasabah maupun nilai kredit.
Ada beberapa cara bank dapat lakukan dalam hedging, antara
lain:
1. mengubah model kegiatan usaha sehari-hari dengan
menawarkan suku bunga yang sama untuk dana yang
dihimpun dan kredit yang diberikan. Dalam kasus Bank A,
bank dapat mengubah baik suku bunga kreditnya sesuai
dengan tingkat diskonto bank sentral, atau mengubah suku
bunga dana yang dihimpun menjadi suku bunga tetap lima
tahun.
45
1.2 Risiko Pasar
1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada
banking book - contoh
2. Interest rate swap dengan 2 bank
Terima 5 tahun
suku bunga tetap
Nasabah
KPR
Bayar 5 tahun
suku bunga tetap
Bank B
Bank A
Bayar tingkat suku
bunga diskonto BI
Deposan
terima tingkat suku
bunga diskonto BI
Bank C
46
23
1.2 Risiko Pasar
1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada
banking book - contoh
3. Interest rate swap dengan counterparty
Terima 5 tahun
suku bunga tetap
Nasabah
KPR
Bayar tingkat suku
bunga diskonto BI
Bank A
Bayar 5 tahun
suku bunga tetap
Deposan
Terima tingkat suku
bunga diskonto BI
Swap
counterparty
47
1.2 Risiko Pasar
1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada banking
book – contoh 2
American savings and loan associations, US
The American savings and loan associations (S&Ls) adalah para
pemberi kredit perumahan (mortgage), yang pada beberapa negara
bagian memiliki kewenangan untuk melakukan investasi langsung
dengan memiilki kegiatan usaha lain dan melakukan pengembangan
properti. Hingga tahun 1980an, S&Ls adalah asosiasi yang sebagian
besar dimiliki oleh anggotanya, namun akibat dari bencana risiko
tingkat suku bunga dalam banking book yang menimpa industri ini,
kini asosiasi ini sebagian besar dimiliki oleh pemerintah federal atau
oleh pemegang saham.
Perkiraan awal biaya penyelamatan (bail out) mencapai USD 500
milyar atau sekitar USD 2000 untuk setiap penduduk Amerika.
Walaupun cukup banyak fraud yang terjadi, penyebab utama dari
bencana tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian.
48
24
1.2 Risiko Pasar
1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada
banking book – contoh 2
American savings and loan associations, US
Pertama, dana yang ada dialokasikan pada properti yang harganya
sudah sangat tinggi. Pada saat harga properti jatuh, jaminan yang
ada menjadi sangat tidak memadai.
Kedua, walaupun tingkat suku bunga mortgage adalah suku bunga
tetap, kurangnya klausul penalti pada pelunasan lebih awal telah
memungkinkan debitur melakukan pengalihan mortgage-nya untuk
mendapatkan suku bunga yang lebih rendah pada saat suku bunga
pasar menurun. Dalam keadaan ini, para pemberi kredit masih
terikat pada sumber-sumber dana yang suku bunganya lebih tinggi.
Posisi mismatch atas pemberian kredit dengan suku bunga yang
lebih rendah daripada suku bunga yang dibayarkan kepada para
penyimpan dana menyebabkan banyak S&L jatuh dengan kerugian
mencapai milyaran dolar.
49
1.2 Risiko Pasar
1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada
banking book – contoh 2
American savings and loan associations, US
Terima rate KPR
pada 5 ½%
Bayar 5 tahun
Fixed pada 4 ½ %
Market
S&L
Arus Dana
KPR
Arus Dana
Match atau tidakkah posisi tersebut?
Manakala tingkat suku bunga turun, banyak nasabah yang
melakukan pelunasan dipercepat mortgage-nya tanpa dikenakan
penalti.
50
25
1.2 Risiko Pasar
1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada
banking book – contoh 2
American savings and loan associations, US
Bayar 5 tahun
Fixed pada 4 ½ %
Market
Terima rate KPR
pada 3 ½%
S&L
Arus Dana
KPR Baru
Arus Dana
Pada saat mortgage dilunasi, maka terjadi akan terjadi
ketidaksesuaian posisi (unmatched position) .
S&L tetap membayar suku bunga yang lebih tinggi dengan
memperoleh pendapatan atas mortgage baru pada suku bunga
yang lebih rendah.
51
1 Karakteristik Risiko dan
Regulasi Perbankan
1.3 Risiko Kredit
52
26
1.3 Risiko Kredit
1.3.1 Apa yang dimaksud dengan risiko kredit?
Credit risk adalah risiko kerugian yang terkait dengan
kemungkinan
kegagalan
counterparty
memenuhi
kewajibannya; atau risiko bahwa debitur tidak membayar
kembali utangnya.
Credit Risk – contoh:
Bank A memberikan KPR kepada para debiturnya. Saat
memberikan kredit tersebut, bank memiliki risiko bahwa
sebagian - atau seluruh debitur perorangan tersebut akan gagal
membayar bunga ataupun pokok yang diterimanya.
53
1.3 Risiko Kredit
1.3.1 Apa yang dimaksud dengan risiko kredit?
Risiko kredit timbul dari adanya kemungkinan bahwa kredit yang
diberikan oleh bank, atau obligasi yang dibeli, tidak dapat
dibayarkan kembali. Risiko kredit juga timbul dari tidak
dipenuhinya berbagai bentuk kewajiban pihak lain kepada bank,
seperti kegagalan memenuhi kewajiban pembayaran dalam
kontrak derivatif.
Risiko kredit merupakan risiko terbesar yang dihadapi. Pada
umumnya, marjin yang diperhitungkan untuk mengantisipasi
risiko kredit hanyalah merupakan bagian kecil dari total kredit
yang diberikan bank dan oleh karenanya kerugian pada kredit
dapat menghancurkan modal bank dalam waktu singkat.
54
27
1.3 Risiko Kredit
1.3.1 Apa yang dimaksud dengan risiko kredit?
– contoh
Barclays Bank, UK
Pada bulan Maret 1993 Barclays Bank mengumumkan kerugian
sebesar GBP 244 juta untuk tahun 1992, dan telah membentuk
provisi sebesar GBP 2.5 milyar untuk kredit kategori “diragukan”
and “macet” dalam tahun tersebut.
Uang tersebut termasuk untuk provisi kredit sebesar GBP 240
juta yang dianggarkan khusus untuk kredit sebesar GBP 422
juta yang diberikan kepada IMRY, pengembang properti. Kredit
macet pada IMRY ini disebabkan oleh krisis properti di UK pada
awal tahun 1990-an.
55
1.3 Risiko Kredit
1.3.2 Metode pengelolaan risiko kredit
Bank menggunakan sejumlah teknik dan kebijakan dalam
mengelola risiko kreditnya untuk meminimalkan
kemungkinan terjadinya atau dampak dari kerugian kredit
(dikenal dengan credit risk mitigation).
Kebijakan tersebut adalah:
• model pemeringkatan (grading model) untuk kredit perorangan
• manajemen portofolio kredit
• sekuritisasi
• agunan (collateral)
• pemantauan/pengawasan arus kas
• manajemen pemulihan kredit (recovery management)
56
28
1.3 Risiko Kredit
1.3.3 Model pemeringkatan (Grading models)
Bank harus melakukan kalibrasi risiko yang pada gilirannya
akan memungkinkan bank mampu menetapkan suatu
probabilitas tertentu untuk setiap kejadian yang tidak diinginkan
(yang dikenal dengan probability of default/PD).
Cara ini memungkinkan bank untuk memastikan bahwa
portofolio kredit bank tidak terkonsentrasi pada kredit
berkualtias buruk yang memiliki kemungkinan default yang
tinggi.
Basel II secara spesifik membahas ‘grading models’
sebagai bagian dari rerangka kerja risiko kredit.
57
1.3 Risiko Kredit
1.3.4 Manajemen portofolio kredit
Bank dengan cara yang sama mengukur portofolio
kreditnya untuk memberikan keyakinan bahwa kredit
yang diberikan tidak terlalu terkonsentrasi pada satu
industri atau wilayah geografis tertentu. Hal ini
memungkinkan bank untuk melakukan diversifikasi pada
portofolio kreditnya sehingga risiko terjadinya default
yang bersifat sistemik (systematic default)
dapat
ditekan. Analisis ini disebut dengan cohort analysis dan
dapat digunakan baik pada kredit korporasi maupun
perorangan.
58
29
1.3 Risiko Kredit
1.3.5 Sekuritisasi (securitization)
Salah satu teknik yang digunakan bbank untuk melindungi
dirinya dari gejolak ekonomi (economic shocks) adalah
mengemas dan menjual sebagian dari portofolio kreditnya
kepada investor dalam bentuk surat berharga atau dikenal
dengan securitization.
Sekuritisasi memungkinkan bank untuk mengurangi potensi
eksposur yang tinggi pada suatu jenis kredit tertentu yang
menurut Dengan cara itu bank dapat mengurangi eksposur
pinjamannya yang dinilai tinggi atau mengurangi bentuk pinjaman
yang menunjukkan konsentrasi risiko yang tinggi.
Sekuritisasi memungkinkan bank menggunakan dana yang
dihasilkan dari penjualan aktiva dan menginvestasikannya pada
aktiva lain yang dianggap memiliki risiko lebih rendah.
59
1.3 Risiko Kredit
1.3.6 Agunan (collateral)
Collateral adalah aset yang diperjanjikan oleh debitur
untuk mendapatkan kredit dan dapat diambil alih dalam hal
terjadi default. Agunan memiliki peranan penting dalam
kebijakan pemberian kredit yang diterapkan bank. Agunan
dapat memiliki bentuk yang beragam. Bentuk agunan yang
paling mudah dikenali dan paling aman adalah uang tunai,
sementara bentuk yang paling umum adalah properti
hunian (residential property).
Suatu hal yang penting bagi bank adalah untuk memastikan bahwa
agunan tersebut benar-benar dapat digunakan untuk memitigasi
risiko kredit apabila terjadi gagal bayar (default).
60
30
1.3 Risiko Kredit
1.3.7 Pemantauan arus kas (cash flow monitoring)
Kebanyakan bank yang pernah mengalami kondisi tingkat gagal
bayar yang tinggi, menyadari bahwa reaksi cepat terhadap
penanganan atas situasi kredit yang memburuk dapat
mengurangi problem secara signifikan. Caranya adalah dengan:
• Membatasi tingkat eksposur (EAD)
• Memastikan bahwa nasabah segera bereaksi cepat untuk
mengatasi keadaan
Banyak model kredit memberikan perhatian khusus pada arus
kas perusahaan dan perorangan, sebagaimana terefleksi dalam
rekening koran yang dimilikinya.
61
1.3 Risiko Kredit
1.3.8 Manajemen pemulihan (recovery management)
Banyak bank mengakui bahwa manajemen yang efisien
terhadap pinjaman yang macet, mampu mengembalikan
kerugian yang dialami bank secara cukup signifikan. Bank
kemudian membentuk bagian yang secara khusus menangani
recovery dan menjadikan bagian ini sebagai hal yang penting di
dalam proses manajemen risiko kredit yang berkualitas tinggi.
‘Loss given default’ (LGD) adalah perkiraan kerugian yang bank
akan mampu ditanggung sebagai akibat terjadinya kredit macet.
Dalam hal ini LGD merupakan perkiraan rata-rata yang sudah
diantisipasi. Penentuan LGD dan pengelolaannya memegang
peranan penting dalam perhitungan modal berdasarkan internal
model (Internal rating based approach).
62
31
1 Karakteristik Risiko dan
Regulasi Perbankan
1.4 Risiko Operasional
63
1.4 Risiko Operasional
1.4.1 Apa yang dimaksud dengan risiko operasional?
Operational risk adalah risiko kerugian yang diakibatkan
oleh kurang memadainya atau kegagalan proses internal,
manusia, sistem, dan dari kejadian eksternal.
Definisi tersebut tercantum dalam kerangka kerja Basel II
Operational risk lebih jauh dapat dibagi ke dalam beberapa sub
kategori, yaitu risiko yang berhubungan dengan :
• proses internal (internal processes)
• manusia (people)
• sistem (systems)
• kejadian eksternal (external events)
• kewajiban hukum dan perundangan (legal risk).
64
32
1.4 Risiko Operasional
1.4.1 Apa yang dimaksud dengan risiko operasional? –
contoh 1
Kegagalan pengendalian: Barings, London
Pada tahun 1995, Barings London bankrut setelah rugi sebesar
827 juta GBP karena gagal dalam proses dan prosedur internal
control-nya.
Pialang yang berbasisdi Singapura dan bekerja di Bursa Berjangka
Singapura (Singapura Futures Exchange) telah menyembunyikan
kerugian atas posisi perdagangan yang senantiasa meningkat
selama lebih dari 2 tahun sampai akhirnya tidak bisa bertahan.
Karena lemahnya pengawasan setempat, pialang tersebut bisa
bertindak baik sebagai manajer back office maupun front ofice
yang bisa menyetujui transaksi yang dilakukannya sendiri. Meski
bisa dipersepsikan sebagai kejadian “pialang nakal”(rogue trader),
namun sesungguhnya yang menjadi penyebab utamanya adalah
kegagalan dalam pengawasan internal.
65
1.4 Risiko Operasional
1.4.1 Apa yang dimaksud dengan risiko operasional? –
contoh 2
Teknologi/globalisasi
Contoh risiko operasional ini sebenarnya berpengaruh terhadap
semua industri, bukan hanya perbankan. Contoh ini juga bukan
merupakan kejadian tunggal, tetapi merupakan rangkaian kejadian
yang berkelanjutan. Kasusnya adalah dampak dari virus komputer
yang merugikan miliaran dollar terhadap dunia usaha di seluruh
dunia.
Virus Mellisa muncul bulan Maret 1999 dan diperkirakan telah
mempengaruhi 45 juta PC hanya dalam beberapa hari. Akibatnya
dunia usaha terpaksa mengeluarkan biaya sebesar 500 juta USD
untuk mengatasi masalah ini.
Tahun 1990 dilaporkan ada 200 jenis virus, sampai akhir 2004
menjadi lebih dari 70.000 jenis virus.
66
33
1.4 Risiko Operasional
1.4.1. Apa yang dimaksud dengan risiko operasional?
Risiko operasional terkait dengan sangat banyak masalah yang
dapat disebabkan oleh gagalnya proses di bank. Namun
demikian risiko operasional berpengaruh terhadap semua jenis
usaha tidak hanya perbankan.
Risiko operasional merupakan risiko yang paling berpengaruh
terhadap pelayanan nasabah sehari-hari. Oleh karena dalam
kaitannya dengan risiko operasional, bank meningkatkan fokus
perhatiannya pada proses, prosedur dan kontrol.
Lebih dari 20 tahun terakhir, kesalahan pengelolaan risiko
operasional telah mengakibatkan kerugian individual bank yang
setara dengan risiko kredit dan risiko pasar.
67
1.4 Risiko Operasional
1.4.1. Apa yang dimaksud dengan risiko operasional?
Semua bank terbiasa dengan kegagalan operasional dan
tentunya sudah punya rencana dan proses dalam mengelola
risiko ini. Persoalan yang paling banyak dijumpai sehari-hari
dan berpengaruh terhadap bank adalah:
• Kesalahan memasukkan transaksi oleh pialang atau staf
back office sehingga posisi pasar menjadi salah dan
menimbulkan masalah dalam rekonsiliasi posisi
• Transaksi kredit dan debet tidak seimbang (balance)
• Kegagalan sistem transaksi setelah dilakukan perbaikan
sistem komputer
• Kejadian eksternal seperti pemadaman listrik atau banjir.
68
34
1.4 Risiko Operasional
1.4.1. Apa yang dimaksud dengan risiko operasional?
Lebih dari 15 tahun terakhir secara umum telah terjadi
peningkatan angka kejadian risiko operasional pada
tingkat yang tinggi yang memberikan dampak besar
terhadap profitabilitas dan permodalan bank. Oleh
karenanya pengawas perbankan telah mendorong
bank agar melihat proses bank seluas mungkin dan
memberikan perhatian khusus terhadap kejadian yang
“low frequency/high impact” secara tersendiri diluar
risiko kredit dan risiko pasar.
Basel II telah mengambil langkah maju untuk risiko
operasional yaitu bahwa untuk pertama kali bank
diminta untuk mengkuantifikasi risiko ini, mengukurnya
dan mengalokasikan modal sebagimana untuk risiko
kredit dan pasar.
69
1.4 Risiko Operasional
1.4.2 Perubahan bentuk Risiko Operasional
Baik bank maupun pengawas bank khawatir bahwa
perubahan
industri
perbankan
juga
dapat
menyebabkan perubahan yang mendasar bagi risiko
operasional. Kejadian yang dulunya menyebabkan
kerugian ringan, berkembang menjadi kejadian yang
jarang terjadi, akan tetapi jika terjadi berdampak besar
Ada beberapa alasan mengapa kharakteristik dasar risiko
operasional berubah, antara lain karena:
• automasi
• incentives & trading – pialang nakal
• Kepercayaan thd teknologi • Meningkatnya volume dan nilai
• outsourcing
transaksi
• terorisme
• Meningkatnya litigation.
• Meningkatnya globalisasi
70
35
1 Karakteristik Risiko dan
Regulasi Perbankan
1.5 Risiko lainnya (Other risks)
71
1.5 Risiko-risiko lainnya
1.5
Risiko-risiko lainnya
Walaupun dalam Basel II risiko Operasional tidak
mencakup risiko Bisnis, Strategik dan Reputasi,namun
pembebanan modal untuk “other risks" tetap perlu
diperhatikan di dalam perhitungan modal yang berbasis
risiko (risk-based capital).
Lingkup kerja Basel II sangat spesifik untuk risiko-risiko yang
dikategorikan sebagai “other risks". Walaupun secara tidak
langsung tercakup dalam peraturan, other risks ini penting untuk
diperhatikan karena bank perlu mengetahuinya dalam upaya
menghitung modal bank yang berbasis risiko.
Ada tiga jenis yang masuk kategori “other risks”, yaitu:
• risiko bisnis (business risk)
• risiko strategik (strategic risk)
• risiko reputasi (reputational risk)
72
36
1.5 Risiko-risiko lainnya
1.5.1 Risiko bisnis
Business risk adalah risiko yang berkaitan dengan
posisi kompetitif bank serta prospek kemajuan bank di
dalam menghadapi pasar yang selalu berubah.
Walaupun risiko Bisnis tidak masuk dalam definisi Risiko
Operasional dari Basel II, namun sangat jelas risiko ini
merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh Manajemen
Senior dan Dewan Direksi bank.
Risiko Bisnis mengacu juga, sebagai contoh, pada prospek
jangka pendek dan panjang dari produk dan jasa bank yang
telah ada.
73
1.5 Risiko-risiko lainnya
1.5.1 Risiko bisnis – contoh
Bank A menyediakan pinjaman KPR kepada nasabahnya.
Manajemen Senior bank terse but memutuskan untuk secara
agresif menaikkan pangsa pasar KPR dengan memberikan
potongan harga properti disamping memberikan nilai pinjaman
sebesar 100% dari nilai agunan (DP 0%).
Keputusan bisnis ini membawa tingkat risiko yang tinggi karena
Bank A tidak terlindungi dipasar properti dan rentan terhadap
kenaikan tingkat suku bunga.
Hal ini dapat menyebabkan biaya pinjaman KPR bagi peminjam
naik yang dapat menyebabkan terjadinya gagal bayar.
Selanjutnya,
penurunan
dalam
harga
properti
akan
mengakibatkan nilai jaminan lebih rendah dari nilai pinjaman
74
37
1.5 Risiko-risiko lainnya
1.5.1 Risiko bisnis – contoh
Mempertimbangkan bahwa kenaikan suku bunga pinjaman
dan kejatuhan harga properti dapat terjadi secara
bersamaan maka keputusan bisnis ini jelas mempunyai
risiko.
Walau Bank A secara teratur menaikkan pangsa pasarnya
namun kualitas nilai agunannya menjadi rendah.
Pada saat suku bunga pinjaman naik. Bank A mendapati
bahwa banyak nasabahnya yang meminjam secara
berlebihan (over borrowed) dan tidak mampu lagi untuk
melaksanakan kewajibannya.
75
1.5 Risiko-risiko lainnya
1.5.1 Risiko bisnis – contoh 2
BestBank, Boulder, Colorado, US
Pada bulan Juli 1998 BestBank di Boulder Colorado ditutup oleh
Federal Deposit Insurance Corporation sebagai akibat rugi
sebesar USD 200 juta. Kerugian ini disebabkan kebijakan
BestBank yang berani menyetujui proposal kartu kredit bagi
nasabah yang memiliki kualitas kredit “rendah”. Kebijakan kartu
kredit BestBank's adalah contoh klasik bank yang memberikan
pinjaman kepada nasabah yang berisiko tinggi dengan suku
bunga yang tinggi untuk ekspansi bisnisnya. Sebagai hasil dari
kebijakan kartu kredit yang ekspansif ini neraca BestBank tumbuh
dari USD 10juta di tahun 1994 menjadi USD 348 juta di tahun
1998.
Meskipun pendapatan BestBank meningkat. namun mereka gagal
untuk mencadangkan dana yang memadai bagi pinjaman
bermasalahnya.
76
38
1.5 Risiko-risiko lainnya
1.5.2 Risiko Strategik
Strategic risk adalah risiko yang terkait dengan
keputusan bisnis jangka panjang yang dibuat oleh
manajemen senior bank. Hal ini dapat juga berhubungan
didalam implementasi keputusan strategik tersebut.
Risiko Strategik dan risiko Bisnis pada dasarnya hampir
serupa, namun keduanya berbeda dalam durasi dan
pentingnya keputusan yang diambil. Risiko Strategik
berhubungan dengan keputusan seperti :
• akan melakukan investasi dalam bisnis apa.
• bisnis apa yang akan diakuisisi.
• dimana dan bagaimana bisnis akan dijalankan atau dijual.
77
1.5 Risiko-risiko lainnya
1.5.2 Risiko Strategik – Midland Bank, UK
Di bulan Oktober 1981 Midland Bank membayar USD 597juta untuk
membeli 51% saham Crocker Bank.
Pada bulan Februari 1986 saham Crocker Bank yang dibeli tersebut
dijual kembali kepada Wells Fargo Bank seharga USD 1.100 juta.
Walau terlihat investasi di Croker Bank menjadi berlipat dua bagi
Midland Bank namun hal-hal dibawah ini tidak diperhitungkan yaitu :
• Pencadangan USD 760 juta untuk kredit bermasalah yang dilakukan
Midland Bank.
• Dana sebesar USD 700 juta yang diinvestasikan Midland Bank di
Crocker Bank pada tahun 1981.
Diperkirakan bahwa kerugian secara total di Crocker Bank mencapai
USD 1.700 juta. Masalah utama Midland Bank's dengan Crocker
Bank sebagian disebabkan juga karena membeli bank asing yang
mempunyai standard dan sifat bisnis yang berbeda.
78
39
1.5 Risiko-risiko lainnya
1.5.3 Risiko Reputasi
Reputational risk adalah risiko potensial yang dapat
merusak perusahaan karena adanya opini publik yang
negatif.
Dalam ilustrasi risiko reputasi di awal. telah dicontohkan terjadinya
pelarian dana dalam jumlah besar karena adanya persepsi bank
sedang kesulitan dana. Reputasi bank tersebut rusak karena
adanya suatu riskevent yang menyebabkan para nasabahnya
khawatir sehingga tercipta suatu krisis kepercayaan.
Pada masa kini risiko reputasi yang dihadapi bank serta dapat
merugikan bank telah meningkat kehebatan dan kecepatannya.
Hal ini disebabkan pasar finansial yang bersifat global sehingga
trading dapat berlangsung terus selama 24 jam/hari. Sehingga
kerusakan yang dapat terjadi pada banyak bank bereputasi
internasional dapat terjadi setiap saat. dibagian manapun didunia
serta dapat diberitakan saat itu juga secara real time.
79
1.5 Risiko-risiko lainnya
1.5.3 Risiko Reputasi
Risiko reputasi tidak hanya terbatas dan terjadi pada reputasi
di satu bank saja, namun dapat mencakup pada seluruh
sektor industri perbankan, seperti bank perkreditan atau
internet banking.
Risk event yang terjadi pada satu bank dimana kontrol
risikonya rendah, dapat berdampak terhadap reputasi dari
bank individu tersebut serta industri perbankan secara
keseluruhan.
Apa yang dimulai sebagai kejadian yang terbatas pada satu
bank, berdasarkan apa yang diberitakan. dapat pada
akhirnya merusak reputasi industri perbankan.
80
40
1.5 Risiko-risiko lainnya
1.5.3 Risiko Reputasi – contoh 1
Risiko reputasi berskala industri (Industry-wide reputational risk)
Bank C suatu internet banking. Menyusul peningkatan keamanan
perangkat lunak (software)mereka secara online, satu kesalahan kecil
yang terjadi pada software mereka mengakibatkan Bank Statement
beberapa nasabah dapat terbaca oleh nasabah yang lain. Meskipun
tidak dapat melakukan otorisasi transaksi apapun terhadap Bank
Statement tersebut. kejadian ini dilaporan sebagai pelanggaran
terhadap sistim keamanan internet secara online.
Berita ini kemudian muncul di media masa yang mempertanyakan
“seberapa aman uang anda secara online?" Potensi terjadinya
kejahatan perbankan secara online memberi kesan bahwa internet
banking secara alamiah tidak aman. Meskipun tidak terjadi kerugian
apapun bagi nasabah. kepercayaan publik terhadap online banking
turun dan reputasi dari internet banking ambruk sehingga jumlah
nasabah pada bank yang berbasis internet turun dramatis yang
memaksa beberapa bank pada akhirnya tutup.
81
1 Karakteristik Risiko dan
Regulasi Perbankan
1.6 Dampak potensial dari kegagalan
pengelolaan risiko dalam perbankan
82
41
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.1 Dampak risiko
Selain kerugian finansial secara langsung yang terjadi
pada bank karena adanya peristiwa risiko (risk event),
kerugian dapat berdampak juga pada stakeholder bank
seperti : para pemegang saham. karyawan, nasabah maupun terhadap ekonomi. Umumnya efek kepada
pemegang saham dan karyawan bersifat langsung,
namun dampak kepada nasabah dapat bersifat tidak
langsung sehingga tidak kentara. Kerugian tidak
langsung karena risiko ini sering merupakan
konsekuensi dari risk event yang mempunyai dampak
ekonomi.
83
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.2 Dampak pada para pemegang saham
Ketika suatu peristiwa terjadi pengaruh terhadap pemegang
saham dapat berupa :
• Kerugian total dari investasi - karena bangkrutnya
perusahaan.
• Menurunnya nilai investasi - harga saham turun karena
rusaknya reputasi atau turunnya keuntungan.
• Kehilangan dividen karena turunnya keuntungan
perusahaan.
• Kewajiban yang timbul akibat kerugian – pemegang
saham dapat mempunyai kewajiban untuk kerugian yang
terjadi.
84
42
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.2 Dampak pada para pemegang saham – contoh
Bank of Credit and Commerce International (BCCI)
Pada bulan Juli 1991, BCCI bangkrut sebagai akibat adanya
penipuan internal senilai USD 4 mityar serta kewajiban sebesar
USD 14 milyar. Akibat berantai jatuhnya BCCt diketahui bahwa
bank tersebut tidak lagi mempunyai nilai seperti yang diharapkan
oleh lebih dari sejuta investornya. Setelah jatuh, likuidator ditunjuk
untuk "menyelesaikan“ kasus BCCI dan menyelamatkan aset-aset
yang ada semaksimal mungkin bagi para penabung dan
krediturnya.
Setelah 7 tahun bangkrutnya BCCI diperkirakan bahwa likuidator
telah berhasil menyelamatkan USD 5.5 milyar. Likuidator sampai
bulan Agustus 2005 masih bekerja dan menuntut Bank of England
senilai USD 1 milyar atas kegagalannya menjalankan fungsi dan
tugas pengawasan.
85
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.3 Dampak pada karyawan
Peristiwa risiko (Risk event) dapat berdampak kepada karyawan
suatu perusahaan terlepas apakah mereka turut andil atau tidak
dalam peristiwa tersebut. Kemungkinan dampaknya termasuk :
• pemberian sanksi disiplin internal disebabkan kelalaian atau
tindakan diluar batas yang dilakukan karyawan.
• kehilangan pendapatan. contohnya pengurangan bonus atau
kenaikkan gaji karena dampak dari pendapatan perusahaan
yang berkurang.
• Kehilangan pekerjaan
86
43
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.3 Dampak pada karyawan - contoh
Orange County, California, US
Pada bulan Desember 1994 Orange County di California USA
mengumumkan rugi sebesar USD 1.6 milyar.
Kerugian tersebut merupakan hasil aktifitas investasi yang tidak
diawasi oleh manajer treasuri pemerintahan daerah tersebut yang
mengelola portfolio sebesar USD 7.5 milyar milik sekolah daerah.
kota praja dan pemerintahan daerah itu sendiri.
Treasuri manajer tersebut menempatkan dana dalam investasi
derivatif dan memperkirakan bahwa suku bunga akan terus turun
atau tetap rendah. Strategi investasi ini bekerja dengan baik sampai
dengan 1994 pada saat the Federal Reserve Board menaikkan suku
bunga yang mengakibatkan kerugian.
Investasi ini dilikuidasi pada bulan Desember 1994 dengan kerugian
mencapai USD 1.6 milyar. Akibat konsekuensi oari kerugian diatas
Orange County bangkrut dan banyak pegawainya yang di PHK.
.
87
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.4 Dampak pada nasabah
Dampak suatu risk event kepada nasabah dapat terjadi secara
langsung maupun tidak langsung dan biasanya sulit
diidentifikasikan dengan segera Efek ini dapat terus berlanjut
setelah suatu periode tertentu yang pad a akhirnya berdampak
pada bank.
Oleh karena itu sangat sulit untuk mengetahui jumlah total dari
kerugian dalam suatu risk event bila melibatkan para nasabah.
Konsekuensi yang dapat dirasakan nasabah bank termasuk :
• kualitas tingkat pelayanan nasabah yang menurun.
• penurunan dalam penyediaan berbagai jenis produk .
• krisis likuiditas.
• berubahnya peraturan.
88
44
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.4 Dampak pada nasabah
Adalah penting bagi para peserta training untuk
mengerti konsekuensi risiko bagi nasabah bank karena
hal ini memberikan penekanan perlunya mengatur
bank secara khusus dibandingkan dengan industri jasa
keuangan secara keseluruhan.
89
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.5 Risiko operasional dan pelayanan nasabah
Sudah dinyatakan dimuka bahwa risiko yang paling
mempunyai dampak pada nasabah sehari-hari adalah risiko
operasional. Bila ada kejadian operasional, nasabah dapat
langsung terkena dampaknya disebabkan hal-hal seperti :
• Kualitas pelayanan yang jelek atau salah.
• Gangguan pada sebagian pelayanan.
• Merasakan kurangnya keamanan bank.
• Adanya kekurangan dalam keseluruhan pelayanan yang
diberikan.
90
45
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.5 Risiko operasional dan pelayanan nasabah
Suatu gangguan pada pelayanan nasabah yang berjalan normal
dapat berdampak kepada reputasi bank tersebut. yang pada
akhirnya dapat berdampak pada pendapatan bank karena nasabah
memindahkan urusan perbankannya pada bank lain. Hal ini
menjadi penting bila peristiwa risiko operasionalnya ini disebabkan
masalah teknikal yang berdampak pada ribuan nasabahnya.
Dampak dari suatu peristiwa risiko operasional bagi nasabah dapat
berdampak pada kerugian finansial dalam bentuk yang lain bagi
bank seperti :
• pembayaran kepada individu sebagai kompensasi kerugian yang
tidak langsung.
• biaya litigasi .
• Penalti/sanksi dari pengawas.
91
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.5 Risiko operasional dan pelayanan nasabah - contoh
Cahoot suatu bank online yang didirikan Abbey National Bank UK.
menghadapi masalah teknis tidak lama setelah diluncurkan pada Juni
2000. Sistem tersebut pada awal digunakan “hang”dan tidak bisa
dipakai selama hampir 2 hari disusul kemudian oleh masalah teknis
lainnya selama 3 hari. Strategi Cahoot's pada awalnya adalah
menawarkan kepada 25.000 nasabah pertamanya suatu overdraft
kartu kredit yang tidak dikenakan bunga. Pesaing bank online lainnya
mempertanyakan apakah kapasitas sistem yang Cahoot telah
investasikan dapat cukup menampung permintaan yang mengalir.
Diperlukan waktu 10 sampai 14 hari untuk menyetujui permohonan
pemegang kartu kredit karena mereka perlu memeriksa apakah ada
pencucian uang yang dilakukan beberapa calon nasabah yang
berpotensi. Selain menolak permohonan bagi yang telah mempunyai
pinjaman yang tinggi, siapapun yang tinggal di apartemen
kemungkinan besar di tolak permohonannya karena website bank
tidak dapat membaca alamat seperti 35a atau top flat" (Suatu alamat
tertentu yang ada UK saja).
92
46
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko
Pemberian kredit yang berlebihan (Over lending) – fenomena yang
terus berulang (a cyclical phenomenon)
Bank yang memberikan pinjaman berlebihan dalam
situasi booming tidak dapat mengelak untuk terjadinya
'under lend‘ pada masa resesi. Hal ini karena dampak
resesi akan memaksa bank untuk melakukan writeoff
pinjamannya sehingga modalnya turun dan kemampuan
bank untuk memberikan pinjaman baru menurun bila
tidak disertai dengan adanya penambahan modal baru.
Hal ini yang sering disebut sebagai efek ‘procyclicality' yang dapat
terlihat jelas pada pemberian pinjaman yang merata pada asetaset yang "bubbles”. Pinjaman berlebihan yang dilakukan pada
pasar yang booming telah memberikan harapan dan ekspektasi
pendapatan yang tidak realistis serta menilai aset secara tidak
realistis. seperti yang terjadi di real eastate komersial dan
residential pada waktu yang berbeda diseluruh dunia.
93
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko contoh
The ‘dotcom’ bubble
Pada akhir tahun 1990an investor ingin sekali menginvestasikan
uangnya di perusahaan internet karena hal ini diyakini sebagai cara
cepat untuk menjadi kaya di salah sektor pasar yang ada. Hal ini
menyebabkan banyak perusahaan yang "over valued' dengan harga
ekuiti
yang
tinggi
namun
semu.
Pasar
menunjukkan
ketidakstabilannya pad a saat perusahaan-perusahaan internet ini
gagal memperkirakan pendapatannya bahkan banyak yang
berhutang semakin dalam. Pada akhirnya di tahun 2000 dan 2001
pasar ambruk dan investor kehilangan milyaran dollar. Di bulan
November 2000 dalam 8 bulan terakhir diperkirakan GBP 40 milyar
telah hilang dari nilai harga perusahaan-perusahaan dotcom di FTSE
TechMark index di London. Ditahun-tahun berikutnya hampir tidak
mungkin bagi perusahaan internet untuk manggalang dana investasi
walaupun mereka mempunyai rencana bisnis yang bagus.
94
47
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko
'Procyclicality' merupakan salah satu area yang menjadi
konsentrasi bagi penelitian dimasa datang untuk model
risiko kredit dan pengelolaanya. Basel II telah dikritik
untuk kemungkinan penyebab adanya peningkatan
'procyclicality‘ bagi bank yang melakukan pinjaman
karena terkait dengan penggunaan credit grading model
terhadap pemenuhan kecukupan modal bank yang
diatur. Sehingga adanya gangguan dalam sistim credit
grading model akan mengarah kepada kenaikan bagi
pemenuhan kecukupan modal terlepas pinjaman
tersebut default atau tidak.
95
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko
Likuiditas dan risiko pasar
Konsekuensi dari peristiwa risiko pasar meningkat
karena pasar terus melakukan trading dengan volume
yang lebih banyak. Pertumbuhan volume ini di pasar
perdagangan bukannya bebas dari masalah.
Pengujian Matematis yang telah digunakan untuk
membantu pengidentifikasian risiko dan harga telah ada
sejak lama. Namun masih tetap ada gap yang harus
ditangani sebelum hal ini dapat diakui sebagai indikator
yang dapat diandalkan dafam menentukan tren risiko
pasar.
96
48
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko-contoh
Long-Term Capital Management, US
Di bulan September 1998 Long-Term Capital Management (LTCM),
sebuah hedge fund di amerika telah diselamatkan dari
kebangkrutannya oleh 16 pihak rekanannya. Pihak rekanan ini
setuju untuk menginvestasikan sekitar USD 4 milyar dananya,
sehingga LTCM dapat mengurangi sekitar USD200 milyar eksposur
pasarnya secara teratur sehingga tidak menciptakan guncangan di
pasar.
Long-Term Capital Management:
• Tidak melakukan hedging atas risikonya dan cenderung
menerima risiko yang ada.
• Tidak melakukan investasi jangka panjang.
• Mencukupi modalnya dengan pinjaman dan memperbolehkan
para investornya untuk menarik dana dalam jumlah besar
walaupun hanya terjadi sedikit pergerakkan di harga.
97
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko-contoh
Long-Term Capital Management, US
Tidak seperti invstment trusts yang dibatasi kemampuan
meminjamnya, LTCM dapat melakukan pinjaman berulang kali
diatas nilai modalnya sendiri. Ini merupakan hal utama yang
berperan atas kemungkinan bangkrutnya LTCM.
Salah satu problem LTCM's adalah karena 2 dari para partner
yang ada menerapkan pendekatan akademis dalam menjalankan
usahanya. Kelemahan dari pendekatan ini adalah karana jarang
digunakan dan bagus hanya sebagai model. Sayangnya hal ini
tidak tepat dilakukan. Masalah LTCM's dimulai ketika pemerintah
Rusia tidak mampu bayar pinjamannya. Likuiditas, yang jadi
andalan LTCM. mulai mengering diseluruh pasar finasial dunia
dan LTCM mendapati dirinya harus membayar tunai untuk
memenuhi komitrnennya.
98
49
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko
Krisis likuiditas mungkin jarang teljadi di retail banking, namun di
pasar Corporate hal ini lebih sering te~adi. Wholesale banks,
yang tidak memiliki simpanan dari nasabah retail.
mengandalkan aset untuk menjamin pinjaman yang diberikan
dari pasar.
Ini termasuk aset dari obligasi pemerintah dan perusahaan. Jika
aset-aset ini menjadi tidak likuid (karena : investor belum siap
untuk membelinya atau hanya akan membeli dengan valuasi
yang diturunkan besar-besaran). sebuah krisis likuidasi dapat
terjadi.
99
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko
Krisis likuiditas dapat terjadi dan muncul di seluruh pasar.
Untuk mengurangi dampak dari krisis likuiditas maka perlu
dilakukan :
•. Peningkatan kewaspadaan dari sisi pengawas .
• Reaksi yang cepat dari Bank Sentral.
• Pemantauan yang ketat dari manajemen bank,
Basel II dibuat dengan sensitivitas yang lebih tinggi untuk
mengantisipasi perubahan pasar yang sulit diprediksi.
100
50
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko
Sarbanes-Oxley (SOX)
Badan Pengawas seringkali memperkenalkan aturan-aturan
baru merespon kepada masalah tertentu guna mencegah atau
mengurangi agar masalah tersebut tidak terjadi kembali.
Peraturan baru tersebut dapat berdampak secara tidak
langsung kepada nasabah bank. baik karena biaya
implementasi yang dikeluarkannya maupun nilai-nilai perubahan
yang dirasakannya.
Suatu contoh dari satu peraturan yang ditingkatkan di Amerika
adalah disetujuinya "Sarbanes-Oxley Act of 2002" yang
mengatur keharusan adanya pertanggungjawaban perusahaan.
Perundang-undangan terse but diterbitkan menyusul skandal
Akuntansi diakibatkannya ambruknya Enron dan WorldCom.
101
1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan
1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko
International Accounting Standards (IAS)
Pada tahun 2005/06 International Accounting Standards akan
secara luas diperkenalkan, khususnya untuk wilayah EU.
Hal ini akan mempengaruhi beberapa bank dalam melakukan
perhitungan akuntansi salah satunya lindung nilai atas risiko
suku bunga pada banking book.
Penerapan IAS ini akan juga berdampak dalam transparansi di
laporan dan neraca bank. Regulasi akuntansi yang baru ini akan
dianggap tidak biasa bila dimasukkan sebagai suatu peristiwa
risiko. Namun bila penerapan awal IAS ini merubah persepsi
tentang keuntungan dimasa depan maka jelas ia suatu peristiwa
risiko. Oleh karena itu, hal ini harus dikelola dengan hati-hati
dan penyimpangan yang terjadi harus dapat dijelaskan kepada
stakeholders.
102
51
1 Karakteristik Risiko dan
Regulasi Perbankan
1.7 Sistem dan regulasi
perbankan Indonesia
103
1.7 Sistem dan regulasi perbankan Indonesia
1.7.1 Sistem perbankan Indonesia
Perundang-undangan Bank yang diundangkan pada tahun
1992 dan 1998 menciptakan 2 jenis bank di Indonesia.
Bank Komersial (Bank Umum), yang menawarkan
pelayanan finansial menyeluruh dan luas termasuk
pelayanan transaksi valas. Bank-bank ini mempunyai akses
ke sistem pembayaran dan menyediakan pelayanan umum
bank.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Merupakan bank yang
lebih kecil dari bank komersial dan umumnya berbasis lokal.
BPR dapat menarik dana dari masyarakat namun tidak
punya akses ke sistem pembayaran.
Selain bank diatas ada beberapa lembaga non Bank skala kecil
seperti Badan Kredit Desa (BKD) dan Lembaga Desa Kerja
Pembangunan (LDKP).
104
52
1.7 Sistem dan regulasi perbankan Indonesia
1.7.2 Regulasi perbankan
Peraturan di sistim perbankan kita telah berkembang cepat
sejak 1998 sebagai respon terhadap berbagai tantangan yang
dihadapi pasar keuangan domestik.
Banyak area di pasar keuangan yang telah dicakup oleh
regulasi baru sehingga hal inimenciptakan kerangka kerja
peraturan peraturan yang komprehensif. Tabe! dibawah
memberikan penjelasan tentang berbagai peraturan yang telah
dike!uarkan sejak tahun 1998.
Tabel 1.1
Regulasi
Tujuan
Banking Act 1998
amending the
Banking Act 1992
Menguraikan berbagai jenis bank termasuk
menguraikan berbagai jenis bank termasuk
pada beberapa jenis bank yang ada
105
1.7 Sistem dan regulasi perbankan Indonesia
1.7.2 Regulasi perbankan
Regulasi
Tujuan
Bank Indonesia
1999
Menetapkan Bank Indonesia sebagai bank
sentral yang indipenden di Indonesia.
Menentukan tujuan dan tugas dari bank.
Audit & Compliance Menentukan kebutuhan akan fungsi audit
1999
dan kepatuhan dalam bank.
Commercial Banks
2000
Mengatur perizinan dan persyaratan yang
diperlukan bagi beroperasi bank komersial.
Know Your
Customer
Principles 2001
Fit and Proper Test
2003
Menentukan prosedur dan praktek yang
digunakan bank dalam mengidentifikasi nasabah
serta memantau aktivitas rekeningnya.
Fit and Proper Test dilaksanakan oleh Bank
Indonesia untuk melihat kelayakan dari
pemilik dan pengurus bank.
106
53
1.7 Sistem dan regulasi perbankan Indonesia
1.7.2 Regulasi perbankan
Regulasi
Tujuan
Market Risk 2003
Menentukan kecukupan modal minimum
bagi bank komersial terkait dengan posisi
risik di pasar
Risk Management
2003
Commercial Bank
Business Plan
2004
Legal Lending Limit
2005
Debtor Information
System 2005
Menentukan infrastruktur Manajemen Risiko
yang diperlukan oleh bank-bank.
Mengatur bank komersial untuk memenuhi
dan membuat rencana bisnis bank jangka
pendek dan jangka panjang
Mengatur batas maksimum bagi konsentrasi
risiko dari portofolio pinjaman bank.
Meminta semua bank untuk menyampaikan
informasi tentang debiturnya kepada biro
kredit pusat.
107
1.7 Sistem dan regulasi perbankan Indonesia
1.7.2 Regulasi perbankan
Regulasi
Tujuan
Asset Securitization
2005
Menjelaskan prinsip yang akan dipakai bank
dalam
pemakaian
dan
pelaksanaan
sekuritisasi asset.
Sebagai
tambahan.
Bank
Indonesia
telah
mempublikasikan apa yang disebut sebagai
Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang ditujukan
untuk memberi arahan, panduan dan struktur kerja
bagi industri perbankan di masa 5 sampai 10 tahun
kedepan.
108
54
1.7 Sistem dan regulasi perbankan Indonesia
1.7.2 Regulasi perbankan
Perubahan-perubahan tersebut diatas akan diimplementasikan bertahap guna mencakup tujuan sbb:
• untuk memperkuat struktur dari sistim perbankan
nasional.
• untuk meningkatkan kualitas peraturan perbankan.
• untuk meningkatkan fungsi pengawasan.
• untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dan operasi
bank.
• untuk mengembangkan infrastruktur perbankan.
• untuk memperbaiki perlindungan kepada nasabah.
109
55
Indonesia Certificate in
Banking Risk and Regulation
Part A: Risiko dan Regulasi
Perbankan
1
Bab 2 – Evolusi Manajemen
Risiko dan Regulasi
Perbankan
2.1 Mengapa Bank Bersifat
“Khusus” dan harus Diregulasi
2
1
2.1 Mengapa bank bersifat khusus dan harus diregulasi
2.1.1
Modal, likuiditas dan kompetisi
Telah lama diakui bahwa bank bersifat 'khusus' karena
permasalahan dalam sektor perbankan dapat menimbulkan dampak
serius pada perekonomian secara keseluruhan.
Bank sebagai lembaga intermediasi keuangan memiliki kemampuan
untuk memberikan modal pinjaman kepada perusahaan dongan cara
mendayagunakan dana tabungan deposan yang ada. Namun jika
bank memberikan pinjaman yang lidak dapat dibayarkan kembali
oleh peminjamnya, insolvabilitas bank tarsebut bukan saja dapat
berakibat pada kehancuran ekuitas para pemegang saham tetapi
juga kehancuran dana para deposan Hal Ini terjadi karena
berdasarkan karakteristiknya, bank adalah lembaga yang
'highly geared’.
3
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Gearing
Gearing
didefinisikan
sebagai
rasio
hutang
perusahaan (berapa banyak yang dipinjam) terhadap
jumlah modal yang dimilikinya.
Jadi sebuah bank yang mempunyai jumlah hutang
lebih besar jika dibandingkan dengan modalnya
disebut sebagai ‘highly geared’. Di USA, bank tersebut
dikatakan sebagai ‘highly leveraged’.
4
2
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Contoh gearing
Aktiva
Jumlah
Bobot
Risiko
ATMR
(jutaan USD)
%
(Jutaan USD)
100
0
0
10
0
0
Pinjaman kepada bank lain <1 th
200
20
40
Pinjaman kepada usaha kecil dan
menengah
390
100
390
Pinjaman kepada pemerintah
daerah
200
50
100
Pinjaman kepada perusahaan
besar berskala nasional
100
100
100
Obligasi pemerintah
Kas
Total
Kewajiban
Modal
Deposito nasabah
Pinjaman dari bank lain
Total
1000
Jumlah
80
820
100
630
Bank “highly geared”
karena hanya
mempunyai USD 80 jt
atas hutang USD 820 jt
1000
5
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Modal
Sumber daya terpenting sebuah bank dalam menjamin
terjaganya solvabilitas adalah modal yang cukup.
Modal bank merupakan sumber keuangan yang dapat
digunakan bank guna menanggung kerugian sebab
modal tidak membutuhkan pembayaran kembali.
Modal adalah jumlah investasi para pemegang saham
pada bank sebagaimana terukur pada nilai di
neracanya.
6
3
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Insolvabilitas
Insolvabilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan
perusahaan membayar kembali klaim jenis apapun
pada saat jatuh tempo.
Bank yang berada dalam posisi seperti ini dikatakan
mengalami krisis solvabilitas (solvency crisis).
7
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Insolvabilitas - contoh
Bank X telah mendanai pinjaman nasabahnya dengan meminjam dana dari
deposan dan pasar dengan bunga tetap selama 5 tahun. Bank X berasumsi
bahwa mayoritas nasabahnya akan membayar kembali pinjamannya dalam
periode tersebut.
Namun demikian, ternyata jumlah debitur yang gagal mengembalikan
kreditnya jauh lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya. Kepada
pasar obligasi dan para deposannya, Bank X masih berutang dana dengan
tingkat suku bunga lima tahun yang tetap, namun tidak memiliki modal yang
cukup untuk menutupi kekurangan yang disebabkan oleh debitur yang
mengalami default tersebut.
Kerugian yang terjadi lebih daripada sekedar menyerap habis modal bank,
namun berakibat pada turunnya nilai investasi para pemegang saham pada
bank tersebut hingga dibawah nol. Kerugian yang lebih besar daripada
jumlah modal bank tersebut bahkan berdampak pada penyedia dana yang
lainnya, yaitu para pemegang obligasi dan debitur.
Bank X dalam hal ini mengalami krisis solvabilitas (solvency crisis).
8
4
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Insolvency
Krisis solvabilitas (solvency crisis) pada sebuah bank dapat menyebabkan
gangguan kecil pada aktivitas ekonomi. Namun, jika krisis tersebut menimpa
seluruh sektor perbankan, maka seluruh sendi-sendi perekonomian dapat
terkena dampaknya.
Dengan tidak adanya mekanisme manajemen likuiditas pada bank, jika terjadi
kondisi tidak likuid dapat mengakibatkan bank menuju kepada kondisi tidak
solvabel (insolvency), hal ini dapat terjadi karena saat krisis likuditas, bank
berusaha melikuidasi asetnya secara cepat dengan harga yang rendah,
akibatnya menimbulkan kerugian. Jika krisis likuiditas menjadi meluas,
pengaruhnya bagi ekonomi dapat sama seperti krisis solvabilitas yang
mempengaruhi industri bank secara keseluruhan.
Sejarah menunjukkan bahwa kegagalan dalam membangun kepercayaan
dari sebuah bank dapat mengakibatkan kehilangan kepercayaan pada
seluruh bank.
9
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Bank Sentral sebaqai lender of last resort
Masalah likuiditas dan solvabilitas adalah hal yang relevan sejak
abad ke 18, saat mulai munculnya sistem perbankan.
Peran dari bank sentral sebagai penjaga (guardian) yang selanjutnya
sebagai pengawas (supervisor) atas persoalan-persoalan pada
sistem perbankan juga dimulai pada abad ke 18.
Dengan pertimbangan untuk melindungi kepentingan masyarakat,
bank dengan status khususnya dapat sewaktu-waktu meminta
dukungan dari bank sentral. Bank sentral memberikan tersebut
melalui perannya sebagai 'lender of last resort' untuk menjaga
stabilitas sistem keuangan.
Sebagai 'lender of last resort' bank sentral selalu berjaga-jaga
menyediakan dana bagi bank umum untuk memastikan bahwa tidak
ada krisis solvabilitas atau krisis likuiditas dalam sektor perbankan
yang dapat membawa kepada krisis ekonomi secara keseluruhan.
10
5
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Stabilitas keuangan (Financial stability)
Penetapan standar-standar pada lembaga keuangan
bermula dari kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi dan
ketangguhan sistem keuangan.
Stabilitas keuangan didefinisikan sebagai pemeliharaan
situasi dimana kapasitas lembaga-lembaga keuangan dan
pasar dapat memobilisasi kegiatan penyimpanan dana
secara efisien, menyediakan likuiditas, serta melakukan
investasi tanpa ada hambatan.
Stabilitas keuangan dapat menanggulangi kegagalan berkala yang
terjadi pada lembaga-Iembaga keuangan secara individu.
Kegagalan-kegagalan seperti itu hanya akan mengkuatirkan jika
kegagalan-kegagalan tersebut mengakibatkan gangguan umum
pada sistem perbankan.
11
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Stabilitas keuangan (Monetary stability)
Monetary stability didefinisikan sebagai stabilitas dalam
nilai uang, (yaitu inflasi yang rendah dan stabil)
Stabilitas moneter tidak sama dengan stabilitas keuangan. Meskipun
keberadaan keduanya sering bersamaan, tetapi mereka tidak harus selalu
berdampingan sebagaimana terlihat pada 3 periode sejarah yang berbeda
dibawah ini :
• periode inflasi rendah dari akhir abad 18 hingga abad 20 saat
pemerintah memberikan perhatian besar terhadap stabilitas
• periode sejak akhir PD I hingga tahun 1980-an saat stabilitas
moneter menjadi pusat perhatian karena ancaman gejolak dan
tingginya laju inflasi
• periode sejak awal tahun 1980-an dan seterusnya saat kebijakan
bank sentral yang diimplementasikan mampu mengendalikan
inflasi.
12
6
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Liberalisasi keuangan (Financial liberalization)
Alasan utama mengapa kebijakan moneter yang berhasil tidak
menyebabkan terjadinya stabilitas keuangan adalah adanya
'gelombang‘ liberalisasi yang mulai menerpa pasar-pasar
keuangan pada tahun 1970an dan tahun 1980an.
Campur tangan dan peran negara dalam perekonomian mulai
berkurang setelah adanya beberapa tindakan, termasuk:
• dihilangkannya halangan untuk berkompetisi antara lembaga
keuangan, termasuk liberisasi dalam perizinan perbankan yang
sebelumnya menjadi bagian utama dari regulasi hingga tahun
1970-an.
• dihilangkannya batasan dalam pricing transaksi keuangan,
seperti adanya suku bunga maksimum atas bunga pinjaman
and deposito.
• dihilangkannya larangan atas pergerakan modal internasional
yang kemudain mendorong dikenalnya nilai tukar mata uang.
13
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Contoh Liberalisasi keuanqan
Krisis hutang Amerika Latin pada tahun 1980-an.
Pada tahun 1970an, negara-negara pengekspor minyak utama
menempatkan keuntungan yang mereka dapatkan dari naiknya harga
minyak kepada bank-bank internasional, yang meminjamkan dengan
porsi yang besar atas dana tersebut kepada pemerintah Amerika Latin.
Dengan mulainya resesi dibanyak negara-negara industri maju pada
awal tahun 1980an, negara Amerika Latin menghadapi krisis ekonomi
dan keuangan karena harga komoditi jatuh dan ekspor mereka
menurun secara dramatis.
Pada bulan Agustus 1982 Mexico menyampaikan kepada International
Monetary Fund (IMF) bahwa tidak mampu lagi untuk memenuhi
kewajiban hutangnya yang sebesar 80 milyar USD. IMF,World Bank
dan pemerintah US memberikan paket bantuan secara bersama-sama
untuk mencegah Mexico gagal bayar. Namun situasi di Amerika Latin
memburuk karena bank dan investor kehilangan kepercayaan pada
kemampuan banyak negara berkembang untuk membayar kembali
hutangnya.
14
7
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Contoh liberalisasi keuanqan
Krisis hutang Amerika Latin pada tahun 1980an.
16 negara-negara Amerika Latin, yang secara bersama-sama
hutang sebesar 176 milyar USD, masih berjuang untuk memenuhi
kewajiban hutang mereka. Banyak bank intemasional terbesar
menghadapi prospek kredit macet dalam jumlah besar dan
potensi tidak solvabel (insolvency). Kejatuhan sistem perbankan
secara besar-besaran terhindarkan dengan penjadwalan ulang
hutang, namun tekanan untuk memenuhi pembayaran bunga
telah menekan perekonomian Amerika Latin ke dalam resesi.
Pada tahun 1989 penekanan berubah dari restrukturisasi hutang
menjadi pengurangan hutang. Sebagai pemenuhan komitmen
untuk memperkenalkan reformasi ekonomi, IMF dan World Bank
menyediakan dana bagi negara-negara Amerika Latin untuk
membayar kembali sisa hutangnya kepada bank komersial.
15
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Persaingan dan perbankan
Liberalisasi pasar keuangan meningkatkan tekanan persaingan
pada bank dengan cara :
• Mengurangi kemampuan lembaga yang ada untuk mengambil
margin yang besar dari bisnis mereka - harga produk menjadi
semakin kompetitif.
• menciptakan masuknya pemain-pemain baru yang akan
meningkatkan kompetisi.
Kesulitan mendapatkan return yang sama dengan keadaan
sebelumnya membuat banyak institusi terpaksa meningkatkan
tingkat risiko pada bisnis yang mereka jalani untuk
mempertahankan laba.
16
8
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Persaingan dan perbankan - contoh
Di tahun 1995 bank internet pertama di dunia di Atlanta, Georgia,
Amerika. Security First National Bank (SFNB) hanya mempunyai satu
kantor, tidak ada kantor cabang dengan sangat sedikit staff dan biaya
overhead sangat kecil.
Pendirian bank tersebut berdasarkan pernikiran bahwa nasabah
bank ingin menjalankan aktivitas mereka secara cepat, efisien, bebas
waktu dan dengan lingkungan yang aman. Bank ini juga didirikan
untuk menguji produk perangkat lunak perbankan Security First.
Walaupun saat ini telah menjadi bagian dari Royal Bank of Canada,
SFNB membuktikan betapa relatif mudah bagi SFNB untuk
rnendirikan sebuah bank. Hal tersebut juga membuktikan bahwa
internet banking merupakan konsep yang dapat direalisasikan. Saat
ini, internet banking memberikan porsi cukup besar dalam omzet
total industri perbankan.
17
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Inovasi produk keuanqan
Liberalisasi sektor keuangan juga mengakibatkan
inovasi-inovasi baru secara cepat, kebanyakan yang
menonjol pada produk-produk seperti futures, swaps and
options (pasar derivative) dan sekuritisasi aset.
Produk-produk seperti itu rnemiliki kemampuan yang
tinggi dalam meningkatkan kemampuan bank untuk
memindahkan risiko diantara mereka sendiri dan investor
pada pasar yang lain.
18
9
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.1 Perkembangan Internasional
Kendali atas kompetisi lintas-perbatasan juga ikut terkena
pengaruh liberalisasi sebagai dampak perdagangan bebas
global. Namun barangkali pengaruh lebih besar adalah akibat
dari meningkatnya kekuatan ekonomi dan politik dari
Uni-Eropa. Liberalisasi kendali lintas-perbatasan memperkuat
hubungan keuangan antara lembaga-lembaga keuangan,
pasar dan negara.
19
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.2 Pengaruh pada pengawas perbankan dan
regulasi
Perkembangan pasar keuangan dan liberalisasi pengawasan
lintas wilayah menyebabkan otoritas pengawas, khususnya bank
sentral, menyadari meskipun nilai jaring pengaman dalam
perannya sebagai lender of last resort tumbuh secara subtansial,
namun telah melemahkan dasar peraturan keuangan mereka.
Sebelum periode liberalisasi keuangan pada tahun 1970an dan
1980an regulasi keuangan fokus pada :
• otorisasi Iembaga keuangan
• penentuan kegiatan usaha untuki masing-masing jenis
lembaga keuangan.
• penetapan rasio-rasio pada neraca dan ketentuan seperti
tingkat giro wajib minimum sebuah bank tertentu pada bank
sentral, atau jumlah aset tertentu dalam bentuk surat utang
negara.
20
10
2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi
2.1.3 Beberapa pendekatan baru terhadap regulasi
Pada 'dunia yang baru' ini, otoritas pengawas mulai mempertimbangkan
beberapa pendekatan baru dalam melakukan fungsi regulasi. Beberapa hal
yang mendorong otoritas mempertimbangkan pendekatan baru adalah:
• pelaku pasar mengukur kinerja mereka dengan melihat return yang
dihasilkan dari tingkat risiko yang diambilnya. Jika otoritas dapat
menciptakan proses pengaturan yang sesuai dengan pasar, maka dapat
dibuat regulasi yang lebih efektif dan relevan bagi lembaga yang diatur.
• meningkatnya globalisasi pasar modal meningkatkan kebutuhan untuk
menjamin agar prinsip kehati-hatian dapat diterima secara intemasional
dan diimplementasikan secara konsisten.
• regulasi hanyalah salah satu bagian dari solusi. Risiko-risiko terkait
dengan intermediasi keuangan internasional bergantung pada masalah
seperti standar-standar minimum dalam undang-undang tentang kontrak
dan kebangkrutan, standar akuntansi dan audit serta ketentuan
transparasi (disclosure).
21
2 Evolusi Manajemen
Risiko dan Regulasi perbankan
2.2 Kesepakatan Basel Awal dan
Kecukupan Modal untuk Risiko Kredit
22
11
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.1 Tuiuan Basel I
Komite Basel untuk Pengawasan Perbankan (Basel Committee on
Banking Supervision) didirikan tahun 1974 oleh para gubernur bank
sentral dari The Group of Ten' (G10), yang kegiatannya fokus kepada
praktek pengawasan dan peraturan perbankan.
Komite Basel terdiri dari perwakilan bank sentral dan pengawas bank
dari kelompok 11 negara yang disebut G10, plus Spanyol dan
Luxembourg. Akibatnya Komite Basel mempunyai anggota dari
negara-negara sebagai berikut : (13 negara)
Belgium
Canada
France
Germany
Italy
Japan
Netherlands
Sweden
Switzerland
United Kingdom
United States
Spain
Luxembourg
23
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.1 Tujuan Basel I
Komite Basel mempunyai 3 tujuan utama dalam mengembangkan
kesepakatan Basel I (Basel I Accord) :
• Memperkuat kesehatan dan stabilitas sistem perbankan
internasional.
• menciptakan kerangka kerja yang seimbang untuk mengukur
kecukupan modal dari bank yang aktif secara internasional.
• menerapkan kerangka kerja tersebut secara konsisten dengan
tujuan mengurangi ketidaksetaraan kompetitif antar bank yang
aktif secara internasional.
24
12
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.2 Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dan
bobot risiko (risk-weighted assets and risk weights)
Untuk memahami bagaimana Basel I mencapai sasaran
utamanya, hal yang penting untuk diketahui adalah
memahami konsep Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR)→ Risk-Weighted Assets (RWA). ATMR adalah
aktiva neraca dikalikan oleh bobot risikonya. ATMR
diperlukan untuk penyusunan neraca berisiko, yang
akhirnya digunakan untuk mendapatkan persyaratan
modal.
Basel Committee menemukan sistem untuk membantu bank
menentukan tingkat ATMR-nya. Sistem tersebut berdasarkan pada
konsep bobot risiko atas berbagai faktor. Bobot risiko ini ditentukan
berdasarkan risiko kredit secara relatif atas masing-masing kelas
aktiva.
25
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.2 ATMR dan bobot risiko
Untuk mendapatkan neraca yang diberi bobot
berdasarkan faktor-faktor risiko, setiap kontrak instrumen
(seperti pinjaman) dikelompokan ke dalam 5 kategori
sesuai dengan kualitas kredit yang diterima dari pihak
lawan dalam jangka waktu kontrak.
Bobot yang dipergunakan adalah :
• 0%,10%, 20%, 50%, dan 100%.
26
13
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.2 ATMR dan bobot Risiko
Table 2.1: versi ringkasan daftar keseluruhan dalam Basel I
Bobot risiko %
Asset Class
0
Kas
Pemerintah pusat OECD* dan domestik
Pemerintah OECD
0 to 50
Pemerintah daerah dan sektor publik OECD dan domestik.
20
Antarbank (OECD) & bank perkembangan internasional
Bank Non-OECD <1year
50
Pemberian kredit perumahanan (charge pertama atas properti
hunian
100
Kredit perorangan tanpa agunan dan kredit korporasi
Bank Non-OECD > 1year
Pemerintah Non-OECD
* The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)adalah sebuah kelompok 30 negara yang
secara bersama-sama memiliki komitmen thd pemetintahan yang demokratis dan ekonomi pasar
27
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.2 Contoh:
Perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
Bank A adalah bank berdasarkan peraturan Basel I memutuskan
untuk meminjamkan 100 juta USD kepada bank non-OECD selama
6 bulan. ATMR untuk kredit ini adalah :
Kredit
Bobot risiko
ATMR
USD 100 juta
20%
USD 20 juta (100 juta * 20%)
Bank B meminjamkan USD 100 juta kepada sebuah perusahaan
besar. ATMR untuk kredit ini adalah :
Kredit
Bobot risiko
ATMR
USD 100 juta
100%
USD 100 juta (100 juta * 100%)
28
14
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.3 Target rasio permodalan
Basel I Accord menciptakan hubungan antara risiko dan
modal. Hal ini dilakukan dengan cara menciptakan
multiplier yang berbeda-beda, masing-masing untuk kredit
kepada pemerintah, kredit kepada bank lain, kredit
perusahaan dan perorangan dan mengalikannya dengan
target rasio modal. Target rasio modal adalah rasio modal
yang memenuhi syarat ATMR bank intemasional.
Komite Basel menetapkan target minimum rasio modal 8 %
29
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.3 Target rasio permodalan
Tidak ada maksud bahwa target 8 % tersebut harus
diterapkan secara universal kepada semua bank dalam
suatu wilayah hukum otoritas pengawas suatu negara.
Komite secara khusus memperbolehkan penerapan
target 8% ini sebagai landasan bahwa rasio ketetapan
modal minimum bagi bank harus merefleksikan risikorisiko lain selain risiko kredit.
30
15
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.3 Target rasio permodalan
Rumus perhitungan target rasio modal adalah :
Modal yang dapat diperhitungkan
--------------------------------------------- X 100 = Rasio (min 8%)
Risk-weighted assets (ATMR)
Dengan begitu, kita dapat menghitung modal yang dibutuhkan
dengan mengetahui ATMR nya, atau mengetahui ATMR yang
diijinkan untuk sejumlah modal dengan membalik persamaan di atas.
31
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.3 Target rasio permodalan - contoh
Perhitungan Kebutuhan Modal
Bank A adalah bank yang diatur berdasarkan Basel I memutuskan
untuk meminjamkan 100 juta USD kepada non-OECD bank selama
6 bulan. Modal yang dibutuhkan oleh Bank Atas pinjaman ini adalah :
Pinjaman yg diberikan
Risk weight/bobot risiko
RWA
Modal yang dibutuhkan
USD 100 juta
20%
USD 20 juta
USD 1.6 juta (20 juta x 8%)
32
16
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.3 Target rasio permodalan - contoh
Perhitungan Kebutuhan Modal
Bank C mempunyai modal yang belum dialokasikan sebesar USD 2
juta, ingin meminjamkan kepada OECD bank. Berapa banyak yang
Bank C dapat pinjamkan ?
Jumlah Modal
ATMR
Kredit/setara kredit
USD 2 juta
USD 100 juta (2 juta/20%(Risk Weight))
USD 125 jt (25 juta/20%)
33
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.3 Target Rasio Modal - contoh
Perhitungan Kebutuhan Modal
Bank C mempunyai modal yang belum dialokasikan sebesar USD 2
juta, ingin meminjamkan kepada OECD bank. Berapa banyak yang
Bank C dapat pinjamkan ?
2 jt x 100 = 8% (minimum ratio)
--------------RWA (ATMR)
Jumlah Modal
Risk weight
RWA(ATMR)
USD 2 jt
20%
USD 25 jt (200jt / 8%)
Nilai Pinjaman
USD 125 jt
34
17
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.4 Penyetaraan risiko kredit
Dengan makin beragamnya kegiatan usaha bank, kebutuhan untuk
memperhitungkan eksposur off-balance sheet pada perhitungan kecukupan
modal semakin meningkat. Pada umumnya, pos-pos off-balance sheet
merupakan kewajiban yang bersifat kontinjen seperti : jaminan, options,
acceptances atau warranties. Dalam hal ini, tidak ada nilai kas atau aktiva
fisik yang dapat dinyatakan dalam neraca karena neraca tidak mencatat
suatu perjanjian dan hanya mencatat nilai yang dihasilkan dari perjanjian
tersebut. Contoh yang tepat adalah perjanjian asuransi, dimana pembayaran
premi akan tercermin pada rekening neraca namun perjanjian asuransi tidak
dicatat dalam rekening tersebut.
Untuk menangani pos-pos off-balance sheet, Basel Committee menerapkan
konsep penyetaraan risiko kredit. Konsep ini pertama kali diusulkan oleh
Basel Committee pada dokumen yang membahas perlakukan terhadap
ekposur off balance sheet pada bulan Maret 1986 yang berjudul ~The
Management of Banks' Off-Balance-Sheet Exposures: Supervisory
Perspective".
35
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.4 Penyetaraan risiko kredit
Konsep yang melatarbelakangi penyetaraan risiko kredit
adalah bahwa setiap transaksi off-balance sheet dapat
dikonversikan menjadi transaksi setara kredit sehingga
dapat dianggap sebagai transaksi on-balance sheet untuk
keperluan perhitungan ATMR.
Hal ini memberikan penegasan bahwa definisi ATMR
mencakup berbagai kewajiban bank dalam arti luas,
sehingga tidak hanya mencakup pemberian kredit dan
transaksi pada kelompok aktiva lainnya yang sejenis.
36
18
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.5 Instrumen standar penganti kredit
Table 2.2: Berbagai instrumen off-balance sheet yang memiliki faktor
konversi (CF) sederhana dapat dilihat pada tabel berikut:
Pos off-balance sheet
CF %
Instrumen yang terkait dengan kredit (seperti jaminan)
100
Pos-pos kontinjen yang terkait dengan transaksi tertentu
50
Pos-pos kontinjen jangka pendek yang terkait dengan perdagangan dan bersifat selfliquidating
20
Perjanjian penjualan dengan persyaratan pembelian kembali dan penjualan aktiva
dengan kewajiban pembelian kembali, dimana risiko kredit tetap ditanggung oleh
bank.
100
Pembelian aktiva secara forward, forward-forward deposits, dan saham serta surat
berharga yang baru dilunasi sebagian yang mencerminkan adanya komitmen dengan
rencana pemenuhan yang terjadwal.
100
Fasilitas penerbitan srat berharga dan fasilitas penjaminan (underwriting) yang
bersifat revolving
50
Komitmen lainnya yang memiliki jatuh tempo original lebih dari satu tahun
50
Komitmen sejenis lainnya yang memiliki jatuh tempo sampai dengan satu tahun atau
yang sewaktu-waktu dapat dibatalkan tanpa syarat.
0
37
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.6 Instrumen derivatif
Transaksi off-balance sheet lainya seperti transaksi derivatif
diperlakukan secara berbeda. Derivatif adalah instrumen
keuangan yang pada umumnya tidak mempertukarkan nilai
pokok transaksi yang mendasarinya.
Nilai transaksi derivatif ditentukan berdasarkan nilai salah satu
atau lebih hal-hal berikut:
• instrumen keuangan
• indeks
• komoditi, atau
• instrumen derivatif lainnya
38
19
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.6 Instrumen derivatif- Contoh
Bank V melakukan forward rate aggreement dengan BankX.
Transaksi ini memberikan hak pada Bank V untuk
menempatkan dana sebesar USD 10 juta untuk jangka waktu
tiga bulan sejak bulan pertama dengan tingkat suku bunga 2%.
Pada bulan berikutnya kedua bank tsb membandingkan tingkat
suku bunga 2% dengan tingkat suku bunga di pasar saat ini
sebesar 1.5%. Bank X membayar kepada Bank V bunga
sebesar 0.5% karena adanya penurunan tingkat suku bunga.
Dengan transaksi pembayaran ini, Bank V Bank V sekarang
dapat menempatkan dananya pada tingkat suku bunga di bank
manapun yang dipilih. Penyesalaian transaksi dengan
pembayaran bunga sebesar 0.5% dari Bank X memungkinkan
Bank V menerima bunga total sebesar 2%.
39
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.6 Instrumen derivatif - contoh
Forward Rate Agreement (FRA)
membayar 3 bln LIBID
Bank V
Bank X
Menerima 2%agreed rate
for 1v3 month FRA
menerima 3 bln
LIBID (1.5%)
Bank Y
Bank V membuat kontrak FRA dg Bank X
Utk mendapatkan hak mendepositokan10 juta
USD selama 3 bln dimulai 1 bln didepan.
Dalam 1 bln didepan. V menempatkan secara
Fisik deposit dengan Bank Y dan menerima 3
Bln LIBID.
40
20
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.6 Instrumen derivatif
Bank tidak dihadapkan pada kerugian sebesar nilai yang tertera pada
kontrak swap jika counterparty mengalami kondisi gagal bayar, tetapi
hanya menderita kerugian sebesar aliran kas yang seharusnya
diperoleh dari kontrak tersebut. Oleh karena itu, terhadap eksposur
yang harus dilakukan mark-to-market ditetapkan bobot 50% lebih
rendah daripada bobot pemberian kredit. Sebagai contoh, bobot
counterparty yang sebelumnya mempunyai bobot 100% diturunkan
bobot risikonya menjadi 50% khusus untuk eksposur tertentu yang
harus dilakukan mark-to-market. Pergerakan sejumlah faktor yang
terkait dengan kontrak yang diperjanjikan sejak berlaku efektinya
kontrak tersebut dapat menimbulkan kemungkinan munculnya
eksposur setara risiko kredit.
Oleh karena itu, pada setiap kontrak akan terdapat “nilai yang
ditambahkan (add on)” untuk mengantisipasi potensi perubahan nilai
kontrak yang menyebabkan bank harus menghadapi risiko yang
ditimbulkan oleh counterpary.
41
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.6 Instrumen derivatif
Secara umum instrumen derivatif antara lain:
• interest rate swaps and options, forward rate agreements, interest
rate futures
• exchange rate swaps and options, forward foreign exchange
contracts, currency futures (diluar kontrak yang jatuh temponya
kurang dari 14 hari).
• swap dan option logam mulia dan logam lainnya, kontrak forward
future
• swap dan option ekuitas, dan kontrak future ekuitas.
Berdasarkan Basel I terdapat dua metode untuk menghitung nilai
setara kredit atas kontrak-kontrak tersebut, yaitu:
• Current Exposure Method
• Original Exposure Method
42
21
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.7 The Current Exposure Method
Metode ini disarankan oleh Basel Committee pada Basel I.
Metode ini menghitung biaya penempatan kembali pada saat ini
(current replacement cost) dari kontrak berdasarkan harga pasar.
Metode ini umumnya dilakukan dengan proses yang cukup
sederhana mengingat transaksi-transaksi derivative umumnya
merupakan traded istrumen. Metode ini juga dirasakan cukup
akurat dan dapat memberikan perbandingan yang jelas antara
kontrak derivatif dengan transaksi setara kredit.
Nilai mark-to-market suatu kontrak selalu mengalami perubahan
karena nilai kontrak dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko terkait
dengan jenis kontrak tersebut. Sebagai contoh, perubahan pada
nilai swap suku bunga akan sangat tergantung pada pergerakan
relatif suku bunga yang dikaitkan dengan transaksi swap tersebut.
43
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.7 The Current Exposure Method
Jika nilai mark-to-market suatu transaksi merupakan angka positif,
hal ini dapat mencerminkan nilai kerugian yang akan dihadapi
bank jika counterparty mengalami default atas transaksi tersebut.
Namun demikian, sejalan dengan adanya fluktuasi nilai mark-tomarket suatu transaksi sampai dengan jatuh tempo, maka
kemungkinan akan terdapat terdapat peningkatan risiko risiko
ekposur kredit dibandingkan nilai mark-to-market saat ini.
Charge Capital untuk eksposur tambahan ini dihitung dengan
menambahkan prosentase tertentu dari notional principal pada
mark-to-market saat ini. Tabel berikut menunjukan prosentase
yang dapat diterapkan pada notional amount setiap transaksi.
Prosentase tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis isntrumen
dan sisa jatuh tempo untuk mencerminkan risiko relatif setiap
instrumen pada beberapa waktu yang berbeda.
44
22
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.7 The Current Exposure Method
Table 2.3
Sisai jatuh
tempo
Suku
bunga
Nilai tukar
dan emas
Ekuitas
Logam
mulia selain
emas
Komoditi
lainnya
%
%
%
%
%
< 1 tahun
0.0
1.0
6.0
7.0
10.0
1-5 tahun
0.5
5.0
8.0
7.0
12.0
> 5 tahun
1.5
7.5
10.0
8.0
15.0
45
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.7 The Current Exposure Method - contoh
7 year USD 10m interest rate swap
6% Fixed Rate
Bank A
OECD
Bank
6 month LIBOR
Suku bunga telah naik dan nilai pasar dari Swap menjadi USD 1 juta
Credit Exposure (CE) = Mark-to-market + (notional amount x add-on)
CE = USD 1jt + (USD 10 jt x 0.5%) = USD 1,050,000
CE untuk OECD bank, bobot risikonya 20%, karena eksposurnya
tergantung harga pasar maka didiscount 50 % menjadi 10 %
Capital consumption = USD 1,050,000 x 10% (risk weight) x 8%
(target capital ratio)
= USD 8,400
46
23
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.8 The Original Exposure Method
Metode Ekposur Awal memungkinkan bank untuk menghitung
dengan suatu prosentase notional principal sebagai ekposur tanpa
harus menghitung nilai kontrak saat ini.
Table 2.4: faktor konversi (CF) pada Original Exposure method.
Jatuh tempo
Kontrak suku
bunga
Kontrak nilai nilai
tukar dan emas
%
%
Sampai dengan 1 tahun
0.5
2.0
Antara 1 – 2 tahun
1.0
5.0
Untuk setiap tambahan
tahun
1.0
3.0
47
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.8 The Original Exposure Method
Pada Basel I, pengawas diberikan kewenangan untuk
mengijinkan bank mempergunakan metode ini sementara waktu
sebagai transisi sebelum diterapkan Model Current Eksposure.
Metode ini umumnya diterapkan bank yang mempunyai posisi
matched yang kecil untuk suatu instrumen. Bank yang
menjalankan transaksi pada forwards, swaps, membeli options
atau kontrak derivatif lainnya yang sejenis berdasarkan ukuitas,
logam mulia selain emas, atau komoditi lainnya harus
mempergunakan Model Current Exposure.
48
24
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.9 Menghitung jumlah modal yanq diperlukan
Bank dapat menentukan kebutuhan modal minimum yang
dipersyaratkan untuk dimiliki dengan pertama-tama menentukan
dahulu ATMR-nya kemudian mengkalikannya dengan target rasio
modal yang diatur pengawas.
Perhitungan modal sesuai ketentuan - contoh
Bank A mempunyai target rasio modal 8 % dan mempunyai posisi
pada bukunya sebagai berikut:
1. Kredit berjangka waktu 6 bulan ke suatu bank di French senilai
USD 100juta
2. Swap suku bunga berjangka waktu 4 tahun kepada sebuah
perusahaan kimia di Inggris untuk USD 10 juta dengan nilai markto-market USD 500,000
3. Residential property mortgage senilai USD 500 juta
49
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.9
1
Perhitungan modal sesuai ketentuan
Transaksi ini adalah transaksi on balance sheet dengan suatu
bank di negara OECD dengan jatuh tempo kurang dari 1 tahun
ATMR (RWA) = USD 100m x 20% = USD 20 juta
2
Transaksi ini merupakan transaksi off balance sheet dengan
sektor swasta dengan jatuh tempo kurang dari lima tahun dan
menggunakan Model Currenct Exposure
Setara Kedit (CE) = (USD 10m x 0.5%) + USD 500,000 = USD 550,000
ATMR (RWA) = USD 550,000 x 50% = USD 275,000
50
25
2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit
2.2.9
Perhitungan modal sesuai ketentuan
3. Transaksi ini merupakan transaksi on balance sheet berupa
kredit yang dijamin dengan residential property.
ATMR (RWA) = USD 500m x 50% = USD 250 juta
Total ATMR (RWA) = USD 20,000,000 + USD 275,000
+ USD 250,000,000
= USD 270,275,000
Persyaratan modal = USD 270,275,000 x 8% = USD 21,622,00
sesuai ketentuan
51
2 Evolusi Manajemen Risiko
dan Regulasi Perbankan
2.3 Penggunaan Pendekatan ‘Grid’ dan
Tabel ‘Look up’ untuk Menghitung Kecukupan
Modal dan Risiko Kredit pada Basel I
52
26
2.3 Penggunaan 'grid' dan 'look up table' untuk kecukupan modal dan risiko kredit pada Basel I
2.3 Penggunaan pendekatan ‘grid’ dan tabel ‘look up’
untuk menghitunq kecukupan modal dan risiko kredit
pada Basel I
Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Basel I,
pada umumnya menggunakan “grid” sebagaimana ditujukan pada
Table 2.3 and 2.4 untuk menghitung tingkat kesetaraan risiko
kredit suatu transaksi.
Bank juga memiliki tabel ‘look up’ sebagaimana ditunjukkan tabel
2.1 and 2.2 di depan untuk menghitung ATMR dalam rangka
menentukan persyaratan modalnya.
53
2.3 Penggunaan 'grid' dan 'look up table' untuk kecukupan modal dan risiko kredit pada Basel I
2.3.1 Kecukupan return atas modal sesuai ketentuan
Berdasarkan Basel I dan II, bank menghitung kebutuhan modal yang
dipersyaratkan tergantung jumlah dari ATMR. Kegiatan usaha bank tidak
bersifat statis tetapi dinamis, oleh sebab itu tingkat ATMR akan berubah
sejalan dengan penambahan atau berakhirnya suatu transaksi.
Pada kondisi ini, bank dihadapkan pada 2 pilihan, yaitu :
• menetapkan batasan tertentu pada modal sesuai ketentuan sehingga
jumlah total ATMR tidak akan berubah. Namun demikian, pilihan ini
akan membatasi bank dalam meningkatkan kegiatan usahanya, atau
• meningkatkan modal sejalan dengan meningkatnya ATMR.
Perlu diperhatikan bahwa penetapan modal sesuai ketentuan pada
tingkat tertentu sulit diterapkan karena ATMR dapat meningkat walaupun
tidak ada transaksi/bisnis baru yang dilakukan.
54
27
2.3 Penggunaan 'grid' dan 'look up table' untuk kecukupan modal dan risiko kredit pada Basel I
2.3.1 Kecukupan return atas modal sesuai ketentuan
Return atas modal sesuai ketentuan (return on
regulatory capital) adalah ukuran kinerja yang
digunakan untuk meyakinkan bahwa suatu transaksi
menghasilkan return yang cukup bagi bank untuk
meningkatkan permodalannya.
Perlu diperhatikan bahwa unsur biaya yang terkait dengan risiko
tidak secara khusus diperhitungkanmarjin return yang tercakup
dalam ‘pendapatan bersih’. Penilaian kecukupan return memerlukan
alat ukur yang terpisah.
55
2.3 Penggunaan 'grid' dan 'look up table' untuk kecukupan modal dan risiko kredit pada Basel I
2.3.1 Perhitungan return atas modal sesuai ketentuan –
contoh
Contoh sederhana untuk menghitung return atas modal sesuai
ketentuan dapat dilihat berikut ini. Asumsi yang digunakan adalah:
• struktur permodalan cukup memadai untuk dilakukan kapitalisasi
terhadap suatu transaksi.
• bank memiliki jumlah modal yang nilainya sama dengan jumlah
modal sesuai ketentuan- yang merupakan suatu hal langka di
dunia nyata.
Bank T sedang mempertimbangkan untuk memberikan kredit
dengan bunga tetap kepada nasabahnya dan harus meningkatkan
modal sesuai ketentuan untuk melakukan transaksi tersebut. Untuk
memutuskan pemberian kredit tsb, Bank harus menghitung terlebih
dahulu return atas modal sesuai ketentuan. Dalam hal ini, bank
menetapkan batasan kredit yang dapat digunakan nasabah selama
kredit (standa by loan limit).
56
28
2.3 Penggunaan 'grid' dan 'look up table' untuk kecukupan modal dan risiko kredit pada Basel I
2.3.1 Perhitungan return atas modal sesuai ketentuan– contoh
Stand-by loan limit (tersedia untuk > 365 days)
Estimasi penggunaan
Marjin atas bagian kredit yang digunakan
Bobot risiko
ATMR atas bagian kredit yang digunakan (20juta x 50% x 100%)
USD 20 juta
50%
1%
100%
USD 10 juta
Estimasi kredit yang tidak digunakan
50%
Marjin atas kredit yang tidak digunakan
0.5%
Faktor konversi kredit
Bobot risiko
50%
100%
ATMR aats kredit yang tidak digunakan (20m x 50% x 50% x 100%)
USD 5 juta
Total ATMR (10 jt + 5 jt)
USD 15 juta
Rasio modal
8%
Jumlah modal (15 jt x 8%)
USD 1.20 juta
Pendapatan bersih (15 jt x 1%)
USD 0.15 juta
Return atas modal = Pendapatan bersih/jumlah modal x 100
Return atas modal sesuai ketentuan = (0.15 jt / 1.2 jt x 100)
12.5%
57
2.3 Penggunaan 'grid' dan 'look up table' untuk kecukupan modal dan risiko kredit pada Basel I
2.3.1 Perhitungan return on regulatory capital - contoh
Pada contoh di atas hanya marjin yang digunakan untuk menghitung
pendapatan bersih. Pada prakteknya, perlu dilakukan penyesuaian
untuk mendapatkan gross return yang memperhitungkan suku bunga
dasar sebelum marjin. Sebagian besar bank akan memiliki satu
transfer price untuk dana yang digunakan. Pada contoh di atas, jika
diasumsikan transfer price adalah sebesar 3%, maka total return atas
modal sesuai ketentuan adalah 15.5% (return sesuai hasil
perhitungan ditambah dengan transfer price).
Pada contoh di atas, Bank T akan mempertimbangkan apakah return
15.5% cukup memadai untuk meningkatkan permodalannya dan
apakah kredit kepada nasabah di atas akan disetujui untuk diberikan.
58
29
2 Evolusi Manajemen Risiko
dan Regulasi Perbankan
2.4 Kebutuhan Modal Bank
Menurut Basel I
59
2.4 Kebutuhan modal bank menurut Basel I
2.4.1 Struktur permodalan (Capital structure)
Perhitungan modal minimum sesuai ketentuan bagi suatu bank
tidak menentukan struktur permodalan yang harus dimiliki.
Pada Basel I, Committee tidak hanya menciptakan kerangka kerja
untuk mengukur modal yang ditetapkan; namun juga menciptakan
kerangka kerja untuk struktur permodalan bank, yang sering
disebut sebagai 'eligible capital'.
Basel Committee mempertimbangkan bahwa elemen kunci bagai
eligible capital untuk bank adalah modal saham (equity capital).
60
30
2.4 Kebutuhan modal bank menurut Basel I
2.4.1 Struktur permodalan
Namun demikian, untuk kepentingan modal sesuai
ketentuan sebagian besar bank dapat memiliki modal
dalam 2 jenis (two tier), yaitu:
•Modal inti (Tier 1) – terdiri dari modal disetor, noncumulative perpetual perpetual preferred stock dan
disclosed reserves.
• Modal pelengkap (Tier 2) – terdiri dari cadangan umu,
cadangan revaluasi aktiva tetap, provisi umum (general
provisions and general loan loss reserves), modal
pinjaman (hybrid capital instruments) dan pinjaman
subordinasi (subordinated debt)
Modal pelengkap maksimum sebesar 50% dari jumlah modal
keseluruhan.
61
2.4 Kebutuhan modal bank menurut Basel I
2.4.1 Stuktur permodalan
Komponen yang dikeluarkan dalam perhitungan modal di aats
adalah:
• goodwill
• penyertaan pada lembaga keuangan bank dan non-bank yang
tidak dikonsolidasikan.
• penyertaan modal pada bank dan lembaga keuangan lain
(diserahkan pada kebijakan pengawas)
• minority investments pada perusahaan-perusahaan yang tidak
dikonsolidasikan.
Perlu dipahami bahwa terdapat pula kelompok modal yang
disebut modal tier 3, yang hanya ditujukan untuk mendukung
porfolio trading bank saja.
62
31
2 Evolusi Manajemen risiko
dan Regulasi Perbankan
2.5 Basel I dan “1996 Market
Risk Amendment”
63
2.5 Basel I dan Market Risk Amendment 1996
2.5.1 Market Risk Amendment
Basel I seringkali dikritik karena kurang sensitifnya thd risiko.
Sensitifitas risiko merupakan hal yang fundamental dalam pemikiran
Committee pada waktu mengembangkan Capital Accord I.
Tingkat sensitifitas risiko meningkat tajam setelah diluncurkannya :
"Amendment of the Capital Accord to Incorporate Market Risk" pada
Januari 1996 (selanjutnya disebut : Market Risk Amendment/MRA).
"Market Risk Amendmend” merupakan titik puncak dari suatu proses
yang dimulai sejak komite mengeluarkan tulisan dengan judul "The
Supervisory Treatment of Market Risks" dan meminta perbankan
serta pelaku pasar untuk memberikan komentarnya. Masukan dan
komentar yang diterima ditindaklanjuti oleh Committee selama tahun
1994 dengan mengkaji penggunaan internal model oleh bank untuk
mengukur risiko pasar.
64
32
2.5 Basel I dan Market Risk Amendment 1996
2.5.1 Market Risk Amendment
Pengunaan model yang berbeda-beda menyebabkan munculnya
perbedaan pandangan terhadap risiko yang dihadapi masing-masing
bank. Dalam beberapa kasus, perbedaan tsb cukup signifikan
dibandingkan dengan pendekatan ATMR pada Basel I. Pada langkah
selanjutnya, diterimanya internal model oleh Committee untuk
mengukur risiko pasar lebih didasari oleh penerapan model tersebut
oleh berbagai pihak.
Basel Committee menyusun "Market Risk Amendment“ melalui
pendekatan "twin-track". Pendekatan ini menilai model-model
kuantitatif internal bank-bank berdasarkan standar yang telah
dipublikasikan sekaligus mernbuat standar kualitatif.
Secara khusus pendekatan ini mengevaluasi ketepatan penggunaan
model kuantitatif dan kualitas proses yang mendukung penerapan
model tsb.
65
2.5 Basel I dan Market Risk Amendment 1996
2.5.2 Value at Risk (VaR)
Model kuantatif yang digunakan bank-bank - yang diterima oleh
Basel Committee - disebut model "Value at Risk" (VaR). Model VaR
menunjukkan estimasi jumlah maksimum kerugian suatu portofolio
bank dari risiko pasar :
• dalam suatu periode tertentu
• dengan tingkat keyakinan statistik tertentu (yaitu dengan tingkat
probabilitas tertentu)
Teknik -teknik dalam Basel I untuk aktiva off-market ('add-on') dan
VaR keduanya memiliki sasaran yang secara garis besar serupa.
Sasaran tersebut adalah untuk menunjukkan nilai suatu transaksi
(atau lebih tepatnya nilai portofofio dari semua transaksi bank,
termasuk beberapa transaksi yang dapat saling meniadakan)selama
masa transaksi tersebut.
66
33
2.5 Basel I dan Market Risk Amendment 1996
2.5.2 Value at Risk (VaR)
Periode waktu suatu transaksi dikenal sebagai "VaR
Horizon". Kebanyakan transaksi yang diperdagangkan,
Var Horison yang sesuai adalah satu hari perdagangan.
Oleh karena itu yang biasa digunakan adalah ukuran
Daily VaR (Daily Value at Risk - DVar)
67
2.5 Basel I dan Market Risk Amendment 1996
2.5.2 Value at Risk (VaR)
Sebagai contoh laporan risiko bank berisi pemyataan sebagai
berikut:
"Portofolio perdagangan memiliki DVaR sebesar USD 5 juta pada
tingkat keyakinan 95%“
Dalam pemyataan tersebut, tingkat keyakinan (confidence level)
terkait dengan tingkat probabilitas munculnya suatu kejadian. Dalam
konteks risiko pasar, berarti kemungkinan terjadinya kerugian suatu
portofolio di atas tingkat tertentu. Umumnya, probabilitas sering
dihitung pada tingkat 95 % atau 99 %.
Sederhananya DVaR yang diungkapkan diatas dapat diartikan sbb :
"Selama 1 hari perdagangan, ada peluang 5 % (100 % dikurangi
95%) terjadinya kerugian atas portofolio yang melebihi USD 5 juta."
68
34
2.5 Basel I dan Market Risk Amendment 1996
2.5.2 Value at Risk (VaR)
Kelihatannya contoh tersebut menunjukkan probabilitas yang rendah,
tetapi kalau kita lihat dengan cara lain, dapat dikatakan bahwa dalam
satu tahun perdagangan akan ada sekitar 12 hari perdagangan
dimana terjadi kerugian portofolio melebihi USD 5 juta (diasumsikan
dalam satu tahun ada 240 hari perdagangan)
Perlu dicatat bahwa model Var tidak memberikan
perkiraan berapa besar kerugian yang sebenarnya akan
terjadi,dalam contoh di atas model ini tidak memberikan
indikasi sampai berapa besar nilai kerugian di atas 5 juta
USD tersebut.
69
2.5 Basel I dan Market Risk Amendment 1996
2.5.3 Regulasi berbasis risiko (Risk Based regulation)
Basel Accordtahun 1988 memang mengakui bahwa modal yang
disediakan bank harus terkait dengan "credit standing" dari :
• peminjam
• penerbit surat berharga
• pihak lain yang memilikikewajiban keuangan pada bank (misalnya
penjamin/guarantor")
Luasnya pengkategorian mengenai "counterpart" yang digunakan
oleh Komite Basel, dan relatif kasarnya sensitifitas terhadap risiko
untuk proses 'add-on', membatasi cakupan peraturan berbasis risiko.
Dengan diterimanya secara bersyarat model VaR dari
bank, "MarketRisk Amendment" untuk pertama kalinya
menghasilkan unsur-unsur regulasi berbasis risiko yang
benar.
70
35
2 Evolusi manajemen risiko
dan regulasi perbankan
2.6 Kelemahan dalam Basel I Accord
71
2.6 Kelemahan dalam Basel I
2.6.1 Basel I dan risiko kredit korporasi
Pembuatan dan keberhasilan "Market Risk Amendment"
merupakan tonggak utama pengembangan regulasi berbasis
risiko.
Pada saat yang sama banyak bank mengalihkan proses internal
kreditnya ke arah penggunaan model risiko kuantitatif yang
memiliki kesamaan langsung dengan teknik VaR. Hal tersebut
karena :
• keberhasilan banyak bank dengan model VaR
• meningkatnya trading risiko kredit
72
36
2.6 Kelemahan dalam Basel I
2.6.1 Basel I dan risiko kredit korporasi
Risiko kredit perdagangan ("credit risk trading) telah ada secara
terbatas di pasar Commercial Paper (CP), dan meningkat secara
signifikan sejak pasar tersindikasi menjadi lebih kompleks dan
sekuritisasi pinjaman bank menjadi semakin meluas.
Kejelasan risiko kredit korporasi meningkat secara signifikan
bahkan dengan model-model yang sederhana pun bisa
menunjukkan perbedaan kualitas kredit yang sangat besar dan
menghasilkan "pricing” yang berbeda antar kredit korporasi
Pendekatan Basel I pada kecukupan modal memberikan bobot
ATMR dan persyaratan modal yang sama terhadap sernua
pinjaman korporasi dengan mengabaikan kualitas kredit
peminjamnya.
73
2.6 Kelemahan dalam Basel I
2.6.1 Basel I dan risiko kredit korporasi
Persoalan dengan pendekatan Basel I cukup jelas: bank yang
rnernberikan pinjaman kepada perusahaan yang memiliki kualitas
kredit yang baik wajib memiliki jumlah modal yang sama dengan
bank yang memberikan pinjaman kepada perusahaan yang memiliki
kualitas kredit yang buruk. Hal ini tidak terlalu menjadi masalah jika
bank dapat memberikan charge yang sama kepada semua
peminjam. Namun, bank makin berkompetisi dengan pesatnya
pertumbuhan pasar obligasi perseroan dimana marjin kredit cukup
terkait dengan pemberian epringkat kredit yang diberikan kepada
penerbitan obligasi oleh lembaga pemeringkat seperti Standard &
Poor’s dan Moody’s Investors Service.
Persoalan yang sarna juga terjadi dalam pemberian kerdit
perorangan yang tidak dijamin (seperti kartu kredit) dan memberikan
pinjaman kepada pemerintah (sovereign loans).
74
37
2 Evolusi Manajemen Risiko
dan Regulasi Perbankan
2.7 Perkembangan Capital Accord
baru – Basel II
75
2.7 Perkembangan Capital Accord baru - Basel II
2.7
Perkembangan Capital Accord baru - Basel II
Pada 1999, Basel Committee mulai menjalin kerjasama erat
dengan bank-bank utama dari negara-negara anggota untuk
menyusun Capital Accord yang baru. Tujuan umumnya adalah
untuk mengarahkan semua risiko perbankan ke dalam suatu
kerangka kebutuhan modal vang baru dan komprehensif. Accord
yang baru selanjutnya dikenal dengan Basel Accord II.
Penyusunan Basel II bersamaan dengan gerakan negara-negara
yang tergabung dalam Uni Eropa untuk menyelaraskan pasar
keuangan yang dikenal dengan “Financial Market Program”.
Kebutuhan untuk menyelaraskan peraturan-peraturan perbankan
dan jasa keuangan di antara negara-negara Uni Eropa
merupakan bagian tak terpisahkan dengan "Financial Market
Program” tersebut.
76
38
2.7 Perkembangan Capital Accord baru - Basel II
2.7
Perkembangan Capital Accord baru - Basel II
Sangat dimungkinkan bagi Uni Eropa untuk mengadopsi Basel
II Accord sebagai dasar peraturan permodalan yang berlaku
domestik bagi perbankan dan perusahaan jasa keuangan.
Penerapan Basel II yang meluas di Uni Eropa sangat
diperlukan antara lain karena kurang jelasnya definisi bank
yang berlaku umum di antara negara-negara anggota Uni
Eropa.
Basel II Accord, dengan beberapa perubahan kecil,
selanjutnya akan menjadi dasar peraturan yang baru negara
Uni Eropa dalam mengarahkan kebutuhan modal - disebut
“The Capital Requirements Directive (CRD).
77
39
Indonesia Certificate in
Banking Risk and Regulation
Part A: Risiko dan Regulasi
Perbankan
1
Bab 3 – Perkembangan
Pengawasan Bank BerbasisRisiko
3.1 Tiga pilar regulasi
2
1
3.1 Tiga pilar regulasi
3.1. Tiga pilar regulasi
Basel II jauh lebih kompleks daripada Basel I. Hal ini terjadi karena
adanya risiko yang ditambahkan dalam Basel II, disamping
pendekatan 3 pilar dan penggunaan metodologi yang lebih canggih
untuk menghitung risiko.
Basel I Accord
Basel II Accord
Fokus pada satu cara pengukuran risiko
Fokus pada medologi internal
Memiliki pendekatan yang sederhana
terhadap sensitivitas risiko
Memiliki tingkatan sensitivitas risiko
yang lebih tinggi
Menggunakan pendekatan one-size-fits- Dapat dengan mudah disesuaikan
all pada risiko dan modal.
dengan kebutuhan masing-masing
bank.
Hanya mencakup risiko kredit dan risiko
pasar
Mencakup risiko kredit, risiko pasar,
risiko operasional dan risiko lainnya
3
3.1 Tiga pilar regulasi
3.1
Tiga pilar regulasi
Kerangka kerja Basel II terdiri dari tiga konsep.
Ketiga konsep ini dikenal dengan sebutan tiga pilar,
diantaranya yaitu:
• Pilar 1 – Kebutuhan modal minimum (minimum capital
requirement), yang dikembangkan dari aturan standar yang
digunakan dalam Basel I Accord 1988
• Pilar 2 – Supervisory review atas kecukupan modal dan
proses penilaian bank.
• Pilar 3 – Penggunaan disiplin pasar (market discipline)
untuk mendorong transparansi (disclosure) dan mendorong
praktek perbankan yang aman dan sehat.
4
2
3.1 Tiga pilar regulasi
3.1.1 Pilar 1 – Persyaratan modal minimum (Minimum
capital requirements)
Dalam Pilar 1, bank diminta untuk menghitung modal
minimum untuk risiko kredit, risiko pasar, dan risiko
operasional. Untuk traded market risk, tidak ada
perubahan dari apa yang telah diterapkan saat ini
dimana sesuai dengan yang telah ditetapkan Basel
Committee pada tahun 1996
dalam Market Risk
Amandment untuk the Basel I Capital Accord.
Risiko tingkat suku bunga pada banking book tidak
dicakup di dalam Pilar 1.
5
3.1 Tiga pilar regulasi
3.1.2
Pilar 2 – Supervisory review
Supervisory review pada Pilar 2 dimaksudkan untuk menformalkan
praktek yang telah dijalankan berbagai pihak regulator dari masingmasing negara. Konsep supervisory review secara implisit telah ada
dalam Basel I dan ditujukan untuk menentukan standar minimum yang
dapat diterima oleh pihak regulator guna diterapkan pada lingkungan
perbankan masing-masing negara.
Pilar 2 merupakan supervisory review yang sangat mirip dengan apa
yang saat ini diterapkan pada The Federal Reserve Board di Amerika,
dan The Financial Services Authority di Inggris.
Supervisory review dirancang untuk memberikan fokus perhatian pada :
• Persyaratan modal di atas tingkat minimum yang dihitung
berdasarkan Pilar 1, dan
• Tindakan awal yang dibutuhkan untuk memberikan respon terhadap
risiko yang timbul.
Pilar 2 juga meliputi evaluasi risiko suku bunga jenis tertentu dalam
banking book.
6
3
3.1 Tiga pilar regulasi
3.1.3
Pilar 3 – Market Discipline
Pilar 3 adalah market discipline. Bank for International Settlements
(BIS) mendefinisikan market discipline sebagai mekanisme tata
kelola internal dan eksternal dalam perekonomian pasar bebas
(free-market economy) tanpa campur tangan langsung pemerintah.
Pilar 3 dirancang untuk mencakup hal-hal yang akan dibutuhkan
dalam hal pengungkapan publik oleh bank. Pilar 3 dirancang untuk
membantu para pemegang saham dan analis pasar, dan berupaya
untuk meningkatkan transaparansi atas permasalahan seperti:
• Portofolio aktiva bank, dan
• Profil risiko bank.
Perlu diperhatikan bahwa Basel I hanya berisi pendekatan Pilar 1.
Pada prakteknya, unsur pilar 2 dan pilar 3 akan tetap ada,
walaupun pendekatan yang digunakan untuk pilar-pilar ini dan
aplikasinya dapat sangat berbeda.
7
3.1 Tiga pilar regulasi
3.1.4 Cakupan risiko – kredit, pasar, operasional dan risiko
lainnya
Dalam pendekatan 3 pilar The Basel Committee mengusulkan
untuk memperluas cakupan risiko di luar credit risk dan traded
market risk ke dalam lingkup jenis risiko yang lebih luas yang
dihadapi bank.
The Basel Committee memfokuskan Pilar 1 pada credit
risk, operational risk dan sekaligus memasukkan market
risk amendment 1996 secara utuh. Pendekatan pilar 1
menandai pertama kalinya pendekatan kuantitatif akan
digunakan untuk risiko operasional. Selain itu, beberapa
risiko lain yang ingin dicakup oelh Basel Committee dalam
pilar 2 dan 3. Risiko-risiko ini disebut dengan risiko-risiko
ini dikenal sebagai risiko-risiko lainnya (other risk).
8
4
3.1 Tiga pilar regulasi
3.1.4 Struktur regulasi Basel II
Pillar 1
Minimum Capital
Credit
Risk
IRB
approaches
Foundation
Market
Risk
Standardised
Approach
1996 Capital
Accord
amendment
Op
Risk
Standardised
Approach
Advanced
Measurement
Approach
Advanced
Basic
Indicator
Approach
Collateral & Securitization
9
3.1 Tiga pilar regulasi
3.1.4 Struktur regulasi Basel II
Pillar 2
Pillar 3
Supervisory Review
Market Discipline
Interest Rate
Risk in
Banking Book
Disclosure
Residual
Risks
10
5
3.2 Alasan pengembangan Basel II
3.2
Alasan pengembangan Basel II
Meningkatnya penggunaan metode kuantitatif oleh bank
untuk mengukur dan melaporkan risiko kredit dalam
portofolio bank adalah salah satu pengembangan (Basel II)
yang mencapai puncaknya pada saat publikasi market risk
amendment pada tahun 1996. Pada amandemen ini, bank
diperbolehkan untuk menggunakan internal model dalam
mengukur credit risk mereka.
Pengembangan metode kuantitatif ini merupakan pondasi
yang kokoh bagi The Basel II Accord. Namun demikian ada
dua persoalan yang perlu diselesaikan sebelum Basel
Committee mulai menerapkan Basel II, yaitu : credit model
dan operational & other risk.
11
3.2 Alasan pengembangan Basel II
3.2.1
Kredit model – grading atau options based
Untuk menentukan jenis kredit model yang diperbolehkan
penggunaannya berdasar aturan Pilar 1, Basel Committee
mempertimbangkan penggunaan dari:
• full portfolio models yang dicirikan oleh aplikasi teknik
option pricing
• grading models dimana perhitungan risiko dibuat
berdasarkan obligor individual dimana secara sederhana
risiko portofolio diperoleh dari penjumlahan atas
keseluruhan risiko individual tersebut.
Full portolio models adalah model yang dikembangkan oleh
Robert Merton untuk menentukan harga dan mengukur risiko
dalam portofolio suatu option.
12
6
3.2 Alasan pengembangan Basel II
3.2.1 Kredit model – grading or options based
Grading models digunakan dengan sangat luas oleh banyak
perusahaan pemeringkat (credit rating agencies) seperti
Standard & Poor’s dan Moody’s Investor Service Ratings.
Meski terminologi credit grade dan credit rating saling
menggantikan, Basel II menggunakan terminologi “grades”
dalam setiap definisinya.
Pada akhir tahun 1990, Basel Committee memutuskan untuk
membatasi penggunaan credit models hanya pada credit
grading (bukannya option based models). Beberapa tahun
setelah keputusan komite tersebut muncul kecenderungan
untuk menggabungkan kedua teknik ini.
13
3.2 Alasan pengembangan Basel II
3.2.2 Risiko operasional dan risiko-risiko lainnya
Permasalahan kedua yang membutuhkan pemecahan adalah teknik
kuantitatif tingkat apa yang dapat dikembangkan untuk mencakup “other
risk” yang kebanyakan adalah risiko operasional.
Ada beberapa pendapat risiko-risiko tersebut sebaiknya dipertimbangkan
ke dalam Pilar 2 karena hanya beberapa bank yang melakukan
pendekatan kuantitatif untuk meng-kalibrasi dan mengelola risiko-risiko
tersebut.
Pengawas bank berpendapat bahwa risiko–risiko tersebut yang secara
aktual cukup signifikan dan jika hanya bergantung pada pendekatan Pilar
2, maka jumlah modal cenderung dibawah jumlah yang semestinya atau
paling tidak jumlah modalnya tidak konsisten dengan besarnya risiko yang
dihadapi.
14
7
3.2 Alasan pengembangan Basel II
3.2.1 Kredit model – grading-based atau options based
Akhirnya Basel Committee memutuskan:
• Memasukkan risiko operasional sebagai pengukuran
kuantitatif dalam Pilar 1
• Menetapkan risiko operasional secara lebih luas untuk
mencakup risiko termasuk risiko di luar risiko reputasi
(reputational risk), risiko bisnis (business risk) dan risiko
strategis (strategic risk).
• Memusatkan Pilar 1 credit risk models pada credit grading
techniques
15
3.3 Pengembangan Basel II Accord
3.3
Pengembangan Basel II Accord
Basel Committee menggunakan pendekatan konsultatif untuk
memastikan bahwa peraturan baru mempunyai dampak yang
positif.
Pertama kali Basel Committee menerbitkan consultative paper
yang kemudian diikuti dengan konsultasi dan revisi yang secara
periodik.
Dalam periode konsultasi tersebut didalamnya termasuk
serial QIS (Quantitative Impact Studies), dimana sejumlah
bank mengkaji dampak implementasi atas consultative
paper terakhir dari Basel II Accord.
16
8
3.3 Pengembangan Basel II Accord
3.3
Pengembangan Basel II Accord
Pendekatan konsultasi yang dilakukan oleh Basel Committee
secara garis besar didasari oleh pernyataan tertulis
Committee untuk tidak mengubah keseluruhan total modal
yang ada pada industri perbankan. Yang selanjutnya akan
menggunakan informasi tersebut untuk menyempurnakan
usulan. Pendekatan konsultatif telah memberikan dampak
yang sangat positif pada perkembangan kesepakatan
(Accord). Hal tersebut juga merupakan bukti yang sangat
membantu bank dan komite untuk menemukan permasalahan
signifikan yang terkait engan implementasi yang dilakukan.
17
3 Perkembangan Pengawasan
Bank Berbasis Risiko
3.4 Basel II dan Sensitivitas Risiko
18
9
3.4 Basel II dan sensitivitas risiko
3.4.1 Luas Cakupan
Perubahan terbesar pada luas cakupan Basel II adalah
dimasukkannya risiko operasional. Risiko operasional didefinisikan
sebagai risiko kerugian akibat dari ketidakcukupan atau kegagalan
proses internal, manusia, sistem, atau kejadian eksternal.
Jumlah variasi risiko yang didefinisikan ke dalam kategori risiko
operasional sbb.:
• Transaksi (transaction), pelaksanaan (execution), gangguan
bisnis (business interruption), penyelesaian (settlement), dan
penggadaian (fiduciary).
• Manusia, manajemen yang lemah dan kurangnya pengawasan
• Tindak kriminal, penipuan, pencurian dan “trader nakal”
• Relationship dan nasabah
• Struktur biaya tetap, kurangnya sumber daya, teknologi dan
asset fisik
• Kepatuhan dan hukum/peraturan
• informasi
19
3.4 Basel II dan sensitivitas risiko
3.4.1 Luas Cakupan
Basel II juga mulai memunculkan Pilar 2 dan Pilar 3 sebagai
bagian yang integral dari proses dalam menentukan rasio
kebutuhan modal bank secara individual.
Dalam Pilar 2 pihak otoritas pengawasan (melalui bagian
pengawasan) diharapkan mampu untuk mengetahui other
risks secara lebih luas dimana sebuah bank menjadi subyek
pengawasan.
20
10
3.4 Basel II dan sensitivitas risiko
3.4.2 Kedalaman cakupan
Selain memperluas cakupan, Basel II juga telah meningkatkan
kedalaman cakupan risiko. Khususnya dalam memperlakukan
risiko kredit.
Basel II membuat sejumlah perbedaan yang sangat besar
terutama berdasarkan pada kualitas debitur, ditambah
dengan syarat kredit dan kualitas jaminan. Basel II
memperbolehkan penggunaan dua pendekatan untuk
menentukan bobot risiko (risk weights of assets), yaitu :
pendekatan standar (the standardised approach) dan
pendekatan internal (internal ratings-Based Approach).
21
3.4 Basel II dan sensitivitas risiko
3.4.2 Kedalaman cakupan
The Standardised Approach merupakan hasil yang signifikan dari
diubahnya (amended) versi pendekatan Basel I.
Pada The Internal Ratings-Based Approach, bank mengembangkan
model pemeringkatan mereka sendiri untuk menilai kelayakan kredit
debitur.
Kedua pendekatan di atas mempunyai banyak persamaan dengan
cara yang dilakukan oleh perusahaan penilai kredit (credit rating
agencies) dalam menetapkan peringkat suatu obligasi.
Basel I dikritik karena mempunyai pendekatan yang sederhana dalam
hubungan antara profil risiko suatu aktiva dengan kebutuhan modal.
Pada Basel I hanya terdapat sedikit tingkatan (grade) risiko kredit. Hal
ini berbeda dengan lembaga pemeringkat yang menggunakan risk
sensitive grade yang luas untuk menilai risiko kredit suatu obligasi.
22
11
3.4 Basel II dan sensitivitas risiko
3.4.2 Peringkat Obligasi
Moody’s
S&P
Deskripsi
Aaa
AAA
Obligasi memiliki peringkat tertinggi. Kemampuan untuk
membayar bunga dan pokoknya sangat kuat.
Aa
AA
Obligasi memiliki kapasitas sangat kuat utnuk membayar
bunga dan memba pokoknya. Sebagaimana halnya
dengan obligasi berperingkat tertinggi, obligasi dalam
kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok high-grade
(peringkat tinggi).
A
A
Obligasi memiliki kapasitas kuat untuk membayar bunga
dan pokoknya, walau mudah terkena pengaruh merugikan
dari perubahan kondisi ekonomi.
Baa
BBB
Obligasi dianggap memiliki kemampuan untuk membayar
bunga dan pokoknya. Perubahan kondisi ekonomi yang
berlawanan atau perubahan keadaan akan lebih besar
kemungkinannya memperlemah kemampuan untuk
membayar bunga dan pokok pinjaman. Obligasi ini
digolongkan ke dalam medium grade.
23
3.4 Basel II dan sensitivitas risiko
3.4.2 Peringkat Obligasi
Moody’s
S&P
Ba
BB
Description
Obligasi dianggap sangat spekulatif dalam kemampuan
untuk membayar bunga dan pokoknya pinjaman sesuai
dengan persyaratan.
Ba / BB – menunjukkan tingkat spekulasi terendah
Ca / CC – menunjukkan tingkat spekulasi tertinggi.
B
BB
Caa
CCC
Ca
CC
C
C
Peringkat ini dicadangkan untuk income bonds dimaan
tidak ada suku bunga yang dibayarkan.
D
D
Obligasi berperingkat D menunjukkan bahwa obligasi
dalam keadaan default/macet, dan/atau terdapat
tunggakan pembayaran kembali pokokobligasi.
Baik Moody’s dan Standard & Poor’s membuat penyesuaian lebih jauh pada penilaian
mereka, hal ini ditunjukkan dengan naiknya jumlah grade yang tersedia.
• Moody’s menggunakan a1, 2, atau 3 dengan 1 menyatakan yang paling kuat.
Contoh A1 adalah penilaian yang paling kuat dan A3 adalah yang paling lemah.
• S&P menggunakan tanda plus dan minus : A+ adalah penilaian A yang paling kuat
dan A- adalah penilaian A yang paling lemah.
24
12
3.4 Basel II dan sensitivitas risiko
3.4.2
Kedalaman cakupan
Jika bank memilih untuk menggunakan Internal Ratings-Based
Approach, jumlah grade yang dapat digunakan ditentukan oleh
bank sendiri, meski pengawas mengharapkan paling tidak ada 8
(delapan) grade yang dipakai.
Jika Standardised Approach dipergunakan, Basel II “grid” bobot
risiko (risk weights) didasarkan pada pengukuran Basel I dengan
memasukkan rating kredit yang sudah tersedia.Standardised
approach memperbolehkan adanya pengelompokkan bobot risiko
antar model yang ada, namun dengan pembedaan yang jelas
untuk kelompok aktiva berbeda.
25
3 Perkembangan Pengawasan
Bank Berbasis Risiko
3.5 Basel II dan Kecukupan Modal
26
13
3.5 Basel II dan kecukupan modal
3.5
Basel II dan kecukupan modal
Persyaratan kecukupan modal dalam Basel I Accord,
sebesar minimum 8% tidak berubah secara signifikan
dalam Basel II. Basel Committee yakin bahwa angka
8% bagi bank-bank internasional masih tetap valid.
Karena bank-bank menghitung sendiri jumlah modal
minimum sesuai ketentuan, kemungkinan besar jumlah
modal masing-masing bank akan berbeda dengan jumlah
modal sesuai ketentuan Basel I.
27
3.5 Basel II dan kecukupan modal
3.5
Basel II dan kecukupan modal – contoh
Bank U memiliki risiko operasional yang cukup besar.
Menurut Basel II, modal minimum sesuai ketentuan (regulatory
capital) akan meningkat jika terdapat off-setting terhadap modal
yang diperlukan untuk mendukung perkreditan bank.
Bank X memiliki risiko operasional yang rendah dan portofolio
pemberian kredit yang terdiri dari kredit korporasi yang sangat
tinggi kualitasnya (AA). Menurut Basel II, modal minimum
sesuai ketentuan Bank X akan menurun cukup besar.
28
14
3.5 Basel II dan kecukupan modal
3.5
Basel II dan kecukupan modal
Tujuan Basel II adalah menyusun modal minimum sesuai
ketentuan (regulatory capital) yang lebih sesuai dengan profil
risiko setiap bank.
Basel Committee telah menerapkan dua ’aturan dalam
masa transisi’ untuk memastikan Accord yang baru tidak
terlalu cepat mengurangi persyaratan modal minimum, baik
bagi sistem perbankan secara keseluruhan maupun bagi
masing-masing bank.
29
3.5 Basel II dan kecukupan modal
3.5
Basel II dan kecukupan modal
Pada
rencana
transisi
pertama,
pengawas
akan
mengaplikasikan sebuat pengali (multiplier) untuk memastikan
bahwa target rasio modal minimum 8% tetap dijaga.
Faktor skala (scaling factor) ini akan diterapkan secara serentak
kepada semua bank dengan menggunakan pendekatan Internal
Ratings-Based Approach untuk risiko kredit atau Advanced
Measurement Approach untuk risiko operasional. Mengikuti QIS
3 faktor pengali ini akan ditetapkan sebesar 106%.
Basel Committee yakin bahwa hal ini cukup untuk memastikan
bahwa pada tahap awal implementasi Basel II, target rasio 8%
dapat dipertahankan.
30
15
3.5 Basel II dan kecukupan modal
3.5
Basel II dan kecukupan modal
Pada rencana transisi, setiap bank tidak akan diijinkan untuk
merealisasikan manfaat dari berkurangnya persyaratan modal
minimum sesuai ketentuan (regulatory capital). Pengurangan modal
harus dilakukan secara bertahap dari akhir tahun 2005 hingga akhir
tahun 2008 sesuai dengan kesepakatan bank dengan otoritas
pengawas perbankan masing-masing sesuai dengan tabel di bawah.
Rencana tersebut akan tergantung dari modal dasar yang akan
dikurangi sepanjang periode.
Dari akhir
tahun 2005
Dari akhir
tahun 2006
Dari akhir
tahun 2007
Dari akhir
tahun 2008
IRB –
Foundation
approach
Perhitungan
pararel
95%
90%
80%
Advanced
approaches
Perhitungan
pararel atau
studi dampak
Perhitungan
pararel
90%
80%
31
3 Perkembangan
Pengawasan Bank Berbasisrisiko
3.6 Modal Minimum dan Aktual
32
16
3.6 Modal minimum dan aktual
3.6
Modal minimum dan aktual
Keterkaitan antara jumlah modal yang dimiliki sebuah bank
dengan modal sesuai ketentuan (regulatory capital) bank tsb
seringkali cukup rumit.
Pada prakteknya, banyak bank besar saat ini memiliki rasio
modal terhadap ATMR, sebagaimana dilaporkan dalam
laporan keuangan sebesar 10% hingga 12%, jauh di atas
rasio aturan yang disyaratkan.
33
3.6 Modal minimum dan aktual
3.6.1 Alasan untuk memiliki kelebihan modal
Bank pada umumnya tidak mengungkapkan bagaimana
modal aktual mereka ditentukan. Ada banyak faktor yang
mempengaruhi keputusan yang mereka buat.
The regulatory ratio adalah rasio minimum dimana modal
bank tidak boleh kurang dari rasio tersebut. Jika rasio
minimum ini dilanggar dapat membahayakan ijin mereka,
misalnya ijin untuk melakukan perdagangan. Jadi tidak
mengherankan, apabila manajemen bank memilih untuk
menjaga rasio modal aktual berada di atas rasio minimum
yang ditetapkan oleh pengawas.
34
17
3.6 Modal minimum dan aktual
3.6.1 Alasan untuk memiliki kelebihan modal
Di bebarapa wilayah yurisdiksi, misal Amerika dan Inggris,
otoritas pengawas menentukan rasio modal terhadap ATMR
yang berbeda untuk masing-masing bank. Pada prakteknya,
rasio yang ditetapkan umumnya kebih tinggi daripada rasio
minimum Basel.
Dengan demikian “kelebihan” modal sebuah bank akan nampak
melebihi ketentuan minimum Basel yang sebesar 8%, bisa saja
dalam kenyataannya jauh lebih kecil jika diukur lagi dengan
rasio aktual yang dilakukan oleh pengawas. Oleh karena itu
‘excess capital’ suatu bank belum tentu menunjukkan bank
tersebut merupakan bank yang sehat dan prudent serta
berkinerja baik.
35
3.6 Modal minimum dan aktual
3.6.1 Alasan untuk memiliki kelebihan modal
Bank-bank besar di dunia umumnya mempunyai model risiko
internal tersendiri. Model internal ini menghubungkan tingkat
modal yang dipersyaratkan (regulatory capital) dengan tingkat
risiko yang dihadapi dalam portofolio bisnis mereka.
Model “economic capital” mungkin membutuhkan modal yang
lebih besar dibandingkan dengan Basel II. Dalam Basel II,
otoritas pengawas mengakui keberadaan model “economic
capital” ini. Bank-bank yang menggunakan model ini diminta
mengungkapkannya dan menjelaskan hasilnya dalam kerangka
proses pengawasan sesuai pilar 2 Basel II.
36
18
3.6 Modal minimum dan aktual
3.6.1
Alasan untuk memiliki kelebihan modal
Basel II dan model economic capital mengkaitkan bank dengan
tingkat dan struktur kegiatan usahanya. Bank adalah institusi
komersial dan rencana manajemen ke depan untuk mencapai
tingkat kegiatan usaha tertentu, baik secara organik maupun
dengan akuisisi akan membutuhkan jumlah modal yang lebih
tinggi.
Akses ke pasar modal tidak dapat selalu dapat dijamin serta
besarnya biaya yang dibutuhkan juga tidak dapat dipastikan.
Dalam kondisi ketidakpastian ini, bank yang mempunyai rencana
untuk tumbuh pada umumnya ingin memastikan bahwa tidak
terbatasi oleh kekurangan modal. Bank juga harus memastikan
bahwa besrnya keuntungan yang mereka rencanakan tidak akan
mengakibatkan tingginya biaya modal sebagai akibat dari faktor
pasar jangka pendek, misalnya jika bank harus bersaing dengan
penerbitan obligasi pemerintah.
37
19
Indonesia Certificate in
Banking Risk and Regulation
Part B: Risiko Pasar, Risiko Kredit
dan Risiko Operasional
1
Bab 4 Karakteristik Risiko
Pasar dan Risiko Treasury
4.1 Risiko Pasar
2
4.1 Karateristik risiko pasar
4.1
Risiko pasar
Market risk adalah risiko kerugian yang timbul akibat
pergerakan harga pasar atas posisi yang diambil oleh
bank baik pada sisi on maupun off balance sheet. Bank
yang memiliki posisi dalam instrumen keuangan pada
neracanya memiliki eksposur risiko pasar yang bersanya
ditentukan oleh posisi tersebut. Namun demikian, bank
yang berperan sebagai intermediary dalam sebuah
transaksi yang tidak tercatat dalam neracanya tidak akan
terekspos pada risiko pasar atas transaksi tersebut.
3
4.1 Karateristik risiko pasar
4.1 Karakteristik Risiko Pasar
Risiko Pasar terdiri dari :
• Risiko spesifik (specific risk) yaitu risiko yang timbul akibat
pergerakan harga atas surat berharga individual yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang terkait dnegan surat berharga atau penerbitnya.
Sebagai contoh adalah turunnya harga sebuah obligasi yang
disebabkan oleh memburuknya penilaian (credit rating) yang dialami
oleh penerbitnya. Informasi ini hanya secara khusus akan berakibat
pada obligasi tersebut dan tidak akan berakibat pada harga obligasi
secara umum.
• Risiko pasar umum (general market risk) yaitu risiko yang timbul
akibat pergerakan harga pasar yang berpengaruh terhadap beberapa
instrumen keuangan. Sebagai contoh, penurunan suku bunga yang
diberlakukan oleh pemerintah pada umumnya menurunkan tingkat suku
bunga yang berlaku di pasar, yang juga akan berakibat pada harga
semua surat berharga yang terkait dengan kenaikan suku bunga
tersebut.
4
4.1 Karateristik risiko pasar
4.1 Karakteristik Risiko Pasar
Untuk tujuan analisis, Risiko pasar umum (general
market risk) dibagi ke dalam empat kategori sebagai
berikut:
• risiko suku bunga (interest rate risk)
• risiko posisi ekuitas (equity position risk)
• risiko nilai tukar (foreign exchange risk)
• risiko posisi komoditi (commodity position risk).
Setiap risiko di atas tidak berdiri sendiri sendiri, sebab
perubahan dari satu risiko akan berpengaruh pada
risiko yang lain.
5
4.1 Karateristik risiko pasar
4.1
Karakteristik Risiko Pasar – Risiko Suku Bunga
Risiko suku bunga adalah potensi kerugian yang
timbul akibat perubahan suku bunga. Risiko ini berlaku
bagi semua surat berharga (instrument) yang
menggunakan satu atau lebih yield curves untuk
menghitung nilai pasar instrumen tersebut
6
4.1 Karateristik risiko pasar
4.1
Karakteristik Risiko Pasar – Risiko Suku Bunga
Orange County, California
Pada bulan Desember 1994 Orange County, otoritas lokal di Negara Bagian
California, menggemparkan pasar dengan mengumumkan bahwa investasi
mereka menderita kerugian sebesar USD1.6 milyar yang merupakan kerugian
terbesar yang pernah tercatat oleh otoritas lokal. Kerugian tersebut diakibatkan
kesalahan pengelolaan oleh treasurer atas portofolio sebesar USD7.5 milyar
milik sekolah, kota dan pemerintah daerah itu sendiri.
Dengan berinvestasi pada posisi derivatif, treasurer mempertaruhkan seluruh
dananya dengan spekulasi bahwa suku bunga akan turun atau tetap rendah.
Strategi investasi tersebut berjalan dengan baik hingga 1994 ketika Reserve
Board mendorong kenaikan suku bunga yang menyebabkan kerugian yang luar
biasa. Investasi tersebut dilikuidasi pada bulan Desember 1994 dengan
kerugian sebesar USD1.6 milyar. Setelah dilikuidasi, suku bunga turun menjadi
2.5% di mana jika portofolio tersebut tetap dipertahankan akan mengurangi
kerugian sebesar USD 200 juta. Sangat jarang pelaku pasar yang
memperkirakan tingkat suku bunga akan turun sangat cepat pada 1995.
7
4.1 Karateristik risiko pasar
4.1
Karakteristik risiko pasar – Risiko posisi ekuitas
Risiko posisi ekuitas (equity position risk) adalah potensi
kerugian yang timbul akibat perubahan harga saham.
Risiko ini berlaku bagi seluruh instrumen yang
menggunakan harga ekuitas (equity prices) sebagai
dasar acuan penilaian mereka.
Contoh - Morgan Grenfell Private Equity
Pada bulan Februari 2001 dilaporkan dalam Financial Times
bahwa Morgan Grenfell Private Equity (MGPE) mengalami
kerugian sebesar GBP 150 juta karena memegang saham EM.TV,
sebuah media group asal German, MGPE telah mengakuisisi
saham yang merupakan bagian dari transaksi dengan cara menjual
kepemilikan saham MGPE pada Formula Satu, Pada saat yang
sama saham EM. TV jatuh 90%.
8
4.1 Karateristik risiko pasar
4.1
Karakteristik risiko pasar – Risiko nilai tukar
Risiko nilai tukar (foreign exchange risk) adalah
potensi kerugian yang timbul karena perubahan nilai
tukar. Risiko ini berlaku bagi produk yang terkait
dengan nilai tukar dan posisi yang dinilai
menggunakan valas dalam pelaporan bank.
Contoh - Telekomunikasi Indonesia
Pada bulan Agustus 1998, PT Telkom menderita kerugian bersih
sebesar USD 101juta pada laporan keuangan mereka sebagai akibat
kerugian nilai tukar setara dengan USD 150 juta. Kerugian berasal dari
pinjaman USD 306 juta, JPY 11 milyar dan FRF 130 juta, yang
dikonversi ke dalam rupiah. Devaluasi rupiah terhadap USD, JPY dan
FRF mengakibatkan pembayaran kembali hutang tersebut menelan
biaya bersih mendekati USD 150 juta, lebih dari jumlah pinjaman yang
mereka terima.
.
9
4.1 Karateristik risiko pasar
4.1
Karakteristik risiko pasar – Risiko posisi komoditi
Risiko posisi komoditi (commodity position risk) adalah
potensi kerugian yang timbuk akibat perubahan harga
komoditas. Risiko ini dapat terjadi pada semua posisi
komoditas dan semua posisi derivatif komoditas.
Contoh - Sumitomo Corporation
Pada bulan Juni 1996 Sumitomo Corporation melaporkan dalam
periode 10 tahun telah mengalami kerugian sebesar USD 1.8
milyar sebagai akibat trading komoditas tembaga diluar otorisasi
yang dilakukan oleh trader seniornya.
Diperkirakan pada saat itu seluruh
investment bank yang
melakukan transaksi derivatif secara kolektif mengalami kerugian
sebesar USD 100 juta akibat pergerakan harga tembaga.
10
4.1 Karateristik risiko pasar
4.1 Karakteristik risiko pasar - Harga pasar
Harga pasar (Market prices) dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya:
Penawaran dan permintaan (supply and demand) produk dalam
jangka pendek akan mempengaruhi tingkat harga sebab para pemain
(market makers) akan melakukan penyesuaian harga berdasarkan
harga pasar. Waktu yang diperlukan untuk melakukan perubahan
harga akan bervariasi antar berbagai pasar dan volume transaksi
bisnis yang dilihat oleh market makers.
Likuiditas (liquidity) dapat mempunyai pengaruh yang besar pada
harga pasar. Pasar yang likuid mempunyai banyak pemain (market
makers) serta volume usaha yang besar. Spread tarnsaksi kecil
sehingga costs transaksi juga rendah. Pasar yang tidak likuid
mempunyai spread besar dan transaksi tidak terjadi secara aktif.
Pasar yang likuid dapat menjadi tidak likuid sebelum liburan nasional
maupun pengumuman kebijakan ekonomi oleh pemerintah.
11
4.1 Karateristik risiko pasar
4.1
Karakteristik risiko pasar – Harga pasar
Intervensi oleh otoritas keuangan (official intervention) memberikan
efek jangka pendek terhadap tingkat harga di pasar, seperti penurunan
suku bunga atau devaluasi mata uang. Jangka waktu dapat berubah
menjadi panjang jika misalnya intervensi memberikan sinyal perubahan
kebijakan ekonomi.
Arbitrase (arbitrage), dimana tingkat harga pasar tertentu dibatasi oleh
tingkat harga di pasar lainnya, akan mempengaruhi pergerakan harga
harian. Sebagai contoh, jika sebuah saham diperdagangkan di pasar
modal London dan New York dan harga di London lebih tinggi dari harga
di New York, trader akan melakukan jual saham di London dan akan
membelinya di New York untuk memperoleh keuntungan. Karena sifat
pasar internasional dan arus informasi adalah seketika (real time), harga
pasar umumnya konsisten antara pasar yang satu dengan pasar yang
lain, yang tidak memungkinkan untuk mengambil keuntungan dari satu
pasar ke pasar lainnya. Dengan demikian kemungkinan arbitrase hanya
akan muncul dalam satu periode yang sangat singkat.
12
4.1 Karateristik risiko pasar
4.1
Karakteristik risiko pasar – Harga pasar
Kondisi ekonomi dan politik (economic and political events) dan
bencana alam dapat mengakibatkan perubahan harga jangka pendek. Hal
ini dapat terjadi dalam skala pasar lokal namun jika kejadian cukup besar
dapat berpengaruh terhadap pasar global.
Faktor-faktor ekonomi yang mendasari (underlying economic factors)
merupakan pembentuk utama tingkat harga jangka panjang. Sebagai
contoh, dalam jangka panjang, nilai tukar antara dua negara akan
mencerminkan tingkat inflasi relatif dan kinerja ekonomi relatif masingmasing negara tersebut.
13
4 Karakteristik Risiko Pasar
dan Risiko Tresury
4.2 Kegiatan Trading
14
4.2 Aktivitas trading
4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank
Kegiatan utama trading adalah jual dan beli isntrumen keuangan atas nama
bank dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan jangka pendek dari
perubahan yang diharapkan atas harga yang menentukan nilai suatu
instrumen keuangan. Dalam melaakukan kegiatan ini berarti bank
menghadapi risiko kerugian apabila instrumen tsb mengalami penurunan.
Bank dapat menggunakan 3 (tiga) strategi untuk semua produk
mereka dalam melakukan perdagangan. Strategi dengan risiko
pasar yang paling kecil adalah ketika bank melakukan
penyesuaian posisi (matched book). Strategi matched book berarti
bahwa trading desk akan segera mengambil posisi berlawanan
dan bernilai sama (off set) atas sebuah transaksi jual atau beli
instrumen keuangan. Transaksi semacam ini dapat dilakukan baik
secara internal maupun dengan bank lain. Bank hanya
menghadapi risiko pasar apabila harga mengalami perubahan
pada waktu antara pengambilan keputusan transaksi awal dan
transakssi offset, yang dikenal pula dengan transaksi covering
atau hedging.
15
4.2 Aktivitas trading
4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank
Strategi kedua adalah menjaga posisi trading melalui
transaksi hedging dengan diskresi (discretion) tertentu
yang diberikan kepada trading desk.
Dalam strategi ini trading desk mempunyai limit risiko
pasar yang digunakan untuk mengelola risiko bannk
secara keseluruhan pada suatu waktu tertentu. Strategi
ini
memungkinkan trading desk untuk menunggu
pergerakan harga pasar yang menguntungkan dalam
pengambilan posisi trading.
16
4.2 Aktivitas trading
4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank
Strategi ketiga adalah menjadi market maker. Hal ini
berarti bahwa trader akan meng-quote harga beli/jual
isntrumen keuangan kepad nasabah atau bank lain dan
kemudian memperdagangkannya pada harga tertentu ,
baik jula maupun beli kepada counterparty. Strategi ini
tergantung pada pasar tingkat likuiditas pasar dan jumlah
market maker lain yang dapat digunakan oleh trader untuk
mengcover risikonya.
Seorang market maker dapat mengambil keuntungan dari dari spread
yang diambil antara harga jual dan beli. Mereka juga mendapat manfaat
atas informasi yang mereka peroleh dari perdagangan yang mereka
lakukan yang dapat digunakan untuk memprediksi pergerakan harga ke
depan. Risiko yang dihadapi dalam strategi ini adalah trader dapat
mengalami kerugian seketika atas posisi yang diambil.
17
4.2 Aktivitas trading
4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank
Bank cenderung untuk merubah strategi trading sejalan dengan
perkembangan usahanya dan berbagai strategi yang berbeda
akan diterapkan untuk produk-produk keuangan dalam trading
book. Pada umumnya perkembangan kegiatan tarding diawali
dari keinginnan untuk menyediakan jasa bagi kegiatan bisnis
nasabahnya. Hal ini dapat dilihat pada perkembangan tarding di
pada pasar valas (foreign exchange market). Pasar valas menjadi
salah satu pasar perdagangan paling bebas di dunia yang pada
awalnya dapat dilacak kembali dari diperkenalkannya nilai tukar
mengambang (floating exchange rates) pada tahun 1970-an. Hal
ini menimbulkan risiko baru bagi nasabah yang berkecimpung di
bisnis internasional sehingga mereka mengelolanya melalui jas
yang ditawarkan oleh bank.
18
4.2 Aktivitas trading
4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank
Ritel exchange rate adalah nilai tukar yang diberikan oleh bank
kepada nasabah mereka (terutama nasabah korporasi) yang telah
termasuk marjin atas wholesale rate dari pasar antar bank.
Margin tersebut cukup besar pada tahap awal pertumbuhan pasar.
Hal ini mengakibatkan income bank tumbuh pesat sejalan dengan
meningkatnya aktvitas pasar meski mereka memiliki posisi yang
relatif kecil.
Karena volume transaksi yang naik secara terus menerus dan bank
menjadi lebih percaya diri pada kemampuan mereka untuk
mengelola posisi valasnya, aktivitas berubah dari aktivitas yang
semula dikendalikan dalam memberikan pelayanan kepada
nasabah menjadi aktivitas perdagangan sendiri.
19
4.2 Aktivitas trading
4.2.1
Perkembangan kegiatan trading bank
Bank-bank yang memiliki nasabah besar dan mempunyai volume
transaksi valas (foreign exchange) yang besar dapat menggunakan
posisi “ritel"‘nya untuk mempengaruhi pergerakan nilai tukar pasar
valas wholesale. Hal ini memberikan potensi keuntungan yang
lebih tinggi dibanding marjin customer business.
Bank mulai mengambil potensi tsb dengan mengambil posisi
berjumlah besar dalam traading book-nya. Proses ini berlanjut dan
ketika kompetisi semakin meningkat, marjin customer bussiness
semakin berkurang. Akibatnya volume perdagangan pada valuta
utama dunia seperti USD/EUR, USD/JPY dan USD/GBP, pada
saat ini didominasi perdagangan valas antar bank, dengan jumlah
customer bussiness yang relatif kecil.
20
4.2 Aktivitas trading
4.2.1
Perkembangan kegiatan trading bank
Perkembangan pasar valas merupakan contoh yang baik untuk
menggambarkan kecenderungan perkembangan trading
instrumen keuangan di bank. Pada tahap awal bank melakukan
matched position atas transaksi instrumen keuangan. Hal ini
berarti bank seketika melakukan hedging risiko atas transaksi
dengan bank lain dengan nilai yang sama dengan transaksi
nasabahnya.
Keuntungan yang diperoleh bank adalah perbedaan harga
antara harga yang diberikan kepada nasabah dengan harga
yang diperoleh dari pasar antarbank.
21
4.2 Aktivitas trading
4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank - contoh
Foreign exchange matched position trading
Bank A diminta oleh nasabah mereka untuk membeli USD dan
menjual JPY yang akan dipakai untuk membayar supplier
mereka sebesar JPY 100 juta.
Bank A tidak memiliki JPY sehingga Bank A meminta quote beli
JPY dari pasar. Nilai tukar di pasar adalah 100. Bank A
memberikan quote jual kepada nasabah sebesar 99, kemudian
menjual JPY dan menerima USD 1,010,101.
Bank segera yen di pasar pada nilai tukar 100 dan membayar
USD 1,000,000.Dengan melakukan hal tersebut di atas, tanpa
risiko bank memperoleh keuntungan sebesar USD 10,101.
22
4.2 Aktivitas trading
4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank
Tahap ke dua dalam perkembangan trading bank adalah pada
saat bank mengambil posisi atas transaksi nasabah untuk
mengantisipasi perubahan harga pasar yang diharapkan oleh
bank dalam jangka pendek.
Trader diperbolehkan memegang posisi dalam jangka waktu
yang lebih lama sejalan dengan pengalaman mereka dalam
trading instrumen keuangan. Pada akhirnya, proses
perkembangan ini akan membawa bank untuk mengambil posisi
trading tanpa harus tergantung dari kegiatan usaha
nasabahnya.
23
4.2 Aktivitas trading
4.2.2 Manajemen posisi dan hedging
Risiko pasar terjadi baik dalam banking book maupun trading book.
Posisi yang diambil yang tercatat dalam banking book sekalipun tidak
dilakukan untuk tujuan trading tetap memiliki riisko pasar karena
posisi tersebut dinilai berdasarkan harga valuta dan komoditas
tertentu. Manajemen risiko suku bunga dalam banking book biasanya
ditangani oleh treasury bank.
Pengelolaan risiko pasar pada trading book dilakukan secara
berkesinambungan di dealing room oleh trader yang telah
diberikan kewenangan untuk mengambil posisi risiko pasar
sesuai dengan limitnya masing-masing. Trader tsd diberikan
otorisasi untuk melakukan transaksi atas nama bank yang dpat
menimbulkan kewajiban bagi bank. Kegiatan ini memerlukan
pengawasan independan untuk memastikan bahwa bank
mengetahui seluruh risiko dalam trading book-nya.
24
4.2 Aktivitas trading
4.2.2 Manajemen posisi dan hedging
Trader mengelola risikonya dengan cara melakukan trading instrumen
keuangan yang match dengan posisi yang diambil. Namun demikian,
hal tersebut bukan merupakan metode mengcover risiko yang
memebrikan keuntungan optimal bagi bank. Untuk mengcover risiko
trader sering menerapkan berbagai teknik hedging.
Trader dapat melakukan hedging dengan mengambil posisi atas
instrumen yang sama, namun demikian trader dapat pula melakukan
hedging atas risiko porfolio dengan mengambil posisi menggunakan
instrumen yang berbeda.
Instrumen keuangan tersebut dapat memiliki karakter yang berbeda,
namun perubahan nilai pasar akan selalu menunjukkan nilai transaksi
awalnya. Oleh karena itu, perubahan harga pasar untuk fulyy hedge
portofolio hanya akan memberikan perubahan yang tidak berarti atau
bahwakn tidak mengubah nilai pasar portofolio tsb. Seringkali
beberapa posisi hedging diperlukan seluruhnya untuk matching atas
underlying transaction.
25
4.2 Aktivitas trading
4.2.2 Pengelolaan posisi dan hedging - contoh
Suku bunga (Interest Rate) Hedge – hedging pinjaman nasabah
USD 5 juta selama 5 tahun
3 month
LIBOR
6% Fixed Rate
Customer
Bank A
Arus dana
Hedging suku bunga
dengan
Interest rate swap
Market
Arus dana
membayar 5%
Fixed
Menerima
3 bln
LIBOR
Bank B
26
4.2 Aktivitas trading
4.2.2 Manajemen posisi dan hedging
Trader akan secara teratur melakukan hedging dengan
instrumen yang lebih likuid dibandingkan dengan
transaksi underlying-nya sehingga mereka dapat
melakukan strategi hedging mereka dengan cepat.
Sebagai tambahan, dalam pasar yang likuid biaya
transaksi umumnya lebih rendah. Trader dapat
melakukan hedging atas seluruh atau sebagian risiko
yang
memungkinkan
mereka
melakukan
dan
menciptakan posisi risiko posisi yang mereka anggap
akan mendatangkan keuntungan tanpa melakukan
transaksi dalam instrumen yang melindunginya.
27
4.2 Aktivitas trading
4.2.2 Manajemen posisi dan hedging
Ketika nasabah meminta bank untuk menyediakan transaksi
kas, seperti pinjaman, hedging biasanya dilakukan dengan cara
menggunakan instrumen derivatif :
Hal ini disebabkan dalam instrumen derivatif secara umum
mempunyai keunggulan atas instrumen kas sbb:
• Risiko kredit yang lebih rendah (lower credit risk)
• Kebutuhan pendanaan yang lebih rendah (lower funding
requirement)
• Pembebanan modal yang lebih rendah (lower capital charge)
• Likuiditas yang lebih besar (greater liquidity)
• Biaya transaksi yang lebih rendah (lower dealing costs).
28
4.2 Aktivitas trading
4.2.2 Manajemen posisi dan hedging
Hedging mempunyai beberapa keunggulan tetapi benarbenar membutuhkan pengelolaan yang cermat, karena
instrumen yang digunakan tidak identik dengan transaksi
aslinya.
Umumnya ada beberapa risiko tersisa (residual risk) yang
tidak tercakup dan hal ini harus dapat diukur dan dikontrol.
Dalam beberapa kasus, interaksi hedging dan posisi risiko
dari underlying instrument dapat menyebabkan timbulnya
risiko baru pada posisi perdagangan yang besar.
29
4.2 Aktivitas trading
4.2.2 Manajemen posisi dan hedging
Basis risk adalah salah satu risiko tersisa yang paling
signifikan yang biasanya ditemukan dalam transaksi
portofolio yang hampir serupa dengan transaksi yang
mendasarinya.
Basis risk adalah risiko perubahan atas hubungan antara
harga posisi risiko dan harga instrumen yang digunakan
untuk melakukan hedging posisi risiko tersebut.
Basis risk muncul dalam situasi di mana harga pasar
underlying berbeda pada setiap jenis instrumen tetapi masih
berhubungan sangat erat.
Dimana jarak pergerakan harian dari perbedaan kurs
tersebut umumnya kecil, bank cenderung akan melakukan
hedging atas pergerakan pasar yang umum dan mengelola
basis risk secara terpisah.
30
4.2 Aktivitas trading
4.2.2 Manajemen posisi dan hedging - contoh
Sebuah perusahaan Amerika mempunyai pinjaman dari bank A
yang dibayar dengan tingkat bunga pinjaman dasar (prime lending
rate). Bunga pinjaman tersebut bersifat mengambang (floating) dan
diberlakukan bagi nasabah dengan penilaian yang tinggi (high
credit rating).
Bank A membiayai pinjaman tersebut melalui pasar interbank
(interbank market) pada 6 bulan LIBOR
Hal ini menimbulkan risiko dasar (basis risk) karena perbedaan
antara tingkat bunga dasar (prime) dan bunga 6 bulan LIBOR akan
berfluktuasi selama periode pinjaman.
6 month
LIBOR
Prime Rate
Customer
Bank A
Arus Kas
Market
Arus Kas
31
4.2 Aktivitas trading
4.2.2 Manajemen posisi dan hedging
Difference between Prime Rate and six-month LIBOR
3.40%
3.20%
3.00%
2.80%
2.60%
2.40%
2.20%
2.00%
2002
2003
2004
2005
32
4.2 Aktivitas trading
4.2.3 Pengembangan produk baru
Kegiatan trading bank telah berkembang menjadi lebih rumit
(complex) karena pasar menjadi semakin likuid dan canggih
(sophisticated). Sebagai tambahan, banyak bank yang merasakan
kebutuhan untuk memperdagangkan instrumen portofolio jauh lebih
luas dibandingkan dengan permintaan yang dilakukan oleh nasabah.
Hal ini mengakibatkan bank menjadi semakin ahli dalam
mengembangkan portofolio perdagangan mereka. Perlu dicatat
bahwa dalam kondisi semacam ini bank perlu oula melakukan
investasi untuk mengembangkan struktur pengendalian yang
memastikan bahwa bank memiliki tenaga ahli untuk mengelola risiko
yang diakibatkan oleh kegiatan trading baru. Bank seringkali terjun
ke dalam trading baru tanpa memiliki struktur pengendalian dan
pengawasan yang memadai.
33
4.2 Aktivitas trading
4.2.3 Pengembangan produk baru
Elemen penting dalam pengawasan kegiatan trading bank
adalah prosedur persetujuan untuk produk trading baru yang
independen. Hal ini penting mengingat prosedur tersebut
melibatkan beberapa departemen yang terkait dalam bank.
Prosedur persetujuan
beberapa hal seperti:
sekurang-kurangnya
mencakup
34
4.2 Aktivitas trading
4.2.3 Pengembangan produk baru
Persetujuan bedasarkan
ketentuan yang berlaku
Apakah bank telah memiliki izin
persetujuan atas produk tersebut ?
atau
Dampak terhadap
regulatory capital
Bagaimana pengaruh produk tersebut pada
regulatory capital requirement?
Isu perpajakan
Apakah
produk
tersebut
memiliki
permasalahan terkait dengan perpajakan?
Prosedur akuntansi
Apakah transaksi produk tersebut dapat
dicatat dalam prosedur akuntansi yang ada?
Isu legal dan
dokumentasi
Apakah seluruh persyaratan legal
prosedur dokumentasi telah terpenuhi ?
Sistem IT
Apakah diperlukan ekspansi sistem trading
settlement saat ini?
dan
35
4.2 Aktivitas trading
4.2.3 Pengembangan produk baru
Dukungan operasional
Apakah bank secara akurat dapat mencatat
dan mengelola settlement transaksi?
Pelaporan manajemen
risiko
Apakah sistem manajemen risiko bank dapat
memantau dan mencatat risiko yang diambil
atas posisi yang diambil oleh bank?
pricing and valuation
Apakah prosedur pricing dan mark to market
telah disetujui?
funding requirements
Apakah produk tersebut mempunyai
dampak
signifikan
terhadap
requirements bank?
funding
Implikasi risiko kredit
Apakah bank memiliki credit line yang
cukup untuk mendukung produk tersebut?
Kepatuhan terhadap
prosedur
Apakah
produk
tersebut
memerlukan
pengembangan prosedur kepatuhan yang
baru?
36
4.2 Aktivitas trading
4.2.3 Pengembangan produk baru
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul di atas menggambarkan
berbagai macam isu yang harus dipertimbangkan oleh pengelola
bank jika ingin mengembangan produk baru. Setelah produk baru
disetujui, hal yang penting lainnya adalah monitoring volume trading
untuk memastikan bahwa jika produk tersebut sukses secara bisnis
dan tidak menimbulkan persoalan bagi manajemen.
Pengembangan produk baru atau terjun ke pasar yang baru
merupakan tanda bahwa bank tersebut telah berhasil dalam
operasional kegiatan trading-nya. Namun demikian pada saat yang
bersamaan kondisi tesrebut merupakan tantangan bagi manajemen
bank untuk tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan
menjalankan pengelolaan risiko serta menyediakan capital yang
mencukupi untuk mendukung kegiatan trading yang baru.
37
4 Karakteristik Risiko Pasar
dan Risiko Treasury
4.3 Instrumen Trading
38
4.3 Instrumen trading
4.3.1
Pendahuluan
Terdapat berbagai jenis instrumen trading. Produk-produk yang
lazim
dijumpai
merupakan
instrumen
utama
yang
diperdagangkan secara global berdasarkan volumenya.
Instrumen tersebut sering disebut dengan istilah ‘produk vanilla'
karena merupakan instrumen yang sederhana. Namun
demikian, untuk setiap produk yang standar pun memiliki versi
yang lebih kompleks sejalan dengan perkembangan produkproduk baru untuk memenuhi permintaan nasabah.
Untuk seluruh jenis instrumen yang akan dibahas berikut
diperdagangkan dalam valas adalah US dollar, Euro, Yen dan
Poundsterling.
39
4.3 Instrumen trading
4.3.2 Instrumen cash – transaki spot valas (spot
foreign exchange)
Transaksi valas merupakan komitmen untuk memperdagangkan sebuah
valute tertentu untuk ditukar dengan valuta lain pada tanggal yang telah
disetujui di waktu mendatang. Penetapan tanggal tersebut menentukan
jenis transaksi dan pasar untuk instrumen tersebut.
Transaksi spot valas digunakan untuk pertukaran valuta dalam
jangka waktu dua hari kerja yang akan datang dikenal dengan
nama spot date.
Jangka waktu dua hari kerja tersebut pada awalnya ditentukan
mengingat instruksi settlement yang disampaikan melalui telegraf
baru efektif dalam jangka waktu dua hari kerja. Meskipun saat ini
instruksi dapat disampaikan secara elektronik, namun two day basis
tsb tetap dilakukan. Pasar utnuk transaksi spot valas ini merupakan
pasar yang paling likuid di dunia. Transaksi spot ini menimbu!kan
risiko valas.
40
4.3 Instrumen trading
4.3.2 Instrumen cash – transaksi forward valas
(forward foreign exchange)
Transaksi forward valas adalah transaksi pertukaran
valas dalam jangka waktu melebihi spot date. Pasar
forward pada umumnya memiliki jatuh tempo sampai
dengan satu tahun walaupun terdapat beberapa bank
memberikan quote harga untuk periode yang lebih
lama.
Transaksi forward valas menimbulkan risiko valas dan
risiko suku bunga. Hal ini disebabkan forward
exchange ditentukan berdasarkan tingkat bunga relatif
antara dua valuta dikombinasikan dengan spot
exchange rate.
41
4.3 Instrumen trading
4.3.2 Instrumen cash – transaksi forward valas contoh
Sebuah perusahaan Amerika ingin melakukan pembayaran
pada pengapalan barang-barang Jepang yang akan jatuh tempo
tiga bulan ke depan. Perusahaan tersebut harus membayar
sebesar JPY 100m.
Untuk memastikan biaya pengapalan tersebut dalam US dollar,
perusahaan sepakat dengan bank untuk membeli JPY 100 juta
pada nilai tukar forward JPY/USD saat ini sebesar 100.00.
Hal ini memastikan biaya pengapalan tersebut sebesar USD 1
juta. Tiga bulan mendatang perusahaan membayar USD 1 juta
kepada bank dan menerima JPY 100 juta yang akan dipakai
untuk membayar supplier perusahaan tersebut.
42
4.3 Instrumen trading
4.3.2 Instrumen cash – swap valas
Swap valas adalah gabungan antara transaksi spot
dan transaksi forward. Kedua belah pihak secara
bersamaan melakukan transaksi spot dengan spot
rate dan transaksi forward dengan forward rate untuk
jumlah dan valuta dasar yang sama. Perbedaan
antara dua rate tersebut menggambarkan perbedaan
tingkat suku bunga antar dua valuta pada periode
transaksi. Swap valas menimbulkan risiko suku
bunga.
Contoh berikut akan mengilustrasikan alasan transaksi valas
dengan value date mendatang akan menimbulkan risiko
suku bunga.
43
4.3 Instrumen trading
4.3.2 Instrumen cash – swap valas - contoh
Bank A dapat membeli USD dan menjual JPY untuk 90 hari
mendatang pada rate USD/JPY 99.50. Sebagai altematif Bank A
juga dapat membeli spot date dengan rate 100.
Jika Bank A membeli USD 10 juta dan menjual JPY 1,000 juta
untuk pengiriman spot date dan mengambil posisi untuk hold untuk
jangka panjang selama 90 hari, maka Bank A harus meminjam
JPY 1,000 juta dan meminjamkan USD 10 juta untuk jangka waktu
90 hari.
Jika rate USD 3% dan rate JPY 1%, maka perhitungan bunga
menjadi sebagai berikut:
JPY 2,500,000 paid
USD 75,000 received
(1,000,000,000 x .01 x 90/360)
(10,000,000 x .03 x 90/360)
44
4.3 Instrumen trading
4.3.2 Instrumen cash – swap valas - contoh
Setelah 90 hari posisi bank akan menjadi:
Bertambah (‘Long’) USD 10,075,000 dan berkurang (‘Short’) JPY
1,002,500,000
Nilai tukar efektif sebesar 99.50 diperoleh dengan perhitungan
posisi JPY dibagi posisi USD.
Ini merupakan forward rate yang dapat di ambil oleh bank
dibandingkan dengan jika bank melakukan transaksi spot digabung
dengan pinjaman dan simpanan.
Harga forward dihitung dari perbedaan suku bunga untuk
memastikan bahwa tidak terdapat kemungkinan arbitrase di pasar.
Oleh karena itu harga forward sensitif terhadap setiap perubahan
tingkat suku bunga.
45
4.3 Instrumen trading
4.3.2 Instrumen cash – pinjaman dan simpanan (loans
and deposits)
Loans and deposits diperdagangkan antar bank degan tingkat bunga
tetap dengan jangka waktu tertentu. Jatuh tempo produk ini berkisar
antara overnight hingga lima tahun. Namun demikian, kebanyakan
transaksi mempunyai jatuh tempo kurang dari satu tahun. Bunga
dibayarkan pada saat jatuh tempo bersamaan dengan pembayaran
kembali prinsipal kecuali jika jatuh tempo di atas satu tahun, bunga
dibayarkan per tahun berdasarkan tanggal transaksi.
Pasar uang antar bank (Inter-bank money.market) merupakan tempat
bank memperdagangkan loans dan deposits. Pasar ini digunakan oleh
bank mengambil posisi sebagai antisipasi atas pergerakan suku bunga
ke tingkat yang diharapkan. Namun demikian jumlah volume transaksi di
pasar pada umumnya dipengaruhi oleh kebutuhan bank untuk match
pendanaan dalam rangka menjaga liquidity position-nya.
Loan dan deposit menimbulkan risiko suku bunga.
46
4.3 Instrumen trading
4.3.2 Instrumen cash – obligasi
Obligasi adalah instrumen hutangjangka panjang yang bisa
dipindahtangankan yang dikeluarkan oleh peminjam (issuer
dengan memperoleh sejumlah uang dari investor (holder).
Penerbit obligasi berkewajiban membayar bunga yang telah
ditentukan kepada holder dengan waktu pembayaran tertentu
sepanjang masa berlakunya obligasi dan membayar kembali
pokoknya pada saat maturity.
Obligasi diterbitkan oleh berbagai organisasi dan setiap obligasi
mewakili klaim keuangan terhadap penerbitnya. Sebuah obligasi
vanilla umumnya akan memberikan bunga tetap selama jangka
waktu obligasi tersebut. Istilah vanilla digunakan untuk memberi
indikasi obligasi bahwa obligasi tersebut memiliki fitur standar yang
terdapat di pasar.
47
4.3 Instrumen trading
4.3.2 Instrumen cash – obligasi
Harga obligasi akan dipengaruhi oleh tingkat suku
bunga dan kondisi keuangan penerbit. Perusahaan
pemeringkat, seperti Moody's Investors Service dan
Standard & Poor's mengeluarkan penilaian terhadap
sensitivitas risiko obligasi yang mencakup risiko
kredit dari obligasi.
48
4.3 Instrumen trading
4.3.2 Instrumen cash – obligasi
Moody’s
S&P
Aaa
AAA
D
D
Description
Obligasi memiliki peringkat tertinggi. Kemampuan untuk
membayar bunga dan pokoknya sangat kuat.
Obligasi berperingkat D menunjukkan bahwa obligasi
dalam keadaan default/macet, dan/atau terdapat
tunggakan pembayaran kembali pokokobligasi.
Peringkat di atas didasarkan pada peringkat obligasi.
Obligasi menimbulkan risiko suku bunga umum (general interest
rate risk) dan risiko spesifik (specific risk).
49
4.3 Instrumen trading
4.3.2
Instrumen cash – trading ekuitas
Trading ekuitas (equity trading) adalah jual beli saham dari
suatu perusahaan yang masuk bursa saham dan tercatat di
pasar bursa di seluruh dunia. Saham biasa mewakili
kepemilikan pada sebuah perusahaan. Pemegang saham
memiliki ekspektasi utnuk memperoleh pembayaran deviden
yang diperoleh dari laba perusahaan.
Pemegang Saham tersebut juga akan menikmati kenaikkan
(gain) nilai saham yang dipegangnya. Oleh karena itu,
semakin bagus dan berhasil perusahaan tersebut, maka
semakin besar pula return yang diperoleh pemegang saham.
Harga suatu saham mewakili persepsi pasar terhadap nilai
perusahaan saat ini. Harga saham akan berfluktuasi sejalan
dengan penyesuaian nilai pasar terhadap perusahaan
tersebut berdasarkan inforamsi yang diterima. Pemegang
saham sebuah perusahaan akan terekspos pada risiko
ekuitas dan risiko spesifik.
50
4.3 Instrumen trading
4.3.2 Instrumen cash – trading komoditas
Trading komoditas (commodity trading) adalah pembelian
dan penjualan produk komoditas secara fisik yang
diperdagangkan dalam pasar sekunder. Transaksi ini
meliputi produk-produk pertanian (agricultural products),
minyak, dan logam mulia. Produk dibeli dan dijual pada
tempat tertentu dan tanggal yang disepakati.
Terdapat pasar spot dan forward untuk beberapa produk ini
dan masing-masing produk memiliki fitur tambahan yang
terkait secara langsung dengan karakteristik fisik produk
tersebut.
51
4.3 Instrumen trading
4.3.2 Instrumen cash – trading komoditas
Sebagai contoh produk dengan ciri spesifik dapat dilihat
pada pasar minyak mentah (crude oil). Lokasi juga
merupakan faktor penting dalam perdagangan komoditas
minyak ini.
Sebuah tanker minyak mentah di Amerika akan
mempunyai harga yang berbeda dengan tanker minyak
mentah di Malaysia karena perbedaan keseimbangan
permintaan/penawaran
pada
setiap
region
dan
perbedaan biaya transportasi minyak antar wilayah.
Posisi pada produk komoditas akan menimbulkan risiko
komoditas dan posisi forward akan memberikan
tambahan risiko suku bunga sebagaimana kontrak
forward valas.
52
4.3 Instrumen trading
4.3.3
Instrumen derivatif
Dalam 20 tahun terakhir, derivatif telah berkembang menjadi
pelaku utama risiko pasar dengan inovasi produk yang
dikembangkan oleh bank bagi nasabahnya.
Produk-produk tersebut, selama ini dikategorikan sebagai
instrumen cash dan produk tersebut merupakan underlying
dari transaksi produk-produk derivatif.
53
4.3 Instrumen trading
4.3.3
Instrumen derivatif
Ciri utama hampir semua derivatif adalah dalam
transaksi jumlah pokok tidak turut dipertukarkan
sehingga secara substansial mengurangi risiko kredit dan
risiko settlement. Transaksi ini sering disebut sebagai
contracts for difference mengingat perubahan harga
relatif dari underlying instrumen kas yang dipertukarkan.
Dengan mengurangi risiko kredit, bank dapat melakukan
perdagangan dengan banyak pihak (counterparties)
dibanding dengan yang bisa dilakukan melalui instrumen
kas (cash instruments). Hal ini mengakibatkan pasar
derivatif menjadi lebih likuid sehingga volume
perdagangan tumbuh pesat sejalan pula dengan jumlah
risiko yang diambil.
54
4.3 Instrumen trading
4.3.3 Instrumen derivatif
Beberapa produk derivatif diperdagangkan pada pasar future
(futures exchange) dan lainnya diperdagangkan di pasar OTC
(over-the-counter).
Pasar OTC adalah pasar dimana satu bank dengan bank
lainnya melakukan transaksi secara langsung tanpa melalui
bursa.
Ada banyak jenis “exotic” derivatif yang memiliki gabungan
antara risiko dan pembayarannya.
Namun demikian, produk-produk tersebut dapat dirinci menjadi
produk normal (vanilla products) seperti dijelaskn berikut ini
55
4.3 Instrumen trading
4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak future (futures
contracts)
Salah satu jenis derivatif yang paling penting adalah
kontrak futures (futures contract). Kontrak futures
dilakukan di dalam pasar yang berfungsi sebagai
clearing house bagi semua counterparties.
Semua perdagangan dilakukan melalui pasar. Hal ini
berarti bank tidak mempunyai risiko kredit dengan
banyak pihak tetapi hanya dengan pasar tersebut.
Kontrak futures membentuk posisi berdasarkan
instrumen yang mendasarinya pada tanggal tertentu di
kemudian hari. Kontrak future tersedia untuk sebagian
besar instrumen kas mulai dari obligasi sampai
komoditas.
56
4.3 Instrumen trading
4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak future
Secara umum, kontrak future mempunyai ciri-ciri sbb:
• exchange traded
• Jumlah tetap untuk setiap kontrak (fixed amount per
contract)
• tanggal tetap untuk delivery (fixed dates for delivery)
• Persyaratan delivery yang pasti (precise delivery conditions)
• Margin calls harian (daily margin calls).
Kontrak future mempunyai risiko yang sama seperti instrumen
yang mendasarinya dan akan ada risiko suku bunga pada saat
tanggal delivery
57
4.3 Instrumen trading
4.3.3
Instrumen derivatif – kontrak future - contoh
Sebuah obligasi future yang diperdagangkan untuk delivery
pada Desember 2005 akan menggunakan dasar harga forward
dari obligasi yang mendasarinya (underlying bond).
Jika pembeli memegang posisi sampai tanggal delivery, penjual
akan mempunyai kewajiban untuk memberikan obligasi sesuai
dengan kontrak kepada pembeli.
Pada prakteknya delivery secara fisik jarang terjadi karena
penyelesaian kas dilakukan atas perbedaan harga antara
transaksi aslinya dan harga pada saat tanggal penyerahan
58
4.3 Instrumen trading
4.3.3 Instruments derivatif – swap bunga (interest rate
swaps)
Swap bunga (Interest rate swaps) adalah derivatif
OTC yang memungkinkan bank dan nasabah untuk
memperoleh suku bunga jangka panjang tanpa harus
menggunakan dana jangka panjang.
Risiko kredit dan kebutuhan likuiditas adalah hambatan
utama dalam hal bank menyediakan pendanaan
jangka panjang kepada nasabah. Sebaliknya, banyak
nasabah yang mempunyai proyek jangka panjang yang
memerlukan pendanaan dengan bunga tetap.
Swap bunga menyediakan solusinya dengan cara
kedua belah pihak untuk melakukan swap suku bunga
tanpa melakukan swap pada jumlah pokoknya.
59
4.3 Instrumen trading
4.3.3
Instruments derivatif – swap bunga
Swap bunga diperdagangkan dengan waktu jatuh tempo
mencapai 30 tahun meski hanya sedikit volume transaksi yang
jatuh temponya berada di atas 10 tahun.
Jatuh tempo
maksimum bervariasi antar valuta dan tergantung pada
underlying pasar obligasi yang terkait dengan valuta tersebut.
Hal ini dikarenakan obligasi digunakan sebagai hedging untuk
swap.
Swap vanilla memiliki suku bunga tetap yang diswap dengan
indeks suku bunga mengambang seperti satu bulan, tiga bulan
atau enam bulan LIBOR. Hal ini berarti semua pihak sepakat
untuk memperdagangkan perbedaan antara dua suku bunga
tersebut. Mengingat bahwa rate LIBOR akan berubah setiap
saat, maka pertukaran bersih (net exchange) juga akan selalu
berbeda sepanjang masa swap.
60
4.3 Instrumen trading
4.3.3
Instrumen derivatif – swap bunga
Swap vanilla sebgaina besar diperdagangkan di pasar antar
bank. Namun demikian, pasar ini juga memperdagangkan
beberapa variasi dari swap vanilla swap untuk memenuhi
kebutuhan end-user.
Bank memakai gabungan dari instrumen hedging untuk
mengelola risiko suku bunga yang ditimbulkan dari oleh
transaksi swap.
Swap bunga menimbulkan risiko suku bunga
61
4.3 Instrumen trading
4.3.3
Instrumen derivatif – swap bunga
Bank A
Suku Bunga kredit yang
dibayarkan kepada
Bank A 6 bulan LIBOR
XYZ
Company
Suku bunga tetap
kepada Bank B pada 5%
Bank B
Suku bunga mengambang
diterima dari Bank B 6 bulan LIBOR
62
4.3 Instrumen trading
4.3.3
Instrumen derivatif – swap valuta
Swap valuta memiliki fitur yang sama dengan swap
bunga, hanya saja terdapat flow bunga dalam mata
uang yang berbeda.
Sebagai contoh, flow bunga dalam USD menjadi EUR.
Perbedaan pokok antara swap bunga (interest rate
swap) bunga dan swap valas (currency swaps) adalah
jumlah pokok ikut ditransaksikan dalam currency swap
pada spot rate.
Curency swaps menimbulkan risiko suku bunga dan
risiko valas.
63
4.3 Instrumen trading
4.3.3 Instrumen derivatif – swap valuta – contoh
GBP
Stage 1 –
Beginning
Customer
Initial exchange with Bank
sells GBP v Euro at 1.46
Bank
Initial
exchange
optional
Bank
Interest
rates can
be fixed or
floating
Bank
Final
exchange
compulsory
EURO
Stage 2 –
Quarterly
through
deal life
Fixed EURO Interest Rate
Customer
Floating GBP LIBOR
EURO
Stage 3 –
Maturity
Customer
Final exchange of currencies
at 1.46 (as stage 1)
GBP
64
4.3 Instrumen trading
4.3.3 Instrumen derivatif – perjanjian forward rate
(forward rate agreements)
Forward rate agreements (FRAs) adalah kontrak derivatif OTC
yang memungkinkan bank untuk mengambil perbolehkan bank
untuk mengambil posisi forward pada suku bunga.
Kontrak
tersebut
memberikan
hak
untuk
meminjamkan/meminjam dana dengan bunga tetap untuk
jangka waktu tertentu yang dimulai pada waktu yang akan
datang.
Dalam hal ini, tidak terdapat pergerakan pokok
pinjaman dan pada saat maturity, settlement cash dilakukan
untuk perbedaan antara rate kontrak dengan rate LIBOR pada
periode tersebut.
FRAs adalah versi OTC dari kontrak interest rate futures dan
lebih fleksibel dibanding dengan futures.
FRAs menimbulkan risiko suku bunga
65
4.3 Instrumen trading
4.3.3 Instrumen derivatif – perjanjian forward rate –
contoh
Paying notional 3 month LIBOR
Bank V
Bank X
Receiving notional agreed
fixed rate for 1v3 month FRA
Receiving
3 month
deposit rate
Bank Y
Bank V enters into a FRA with Bank X
for the right to deposit USD for
3 months beginning in 1 month’s time.
In 1 month’s time Bank V places physical
deposit with Bank Y and receives 3 month
deposit rate.
66
4.3 Instrumen trading
4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak option (option
contracts)
Kontrak option (option contract) memberikan hak kepada
pembeli, namun bukan kewajiban, sesuai kontrak
underlying pada tingkat harga yang disepakati.
Hal ini berarti bahwa transaksi underlying hanya akan
dieksekusi jika rate menguntungkan bagi pembeli option.
Penjual menanggung risiko yang tidak terbatas dan
memperoleh premi sebagai kompensasi. Kontrak option
menimbulkan risiko baru di luar risiko inherent pada
instrumen underlying. Option dapat dibuat berdasarkan
hampir semua instrumen kas maupun derivatif dan
bahkan terdapat kontrak opsi berdasarkan opsi.
67
4.3 Instrumen trading
4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak option
Istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan transaksi option
adalah:
call
call option memberikan hak kepada buyer untuk membeli
instrument underlying
put
put option memberikan hak kepada buyer untuk menjual
instrument underlying
premium
Jumlah uang yang harus dibayar oleh buyer kepada seller
strike price
Harga pada saat transaksi underlying akan dieksekusi
exercise
buyer meng‘exercises’ option untuk memasuki kontrak
underlying
expiry date
Tanggal terakhir option harus di-exercise
American
Option yang hanya bisa di-exercise pada tanggal berapa pun
sampai dengan expiry date
European
Option yang hanya bisa di-exercise pada saat expiry date
68
4.3 Instrumen trading
4.3.3
Instrumen derivatif – kontrak option
Penentuan harga option didasarkan pada probabilitas bahwa
option tersebut akan di-exercise. Pengukuran volatilitas
digunakan untuk menghitung harga option.
Volatilitas harga option adalah harga pasar yang merefleksikan
ekspektasi pasar terhadap pergerakan harga pada masa
berlakunya option.
Volatilitas yang digunakan untuk membuat harga option
ditentukan oleh pasar dan hal tersebut merupakan risiko
tersendiri.
69
4.3 Instrumen trading
4.3.3
Instrumen derivatif – kontrak option
Option menimbulkan risiko inheren yang terdapat
dalam instrumen underlying jika opsi di exercise.
Option memiliki risiko volatilitas dan risiko suku
bunga terkait dengan tanggal penyerahan di masa
yang akan datang atas instrumen underlying.
Sebagai contoh, sebuah option dari sebuah obligasi
mempunyai risiko yang sama dengan underlying
bond seperti risiko perubahan dalam volatilitas
harga obligasi tersebut.
70
4.3 Instrumen trading
4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak option - contoh
Sebuah perusahaan jepang ingin membeli USD 10 juta tiga bulan ke depan
untuk rencana membeli pabrik Amerika.
Perusahaan tersebut tidak
menghendaki membuat komitmen untuk membeli USD 10 juta tetapi
membutuhkan perlindungan terhadap kenaikan nilai tukar USD jika mereka
memutuskan untuk membeli pabrik tersebut. Jadi mereka membeli option.
Diagram di bawah ini mengilustrasikan bagaimana biaya pembelian pabrik
bervariasi dalam JPY tanpa melakukan kontrak opsi. Diagram menunjukkan
bahwa perusahaan akan menderita kerugian sebesar JPY 100 juta jika spot
rate bergerak sampai 110.
Change in cos t in Ye n w ithout option
150
Yen (m)
100
50
0
90
92
94
96
98
100 102 104 106 108 110
- 50
- 100
- 150
Spot rate
71
4.3 Instrumen trading
4.3.3
Instrumen derivatif – kontrak option – contoh
Perusahaan membeli European USD call option yang akan jatuh
tempo tiga bulan kemudian dengan strike price 100 terhadap JPY
yang juga merupakan current USD/JPY spot price. Premi pembelian
option ini sebesar JPY 30 juta.
Pada saat jatuh tempo, perusahaan setuju untuk membeli pabrik dan
membutuhkan untuk membeli USD dan menjual JPY
Spot rate sekarang 108.00 dan perusahaan melakukan exercise
option tersebut dan membeli USD dari penjual pada strike price
100.00
Jika spot rate jatuh dibawah 100.00 perusahaan akan membiarkan
option tersebut sampai jatuh tempo dan tidak melakukan exercise
dan membeli dollar pada nilai tukar yang lebih rendah di pasar.
72
4.3 Instrumen trading
4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak option – contoh
Kemungkinan hasilnya dapat dilihat pada diagram di bawah. Diagram
menunjukkan, jika spot rate jatuh di bawah 90 perusahaan akan
menghemat JPY 70 juta.
Possible outcom es if factory purchased
80
60
Yen (m)
40
20
0
90
92
94
96
98 -20100 102 104 106 108 110
-40
Spot rate
73
4.3 Instrumen trading
4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak option – contoh
Jika pembelian pabrik tidak terjadi maka perusahaan tersebut akan
membiarkan kontrak option tersebut.
Diagram 4.5 dibawah
memperlihatkan kemungkinan harga option pada beberapa nilai tukar
spot (spot rate) pada saat jatuh tempo. Jika rate naik diatas 103
perusahaan akan mampu menutup premiumnya dan mendapatkan
keuntungan. Jika rate jatuh dibawah 100, pada saat jatuh tempo
perusahaan tidak dapat menutup premiumnya.
Option values if factory not purchased
80
60
Yen (m)
Premium
given up
40
Premium
recouped
& profit
20
0
90
92
94
96
98 - 20100 102 104 106 108 110
- 40
Spot rate
Premium
partially
recouped
74
4 Karakteristik Risiko Pasar
dan Risiko Tresury
4.4 Pricing dan Mark-to-Market
75
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.1 Pricing
Salah satu pengendalian terpenting yang dimiliki oleh bank
dalam mengelola operasional trading adalah memastikan
bahwa posisi trading open dinilai secara harian
menggunakan harga pasar saat ini. Proses penilaian
kembali menggunakan harga pasar saat ini disebut
“marking-to-market”. Untuk mengetahui hal-hal apa yang
diperlukan untuk melakukan penilaian berdasarkan harga
pasar, maka langkah pertama adalaha dengan melihat
bagaimana instrumen tersebut dinilai
Instrumen keuangan dinilai dengan cara yang paling sederhana
menggunakan perbandingan tunggal hingga model keuangan yang
kompleks. Prinsip-prinsip dasar pricing atas instrumen trading utama
akan dibahas berikut ini namun tanpa menggunakan detail matematis
dari beberapa model.
76
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.2 Kurva Hasil (Yield curves)
Semua instrumen keuangan dengan aliran kas masa yang akan
datang dinilai dengan menghitung nilai sekarang (present value)
dari arus kas masa depan instrumen tersebut. Nilai sekarang dari
berbagai arus kas masa depan dihitung dengan mendiskonto
future value menggunakan tingkat tingkat bunga saat ini.
Oleh karena itu, tingkat bunga pasar diperlukan untuk tanggal
dimana terdapat aliran kas. Untuk menghitung bunga pasar, bank
membuat kurva pendapatan menggunakan yield curve model.
Uraian berikut telah disederhanakan untuk menggambarkan
bentuk dari yield curve model. Yield curve yang digunakan oleh
trader lebih kompleks dan dibuat berdasarkan beberapa
instrumen untuk memastikan konsistensi kurva tersebut.
77
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.2 Yield curves
Input yang digunakan untuk model yang telah disederhanakan
adalah tingkat bunga pasar untuk periode tertentu. Periode tersebut
adalah 1, 2, 3, 6 dan 12 bulan serta 2, 3, 5 dan 10 tahun. Gambar
dibawah ini menunjukan bentuk dari kurva tersebut.
Rates
Yield Curve
8
7.5
7
6.5
6
5.5
5
4.5
4
1m
2m
3m
6m
12m
2y
3y
5y
10y
Maturity
78
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.2 Yield curves
Nilai dari produk yang berkaitan dengan tingkat bunga
serta produk dengan arus kas pada waktu bersifat
sensitif terhadap perubahan pada yield curve.
Nilai sebuah produk mungkin sensitif untuk berubah
dalam satu atau lebih tingkat yield curve tergantung
pada masa jatuh tempo dan karakteristik finansial dari
instrumen tersebut.
Pada prakteknya, masing-masing mata uang utama memiliki
sejumlah yield curve yang dipergunakan pada waktu
bersamaan.
Perbedaan antar kurva tersebut terutama adalah perbedaan
instrumen underlying yang dipergunakan untuk menentukan
waktu tertentu.
79
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.2 Yield curves
Jenis-jenis interest rate-related yield curva adalah sebagai berikut :
• Cash - digunakan untuk menilai kembali posisi pinjaman dan
simpanan. Titik-titik dari kurva ditentukan berdasarkan tanggal
jatuh tempo standar yang diperdagangkan di pasar antar bank.
• Derivatif - kurva ini dipergunakan untuk menilai semua jenis
derivatif termasuk option. Titik-titik kurva ditentukan berdasarkan
gabungan instrumen yang dimulai dari suku bunga kas (cash rate)
berjangka pendek diikuti oleh kontrak future. Akhirnya suku bunga
jangka panjang ditentukan berdasarkan suku bunga swap untuk
jangka waktu perdagangan standar. Gabungan instrumen tersebut
berhubungan instrumen hedging underlying digunakan bank untuk
melindungi risiko derivatif.
80
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.2 Yield curves
Jenis-jenis utama yield curva yang berkaitan dengan suku bunga
adalah sebagai berikut :
• Obligasi - obligasi dinilai berdasarkan harga yang didapat dari
harga penutupan akhir hari. Namun demikian, tidak semua
obligasi aktif
diperdagangkan setiap hari. Bank dapat
mempergunakan kurva obligasi untuk menentukan harga
penutupan berdasarkan harga penutupan obligasi yang
diperdagangkan secara aktif. Kurva tersebut biasanya ditentukan
berdasarkan jatuh tempo standar perdagangan dalam pasar
obligasi pemerintah. Obligasi dapat sebagai spread dari pasar
obligasi pemerintah yang dipakai sebagai benchmark tsb jika
harga pasar obligasi tidak tersedia. Hal ini menunjukkan
perbedaan likuiditas obligasi dan peringkat penerbitnya.
81
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.2 Yield curves
•
basis - tidak seluruh instrumen suku bunga diperdagangkan
secara aktif di pasar antar bank untuk memenuhi kebutuhan
nasabah. Tingkat bunga yang ditetapkan oleh bank sentral untuk
surat-surat berharga (dikenal sebagai Base Rate di UK) adalah
sebuah contoh yang bagus. Kurva tersebut umumnya ditunjukkan
dengan spread di atas atau dibawah kurva standar. Masingmasing titik pada kurva memiliki perbedaan bunga spesifik yang
terkait dengan jatuh tempo pada kurva standar
82
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.3 Obligasi, ekuitas, komoditas dan valas
Transaksi obligasi, ekuitas, spot valas, spot komoditas dinilai
berdasarkan perbedaan antara harga awal perdagangan dengan
harga pasar terkini. Nilai tukar forward valas dihitung dengan
menyesuaikan spot rate terkini dengan forward margin terkait.
Margin yang mendekati dapat dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut:
Forward margin = Spot x Interest differential x Time / (Days in year x 100)
• perbedaan tingkat bunga adalah perbedaan absolut antara valuta
dasar dengan valuta asing.
• jangka waktu adalah waktu sampai dengan maturity yang
dinyatakan dengan hari .
• jumlah hari dalam setahun biasanya diambil 360 hari, akan tetapi
365 juga dipergunakan untuk beberapa mata uang.
83
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.3 Obligasi, ekuitas, komoditas dan valas – contoh
USD/JPY ditawarkan sebagai jumlah yen per satu dolar US. Hal ini
berarti yen adalah mata uang asing dan US dolar adalah mata uang
dasar.
Spot rate = 105.00
Rate JPY 1 bulan = 1%
Rate USD 1 bulan = 4%
Time to maturity = 30 days
Jumlah hari dalam 1 tahun = 360
Forward margin = 0.2625
(105.00 x (4 – 1) x 30 / 36000)
Hal ini dapat diuji dengan melihat perhitungan bunga ekuivalen:
Pada spot
SD 1,000,000
Interest due
USD 3,333.33
Pada saat maturity USD 1,003,333.33
Forward margin = - 0.26
JPY 105,000,000 = 105
JPY 87,500
JPY 105,087,500 = 104.74
(104.74 – 105)
84
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.4 Option
Pada dasarnya, penentuan harga option tersebut dakan
bernilai pada saat jatuh tempo.
Penentu penting dari nilai option tersebut adalah :
• tingkat strike price relatif terhadap harga pasar saat itu.
Jika strike price sama dengan harga pasar saat itu,
option tersebut memiliki peluang 50% akan bernilai saat
jatuh tempo, karena dianggap terdapat kemungkinan
yang sama nilai tukar dapat naik atau turun.
• waktu sebelum jatuh tempo. Semakin panjang jangka
waktu sebelum jatuh tempo, maka makin tinggi preminya
karena option memiliki lebih banyak waktu untuk menjadi
bernilai.
• Besar-kecilnya volatilitas harga pasar. Semakin
bergejolak harganya, maka preminya makin tinggi.
85
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.4 Option
Diagram dibawah ini menunjukan variasi jarak yang mungkin pada
nilai kurs untuk opsi rate valas JPY/USD untuk membeli dolar US
pada strike price 105.00 terhadap yen jepang. Kurs saat ini adalah
100.00. Beragam tanggal jatuh tempo hingga 12 bulan dan 3
volatilitas yang berbeda diperlihatkan untuk untuk.
Call option strike 105
115
Exchange rate
110
105
100
95
90
85
0
2
4
6
8
10
12
Months
86
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.4 Option
Strike price dan waktu jatuh temponya dipilih oleh pembeli option.
Volatilitas adalah ukuran statistik yang dapat diperoleh dari
pergerakan harga historis.
Namun, yang sering kali terjadi, data historis tidak selalu menjadi
alat prediksi yang baik untuk masa mendatang, sehingga pasar
menggunakan nilai volatilitas yang diharapkan.
Besarnya volatilitas berbeda-beda sesuai tanggal jatuh tempo dan
diperlihatkan dengan kurva yang menggunakan periode yang
sama seperti seperti yield curve.
87
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.4 Option
USD/Yen foreign exchange option volatilities
Annual volatility
10.50
10.00
9.50
9.00
1 Week
1 Month
3 Month
6 Month
1 Year
2 Years
Option maturity
Tingkat Volatilitas pasar dimasukan ke dalam rumus penentuan harga option
bersama dengan harga pasar yang berlaku bagi instrumen underlying untuk
menghitung nilai pasar option saat ini.
88
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.5 Proses mark-to-market
Dalam posisi operasi perdagangan yang besar,
posisi akan berubah dari menit ke menit saat
para trader mengelola posisi risiko mereka.
Karenanya penting bagi manajemen senior bank
untuk memiliki prosedur mark-to-market yang
kuat untuk mengawasi kinerja para trader.
Pada umumnya proses ini adalah proses yang dilakukan setiap hari dimana
sebuah unit kerja yang independen terhadap trader, akan mendapatkan dan
memverifikasi harga pasar dan memeriksanya untuk semua instrumen yang
ada dalam trading book.
Untuk pasar dimana perdagangan dilakukan secara langsung dengan
counterparties, closing price akan diperoleh dari broker yang aktif dalam pasar.
Broker bersifat independen terhadap bank, dan karena sifat pekerjaannya
broker akan mengetahui harga pasar saat ini.
89
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.5 Proses mark-to-market
Beberapa harga dapat diperoleh dari tingkat suku bunga resmi yang
ditetapkan secara harian. Sebagai contoh adalah penetapan suku bunga
harian LIBOR oleh British Bankers‘ Association di London. Suku bunga ini
digunakan untuk menyelesaikan berbagai kontrak derivatif dan juga untuk
kepentingan analisa historis. Penetapan resmi terjadi di banyak pusatpusat keuangan dunia untuk jenis suku bunga berbeda. Selain dari broker
dan penetapan resmi, harga penutupan beberapa instrumen diperoleh
dari bursa resmi. Sebagai contoh, harga penutupan ekuitas ecara resmi
ditentukan oleh bursa saham dimana saham itu tercatat. Ini digunakan
untuk melakukan mark-to-market posisi ekuitas. Futures dan option atas
futures diperdagangkan pada bursa berjangka di seluruh dunia. Masingmasing menetapkan harga penutupan resmi setiap hari yang digunakan
untuk menilai kembali ulang semua posisi.Kontrak berjangka
diperdagangkan untuk tingkat suku bunga, kurs, obligasi, komoditas,
indeks energi dan pasar saham. Bursa futures secara konsisten
mengembangkan kontrak-kontrak baru untuk memenuhi permlntaan
pasar.
90
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.5 Proses mark-to-market
Prosedur mark-to-market terdiri dari kegiatan pengumpulan
informasi harga, verifikasi harga dan pemasukkan ke dalam
revaluasi bank. Kemudian sistem itu akan menghitung nilai
untuk setiap instrumen, yang akan dicatat didalam
pembukuan bank. Nilai saat ini juga disebut sebagai
replacement value sebab mencerminkan jumlah yang
harus dibayar bank jika harus melakukan transaksi pada
harga pasar saat inidia butuh untuk mengganti transaksinya
pada harga pasar saat ini. Seringkali sistem juga
menghitung posisi risiko saat ini yang dihasilkan oleh
instrumen yang dinilai kembali, walapun terkadang
dijalankan oleh sistem risiko yang berbeda.
91
4.4 Pricing dan mark-to-market
4.4.5 Proses mark-to-market
Nilai saat ini dari transaksi digunakan untuk berbagai keperluan :
• perhitungan laba rugi, dilakukan dengan cara membandingkan
nilai saat ini dengan nilai aslinya.
• perhitungan risiko kredit counterparty, dilakukan dengan
menganalisa nilai saat ini dari semua transaksi dengan
conuterpatiy.
• perhitungan agunan untuk transaksi OTC menggunakan nilai saat
ini dari instrumen yang dimiliki sebagai agunan untuk memastikan
bahwa agunan tsb cukup nilainya jika dibandingkan dengan
ekposur terhadap counterparty.
• margin call oleh bursa berjangka didasarkan pada nilai pasar saat
ini. Margin dpat dipersamakan dengan pembayaran agunan atas
transaksi OTC.
• untuk instrumen yang diseslesaikan secara tunai, digunakan nilai
pasar akhir untuk menyelesaikan transaksi dengan pihak lain.
92
4 Karakteristik Risiko Pasar
dan Risiko Treasury
4.6 Asset and Liability
Management (ALM)
93
4.6 Asset and liability management
4.6
Asset and liability management (ALM)
umumnya ALM memiliki sasaran utama
mengelola risiko tingkat suku bunga dalam neraca
bank dan memastikan bahwa risiko tingkat suku
bunga yang melekat pada bisnis bank tidak mengganggu
Pada
kestabilan aliran pendapatan bank.
94
4.6 Asset and liability management
4.6
Asset and liability management (ALM)
Aliran pendapatan sebagaimana disebutkan di atas pada
umumnya berupa pendapatan bunga bersih (Net Interest
Income/NII) bank.
NII adalah perbedaan antara biaya bunga untuk
mengumpulkan simpanan (dan utang lainnya) dengan
bunga yang dibebabkan atas pinjaman (dan aktiva
lainnya). Current value (net present value) dari aliran NII
memberikan sumbangan besar dalam menentukan nilai
bank. Tujuan stabilisasi NII dapat juga dikatakan sebagai
stabilisasi nilai bisnis. Hal ini merupakan hal yang sering
ditemui di AS.
95
4.6 Asset and liability management
4.6
Asset and liability management (ALM)
Akuntansi manajemen merupakan sebuah struktur pelaporan yang
didasarkan pada informasi yang mencerminkan cara manajemen
sebuah bank memandang.
Sebaliknya, statutory financial accounts, (misalnya laporan rugi laba
dan neraca) harus disiapkan sesuai dengan standar pelaporan dan
harus mematuhi standar akuntansi nasional. Namun praktek
akuntansi manajemen seringkali dipengaruhi oleh standar akuntansi
keuangan yang diikuti oleh negara dimana bank itu berada.
Aktivitas ALM mencakup dua risiko – risiko tingkat suku bunga dalam
banking book dan risiko likuiditas.
96
4.6 Asset and liability management
4.6.1 Risiko tingkat suku bunga dalam banking book
Risiko pasar dalam banking book adalah risiko kerugian
dimana sebuah bank terekspos kepada risiko suku bunga
pasar yang berubah karena struktur yang mendasari
bisnisnya, seperti aktivitas pemberian pinjaman dan
penerimaan deposito.
Risiko tingkat suku bunga dalam banking book
adalah risiko kerugian akibat perubahan tingkat suku
bunga yang merugikan.
Risiko tingkat suku bunga dalam banking book pada umumnya
terjadi akibat bisnis yang dilaksanakan sebuah bank dengan para
nasabah korporasi dan ritel-nya.
97
4.6 Asset and liability management
4.6.1 Risiko tingkat suku bunga dalam banking bookcontoh
Nasabah
KPR
Bayar 5 tahun
suku bunga tetap
Bank H
Deposan
Bayar suku bunga
mengambang bulanan
Bank H menjalankan bisnis yang memiliki risiko tingkat suku bunga
yang besar.
Jika risiko tingkat suku bunga naik di atas yield curve, bank harus
membayar lebih bagi para deposannya di dalam periode maksimal
30 hari, tetapi tidak dapat menaikkan semua bunga KPR-nya hingga
lima tahun.
98
4.6 Asset and liability management
4.6.1 Risiko tingkat suku bunga dalam banking bookcontoh
American savings and loan associations
The American savings and loan associations (S&Ls) adalah pemberi kredit
mortgage. Pada beberapa negara bagian, asosiasi tersebut mempunyai
kewenangan untuk melakukan investasi langsung untuk memiliki bisnis lain
dan menjalankan pengembangan properti.
Hingga tahun 1980-an asosiasi tersebut merupakan asosiasi yang dimiliki
oleh para anggotanya, tetapi akibat bencana risiko pasar banking book
(dijelaskan selanjutnya) yang menimpa industri itu, kini sebagian besar
asosiasi dimiliki oleh pemerintah federal atau pemegang saham.
Perkiraan awal biaya penyelamatan (bailout) berjumlah hingga USD 500
miliar atau kira-kira USD 2,000 untuk setiap warga negara AS. Terdapat
banyak fraud yang terjadi dalam asosiasi, namun akar penyebab krisis
tersebut pada dasarnya ada dua.
99
4.6 Asset and liability management
4.6.1 Risiko tingkat suku bunga dalam banking bookcontoh
Pertama, dana dikeluarkan untuk membeli properti dengan harga di
atas harga pasar. Saat semua jatuh, jaminan atas sebagian
mortgages menjadi tidak bernilai.
Kedua, walaupun tingkat suku bunga atas sebagian mortgage
merupakan suku bunga tetap, kurangnya klausul cost recovery atas
pelunasan dipercepat membuat para peminjam mampu mendanai
mortgage-nya dengan biaya yang lebih rendah saat tingkat suku
bunga mulai turun.
Namun demikian, sebagian besar S&L masih terkait pinjaman
dengan suku bunga lebih tinggi dan tidak dapat membayar kembali
pinjaman mereka dari pasar wholesale tanpa memberikan
kompensasi kepada pemberi pinjaman.
100
4.6 Asset and liability management
4.6.1 Risiko tingkat suku bunga dalam banking bookcontoh
Posisi mis-match yang terjadi karena adanya pemberian kredit dengan
bunga rendah sementara asosiasi terikat pada pinjaman dengan bunga yang
lebih tinggi menyebabkan banyak S&L jatuh dengan kerugian mencapai
miliaran dollar.
Beberapa contoh terburuk dari kondisi mis-match di atas adalah sebagai
berikut:
• Pada bulan Juni 1988 American Diversified, S&L California, menyatakan
diri insolvabel dengan kerugian sebesar USD 800 juta. Total aktiva telah
tumbuh dari USD 11.7 juta pada bulan Juni 1983 menjadi USD 1.1 miliar
pada bulan Desember 1985.
• Pada bulan September 1988 Silverado S&L di Denver, Colorado jatuh
dengan kerugian sebesar USD 1 miliar. Neracanya berkembang dari USD
250 juta pada tahun 1982 menjadi USD 2.7 miliar pada saat jatuhnya.
101
4.6 Asset and liability management
4.6.1 Risiko tingkat suku bunga dalam banking bookcontoh
Pada bulan April 1989 asosiasi S&L California jatuh dengan
kerugian sebesar USD 2.5 miliar, yang harus didanai oleh pembayar
pajak AS. Asosiasi kehilangan USD 14 juta dalam delapan bulan
pertama tahun 1988 dan USD 11 juta pada bulan January 1989
sebagai akibat dari spekulasi dalam pasar valas. Simpanan asosiasi
tersebut naik dari USD 1 miliar pada tahun 1983 menjadi USD 6
miliar pada bulan April 1989 saat akhirnya diambil alih oleh the
Federal Savings and Loan Insurance Corporation.
102
4.6 Asset and liability management
4.6.1 Risiko tingkat suku bunga dalam banking book
Risiko tingkat suku bunga dalam banking book tidak dicakup secara
rinci dalam Basel II Accord. Namun pada Juli 2004, sebulan setelah
Basel Committee menerbitkan “International Convergence of Capital
Measurement and Capital Standards: a Revised Framework”, Basel
Committee menerbitakn "Principles for the Management and
Supervision of Interest Rate Risk”.
Dokumen tersebut membahas manajemen risiko tingkat suku bunga
termasuk yang ada dalam banking book.
103
4.6 Asset and liability management
4.6.1 Kegiatan asset and liability management
Asset and liability management tidak hanya berkepentingan dalam
pengelolaan risiko dan penstabilan nilai bisnis, namun juga
mempunyai kepentingan dalam:
• mempertahankan struktur likuiditas kegiatan usaha pada tingkat
yang diinginkan
• masalah lain yang dapat mempengaruhi bentuk dan struktur
neraca sebuah bank
• masalah yang dapat mempengaruhi stabilitas pendapatan seiring
berjalannya waktu.
104
4.6 Asset and liability management
4.6.1 Kegiatan asset and liability management
Ada beberapa masalah yang dapat mengakibatkan munculnya
kebutuhan untuk menyeimbangkan bentuk dan struktur neraca
sebuah bank. Sebagian masalah diakibatkan oleh bank internasional
yang memiliki struktur modal yang didominasi oleh mata uang negara
mereka namun dengan pendapatan dan banyak aktiva dan utang
dalam mata uang lainnya. Hal ini dapat menimbulkan risiko nilai tukar
misalnya:
• laba saat ini dan saat yang akan datang dari operasi di luar negeri
bisa bergejolak saat ditranslasikan ke dalam mata uang domestik
karena perubahan dalam nilai tukar.
• modal mata uang domestik yang dialokasikan pada operasi luar
negeri mendukung struktur aktiva mata uang asing. Ini dapat
mengakibatkan gejolak pada rasio modal terhadap aktiva saat nilai
tukar berubah.
105
4.6 Asset and liability management
4.6.1 Kegiatan asset and liability management
Manajer asset and liability harus mengakui bahwa:
• neraca bank komersial bukanlah kumpulan aktiva dan utang yang
stabil (pinjaman dan simpanan baru terus terjadi sementara
pinjaman dan simpanan lainnya jatuh tempo)
• aktiva dan utang yang ditentukan kembali harganya dalam neraca
bank komersial tidak semuanya kontraktual (seringkali ada
perbedaan waktu yang cukup besar antara perubahan tingkat suku
bunga pasar dengan perubahan tingkat suku bunga yang diberikan
pada produk ritel).
106
4.6 Asset and liability management
4.6.1 Kegiatan asset and liability management
• seringkali hanya ada sedikit atau tidak ada korelasi antara produk
ritel dengan bunga wholesale untuk penentuan harga aktiva dan
utang (banyak masalah pemasaran terkait dengan penentuan
kembali harga (repricing) atas produk ritel yang tidak
mempengaruhi produk wholesale)
• produk ritel sering mengandung option yang seringkali tidak
dieksekusi secara rasional (nasabah ritel sering memiliki hak
menghentikan kontrak dengan persyaratan yang sangat berbeda
jika dibandingkan dengan syarat yang umumnya terdapat di pasar
wholesale).
107
4.6 Asset and liability management
4.6.1 Kegiatan asset and liability management
Ada beberapa alasan mengapa sebuah bank komersial dengan jumlah
nasabah ritel yang besar dapat mendapat kesulitan dalam mengelola
neracanya:
• tindakan bank komersial seringkali didorong oleh pertimbangan hubungan
dengan nasabah dan bukan kewajiban hak sesuai kontrak. Dengan kata
lain, bank memberikan fokus besar pada nasabah.
• menarik dan mempertahankan nasabah sering menggunakan penawaran
produk ritel yang fiturnya berbeda dari produk pasar wholesale. Hal ini
menyebabkan produk tersebut sulit dijual di pasar wholesale atau sulit
dikelola risikonya menggunakan produk wholesale
• penentuan harga produk ritel sering lebih banyak berhubungan dengan
pertimbangan pemasaran daripada harga pasar.
108
4.6 Asset and liability management
4.6.1 Kegiatan asset and liability management
• perilaku nasabah ritel terkait dengan dengan produk perbankan
ritel yang mereka miliki sering mengakibatkan kewajiban
kontraktual yang terlihat dari pihak-pihak yang emmberikan
gambaran buruk atas aktual kewajiban. Misalnya, secara kontrak
dimungkinkan untuk mencairkan dana tabungan dengan pemberian
30 hari, tetapi nasabah memiliki hak untuk membiarkan uangnya di
rekening untuk waktu yang tidak terbatas.
Keterkaitan perilaku nasabah dan fitur produk seringkali
menimbulkan kebutuhan untuk mengawasi dan mengelola stabilitas
pendapatan bunga netto/NII (atau present value dari the business)
dan likuiditas.
109
Indonesia Certificate in
Banking Risk and Regulation
Part B: Pengantar Risiko Pasar,
Risiko Kredit, dan Risiko
Operasional
1
Bab 5 Credit Risk
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
2
1
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1
Karakteristik Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko kerugian yang mungkin timbul
sebagai akibat kegagalan counterparty dalam memenuhi
kewajibannya.
Risiko kredit dapat terjadi pada perorangan atau perusahaan.
Contoh:
Seseorang menghadapi risiko kerugian dari suatu investasi
(deposito, obligasi, atau saham).
Perusahaan menghadapi risiko kredit pada saat tagihantagihannya jatuh tempo.
Bank sangat terekspos pada risiko kredit mengingat aktifitas
usahanya yang bersifat lending based. Disamping itu bisnis bank
memiliki rasio hutang terhadap modal yang tinggi (highly
leveraged) sehingga setiap debitur yang gagal bayar berpotensi
mengurangi modal bank.
3
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1
Karakteristik Risiko Kredit – contoh
Peregrine Investment Holdings
Pada bulan Januari 1998 Peregrine Investment Holdings,
salah satu perusahaan investasi terbesar di Asia yang
berkantor pusat di Hongkong, harus dilikuidasi karena
memiliki hutang sekitar USD 400 Juta.
Hal ini disebabkan oleh krisis keuangan di Asia, namun
secara khusus dipicu oleh pinjaman sebesar USD 20 Juta
(senilai 20% dari modal dasar Peregrine) yang diberikan
kepada Steady Safe, sebuah perusahaan transportasi di
Indonesia yang mengalami kesulitan keuangan.
4
2
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1
Karakteristik Risiko Kredit
Pada awalnya teknik analisis kredit debitur korporasi
dikembangkan bank berdasarkan metodologi yang sering
digunakan investor untuk menilai kelayakan investasi pada
proyek-proyek non pemerintah.
Perkembangan asuransi dan dana pensiun mendorong
perkembangan industri manajemen investasi profesional yang
signifikan. Hal ini diikuti pula pertumbuhan investasi dalam
bentuk equities serta obligasi yang diterbitkan oleh berbagai
perusahaan swasta ternama.
Di AS, perkembangannya sangat pesat dimana investor
institusional dapat menempatkan dananya pada produk sekuriti
sasi kredit mobil, kredit perumahan dan tagihan kartu kredit
Konsekuensinya,
pengelola
investasi
harus
memiliki
kemampuan memahami dan mengukur risiko kredit lebih baik
5
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.1 Sovereign Credit Risk
Obligasi internasional didominasi surat-surat berharga
pemerintah.
risiko sovereign adalah risiko kerugian yang mungkin
timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit
surat berharga untuk memenuhi kewajibannya baik
bunga maupun pokoknya.
The International Monetary Fund (IMF) memiliki
peranan penting dalam membantu negara yang
menghadapi masalah pinjaman
Ketika menghadapi dua pilihan kebijakan yaitu melambungnya
tingkat inflasi atau default atas obligasi pemerintah, pada tahun
1998 pemerintah Rusia memutuskan untuk menyatakan default
atas seluruh hutangnya baik dalam mata uang domestik
maupun valas
6
3
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.1
Sovereign Credit Risk – contoh
Obligasi Pemerintah Rusia
Pada tahun 1998, investor asing yang berinvestasi pada obligasi
pemerintah Rusia mengalami kerugian mencapai USD 33 Miliar
karena pengumuman resmi default pemerintah Rusia.
Banyak institusi keuangan yang mengalami kerugian telah
mengabaikan kenyataan bahwa semakin tinggi return, semakin
tinggi pula risiko yang dihadapi (Obligasi pemerintah Rusia
menawarkan hasil/yield yang tinggi).
Bank/investor tidak melakukan lindung nilai terhadap semua
exposur-nya
Investor-investor tersebut memprediksi tidak akan pernah ada
default atas hutang pemerintah.
7
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.1 Sovereign Credit Risk – Pinjaman dalam mata
uang domestik dan valuta asing
Secara umum penerbitan obligasi pemerintah (sovereign
debt bond) dapat dibedakan menjadi:
• Obligasi atau hutang pemerintah dalam mata uang
domestik - kasus default atas hutang ini sangat jarang
terjadi mengingat negara memiliki wewenang untuk
mencetak mata uang domestik.
• Obligasi atau hutang pemerintah dalam mata uang asing –
dalam hal ini valuta asing harus diperoleh dari penghasilan
negara penerbit dalam bentuk devisa.
8
4
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.1 Sovereign credit risk – Analisis Rasio Keuangan
Pengukuran risiko sovereign pada dasarnya dinilai
sama seperti hutang korporasi, yaitu dengan
penyesuaian model yang dibuat untuk mengukur
kemampuan sebuah negara dalam menyelesaikan
kewajibannya.
Debt service ratio adalah jumlah bunga dan pokok
atas pinjaman valas yang telah jatuh tempo
dibandingkan dengan pendapatan dari exports dan
capital inflows.
Seperti penilaian pinjaman perusahaan , ada beberapa
rasio lain yang digunakan untuk menilai kemampuan
membayar sebuah negara.
9
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.1 Sovereign credit risk – Investasi Domestik
Investasi domestik dan kebijakan ekonomi domestik telah menjadi
perhatian investor dan bank terkait kemungkinan adanya ‘bubbles’
dalam negara tersebut (aktiva-aktiva tertentu yang dinilai terlalu
tinggi dan dalam jangka panjang tidak berkesinambungan).
Contoh bubbles adalah melambungnya harga properti di Tokyo di
awal tahun 1990-an, dan tingginya nilai perusahaan teknologi di
USA dan Eropa pada akhir tahun 1990-an sampai tahun 2002.
Bubbles juga memainkan peranan penting dalam krisis keuangan
Asia pada pertengahan tahun 1990-an. Pada saat itu harga
properti dan nilai saham perusahaan di banyak negara Asia
Tenggara meningkat tajam kemudian mencapai titik tertentu dan
tidak dapat berkelanjutan lagi.
10
5
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.1
Sovereign Credit Risk – Faktor-faktor lain
Rendahnya
kualitas
administrasi
data
pemerintah
menyebabkan proses penilaian risiko sovereign menjadi
sulit.
Pinjaman swasta dalam mata uang asing dapat
mempengaruhi kemampuan pemenuhan kewajiban sebuah
negara dan kualitas data yang terkait dengan hal ini pada
umumnya rendah.
11
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.1
Sovereign Credit Risk – Faktor-faktor Kualitatif
Terdapat beberapa faktor kualitatif yang harus diperhatikan dalam
melakukan penilaian risiko sovereign, yaitu:
• Efisiensi sistem perbankan dalam hal penyaluran dana kepada
sektor-sektor produktif
• Efisiensi sistem perpajakan dalam meningkatkan penerimaan
negara
• Kemampuan bank sentral dalam mengendalikan suku bunga
• Pengaruh suku bunga domestik terhadap pinjaman valas dan
tekanan inflasi.
• Transparansi ekonomi serta pembagian tugas dan wewenang
yang jelas antara pemerintah, bank sentral, lembaga
pengawasan, sistem hukum dan pelaku bisnis.
12
6
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.1 Sovereign Credit Risk – risiko sovereign and
country risk
Walaupun banyak yang beranggapan risiko sovereign
dan country risk adalah sama, namun lebih tepat jika
risiko sovereign diartikan sebagai bagian dari country risk.
Country risk mencakup lingkungan hukum, politik dan
ekonomi serta bagaimana ketiganya mempengaruhi
sektor swasta.
Penilaian country risk diperlukan terkait investasi
domestik yang berhubungan dengan pinjaman crossborder kepada perusahaan, individu maupun proyek
tertentu.
13
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.1 Sovereign credit risk – risiko sovereign and country
risk
Faktor-faktor lain yang harus diperhatikan dalam penilaian country
risk adalah:
•Sistem hukum dan perundang-undangan terutama ketentuan yang
terkait dengan hak atas kepemilikan dan kepailitan
•Stabilitas sistem politik, sekalipun hal ini
menggambarkan kestabilan sebuah pemerintahan
tidak
selalu
•Ketentuan-ketentuan terkait valuta asing misalnya penerapan
ketentuan pembatasan valas
14
7
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.1 Sovereign credit risk – Basel II and risiko
sovereign
Faktor-faktor di atas menjelaskan alasan pentingnya risiko
sovereign perlu dinilai secara cermat.
Dalam Basel I, risiko sovereign diperhitungkan dengan
menggunakan bobot risiko sederhana berdasarkan karakteristik
peminjam atau borrower (misal, pemerintah) serta jenis
instrumen yang digunakan (misal, garansi, hutang dsb).
Berdasarkan Standardised Approach dalam Basel II, risiko
sovereign diukur menggunakan credit ratings yang diterbitkan
lembaga pemeringkat kredit.
15
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.2 Risiko kredit korporasi
Kredit Korporasi merupakan bagian yang terbesar
terhadap risky debt dibandingkan dengan sovereign debt
atau risk free debt.
Risiko kredit korporasi mencakup risiko gagal bayar
(default risk) atas hutang atau kewajiban yang diterbitkan
oleh perusahaan.
Bentuk kewajiban yang lazim dijumpai adalah saham
atau common stock yang memiliki risiko kerugian
terbesar. Stockholders adalah pihak yang paling akhir di
bayar jika perusahaan mengalami likuidasi.
Sebagai contoh pada umumnya di berbagai negara
obligasi korporasi dan hutang bank dibayar terlebih
dahulu dibandingkan kewajiban kepada pemegang
saham, namun ini pun setelah pembayaran kepada
pegawai (gaji) dan pemerintah (pajak).
16
8
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.2
Risiko kredit korporasi
Banyak bank yang menyatakan bahwa mereka lebih mengetahui
risiko kredit korporasi dibandingkan dengan risiko lain yang mereka
ambil.
Peran bank sebagai lembaga intermediasi yang menyalurkan dana
pihak ketiga kepada sektor produktif sangat penting dalam
pertumbuhan ekonomi
Metode penilaian kredit yang digunakan oleh bank pada dasarnya
merupakan pengembangan dari metode penilaian investasi
Penggunaan rasio keuangan sebagai dasar untuk pengembangan
model dalam pengambilan keputusan pemberian kredit korporasi
sangat lazim digunakan.
17
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.2 Risiko kredit korporasi
Basel II mendorong bank-bank untuk lebih
menerapkan
teknik
penilaian
kredit
dengan
menggunakan metode statistik untuk kalibrasi dan
backtesting dalam pembuatan model peringkat
kreditnya.
Basel II juga mendorong bank-bank untuk
menggunakan model-model berbasis opsi (optionsbased models) sebagai informasi tambahan sepanjang
ketersediaan dan kualitas datanya terjamin.
18
9
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.3 Risiko kredit ritel
Banyak bank komersial berpendapat bahwa risiko kredit ritel sama
pentingnya dengan risiko kredit korporasi. Di beberapa negara
teknik penilaian kredit individual berubah signifikan ketika bankbank mengganti sistem pemberian kredit dari branch-based
menjadi tersentralisasi.
Dengan sistem branch-based lending, kepala cabang memiliki
kewenangan untuk mengambil keputusan pemberian kredit
berdasarkan personal knowledge atas debitur-debiturnya,
sedangkan keputusan pemberian kredit yang tersentralisasi dibuat
menggunakan data informasi debitur yang standardized yang
diolah sehingga menjadi model credit scoring.
Pengembangan produk telah mengubah pasar bagi pembiayaan
individual yaitu semakin terpisah antara kredit properti (secure
credit) seperti KPR dan kredit pembiayaan konsumen (unsecure
credit) seperti kartu kredit.
19
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.3
Risiko kredit ritel
Di luar AS, terdapat perkembangan sekuritisasi kredit yang
mencakup kredit perumahan, kredit pemilikan kendaraan
bermotor, kredit konsumen lainnya termasuk pembiayaan kartu
kredit.
Walaupun di beberapa negara pinjaman tertentu tidak dapat
dikategorikan sebagai mortgage, namun perkembangannya
telah menggambarkan inovasi dalam pembiayaan konsumen.
Hal itu tidak hanya mengurangi biaya kredit bagi debitur juga
mengurangi risiko bagi bank.
20
10
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.3
Risiko kredit ritel
Pembiayaan konsumen (unsecured) sangat dipengaruhi oleh
perkembangan model-model yang digunakan dalam
mengukur posisi kredit individual atau lebih dikenal credit
scoring model.
Secara garis besar atribut dasar dari model ini adalah
penilaian arus kas, riwayat pekerjaan dan aktiva yang
dimiliki. (Topik ini akan didiskusikan pada akhir bab ini
bersamaan dengan penjelasan agensi kredit dan riwayat
kredit).
21
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.4 Probability of default
Model-model yang didiskusikan sebelumnya (5.1.1, 5.1.2, 5.1.3)
digunakan bank untuk mengambil keputusan pemberian kredit.
Keputusan kredit memiliki karakter bimodal: kredit diberikan atau
kredit tidak diberikan.
Namun model ini terlalu sederhana, karena pada kenyataannya bank
sangat memperhatikan risiko-risiko yang mungkin timbul, reward
(margin dan fee) dan modal yang harus dijaga.
Keputusan lending/investing diambil dengan pertimbangan risiko dan
hasil karena pada satu harga tertentu diperlukan pengambilan risiko
tertentu pula dapat saja diambil untul hasil tertentu Æ semakin besar
risiko semakin tinggi hasil.
Pendekatan sederhana bimodal tidak dapat membantu bank dalam
mengambil keputusan bisnis. Model peringkat (grading models)
merupakan salah satu cara untuk membuat kerangka keputusan
risk/reward dalam pemberian kredit atau investasi.
22
11
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.4 Probability of default
Basel II, mendorong bank-bank untuk menggunakan model
penilaian kredit dalam pengembangan kerangka keputusan
risk/reward tersebut melalui penggunaan peringkat kredit
dalam Standardised Approach serta model yang
dikembangkan oleh individual bank dengan pendekatan
Internal Rating-Based.
23
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.5 Risiko kredit sistemik
Risiko kredit dan risiko likuiditas merupakan risiko yang
terpenting dalam bisnis perbankan.
Pada Basel I, pengukuran risiko lebih terfokus pada risiko
kredit saja.
Sekalipun saat ini risiko likuiditas jarang dijumpai di
industri perbankan, risiko ini tetap dapat menimbulkan
tidak hanya bagi bank itu sendiri, namun juga bagi bank
sentral, lembaga pengawasan dan juga pemerintah
Booming kredit di Jepang (1990 an) yang mengakibatkan kondisi
bubble dalam harga properti mendorong perkembangan kredit
macet yang diperkirakan melebihi 10% dari total aktiva sebagian
besar bank di Jepang.
24
12
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.5
Risiko kredit sistemik
Tingkat kredit macet yang tinggi (non performing loans-NPL)
berpotensi menyebabkan timbulnya systemic risk.
Jika industri perbankan mengalami kredit macet yang tinggi
pada portfolio merupakan masalah bagi pengawas dan bank
sentral.
Apabila kondisi kredit macet tersebut banyak terjadi pada bankbank dalam kurun waktu yang sama, akan menimbulkan krisis
ekonomi, karena industri perbankan akan mengalami
kekurangan modal Æ (kredit macet akan mengurangi modal
bank).
Akibatnya bank tidak dapat berfungsi untuk memfasilitasi
pertumbuhan ekonomi.
25
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.6 Risiko kredit traded markets counterparty
Risiko pasar yang timbul akibat mark-to-market atas nilai
kontrak traded market seperti foreign exchange contract atau
interest rate related contract.
Bank atau counterparty akan memperoleh keuntungan
tergantung dari hasil penilaian mark-to-market atas kontrak
tersebut. Ini merupakan zero sum game, dimana hanya satu
pihak saja yang dapat memperoleh keuntungan dari sebuah
kontrak.
26
13
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.6 Risiko kredit traded markets counterparty
Risiko kredit traded markets counterparty timbul
ketika counterparty/pihak lawan tidak segera
membayar kewajiban yang muncul dalam suatu
transaksi.
Sebagai contoh cash on delivery untuk mengurangi
risiko kredit.
Dalam prakteknya, banyak transaksi perbankan hanya
akan dibayar pada saat kontrak jatuh tempo.
27
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.6 Traded markets counterparty credit risk – simple
example
Interest rate swap: Bank A membayar 4.75% fixed dan menerima 3
bulan LIBOR dari Bank B thd GBP 5 jt, 3 tahun swap
4.75% fixed rate
Bank A
Bank B
3 bulan LIBOR
On 1st fixing date
LIBOR set at
4.27%.
Bank A
On 5th fixing date
LIBOR set at
5.19%.
Bank A
4.75% fixed rate
Bank B
4.27%
4.75% fixed rate
Bank B
5.19%
28
14
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.6 Risiko kredit Traded markets counterparty
Tingkat risiko kredit counterparty/pihak lawan dapat dikurangi
dengan:
• Pembayaran berkala antara pihak-pihak dalam kontrak
• Debitur mengajukan kolateral sebagai jaminan atas
kewajibannya
• ‘netting’.
Netting adalah proses offsett antara keuntungan dan
kerugian melalui sejumlah transaksi dengan jenis kontrak
yang sama atau dapat juga dilakukan dengan jenis
kontrak yang berbeda.
29
5.1 Jenis-jenis risiko kredit
5.1.6 Risiko kredit traded markets counterparty
Dalam risiko pasar, mark-to-market adalah proses menilai
kembali posisi transaksi menggunakan harga pasar terkini.
Namun demikian, penilaian mark-to-market merupakan dasar
dalam perhitungan risiko kredit counterparty.
Penilaian
terhadap
counterparty
dilakukan
menggunakan teknik penilaian kredit pada umumnya.
dengan
30
15
5 Jenis-jenis risiko kredit
5.2 Dasar dan penggunaan
analisa kredit
31
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.1 Analisa kelayakan kredit – risiko sovereign
Analisa risiko sovereign berkembang pesat sejalan dengan
perkembangan pasar keuangan internasional baru– yang dikenal
dengan ‘emerging market’.
Analisa risiko sovereign biasanya dilakukan oleh perusahaan
pemeringkat seperti Standard & Poors, Moodys Investors Services
and Fitchratings.
Banyak pemerintah yang memiliki perusahaan pemeringkat seperti
Export Credit Agencies (ECAs), yang menggaransi risiko sovereign
untuk perusahaan.
32
16
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.1 Analisa Kelayakan Kredit– risiko sovereign
Penilaian risiko sovereign oleh bank dilakukan dengan melihat
faktor kuantitatif dan kualitatif, yang antara lain meliputi :
•
•
•
•
•
•
•
•
•
negara itu sendiri
Faktor-faktor ekonomi (savings, investment and growth statistics)
Sumber daya alam dan bahan baku.
Efisiensi pasar tenaga kerja dan kualitas keahlian dan
pendidikan
Efisiensi pasar modal dan perbankan
Pemerintah
Kebijakan ekonomi makro (kebijakan suku bunga dan nilai tukar)
Perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
Perkembangan inflasi dan prediksinya
33
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.1 Analisa Kelayakan Kredit– risiko sovereign
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Aliran penanaman modal asing (foreign direct investment flows)
kebijakan pendapatan dan belanja pemerintah
faktor-faktor politis
stabilitas dan kemampuan adaptasi terhadap proses politik
tingkat kesepahaman terhadap tujuan-tujuan sosial dan ekonomi
faktor-faktor hukum (hak properti, hak kreditor)
sistem perbankan
kebijakan dan pengawasan sektor perbankan
independensi organisasi pengawasan bank
peran bank sentral dan mekanisme pendukung sistem
perbankan
34
17
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.2 Analisa Kelayakan Kredit– corporate risk
Pada saat menawarkan fasilitas pinjaman kepada
nasabah korporasi, bank perlu mempertimbangkan
kemampuan perusahaan tersebut untuk membayar
kembali pinjaman yang diterimanya.
Pendekatan tradisional dalam penilaian kelayakan kredit
dipusatkan pada pelaksanaan analisa kinerja keuangan
perusahaan atau lebih dikenal dengan credit analysis.
35
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.2 Analisa Kelayakan Kredit– corporate risk
Baik investor maupun bank akan
sangat memperhatikan
stabilitas dan kesehatan perusahaan dilakukan dengan cara
mengukur :
• kemampuan perusahaan untuk
membayar deviden secara
periodik dalam jangka waktu tertentu
• rasio debt to equity yang tidak terlalu tinggi yang memungkinkan
perusahaan untuk menekan pengeluarannya dalam hal terjadi
sesuatu kejadian yang tidak diperkirakan sebelumnya agar tetap
dapat memenuhi kewajiban kepada krediturnya untuk
menghindari potensi likuidasi.
• Kriteria lain adalah rasio current asset terhadap current liabilities
dimana menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan
arus kas bersih.
36
18
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.2 Analisa Kelayakan Kredit– corporate risk
Analisa kredit korporasi pada bank umum secara dominan
masih menggunakan analisa rasio keuangan dan model –
model yang dikembangkan bedasarkan prinsip-prinsip rasio
keuangan. Analisa rasio keuangan tersebut memberikan
penilaian terhadap elemen-elemen laporan keuangan berikut:
• neraca
• laporan laba dan rugi/income statement
• laporan arus kas/cash flow statement
• laporan pajak/tax statement
Analisa umumnya akan terfokus pada kinerja perusahaan
selama tiga tahun terakhir (historic performance).
37
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.2 Analisa Kelayakan Kredit– corporate risk
Rasio-rasio utama
Rasio-rasio yang digunakan dalam analisa kredit korporasi
mencakup elemen-elemen tertentu perusahaan yang antara lain:
Kinerja operasional
Pendapatan bersih dibagi dengan
kekayaan bersih dan penjualan dibagi
dengan aktiva tetap
debt service capability
Aliran kas dibagi dengan bunga pinjaman
financial gearing (leverage)
Pinjaman jangka panjang dibagi dengan
modal
liquidity
Aktiva lancar dibagi dengan kewajiban
lancar
Rasio-rasio dapat digunakan untuk mengembangkan grading models.
Contoh, rasio-rasio yang ada dapat dibandingkan dengan rata-rata industri
tertentu, dikenal dengan univariate analysis, atau digunakan dalam scoring
dikenal dengan sebutan multivariate analysis.
38
19
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.2 Analisa Kelayakan Kredit– corporate risk
Penilaian (valuation) Company
Fokus dari analisa kredit korporasi telah berubah, akibat adanya
kekhawatiran manipulasi figur pendapatan oleh perusahaan.
Saat ini penilaian perusahaan seringkali didasarkan pada faktorfaktor yang mudah dilihat (tangible factors) seperti dividends plus
net assets per share, dibandingkan mengkaji pendapatannya.
Penilaian kinerja keuangan perusahaan melalui analisa laporan
keuangan tetap harus diperhatikan, karena metode ini dapat
membantu mengidentifikasi kemungkinan ‘bubble’ valuations yang
dapat mengakibatkan over financing.
39
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.2 Analisa Kelayakan Kredit– corporate risk
Company valuations - example
The South Sea Company
Archibald Hutcheson, seorang anggota parlemen Inggris, yang
pada tahun 1720 memperingatkan para investor risiko berinvestasi
pada the South Sea Company. Peristiwa ini dikenal dengan The
Notorious South Sea Bubble.
Hutcheson menciptakan cara mengevaluasi nilai saham yang
masih relevan sampai saat ini. (The First Crash" by Richard Dale,
Princeton University Press, 2004.)
40
20
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.3 Teknik options-based terbaru
Keterbatasan teknik penilaian saham (stock valuation) dalam
penilaian kredit telah teratasi dengan mulai digunakannya credit
rating model yang sophisticated sebagai dasar untuk melakukan
analisa kredit. Credit rating model pada dasarnya mengakomodasi
unsur analisa penilaian investasi dan teknik-teknik yang
sophisticated seperti teknik penilaian baru yaitu option-based to
modelling credit yang dikembangkan oleh Robert C. Merton (the
Nobel prize-winning economist).
41
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.3 Teknik options-based terbaru
Pendekatan Merton cukup sederhana, dimana Merton
mengilustrasikan pinjaman kepada perusahaan sebagai pembelian
hak (option) oleh perusahaan untuk memindahkan (put) aktiva
perusahaan kepada bank ketika nilai perusahaan menjadi negatif.
Ini diasumsikan apabila present value dari aktiva perusahaan
dikurangi present value utang perusahaan menjadi negatif.
Ketika ini terjadi, tidak ada insentif bagi pemilik perusahaan untuk
mempertahankan kepemilikannya perusahaan dan menyerahkan
perusahaan sepenuhnya kepada bank, pemberi pinjaman dan
pemegang obligasi.
Selisih valuasi aktiva dan utang dapat digunakan untuk menghitung
kemungkinan gagal bayar. Kemungkinan pemilik akan
meninggalkan perusahaannya akan semakin besar apabila selisih
valuasi semakin mendekati angka nol.
42
21
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.3 Teknik options-based terbaru
Pendekatan Merton memiliki pengaruh yang cukup besar
dalam grading model terkini yang digunakan untuk
memprediksi kemungkinan terjadinya suatu gagal bayar.
Penjelasan mengenai Merton-based options models berada
diluar cakupan training ini, namun cukup penting untuk
mengetahui konsep dasar dari model tersebut.
43
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.4 Analisa
perorangan
Kelayakan
Kredit
–
risiko
kredit
risiko kredit perorangan mencakup : kredit dengan
agunan real estate (umumnya berupa kredit properti) dan
kredit tanpa agunan (umumnya berupa kredit konsumsi).
Anggaran perorangan (Personal budgets)
Pemberian kredit kepada perorangan, apakah didukung dengan
agunan rumah atau tanpa agunan, memerlukan pemahaman
mengenai anggaran pribadi. Mengingat anggaran tersebut akan
didasarkan pada jumlah kas yang diterima dan dikeluarkan oleh
suatu rumah tangga, rekening bank dapat menjadi sumber
informasi historis yang handal
44
22
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.4 Analisa
perorangan
Kelayakan
Kredit
–
risiko
kredit
Credit scoring models
Informasi keuangan dari bank yang mengelola rekening
nasabah memberikan gambaran yang cukup bagi bank dalam
memberikan pinjaman kepada nasabahnya.
Credit scoring model memungkinkan bank untuk memberikan
kredit kepada individual walaupun bank sebelumnya tidak
pernah berhubungan dengan mereka.
45
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.4 Analisa
perorangan
Kelayakan
Kredit
–
risiko
kredit
Lembaga referensi kredit (Credit reference agencies)
Lembaga-lembaga referensi kredit memegang peranan penting
dalam pertumbuhan consumer lending. Lembaga-lembaga ini
mengelola catatan kredit historis seseorang dan secara ideal
akan meminta kerjasama seluruh potential lenders dalam
penggunaan dan pengelolaan catatan tersebut.
Pertumbuhan biro-biro ini telah meningkatkan persaingan
pemberian kredit tanpa agunan (unsecured lending) pada
wilayah-wilayah dimana lembaga tersebut beroperasi.
46
23
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.4 Analisa
perorangan
Kelayakan
Kredit
–
risiko
kredit
Konsumsi jangka panjang (Lifetime consumption)
Keyakinan atas kemampuan seseorang untuk selalu memenuhi
kewajibannya memerlukan pendekatan yang bersifat forward
looking. Hal ini selanjutnya memunculkan tuntutan untuk menilai
profil pendapatan dan pengeluaran seorang debitur dalam
jangka panjang.
Contoh:
Pemberian KPR kepada seseorang yang berumur 30 tahun dan
60 tahun akan sangat berbeda Æ sumber pelunasan kredit
keduanya kemungkinan besar akan sangat berbeda.
47
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.4 Analisa
perorangan
Kelayakan
Kredit
–
risiko
kredit
Aktiva Bersih (Net assets)
Pendapatan dan pengeluaran hanya merupakan salah satu
dimensi kemampuan keuangan seseorang; dimensi lainnya
adalah aktiva dan kewajiban. Dalam hal ini, aktiva bersih
seseorang yang bernilai tinggi, seperti saham atau obligasi,
dapat menjadi sumber potensial untuk pembayaran kembali
kewajiban seseorang yang berusia lanjut sebagaimana
contoh diatas.
Peran asuransi (The role of insurance)
Selain itu, perlu juga diperhatikan tingkatan dan jenis
penutupan asuransi yang dimiliki debitur.
48
24
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.4 Analisa
perorangan
Kelayakan
Kredit
–
risiko
kredit
Penilaian kelayakan (Affordability assessment)
Dalam menilai kemampuan pemberian kredit, bank pada
umumnya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
• sisa pendapatan (free disposable income), baik berdasarkan
pendapatan individual maupun pendapatan gabungan
• pendapatan setelah dikurangi pembayaran kredit
• pendapatan lain-lain (income multiplies) dan kemampuan
mempertahankan pembayaran di masa datang
• penetapan suku bunga kredit
• gangguan terhadap pendapatan dan penutupan asuransi
• asuransi terhadap aktiva
• perbandingan antara besarnya kredit dengan nilai rumah
• Penjaminan kredit (mortgage indemnity insurance)
49
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.4 Analisa
perorangan
Kelayakan
Kredit
–
risiko
kredit
Affordability assessment
Dalam menilai kelayakan dari consumer finance, analis kredit
akan
memperhatikan
sisa
pendapatan
seseorang,
sebagaimana halnya dengan kredit lainnya.
50
25
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.5 Pengelolaan portofolio (Portfolio management)
Perkembangan teori pengelolaan portofolio mendukung
pemahaman
yang
lebih
baik
atas
manfaat
mempertimbangkan perubahan risiko pada keseluruhan
portofolio kredit sebagai akibat pemberian kredit baru,
selain mempertimbangkan risiko yang terkait dengan
mempertimbangkan pemberian kredit tertentu.
Dampak utama diperhitungkannya korelasi pemberian
kredit adalah keengganan bank untuk memberikan kredit
yang terkonsentrasi pada segmen usaha tertentu
berdasarkan aspek geografis, industri maupun credit
grades. Hal ini dikenal sebagai risiko konsentrasi kredit
(credit concentration risk).
51
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.5
Pengelolaan portofolio (Portfolio management)
Concentration risk dicakup dalam Basel II dimana dikatakan
bahwa “risiko konsentrasi dapat menjadi penyebab permasalahan
utama pada bank”.
Concentration risk tercakup dalam Pilar 2 dimana mewajibkan bank
untuk memiliki kebijakan, sistem, dan pengendalian internal untuk
mengidentifikasi, mengukur, memonitor, dan mengendalikan risiko
konsentrasi kredit di bank.
Bank juga diminta untuk mempertimbangkan konsentrasi risiko
kredit dalam penilaian kecukupan modal dengan melakukan stress
testing (Pilar 2).
52
26
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.5
Pengelolaan portofolio (Portfolio management)
Konsentrasi kredit mencakup eksposur yang signifikan yang adalah
terkait dengan:
• Counterparty individual atau kelompok counterparties yang terkait
satu sama lain
• sektor ekonomi atau wilayah geografi
• ketergantungan pada suatu aktivitas atau komoditi tertentu
• jenis agunan atau counterparty tunggal
Banyak pengawas bank yang menetapkan pembatasan terhadap
eksposur berjumlah besar kepada satu counterparty sebagai
persentase tertentu dari modal bank.
53
5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit
5.2.5
Pengelolaan portofolio (Portfolio management)
Concentration
risk
dapat
dianalisa
dengan
memperhatikan cohort dari portofolio.
Cohort adalah pengelompokan aktiva berdasarkan
berbagai kriteria.
Contoh; portofolio dapat dikelompokan berdasarkan
industri, wilayah geografis atau credit grade.
Klasifikasi tersebut menunjukkan berbagai cara
pengelompokan portofolio yang dapat memberikan
informasi tertentu pada waktu dilakukan analisa terhadap
risiko konsentrasi yang terdapat pada keseluruhan
portofolio.
54
27
5 Jenis-jenis risiko kredit
5.3 Risiko kredit dan Basel II
55
5.3 Credit risk and Basel II
5.3
Risiko Kredit dan Basel II
Pillar 1 Basel II mensyaratkan bank untuk menghitung kebutuhan
modal untuk risiko kredit, pasar dan operasional. Persyaratan
ketentuan permodalan untuk risiko kredit juga menjadi pokok
bahasan utama pada Basel I Accord.
Pada Basel II, bank dapat memilih tiga pendekatan untuk
menghitung persyaratan modal bagi risiko kredit, yaitu
standardized approach, IRB foundation and advanced.
Selain menjelaskan mekanisme dari setiap pendekatan, Bassel II
juga menetapkan kriteria minimum bagi bank yang akan
menggunakan pendekatan yang lebih kompleks.
56
28
5.3 Credit risk and Basel II
5.3
Risiko kredit dan Basel II
Pendekatan Internal Ratings-Based (IRB) yang cukup kompleks
mempersyaratkan adanya persetujuan dari pengawas sebelum
bank mempergunakan pendekatan tersebut. Ketentuan mendasar
yang menjadi persyaratan dasar adalah bahwa pendekatan IRB ini
digunakan dalam pemberian keputusan kredit secara internal
selain dipergunakan untuk mengukur risiko kredit.
Karakteristik pendekatan IRB merupakan faktor yang membedakan
Basel II dari Basel I. Karakteristi IRB juga membedakan tiga
pendekatan yang digunakan untuk menghitung kebutuhan modal
bagi risiko kredit pada Basel II.
57
29
Indonesia Certificate in
Banking Risk and Regulation
Part B: Pengantar Risiko Pasar, Risiko
Kredit, dan Risiko Operasional
1
6 Karakteristik risiko
operasional
6.1 Karakteristik risiko operasional
2
1
6.1 Karakteristik risiko operasional
6.1.1 Apakah
yang
operasional itu?
dimaksud
dengan
risiko
Basel II Capital Accord secara spesifik mendefinisikan
risiko operasional sebagai risiko kerugian yang timbul
dari kegagalan atau tidak memadainya proses internal,
manusia dan sistem, atau dari kejadian-kejadian
eksternal.
Secara umum, risiko operasional terkait dengan sejumlah masalah
yang berasal dari kegagalan suatu proses atau prosedur.
Oleh karena itu, risiko operasional bukan merupakan suatu risiko
baru dan tidak hanya dihadapi oleh bank. Risiko operasional ini
merupakan risiko yang mempengaruhi semua bisnis bank karena
merupakan suatu hal yang ‘inherent’ dalam pelaksanaan suatu
proses dan aktivitas operasional.
3
6.1 Karakteristik risiko operasional
6.1.1 Apakah yang dimaksud dengan risiko operasional
itu?
Ruang lingkup risiko operasional
Walaupun risiko operasional merupakan jenis risiko yang sudah lama
dikenal namun merupakan yang paling akhir didefinisikan, dengan
berbagai definisi yang mencakup berbagai kategori risiko. Definisi
yang ditetapkan Basel II dalam hal ini mencakup risiko hukum namun
tidak mencakup risiko bisnis, risiko strategis, dan risiko reputasi.
Mungkin mengejutkan bahwa definisi risiko operasional sampai saat
ini masih belum terdefinisikan secara akurat. Sebagai bagian dari
pelaksanaan kegiatan usaha yang baik, sejumlah bank telah
melakukan pengelolaan risiko operasionalnya tanpa menganggap hal
tersebut sebagai suatu risiko sebagaimana halnya risiko kredit dan
risiko pasar.
4
2
6.1 Karakteristik risiko operasional
6.1.1 Apakah
yang
operasional itu?
dimaksud
dengan
risiko
Contohnya, bank sejak lama menyadari bahwa pelatihan karyawan
merupakan cara yang tepat untuk meningkatkan pelayanan kepada
nasabah dan mengurangi kesalahan proses.
Sebagai dampaknya, pelatihan karyawan yang efektif telah
meningkatkan loyalitas nasabah dan mengurangi biaya-biaya untuk
pembayaran kompensasi karena kesalahan bank.
Dalam hal ini, bank mungkin tidak mempertimbangkan kerugian
karena kesalahan karyawan sebagai kerugian karena risiko
operasional dan pelatihan karyawan merupakan salah satu teknik
untuk memitigasi risiko operasional.
5
6.1 Karakteristik risiko operasional
6.1.1 Apakah yang dimaksud dengan risiko operasional
itu?
Berbagai bentuk risiko operasional seperti fraud proses (process
failure) yang tingkat kejadiannya relatif sering kali. Kejadian-kejadian
tersebut menimbulkan kerugian dimana masing-masing kejadian
mungkin hanya menimbulkan kerugian yang minimum (kerugian high
frequency/low impact) dan dapat diatasi oleh bank dengan
menerapkan kebijakan dan prosedur rutin sehari-hari yaitu
pengendalian teknologi dan keamanan.
Sebaliknya, kejadian besar (major events) seperti serangan teroris
atau kebakaran jarang terjadi namun menimbulkan kerugian yang
sangat besar pada setiap kejadiannya (low frequency/high severity).
Pendekatan utama bank untuk memastikan bahwa mereka dapat terus
beroperasi setelah terjadinya kejadian luar biasa adalah melalui
penerapan business continuity plans & policies. Sebelum publikasi
Basel II Capital Accord, pengalokasian modal untuk mengantisipasi
risiko operasional merupakan hal jarang dilakukan oleh bank.
6
3
6.1 Karakteristik risiko operasional
6.1.1 Apakah yang dimaksud dengan risiko
operasional itu?
Karakteristik industri perbankan – dan ekonomi global –
mengalami perubahan dan menuju pada peningkatan frekuensi
kejadian yang berpotensi menimbulkan kerugian yang besar.
Diskusi atas standar pengelolaan risiko operasional terkait tiga
topik utama, yaitu :
• Apakah risiko operasional itu?
• Apa yang termasuk dalam cakupan risiko operasional ?
• Bagaimana bank
mengelola risiko operasional secara
kuantitatif atau kualitatif ?
7
6.1 Karakteristik risiko operasional
6.1.1 Apakah yang dimaksud dengan risiko
operasional itu?
Basel II Accord telah mendefinisikan risiko operasional juga ruang
lingkupnya. Sebagai tambahan, ketentuan ini juga mewajibkan
bank untuk mengkuantifikasi potensi kerugian dan menerapkan
prosedur yang diperlukan untuk memitigasi risiko tersebut.
Untuk pertama kalinya pada Pilar 1 bank dipersyaratkan
untuk mengkuantifikasi dan mengalokasikan sejumlah
modal sesuai ketentuan untuk mengantisipasi kerugian
karena risiko operasional, sebagaimana risiko kredit dan
pasar.
Kriteria dan definisi risiko operasional pada Basel II Accord
memungkinkan interpretasi yang beragam. Oleh karena itu, bank
berupaya mendapatkan referensi mengenai kerangka pengelolaan
risiko operasional yang berlaku di industri lain untuk membantu
pemenuhan ketentuan Basel II.
8
4
6.1 Karakteristik risiko operasional
6.1.2
Frekuensi versus dampak
Kejadian risiko operasional diklasifikasi menjadi dua faktor :
• Frekuensi – seberapa sering suatu kejadian dapat terjadi
• Dampak – Jumlah kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian
risiko operasional
Kategori risiko operasional dapat dikelompokkan ke dalam
empat jenis kejadian berdasarkan frekuensi dan dampak yang
ditimbulkannya, yaitu:
• low frequency / low impact
• low frequency / high impact
• high frequency / low impact
• high frequency / high impact
9
6.1 Karakteristik risiko operasional
6.1.2 Frekuensi versus dampak
Secara umum pengelolaan risiko operasional fokus pada
dua jenis kejadian berikut.
• low frequency / high impact (LFHI)
• high frequency / low impact (HFLI)
Bank pada umumnya mengabaikan kejadian yang sifatnya low
frequency/low impact karena biaya pengelolaan dan
pemantauannya lebih tinggi daripada kerugian yang
ditimbulkannya.
Event dengan kategori high frequency/high impact dianggap
tidak relevan karena jika jenis kejadian ini timbul pada bank
maka bank tersebut akan bankrut. Dalam hal ini kerugian yang
ada tidak akan dapat diperbaiki, atau pengawas akan segera
melakukan langkah-langkah penyehatan bank.
10
5
6.1 Karakteristik risiko operasional
6.1.2 Frekuensi versus dampak
Kejadian yang bersifat high frequency/low impact dikelola untuk
meningkatkan efisiensi kegiatan usaha. Kejadian ini cenderung
sudah diantisipasi dan dianggap sebagai ‘biaya pelaksanaan
kegiatan usaha’.
Sejumlah produk keuangan, khususnya terkait retail banking,
akan memperhitungkan kejadian risiko operasional ini dalam
struktur pricing. Contohnya, bank-bank yang menawarkan
produk kartu kredit akan menyesuaikan struktur pricing nya
untuk mengantisipasi terjadinya fraud.
Kejadian yang oleh bank dianggap perlu di[perhatikan adalah
kejadian yang bersifat low frequency/high impact. Sesuai
dengan sifatnya, adalah kejadian ini sulit dipahami dan sulit
diantisipasi. Lebih jauh lagi, event ini berpotensi menyebabkan
kerugian sangat besar dan bahkan kejatuhan suatu bank.
Contohnya, Barings.
11
6 Karakteristik risiko
operasional
6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko,
dan kerugian yang diperkirakan dan
kerugian yang tidak diperkirakan
12
6
6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan
6.2.1 Risiko terjadinya kerugian
Seperti dijelaskan sebelumnya, Basel II Accord mendefinisikan
risiko operasional sebagai “Risiko terjadinya kerugian yang
disebabkan oleh kegagalan atau tidak memadainya proses
internal………….”, Dengan definisi tersebut, pendekatan Basel II
dapat menyebabkan kesalahan persepsi kejadian-kejadian utama
yang terkait dengan risiko operasional. Definisi yang terdapat
pada Basel II secara tidak langsung menyatakan bahwa hanya
kegagalan operasional atau kejadian yang menimbulkan suatu
kerugian, yang dianggap sebagai risiko operasional.
Hal ini agak menyesatkan karena tidak semua risiko operasional
menimbulkan kerugian bagi bank. Walaupun suatu kejadian dapat
menimbulkan keuntungan bagi bank, kejadian tersebut tidak
dapat diabaikan karena kejadian yang sama mungkin saja
menimbulkan kerugian apabila terjadi kembali.
13
6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan
6.2.1 Risiko terjadinya kerugian - contoh
Bank G memiliki dealing desk yang melakukan transaksi valuta asing.
Setelah melakukan satu transaksi, seorang ‘trader’ salah mencatat
pembelian dolar sebagai pembelian yen. Hal ini mengakibatkan trader
merasa memegang posisi ‘long’ pada Yen. Untuk menyelesaikan ‘mismatch
position’, dia memutuskan menjual Yen yang menurutnya dimilikinya dan
membeli dollar.
Sebenarnya hasil dari kekeliruan ini adalah trader tersebut telah
menggandakan ‘mismatch position’ dan bukannya ‘squaring off’ (tidak
mengambil posisi dalam dollars ataupun Yen). Di kemudian hari kesalahan
ini disadari trader dan dia langsung menjual dollar yang dimilikinya. Untung
bagi trader tersebut dimana nilai tukar dollar terhadap Yen meningkat.
Dalam contoh kejadian risiko operasional yaitu kesalahan pencatatan
transaksi membawa keuntungan dan bukan kerugian bagi bank. Hal ini
harus dicatat sebagai suatu kejadian risiko yang hampir terjadi (near miss)
untuk membantu meningkatkan proses yang dilakukan bank karena belum
tentu dimasa mendatang yang terjadi sebaliknya. Keuntungan yang
diperoleh dicatat sebagai keuntungan lain-lain dan bukan dari aktivitas
trading.
14
7
6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan
6.2.1 Risiko terjadinya kerugian
Manajemen risiko operasional
pembelajaran (learning process).
merupakan
suatu
proses
Pada saat suatu kejadian muncul, atau hampir terjadi (near miss),
tanpa memperhatikan konsekuensi keuangannya, adalah penting
bahwa kejadian tersebut perlu dicatat dan dilakukan langkahlangkah pencegahan agar kejadian tersebut tidak terulang.
Basel II Accord mempersyaratkan bank untuk menghitung modal
sesuai ketentuan (regulatory capital) yang dapat dialokasikan
untuk mengantisipasi potensi kerugian yang timbul dari suatu
kejadian risiko operasional.
Jika bank hanya menggunakan data historis yang didasarkan
pada kerugian yang telah terjadi, maka estimasi yang dilakukan
bank akan lebih rendah daripada potensi kerugian yang dapat
terjadi di masa datang.
15
6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan
6.2.2 Kerugian yang diperkirakan versus kerugian
yang tidak diperkirakan
Ketika menghitung kebutuhan modal bagi risiko
operasional, bank dipersyaratkan mempertimbangkan
‘expected loss’ (EL) dan ‘unexpected loss’ (UL).
Ada banyak definisi berbeda tentang expected loss dan
unexpected loss, berdasarkan area manajemen risiko
yang ada.
Bagian ini, akan mendefinisikan kedua jenis kerugian
tersebut dalam konteks risiko operasional.
16
8
6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan
6.2.2 Kerugian yang diperkirakan versus kerugian
yang tidak diperkirakan
Kerugian yang diperkirakan (Expected loss) adalah
kerugian yang timbul karena dilaksanakannya kegiatan
usaha bank secara normal. Kerugian ini secara
sederhana
dapat
didefinisikan
sebagai
biaya
pelaksanaan kegiatan usaha. Kerugian operasional
dapat
terjadi
selama
berlangsungnya
kegiatan
operasional bank, seperti – kesalahan staf, kejahatan
(fraud) kartu kredit, dll. Cara preventif yang terbaik untuk
melindungi bank dari kerugian risiko operasional adalah
dengan menghentikan kegiatan usaha.
17
6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan
6.2.2
Kerugian yang diperkirakan versus kerugian yang tidak diperkirakan
Oleh karena itu bank mengasumsikan bahwa kerugian
bisnis tersebut pasti terjadi sehingga EL tersebut telah
dimasukkan ke dalam struktur pricing produk yang
ditawarkan.
Jika bank dapat menunjukkan kepada
supervisor bahwa EL tersebut telah diperhitungkan dalam
‘pricing structure’ maka EL tersebut dapat dikeluarkan
dalam perhitungan modal minimum, karena perhitungan
modal berdasarkan risiko ditujukan untuk mengantisipasi
unexpected losses (UL).
Sebuah bank menggunakan metode statistik untuk memprediksi EL.
Dalam hal ini bank menggunakan data historis dan pengalamannya
untuk memprediksi kejadian di masa datang. Metode sederhana
untuk menghitung EL adalah menghitung rata-rata (mean) dari
kerugian aktual selama periode tertentu dan memperlakukannya
sebagai indikasi kemungkinan kerugian di masa datang.
18
9
6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan
6.2.2 Kerugian yang diperkirakan versus kerugian
yang tidak diperkirakan
Kerugian yang tidak diperkirakan (Unexpected loss)
adalah kerugian yang besarnya secara signifikan jauh
berada di atas batas yang dapat dikategorikan sebagai
kerugian yang dapat diperkirakan. Kerugian tersebut
berasal dari kejadian yang tidak dapat diperkirakan
sebelumnya atau kejadian luar biasa yang menurut
bank kecil kemungkinannya akan terjadi dan bukan
merupakan kerugian yang dialami sebagai bagian
kegiatan usaha sehari-hari. diasumsikan bank kecil
kemungkinan
terjadinya.
Kerugian
yang
tidak
diperkirakan umumnya disebabkan oleh kejadian yang
sifatnya low frequency/high impact.
19
6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan
6.2.2 Kerugian yang diperkirakan versus kerugian
yang tidak diperkirakan
Bank mungkin saja mencoba memprediksi UL dengan
menggunakan statistik, sama seperti halnya dengan EL. EL
cenderung dihitung dengan menggunakan data historis dan
pengalaman yang dimiliki bank.
Namun bank mungkin tidak memilliki pengalaman mengenai
kejadian-kejadian yang mengakibatkan kerugian yang tidak
diperkirakan, contohnya serangan teroris, bencana alam, dsb.
Jadi, untuk menghitung UL, bank perlu menggunakan :
• Data internal yang tersedia
• Data eksternal dari bank lain
• Data dari skenario risiko operasional
20
10
6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan
6.2.2 Kerugian yang diperkirakan versus kerugian
yang tidak diperkirakan
Metode sederhana untuk menghitung UL adalah menggunakan
standar deviasi. Standar deviasi adalah ukuran simpangan
(distance) nilai tertentu dari nilai rata-ratanya (mean). Dalam hal ini
standar deviasi akan mengukur simpangan kerugian dari suatu
risiko operasional terhadap rata-rata kerugian dari seluruh
kejadian risiko operasional. UL biasanya diasumsikan sebagai
kerugian dengan standar deviasi yang mencakup simpangan 0,1%
dari rata-rata kerugian.
Untuk mengkalkulasi EL dan UL dalam Basel II, bank harus memiliki data
historis baik data internal maupun eksternal, mengenai kerugian risiko
operasional. Definisi dan kategori dari risiko operasional cukup bervariasi.
Untuk mendukung adanya konsistensi penerapan pendekatan dalam
menghitung kerugian operasional bank, Basel II Accord menetapkan
serangkaian definisi standar mengenai jenis kerugian risiko operasional.
21
6 Karakteristik risiko
operasional
6.3 Kejadian risiko operasional
22
11
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.1 Kategori kejadian risiko operasional
Dalam kerangka Basel II, mitigasi risiko operasional tidak
hanya mencakup pencatatan kerugian aktual dan
memprediksi munculnya kerugian di masa depan, namun
mencakup pengelolaan terhadap kejadian risiko operasional
tersebut.
Mengurangi
kemungkinan
terjadinya
kejadian
dan
mengurangi potensi dampak suatu kejadian dapat
menurunkan jumlah modal yang diperlukan untuk
mengantisipasi risiko operasional. Untuk itu, pemahaman
mengenai suatu kejadian operasional lebih penting daripada
hanya melakukan pencatatan atas kerugian dari kejadian
tersebut.
23
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.1 Kategori kejadian risiko operasional
Cara yang paling mudah untuk memahami risiko operasional di bank
adalah mengkategorikan risiko operasional sebagai risiko selain risiko
kredit atau risiko pasar. Namun demikian, definisi ini terlalu luas dan
kurang membantu dalam pengelolaan risiko operasional. Oleh karena
itu pemahaman mengenai berbagai jenis kejadian operasional yang
dapat menyebabkan kerugian juga diperlukan. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengelompokkan risiko operasional ke dalam sejumlah
kategori kejadian risiko yang didasarkan pada penyebab utama
kejadian risiko (underlying cause).
Walaupun Basel II Accord tidak secara formal mengungkapkannya
kejadian risiko operasional dapat dikelompokkan dalam kategori
berikut :
• risiko proses internal
• risiko manusia
• risiko sistem
• risiko eksternal
• risiko hukum
24
12
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.2 Risiko proses internal
Risiko proses internal didefinisikan sebagai risiko terkait
dengan kegagalan proses atau prosedur yang terdapat
pada suatu bank. Dalam pelaksanaan kegiatan usaha
sehari-hari, karyawan akan melaksanakan kegiatan yang
telah ditentukan sebelumnya. Kebijakan dan prosedur ini
mencakup proses pengecekan dan pengendalian yang
diperlukan untuk memastikan bahwa nasabah telah
terlayani dengan baik dan bank tidak melanggar ketentuan
dan peraturan yang berlaku.
25
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.2 Risiko proses internal
Kejadian risiko proses internal meliputi :
• dokumentasi– tidak memadai, tidak lengkap atau tidak tepat
• pengendalian yang lemah (lack of controls)
• kelalaian pemasaran (marketing errors)
• kesalahan penjualan produk (misselling)
• pencucian uang (money laundering)
• laporan yang tidak benar atau tidak lengkap (terkait pelaporan)
• kesalahan transaksi (transaction error)
Pelaksanaan evaluasi dan peningkatan proses internal bank
sebagai bagian dari manajemen risiko operasional dapat
meningkatkan efisiensi bank. Kesalahan (error) dapat terjadi jika
suatu proses terlalu rumit, tidak terstruktur, atau tidak dilaksanakan
dengan semestinya, yang kesemuanya merupakan praktek bisnis
yang tidak efisien.
26
13
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.2 Risiko proses internal - example
Daiwa Bank, New York
Pada bulan April 1995, seorang trader obligasi di Daiwa Bank, New
York, mengakui kerugian sebesar USD 1,1 milyar yang selama lebih
dari 11 tahun telah ditutupinya.
Selama periode tersebut, setidaknya dia telah melakukan 30.000
transaksi tidak sah (unauthorized deal) tanpa seorangpun mengetahui
apa yang telah dilakukannya. Menurut Alan Peachey ini
menggambarkan adanya kelemahan dalam pengendalian (lack of
control): audit sederhana
terhadap surat-surat berharga yang
outstanding akan dapat mengungkap transaksi tidak sah tersebut,
namun selama periode tersebut tidak pernah dilakukan audit.
27
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.3 Risiko manusia
Risiko manusia didefinisikan sebagai risiko terkait
dengan karyawan bank.
Bank sering menyatakan bahwa asset yang paling
berharga adalah karyawan. Namun, justru karyawan
bank-lah yang umumnya menjadi penyebab kejadian
risiko operasional.
Kejadian-kejadian dapat terjadi kapan saja, baik di
sengaja maupun tidak, dan dapat terjadi pada seluruh
bagian dari organisasi.
Kejadian risiko manusia dapat terjadi pada fungsi
manajemen risiko, dimana kualifikasi dan keahlian
karyawan pada fungsi tersebut merupakan hal yang
diutamakan.
28
14
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.3 Risiko manusia
Area-area yang umumnya terkait dengan risiko manusia adalah :
• permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja
• perputaran karyawan yang tinggi (high staff turnover)
• penyelewengan intern (internal fraud)
• perselisihan tenaga kerja (labor disputes)
• praktik manajemen yang buruk (poor management practices)
• pelatihan karyawan yang tidak memadai (poor staff training)
• terlalu bergantung pada karyawan tertentu (over reliance on key
staff)
• aktivitas yang dilakukan rogue trader
29
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.3 Risiko manusia – example
UBS Warburg, Tokyo
Pada akhir November 2001, UBS Warburg, bank yang
berkantor pusat di Swiss, kehilangan sekitar USD 50 juta pada
trading book-nya akibat kesalahan salah satu karyawannya.
Seorang trader UBS Warburg di Tokyo salah menjual 610,000
saham Dentsu pada harga JPY16 setiap lembarnya, yang
seharusnya 16 lembar saham seharga JPY610,000 setiap
lembarnya. Transaksi tersebut tetap dieksekusi walaupun order
penjualan dipertanyakan oleh sistem komputer.
30
15
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.4 Risiko sistem
Risiko sistem adalah risiko yang terkait dengan
penggunaan sistem dan teknologi.
Saat ini semua bank sangat bergantung pada sistem
dan teknologi untuk mendukung kegiatan usahanya
sehari-hari. Dengan kata lain bank tidak dapat
beroperasi tanpa dukungan sistem komputer.
Namun
demikian,
penggunaan
teknologi
ini
mengakibatkan timbulnya risiko operasional.
31
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.4 Risiko sistem
Kejadian risiko sistem dapat disebabkan oleh :
• data yang tidak lengkap (data corruption)
• kesalahan input data (data entry errors)
• pengendalian perubahan data yang tidak memadai (inadequate
change control)
• pengendalian proyek yang tidak memadai (inadequate project
control)
• kesalahan pemrograman (programming errors)
• ketergantungan pada teknologi ‘black box’-keyakinan bahwa
model matematis yang terdapat pada sistem internal pasti benar
• gangguan pelayanan (service interruption)
• masalah keamanan sistem (system security), misalnya virus
dan hacking
• kesesuaian sistem (system suitability)
• penggunaan teknologi yang belum diuji coba.
32
16
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.4 Risiko sistem
Secara teoritis, kegagalan menyeluruh pada teknologi yang
digunakan suatu bank adalah kejadian sangat mungkin menyebabkan
kejatuhan bank tersebut. Saat ini ketergantungan pada teknologi
sudah sedemikian rupa sehingga tidak bekerjanya komputer dapat
menyebabkan bank tidak beroperasi dalam jangka waktu tertentu.
Namun demikian, sejauh ini kegagalan komputer belum sampai
menyebabkan kejatuhan suatu bank.
Ketakutan akan kegagalan teknologi senantiasa menjadi fokus
perhatian manajemen senior pada kebanyakan bank. Dalam hal ini
sejumlah bank telah melakukan investasi yang cukup besar pada
pengembangan teknologi komputer mutakhir. Namun demikian, ada
kejadian dimana proyek sistem yang cukup besar ditinggalkan karena
keuntungan yang diharapkan tidak terealisasi atau biaya yang
dikeluarkan melonjak diluar kendali.
33
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.4 Risiko sistem
Untuk mengendalikan risiko terjadinya kegagalan, sejumlah bank
yang telah menerapkan teknik manajemen risiko yang difokuskan
pada manajemen proyek “best practices”. Manajemen proyek “best
practice” sering dimulai dengan tahap penilaian risiko (risk
assessmet phase). Perlu diketahui bahwa banyak bank di Inggris
yang masih menggunakan sistem yang telah berumur 30 tahun
untuk mendukung elemen-elemen utama dari pemrosesan
transaksi nasabah.
Namun demikian, risiko kegagalan dalam penggantian sistem lama
telah menyebabkan keengganan untuk melakukan tindakan
apapun. Kontribusi proses manajemen proyek “best practice”
(seperti Prince II) dapat menyebabkan upaya memitigasi risiko,
menjadi suatu hal di luar ruang lingkup training ini.
34
17
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.4 Risiko sistem – contoh
Bank of Scotland
Pada bulan Oktober 2000 kegagalan komputer yang hampir
menyeluruh di Bank of Scotland telah menyebabkan tidak
beroperasinya seluruh mesin ATM dan fasilitas internet banking
yang dimiliki bank tersebut. Kegagalan tersebut juga telah
menyebabkan tidak dapat digunakannya kartu debit ‘Switch’
untuk transaksi berjumlah besar. Kegagalan tersebut terjadi
pada saat jam makan siang dan berlangsung selama 3 jam.
Dampak lebih lanjut adalah pemrosesan yang biasanya
dilakukan pada waktu malam hari tidak dapat diselesaikan
sehingga beberapa tagihan (paycheck) nasabah tidak dapat di
kliringkan pada waktunya Æ proses ini dikenal dengan The
knock-on effects
35
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.5 Risiko eksternal
Risiko eksternal adalah risiko yang terkait dengan
kejadian yang berada di luar kendali bank secara
langsung.
Kejadian risiko eksternal umumnya adalah low
frequency/high
impact
dan
konsekuensinya
menyebabkan unexpected losses.
Contoh perampokan, serangan teroris berskala
besar.
36
18
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.5 Risiko eksternal
Kejadian-kejadian tersebut dapat disebabkan oleh:
• kejadian pada bank lain yang memiliki dampak pada keseluruhan
industry perbankan
• external fraud dan pencurian
• kebakaran
• bencana alam
• kegagalan perjanjian outsourcing
• penerapan ketentuan baru
• kerusuhan dan unjuk rasa
• terorisme
• Tidak beroperasinya sistem transportasi sehingga karyawan tidak
dapat hadir di tempat kerja
• Kegagalan utility service seperti pemadaman listrik
37
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.5 Risiko eksternal
Secara historis, bank telah secara aktif memperhatikan risiko
eksternal untuk melindungi bank dari dampak yang tidak
menguntungkan, misalnya kemungkinan pencurian.
Banyak kejadian eksternal yang memiliki dampak cukup besar
sehingga dapat mempengaruhi kemampuan bank dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Sebagai konsekuensinya
upaya-upaya yang cukup besar telah dilakukan bank untuk
meyakinkan bahwa bank tetap dapat beroperasi setelah
timbulnya kejadian risiko eksternal.
Hal ini dikenal dengan business continuity planning atau
business resumption planning.
Sebelum Basel II fokus utama dari manajer risiko operasional
sebuah bank adalah business continuity planning.
38
19
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.5 Risiko eksternal – contoh
National Westminster Bank
Pada April 1993, NatWest Tower, gedung pencakar langit
yang merupakan kantor pusat National Westminster Bank
mengalami kerusakan berat setelah teroris meledakkan bom
di kota London.
Perbaikan besar-besaran pada bagian eksterior maupun
interior gedung menelan biaya sebesar GBP75 juta.
39
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.6 Risiko hukum
Risiko hukum adalah risiko yang timbul dari adanya
ketidakpastian karena dilakukannya suatu tindakan
hukum atau ketidakpastian dalam penerapan atau
interpretasi suatu perjanjian, peraturan atau ketentuan.
Risiko hukum berbeda-beda bagi setiap negara dan semakin
meningkat sebagai akibat:
• Penerapan ketentuan know-your-customer (KYC) yang terutama
ditimbulkan oleh tindakan terorisme, dan
• Penerapan ketentuan perlindungan data yang disebabkan reaksi
terhadap semakin meningkatnya penggunaan informasi nasabah
untuk tujuan pemasaran produk.
Pada beberapa negara risiko hukum timbul sebagai akibat
ketidakjelasan posisi hukum, misalnya permasalahan hak cipta
atau kepailitan.
40
20
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.6 Risiko hukum– contoh
Bear Sterns
Pada bulan Juni 1999, Bear Sterns, sebuah investment bank di
Amerika, menyetujui untuk membayar SEC (Securities and
Exchange Commission) sebesar USD 25 juta untuk menyelesaikan
permasalahan yang terkait kegiatan back office-nya.
Perusahaan ini telah bertindak sebagai clearing agent untuk A.R.
Baron, sebuah perusahaan sekuritas kecil yang bangkrut pada
tahun 1996. Sejak saat itu Bern Sterns menjadi subyek
penyelidikan tindak kejahatan yang terkait dengan tuduhan telah
melakukan penipuan pada investornya sebesar USD 75 juta.
SEC melibatkan Bear Sterns dalam kasus ini karena Bear Sterns
seharusnya memberitahukan pengawasnya mengenai transaksi
yang dilakukan Baron karena mengetahui semua transaksi dan
fraud yang dilakukan Baron.
41
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.7 Boundary event
Salah satu tantangan dalam mengukur dan mengelola
risiko operasional adalah untuk mengidentifikasi kejadian
mana yang merupakan kejadian risiko kredit, risiko pasar
atau kejadian risiko lainnya.
Pada waktu suatu kejadian risiko terjadi, menetapkan
penyebab yang pasti seringkali tidak mudah
Keadaan ini disebut boundary event karena kejadian
tersebut secara potensial dapat terjadi secara lintas batas
antara berbagai jenis risiko
Permasalahan umum adalah bahwa risiko kerugian seringkali
terjadi dari kombinasi berbagai kejadian daripada sekedar satu
faktor tertentu.
Contoh: kasus kejatuhan Barings
42
21
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.7 Boundary events
Kejatuhan Barings dapat diklasifikasikan kejadian risiko
operasional, pasar, bisnis atau strategis. Kurang memadainya
pengendalian, tidak ada pemisahan tugas (non-separation of
duties), dan adanya “rogue trader” mengindikasikan kejadian risiko
operasional merupakan penyebab kejatuhan Baring (risiko proses
internal dan risiko manusia).
Kerugian finansial timbul sebagai akibat transaksi derivative di
Singapore Futures Exchange atau diklasifikasikan sebagai
kejadian risiko pasar.
Terakhir pimpinan Barings telah mengambil keputusan yang patut
dipertanyakan terkait kegiatan “dealing” di Singapura termasuk
pengiriman tambahan dana sebesar GBP550 juta untuk kewajiban
pembayaran atas transaksi yang dilakukan. Hal ini dapat
diklasifikasikan sebagai kejadian risiko strategis/risiko bisnis.
43
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.7 Boundary events
Solusi umum terhadap permasalahan boundary risk event adalah
dengan mengklasifikasikan kejadian berdasarkan penyebab
utamanya.
Dalam contoh Barings, penyebab utamanya adalah risiko
operasional, karena bila dilakukan pengendalian yang efektif ,
Barings akan dapat:
• mengidentifikasi bahwa seorang rogue trader telah melakukan
transaksi yang melebihi limit yang diberikan kepadanya dan
akan menghentikan aktivitas “trader” tersebut sedini mungkin.
• mencegah dilakukannya transaksi “catastrophic”
• menghindari keputusan strategis yang mendukung transaksi yang
dilakukan rogue trader karena akan dapat mengetahui alasan
permintaan tambahan dana dan memiliki pemahaman yang lebih
baik mengenai risiko yang dihadapi.
44
22
6.3 Kejadian risiko operasional
6.3.7 Boundary events
Tidak selalu mudah untuk mengidentifikasi penyebab utama suatu
kejadian.
Namun demikian, identifikasi boundary event tetap perlu dilakukan
untuk mencegah terjadinya double accounting dalam penghitungan
modal atau tidak diperhitungkannya kejadian tersebut sama sekali.
Metode yang digunakan bank untuk menghitung kebutuhan modal
bagi risiko pasar, kredit dan operasional berbeda-beda maka perlu
dilakukan alokasi kejadian risiko pada kategori yang tepat.
Hal ini menjadi lebih penting apabila bank menggunakan
metodologi yang mendasarkan pada data historis internal (spt
OpVaR dan pendekatan Internal Rating Based untuk risiko kredit).
Jadi penting bagi bank untuk menetapkan kebijakan yang jelas
untuk mengklasifikasikan boundary events.
45
6 Karakteristik risiko
operasional
6.4 Bagaimana risiko operasional
mengalami perubahan
46
23
6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan
6.4.1 Perubahan karakteristik risiko operasional
Sejak bank pertama kali ada melakukan transaksi pertamanya,
bank telah mengambil langkah-langkah untuk meminimalisasi
risiko operasional, misalnya dari kemungkinan pencurian.
Namun demikian, karakteristik risiko operasional telah
mengalami perubahan seiring perubahan besar pada kemajuan
teknologi dan globalisasi. Dalam hal ini kejadian besar yang
high profile semakin sering terjadi dan dampaknya semakin
meningkat.
Konsekuensinya, pendekatan dalam manajemen risiko
operasional telah berubah untuk menyelaraskan manajemen
risiko dengan perubahan yang terjadi pada corporate
governance dan tanggung jawab manajemen.
Selain itu, bank mulai menyadari bahwa manajemen risiko
operasional yang baik akan memberikan keuntungan bagi bank.
47
6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan
6.4.1 Perubahan karakteristik risiko operasional
Dalam 15 tahun terakhir, jumlah kejadian operasional yang
dampaknya luar biasa terus mengalami peningkatan.
Hal ini antara lain disebabkan oleh semakin luasnya cakupan
pemberitaan kejadian tersebut. Komunikasi global yang bersifat
instant membawa pengaruh pada diberitakannya beberapa
kasus kejadian risiko operasional pada saat terjadinya secara
langsung seperti misalnya:
• Kebangkrutan BCCI dan Barings Bank
• kerusakan berat NatWest Tower di London, akibat bom (1993)
• Serangan teroris terhadap The World Trade Center, New York
pada11 September 2001.
48
24
6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan
6.4.1 Perubahan karakteristik risiko operasional – contoh
‘ Permasalahan Y2K’
Contoh klasik dari risiko operasional adalah ‘permasalahan Y2K’
Diperkirakan sekitar USD 400 miliar telah dikeluarkan perusahaanperusahaan di seluruh dunia untuk menyempurnakan program komputer
agar dapat mengenali tahun 2000.
Untuk meminimalkan ukuran program komputer, pada tahun 1970an dan
1980an programer menyimpan data tahun dengan menggunakan dua
angka terakhir, misalnya angka ’78’ sebagai pengganti angka tahun 1978.
Pada pertengahan 1990an, bank mulai menyadari bahwa pada tanggal 1
Januari 2000 sistem komputer akan mulai tidak bekerja dengan sempurna
karena perubahan tahun dari 99 ke 00 (tahun 1999 ke tahun 1900, bukan
2000). Akibatnya program akuntansi yang digunakan akan menambahkan
100 tahun pada rekening-rekening yang ada.
Akibat kasus ini untuk pertama kali secara global, bank menyadari bahwa
kejadian risiko operasional dapat mempengaruhi peringkat kredit
nasabahnya.
49
6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan
6.4.1 Perubahan karakteristik risiko operasional
Upaya untuk menghadapi permasalahan Y2K ternyata
menghasilkan keuntungan yang tidak diperkirakan sebelumnya
bagi bank.
Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan
permasalahan
mencakup
pemahaman
mengenai proses utama yang dilakukan bank dan bagaimana
interaksinya (dikenal dengan process mapping).
Proses bisnis pada bank berubah sejalan dengan perubahan
dan perkembangan bisnis.
Selama perubahan Y2K, banyak bank yang dapat
mengidentifikasi inefisiensi dalam proses bisnisnya dengan cara
menganalisa business process maps.
50
25
6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan
6.4.1 Perubahan karakteristik risiko operasional
Implementasi kebijakan dan prosedur manajemen risiko
operasional dapat memperbaiki proses internal yang ada di bank.
Beberapa teknik mitigasi risiko operasional dimulai dari process
mapping dan mencakup upaya
untuk meminimalisasi
kemungkinan kegagalan, ketidakjelasan dan kesia-siaan.
51
6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan
6.4.2 Mengapa 'severity' kejadian risiko operasional
meningkat
Dampak kejadian risiko operasional secara bertahap
meningkat. Dampak
kejadian risiko yang semakin
meningkat disebabkan oleh peningkatan:
• otomasi
• ketergantungan pada
teknologi
• outsourcing
• terorisme
• globalisasi
• Insentif dan trading – ‘rogue trader’
• Volume dan nilai transaksi
• litigasi
52
26
6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan
6.4.2 Mengapa 'severity' kejadian risiko operasional
meningkat
Otomasi
Cukup banyak bank yang mulai meninggalkan ketergantungan
proses klerikal dan menjadi lebih tergantung pada proses yang
otomasi.
Seseorang mungkin relatif lebih sering membuat kesalahan tetapi
kesalahan tersebut relatif lebih mudah ditemukan, dan jarang suatu
kesalahan dilakukan berulang-ulang oleh sekelompok orang.
Apabila ada kesalahan pada program komputer maka kesalahan
tersebut akan terjadi berulang dan sulit untuk dideteksi.
Selain itu, otomasi menyebabkan akumulasi kesalahan yang
berakibat kerugian yang signifikan pada saat ditemukan.
53
6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan
6.4.2 Mengapa 'severity' kejadian risiko operasional
meningkat
Ketergantungan pada teknologi
Ini merupakan dampak lanjutan dari otomasi, ketergantungan
bank pada teknologi di seluruh aspek meningkat mulai dari
otomasi massal sampai kepada produk-produk yang dikemas
secara khusus.
Contoh, pendanaan suatu produk dan teknik manajemen risiko
semakin kompleks, dengan peningkatan ketergantungan pada
teknologi dan model penghitungan matematis yang rumit.
Implementasi yang salah dan kurangnya pemahaman atau
ketergantungan pada akurasi teknologi dapat menyebabkan
kerugian bank.
54
27
6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan
6.4.2
Mengapa 'severity' kejadian risiko operasional meningkat
Ketergantungan pada teknologi
Teknologi baru juga mengubah cara nasabah berinteraksi dengan
bank. Sebagai dampaknya, batas antara sistem internal bank
dengan sistem yang digunakan nasabah secara eksternal menjadi
tidak jelas. Banyak nasabah melakukan transaksi melalui internet
secara langsung tanpa menggunakan pegawai bank sebagai
intermediary.
Berdasarkan kenyataan, semakin banyak nasabah yang
menggunakan produk perbankan berbasis teknologi.
Penghentian atas layanan yang didasarkan teknologi akan
membuat dampak besar bagi nasabah bank dan bank itu sendiri.
55
6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan
6.4.2
Mengapa 'severity' kejadian risiko operasional meningkat
Outsourcing
Banyak bank yang melakukan outsource sebagai kegiatan usahanya
bahkan pada perusahaan-perusahaan yang berada di negara lain. Hal
ini dilakukan dalam rangka penghematan biaya dan efisiensi
Namun demikian, outsourcing dapat menimbulkan risiko operasional
yang berada di luar kendali bank karena:
• Bank menyerahkan sebagian jasa layanan nasabah kepada pihak
outsourcer
• Outsourcer dapat terpengaruh oleh gejolak ekonomi tertentu yang
dampaknya mungkin tidak seluruhnya diungkapkan secara
transparan kepada bank atau pengawas bank
• Penyedia jasa outsourcing mungkin harus mematuhi ketentuan lain
selain ketentuan perbankan
56
28
6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan
6.4.2 Mengapa 'severity' kejadian risiko operasional
meningkat
Peningkatan volume dan nilai transaksi
Liberalisasi pasar keuangan, otomasi dan teknologi,
serta globalisasi telah memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan dramatis pada nilai dan volume transaksi.
Oleh karena itu, potensi kerugian maksimum yang
berasal dari kejadian risiko operasional, khususnya
yang terkait dengan traded market juga meningkat.
57
6.5 Basel II dan risiko operasional
6.5
Basel II dan risiko operasional
Basel II Capital Accord telah mengubah manajemen risiko
operasional bagi bank menuju arah baru.
Dalam
Pilar
1
bank
dipersyaratkan
untuk
mengkuantifikasi risiko operasional, mengukur risiko
operasional tersebut dan mengalokasikan sejumlah
modal sebagaimana yang dilakukan pada risiko kredit
dan risiko pasar.
Dan bank diharapkan dapat mengelola risiko operasional
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kejadian
risiko.
Risiko operasional merupakan aspek yang paling kontroversial
dalam Basel II. Tujuannya adalah mengarahkan bank
mengalokasikan modalnya bagi hal-hal yang dianggap risiko
operasional.
58
29
6.5 Basel II dan risiko operasional
6.5
Basel II dan risiko operasional
Basel II memahami bahwa untuk beberapa bank konsep
modal sesuai ketentuan cukup menyulitkan karena
pengukuran risiko operasional bukan suatu ilmu pasti.
Beberapa kejadian risiko operasional terjadi akibat tindakan
seseorang dan dapat disebabkan oleh kesalahan yang
berulang-ulang selama periode yang cukup lama.
Kenyataannya, beberapa kejadian luar biasa yang
menyebabkan kebangkrutan lebih disebabkan oleh
kejadian-kejadian yang tidak diperkirakan sebelumnya,
akumulasi permasalahan dalam jangka panjang
pada
prosedur utama atau prosedur pelaporan.
59
6.5 Basel II dan risiko operasional
6.5
Basel II dan risiko operasional
Alan Peachy menyanggah pendapat bahwa kejatuhan
Barings lebih disebabkan oleh adanya gempa bumi di Kobe,
Jepang pada bulan January 1995.
“Gempa bumi telah menyebabkan kejatuhan besar pada
pasar saham Jepang yang selanjutnya menyebabkan
timbulnya margin call atas posisi yang diambil Nick Lesson,
sehingga bank mengalami kerugian”
60
30
6.5 Basel II dan risiko operasional
6.5
Basel II dan risiko operasional
Basel II Accord memperkenankan bank untuk menggunakan salah
satu dari tiga pendekatan dalam perhitungan kebutuhan modal bagi
risiko operasional (operational risk capital).
Bank dapat berpindah dari sistem yang sederhana, sebagaimana
pada perhitungan risiko kredit Basel I menuju pada pendekatan yang
menggunakan “highly complex statistics (OpVar)”.
Pendekatan tersebut adalah:
- Basic Indicator Approach
- Standardised Approach
- Advanced Measurement Approach.
61
31
Indonesia Certificate in
Banking Risk and Regulation
Part C: Pengawasan,
pengungkapan dan governance
1
Bab 7. Pengantar supervisory
review dan persyaratan
pengungkapan bagi bank
7.1 Pentingnya supervisory review
2
1
7.1 Pentingnya supervisory review
7.1
Pentingnya supervisory review
Supervisory review terhadap bank tidak hanya ditujukan untuk
memastikan kepatuhan terhadap persyaratan modal minimum,
tetapi juga untuk mendorong bank mengembangkan &
menggunakan teknik manajemen risiko yang terbaik.
Pilar 1 menjelaskan formula yang digunakan untuk menentukan
persyaratan modal minimum (minimum regulatory capital) dengan
memperhitungkan risiko pasar, kredit, dan operasional.
Pilar 2 menetapkan prinsip-prinsip proses supervisory review yang
harus digunakan pengawas (sebagai pelengkap perhitungan modal
pada Pilar 1) untuk mengevaluasi kecukupan modal bank.
3
7.1 Pentingnya supervisory review
7.1
Pentingnya supervisory review
Pillar 2 membahas tiga area utama yang tidak didiskusikan, atau
berada diluar cakupan Pilar 1, yaitu:
• Risiko yang belum sepenuhnya didiskusikan pada Pilar 1,
seperti risiko konsentrasi kredit (credit concentration risk)
• Risiko yang sama sekali belum dibahas Pilar 1, seperti risiko
tingkat suku bunga pada banking book.
• Faktor-faktor diluar kendali bank (misalnya pengaruh siklus
bisnis).
Aspek lain yang penting dari Pilar 2 adalah penilaian kepatuhan
terhadap standar minimum yang ditetapkan untuk penggunaan
metode perhitungan modal yang lebih kompleks pada Pilar 1
4
2
7.1 Pentingnya supervisory review
7.1
Proses Penilaian Internal Terhadap Modal
(Internal capital assessment process)
Supervisory
review
tidak
dapat
menggantikan
pelaksanaan manajemen yang baik.
Direksi dan pejabat senior bank tetap memiliki
tanggungjawab untuk memastikan bahwa mereka
memelihara modal yang cukup untuk mendukung
aktivitas bisnis bank, termasuk memperhitungkan aspekaspek yang belum dicakup Pilar 1.
Manajemen
bank
bertanggung
jawab
untuk
mengembangkan proses penilaian internal terhadap
modal yang mampu mengevaluasi risiko dan faktor-faktor
pengendalinya pada semua lini usaha bank. Penilaian
modal merupakan suatu proses berkelanjutan sebagai
bagian integral dari pengelolaan kegiatan usaha bank.
5
7.1 Pentingnya supervisory review
7.1
Proses Penilaian Internal Terhadap Modal
Proses penilaian internal terhadap modal dilakukan untuk
mengevaluasi kebutuhan modal saat ini dan memperkirakan
kebutuhan modal di masa datang.
Manajemen bank menggunakan perkiraan untuk setiap lini
usahanya dalam penetapan target modal dan selanjutnya akan
menghitung kebutuhan modal bank secara keseluruhan.
Manajemen bank akan memonitor kebutuhan modal yang
sebenarnya terhadap target modal yang ditetapkan sebelumnya
sebagai bagian dari pengawasannya terhadap kegiatan usaha
bank.
6
3
7.1 Pentingnya supervisory review
7.1
Supervisory
pengawasan
review
dan
tindak
lanjut
Kelayakan proses penilaian internal terhadap modal akan dievaluasi oleh
otoritas pengawas perbankan (jika di Indonesia Æ Bank Indonesia).
Evaluasi ini, bersama dengan faktor-faktor lain yang akan didiskusikan
lebih lanjut pada bab ini, akan menentukan target rasio permodalan yang
ditetapkan untuk bank. Kelemahan dalam proses penilaian internal
terhadap modal akan tercermin pada target rasio permodalan yang
ditetapkan untuk bank.
Rasio permodalan yang lebih tinggi akan
mengurangi tingkat kegiatan usaha yang dapat didukung oleh modal bank.
Hal ini selanjutnya diperkirakan akan menurunkan keuntungan bank
sebagai akibat dari berkurangnya kegiatan usaha dan biaya yang relatif
lebih tinggi untuk mempertahankan peningkatan permodalan pada tingkat
kegiatan usaha tertentu.
7
7.1 Pentingnya supervisory review
7.1
Supervisory
pengawasan
review
dan
tindak
lanjut
Dengan pertimbangan di atas, maka insentif bagi bank tidak hanya
bersumber dari aspek kehati-hatian (prudential) tetapi juga dari
aspek komersial untuk mengembangkan dan mempertahankan
proses penilaian internal terhadap modal yang berkualitas.
Hal ini merupakan faktor penting dalam proses supervisory review
karena akan dapat memastikan bahwa proses pemenuhan
ketentuan menjadi suatu bagian integral dari manajemen bank.
Namun demikian perlu dicatat bahwa peningkatan permodalan
tidak dapat menggantikan perbaikan yang diperlukan atas
kegagalan atau kurang memadainya aspek pengendalian.
8
4
7.1 Pentingnya supervisory review
7.1
Supervisory
pengawasan
review
dan
tindak
lanjut
Walaupun para pengawas dapat meningkatkan rasio permodalan
sebagai
respon
terhadap
kelemahan-kelemahan
yang
teridentifikasi, pengawas juga dapat melakukan tindakan lainnya
untuk mengatasi kelemahan tersebut dengan cara :
• menetapkan target yang harus dicapai dalam perbaikan struktur
manajemen risiko
• menetapkan prosedur internal yang lebih ketat
• meningkatkan kualitas pegawai melalui pelatihan atau rekrutmen
9
7.1 Pentingnya supervisory review
7.1
Supervisory
pengawasan
review
dan
tindak
lanjut
Dalam kasus ekstrim, pengawas dapat menurunkan tingkat risiko
atau kegiatan usaha bank hingga masalah yang ada terselesaikan
atau dapat dikendalikan. Contoh, pengawas dapat meminta bank
menghentikan kegiatan pada lini usaha tertentu hingga faktor-faktor
pengendalinya diperbaiki.
Basel Committee memandang proses supervisory review sebagai
suatu interaksi aktif antara bank dan pengawas. Dengan demikian,
masalah yang timbul dapat segera diidentifikasi dan dapat segera
diambil tindakan yang diperlukan untuk mengembalikan posisi
permodalan bank ke tingkat yang cukup memadai.
10
5
7 Pengantar supervisory
review dan persyaratan
pengungkapan bagi bank
7.2 Uraian singkat tentang empat
prinsip utama
11
7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama
7.2
Uraian singkat tentang empat prinsip utama
Basel Committee menetapkan 25 prinsip utama pengawasan
dalam “Core Principles for Effective Banking Supervision”, yang
dipublikasikan pada bulan September 1997. Prinsip-prinsip utama
tersebut meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
• Pra-kondisi untuk pengawasan perbankan yang efektif (effective
banking supervision)
• perizinan dan struktur
• pengaturan prinsip kehati-hatian (prudential)
• metode pengawasan perbankan yang diterapkan
• informasi yang dipersyaratkan
• kewenangan formal
• perbankan antar negara
Pilar 2 mengidentifikasi 4 prinsip penting supervisory review untuk
melengkapi 25 prinsip utama diatas.
12
6
7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama
7.2.1 Prinsip 1
Bank harus memiliki suatu proses untuk menilai
kecukupan
modal
secara
keseluruhan
dalam
hubungannya dengan profil risiko yang ada dan harus
memiliki strategi untuk mempertahankan tingkat
permodalannya.
Manajemen bank bertanggungjawab untuk memastikan bahwa
bank memiliki modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhan saat
ini dan dimasa datang.
Target modal bank harus ditentukan secara tepat dan konsisten
dengan profil risiko serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Target modal tersebut harus menjadi bagian dari perencanaan
strategis bank dan harus memasukkan unsur stress testing secara
menyeluruh
13
7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama
7.2.1 Dasar 1
Basel II menjelaskan lima aspek proses penilaian modal yang
seharusnya dilakukan bank, yaitu :
• pengawasan oleh direksi dan manajemen senior
• penilaian modal yang tepat
• penilaian risiko yang komprehensif
• pengawasan dan pelaporan
• evaluasi pengendalian internal
14
7
7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama
7.2.2 Prinsip 2
Pengawas harus meneliti & mengevaluasi metode
penilaian dan strategi internal kecukupan modal yang
digunakan bank, serta kemampuan mereka untuk
memonitor dan memastikan kepatuhan terhadap rasio
permodalan sesuai ketentuan berlaku (regulatory
capital ratio).
Pengawas harus melakukan tindakan yang tepat jika
proses yang digunakan bank dinilai tidak memadai.
15
7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama
7.2.2 Prinsip 2
Proses supervisory review yang dilakukan secara reguler harus :
• menguji perhitungan eksposur risiko dan mengakomodasi risiko
dalam persyaratan permodalan (capital requirement)
• menekankan pada aspek kualitas proses dan kualitas
pengendalian internal yang terkait dengan proses tersebut.
• menguji kerangka kerja penilaian modal yang dimiliki bank untuk
mengidentifikasi kelemahan-kelemahannya
• menghindarkan pemberian rekomendasi terhadap struktur
kerangka kerja penilaian modal mengingat hal tersebut
merupakan tanggungjawab manajemen bank.
16
8
7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama
7.2.2 Dasar 2
Proses review dapat melibatkan berbagai kombinasi dari
metode pengumpulan informasi berikut :
• kunjungan ke bank (on-site visits)
• review tanpa melakukan kunjungan ke bank (off-site reviews)
• pertemuan dengan manajemen bank
• meneliti hasil kerja auditor eksternal yang relevan dengan
proses review
ƒ memonitor laporan-laporan periodik
17
7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama
7.2.3 Prinsip 3
Pengawas harus mendapatkan keyakinan bahwa bank
beroperasi diatas rasio permodalan minimum sesuai
ketentuan dan harus memiliki kewenangan untuk
meminta bank untuk memelihara modal diatas jumlah
minimum
Persyaratan modal minimum yang ditetapkan dalam Pilar 1
memasukkan faktor provisi untuk mengantisipasi unsur
ketidakpastian yang dapat mempengaruhi industri perbankan
secara keseluruhan. Ketentuan-ketentuan dalam Pilar 1 dirancang
untuk memberikan standar modal minimum bagi bank :
• yang memiliki aspek-aspek pengendalian yang memadai.
• yang memiliki portolio risiko yang terdiversifikasi
• yang kegiatan usahanya mencakup risiko-risiko yang terdapat
dalam Pilar 1.
18
9
7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama
7.2.4 Prinsip 4
Pengawas harus dapat melakukan tindakan sedini
mungkin untuk mencegah penurunan modal di bawah
jumlah minimum yang diperlukan untuk mendukung
karakteristik risiko bank dan harus segera melakukan
tindakan perbaikan jika modal bank tidak dapat
dipertahankan atau dikembalikan ke posisi semula.
Jika bank gagal mempertahankan kecukupan modalnya, pengawas
dapat menggunakan kewenangannya untuk mengambil langkah langkah perbaikan.
Pengawas dapat meningkatkan persyaratan modal bank sebagai
tindakan jangka pendek sementara
masalah mendasarnya
diselesaikan.
Peningkatan persyaratan modal tersebut dapat disesuaikan
kembali apabila pengawas yakin bahwa permasalahan bank telah
dapat diatasi.
19
7 Pengantar supervisory
review dan persyaratan
pengungkapan bagi bank
7.3 Sifat pengungkapan
20
10
7.3 Sifat pengungkapan
7.3
Sifat pengungkapan
Pengungkapan (Disclosure) adalah penyebarluasan
informasi kepada masyarakat mengenai hal-hal yang
bersifat material terhadap evaluasi kegiatan usaha suatu
perusahaan
Pengungkapan
(disclosure)
dianggap
penting
karena
menyediakan informasi yang relevan bagi investor mengenai
kinerja perusahaan saat ini dan dimasa datang.
Oleh karena itu perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di
bursa saham harus memenuhi persyaratan pengungkapan yang
lebih ketat dibandingkan dengan perusahaan yang sahamnya
dimiliki secara terbatas.
21
7.3 Sifat pengungkapan
7.3
Sifat pengungkapan
Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir pengungkapan
(disclosure) semakin dianggap sebagai mekanisme penting untuk
masalah kebijakan publik seperti :
• penerapan standar tata kelola perusahaan (corporate
governance standards) yang disempurnakan,
terutama
sebagai reaksi atas kasus corporate governance terkini :
seperti Enron dan WorldCom di USA dan Parmalat di Italia.
• perbaikan
transparansi
kebijakan
perusahaan
yang
mempengaruhi
masalah
kebijakan
publik
seperti
pengungkapan keuangan, keragaman etnis, dan masalah
lingkungan dan konservasi alam.
22
11
7.3 Sifat pengungkapan
7.3
Laporan Keuangan
Secara umum, perusahaan (baik yang sudah maupun yang belum
go public) diharuskan menyusun laporan keuangan (misalnya,
laporan laba rugi, neraca, dan laporan pajak).
Laporan keuangan ini harus diaudit oleh auditor eksternal dan
disusun menurut standar akuntansi nasional yang berlaku (yang
mungkin berupa International Accounting Standards).
23
7.3 Sifat pengungkapan
7.3
Persyaratan otoritas pasar modal
Bagi perusahaan yang telah tercatat pada bursa saham,
perusahaan tersebut harus mengungkapkan hal-hal yang
dipersyaratkan oleh ketentuan yang berlaku di bursa saham.
Peraturan pasar modal dapat mempersyaratkan publikasi berbagai
macam laporan (seringkali disebut dengan penyerahan dokumen ).
Otoritas pasar modal akan sangat memperhatikan kebutuhan
pemegang saham dan umumnya dokumen-dokumen yang
diserahkan berisi informasi keuangan yang sangat rinci.
Otoritas pasar modal tidak hanya berwenang menetapkan
peraturan tetapi juga bertanggung jawab untuk memastikan
penerapan pengungkapan (disclosure) yang diminta oleh regulator
lainnya .
24
12
7.3 Sifat pengungkapan
7.3
Legislasi
Contoh terkini yang terbaik mengenai legislasi adalah Sarbanes–
Oxley Act AS 2002 yang menetapkan kewajiban akuntabilitas suatu
perusahaan.
Salah satu ketentuan didalamnya menetapkan bahwa chief executive
officer dan chief financial officer dari perusahaan yang tercatat di
bursa saham AS harus memberikan pernyataan kebenaran laporan
keuangan perusahaan melalui pengungkapan kepada masyarakat.
Section 404 undang-undang tersebut juga menetapkan persyaratan
yang bersifat menyeluruh bagi pengungkapan dokumentasi,
pengujian dan verifikasi auditor eksternal terhadap kualitas
pengendalian internal perusahaan atas pelaporan keuangannya.
Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada undang-undang tersebut
diterapkan oleh Securities and Exchange Commission (SEC),
otoritas pasar modal untuk bursa saham USA.
25
7.3 Sifat pengungkapan
7.3
Manajemen Perusahaan
Walaupun kurang diperhatikan karena banyaknya
ketentuan pengungkapan (disclosure) yang ditetapkan
oleh otoritas pengawasan, cara yang dipilih dewan direksi
dan manajemen senior untuk melaporkan kegiatannya
sangat penting bagi seluruh stakeholder untuk
mengetahui secara jelas bagaimana perusahaan
dijalankan.
Laporan-laporan ini memberikan penekanan pada cara
pandang direksi terhadap prioritas, kebijakan dan kinerja
perusahaannya.
Banyak bank besar di dunia menggunakan standar yang
sangat tinggi atas pelaporan pengelolaan perusahaannya.
Stakeholder didefinisikan sebagai pemegang saham,
karyawan, nasabah serta masyarakat secara keseluruhan.
26
13
7.3 Sifat pengungkapan
7.3
Masalah lainnya
Pada beberapa negara, seperti Inggris, kewajiban pengungkapan
(disclosure) yang harus dilakukan perusahaan relatif ringan. Selain
laporan keuangan, kewajiban pengungkapan memberikan
penekanan pada codes of practice (misalnya The Combined Code,
dan prinsip-prinsip pengungkapan). Sebagai contoh Principle D2
dari Combined Code Inggris menyatakan :
“Direksi harus memiliki sistem pengendalian internal yang
memadai untuk mengamankan investasi para pemegang saham
dan aset perusahaan”
Perusahaan di Inggris wajib mematuhi prinsip-prinsip yang telah
ditetapkan dalam Combined Code, dan membuat pernyataan
mengenai dilaksanakannya prinsip-prinsip tersebut dalam Evaluasi
Kegiatan Usaha dan Evaluasi Keuangannya atau alasan tidak
dipenuhinya prinsip-prinsip tersebut.
27
7.3 Sifat pengungkapan
7.3
Masalah lainnya
Otoritas lain (tidak saja di Inggris) dapat meminta dan menerapkan
pengungkapan yang mencakup berbagai aspek seperti lingkungan
hidup , kesetaraan hak dan keterkaitan politik.
Pengungkapan merupakan masalah yang luas. Aspek
pengungkapan yang tercakup dalam Basel II hanya merupakan
bagian dari kewajiban pengungkapan menyeluruh yang harus
dilakukan bank. Pengungkapan kinerja operasional perusahaan
mencakup kebijakan dan prosedur menyeluruh yang dirancang
untuk memberikan informasi kepada investor dan analis agar
mereka dapat menarik kesimpulan mengenai prospek perusahaan
saat ini dan di masa depan.
Pada saat ini telah diperluas hingga mencakup aspek kebijakan
sosial lainnya sesuai dengan pergeseran sudut pandang
pemerintah dan perusahaan mengenai kinerja perusahaan yang
lebih mementingkan stakeholder daripada kepentingan pemegang
saham.
28
14
Indonesia Certificate in
Banking Risk and Regulation
Part C: Supervision, disclosure
and governance
1
Bab 8 Corporate governance
bagi bank
8.1 Prinsip-prinsip corporate
governance bagi bank
2
8.1 Prinsip-prinsip corporate governance untuk bank
8.1.1.Karakteristik corporate governance
Corporate governance merupakan serangkaian keterkaitan
antara dewan komisaris, direksi, pihak-pihak yang
berkepentingan, serta pemegang saham perusahaan.
Corporate governance menciptakan suatu struktur yang akan
membantu bank dalam :
• menetapkan sasaran
• menjalankan kegiatan usaha sehari-hari
• memperhatikan kebutuhan stakeholders
• memastikan bank beroperasi secara yang aman dan sehat
• mematuhi hukum dan pengaturan lainnya yang terkait
• melindungi kepentingan nasabah penyimpan dana
3
8.1 Prinsip-prinsip corporate governance untuk bank
8.1.1 Karakteristik corporate governance
Terdapat sejumlah teknik dan strategi yang dibutuhkan untuk
mewujudkan corporate governance yang kuat, yaitu:
• nilai-nilai perusahaan, kode etik dan standar perilaku serta
sistem yang tepat untuk memastikan kepatuhan terhadap halhal tersebut.
• strategi perusahaan yang disampaikan dengan baik sehingga
dapat digunakansebagai ukuran untuk menilai keberhasilan
perusahaan dan kontribusi perorangan.
• kejelasan tanggung jawab dan kewenangan memutus melalui
penerapan proses persetujuan secara berjenjang dari tingkat
individu sampai dengan tingkat Direksi.
• penetapan mekanisme interaksi dan kerjasama diantara dewan
komisaris, direksi, manajemen senior dan auditor.
4
8.1 Prinsip-prinsip corporate governance untuk bank
8.1.1 Karakteristik corporate governance
• sistem pengendalian yang kuat, termasuk fungsi audit internal
dan eksternal, fungsi manajemen risiko yang terpisah dari
kegiatan usaha, dan aspek cheks and balances lainnya.
• pengawasan khusus atas eksposur risiko yang memiliki
potensi konflik kepentingan yang cukup besar seperti
keterkaitan usaha debitur dengan bank, pemegang saham
pengendali, manajemen senior, atau pembuat keputusan
penting di bank.
• insentif keuangan dan manajerial diterapkan secara tepat.
Insentif ini harus diberikan kepada manajemen senior,
manajemen segmen usaha dan karyawan dalam bentuk
kompensasi, promosi, atau bentuk pengakuan lainnya.
• informasi yang akurat disampaikan untuk kepentingan internal
dan juga kepada publik.
5
8.1 Prinsip-prinsip corporate governance untuk bank
8.1.2 Struktur corporate governance
Struktur corporate governance di bank sangat bervariasi dan
tergantung pada
budaya lokal, batasan hukum dan
perkembangan sejarah dari setiap bank
Walaupun tidak ada satupun struktur yang ideal, terdapat
aspek-aspek penting corporate governance yang harus
diperhatikan untuk memastikan terdapatnya “check and
balances” dalam struktur yang dibangun.
6
8.1 Prinsip-prinsip corporate governance untuk bank
8.1.2 Struktur Corporate governance
Isue tersebut antara lain mengenai :
• pengawasan oleh dewan komisaris, direksi atau dewan
pengawas (supervisory board)
• pengawasan oleh pihak-pihak yang tidak terlibat dalam
kegiatan usaha sehari-hari
• pengawasan secara langsung pada masing-masing segmen
kegiatan usaha sehari-hari
• manajemen risiko dan fungsi audit yang independen
• personil penting (key person) yang layak dan patut (fit and
proper) menjalankan tugas yang dibebankan
• pelaporan secara periodik
7
8 Corporate governance bagi
bank
8.2 Implementasi corporate
governance yang kuat
8
8.2 Implementasi corporate governance yang kuat
8.2.1 Penyusunan sasaran strategis dan nilai-nilai
perusahaan
Bank perlu menetapkan sasaran strategis yang jelas dan
menyusun ‘etos’ perusahaan. Selain itu, bank juga perlu
mengkomunikasikan
sasaran
strategis
dan
‘etos’
perusahaan tersebut kepada seluruh unit organisasi bank.
Bank yang tidak memiliki sasaran strategis akan mengalami
kesulitan dalam pengelolaan kegiatan usahanya karena
tidak memiliki pedoman dalam pemanfaatan sumber daya
yang tersedia. Dengan menetapkan etos perusahaan, bank
akan dapat menjalankan kegiatan bisnisnya usahanya
sesuai dengan nilai-nilai perusahaan yang jelas.
9
8.2 Implementasi corporate governance yang kuat
8.2.1 Penyusunan sasaran strategis dan nilai-nilai
perusahaan
Nilai-nilai perusahaan harus diterapkan pada semua unit organisasi
bank termasuk pada level direksi. Nilai-nilai tersebut harus dapat
mendorong pelaporan masalah secara tepat waktu dan melarang
korupsi dan suap baik secara internal maupun eksternal. Nilai-nilai
ini harus didukung oleh kebijakan yang dapat mencegah timbulnya
situasi yang bertentangan dengan pelaksanaan GCG.
Misalnya kebijakan yang jelas mengenai prosedur yang harus
diikuti oleh karyawan apabilapekerjaan yang dilakukannya
menimbulkan konflik kepentingan dengan hal-hal diluar pekerjaan
sehari-hari. Kebijakan yang jelas dapat memperkuat nilai-nilai bank
dalam menghadapi situasi seperti di atas.
Direksi harus memastikan bahwa sistem dan proses telah
diterapkan untuk mengawasi dan melaporkan kepatuhan terhadap
kebijakan yang telah ditetapkan.
10
8.2 Implementasi corporate governance yang kuat
8.2.2 Batasan yang jelas mengenai tanggung jawab
dan akuntabilitas
Agar kegiatan usaha bank dapat diawasi dan dikendalikan
secara efektif, direksi harus menetapkan batasan yang
jelas mengenai kewenangan dan tanggung jawab. Direksi
harus terlibat secara langsung dalam proses ini.
Seluruh segmen kegiatan usaha harus memiliki batas akuntabilitas
yang jelas dan tegas untuk memastikan bahwa masalah-masalah
yang timbul akan segera ditanggapi secara tepat oleh manajemen.
Setiap karyawan juga harus memahami tingkat kewenangan
mereka dan tingkat kewenangan pihak-pihak yang berinteraksi
dengan mereka..
Batasan yang jelas mengenai akuntabilitas akan menghasilkan
lingkungan yang mendukung pengelolaan kegiatan usaha bank
sehari-hari dan memungkinkan dilaksanakannya proses
pengambilan keputusan yang efisien.
11
8.2 Implementasi corporate governance yang kuat
8.2.3 Tanggung jawab dari direksi
Direksi memiliki tanggung jawab akhir terhadap manajemen dan
kinerja bank. Oleh karena itu, penting bahwa direktur:
• memenuhi syarat untuk posisi yang diduduki
• memahami peran mereka di dalam kerangka kerja corporate
governance
• tidak mudah dipengaruhi oleh pihak-pihak internal atau
eksternal
Para direksi harus memastikan bahwa mereka menerima
informasi yang cukup untuk menilai kinerja manajemen bank
yang dilakukan secara independen dan terlepas dari sudut
pandang manajemen, pemegang saham atau pemerintah.
12
8.2 Implementasi corporate governance yang kuat
8.2.3 Tanggung jawab dari direksi
Direksi yang berkualitas akan:
• memahami peran pengawasan yang mereka lakukan dan
‘loyalitas’ mereka kepada bank dan para pemegang sahamnya
• berfungsi sebagai checks and balances dalam hubungannya
dengan pengelolaan bank sehari-hari
• merasa memiliki kewenangan untuk memeriksa manajemen
bank dan tidak ada keraguan untuk menuntut penjelasan
secara langsung dari manajemen bank
• merekomendasikan praktek-praktek yang sehat yang dipelajari
dari situasi lainnya
• memberikan saran tanpa dipengaruhi kepentingan apapun
13
8.2 Implementasi corporate governance yang kuat
8.2.3 Tanggung jawab dari direksi
Direksi yang berkualitas akan:
• tidak bertindak melebihi kewenangan yang ditetapkan
• menghindari konflik kepentingan dalam kegiatan dan
komitmen yang terkait dengan organisasi lain
• bertemu secara teratur dengan manajemen senior dan
auditor internal untuk menyusun dan menyetujui kebijakan,
menetapkan garis komunikasi dan memonitor kemajuan
pencapaian sasaran perusahaan
• Menghindari pengambilan keputusan saat tidak mampu
memberikan saran yang obyektif
• Tidak ikut campur dalam pengelolaan bank sehari-hari.
14
8.2 Implementasi corporate governance yang kuat
8.2.3 Komite-komite khusus
Sebagai tambahan, bank dapat membentuk komite khusus yang
memungkinkan amggota direksi yang tepat mengawasi kegiatan tertentu.
Komite-komite tersebut antara lain mencakup kegiatan seperti:
• manajemen risiko – melakukan pengawasan terhadap kegiatan
manajemen senior dalam
mengelola risiko kredit, risiko pasar,
risiko likuiditas, risiko operasional, risiko legal dan risiko lainnya di bank.
• audit – melakukan pengawasan terhadap auditor internal dan eksternal
bank dan memastikan bahwa manajemen mengambil tindakan perbaikan
yang diperlukan secara tepat waktu untuk mengatasi kelemahan
pengendalian, dan ketidakpatuhan terhadap kebijakan, hukum dan
ketentuan yang berlaku
• remunerasi – melakukan pengawasan terhadap kompensasi manajemen
senior dan personil penting lainnya serta memastikan bahwa kompensasi
tersebut konsisten dengan budaya, sasaran, strategi, dan faktor-faktor
pengendalian (control environment) di bank
15
8.2 Implementasi corporate governance yang kuat
8.2.4 Pengawasan manajemen senior
Elemen utama dalam “GCG” adalah kelompok pegawai
yang bertanggung jawab menjalankan kegiatan usaha
bank, yaitu manajemen senior. Manajemen senior harus
memiliki pengawasan yang komprehensif atas para
manajer lini di bawahnya, sebagaimana halnya fungsi
pengawasan yang dilakukan direksi.
Keputusan manajemen yang bersifat penting/strategis harus di buat oleh lebih
dari satu manajer. Selain itu, situasi manajemen seperti di bawah ini harus
dihindari:
• manajer senior yang terlibat terlalu jauh dalam pembuatan keputusan pada
tingkat lini usaha
• manajer senior yang ditugaskan untuk mengelola sebuah segmen usaha
didukung dengan ketrampilan atau pengetahuan yang memadai
• manajer senior yang tidak ingin melaksanakan pengendalian terhadap personil
penting yang berprestasi (seperti trader) karena takut kehilangan mereka
16
8.2 Implementasi corporate governance yang kuat
8.2.5 Peran auditor internal dan eksternal
Auditor internal dan eksternal memainkan peran penting
dalam kerangka corporate governance
Direksi harus menyadari bahwa tugas yang mereka
laksanakan sangat penting untuk mendukung
kelancaran tugas direksi.
Hasil kerja auditor harus digunakan untuk memvalidasi
informasi yang diberikan oleh manajemen senior.
17
8.2 Implementasi corporate governance yang kuat
8.2.5 Peran auditor internal dan eksternal
Proses di atas dapat ditingkatkan apabila Direksi:
• menyadari
pentingnya
proses
audit
dan
mengkomunikasikannya ke seluruh unit organisasi bank
• mengambil tindakan yang dapat memperkuat independensi dan
posisi auditor
• memanfaatkan temuan-temuan auditor secara efektif dan tepat
waktu
• memastikan independensi pimpinan auditor melalui laporanlaporan yang disampaikannya kepada direksi atau komite audit
• mempekerjakan auditor eksternal untuk menilai efektivitas
pengendalian internal
• meminta manajemen memperbaiki masalah-masalah yang
diidentifikasi oleh auditor secara tepat waktu
18
8.2 Implementasi corporate governance yang kuat
8.2.6 Kebijakan kompensasi
Direksi perlu mengembangkan kebijakan kompensasi yang
mencerminkan budaya, sasaran, strategi dan faktor-faktor
pengendali (control environment) di bank. Direksi harus
menetapkan kompensasi bagi manajemen senior dan personil
penting lainnya.
Progran kompensasi harus dirancang sedemikian rupa untuk
memotivasi manajemen senior agar bertindak berdasarkan
kepentingan bank. Program kompensasi tersebut harus dapat
meminimalkan tindakan-tindakan yang berorientasi kinerja jangka
pendek yang pada gilirannya dapat menyebabkan bank
menghadapi risiko jangka panjang.
Skala gaji harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga total paket
remunerasi setiap karyawan tidak ditentukan secara langsung oleh
kinerja jangka pendek.
19
8.2 Implementasi corporate governance yang kuat
8.2.7 Transparansi
Stakeholders pelaku pasar dan masyarakat umum akan mengalami
kesulitan dalam menilai efektifitas direksi dan manajemen senior jika
struktur dan sasaran bank kurang transparan. Corporate governance
yang kuat dapat diterapkan melalui transparasi yang memadai. Oleh
karena itu, pengungkapan (disclosure) kepada masyarakat harus
mencakup:
• struktur direksi (besaran, keanggotaan, kualifikasi dan komite)
• struktur manajemen senior (tanggung jawab, garis pelaporan,
kualifikasi dan pengalaman)
• struktur dasar organisasi (struktur lini usaha, struktur badan hukum)
• informasi mengenai struktur insentif (kebijakan remunerasi,
kompensasi pejabat eksekutif, bonus, opsi saham)
• sifat dan cakupan transaksi dengan pihak terafiliasi dan pihak terkait.
20
Indonesia Certificate in
Banking Risk and Regulation
Part C: Supervision, disclosure
and governance
1
Bab 9 Kerangka regulasi di
Indonesia dan ketentuan
manajemen risiko
9.1 Peran Bank Indonesia
2
1
9.1 Peran Bank Indonesia
9.1.1 Sasaran utama dan tugas-tugas strategis
Bank Indonesia (BI) berperan sebagai bank sentral
bagi sistem perbankan. BI merupakan lembaga negara
yang independen dari pengaruh pemerintah. Sasaran
yang ingin dicapai BI adalah mempertahankan
stabilitas nilai rupiah, dan dalam upayanya memenuhi
sasaran ini BI bertanggung jawab untuk:
• memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan
moneter
• memelihara
dan
menjaga
kelancaran
sistem
pembayaran lancar
• Mengatur dan mengawasi bank.
3
9.1 Peran Bank Indonesia
9.1.2 Kebijakan Moneter
Bank Indonesia menerapkan kebijakan moneter melalui
penetapan target suku bunga, yang dikenal dengan BI rate.
Tingkat suku bunga ini setara dengan suku bunga pasar satu
bulan dan merupakan bagian dari Inflation Targeting Framework
Bank Indonesia.
BI Rate merupakan instrumen utama dalam pertemuan direksi
bank Indonesia setiap 4 bulan sekali namun dapat dapat pula
ditetapkan dalam waktu setiap bulan tergantung keperluan.
BI Rate merupakan instrumen utama pengelolaan kebijakan
moneter bersama-sama dengan instrumen operasi pasar
lainnya yang digunakan Bank Indonesia, yang meliputi:
4
2
9.1 Peran Bank Indonesia
9.1.2 Kebijakan moneter
Operasi pasar dari Bank Indonesia antara lain:
• operasi pasar terbuka untuk mempengaruhi likuiditas
• penetapan giro wajib minimum untuk memperketat atau
memperlonggar kebijakan moneter
• Peran sebagai lender of last resort untuk mengatasi kesulitan
pendanaan jangka pendek
• implementasi kebijakan nilai tukar untuk mempertahankan
stabilitas rupiah.
• Manajemen
cadangan
devisa
perdagangan internasional.
untuk
memfasilitasi
5
9.1 Peran Bank Indonesia
9.1.3 Sistem Pembayaran
Bank Indonesia adalah satu-satunya lembaga yang
berhak mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah.
BI juga bertanggungjawab terhadap sistem kliring
untuk pembayaran dalam rupiah dan mata uang
lainnya.
Bank Indonesia juga telah mengembangkan sistem
pembayaran nasional. Sistem ini memfasilitasi
berbagai metode pembayaran, seperti pembayaran
berbasis elektronik, kartu, warkat, uang kertas dan
fasilitas DVP (delivery versus payment) yang
digunakan dalam penyelesaian transaksi antar valuta.
6
3
9.1 Peran Bank Indonesia
9.1.3 Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran nasional meliputi sejumlah sub-sistem,
yaitu:
• Sistem Kliring Elektronik Nasional
• T+0 Clearing Scheduling
• Layanan Informasi dan Transaksi Elektronis Antar Bank
(BI-LINE)
• Real Time Gross Settlement (RTGS)
• US Dollar Fund Trasnfer System.
7
9.1 Peranan Bank Indonesia
9.1.4 Regulasi dan Pengawasan
Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk menerbitkan
regulasi perbankan dan mengeluarkan izin usaha bank. Selain
mengeluarkan izin usaha bank, BI juga berwenang untuk:
• menyetujui pembukaan atau penutupan kantor bank
• menyetujui kelayakan pemilik dan manajemen bank
• memberikan izin untuk aktivitas perbankan tertentu.
BI melaksanakan peran pengawasannya dengan pengawasan
langsung melalui penempatan pengawas (on-site examination)
dan pemeriksaan bank.
BI juga menjalankan pengawasan tidak langsung melalui
penelitian terhadap laporan-laporan yang harus disampaikan
bank.
8
4
9 Kerangka Regulasi di
Indonesia dan ketentuan
Manajemen Risiko
9.2 Manajemen Risiko –
Struktur dan Ruang Lingkup
9
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.1 Regulasi yang berlaku
Persyaratan umum untuk penerapan manajemen risiko bagi bankbank di Indonesia terdapat dalam peraturan Bank Indonesia No.
5/8/PBI/2003 tentang “Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum”.
Regulasi ini menekankan pada risiko-risiko yang dihadapi
bank dalam melaksanakan kegiatan usahanya dan
struktur pengendalian yang diperlukan untuk mengelola
risiko-risiko tersebut, termasuk:
• Identifikasi risiko (Risk Identification)
• Pengukuran risiko (Risk Measurement)
• Pemantauan risiko (Risk Monitoring)
• Pengendalian risiko (Risk Control).
10
5
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.2 Manajemen risiko yang terintegrasi
Manajemen risiko yang terintegrasi mempersyaratkan agar
bank-bank yang berada di bawah pengawasan Bank
Indonesia melaksanakan pengelolaan risiko dalam suatu
struktur manajemen yang terintegrasi, menetapkan sistem
serta struktur manajemen yang duperlukan untuk mencapai
tujuab ini.
11
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.3 Penerapan PBI No 5/8/PBI/2003
Regulasi ini berlaku bank umum yang berbentuk:
• Perusahaan Terbatas
• Perusahaan Daerah
• Koperasi
• Kantor cabang bank asing.
12
6
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.4 Ruang lingkup Manajemen Risiko
Direksi masing-masing bank berkewajiban untuk mengelola
risiko yang dihadapi bank dalam menjalankan kegiatan
usahanya secara efektif. Untuk mendukung hal tersebut,
diperlukan:
• pengawasan aktif oleh dewan komisaris, direksi dan oleh staf
manajemen risiko yang terhadap risiko-risiko yang diihadapi bank
• penetapan kebijakan dan prosedur untuk membatasi risiko yang
dihadapi bank.
• penetapan prosedur untuk mengidentifikasi, mengukur,
memonitor dan mengendalikan risiko
• penetapan sistem informasi manajemen yang handal untuk
mendukung pengelolaan risiko
• penetapan sistem pengendalian internal untuk mengelola risiko.
13
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.5 Penetapan Struktur Manajemen Risiko pada Bank
Direksi dan manajemen bank, yang secara formal
bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan
manajemen risiko yang efektif, harus mempertimbangkan:
• sasaran dan kebijakan bank
• kompleksitas jenis kegiatan usahanya
• kemampuan bank untuk mengelola kegiatan usahanya.
14
7
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.5
Penetapan Struktur Manajemen Risiko pada Bank
BI mengharapkan bank yang kegiatan usahanya
sangat kompleks, termasuk perdagangan obligasi dan
mata uang, pemberian pinjaman dalam valas dan
sekuritisasi, untuk memiliki struktur manajemen risiko
yang lebih kompleks daripada bank yang kegiatan
usahanya relatif sederhana dan hanya terbatas pada
tabungan dan perkreditan.
Struktur manajemen risiko harus dirancang sedemikian rupa untuk
memastikan bahwa unit pengambil risiko (Risk Taking Unit)
independen terhadap unit internal audit dan juga Manajemen
Risiko.
Gambar di bawah ini adalah contoh struktur manajemen risiko dari
bank besar:
15
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.5 Menyesuaikan Struktur Manajemen Risiko di Bank
Dewan Komisaris
Dewan Direksi
Komite Manajemen Risiko
Direktur
Kepatuhan
Lini
Manajemen
Direktur
Manajemen Risiko
Unit Kepatuhan
Unit Bisnis
Unit
Manajemen
Risiko
Management Line
Reporting Line
Membership Line
16
8
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.6 Pengelolaan risiko di Bank
Bank Indonesia mempersyaratkan struktur manajemen risiko di
seluruh bank mencakup risiko berikut:
• Risiko Pasar (market risk)
• Risiko Kredit (credit risk)
• Risiko Operasional (operational risk)
• Risiko Likuiditas (liquidity risk)
Definisi dari setiap risiko yang diberikan di bawah ini berasal dari
peraturan BI dan mungkin berbeda dari definisi yang diberikan
sebelumnya.
17
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.6
Pengeloalaan risiko di bank
Risiko Pasar timbul dari pergerakan variabel-variabel
yang terdapat di pasar yang berpengaruh pada
portofolio yang dimiliki bank dan dapat menimbulkan
kerugian bagi bank Bank (adverse movement). Variabel
pasar adalah tingkat suku bunga dan nilai tukar,
termasuk derivatif dari kedua jenis risiko pasar, yaitu
perubahan harga option.
Risiko kredit adalah risiko kegagalan counterparty
memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat timbul dari
berbagai segmen usaha, seperti kredit (penyediaan
dana), treasury dan investasi, serta pembiayaan
perdagangan (trade finance). Risiko ini tercatat baik
dalam banking book maupun trading book.
18
9
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.6 Pengelolaan risiko di bank
Risiko operasional adalah risiko yang disebabkan
ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses
internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau
adanya masalah eksternal yang mempengaruhi kegiatan
usaha bank.
Risiko Likuiditas disebabkan oleh bank memenuhi
kewajiban yang telah jatuh tempo.
19
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.6 Pengelolaan risiko di bank
Bagi bank yang memiliki kegiatan usaha yang lebih
kompleks, Bank Indonesia juga mensyaratkan bank tersebut
untuk mengelola:
• Risiko Hukum (Legal risk)
• Risiko Reputasi (Reputational risk)
• Risiko Strategik (Strategic risk)
• Risiko Kepatuhan (Compliance risk).
20
10
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.6 Pengelolaan risiko di bank
Risiko hukum adalah risiko yang timbul dari kelemahan
aspek yuridis, yang diakibatkan oleh tuntutan hukum,
ketiadaan
regulasi
perundang-undangan
yang
mendukung, atau kelemahan perikatan seperti tidak
dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan
agunan yang tidak sempurna.
Risiko reputasi ditimbulkan oleh publikasi negatif
terhadap kegiatan usaha bank atau persepsi negatif
terhadap bank.
21
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.6
Risiko-risiko yang perlu dikelola Bank
Risiko strategik ditimbulkan oleh penetapan dan
pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan
keputusan bisnis yang tidak tepat, atau kurang
responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.
Risiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan bank
tidak mematuhi atau tidak melaksanakan regulasi
perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.
Bila bank menderita kerugian yang terkait dengan salah satu atau
beberapa risiko diatas, maka sejak saat terjadinya kerugian bank
akan dipersyaratkan untuk memonitor risiko-risiko tersebut.
22
11
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.7 Pengawasan Aktif Dewan Komisaris, Direksi dan
Manajemen
Tanggung jawab utama dari dewan komisaris dan
direksi bank adalah menentukan jenis risiko yang harus
dikelola
unit
manajemen
risiko,
dengan
mempertimbangkan kompleksitas kegiatan usaha bank.
Dewan Komisaris dan direksi juga harus menentukan
alokasi kewenangan dan tanggung jawab manajemen
risiko bagi direksi dan manajemen.
23
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.7 Pengawasan Aktif Dewan Komisaris, Direksi dan
Manajemen
Wewenang dan tanggung jawab Komisaris dan Direksi mencakup:
• persetujuan dan evaluasi kebijakan manajemen risiko
• alokasi tanggungjawab kepada manajemen untuk melaksanakan
kebijakan manajemen risiko
• memutuskan kategori transaksi yang memerlukan persetujuan
dewan komisaris.
Contoh transaksi yang mungkin memerlukan persetujuan direksi dan
dewan komisaris adalah pemberian pinjaman kepada atau
penerimaan simpanan dari satu pihak tertentu yang jumlahnya setara
dengan atau di atas persentasio tertentu dari modal (misalnya setara
atau diatas 5 persen dari modal bank).
24
12
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.7 Pengawasan Aktif Dewan Komisaris, Direksi dan
Manajemen
Baik dalam kasus pemberian pinjaman
atau penerimaan
simpanan, persetujuan transaksi di atas suatu limit tertentu akan
berdampak pada konsentrasi risiko bank karena bank kegagalan
pembayaran kembali pinjaman atau penarikan simpanan tersebut
akan mempengaruhi kondisi banksecara signifikan.
Sebagian besar bank, dan juga pengawas, akan sangat berhatihati dengan konsentrasi risiko, walaupun hal tersebut bukan satusatunya yang diperhatikan bank. Oleh karena itu, sebagian besar
bank akan memiliki suatu prosedur yang dapat memastikan
perhatian direksi dan dewan komisaris pada konsentrasi risiko
tersebut.
25
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.7 Pengawasan Aktif Dewan Komisaris, Direksi dan
Manajemen
Wewenang dan tanggungjawab manajemen harus meliputi hal-hal
sebagai berikut:
• Penyusunan strategi dan kebijakan manajemen risiko bank secara
tertulis
• penerapan dan pengelolaan kebijakan manajemen risiko sesuai
“risk appetite” bank yang telah disetujui.
• penentuan transaksi yang perlu melibatkan personil manajemen
risiko senior
• pengembangan budaya risiko bank
• pengembangan ketrampilan manajemen risiko semua personil
terkait
• memastikan independensi kegiatan manajemen risiko pengelolaan
kegiatan usaha
26
13
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.7 Pengawasan Aktif Dewan Komisari, Direksi dan
Manajemen
•
Pengkajian berkala:
a. akurasi penilaian risiko melalui pembandingan risiko yang
terkait dengan transaksi atau nasabah tertentu dengan
realisasinya (kerugian)
b. akurasi dan kelengkapan informasi informasi manajemen
risiko dan kualitas sistem pendukungnya
c.
Ketepatan limit risiko dan
kualitas prosedur
yang
mendukung alokasi limit tersebut (yaitu, apakah personil
yang tepat diberikan limit tepat untuk mengelola risiko yang
menjadi tanggung jawabnya)
27
9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup
9.2.7 Pengawasan Aktif Dewan Komisaris, Direksi dan
Manajemen
•
Penghitungan dan pelaporan :
a. risk apetite secara keseluruhan (total jumlah risiko yang
akan diambil bank)
b. profil risiko secara keseluruhan (distribusi total risiko
pada seluruh aspek kegiatan usaha)
c. Kemampuan bank mengelola risiko sesuai profil dan
limit yang disetujui.
28
14
9 Kerangka regulasi di
Indonesia dan ketentuan
manajemen risiko
9.3 Manajemen Risiko –
penetapan limit
29
9.3 Manajemen risiko – penetapan limit
9.3.1 Penetapan prosedur kebijakan dan limit
Kebijakan manajemen risiko harus mencakup penilaian
risiko yang terkait dengan setiap produk dan transaksi.
Penilaian tersebut meliputi:
• metode yang sesuai untuk mengukur risiko
• informasi relevan yang diperlukan untuk menilai risiko (diperoleh
dari sistem informasi manajemen bank )
• penetapan limit untuk total jumlah risiko, yang juga merupakan
risk appetite bank
• proses penilaian risiko dengan menggunakan peringkat, seperti
proses pemeringkatan kredit (credit grading process)
• Penilaian terhadap ‘skenario terburuk’ untuk risiko yang dihadapi
bank
• memastikan bahwa semua risiko memilki proses pengendalian
yang tepat (seperti pengkajian secara teratur).
30
15
9.3 Manajemen risiko – penetapan limit
9.3.2 Penilaian terhadap prosedur dan limit risiko
Direksi dan manajemen senior harus memandang suatu proses
untuk menetapkan risk appetite bank yang didalamnya
mencakup proses penetapan limit yang tepat.
Penetapan limit risiko harus meliputi:
• pendelegasian wewenang yang jelas dan secara tertulis,
untuk memastikan akuntabilitas pegawai (wewenang seperti
ini umumnya didokumentasikan dalam rincian tugas
pegawai
dan
menjadi
referensi
silang
(crossreferenced) kewenangan pegawai
dalam
buku
pedoman yang mencantumkan
seluruh
kewenangan
anggota direksi dan manajemen bank)
31
9.3 Manajemen risiko – penetapan limit
9.3.2
Penilaian terhadap prosedur dan limit risiko
Penetapan limit risiko harus meliputi:
• limit secara keseluruhan dan limit untuk periode waktu
tertentu (tergantung relevansinya), dimana limit harus
didokumentasikan
berdasarkan
penetapan
secara
bertahap (ladders), seperti limit tingkat suku bunga untuk
kontrak berjangka.
• dokumentasi lengkap (seperti dijelaskan di atas) yang
juga harus disusun untuk mendukung proses penilaian
limit (umumnya dapat dilihat dengan keberadaan
dokumen seperti Role Profiles, penilaian, kinerja tahunan,
pedoman wewenang dan pengendalian, dan sebagainya)
32
16
9.3 Manajemen risiko – penetapan limit
9.3.2 Penilaian terhadap prosedur dan limit risiko
Limit risiko harus ditetapkan:
• secara menyeluruh, atau disebut dengan risk appetite
• Untuk masing-masing jenis risiko seperti risiko kredit,
risiko pasar, risiko operational, risiko likuiditas, dan
sebagainya)
• Menurut fungs seperti treasury, manajemen kantor
cabang, manajemen risiko, anggota direksi)
33
9 Kerangka regulasi di
Indonesia dan ketentuan
manajemen risiko
9.4 Manajemen Risiko – informasi
dan analisis
34
17
9.4 Manajemen risiko – informasi dan analisis
9.4.1 Proses Identifikasi
Direksi bank secara umum berkewajiban untuk memastikan
bahwa :
• Semua risiko (risiko tingkat suku bunga, risiko mata uang,
risiko likuiditas, dan sebagainya) telah teridentifikasi
• Semua risiko yang material telah diukur, dimonitor dan
dikendalikan
• pengukuran risiko diatas didukung oleh informasi yang
mutakhir, akurat dan lengkap
35
9.4 Manajemen risiko – informasi dan analisis
9.4.1 Proses Identifikasi
Identifikasi faktor-faktor risiko umumnya dilaksanakan oleh
unit manajemen risiko setelah berkonsultasi dengan bagian
trading.
Selain melakukan identifikasi faktor-faktor risiko, unit
manajemen risiko perlu mendapatkan informasi independen
mengenai harga penutupan harian (daily closing prices)
untuk setiap faktor risiko. Hal ini untuk memberikan jaminan
bahwa revaluasi posisi bank ditentukan secara independen
dan tidak berasal dari informasi trader.
Proses di atas harus dilengkapi dengan analisis harian
mengenai kinerja keuangan aktivitas trading untuk
memastikan bahwa laba-rugi yang dilaporkan konsisten
dengan profil risiko bank.
36
18
9.4 Manajemen risiko – informasi dan analisis
9.4.2 Implementasi dan Pengawasan
Proses anlisa risiko harus dapat mengidentifikasi
seluruh karakteristik risiko bank (umumnya dimulai
dengan pemisahan segmen-segmen usaha yang
dilakukan bank), dan risiko terkait dengan setiap
produk dan kegiatan usaha bank. Proses ini
dilaksanakan dengan pemisahan berdasarkan faktor
risiko selain mempertimbangkan risiko lainnya seperti
risiko kinerja dan risiko kerahasiaan (confidentiality
risk)
37
9.4 Manajemen risiko – informasi dan analisis
9.4.2 Implementasi dan Pengawasan
Dalam analisa risiko berbasis produk dan segmen usaha ini,
pengukuran risiko harus :
• disusun berdasarkan jangka waktu tertentu (dalam hal diperlukan)
• menyatakan sumber data yang digunakan
• menyatakan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko
• mampu menunjukkan terjadinya perubahan pada profil risiko bank
Proses monitoring risiko dilaksanakan dengan melakukan evaluasi
terhadap seluruh eksposur risiko dan menyusun proses pelaporan
yang menunjukkan perubahan-perubahan dalam profil risiko bank.
38
19
9.4 Manajemen risiko – informasi dan analisis
9.4.3 Manajemen dan pengendalian
Proses manajemen risiko harus dapat membangun suatu
struktur yang dapat mengelola risiko-risiko yang berpotensi
mengancam kelangsungan uaha bank
Dalam hal ini proses pengendalian risiko harus mencakup
proses pengelolaan aset dan kewajiban (assets liability
management -ALM) yang meliputi manajemen:
• risiko mata uang (currency risk)
• risiko suku bunga
• risiko likuiditas
bagi bank dengan kegiatan trading yang terbatas, proses seperti
di atas mungkin cukup memadai untuk pengelolaan semua
risiko diatas.
39
9.4 Manajemen risiko – informasi dan analisis
9.4.4 Sistem Informasi
Sistem informasi manajemen risiko harus mampu melaporkan:
• semua eksposur risiko
• eksposur yang sesungguhnya dibandingkan dengan limit yang
disetujui
• realisasi risiko (misalnya, kerugian), dibandingkan dengan
target kerugian (yaitu risk appetite)
Chief Risk Officer harus secara teratur mengkajia laporan risiko
yang dihasilkan oleh sistem manajemen risiko
40
20
9 Kerangka regulasi di
Indonesia dan ketentuan
manajemen risiko
9.5 Manajemen Risiko –
Pengedalian Internal
41
9.5 Manajemen risiko – Pengendalian Intern
9.5.1 Sistem Pengendalian Internal
Direksi bank secara umum berkewajiban untuk memastikan
bahwa bank telah menerapkan sistem pengendalian internal
berdasarkan kegiatan usaha bank secara menyeluruh.
Sistem pengendalian internal harus mampu mengidentifikasi
kegagalan pengendalian dan penyimpangan terhadap
kebijakan, prosedur dan proses yang dimiliki bank.
42
21
9.5 Manajemen risiko – Pengendalian Intern
9.5.1 Sistem Pengendalian Intern
Sistem pengendalian Internal harus:
• sejalan dengan regulasi Bank Indonesia
• sejalan dengan persyaratan internal bank yang ditetapkan
oleh direksi dan manajemen
• digunakan dalam proses pelaporan informasi keuangan
yang komprehensif, akurat, dan terkini
• dapat mendukung manajemen dalam pengambilan
keputusan untuk menerima atau menolak risiko
• menciptakan budaya pelaporan berbasis-risiko di bank
43
9.5 Manajemen risiko – Pengendalian Intern
9.5.2 Sistem pengendalian pnternal dan penerapan
manajemen risiko – peran Audit Internal
Audit internal merupakan fungsi yang independen di bank
Peran utamanya adalah melaksanakan penilaian penilaian
berkelanjutan
melalui
penyusunan
laporan
yang
menganalisis metodologi, prosedur dan proses di dalam
organisasi manajemen risiko bank.
Dalam perannya sebagai pengawas, umumnya audit internal
menyampaikan laporan kepada Direktur Utama bank; auidiot
internal tidak memberikan laporan kepada Chief Risk Officer.
44
22
9.5 Manajemen risiko – Pengendalian Intern
9.5.2 Sistem pengendalian internal dan penerapan
manajemen risiko – peran Audit Internal
Laporan tertulis Audit Internal umumnya mencakup:
• Kesesuaian sistem pengendalian internal bank dengan
jenis risiko yang dihadapi bank
• penilaian kepatuhan terhadap kebijakan, prosedur dan limit
yang ditetapkan bank dan disetujui oleh Bank Indonesia
sebagai pengawas bank tersebut
• Independensi fungsi pengendalian manajemen risiko bank
dari pengelolaan kegiatan usaha sehari-hari
45
9.5 Manajemen risiko – Pengendalian Intern
9.5.2 Sistem pengendalian internal dan penerapan
manajemen risiko – peranan Audit Internal
Laporan tertulis Audit Internal umumnya mencakup:
• independensi dan obyektivitas fungsi manajemen risiko
• kecukupan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan
manajemen.
• kecukupan dokumentasi untuk mendukung proses kegiatan
usaha (umumnya melalui penyusunan alur proses dari
awal
sampai selesai)
• kualitas respon manajemen, dan ketepatan waktu dari respon
tersebut terhadap pertanyaan-pertanyaan audit internal dan
eksternal
• kelemahan yang teridentifikasi dalam pelaksanaan kegiatan
usaha
dan
respon
manajemen
atas
kelemahankelemahan tersebut.
46
23
9.5 Manajemen risiko – Pengendalian Intern
9.5.2 Sistem pengendalian internal dan penerapan
manajemen risiko – peranan Audit Internal
Laporan tertulis Audit Internal umumnya mencakupi:
• Struktur bank yang menunjukkan organisasis dan pemisahan yang
jelas antara kewenangan dan garis pelaporan untuk manajemen
risiko pengelolaan kegiatan usaha sehari-hari dan Audit Internal.
Umumnya hal ini terkait dengan dokumentasi bagan struktur yang
secara jelas menunjukkan garis pelaporan yang tepat dengan
disertai job description dan limit serta kewenangan setiap personil.
• akurasi dan ketepatan waktu dari seluruh pelaporan keuangan dan
pelaporan informasi manajemen.
• kepatuhan bank terhadap ketentuan Bank Indonesia dan
persyaratan lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai
pengawas bank (misalnya, permintaan informasi dari pengawas
mengenai proses pengawasan pengendalian).
47
9 Kerangka regulasi di
Indonesia dan ketentuan
manajemen risiko
9.6 Manajemen Risiko – Unit
Manajemen Risiko
48
24
9.6 Manajemen Risiko – Satuan Kerja Manajemen Risiko
9.6.1
Organisasi fungsi manajemen risiko
Direksi bank secara umum berkewajiban menetapkan
struktur organisasi pengelolaan risiko bank
yang
mencakup komite manajemen risiko dan manajemen
risiko
Keanggotaan komite manajemen risiko terdiri dari
mayoritas anggota direksi dan pejabat eksekutif yang
berwenang.
49
9.6 Manajemen Risiko – Satuan Kerja Manajemen Risiko
9.6.1 Organisasi dan fungsi manajemen risiko
Komite manajemen risiko harus memberikan rekomendasi
kepada Direktur Utama mengenai hal-hal berikut:
• kebijakan, strategi dan penerapan risiko
• proses perubahan yang berasal dari rekomendasi audit
internal atau evaluasi lainnya terhadap proses
manajemen risiko
• pemberian penjelasan kepada Bank Indonesia dan
direksi bank mengenai keputusan yang ditetapkan bank
yang bertentangan dengan kebijakan manajemen risiko
bank.
50
25
9.6 Manajemen Risiko – Satuan Kerja Manajemen Risiko
9.6.2 Struktur unit manajemen risiko
Persyaratan mendasar bagi struktur unit manajemen risiko
adalah sebagai berikut:
• Unit tersebut harus dapat mengendalikan besaran dan
kompleksitas risiko yang akan diambil bank
• Unit tersebut memiliki independen operasional dan pelaporan
dari unit kegiatan usaha sehari-hari (misalnya, kantor cabang
dan manajemen, perkreditan, treasury).
• Unit tersebut melapor kepada
(khususnya Chief Risk Officer)
anggota
direksi
bank
51
9.6 Manajemen Risiko – Satuan Kerja Manajemen Risiko
9.6.2 Struktur unit manajemen risiko
Unit manajemen risiko bertanggungjawab untuk:
•
•
•
•
memonitor penerapan strategi manajemen risiko sebagaimana
yang telah disetujui oleh direksi bank dan otoritas pengawasan
(BI)
memonitor seluruh tingkat risiko yang dihadapi bank dan
membandingkannya dengan keseluruhan risk appetite bank
(sebagaimana yang disetujui oleh direksi dan otoritas
pengawasan (BI)
memonitor tingkat risiko yang dihadapi bank terhadap limit
risiko bank (misalnya, risiko kredit, pasar, operasional)
melakukan stress test
52
26
9.6 Manajemen Risiko – Satuan Kerja Manajemen Risiko
9.6.2 Struktur unit manajemen risiko
• melakukan kajian rutin terhadap prosedur dan proses manajemen
risiko bank (misalnya, proses persetujuan pemberian kredit,
proses manajemen kredit macet, dan sebagainya)
• mempelajari proposal peluncuran produk dan layanan baru
• melakukan pengujian rutin terhadap kemampuan prediktif model
risiko yang digunakan bank untuk dibandingkan dengan
realisasinya (misalnya, monitoring realisasi tingkat kredit macet
dibandingkan dengan prediksi tingkat kredit macet yang dihasilkan
oleh model perkreditan dam pemeringkatan bank
• memberikan rekomendasi kepada komite manajemen risiko bank
mengenai seluruh aspek yang terkait dengan proses manajemen
risiko bank
• Melaporkan secara berkala profil risiko bank kepada pimpinan unit
manajemen risiko dan komite risiko bank
53
9.6 Manajemen Risiko – Satuan Kerja Manajemen Risiko
9.6.3 Kegiatan pengambilan-risiko bank dan unit manajemen
risiko
Kegiatan pengambilan-risiko bank (misalnya, kelompok
trading, kelompok kredit, corporate finance) harus
menyampaikan laporan komprehensif mengenai eksposur
risiko mereka kepada unit manajemen risiko secara berkala.
54
27
9 Kerangka regulasi di
Indonesia dan ketentuan
manajemen risiko
9.7 Manajemen Risiko – produk
dan layanan baru
55
9.7 Manajemen risiko – produk dan layanan baru
9.7.1 Peluncuran produk dan layanan baru
Bank harus mendokumentasikan proses dan prosedur produk dan
layanan baru termasuk otorisasi dari manajemen yang terkait.
Dokumentasi harus meliputi:
• Proses dan prosedur penggunaan sistem baru/perubahan sistem
yang ada untuk penerapan produk dan layanan baru
• Otorisasi relevan yang terkait dengan manajemen produk untuk
memperkenalkan produk dan layanan baru tersebut
• Laporan komprehensif mengenai risiko yang terkait dengan produk
atau layanan baru
• Metode untuk melakukan pengukuran dan monitoring secara
berkelanjutan terhadap risiko yang terkait dengan produk atau
layanan baru.
• Penilaian risiko hukum yang terkait dengan peluncuran produk atau
layanan baru
• Pernyataan kepada nasabah yang mengungkapkan risiko yang
melekat pada produk dan layanan baru.
56
28
9 Kerangka regulasi di
Indonesia dan ketentuan
manajemen risiko
9.8 Manajemen Risiko–
Persyaratan Pelaporan
57
9.8 Manajemen risiko – kewajiban pelaporan
9.8.1 Laporan Profil Risiko
Bank harus melaporkan profil risiko mereka kepada BI
dan laporan tersebut harus mengandung informasi yang
sama seperti yang disampaikan unit manajemen risiko
kepada pimpinannya (Chief Risk Officer) dan kepada
komite manajemen risiko.
Laporan profil risiko disusun secara triwulanan pada
bulan Maret, Juni, September dan Desember dan harus
disampaikan kepada Bank Indonesia dalam waktu 7
(tujuh) hari kerja setelah berakhirnya periode triwulanan
tersebut.
58
29
9.8 Manajemen risiko – kewajiban pelaporan
9.8.2 laporan aktivitas produk dan layanan baru
Bank harus melaporkan kepada Bank Indonesia produk
dan aktivitas baru yang disediakan bagi nasabah.
Laporan tersebut harus mencakup semua produk baru
dan layanan baru dan disampaikan kepada BI
dilaporkan dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah
produk dan layanan baru tersebut efektif dilaksanakan.
59
9.8 Manajemen risiko – kewajiban pelaporan
9.8.3 Laporan kerugian finansial yang signifikan
Setiap bank yang mengalami kerugian finansial yang
signifikan harus melaporkan hal tersebut sesegera
mungkin kepada BI.
60
30
9.8 Manajemen risiko – kewajiban pelaporan
9.8.4 Laporan dan rekening yang dipublikasikan
Selain informasi kondisi keuangan bank, untuk
kepentingan transparansi bank harus mempublikasikan
informasi yang cukup mengenai kebijakan dan strategi
manajemen risiko dan ketaatan mereka pada limit
risiko. Semua laporan yang dikeluarkan harus disetujui
oleh BI.
61
9 Kerangka regulasi di
Indonesia dan ketentuan
manajemen risiko
9.9 Manajemen Risiko – sanksi
pengawasan
62
31
9.9 Manajemen risiko – sanksi pengawasan
9.9.1 Sanksi untuk pelanggaran (non-compliance)
Bank Indonesia memiliki kewenangan luas
untuk menerapkan sanksi kepada bank yang
tidak
mematuhi
ketentuan-ketentuan
perbankan. Sanksi tersebut dapat berupa
pengenaan denda sampai dengan pencabutan
ijin usaha bank yang melakukan pelanggaran.
63
32
Download