Indonesia Certificate in Banking Risk and Regulation Part A: Risiko dan Regulasi Perbankan 1 Bab 1 – Karakteristik Risiko dan Regulasi Perbankan 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 2 1 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi Apa yang dimaksud dengan bank? Bank adalah sebuah lembaga yang diberikan izin oleh otoritas perbankan untuk menerima simpanan, memberikan kredit, dan menerima serta menerbitkan cek. Apa yang dimaksud dengan risiko? Menurut Kamus: Risiko adalah peluang terjadinya bencana atau kerugian. Untuk keperluan Sertifikasi, risiko didefinisikan sebagai: Peluang terjadinya hasil (outcome) yang buruk. Definisi tersebut menyatakan bahwa risiko terkait dengan situasi dimana hasil negatif dapat terjadi dan besar kecilnya kemungkinan terjadinya outcome tersebut dapat diperkirakan. 3 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi Dua istilah penting lain yang terkait dengan risiko dalam konteks Sertifikasi ini adalah: Kejadian risiko (risk event) didefinisikan: Terjadinya sebuah peristiwa yang menyebabkan potensi kerugian (yaitu terjadinya sebuah outcome yang buruk) Risiko kerugian adalah kerugian yang terjadi sebagai konsekuensi langsung ataupun tidak langsung dari kejadian risiko. Kerugian tersebut dapat bersifat finansial atau non-finansial. 4 2 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.1 Industri jasa keuangan, bank dan regulasi Bank merupakan subyek peraturan, dalam hal ini yang diatur adalah institusinya, bukan semata-mata pada produk atau jasa yang ditawarkannya. Regulasi bagi produk atau jasa yang ditawarkan sebuah indusrti adalah hal yang lazim. Namun bukan merupakan suatu kelaziman apabila lembaga-lembaga yang berada dalam sebuah industri ikut diatur dalam suatu regulasi. Alasan adanya peraturan yang sangat ketat di industri perbankan dikarenakan kegagalan bank dapat memiliki dampak jangka panjang yang mendalam terhadap perekonomian 5 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.1 Industri jasa keuangan, bank dan regulasi Bank tidak bebas memilih struktur modalnya (capital structure). Capital structure menunjukkan cara yang ditempuh bank untuk memperoleh pendanaan, umumnya dilakukan melalui kombinasi penerbitan saham, obligasi dan penerimaan pinjaman. Capital structure sebuah bank ditentukan oleh otoritas pengawas perbankan (BI untuk di Indonesia) yang menetapkan persyaratan modal minimum sebagaimana halnya penetapan tingkat likuiditas yang harus dipertahankan oleh bank, dan jenis serta struktur pemberian kredit. Jika sebuah bank memiliki modal yang cukup – bank memiliki sumber daya finansial yang memadai yang untuk mengantisipasi potensi kerugiannya. Jika sebuah bank memiliki likuiditas yang cukup – bank memiliki sumber daya finansial yang memadai untuk mendanai aktivanya dan memenuhi kewajibannya saat jatuh tempo. 6 3 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.1 Industri jasa keuangan, bank dan regulasi Aktiva Jumlah Bobot Risiko ATMR Jutaan USD % USD million 100 0 0 10 0 0 Kredit kepada bank lain < 1th 200 20 40 Kredit kepada UKM 390 100 390 Kredit kepada pemerintah daerah 200 50 100 Kredit kepada perusahaan internasional berskala besar 100 100 100 Obligasi pemerintah domestik Kas Total Kewajiban 1000 Jumlah Modal 80 Dana Pihak ketiga 820 Kredit dari bank lain 100 Total 630 ATMR = Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (Basel I) Modal yang dipersyaratkan adalah 8% dari ATMR x 8% = USD 50.4m Bank memiliki USD 80 juta, jauh di atas ketentuan yang disyaratkan 1000 7 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.1 Industri jasa keuangan, bank dan regulasi Penting untuk dipahami bahwa baik Basel II dan Program Sertifikasi, merupakan peraturan pada bank dan bukan peraturan kepada industri jasa keuangan. Di European Union (EU), peraturan Basel II akan mencakup area yang luas yaitu : lembaga perkreditan (sekitar 8,800) dan juga sekitar 2,200 perusahaan investasi (investment firms) 8 4 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? Bank perlu diatur karena bank memiliki risiko yang melekat (inherent risk) ke dalam sistem perekonomian. Tidak seperti industri mobil, bank menawarkan produk yang digunakan oleh setiap nasabah, baik komersial dan perorangan, yaitu UANG. Dengan demikian, kegagalan dari sebuah bank (baik kegagalan sebagian maupun keseluruhan), dapat menimbulkan dampak pada perekonomian secara menyeluruh, yang dikenal sebagai ‘risiko sistemik’ (Systemic risk). Systemic risk adalah risiko dimana kegagalan sebuah bank dapat menimbulkan dampak yang menghancurkan perekonomian secara besar-besaran dan bukan hanya dampak berupa kerugian yang secara langsung dihadapi oleh pegawai, nasabah dan pemegang saham. 9 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? Walaupun tidak setiap orang mengenal istilah risiko sistemik, banyak orang mengetahui apa yang dimaksud dengan “bank rush” (penarikan dana besar-besaran dari bank). Hal ini dapat terjadi saat ketika sebuah bank tidak mampu memenuhi kewajibannya, atau dengan kata lain bank tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar para deposan yang ingin menarik dana mereka. Ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban dan membayar kembali para deposan belum tentu menunjukkan kondisi yang sebenarnya; bisa jadi ketidakmampuan ini hanya sebatas persepsi nasabah. 10 5 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? – contoh 1 penarikan dana besar-besaran KEKURANGAN LIKUIDITAS STABILITAS TERGANGGU PENARIKAN DANA MASYARAKAT MENJADI RUGI PENARIKAN BESAR-BESARAN RUMOR KREDIT MACET BANK TERPAKSA DILIKUIDASI Pengaruh dalam ekonomi lokal, bepotensi secara global 11 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? - contoh 2 penarikan dana besar-besaran Pada tanggal 14 October 2003, Asia Commercial Bank sebuah bank swasta Vietnam dengan aset USD 800 juta menderita a ‘run’. Berdasarkan rumours yang merusak, yang tersebar dari mulut ke mulut tersiar berita bahwa general director telah melarikan diri dari negara Vietnam. Hal ini menimbulkan rasa takut masyarakat bahwa bank tersebut berada dalam masalah. Di sebuah cabang 4.000 customer antri untuk menarik uang mereka. Bank Central Vietnam diminta untuk menyediakan USD 61.2 juta sebagai emergency liquidity. Seorang pejabat pemerintah bersama dengan general director yang “hilang” tersebut berupaya meyakinkan masyarakat bahwa dia masih tetap menjalankan pekerjaannya dan pada tanggal 15 Oktober dana yang telah keluar itu kembali lagi masuk ke bank. 12 6 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? Solvabilitas dari sebuah bank bukan saja merupakan perhatian : • Para pemegang saham (shareholders) • Para nasabah (customers) • Para karyawan (employees) Tetapi juga: • pengelola perekonomian secara keseluruhan. 13 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi Mengapa bank perlu diregulasi? Assets Amount Risk Weight RWA USD million % USD million 100 0 0 10 0 0 Kredit kepada bank lain < 1th 200 20 40 Obligasi pemerintah domestik Kas Kredit kepada UKM 390 100 390 Kredit kepada pemerintah daerah 200 50 100 Kredit kepada perusahaan internasional berskala besar 100 100 100 Total Kewajiban Modal 1000 Amount 80 Dana Pihak ketiga 820 Kredit dari bank lain 100 Total 630 Bandingkan cash yang dimiliki dengan deposito nasabah Menjual Government Bonds untuk meningkatkan cash Jika masih membutuhkan dana maka bank akhirnya terpaksa menjual atau menghentikan kredit. 1000 14 7 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? – contoh Krisi Continental Illinois Bank Pada bulan Mei 1984 Continental Illinois Bank di USA mengalami bank rush atas simpanannya. Hal ini diakibatkan oleh risiko kredit yang buruk, khususnya kredit yang diambil alih dari Penn Square Bank yang telah ditutup pada th 1982 dan membuat Continental Illinois tidak pernah benarbenar pulih. Kredit macet milik Continental Illinois meningkat hingga USD 2.3 milyar pada bulan April 1984, sekitar 7.7% dari total kredit yang diberikan. Bank pada saat itu dalam kondisi rapuh karena sangat tergantung kepada simpanan jangka pendek bernominal besar (wholesale). Keadaan menjadi buruk ketika simpanan besar tsb. tidak lagi diperpanjang pada saat jatuh tempo. Tahun 1984 The federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) mengambil-alih utang Continental Illinois sebesar USD 3.5 milyar. Penghimpunan dana yang bersifat global dan berjumlah besar yang dilakukan Continental Illinois membuat Federal Reserve dan FDIC harus campur tangan untuk menghindari risiko rush pada bank besar USA lainnya oleh para deposan asing. 15 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? Sebelum tahun 1930an, permasalahan pada solvabilitas bank, bahkan bank rush, cukup sering terjadi. Keadaan ini mendorong pemerintah berbagai negara untuk mengendalikan bank melalui regulasi, dengan memastikan bahwa bank memiliki modal dan likuiditas yang memadai. Otoritas pengawas (biasanya bank-bank sentral) berupaya memastikan agar bank-bank dapat: • memenuhi permintaan deposan (pada tingkat yang wajar) untuk mendapatkan uangnya kembali tanpa menarik kembali kredit yang telah diberikan bank, • mempertahankan tingkat kerugian yang wajar akibat kredit macet atau siklus penurunan kegiatan ekonomi (bertahan pada saat terjadi resesi). 16 8 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.2. Mengapa bank perlu diregulasi? Tingkat kapitalisasi dan likuiditas pada awalnya tidak ditetapkan secara tegas. Modalpun sering hanya dikaitkan dengan prosentase tertentu dari jumlah kredit. Dalam menetapkan jumlah modal sebagai prosentase suatu jenis kredit, jelas terlihat bahwa ada “mata rantai yang hilang” dalam memperhitungkan tingkat modal yang tepat bagi bank. Mata rantai yang hilang ini dijelaskan dengan menggunakan contoh berikut: Bank A hanya memberikan pinjaman kepada Pemerintah, dan selalu dapat mengasumsikan bahwa pinjaman tersebut akan dibayar kembali. Bank B hanya memberikan pinjaman kepada perusahaanperusahaan yang baru berdiri. Bank B tidak dapat membuat asumsi yang sama dengan Bank A karena terdapat kemungkinan beberapa atau bahkan sebagian besar perusahaan baru tersebut tidak dapat melanjutkan kegiatan usahanya. 17 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.2. Mengapa bank perlu diregulasi? Menurut teori ekonomi, pinjaman dari dua group dalam contoh didepan akan seimbang antara berapa yang akan didapat (yang secara umum disebut “Margin”) dengan kerugian yang dapat terjadi. Siapapun investor potensial di Bank A atau Bank B akan membuat keputusan risiko/imbalan berdasarkan seberapa besar masingmasing bank berani mengambil risiko dibandingkan dengan imbalan yang diharapkan akan diperoleh. Dalam contoh diatas Bank B akan meminta imbalan dengan margin yang lebih tinggi dari pada Bank A karena dapat menyebabkan kerugian yang lebih tinggi. Dalam kasus Bank B, bad debt tak mungkin terjadi pada tingkat yang sama dengan Bank A karena bisnis akan lebih banyak mengalami default dalam keadaan resesi dibandingkan dengan dalam keadaan ekonomi tumbuh. Bad debt terjadi ketika bank tidak mampu menarik kembali pokok pinjaman dan pendapatan bunga yang sudah diakui dari nasabahnya.Kondisi ini akan menyebabkan bank menderita kerugian dan terjadi erosi modal 18 9 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? Untuk menjaga agar bank dapat bertahan dari bad debt, bank harus mempunyai modal pada tingkat tertentu untuk menutup kerugian yang ada. Dalam contoh di atas Bank B membutuhkan modal yang lebih besar dibandingkan Bank A. Hal ini karena Bank A memiliki sebuah kebijakan kredit yang lebih konservatif dengan risiko yang lebih rendah, walaupun dengan imbalan (margin) yang lebih rendah pula. Dari contoh diatas tampak bahwa ‘missing link’ dalam perhitungan tingkat modal yang tepat bagi sebuah bank adalah besarnya risiko yang ditanggungnya. 19 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? – gejolak ekonomi dan risiko sistematik Meskipun bank berupaya keras untuk mendiversifikasi portofolio pinjamannya, namun kebanyakan bank masih mempunyai risikorisiko ekonomi yang besar pada pasar domestik mereka. Perekonomian sebuah negara dapat dipengaruhi oleh: • Gejolak eksternal, dapat berupa bencana alam atau peristiwa yang diakibatkan oleh manusia dan atau • kesalahan manajemen perekonomian 20 10 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? – gejolak ekonomi dan risiko sistematik Jumlah debitur macet pada Bank yang berada pada sebuah perekonomian sebagaimana digambarkan dapat meningkat secara signifikan. Kenaikan tingkat kegagalan dapat ditandai atas hal-hal sebagai berikut: • Penurunan kualitas kredit dari perusahaan-perusahaan yang dipengaruhi oleh perekonomian yang buruk • Tingkat pengangguran yang meningkat pesat • Peningkatan suku bunga 21 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? – gejolak ekonomi dan risiko sistematik Banyak bank memiliki kesulitan dalam menghindari dampak dari gejolak ekonomi yang terjadi. Ada beberapa tindakan yang dapat diambil untuk memitigasi berbagai dampak negatif gejolak ekonomi tersebut, yaitu: • Mematuhi regulasi (termasuk Basel II) yang semakin menuntut bank untuk menyusun berbagai skenario dalam menghadapi gejolak ekonomi dan memastikan bank memiliki modal yang cukup untuk melindungi stakeholder dari dampak gejolak ekonomi tersebut. • Melakukan estimasi tingkat kredit macet yang akan terjadi dan memastikan bank memiliki tingkat modal yang cukup. 22 11 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? – risiko dan modal Contoh-contoh diatas secara jelas menunjukkan hubungan antara risiko dan modal. Semakin besar risiko yang dihadapi maka semakin besar modal yang dibutuhkan. Bank diwajibkan memiliki modal yang cukup untuk menutupi risiko yang diambil. Ini dikenal sebagai “kecukupan modal” (capital adequacy). Dengan contoh-contoh di atas, semakin jelas bagi para otoritas pengawas bank (supervisors) bahwa tingkat modal sebuah bank dan kemampuannya untuk menyerap kerugian akibat pinjaman dan aktivitas lainnya harus dikaitkan dengan risiko kegiatan usaha yang dihadapi. Dalam hal ini tingkat modal harus didasarkan pada tingkat risiko (modal berbasis risiko/ risk-based capital). 23 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.2 Mengapa bank perlu diregulasi? – risiko dan modal Perkembangan pasar perbankan internasional pada tahun 1970an dan 1980an cenderung memberikan perhatian yang lebih besar pada perhitungan modal berbasis risiko. Kenaikan harga minyak yang demikian tinggi pada waktu itu memaksa negara-negara yang memiliki surplus dolar AS yang besar menginvestasikan kembali dolar tersebut ke negara-negara yang mengalami defisit yang besar. Hal ini membawa konsekuensi pada pertumbuhan pesat dan meningkatnya kompetisi di bidang perbankan internasional. Kondisi ini turut dipertimbangkan oleh otoritas pengawas perbankan dan memberikan penekanan bahwa bank dengan cakupan kegiatan bisnis internasional harus memiliki modal yang sesuai dengan risiko yang dimilikinya. 24 12 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.3 Regulasi bank – Basel I The Basel Committee on Banking Supervision untuk pertama kalinya menawarkan suatu metodologi standar penghitungan jumlah modal berbasis risiko yang harus dimiliki sebuah bank dengan menerbitkan (risk-based capital) Basel Capital Accord I pada tahun 1988. Basel Accord I tersebut hanya mencakup risiko kredit dan berdasarkan standar-standar yang ada sekarang, dapat dikatakan bahwa hubungan antara risiko dengan modal belum cukup memadai. Basel I mengenal berbagai multiplier (dikenal dengan bobot risiko/ risk weight) yang sederhana, masing-masing untuk utang pemerintah, utang bank dan utang perusahaan dan pribadi, dikalikan dengan 8% target rasio modal (target capital ratio). 25 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.3 Regulasi bank – The Market Risk Amendment Otoritas pengawas perbankan di beberapa negara berupaya menyempurnakan Accord 1988 agar menjadi lebih peka terhadap risiko. Otoritas pengawas perbankan bergerak cepat untuk memanfaatkan praktek dan pengalaman yang telah ada dan dimiliki oleh berbagai bank dalam mengelola risiko terkait kegiatan trading-nya. Untuk memastikan bahwa risiko telah terkendali dan dihitung secara tepat, bank mulai menetapkan persyaratan internal mengenai modal yang terkait langsung dengan risiko yang dihadapi oleh bagian trading sebuah bank. Untuk dapat melakukan hal tersebut, bank harus memiliki pandangan (view) tertentu mengenai hubungan antara risiko dan modal. Pandangan ini didasarkan pada sebuah teori keuangan yang dewasa ini semakin sering digunakan, yaitu variabilitas historis pengembalian (return) dari berbagai jenis kegiatan usaha. 26 13 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.3 Regulasi bank – The Market Risk Amendment Praktek bank untuk mengelola risiko banyak mendapatkan dorongan dan dukungan karena adanya: • pertumbuhan pasar derivatif • model penentuan harga opsi (option pricing model) yang terkait langsung dengan volatilitas pengembalian (return) dari instrumen pasar yang menjadi underlying dengan nilai instrumen tersebut, antara lain penetuan harga berbasis risiko (risk-based pricing) The Basel Committee mempublikasikan “the Market Risk Amendment” terhadap Basel Accord I pada tahun 1996. Selain menyusun serangkaian aturan sederhana untuk memperhitungkan risiko pasar, Basel Committee mendorong otoritas pengawas perbankan untuk memberikan perhatian pada upaya penilaian model-model yang digunakan bank dalam menentukan harga berbasis risiko (risk-based pricing). Model ini disebut dengan model “Value at Risk (VaR)” dan akan dijelaskan secara lebih rinci pada Bab 2 dan 4. 27 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.3 Regulasi bank – Basel II Melanjutkan publikasi dari Market Risk Amendment, Basel Committee mulai mengembangkan sebuah Capital Accord baru (new Capital Accord) yang selanjutnya disebut Basel II. Setelah melalui banyak konsultasi dan pembahasan, Basel II tersebut akhirnya diadopsi di tahun 2004 dan disepakati diimplementasikan pada tahun 2006-2007. Basel II menghubungkan secara langsung antara modal bank dengan risiko yang dimiliki. Untuk melindungi dampak dari gejolak ekonomi bankbank diminta oleh Basel II agar memperkirakan pengaruh gejolak ekonomi tersebut dan memastikan bahwa bank memiliki modal yang cukup untuk menghadapinya. Cakupan risiko pasar dalam Basel II secara subtansi tidak berubah dari perubahan tahun 1996 (Amendment) dan penyempurnaannya. 28 14 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.3 Regulasi bank – Basel II The Basel II Accord juga mempertimbangkan perlunya memasukkan risiko-risiko lainnya dalam perhitungan modal berbasis risiko bagi sebuah bank; meskipun ada beberapa hal yang belum diatur metode modelnya. Otoritas pengawas perbankan masing-masing negara akan bertanggung jawab untuk mengimplementasikan Basel II sesuai dengan undang-undang dan regulasi yang berlaku di negara tersebut. Implementasi yang konsisten di berbagai negara terhadap sebuah Kerangka Kerja, melalui pengawasan dan kerjasama yang lebih erat, merupakan suatu hal sangat penting. Implementasi yang konsisten juga bermanfaat untuk menghindari timbulnya ketidakjelasan sebagai akibat dari adanya pelaporan ganda, yaitu kepada otoritas pengawas perbankan dimana bank didirikan (home country) dan dimana bank memiliki cabang atau anak perusahaan (host country) 29 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.3 Regulasi bank – Basel II Perbandingan antara Basel I dan Basel II Basel I Accord Basel II Accord Fokus pada satu cara pengukuran risiko Fokus pada metodologi internal Memiliki pendekatan sederhana terhadap sensitivitas risiko Memiliki tingkat sensitivitas risiko yang lebih tinggi Memakai pendekatan one-size- Dapat dengan mudah fits-all untuk penghitungan risiko disesuaikan dengan kebutuhan dan modal masing-masing bank 30 15 1.1 Bank, risiko dan perlunya regulasi 1.1.3 Regulasi bank – Basel II Penting untuk diketahui bahwa risiko-risiko utama tercakup dalam Basel Accord II serta konsekuensinya bagi stakeholder perbankan dan perekonomian. Jenis risiko utama tersebut adalah: • risiko pasar (market risk) • risiko kredit (credit risk) • risiko operasional (operational risk) • risiko-risiko lainnya (‘other’ risk) 31 1 Karakteristik Risiko dan Regulasi Perbankan 1.2 Risiko Pasar 32 16 1.2 Risiko Pasar 1.2.1 Apa yang dimaksud dengan risiko pasar? Market risk didefinisikan sebagai risiko kerugian baik pada posisi on- maupun off-balance sheet yang timbul dari pergerakan harga pasar. Istilah risiko pasar digunakan untuk menyebut kelompok risiko yang timbul dari perubahan tingkat suku bunga, kurs valuta asing dan hal-hal lain yang nilainya ditentukan pasar, misal ekuitas dan komoditi. 33 1.2 Risiko Pasar 1.2.1 Apa yang dimaksud dengan risiko pasar? Eksposur bank atas suatu rate yang ditetapkan pasar, seperti tingkat suku bunga, timbul sebagai akibat dari salah satu hal berikut: • traded market risk – dimana bank secara aktif berpartisipasi dalam perdagangan instrumen pasar, seperti obligasi (bond) yang nilainya dipengaruhi oleh perubahan dari harga pasar. • interest rate risk in the banking book – dimana bank menghadapi risiko perubahan harga pasar yang disebabkan oleh struktur underlying kegiatan usahanya, seperti aktivitas pemberian kredit dan penghimpunan dana masyarakat. 34 17 1.2 Risiko Pasar 1.2.2 Kurva hasil (yield curve) Yield curve menunjukan hubungan antara tingkat suku bunga efektif dengan tanggal jatuh tempo suatu investasi pada waktu tertentu Interest rate Yield curve 8.0 7.5 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 1m 2m 3m 6m 12m 2y 3y 5y 10y Maturity 35 1.2 Risiko Pasar 1.2.3 Traded market risk Traded market risk adalah risiko kerugian nilai investasi yang terkait dengan kegiatan pembelian dan penjualan (trading) instrumen keuangan di pasar secara berkesinambungan untuk mendapatkan keuntungan. Bank bersedia menanggung traded market risk dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari risiko yang diambil. 36 18 1.2 Risiko Pasar 1.2.3 Traded market risk – contoh 1 Bank A berkeinginan melakukan kegiatan trading karena potensi keuntungan yang dapat diraihnya. Bank tersebut memutuskan untuk memperdagangkan obligasi pemerintah yang dalam contoh ini memiliki tingkat suku bunga tetap untuk periode 5 tahun. Nilai obligasi itu akan dipengaruhi oleh perubahan tingkat suku bunga. 105 Nilai obligasi 6% 100 5% 95 4% tingkat suku bunga 37 1.2 Risiko Pasar 1.2.3 Traded market risk – contoh 2 Traded market risk – keputusan pendanaan Bank A memiliki beberapa alternatif untuk mendanai pembelian obligasi pada contoh sebelumnya dengan melakukan penghimpunan dana berjangka waktu: 1. 5 tahun dengan suku bunga tetap 2. lebih dari 5 tahun 3. kurang dari 5 tahun 38 19 1.2 Risiko Pasar 1.2.3 Traded market risk – contoh 2 Traded market risk – keputusan pendanaan 1. Obligasi tersebut dikatakan matched dalam hal risiko tingkat suku bunga jika Bank A memilih untuk mendanai pembelian obligasi berjangka waktu 5 tahun dengan melakukan penghimpunan dana untuk jangka waktu yang sama. Adanya keuntungan (gain) pada obligasi yang disebabkan oleh menurunnya tingkat suku bunga akan diimbangi dengan kerugian pada dana yang dihimpun, demikian pula sebaliknya. Bank A dalam hal ini tidak memiliki risiko pasar ataupun memiliki kemampuan yang signifikan untuk mendapatkan keuntungan dari kegiatan ini. . Dana Pihak III Bank Obligasi 4½% 5 tahun 5% 5 tahun 39 1.2 Risiko Pasar 1.2.3 Traded market risk – contoh 2 Traded market risk – keputusan pendanaan 2.Jika trader Bank A yakin bahwa tingkat suku bunga akan meningkat dimasa mendatang, Bank A mungkin akan memutuskan untuk memenuhi kebutuhan pendanaannya dengan menghimpun dana yang memiliki jangka waktu yang lebih panjang daripada durasi obligasi di atas. Misalnya, Bank A dapat melakukan penghimpunan dana berjangka waktu sepuluh tahun (long funding). Jika perkiraan trader tersebut benar dan tingkat suku bunga naik, maka nilai utang berjangka waktu 10 tahun yang suku bunganya lebih rendah dari tingkat suku bunga obligasi akan naik melebihi nilai obligasi yang didanai. Dana Pihak III 6% 10 tahun Bank 5% 5 tahun Obligasi 40 20 1.2 Risiko Pasar 1.2.3 Traded market risk – example 2 Traded market risk – keputusan pendanaan 3. Jika para trader Bank A yakin bahwa suku bunga akan turun dimasa mendatang, mereka dapat mendanai 5 tahun obligasi tersebut dengan dana harian (overnight funds). Hal ini dikenal sebagai ‘short funding’. Bank harus mempanjang pendanaannnya setiap hari. Jika perkiraan trader benar, tingkat suku bunga dana setiap harinya akan semakin turun karena penurunan tingkat suku bunga pasar selama periode tersebut. Dana Pihak III 3% Bank Obligasi 5% Overnight (O/N) 5 tahun Kesalahan dalam pengambilan keputusan pendanaan akan sangat berisiko dan membawa konsekuensi pada terjadinya kerugian. Oleh karena itu, keputusan pendanaan mengandung traded market risk. 41 1.2 Risiko Pasar 1.2.3 Traded market risk – contoh 3 Midland Bank Pada tahun 1989 Midland Bank, sebuah bank besar di Inggris, mengalami kerugian lebih dari GBP 116 juta atas posisi suku bunga yang dimiliki oleh investment bank unit usahanya. Hal ini terjadi karena bank justru meningkatkan eksposur-nya sebagai upaya untuk menutup kerugian yang terjadi daripada segera menutup posisi yang ada pada saat tingkat suku bunga mulai bergerak ke arah yang merugikan Midland. 42 21 1.2 Risiko Pasar 1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada banking book Contoh didepan menggambarkan risiko pasar dalam konteks trading untuk mendapatkan keuntungan. Akan tetapi banyak bank menghadapi persoalan serupa dalam pengelolaan risiko sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan kegiatan usaha sehari-hari. Hal ini disebut sebagai risiko suku bunga pada banking book (interest rate risk in the banking book), yang merupakan hasil dari bisnis bank berhubungan dengan nasabahnya. 43 1.2 Risiko Pasar 1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada banking book - contoh Terima 5 tahun suku bunga tetap Nasabah KPR Bayar tingkat suku bunga diskonto BI Bank A Deposan Umumnya bank memiliki ‘short funding’ exposure sama dengan kondisi yang dialami trader pada contoh sebelumnya dalam memutuskan kebutuhan pendanaan. Bank dalah hal ini terpaksa memiliki posisi trading tanpa mempertimbangkan suku bunga akan naik atau turun walaupun bank sebenarnya tidak berkeinginan untuk melakukan trading tersebut. 44 22 1.2 Risiko Pasar 1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada banking book - contoh Untuk menghindari posisi trading yang bersifat terpaksa tersebut, Bank A perlu menyamakan (match) suku bunga pendanaan dan kreditnya (proses yang dikenal dengan lindung nilai atau hedging), yang melindungi baik nilai simpanan nasabah maupun nilai kredit. Ada beberapa cara bank dapat lakukan dalam hedging, antara lain: 1. mengubah model kegiatan usaha sehari-hari dengan menawarkan suku bunga yang sama untuk dana yang dihimpun dan kredit yang diberikan. Dalam kasus Bank A, bank dapat mengubah baik suku bunga kreditnya sesuai dengan tingkat diskonto bank sentral, atau mengubah suku bunga dana yang dihimpun menjadi suku bunga tetap lima tahun. 45 1.2 Risiko Pasar 1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada banking book - contoh 2. Interest rate swap dengan 2 bank Terima 5 tahun suku bunga tetap Nasabah KPR Bayar 5 tahun suku bunga tetap Bank B Bank A Bayar tingkat suku bunga diskonto BI Deposan terima tingkat suku bunga diskonto BI Bank C 46 23 1.2 Risiko Pasar 1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada banking book - contoh 3. Interest rate swap dengan counterparty Terima 5 tahun suku bunga tetap Nasabah KPR Bayar tingkat suku bunga diskonto BI Bank A Bayar 5 tahun suku bunga tetap Deposan Terima tingkat suku bunga diskonto BI Swap counterparty 47 1.2 Risiko Pasar 1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada banking book – contoh 2 American savings and loan associations, US The American savings and loan associations (S&Ls) adalah para pemberi kredit perumahan (mortgage), yang pada beberapa negara bagian memiliki kewenangan untuk melakukan investasi langsung dengan memiilki kegiatan usaha lain dan melakukan pengembangan properti. Hingga tahun 1980an, S&Ls adalah asosiasi yang sebagian besar dimiliki oleh anggotanya, namun akibat dari bencana risiko tingkat suku bunga dalam banking book yang menimpa industri ini, kini asosiasi ini sebagian besar dimiliki oleh pemerintah federal atau oleh pemegang saham. Perkiraan awal biaya penyelamatan (bail out) mencapai USD 500 milyar atau sekitar USD 2000 untuk setiap penduduk Amerika. Walaupun cukup banyak fraud yang terjadi, penyebab utama dari bencana tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian. 48 24 1.2 Risiko Pasar 1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada banking book – contoh 2 American savings and loan associations, US Pertama, dana yang ada dialokasikan pada properti yang harganya sudah sangat tinggi. Pada saat harga properti jatuh, jaminan yang ada menjadi sangat tidak memadai. Kedua, walaupun tingkat suku bunga mortgage adalah suku bunga tetap, kurangnya klausul penalti pada pelunasan lebih awal telah memungkinkan debitur melakukan pengalihan mortgage-nya untuk mendapatkan suku bunga yang lebih rendah pada saat suku bunga pasar menurun. Dalam keadaan ini, para pemberi kredit masih terikat pada sumber-sumber dana yang suku bunganya lebih tinggi. Posisi mismatch atas pemberian kredit dengan suku bunga yang lebih rendah daripada suku bunga yang dibayarkan kepada para penyimpan dana menyebabkan banyak S&L jatuh dengan kerugian mencapai milyaran dolar. 49 1.2 Risiko Pasar 1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada banking book – contoh 2 American savings and loan associations, US Terima rate KPR pada 5 ½% Bayar 5 tahun Fixed pada 4 ½ % Market S&L Arus Dana KPR Arus Dana Match atau tidakkah posisi tersebut? Manakala tingkat suku bunga turun, banyak nasabah yang melakukan pelunasan dipercepat mortgage-nya tanpa dikenakan penalti. 50 25 1.2 Risiko Pasar 1.2.4 Risiko suku bunga (Interest rate risk) pada banking book – contoh 2 American savings and loan associations, US Bayar 5 tahun Fixed pada 4 ½ % Market Terima rate KPR pada 3 ½% S&L Arus Dana KPR Baru Arus Dana Pada saat mortgage dilunasi, maka terjadi akan terjadi ketidaksesuaian posisi (unmatched position) . S&L tetap membayar suku bunga yang lebih tinggi dengan memperoleh pendapatan atas mortgage baru pada suku bunga yang lebih rendah. 51 1 Karakteristik Risiko dan Regulasi Perbankan 1.3 Risiko Kredit 52 26 1.3 Risiko Kredit 1.3.1 Apa yang dimaksud dengan risiko kredit? Credit risk adalah risiko kerugian yang terkait dengan kemungkinan kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya; atau risiko bahwa debitur tidak membayar kembali utangnya. Credit Risk – contoh: Bank A memberikan KPR kepada para debiturnya. Saat memberikan kredit tersebut, bank memiliki risiko bahwa sebagian - atau seluruh debitur perorangan tersebut akan gagal membayar bunga ataupun pokok yang diterimanya. 53 1.3 Risiko Kredit 1.3.1 Apa yang dimaksud dengan risiko kredit? Risiko kredit timbul dari adanya kemungkinan bahwa kredit yang diberikan oleh bank, atau obligasi yang dibeli, tidak dapat dibayarkan kembali. Risiko kredit juga timbul dari tidak dipenuhinya berbagai bentuk kewajiban pihak lain kepada bank, seperti kegagalan memenuhi kewajiban pembayaran dalam kontrak derivatif. Risiko kredit merupakan risiko terbesar yang dihadapi. Pada umumnya, marjin yang diperhitungkan untuk mengantisipasi risiko kredit hanyalah merupakan bagian kecil dari total kredit yang diberikan bank dan oleh karenanya kerugian pada kredit dapat menghancurkan modal bank dalam waktu singkat. 54 27 1.3 Risiko Kredit 1.3.1 Apa yang dimaksud dengan risiko kredit? – contoh Barclays Bank, UK Pada bulan Maret 1993 Barclays Bank mengumumkan kerugian sebesar GBP 244 juta untuk tahun 1992, dan telah membentuk provisi sebesar GBP 2.5 milyar untuk kredit kategori “diragukan” and “macet” dalam tahun tersebut. Uang tersebut termasuk untuk provisi kredit sebesar GBP 240 juta yang dianggarkan khusus untuk kredit sebesar GBP 422 juta yang diberikan kepada IMRY, pengembang properti. Kredit macet pada IMRY ini disebabkan oleh krisis properti di UK pada awal tahun 1990-an. 55 1.3 Risiko Kredit 1.3.2 Metode pengelolaan risiko kredit Bank menggunakan sejumlah teknik dan kebijakan dalam mengelola risiko kreditnya untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya atau dampak dari kerugian kredit (dikenal dengan credit risk mitigation). Kebijakan tersebut adalah: • model pemeringkatan (grading model) untuk kredit perorangan • manajemen portofolio kredit • sekuritisasi • agunan (collateral) • pemantauan/pengawasan arus kas • manajemen pemulihan kredit (recovery management) 56 28 1.3 Risiko Kredit 1.3.3 Model pemeringkatan (Grading models) Bank harus melakukan kalibrasi risiko yang pada gilirannya akan memungkinkan bank mampu menetapkan suatu probabilitas tertentu untuk setiap kejadian yang tidak diinginkan (yang dikenal dengan probability of default/PD). Cara ini memungkinkan bank untuk memastikan bahwa portofolio kredit bank tidak terkonsentrasi pada kredit berkualtias buruk yang memiliki kemungkinan default yang tinggi. Basel II secara spesifik membahas ‘grading models’ sebagai bagian dari rerangka kerja risiko kredit. 57 1.3 Risiko Kredit 1.3.4 Manajemen portofolio kredit Bank dengan cara yang sama mengukur portofolio kreditnya untuk memberikan keyakinan bahwa kredit yang diberikan tidak terlalu terkonsentrasi pada satu industri atau wilayah geografis tertentu. Hal ini memungkinkan bank untuk melakukan diversifikasi pada portofolio kreditnya sehingga risiko terjadinya default yang bersifat sistemik (systematic default) dapat ditekan. Analisis ini disebut dengan cohort analysis dan dapat digunakan baik pada kredit korporasi maupun perorangan. 58 29 1.3 Risiko Kredit 1.3.5 Sekuritisasi (securitization) Salah satu teknik yang digunakan bbank untuk melindungi dirinya dari gejolak ekonomi (economic shocks) adalah mengemas dan menjual sebagian dari portofolio kreditnya kepada investor dalam bentuk surat berharga atau dikenal dengan securitization. Sekuritisasi memungkinkan bank untuk mengurangi potensi eksposur yang tinggi pada suatu jenis kredit tertentu yang menurut Dengan cara itu bank dapat mengurangi eksposur pinjamannya yang dinilai tinggi atau mengurangi bentuk pinjaman yang menunjukkan konsentrasi risiko yang tinggi. Sekuritisasi memungkinkan bank menggunakan dana yang dihasilkan dari penjualan aktiva dan menginvestasikannya pada aktiva lain yang dianggap memiliki risiko lebih rendah. 59 1.3 Risiko Kredit 1.3.6 Agunan (collateral) Collateral adalah aset yang diperjanjikan oleh debitur untuk mendapatkan kredit dan dapat diambil alih dalam hal terjadi default. Agunan memiliki peranan penting dalam kebijakan pemberian kredit yang diterapkan bank. Agunan dapat memiliki bentuk yang beragam. Bentuk agunan yang paling mudah dikenali dan paling aman adalah uang tunai, sementara bentuk yang paling umum adalah properti hunian (residential property). Suatu hal yang penting bagi bank adalah untuk memastikan bahwa agunan tersebut benar-benar dapat digunakan untuk memitigasi risiko kredit apabila terjadi gagal bayar (default). 60 30 1.3 Risiko Kredit 1.3.7 Pemantauan arus kas (cash flow monitoring) Kebanyakan bank yang pernah mengalami kondisi tingkat gagal bayar yang tinggi, menyadari bahwa reaksi cepat terhadap penanganan atas situasi kredit yang memburuk dapat mengurangi problem secara signifikan. Caranya adalah dengan: • Membatasi tingkat eksposur (EAD) • Memastikan bahwa nasabah segera bereaksi cepat untuk mengatasi keadaan Banyak model kredit memberikan perhatian khusus pada arus kas perusahaan dan perorangan, sebagaimana terefleksi dalam rekening koran yang dimilikinya. 61 1.3 Risiko Kredit 1.3.8 Manajemen pemulihan (recovery management) Banyak bank mengakui bahwa manajemen yang efisien terhadap pinjaman yang macet, mampu mengembalikan kerugian yang dialami bank secara cukup signifikan. Bank kemudian membentuk bagian yang secara khusus menangani recovery dan menjadikan bagian ini sebagai hal yang penting di dalam proses manajemen risiko kredit yang berkualitas tinggi. ‘Loss given default’ (LGD) adalah perkiraan kerugian yang bank akan mampu ditanggung sebagai akibat terjadinya kredit macet. Dalam hal ini LGD merupakan perkiraan rata-rata yang sudah diantisipasi. Penentuan LGD dan pengelolaannya memegang peranan penting dalam perhitungan modal berdasarkan internal model (Internal rating based approach). 62 31 1 Karakteristik Risiko dan Regulasi Perbankan 1.4 Risiko Operasional 63 1.4 Risiko Operasional 1.4.1 Apa yang dimaksud dengan risiko operasional? Operational risk adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh kurang memadainya atau kegagalan proses internal, manusia, sistem, dan dari kejadian eksternal. Definisi tersebut tercantum dalam kerangka kerja Basel II Operational risk lebih jauh dapat dibagi ke dalam beberapa sub kategori, yaitu risiko yang berhubungan dengan : • proses internal (internal processes) • manusia (people) • sistem (systems) • kejadian eksternal (external events) • kewajiban hukum dan perundangan (legal risk). 64 32 1.4 Risiko Operasional 1.4.1 Apa yang dimaksud dengan risiko operasional? – contoh 1 Kegagalan pengendalian: Barings, London Pada tahun 1995, Barings London bankrut setelah rugi sebesar 827 juta GBP karena gagal dalam proses dan prosedur internal control-nya. Pialang yang berbasisdi Singapura dan bekerja di Bursa Berjangka Singapura (Singapura Futures Exchange) telah menyembunyikan kerugian atas posisi perdagangan yang senantiasa meningkat selama lebih dari 2 tahun sampai akhirnya tidak bisa bertahan. Karena lemahnya pengawasan setempat, pialang tersebut bisa bertindak baik sebagai manajer back office maupun front ofice yang bisa menyetujui transaksi yang dilakukannya sendiri. Meski bisa dipersepsikan sebagai kejadian “pialang nakal”(rogue trader), namun sesungguhnya yang menjadi penyebab utamanya adalah kegagalan dalam pengawasan internal. 65 1.4 Risiko Operasional 1.4.1 Apa yang dimaksud dengan risiko operasional? – contoh 2 Teknologi/globalisasi Contoh risiko operasional ini sebenarnya berpengaruh terhadap semua industri, bukan hanya perbankan. Contoh ini juga bukan merupakan kejadian tunggal, tetapi merupakan rangkaian kejadian yang berkelanjutan. Kasusnya adalah dampak dari virus komputer yang merugikan miliaran dollar terhadap dunia usaha di seluruh dunia. Virus Mellisa muncul bulan Maret 1999 dan diperkirakan telah mempengaruhi 45 juta PC hanya dalam beberapa hari. Akibatnya dunia usaha terpaksa mengeluarkan biaya sebesar 500 juta USD untuk mengatasi masalah ini. Tahun 1990 dilaporkan ada 200 jenis virus, sampai akhir 2004 menjadi lebih dari 70.000 jenis virus. 66 33 1.4 Risiko Operasional 1.4.1. Apa yang dimaksud dengan risiko operasional? Risiko operasional terkait dengan sangat banyak masalah yang dapat disebabkan oleh gagalnya proses di bank. Namun demikian risiko operasional berpengaruh terhadap semua jenis usaha tidak hanya perbankan. Risiko operasional merupakan risiko yang paling berpengaruh terhadap pelayanan nasabah sehari-hari. Oleh karena dalam kaitannya dengan risiko operasional, bank meningkatkan fokus perhatiannya pada proses, prosedur dan kontrol. Lebih dari 20 tahun terakhir, kesalahan pengelolaan risiko operasional telah mengakibatkan kerugian individual bank yang setara dengan risiko kredit dan risiko pasar. 67 1.4 Risiko Operasional 1.4.1. Apa yang dimaksud dengan risiko operasional? Semua bank terbiasa dengan kegagalan operasional dan tentunya sudah punya rencana dan proses dalam mengelola risiko ini. Persoalan yang paling banyak dijumpai sehari-hari dan berpengaruh terhadap bank adalah: • Kesalahan memasukkan transaksi oleh pialang atau staf back office sehingga posisi pasar menjadi salah dan menimbulkan masalah dalam rekonsiliasi posisi • Transaksi kredit dan debet tidak seimbang (balance) • Kegagalan sistem transaksi setelah dilakukan perbaikan sistem komputer • Kejadian eksternal seperti pemadaman listrik atau banjir. 68 34 1.4 Risiko Operasional 1.4.1. Apa yang dimaksud dengan risiko operasional? Lebih dari 15 tahun terakhir secara umum telah terjadi peningkatan angka kejadian risiko operasional pada tingkat yang tinggi yang memberikan dampak besar terhadap profitabilitas dan permodalan bank. Oleh karenanya pengawas perbankan telah mendorong bank agar melihat proses bank seluas mungkin dan memberikan perhatian khusus terhadap kejadian yang “low frequency/high impact” secara tersendiri diluar risiko kredit dan risiko pasar. Basel II telah mengambil langkah maju untuk risiko operasional yaitu bahwa untuk pertama kali bank diminta untuk mengkuantifikasi risiko ini, mengukurnya dan mengalokasikan modal sebagimana untuk risiko kredit dan pasar. 69 1.4 Risiko Operasional 1.4.2 Perubahan bentuk Risiko Operasional Baik bank maupun pengawas bank khawatir bahwa perubahan industri perbankan juga dapat menyebabkan perubahan yang mendasar bagi risiko operasional. Kejadian yang dulunya menyebabkan kerugian ringan, berkembang menjadi kejadian yang jarang terjadi, akan tetapi jika terjadi berdampak besar Ada beberapa alasan mengapa kharakteristik dasar risiko operasional berubah, antara lain karena: • automasi • incentives & trading – pialang nakal • Kepercayaan thd teknologi • Meningkatnya volume dan nilai • outsourcing transaksi • terorisme • Meningkatnya litigation. • Meningkatnya globalisasi 70 35 1 Karakteristik Risiko dan Regulasi Perbankan 1.5 Risiko lainnya (Other risks) 71 1.5 Risiko-risiko lainnya 1.5 Risiko-risiko lainnya Walaupun dalam Basel II risiko Operasional tidak mencakup risiko Bisnis, Strategik dan Reputasi,namun pembebanan modal untuk “other risks" tetap perlu diperhatikan di dalam perhitungan modal yang berbasis risiko (risk-based capital). Lingkup kerja Basel II sangat spesifik untuk risiko-risiko yang dikategorikan sebagai “other risks". Walaupun secara tidak langsung tercakup dalam peraturan, other risks ini penting untuk diperhatikan karena bank perlu mengetahuinya dalam upaya menghitung modal bank yang berbasis risiko. Ada tiga jenis yang masuk kategori “other risks”, yaitu: • risiko bisnis (business risk) • risiko strategik (strategic risk) • risiko reputasi (reputational risk) 72 36 1.5 Risiko-risiko lainnya 1.5.1 Risiko bisnis Business risk adalah risiko yang berkaitan dengan posisi kompetitif bank serta prospek kemajuan bank di dalam menghadapi pasar yang selalu berubah. Walaupun risiko Bisnis tidak masuk dalam definisi Risiko Operasional dari Basel II, namun sangat jelas risiko ini merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh Manajemen Senior dan Dewan Direksi bank. Risiko Bisnis mengacu juga, sebagai contoh, pada prospek jangka pendek dan panjang dari produk dan jasa bank yang telah ada. 73 1.5 Risiko-risiko lainnya 1.5.1 Risiko bisnis – contoh Bank A menyediakan pinjaman KPR kepada nasabahnya. Manajemen Senior bank terse but memutuskan untuk secara agresif menaikkan pangsa pasar KPR dengan memberikan potongan harga properti disamping memberikan nilai pinjaman sebesar 100% dari nilai agunan (DP 0%). Keputusan bisnis ini membawa tingkat risiko yang tinggi karena Bank A tidak terlindungi dipasar properti dan rentan terhadap kenaikan tingkat suku bunga. Hal ini dapat menyebabkan biaya pinjaman KPR bagi peminjam naik yang dapat menyebabkan terjadinya gagal bayar. Selanjutnya, penurunan dalam harga properti akan mengakibatkan nilai jaminan lebih rendah dari nilai pinjaman 74 37 1.5 Risiko-risiko lainnya 1.5.1 Risiko bisnis – contoh Mempertimbangkan bahwa kenaikan suku bunga pinjaman dan kejatuhan harga properti dapat terjadi secara bersamaan maka keputusan bisnis ini jelas mempunyai risiko. Walau Bank A secara teratur menaikkan pangsa pasarnya namun kualitas nilai agunannya menjadi rendah. Pada saat suku bunga pinjaman naik. Bank A mendapati bahwa banyak nasabahnya yang meminjam secara berlebihan (over borrowed) dan tidak mampu lagi untuk melaksanakan kewajibannya. 75 1.5 Risiko-risiko lainnya 1.5.1 Risiko bisnis – contoh 2 BestBank, Boulder, Colorado, US Pada bulan Juli 1998 BestBank di Boulder Colorado ditutup oleh Federal Deposit Insurance Corporation sebagai akibat rugi sebesar USD 200 juta. Kerugian ini disebabkan kebijakan BestBank yang berani menyetujui proposal kartu kredit bagi nasabah yang memiliki kualitas kredit “rendah”. Kebijakan kartu kredit BestBank's adalah contoh klasik bank yang memberikan pinjaman kepada nasabah yang berisiko tinggi dengan suku bunga yang tinggi untuk ekspansi bisnisnya. Sebagai hasil dari kebijakan kartu kredit yang ekspansif ini neraca BestBank tumbuh dari USD 10juta di tahun 1994 menjadi USD 348 juta di tahun 1998. Meskipun pendapatan BestBank meningkat. namun mereka gagal untuk mencadangkan dana yang memadai bagi pinjaman bermasalahnya. 76 38 1.5 Risiko-risiko lainnya 1.5.2 Risiko Strategik Strategic risk adalah risiko yang terkait dengan keputusan bisnis jangka panjang yang dibuat oleh manajemen senior bank. Hal ini dapat juga berhubungan didalam implementasi keputusan strategik tersebut. Risiko Strategik dan risiko Bisnis pada dasarnya hampir serupa, namun keduanya berbeda dalam durasi dan pentingnya keputusan yang diambil. Risiko Strategik berhubungan dengan keputusan seperti : • akan melakukan investasi dalam bisnis apa. • bisnis apa yang akan diakuisisi. • dimana dan bagaimana bisnis akan dijalankan atau dijual. 77 1.5 Risiko-risiko lainnya 1.5.2 Risiko Strategik – Midland Bank, UK Di bulan Oktober 1981 Midland Bank membayar USD 597juta untuk membeli 51% saham Crocker Bank. Pada bulan Februari 1986 saham Crocker Bank yang dibeli tersebut dijual kembali kepada Wells Fargo Bank seharga USD 1.100 juta. Walau terlihat investasi di Croker Bank menjadi berlipat dua bagi Midland Bank namun hal-hal dibawah ini tidak diperhitungkan yaitu : • Pencadangan USD 760 juta untuk kredit bermasalah yang dilakukan Midland Bank. • Dana sebesar USD 700 juta yang diinvestasikan Midland Bank di Crocker Bank pada tahun 1981. Diperkirakan bahwa kerugian secara total di Crocker Bank mencapai USD 1.700 juta. Masalah utama Midland Bank's dengan Crocker Bank sebagian disebabkan juga karena membeli bank asing yang mempunyai standard dan sifat bisnis yang berbeda. 78 39 1.5 Risiko-risiko lainnya 1.5.3 Risiko Reputasi Reputational risk adalah risiko potensial yang dapat merusak perusahaan karena adanya opini publik yang negatif. Dalam ilustrasi risiko reputasi di awal. telah dicontohkan terjadinya pelarian dana dalam jumlah besar karena adanya persepsi bank sedang kesulitan dana. Reputasi bank tersebut rusak karena adanya suatu riskevent yang menyebabkan para nasabahnya khawatir sehingga tercipta suatu krisis kepercayaan. Pada masa kini risiko reputasi yang dihadapi bank serta dapat merugikan bank telah meningkat kehebatan dan kecepatannya. Hal ini disebabkan pasar finansial yang bersifat global sehingga trading dapat berlangsung terus selama 24 jam/hari. Sehingga kerusakan yang dapat terjadi pada banyak bank bereputasi internasional dapat terjadi setiap saat. dibagian manapun didunia serta dapat diberitakan saat itu juga secara real time. 79 1.5 Risiko-risiko lainnya 1.5.3 Risiko Reputasi Risiko reputasi tidak hanya terbatas dan terjadi pada reputasi di satu bank saja, namun dapat mencakup pada seluruh sektor industri perbankan, seperti bank perkreditan atau internet banking. Risk event yang terjadi pada satu bank dimana kontrol risikonya rendah, dapat berdampak terhadap reputasi dari bank individu tersebut serta industri perbankan secara keseluruhan. Apa yang dimulai sebagai kejadian yang terbatas pada satu bank, berdasarkan apa yang diberitakan. dapat pada akhirnya merusak reputasi industri perbankan. 80 40 1.5 Risiko-risiko lainnya 1.5.3 Risiko Reputasi – contoh 1 Risiko reputasi berskala industri (Industry-wide reputational risk) Bank C suatu internet banking. Menyusul peningkatan keamanan perangkat lunak (software)mereka secara online, satu kesalahan kecil yang terjadi pada software mereka mengakibatkan Bank Statement beberapa nasabah dapat terbaca oleh nasabah yang lain. Meskipun tidak dapat melakukan otorisasi transaksi apapun terhadap Bank Statement tersebut. kejadian ini dilaporan sebagai pelanggaran terhadap sistim keamanan internet secara online. Berita ini kemudian muncul di media masa yang mempertanyakan “seberapa aman uang anda secara online?" Potensi terjadinya kejahatan perbankan secara online memberi kesan bahwa internet banking secara alamiah tidak aman. Meskipun tidak terjadi kerugian apapun bagi nasabah. kepercayaan publik terhadap online banking turun dan reputasi dari internet banking ambruk sehingga jumlah nasabah pada bank yang berbasis internet turun dramatis yang memaksa beberapa bank pada akhirnya tutup. 81 1 Karakteristik Risiko dan Regulasi Perbankan 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 82 41 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.1 Dampak risiko Selain kerugian finansial secara langsung yang terjadi pada bank karena adanya peristiwa risiko (risk event), kerugian dapat berdampak juga pada stakeholder bank seperti : para pemegang saham. karyawan, nasabah maupun terhadap ekonomi. Umumnya efek kepada pemegang saham dan karyawan bersifat langsung, namun dampak kepada nasabah dapat bersifat tidak langsung sehingga tidak kentara. Kerugian tidak langsung karena risiko ini sering merupakan konsekuensi dari risk event yang mempunyai dampak ekonomi. 83 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.2 Dampak pada para pemegang saham Ketika suatu peristiwa terjadi pengaruh terhadap pemegang saham dapat berupa : • Kerugian total dari investasi - karena bangkrutnya perusahaan. • Menurunnya nilai investasi - harga saham turun karena rusaknya reputasi atau turunnya keuntungan. • Kehilangan dividen karena turunnya keuntungan perusahaan. • Kewajiban yang timbul akibat kerugian – pemegang saham dapat mempunyai kewajiban untuk kerugian yang terjadi. 84 42 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.2 Dampak pada para pemegang saham – contoh Bank of Credit and Commerce International (BCCI) Pada bulan Juli 1991, BCCI bangkrut sebagai akibat adanya penipuan internal senilai USD 4 mityar serta kewajiban sebesar USD 14 milyar. Akibat berantai jatuhnya BCCt diketahui bahwa bank tersebut tidak lagi mempunyai nilai seperti yang diharapkan oleh lebih dari sejuta investornya. Setelah jatuh, likuidator ditunjuk untuk "menyelesaikan“ kasus BCCI dan menyelamatkan aset-aset yang ada semaksimal mungkin bagi para penabung dan krediturnya. Setelah 7 tahun bangkrutnya BCCI diperkirakan bahwa likuidator telah berhasil menyelamatkan USD 5.5 milyar. Likuidator sampai bulan Agustus 2005 masih bekerja dan menuntut Bank of England senilai USD 1 milyar atas kegagalannya menjalankan fungsi dan tugas pengawasan. 85 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.3 Dampak pada karyawan Peristiwa risiko (Risk event) dapat berdampak kepada karyawan suatu perusahaan terlepas apakah mereka turut andil atau tidak dalam peristiwa tersebut. Kemungkinan dampaknya termasuk : • pemberian sanksi disiplin internal disebabkan kelalaian atau tindakan diluar batas yang dilakukan karyawan. • kehilangan pendapatan. contohnya pengurangan bonus atau kenaikkan gaji karena dampak dari pendapatan perusahaan yang berkurang. • Kehilangan pekerjaan 86 43 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.3 Dampak pada karyawan - contoh Orange County, California, US Pada bulan Desember 1994 Orange County di California USA mengumumkan rugi sebesar USD 1.6 milyar. Kerugian tersebut merupakan hasil aktifitas investasi yang tidak diawasi oleh manajer treasuri pemerintahan daerah tersebut yang mengelola portfolio sebesar USD 7.5 milyar milik sekolah daerah. kota praja dan pemerintahan daerah itu sendiri. Treasuri manajer tersebut menempatkan dana dalam investasi derivatif dan memperkirakan bahwa suku bunga akan terus turun atau tetap rendah. Strategi investasi ini bekerja dengan baik sampai dengan 1994 pada saat the Federal Reserve Board menaikkan suku bunga yang mengakibatkan kerugian. Investasi ini dilikuidasi pada bulan Desember 1994 dengan kerugian mencapai USD 1.6 milyar. Akibat konsekuensi oari kerugian diatas Orange County bangkrut dan banyak pegawainya yang di PHK. . 87 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.4 Dampak pada nasabah Dampak suatu risk event kepada nasabah dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung dan biasanya sulit diidentifikasikan dengan segera Efek ini dapat terus berlanjut setelah suatu periode tertentu yang pad a akhirnya berdampak pada bank. Oleh karena itu sangat sulit untuk mengetahui jumlah total dari kerugian dalam suatu risk event bila melibatkan para nasabah. Konsekuensi yang dapat dirasakan nasabah bank termasuk : • kualitas tingkat pelayanan nasabah yang menurun. • penurunan dalam penyediaan berbagai jenis produk . • krisis likuiditas. • berubahnya peraturan. 88 44 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.4 Dampak pada nasabah Adalah penting bagi para peserta training untuk mengerti konsekuensi risiko bagi nasabah bank karena hal ini memberikan penekanan perlunya mengatur bank secara khusus dibandingkan dengan industri jasa keuangan secara keseluruhan. 89 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.5 Risiko operasional dan pelayanan nasabah Sudah dinyatakan dimuka bahwa risiko yang paling mempunyai dampak pada nasabah sehari-hari adalah risiko operasional. Bila ada kejadian operasional, nasabah dapat langsung terkena dampaknya disebabkan hal-hal seperti : • Kualitas pelayanan yang jelek atau salah. • Gangguan pada sebagian pelayanan. • Merasakan kurangnya keamanan bank. • Adanya kekurangan dalam keseluruhan pelayanan yang diberikan. 90 45 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.5 Risiko operasional dan pelayanan nasabah Suatu gangguan pada pelayanan nasabah yang berjalan normal dapat berdampak kepada reputasi bank tersebut. yang pada akhirnya dapat berdampak pada pendapatan bank karena nasabah memindahkan urusan perbankannya pada bank lain. Hal ini menjadi penting bila peristiwa risiko operasionalnya ini disebabkan masalah teknikal yang berdampak pada ribuan nasabahnya. Dampak dari suatu peristiwa risiko operasional bagi nasabah dapat berdampak pada kerugian finansial dalam bentuk yang lain bagi bank seperti : • pembayaran kepada individu sebagai kompensasi kerugian yang tidak langsung. • biaya litigasi . • Penalti/sanksi dari pengawas. 91 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.5 Risiko operasional dan pelayanan nasabah - contoh Cahoot suatu bank online yang didirikan Abbey National Bank UK. menghadapi masalah teknis tidak lama setelah diluncurkan pada Juni 2000. Sistem tersebut pada awal digunakan “hang”dan tidak bisa dipakai selama hampir 2 hari disusul kemudian oleh masalah teknis lainnya selama 3 hari. Strategi Cahoot's pada awalnya adalah menawarkan kepada 25.000 nasabah pertamanya suatu overdraft kartu kredit yang tidak dikenakan bunga. Pesaing bank online lainnya mempertanyakan apakah kapasitas sistem yang Cahoot telah investasikan dapat cukup menampung permintaan yang mengalir. Diperlukan waktu 10 sampai 14 hari untuk menyetujui permohonan pemegang kartu kredit karena mereka perlu memeriksa apakah ada pencucian uang yang dilakukan beberapa calon nasabah yang berpotensi. Selain menolak permohonan bagi yang telah mempunyai pinjaman yang tinggi, siapapun yang tinggal di apartemen kemungkinan besar di tolak permohonannya karena website bank tidak dapat membaca alamat seperti 35a atau top flat" (Suatu alamat tertentu yang ada UK saja). 92 46 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko Pemberian kredit yang berlebihan (Over lending) – fenomena yang terus berulang (a cyclical phenomenon) Bank yang memberikan pinjaman berlebihan dalam situasi booming tidak dapat mengelak untuk terjadinya 'under lend‘ pada masa resesi. Hal ini karena dampak resesi akan memaksa bank untuk melakukan writeoff pinjamannya sehingga modalnya turun dan kemampuan bank untuk memberikan pinjaman baru menurun bila tidak disertai dengan adanya penambahan modal baru. Hal ini yang sering disebut sebagai efek ‘procyclicality' yang dapat terlihat jelas pada pemberian pinjaman yang merata pada asetaset yang "bubbles”. Pinjaman berlebihan yang dilakukan pada pasar yang booming telah memberikan harapan dan ekspektasi pendapatan yang tidak realistis serta menilai aset secara tidak realistis. seperti yang terjadi di real eastate komersial dan residential pada waktu yang berbeda diseluruh dunia. 93 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko contoh The ‘dotcom’ bubble Pada akhir tahun 1990an investor ingin sekali menginvestasikan uangnya di perusahaan internet karena hal ini diyakini sebagai cara cepat untuk menjadi kaya di salah sektor pasar yang ada. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan yang "over valued' dengan harga ekuiti yang tinggi namun semu. Pasar menunjukkan ketidakstabilannya pad a saat perusahaan-perusahaan internet ini gagal memperkirakan pendapatannya bahkan banyak yang berhutang semakin dalam. Pada akhirnya di tahun 2000 dan 2001 pasar ambruk dan investor kehilangan milyaran dollar. Di bulan November 2000 dalam 8 bulan terakhir diperkirakan GBP 40 milyar telah hilang dari nilai harga perusahaan-perusahaan dotcom di FTSE TechMark index di London. Ditahun-tahun berikutnya hampir tidak mungkin bagi perusahaan internet untuk manggalang dana investasi walaupun mereka mempunyai rencana bisnis yang bagus. 94 47 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko 'Procyclicality' merupakan salah satu area yang menjadi konsentrasi bagi penelitian dimasa datang untuk model risiko kredit dan pengelolaanya. Basel II telah dikritik untuk kemungkinan penyebab adanya peningkatan 'procyclicality‘ bagi bank yang melakukan pinjaman karena terkait dengan penggunaan credit grading model terhadap pemenuhan kecukupan modal bank yang diatur. Sehingga adanya gangguan dalam sistim credit grading model akan mengarah kepada kenaikan bagi pemenuhan kecukupan modal terlepas pinjaman tersebut default atau tidak. 95 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko Likuiditas dan risiko pasar Konsekuensi dari peristiwa risiko pasar meningkat karena pasar terus melakukan trading dengan volume yang lebih banyak. Pertumbuhan volume ini di pasar perdagangan bukannya bebas dari masalah. Pengujian Matematis yang telah digunakan untuk membantu pengidentifikasian risiko dan harga telah ada sejak lama. Namun masih tetap ada gap yang harus ditangani sebelum hal ini dapat diakui sebagai indikator yang dapat diandalkan dafam menentukan tren risiko pasar. 96 48 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko-contoh Long-Term Capital Management, US Di bulan September 1998 Long-Term Capital Management (LTCM), sebuah hedge fund di amerika telah diselamatkan dari kebangkrutannya oleh 16 pihak rekanannya. Pihak rekanan ini setuju untuk menginvestasikan sekitar USD 4 milyar dananya, sehingga LTCM dapat mengurangi sekitar USD200 milyar eksposur pasarnya secara teratur sehingga tidak menciptakan guncangan di pasar. Long-Term Capital Management: • Tidak melakukan hedging atas risikonya dan cenderung menerima risiko yang ada. • Tidak melakukan investasi jangka panjang. • Mencukupi modalnya dengan pinjaman dan memperbolehkan para investornya untuk menarik dana dalam jumlah besar walaupun hanya terjadi sedikit pergerakkan di harga. 97 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko-contoh Long-Term Capital Management, US Tidak seperti invstment trusts yang dibatasi kemampuan meminjamnya, LTCM dapat melakukan pinjaman berulang kali diatas nilai modalnya sendiri. Ini merupakan hal utama yang berperan atas kemungkinan bangkrutnya LTCM. Salah satu problem LTCM's adalah karena 2 dari para partner yang ada menerapkan pendekatan akademis dalam menjalankan usahanya. Kelemahan dari pendekatan ini adalah karana jarang digunakan dan bagus hanya sebagai model. Sayangnya hal ini tidak tepat dilakukan. Masalah LTCM's dimulai ketika pemerintah Rusia tidak mampu bayar pinjamannya. Likuiditas, yang jadi andalan LTCM. mulai mengering diseluruh pasar finasial dunia dan LTCM mendapati dirinya harus membayar tunai untuk memenuhi komitrnennya. 98 49 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko Krisis likuiditas mungkin jarang teljadi di retail banking, namun di pasar Corporate hal ini lebih sering te~adi. Wholesale banks, yang tidak memiliki simpanan dari nasabah retail. mengandalkan aset untuk menjamin pinjaman yang diberikan dari pasar. Ini termasuk aset dari obligasi pemerintah dan perusahaan. Jika aset-aset ini menjadi tidak likuid (karena : investor belum siap untuk membelinya atau hanya akan membeli dengan valuasi yang diturunkan besar-besaran). sebuah krisis likuidasi dapat terjadi. 99 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko Krisis likuiditas dapat terjadi dan muncul di seluruh pasar. Untuk mengurangi dampak dari krisis likuiditas maka perlu dilakukan : •. Peningkatan kewaspadaan dari sisi pengawas . • Reaksi yang cepat dari Bank Sentral. • Pemantauan yang ketat dari manajemen bank, Basel II dibuat dengan sensitivitas yang lebih tinggi untuk mengantisipasi perubahan pasar yang sulit diprediksi. 100 50 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko Sarbanes-Oxley (SOX) Badan Pengawas seringkali memperkenalkan aturan-aturan baru merespon kepada masalah tertentu guna mencegah atau mengurangi agar masalah tersebut tidak terjadi kembali. Peraturan baru tersebut dapat berdampak secara tidak langsung kepada nasabah bank. baik karena biaya implementasi yang dikeluarkannya maupun nilai-nilai perubahan yang dirasakannya. Suatu contoh dari satu peraturan yang ditingkatkan di Amerika adalah disetujuinya "Sarbanes-Oxley Act of 2002" yang mengatur keharusan adanya pertanggungjawaban perusahaan. Perundang-undangan terse but diterbitkan menyusul skandal Akuntansi diakibatkannya ambruknya Enron dan WorldCom. 101 1.6 Dampak potensial dari kegagalan pengelolaan risiko dalam perbankan 1.6.6 Dampak ekonomi dari suatu kejadian risiko International Accounting Standards (IAS) Pada tahun 2005/06 International Accounting Standards akan secara luas diperkenalkan, khususnya untuk wilayah EU. Hal ini akan mempengaruhi beberapa bank dalam melakukan perhitungan akuntansi salah satunya lindung nilai atas risiko suku bunga pada banking book. Penerapan IAS ini akan juga berdampak dalam transparansi di laporan dan neraca bank. Regulasi akuntansi yang baru ini akan dianggap tidak biasa bila dimasukkan sebagai suatu peristiwa risiko. Namun bila penerapan awal IAS ini merubah persepsi tentang keuntungan dimasa depan maka jelas ia suatu peristiwa risiko. Oleh karena itu, hal ini harus dikelola dengan hati-hati dan penyimpangan yang terjadi harus dapat dijelaskan kepada stakeholders. 102 51 1 Karakteristik Risiko dan Regulasi Perbankan 1.7 Sistem dan regulasi perbankan Indonesia 103 1.7 Sistem dan regulasi perbankan Indonesia 1.7.1 Sistem perbankan Indonesia Perundang-undangan Bank yang diundangkan pada tahun 1992 dan 1998 menciptakan 2 jenis bank di Indonesia. Bank Komersial (Bank Umum), yang menawarkan pelayanan finansial menyeluruh dan luas termasuk pelayanan transaksi valas. Bank-bank ini mempunyai akses ke sistem pembayaran dan menyediakan pelayanan umum bank. Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Merupakan bank yang lebih kecil dari bank komersial dan umumnya berbasis lokal. BPR dapat menarik dana dari masyarakat namun tidak punya akses ke sistem pembayaran. Selain bank diatas ada beberapa lembaga non Bank skala kecil seperti Badan Kredit Desa (BKD) dan Lembaga Desa Kerja Pembangunan (LDKP). 104 52 1.7 Sistem dan regulasi perbankan Indonesia 1.7.2 Regulasi perbankan Peraturan di sistim perbankan kita telah berkembang cepat sejak 1998 sebagai respon terhadap berbagai tantangan yang dihadapi pasar keuangan domestik. Banyak area di pasar keuangan yang telah dicakup oleh regulasi baru sehingga hal inimenciptakan kerangka kerja peraturan peraturan yang komprehensif. Tabe! dibawah memberikan penjelasan tentang berbagai peraturan yang telah dike!uarkan sejak tahun 1998. Tabel 1.1 Regulasi Tujuan Banking Act 1998 amending the Banking Act 1992 Menguraikan berbagai jenis bank termasuk menguraikan berbagai jenis bank termasuk pada beberapa jenis bank yang ada 105 1.7 Sistem dan regulasi perbankan Indonesia 1.7.2 Regulasi perbankan Regulasi Tujuan Bank Indonesia 1999 Menetapkan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang indipenden di Indonesia. Menentukan tujuan dan tugas dari bank. Audit & Compliance Menentukan kebutuhan akan fungsi audit 1999 dan kepatuhan dalam bank. Commercial Banks 2000 Mengatur perizinan dan persyaratan yang diperlukan bagi beroperasi bank komersial. Know Your Customer Principles 2001 Fit and Proper Test 2003 Menentukan prosedur dan praktek yang digunakan bank dalam mengidentifikasi nasabah serta memantau aktivitas rekeningnya. Fit and Proper Test dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk melihat kelayakan dari pemilik dan pengurus bank. 106 53 1.7 Sistem dan regulasi perbankan Indonesia 1.7.2 Regulasi perbankan Regulasi Tujuan Market Risk 2003 Menentukan kecukupan modal minimum bagi bank komersial terkait dengan posisi risik di pasar Risk Management 2003 Commercial Bank Business Plan 2004 Legal Lending Limit 2005 Debtor Information System 2005 Menentukan infrastruktur Manajemen Risiko yang diperlukan oleh bank-bank. Mengatur bank komersial untuk memenuhi dan membuat rencana bisnis bank jangka pendek dan jangka panjang Mengatur batas maksimum bagi konsentrasi risiko dari portofolio pinjaman bank. Meminta semua bank untuk menyampaikan informasi tentang debiturnya kepada biro kredit pusat. 107 1.7 Sistem dan regulasi perbankan Indonesia 1.7.2 Regulasi perbankan Regulasi Tujuan Asset Securitization 2005 Menjelaskan prinsip yang akan dipakai bank dalam pemakaian dan pelaksanaan sekuritisasi asset. Sebagai tambahan. Bank Indonesia telah mempublikasikan apa yang disebut sebagai Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang ditujukan untuk memberi arahan, panduan dan struktur kerja bagi industri perbankan di masa 5 sampai 10 tahun kedepan. 108 54 1.7 Sistem dan regulasi perbankan Indonesia 1.7.2 Regulasi perbankan Perubahan-perubahan tersebut diatas akan diimplementasikan bertahap guna mencakup tujuan sbb: • untuk memperkuat struktur dari sistim perbankan nasional. • untuk meningkatkan kualitas peraturan perbankan. • untuk meningkatkan fungsi pengawasan. • untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dan operasi bank. • untuk mengembangkan infrastruktur perbankan. • untuk memperbaiki perlindungan kepada nasabah. 109 55 Indonesia Certificate in Banking Risk and Regulation Part A: Risiko dan Regulasi Perbankan 1 Bab 2 – Evolusi Manajemen Risiko dan Regulasi Perbankan 2.1 Mengapa Bank Bersifat “Khusus” dan harus Diregulasi 2 1 2.1 Mengapa bank bersifat khusus dan harus diregulasi 2.1.1 Modal, likuiditas dan kompetisi Telah lama diakui bahwa bank bersifat 'khusus' karena permasalahan dalam sektor perbankan dapat menimbulkan dampak serius pada perekonomian secara keseluruhan. Bank sebagai lembaga intermediasi keuangan memiliki kemampuan untuk memberikan modal pinjaman kepada perusahaan dongan cara mendayagunakan dana tabungan deposan yang ada. Namun jika bank memberikan pinjaman yang lidak dapat dibayarkan kembali oleh peminjamnya, insolvabilitas bank tarsebut bukan saja dapat berakibat pada kehancuran ekuitas para pemegang saham tetapi juga kehancuran dana para deposan Hal Ini terjadi karena berdasarkan karakteristiknya, bank adalah lembaga yang 'highly geared’. 3 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Gearing Gearing didefinisikan sebagai rasio hutang perusahaan (berapa banyak yang dipinjam) terhadap jumlah modal yang dimilikinya. Jadi sebuah bank yang mempunyai jumlah hutang lebih besar jika dibandingkan dengan modalnya disebut sebagai ‘highly geared’. Di USA, bank tersebut dikatakan sebagai ‘highly leveraged’. 4 2 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Contoh gearing Aktiva Jumlah Bobot Risiko ATMR (jutaan USD) % (Jutaan USD) 100 0 0 10 0 0 Pinjaman kepada bank lain <1 th 200 20 40 Pinjaman kepada usaha kecil dan menengah 390 100 390 Pinjaman kepada pemerintah daerah 200 50 100 Pinjaman kepada perusahaan besar berskala nasional 100 100 100 Obligasi pemerintah Kas Total Kewajiban Modal Deposito nasabah Pinjaman dari bank lain Total 1000 Jumlah 80 820 100 630 Bank “highly geared” karena hanya mempunyai USD 80 jt atas hutang USD 820 jt 1000 5 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Modal Sumber daya terpenting sebuah bank dalam menjamin terjaganya solvabilitas adalah modal yang cukup. Modal bank merupakan sumber keuangan yang dapat digunakan bank guna menanggung kerugian sebab modal tidak membutuhkan pembayaran kembali. Modal adalah jumlah investasi para pemegang saham pada bank sebagaimana terukur pada nilai di neracanya. 6 3 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Insolvabilitas Insolvabilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan perusahaan membayar kembali klaim jenis apapun pada saat jatuh tempo. Bank yang berada dalam posisi seperti ini dikatakan mengalami krisis solvabilitas (solvency crisis). 7 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Insolvabilitas - contoh Bank X telah mendanai pinjaman nasabahnya dengan meminjam dana dari deposan dan pasar dengan bunga tetap selama 5 tahun. Bank X berasumsi bahwa mayoritas nasabahnya akan membayar kembali pinjamannya dalam periode tersebut. Namun demikian, ternyata jumlah debitur yang gagal mengembalikan kreditnya jauh lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya. Kepada pasar obligasi dan para deposannya, Bank X masih berutang dana dengan tingkat suku bunga lima tahun yang tetap, namun tidak memiliki modal yang cukup untuk menutupi kekurangan yang disebabkan oleh debitur yang mengalami default tersebut. Kerugian yang terjadi lebih daripada sekedar menyerap habis modal bank, namun berakibat pada turunnya nilai investasi para pemegang saham pada bank tersebut hingga dibawah nol. Kerugian yang lebih besar daripada jumlah modal bank tersebut bahkan berdampak pada penyedia dana yang lainnya, yaitu para pemegang obligasi dan debitur. Bank X dalam hal ini mengalami krisis solvabilitas (solvency crisis). 8 4 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Insolvency Krisis solvabilitas (solvency crisis) pada sebuah bank dapat menyebabkan gangguan kecil pada aktivitas ekonomi. Namun, jika krisis tersebut menimpa seluruh sektor perbankan, maka seluruh sendi-sendi perekonomian dapat terkena dampaknya. Dengan tidak adanya mekanisme manajemen likuiditas pada bank, jika terjadi kondisi tidak likuid dapat mengakibatkan bank menuju kepada kondisi tidak solvabel (insolvency), hal ini dapat terjadi karena saat krisis likuditas, bank berusaha melikuidasi asetnya secara cepat dengan harga yang rendah, akibatnya menimbulkan kerugian. Jika krisis likuiditas menjadi meluas, pengaruhnya bagi ekonomi dapat sama seperti krisis solvabilitas yang mempengaruhi industri bank secara keseluruhan. Sejarah menunjukkan bahwa kegagalan dalam membangun kepercayaan dari sebuah bank dapat mengakibatkan kehilangan kepercayaan pada seluruh bank. 9 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Bank Sentral sebaqai lender of last resort Masalah likuiditas dan solvabilitas adalah hal yang relevan sejak abad ke 18, saat mulai munculnya sistem perbankan. Peran dari bank sentral sebagai penjaga (guardian) yang selanjutnya sebagai pengawas (supervisor) atas persoalan-persoalan pada sistem perbankan juga dimulai pada abad ke 18. Dengan pertimbangan untuk melindungi kepentingan masyarakat, bank dengan status khususnya dapat sewaktu-waktu meminta dukungan dari bank sentral. Bank sentral memberikan tersebut melalui perannya sebagai 'lender of last resort' untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Sebagai 'lender of last resort' bank sentral selalu berjaga-jaga menyediakan dana bagi bank umum untuk memastikan bahwa tidak ada krisis solvabilitas atau krisis likuiditas dalam sektor perbankan yang dapat membawa kepada krisis ekonomi secara keseluruhan. 10 5 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Stabilitas keuangan (Financial stability) Penetapan standar-standar pada lembaga keuangan bermula dari kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi dan ketangguhan sistem keuangan. Stabilitas keuangan didefinisikan sebagai pemeliharaan situasi dimana kapasitas lembaga-lembaga keuangan dan pasar dapat memobilisasi kegiatan penyimpanan dana secara efisien, menyediakan likuiditas, serta melakukan investasi tanpa ada hambatan. Stabilitas keuangan dapat menanggulangi kegagalan berkala yang terjadi pada lembaga-Iembaga keuangan secara individu. Kegagalan-kegagalan seperti itu hanya akan mengkuatirkan jika kegagalan-kegagalan tersebut mengakibatkan gangguan umum pada sistem perbankan. 11 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Stabilitas keuangan (Monetary stability) Monetary stability didefinisikan sebagai stabilitas dalam nilai uang, (yaitu inflasi yang rendah dan stabil) Stabilitas moneter tidak sama dengan stabilitas keuangan. Meskipun keberadaan keduanya sering bersamaan, tetapi mereka tidak harus selalu berdampingan sebagaimana terlihat pada 3 periode sejarah yang berbeda dibawah ini : • periode inflasi rendah dari akhir abad 18 hingga abad 20 saat pemerintah memberikan perhatian besar terhadap stabilitas • periode sejak akhir PD I hingga tahun 1980-an saat stabilitas moneter menjadi pusat perhatian karena ancaman gejolak dan tingginya laju inflasi • periode sejak awal tahun 1980-an dan seterusnya saat kebijakan bank sentral yang diimplementasikan mampu mengendalikan inflasi. 12 6 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Liberalisasi keuangan (Financial liberalization) Alasan utama mengapa kebijakan moneter yang berhasil tidak menyebabkan terjadinya stabilitas keuangan adalah adanya 'gelombang‘ liberalisasi yang mulai menerpa pasar-pasar keuangan pada tahun 1970an dan tahun 1980an. Campur tangan dan peran negara dalam perekonomian mulai berkurang setelah adanya beberapa tindakan, termasuk: • dihilangkannya halangan untuk berkompetisi antara lembaga keuangan, termasuk liberisasi dalam perizinan perbankan yang sebelumnya menjadi bagian utama dari regulasi hingga tahun 1970-an. • dihilangkannya batasan dalam pricing transaksi keuangan, seperti adanya suku bunga maksimum atas bunga pinjaman and deposito. • dihilangkannya larangan atas pergerakan modal internasional yang kemudain mendorong dikenalnya nilai tukar mata uang. 13 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Contoh Liberalisasi keuanqan Krisis hutang Amerika Latin pada tahun 1980-an. Pada tahun 1970an, negara-negara pengekspor minyak utama menempatkan keuntungan yang mereka dapatkan dari naiknya harga minyak kepada bank-bank internasional, yang meminjamkan dengan porsi yang besar atas dana tersebut kepada pemerintah Amerika Latin. Dengan mulainya resesi dibanyak negara-negara industri maju pada awal tahun 1980an, negara Amerika Latin menghadapi krisis ekonomi dan keuangan karena harga komoditi jatuh dan ekspor mereka menurun secara dramatis. Pada bulan Agustus 1982 Mexico menyampaikan kepada International Monetary Fund (IMF) bahwa tidak mampu lagi untuk memenuhi kewajiban hutangnya yang sebesar 80 milyar USD. IMF,World Bank dan pemerintah US memberikan paket bantuan secara bersama-sama untuk mencegah Mexico gagal bayar. Namun situasi di Amerika Latin memburuk karena bank dan investor kehilangan kepercayaan pada kemampuan banyak negara berkembang untuk membayar kembali hutangnya. 14 7 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Contoh liberalisasi keuanqan Krisis hutang Amerika Latin pada tahun 1980an. 16 negara-negara Amerika Latin, yang secara bersama-sama hutang sebesar 176 milyar USD, masih berjuang untuk memenuhi kewajiban hutang mereka. Banyak bank intemasional terbesar menghadapi prospek kredit macet dalam jumlah besar dan potensi tidak solvabel (insolvency). Kejatuhan sistem perbankan secara besar-besaran terhindarkan dengan penjadwalan ulang hutang, namun tekanan untuk memenuhi pembayaran bunga telah menekan perekonomian Amerika Latin ke dalam resesi. Pada tahun 1989 penekanan berubah dari restrukturisasi hutang menjadi pengurangan hutang. Sebagai pemenuhan komitmen untuk memperkenalkan reformasi ekonomi, IMF dan World Bank menyediakan dana bagi negara-negara Amerika Latin untuk membayar kembali sisa hutangnya kepada bank komersial. 15 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Persaingan dan perbankan Liberalisasi pasar keuangan meningkatkan tekanan persaingan pada bank dengan cara : • Mengurangi kemampuan lembaga yang ada untuk mengambil margin yang besar dari bisnis mereka - harga produk menjadi semakin kompetitif. • menciptakan masuknya pemain-pemain baru yang akan meningkatkan kompetisi. Kesulitan mendapatkan return yang sama dengan keadaan sebelumnya membuat banyak institusi terpaksa meningkatkan tingkat risiko pada bisnis yang mereka jalani untuk mempertahankan laba. 16 8 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Persaingan dan perbankan - contoh Di tahun 1995 bank internet pertama di dunia di Atlanta, Georgia, Amerika. Security First National Bank (SFNB) hanya mempunyai satu kantor, tidak ada kantor cabang dengan sangat sedikit staff dan biaya overhead sangat kecil. Pendirian bank tersebut berdasarkan pernikiran bahwa nasabah bank ingin menjalankan aktivitas mereka secara cepat, efisien, bebas waktu dan dengan lingkungan yang aman. Bank ini juga didirikan untuk menguji produk perangkat lunak perbankan Security First. Walaupun saat ini telah menjadi bagian dari Royal Bank of Canada, SFNB membuktikan betapa relatif mudah bagi SFNB untuk rnendirikan sebuah bank. Hal tersebut juga membuktikan bahwa internet banking merupakan konsep yang dapat direalisasikan. Saat ini, internet banking memberikan porsi cukup besar dalam omzet total industri perbankan. 17 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Inovasi produk keuanqan Liberalisasi sektor keuangan juga mengakibatkan inovasi-inovasi baru secara cepat, kebanyakan yang menonjol pada produk-produk seperti futures, swaps and options (pasar derivative) dan sekuritisasi aset. Produk-produk seperti itu rnemiliki kemampuan yang tinggi dalam meningkatkan kemampuan bank untuk memindahkan risiko diantara mereka sendiri dan investor pada pasar yang lain. 18 9 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.1 Perkembangan Internasional Kendali atas kompetisi lintas-perbatasan juga ikut terkena pengaruh liberalisasi sebagai dampak perdagangan bebas global. Namun barangkali pengaruh lebih besar adalah akibat dari meningkatnya kekuatan ekonomi dan politik dari Uni-Eropa. Liberalisasi kendali lintas-perbatasan memperkuat hubungan keuangan antara lembaga-lembaga keuangan, pasar dan negara. 19 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.2 Pengaruh pada pengawas perbankan dan regulasi Perkembangan pasar keuangan dan liberalisasi pengawasan lintas wilayah menyebabkan otoritas pengawas, khususnya bank sentral, menyadari meskipun nilai jaring pengaman dalam perannya sebagai lender of last resort tumbuh secara subtansial, namun telah melemahkan dasar peraturan keuangan mereka. Sebelum periode liberalisasi keuangan pada tahun 1970an dan 1980an regulasi keuangan fokus pada : • otorisasi Iembaga keuangan • penentuan kegiatan usaha untuki masing-masing jenis lembaga keuangan. • penetapan rasio-rasio pada neraca dan ketentuan seperti tingkat giro wajib minimum sebuah bank tertentu pada bank sentral, atau jumlah aset tertentu dalam bentuk surat utang negara. 20 10 2.1 Mengapa bank bersifat 'khusus' dan harus diregulasi 2.1.3 Beberapa pendekatan baru terhadap regulasi Pada 'dunia yang baru' ini, otoritas pengawas mulai mempertimbangkan beberapa pendekatan baru dalam melakukan fungsi regulasi. Beberapa hal yang mendorong otoritas mempertimbangkan pendekatan baru adalah: • pelaku pasar mengukur kinerja mereka dengan melihat return yang dihasilkan dari tingkat risiko yang diambilnya. Jika otoritas dapat menciptakan proses pengaturan yang sesuai dengan pasar, maka dapat dibuat regulasi yang lebih efektif dan relevan bagi lembaga yang diatur. • meningkatnya globalisasi pasar modal meningkatkan kebutuhan untuk menjamin agar prinsip kehati-hatian dapat diterima secara intemasional dan diimplementasikan secara konsisten. • regulasi hanyalah salah satu bagian dari solusi. Risiko-risiko terkait dengan intermediasi keuangan internasional bergantung pada masalah seperti standar-standar minimum dalam undang-undang tentang kontrak dan kebangkrutan, standar akuntansi dan audit serta ketentuan transparasi (disclosure). 21 2 Evolusi Manajemen Risiko dan Regulasi perbankan 2.2 Kesepakatan Basel Awal dan Kecukupan Modal untuk Risiko Kredit 22 11 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.1 Tuiuan Basel I Komite Basel untuk Pengawasan Perbankan (Basel Committee on Banking Supervision) didirikan tahun 1974 oleh para gubernur bank sentral dari The Group of Ten' (G10), yang kegiatannya fokus kepada praktek pengawasan dan peraturan perbankan. Komite Basel terdiri dari perwakilan bank sentral dan pengawas bank dari kelompok 11 negara yang disebut G10, plus Spanyol dan Luxembourg. Akibatnya Komite Basel mempunyai anggota dari negara-negara sebagai berikut : (13 negara) Belgium Canada France Germany Italy Japan Netherlands Sweden Switzerland United Kingdom United States Spain Luxembourg 23 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.1 Tujuan Basel I Komite Basel mempunyai 3 tujuan utama dalam mengembangkan kesepakatan Basel I (Basel I Accord) : • Memperkuat kesehatan dan stabilitas sistem perbankan internasional. • menciptakan kerangka kerja yang seimbang untuk mengukur kecukupan modal dari bank yang aktif secara internasional. • menerapkan kerangka kerja tersebut secara konsisten dengan tujuan mengurangi ketidaksetaraan kompetitif antar bank yang aktif secara internasional. 24 12 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.2 Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dan bobot risiko (risk-weighted assets and risk weights) Untuk memahami bagaimana Basel I mencapai sasaran utamanya, hal yang penting untuk diketahui adalah memahami konsep Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)→ Risk-Weighted Assets (RWA). ATMR adalah aktiva neraca dikalikan oleh bobot risikonya. ATMR diperlukan untuk penyusunan neraca berisiko, yang akhirnya digunakan untuk mendapatkan persyaratan modal. Basel Committee menemukan sistem untuk membantu bank menentukan tingkat ATMR-nya. Sistem tersebut berdasarkan pada konsep bobot risiko atas berbagai faktor. Bobot risiko ini ditentukan berdasarkan risiko kredit secara relatif atas masing-masing kelas aktiva. 25 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.2 ATMR dan bobot risiko Untuk mendapatkan neraca yang diberi bobot berdasarkan faktor-faktor risiko, setiap kontrak instrumen (seperti pinjaman) dikelompokan ke dalam 5 kategori sesuai dengan kualitas kredit yang diterima dari pihak lawan dalam jangka waktu kontrak. Bobot yang dipergunakan adalah : • 0%,10%, 20%, 50%, dan 100%. 26 13 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.2 ATMR dan bobot Risiko Table 2.1: versi ringkasan daftar keseluruhan dalam Basel I Bobot risiko % Asset Class 0 Kas Pemerintah pusat OECD* dan domestik Pemerintah OECD 0 to 50 Pemerintah daerah dan sektor publik OECD dan domestik. 20 Antarbank (OECD) & bank perkembangan internasional Bank Non-OECD <1year 50 Pemberian kredit perumahanan (charge pertama atas properti hunian 100 Kredit perorangan tanpa agunan dan kredit korporasi Bank Non-OECD > 1year Pemerintah Non-OECD * The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)adalah sebuah kelompok 30 negara yang secara bersama-sama memiliki komitmen thd pemetintahan yang demokratis dan ekonomi pasar 27 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.2 Contoh: Perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Bank A adalah bank berdasarkan peraturan Basel I memutuskan untuk meminjamkan 100 juta USD kepada bank non-OECD selama 6 bulan. ATMR untuk kredit ini adalah : Kredit Bobot risiko ATMR USD 100 juta 20% USD 20 juta (100 juta * 20%) Bank B meminjamkan USD 100 juta kepada sebuah perusahaan besar. ATMR untuk kredit ini adalah : Kredit Bobot risiko ATMR USD 100 juta 100% USD 100 juta (100 juta * 100%) 28 14 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.3 Target rasio permodalan Basel I Accord menciptakan hubungan antara risiko dan modal. Hal ini dilakukan dengan cara menciptakan multiplier yang berbeda-beda, masing-masing untuk kredit kepada pemerintah, kredit kepada bank lain, kredit perusahaan dan perorangan dan mengalikannya dengan target rasio modal. Target rasio modal adalah rasio modal yang memenuhi syarat ATMR bank intemasional. Komite Basel menetapkan target minimum rasio modal 8 % 29 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.3 Target rasio permodalan Tidak ada maksud bahwa target 8 % tersebut harus diterapkan secara universal kepada semua bank dalam suatu wilayah hukum otoritas pengawas suatu negara. Komite secara khusus memperbolehkan penerapan target 8% ini sebagai landasan bahwa rasio ketetapan modal minimum bagi bank harus merefleksikan risikorisiko lain selain risiko kredit. 30 15 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.3 Target rasio permodalan Rumus perhitungan target rasio modal adalah : Modal yang dapat diperhitungkan --------------------------------------------- X 100 = Rasio (min 8%) Risk-weighted assets (ATMR) Dengan begitu, kita dapat menghitung modal yang dibutuhkan dengan mengetahui ATMR nya, atau mengetahui ATMR yang diijinkan untuk sejumlah modal dengan membalik persamaan di atas. 31 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.3 Target rasio permodalan - contoh Perhitungan Kebutuhan Modal Bank A adalah bank yang diatur berdasarkan Basel I memutuskan untuk meminjamkan 100 juta USD kepada non-OECD bank selama 6 bulan. Modal yang dibutuhkan oleh Bank Atas pinjaman ini adalah : Pinjaman yg diberikan Risk weight/bobot risiko RWA Modal yang dibutuhkan USD 100 juta 20% USD 20 juta USD 1.6 juta (20 juta x 8%) 32 16 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.3 Target rasio permodalan - contoh Perhitungan Kebutuhan Modal Bank C mempunyai modal yang belum dialokasikan sebesar USD 2 juta, ingin meminjamkan kepada OECD bank. Berapa banyak yang Bank C dapat pinjamkan ? Jumlah Modal ATMR Kredit/setara kredit USD 2 juta USD 100 juta (2 juta/20%(Risk Weight)) USD 125 jt (25 juta/20%) 33 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.3 Target Rasio Modal - contoh Perhitungan Kebutuhan Modal Bank C mempunyai modal yang belum dialokasikan sebesar USD 2 juta, ingin meminjamkan kepada OECD bank. Berapa banyak yang Bank C dapat pinjamkan ? 2 jt x 100 = 8% (minimum ratio) --------------RWA (ATMR) Jumlah Modal Risk weight RWA(ATMR) USD 2 jt 20% USD 25 jt (200jt / 8%) Nilai Pinjaman USD 125 jt 34 17 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.4 Penyetaraan risiko kredit Dengan makin beragamnya kegiatan usaha bank, kebutuhan untuk memperhitungkan eksposur off-balance sheet pada perhitungan kecukupan modal semakin meningkat. Pada umumnya, pos-pos off-balance sheet merupakan kewajiban yang bersifat kontinjen seperti : jaminan, options, acceptances atau warranties. Dalam hal ini, tidak ada nilai kas atau aktiva fisik yang dapat dinyatakan dalam neraca karena neraca tidak mencatat suatu perjanjian dan hanya mencatat nilai yang dihasilkan dari perjanjian tersebut. Contoh yang tepat adalah perjanjian asuransi, dimana pembayaran premi akan tercermin pada rekening neraca namun perjanjian asuransi tidak dicatat dalam rekening tersebut. Untuk menangani pos-pos off-balance sheet, Basel Committee menerapkan konsep penyetaraan risiko kredit. Konsep ini pertama kali diusulkan oleh Basel Committee pada dokumen yang membahas perlakukan terhadap ekposur off balance sheet pada bulan Maret 1986 yang berjudul ~The Management of Banks' Off-Balance-Sheet Exposures: Supervisory Perspective". 35 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.4 Penyetaraan risiko kredit Konsep yang melatarbelakangi penyetaraan risiko kredit adalah bahwa setiap transaksi off-balance sheet dapat dikonversikan menjadi transaksi setara kredit sehingga dapat dianggap sebagai transaksi on-balance sheet untuk keperluan perhitungan ATMR. Hal ini memberikan penegasan bahwa definisi ATMR mencakup berbagai kewajiban bank dalam arti luas, sehingga tidak hanya mencakup pemberian kredit dan transaksi pada kelompok aktiva lainnya yang sejenis. 36 18 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.5 Instrumen standar penganti kredit Table 2.2: Berbagai instrumen off-balance sheet yang memiliki faktor konversi (CF) sederhana dapat dilihat pada tabel berikut: Pos off-balance sheet CF % Instrumen yang terkait dengan kredit (seperti jaminan) 100 Pos-pos kontinjen yang terkait dengan transaksi tertentu 50 Pos-pos kontinjen jangka pendek yang terkait dengan perdagangan dan bersifat selfliquidating 20 Perjanjian penjualan dengan persyaratan pembelian kembali dan penjualan aktiva dengan kewajiban pembelian kembali, dimana risiko kredit tetap ditanggung oleh bank. 100 Pembelian aktiva secara forward, forward-forward deposits, dan saham serta surat berharga yang baru dilunasi sebagian yang mencerminkan adanya komitmen dengan rencana pemenuhan yang terjadwal. 100 Fasilitas penerbitan srat berharga dan fasilitas penjaminan (underwriting) yang bersifat revolving 50 Komitmen lainnya yang memiliki jatuh tempo original lebih dari satu tahun 50 Komitmen sejenis lainnya yang memiliki jatuh tempo sampai dengan satu tahun atau yang sewaktu-waktu dapat dibatalkan tanpa syarat. 0 37 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.6 Instrumen derivatif Transaksi off-balance sheet lainya seperti transaksi derivatif diperlakukan secara berbeda. Derivatif adalah instrumen keuangan yang pada umumnya tidak mempertukarkan nilai pokok transaksi yang mendasarinya. Nilai transaksi derivatif ditentukan berdasarkan nilai salah satu atau lebih hal-hal berikut: • instrumen keuangan • indeks • komoditi, atau • instrumen derivatif lainnya 38 19 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.6 Instrumen derivatif- Contoh Bank V melakukan forward rate aggreement dengan BankX. Transaksi ini memberikan hak pada Bank V untuk menempatkan dana sebesar USD 10 juta untuk jangka waktu tiga bulan sejak bulan pertama dengan tingkat suku bunga 2%. Pada bulan berikutnya kedua bank tsb membandingkan tingkat suku bunga 2% dengan tingkat suku bunga di pasar saat ini sebesar 1.5%. Bank X membayar kepada Bank V bunga sebesar 0.5% karena adanya penurunan tingkat suku bunga. Dengan transaksi pembayaran ini, Bank V Bank V sekarang dapat menempatkan dananya pada tingkat suku bunga di bank manapun yang dipilih. Penyesalaian transaksi dengan pembayaran bunga sebesar 0.5% dari Bank X memungkinkan Bank V menerima bunga total sebesar 2%. 39 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.6 Instrumen derivatif - contoh Forward Rate Agreement (FRA) membayar 3 bln LIBID Bank V Bank X Menerima 2%agreed rate for 1v3 month FRA menerima 3 bln LIBID (1.5%) Bank Y Bank V membuat kontrak FRA dg Bank X Utk mendapatkan hak mendepositokan10 juta USD selama 3 bln dimulai 1 bln didepan. Dalam 1 bln didepan. V menempatkan secara Fisik deposit dengan Bank Y dan menerima 3 Bln LIBID. 40 20 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.6 Instrumen derivatif Bank tidak dihadapkan pada kerugian sebesar nilai yang tertera pada kontrak swap jika counterparty mengalami kondisi gagal bayar, tetapi hanya menderita kerugian sebesar aliran kas yang seharusnya diperoleh dari kontrak tersebut. Oleh karena itu, terhadap eksposur yang harus dilakukan mark-to-market ditetapkan bobot 50% lebih rendah daripada bobot pemberian kredit. Sebagai contoh, bobot counterparty yang sebelumnya mempunyai bobot 100% diturunkan bobot risikonya menjadi 50% khusus untuk eksposur tertentu yang harus dilakukan mark-to-market. Pergerakan sejumlah faktor yang terkait dengan kontrak yang diperjanjikan sejak berlaku efektinya kontrak tersebut dapat menimbulkan kemungkinan munculnya eksposur setara risiko kredit. Oleh karena itu, pada setiap kontrak akan terdapat “nilai yang ditambahkan (add on)” untuk mengantisipasi potensi perubahan nilai kontrak yang menyebabkan bank harus menghadapi risiko yang ditimbulkan oleh counterpary. 41 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.6 Instrumen derivatif Secara umum instrumen derivatif antara lain: • interest rate swaps and options, forward rate agreements, interest rate futures • exchange rate swaps and options, forward foreign exchange contracts, currency futures (diluar kontrak yang jatuh temponya kurang dari 14 hari). • swap dan option logam mulia dan logam lainnya, kontrak forward future • swap dan option ekuitas, dan kontrak future ekuitas. Berdasarkan Basel I terdapat dua metode untuk menghitung nilai setara kredit atas kontrak-kontrak tersebut, yaitu: • Current Exposure Method • Original Exposure Method 42 21 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.7 The Current Exposure Method Metode ini disarankan oleh Basel Committee pada Basel I. Metode ini menghitung biaya penempatan kembali pada saat ini (current replacement cost) dari kontrak berdasarkan harga pasar. Metode ini umumnya dilakukan dengan proses yang cukup sederhana mengingat transaksi-transaksi derivative umumnya merupakan traded istrumen. Metode ini juga dirasakan cukup akurat dan dapat memberikan perbandingan yang jelas antara kontrak derivatif dengan transaksi setara kredit. Nilai mark-to-market suatu kontrak selalu mengalami perubahan karena nilai kontrak dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko terkait dengan jenis kontrak tersebut. Sebagai contoh, perubahan pada nilai swap suku bunga akan sangat tergantung pada pergerakan relatif suku bunga yang dikaitkan dengan transaksi swap tersebut. 43 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.7 The Current Exposure Method Jika nilai mark-to-market suatu transaksi merupakan angka positif, hal ini dapat mencerminkan nilai kerugian yang akan dihadapi bank jika counterparty mengalami default atas transaksi tersebut. Namun demikian, sejalan dengan adanya fluktuasi nilai mark-tomarket suatu transaksi sampai dengan jatuh tempo, maka kemungkinan akan terdapat terdapat peningkatan risiko risiko ekposur kredit dibandingkan nilai mark-to-market saat ini. Charge Capital untuk eksposur tambahan ini dihitung dengan menambahkan prosentase tertentu dari notional principal pada mark-to-market saat ini. Tabel berikut menunjukan prosentase yang dapat diterapkan pada notional amount setiap transaksi. Prosentase tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis isntrumen dan sisa jatuh tempo untuk mencerminkan risiko relatif setiap instrumen pada beberapa waktu yang berbeda. 44 22 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.7 The Current Exposure Method Table 2.3 Sisai jatuh tempo Suku bunga Nilai tukar dan emas Ekuitas Logam mulia selain emas Komoditi lainnya % % % % % < 1 tahun 0.0 1.0 6.0 7.0 10.0 1-5 tahun 0.5 5.0 8.0 7.0 12.0 > 5 tahun 1.5 7.5 10.0 8.0 15.0 45 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.7 The Current Exposure Method - contoh 7 year USD 10m interest rate swap 6% Fixed Rate Bank A OECD Bank 6 month LIBOR Suku bunga telah naik dan nilai pasar dari Swap menjadi USD 1 juta Credit Exposure (CE) = Mark-to-market + (notional amount x add-on) CE = USD 1jt + (USD 10 jt x 0.5%) = USD 1,050,000 CE untuk OECD bank, bobot risikonya 20%, karena eksposurnya tergantung harga pasar maka didiscount 50 % menjadi 10 % Capital consumption = USD 1,050,000 x 10% (risk weight) x 8% (target capital ratio) = USD 8,400 46 23 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.8 The Original Exposure Method Metode Ekposur Awal memungkinkan bank untuk menghitung dengan suatu prosentase notional principal sebagai ekposur tanpa harus menghitung nilai kontrak saat ini. Table 2.4: faktor konversi (CF) pada Original Exposure method. Jatuh tempo Kontrak suku bunga Kontrak nilai nilai tukar dan emas % % Sampai dengan 1 tahun 0.5 2.0 Antara 1 – 2 tahun 1.0 5.0 Untuk setiap tambahan tahun 1.0 3.0 47 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.8 The Original Exposure Method Pada Basel I, pengawas diberikan kewenangan untuk mengijinkan bank mempergunakan metode ini sementara waktu sebagai transisi sebelum diterapkan Model Current Eksposure. Metode ini umumnya diterapkan bank yang mempunyai posisi matched yang kecil untuk suatu instrumen. Bank yang menjalankan transaksi pada forwards, swaps, membeli options atau kontrak derivatif lainnya yang sejenis berdasarkan ukuitas, logam mulia selain emas, atau komoditi lainnya harus mempergunakan Model Current Exposure. 48 24 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.9 Menghitung jumlah modal yanq diperlukan Bank dapat menentukan kebutuhan modal minimum yang dipersyaratkan untuk dimiliki dengan pertama-tama menentukan dahulu ATMR-nya kemudian mengkalikannya dengan target rasio modal yang diatur pengawas. Perhitungan modal sesuai ketentuan - contoh Bank A mempunyai target rasio modal 8 % dan mempunyai posisi pada bukunya sebagai berikut: 1. Kredit berjangka waktu 6 bulan ke suatu bank di French senilai USD 100juta 2. Swap suku bunga berjangka waktu 4 tahun kepada sebuah perusahaan kimia di Inggris untuk USD 10 juta dengan nilai markto-market USD 500,000 3. Residential property mortgage senilai USD 500 juta 49 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.9 1 Perhitungan modal sesuai ketentuan Transaksi ini adalah transaksi on balance sheet dengan suatu bank di negara OECD dengan jatuh tempo kurang dari 1 tahun ATMR (RWA) = USD 100m x 20% = USD 20 juta 2 Transaksi ini merupakan transaksi off balance sheet dengan sektor swasta dengan jatuh tempo kurang dari lima tahun dan menggunakan Model Currenct Exposure Setara Kedit (CE) = (USD 10m x 0.5%) + USD 500,000 = USD 550,000 ATMR (RWA) = USD 550,000 x 50% = USD 275,000 50 25 2.2 Basel I Accord dan kecukupan modal untuk risiko kredit 2.2.9 Perhitungan modal sesuai ketentuan 3. Transaksi ini merupakan transaksi on balance sheet berupa kredit yang dijamin dengan residential property. ATMR (RWA) = USD 500m x 50% = USD 250 juta Total ATMR (RWA) = USD 20,000,000 + USD 275,000 + USD 250,000,000 = USD 270,275,000 Persyaratan modal = USD 270,275,000 x 8% = USD 21,622,00 sesuai ketentuan 51 2 Evolusi Manajemen Risiko dan Regulasi Perbankan 2.3 Penggunaan Pendekatan ‘Grid’ dan Tabel ‘Look up’ untuk Menghitung Kecukupan Modal dan Risiko Kredit pada Basel I 52 26 2.3 Penggunaan 'grid' dan 'look up table' untuk kecukupan modal dan risiko kredit pada Basel I 2.3 Penggunaan pendekatan ‘grid’ dan tabel ‘look up’ untuk menghitunq kecukupan modal dan risiko kredit pada Basel I Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Basel I, pada umumnya menggunakan “grid” sebagaimana ditujukan pada Table 2.3 and 2.4 untuk menghitung tingkat kesetaraan risiko kredit suatu transaksi. Bank juga memiliki tabel ‘look up’ sebagaimana ditunjukkan tabel 2.1 and 2.2 di depan untuk menghitung ATMR dalam rangka menentukan persyaratan modalnya. 53 2.3 Penggunaan 'grid' dan 'look up table' untuk kecukupan modal dan risiko kredit pada Basel I 2.3.1 Kecukupan return atas modal sesuai ketentuan Berdasarkan Basel I dan II, bank menghitung kebutuhan modal yang dipersyaratkan tergantung jumlah dari ATMR. Kegiatan usaha bank tidak bersifat statis tetapi dinamis, oleh sebab itu tingkat ATMR akan berubah sejalan dengan penambahan atau berakhirnya suatu transaksi. Pada kondisi ini, bank dihadapkan pada 2 pilihan, yaitu : • menetapkan batasan tertentu pada modal sesuai ketentuan sehingga jumlah total ATMR tidak akan berubah. Namun demikian, pilihan ini akan membatasi bank dalam meningkatkan kegiatan usahanya, atau • meningkatkan modal sejalan dengan meningkatnya ATMR. Perlu diperhatikan bahwa penetapan modal sesuai ketentuan pada tingkat tertentu sulit diterapkan karena ATMR dapat meningkat walaupun tidak ada transaksi/bisnis baru yang dilakukan. 54 27 2.3 Penggunaan 'grid' dan 'look up table' untuk kecukupan modal dan risiko kredit pada Basel I 2.3.1 Kecukupan return atas modal sesuai ketentuan Return atas modal sesuai ketentuan (return on regulatory capital) adalah ukuran kinerja yang digunakan untuk meyakinkan bahwa suatu transaksi menghasilkan return yang cukup bagi bank untuk meningkatkan permodalannya. Perlu diperhatikan bahwa unsur biaya yang terkait dengan risiko tidak secara khusus diperhitungkanmarjin return yang tercakup dalam ‘pendapatan bersih’. Penilaian kecukupan return memerlukan alat ukur yang terpisah. 55 2.3 Penggunaan 'grid' dan 'look up table' untuk kecukupan modal dan risiko kredit pada Basel I 2.3.1 Perhitungan return atas modal sesuai ketentuan – contoh Contoh sederhana untuk menghitung return atas modal sesuai ketentuan dapat dilihat berikut ini. Asumsi yang digunakan adalah: • struktur permodalan cukup memadai untuk dilakukan kapitalisasi terhadap suatu transaksi. • bank memiliki jumlah modal yang nilainya sama dengan jumlah modal sesuai ketentuan- yang merupakan suatu hal langka di dunia nyata. Bank T sedang mempertimbangkan untuk memberikan kredit dengan bunga tetap kepada nasabahnya dan harus meningkatkan modal sesuai ketentuan untuk melakukan transaksi tersebut. Untuk memutuskan pemberian kredit tsb, Bank harus menghitung terlebih dahulu return atas modal sesuai ketentuan. Dalam hal ini, bank menetapkan batasan kredit yang dapat digunakan nasabah selama kredit (standa by loan limit). 56 28 2.3 Penggunaan 'grid' dan 'look up table' untuk kecukupan modal dan risiko kredit pada Basel I 2.3.1 Perhitungan return atas modal sesuai ketentuan– contoh Stand-by loan limit (tersedia untuk > 365 days) Estimasi penggunaan Marjin atas bagian kredit yang digunakan Bobot risiko ATMR atas bagian kredit yang digunakan (20juta x 50% x 100%) USD 20 juta 50% 1% 100% USD 10 juta Estimasi kredit yang tidak digunakan 50% Marjin atas kredit yang tidak digunakan 0.5% Faktor konversi kredit Bobot risiko 50% 100% ATMR aats kredit yang tidak digunakan (20m x 50% x 50% x 100%) USD 5 juta Total ATMR (10 jt + 5 jt) USD 15 juta Rasio modal 8% Jumlah modal (15 jt x 8%) USD 1.20 juta Pendapatan bersih (15 jt x 1%) USD 0.15 juta Return atas modal = Pendapatan bersih/jumlah modal x 100 Return atas modal sesuai ketentuan = (0.15 jt / 1.2 jt x 100) 12.5% 57 2.3 Penggunaan 'grid' dan 'look up table' untuk kecukupan modal dan risiko kredit pada Basel I 2.3.1 Perhitungan return on regulatory capital - contoh Pada contoh di atas hanya marjin yang digunakan untuk menghitung pendapatan bersih. Pada prakteknya, perlu dilakukan penyesuaian untuk mendapatkan gross return yang memperhitungkan suku bunga dasar sebelum marjin. Sebagian besar bank akan memiliki satu transfer price untuk dana yang digunakan. Pada contoh di atas, jika diasumsikan transfer price adalah sebesar 3%, maka total return atas modal sesuai ketentuan adalah 15.5% (return sesuai hasil perhitungan ditambah dengan transfer price). Pada contoh di atas, Bank T akan mempertimbangkan apakah return 15.5% cukup memadai untuk meningkatkan permodalannya dan apakah kredit kepada nasabah di atas akan disetujui untuk diberikan. 58 29 2 Evolusi Manajemen Risiko dan Regulasi Perbankan 2.4 Kebutuhan Modal Bank Menurut Basel I 59 2.4 Kebutuhan modal bank menurut Basel I 2.4.1 Struktur permodalan (Capital structure) Perhitungan modal minimum sesuai ketentuan bagi suatu bank tidak menentukan struktur permodalan yang harus dimiliki. Pada Basel I, Committee tidak hanya menciptakan kerangka kerja untuk mengukur modal yang ditetapkan; namun juga menciptakan kerangka kerja untuk struktur permodalan bank, yang sering disebut sebagai 'eligible capital'. Basel Committee mempertimbangkan bahwa elemen kunci bagai eligible capital untuk bank adalah modal saham (equity capital). 60 30 2.4 Kebutuhan modal bank menurut Basel I 2.4.1 Struktur permodalan Namun demikian, untuk kepentingan modal sesuai ketentuan sebagian besar bank dapat memiliki modal dalam 2 jenis (two tier), yaitu: •Modal inti (Tier 1) – terdiri dari modal disetor, noncumulative perpetual perpetual preferred stock dan disclosed reserves. • Modal pelengkap (Tier 2) – terdiri dari cadangan umu, cadangan revaluasi aktiva tetap, provisi umum (general provisions and general loan loss reserves), modal pinjaman (hybrid capital instruments) dan pinjaman subordinasi (subordinated debt) Modal pelengkap maksimum sebesar 50% dari jumlah modal keseluruhan. 61 2.4 Kebutuhan modal bank menurut Basel I 2.4.1 Stuktur permodalan Komponen yang dikeluarkan dalam perhitungan modal di aats adalah: • goodwill • penyertaan pada lembaga keuangan bank dan non-bank yang tidak dikonsolidasikan. • penyertaan modal pada bank dan lembaga keuangan lain (diserahkan pada kebijakan pengawas) • minority investments pada perusahaan-perusahaan yang tidak dikonsolidasikan. Perlu dipahami bahwa terdapat pula kelompok modal yang disebut modal tier 3, yang hanya ditujukan untuk mendukung porfolio trading bank saja. 62 31 2 Evolusi Manajemen risiko dan Regulasi Perbankan 2.5 Basel I dan “1996 Market Risk Amendment” 63 2.5 Basel I dan Market Risk Amendment 1996 2.5.1 Market Risk Amendment Basel I seringkali dikritik karena kurang sensitifnya thd risiko. Sensitifitas risiko merupakan hal yang fundamental dalam pemikiran Committee pada waktu mengembangkan Capital Accord I. Tingkat sensitifitas risiko meningkat tajam setelah diluncurkannya : "Amendment of the Capital Accord to Incorporate Market Risk" pada Januari 1996 (selanjutnya disebut : Market Risk Amendment/MRA). "Market Risk Amendmend” merupakan titik puncak dari suatu proses yang dimulai sejak komite mengeluarkan tulisan dengan judul "The Supervisory Treatment of Market Risks" dan meminta perbankan serta pelaku pasar untuk memberikan komentarnya. Masukan dan komentar yang diterima ditindaklanjuti oleh Committee selama tahun 1994 dengan mengkaji penggunaan internal model oleh bank untuk mengukur risiko pasar. 64 32 2.5 Basel I dan Market Risk Amendment 1996 2.5.1 Market Risk Amendment Pengunaan model yang berbeda-beda menyebabkan munculnya perbedaan pandangan terhadap risiko yang dihadapi masing-masing bank. Dalam beberapa kasus, perbedaan tsb cukup signifikan dibandingkan dengan pendekatan ATMR pada Basel I. Pada langkah selanjutnya, diterimanya internal model oleh Committee untuk mengukur risiko pasar lebih didasari oleh penerapan model tersebut oleh berbagai pihak. Basel Committee menyusun "Market Risk Amendment“ melalui pendekatan "twin-track". Pendekatan ini menilai model-model kuantitatif internal bank-bank berdasarkan standar yang telah dipublikasikan sekaligus mernbuat standar kualitatif. Secara khusus pendekatan ini mengevaluasi ketepatan penggunaan model kuantitatif dan kualitas proses yang mendukung penerapan model tsb. 65 2.5 Basel I dan Market Risk Amendment 1996 2.5.2 Value at Risk (VaR) Model kuantatif yang digunakan bank-bank - yang diterima oleh Basel Committee - disebut model "Value at Risk" (VaR). Model VaR menunjukkan estimasi jumlah maksimum kerugian suatu portofolio bank dari risiko pasar : • dalam suatu periode tertentu • dengan tingkat keyakinan statistik tertentu (yaitu dengan tingkat probabilitas tertentu) Teknik -teknik dalam Basel I untuk aktiva off-market ('add-on') dan VaR keduanya memiliki sasaran yang secara garis besar serupa. Sasaran tersebut adalah untuk menunjukkan nilai suatu transaksi (atau lebih tepatnya nilai portofofio dari semua transaksi bank, termasuk beberapa transaksi yang dapat saling meniadakan)selama masa transaksi tersebut. 66 33 2.5 Basel I dan Market Risk Amendment 1996 2.5.2 Value at Risk (VaR) Periode waktu suatu transaksi dikenal sebagai "VaR Horizon". Kebanyakan transaksi yang diperdagangkan, Var Horison yang sesuai adalah satu hari perdagangan. Oleh karena itu yang biasa digunakan adalah ukuran Daily VaR (Daily Value at Risk - DVar) 67 2.5 Basel I dan Market Risk Amendment 1996 2.5.2 Value at Risk (VaR) Sebagai contoh laporan risiko bank berisi pemyataan sebagai berikut: "Portofolio perdagangan memiliki DVaR sebesar USD 5 juta pada tingkat keyakinan 95%“ Dalam pemyataan tersebut, tingkat keyakinan (confidence level) terkait dengan tingkat probabilitas munculnya suatu kejadian. Dalam konteks risiko pasar, berarti kemungkinan terjadinya kerugian suatu portofolio di atas tingkat tertentu. Umumnya, probabilitas sering dihitung pada tingkat 95 % atau 99 %. Sederhananya DVaR yang diungkapkan diatas dapat diartikan sbb : "Selama 1 hari perdagangan, ada peluang 5 % (100 % dikurangi 95%) terjadinya kerugian atas portofolio yang melebihi USD 5 juta." 68 34 2.5 Basel I dan Market Risk Amendment 1996 2.5.2 Value at Risk (VaR) Kelihatannya contoh tersebut menunjukkan probabilitas yang rendah, tetapi kalau kita lihat dengan cara lain, dapat dikatakan bahwa dalam satu tahun perdagangan akan ada sekitar 12 hari perdagangan dimana terjadi kerugian portofolio melebihi USD 5 juta (diasumsikan dalam satu tahun ada 240 hari perdagangan) Perlu dicatat bahwa model Var tidak memberikan perkiraan berapa besar kerugian yang sebenarnya akan terjadi,dalam contoh di atas model ini tidak memberikan indikasi sampai berapa besar nilai kerugian di atas 5 juta USD tersebut. 69 2.5 Basel I dan Market Risk Amendment 1996 2.5.3 Regulasi berbasis risiko (Risk Based regulation) Basel Accordtahun 1988 memang mengakui bahwa modal yang disediakan bank harus terkait dengan "credit standing" dari : • peminjam • penerbit surat berharga • pihak lain yang memilikikewajiban keuangan pada bank (misalnya penjamin/guarantor") Luasnya pengkategorian mengenai "counterpart" yang digunakan oleh Komite Basel, dan relatif kasarnya sensitifitas terhadap risiko untuk proses 'add-on', membatasi cakupan peraturan berbasis risiko. Dengan diterimanya secara bersyarat model VaR dari bank, "MarketRisk Amendment" untuk pertama kalinya menghasilkan unsur-unsur regulasi berbasis risiko yang benar. 70 35 2 Evolusi manajemen risiko dan regulasi perbankan 2.6 Kelemahan dalam Basel I Accord 71 2.6 Kelemahan dalam Basel I 2.6.1 Basel I dan risiko kredit korporasi Pembuatan dan keberhasilan "Market Risk Amendment" merupakan tonggak utama pengembangan regulasi berbasis risiko. Pada saat yang sama banyak bank mengalihkan proses internal kreditnya ke arah penggunaan model risiko kuantitatif yang memiliki kesamaan langsung dengan teknik VaR. Hal tersebut karena : • keberhasilan banyak bank dengan model VaR • meningkatnya trading risiko kredit 72 36 2.6 Kelemahan dalam Basel I 2.6.1 Basel I dan risiko kredit korporasi Risiko kredit perdagangan ("credit risk trading) telah ada secara terbatas di pasar Commercial Paper (CP), dan meningkat secara signifikan sejak pasar tersindikasi menjadi lebih kompleks dan sekuritisasi pinjaman bank menjadi semakin meluas. Kejelasan risiko kredit korporasi meningkat secara signifikan bahkan dengan model-model yang sederhana pun bisa menunjukkan perbedaan kualitas kredit yang sangat besar dan menghasilkan "pricing” yang berbeda antar kredit korporasi Pendekatan Basel I pada kecukupan modal memberikan bobot ATMR dan persyaratan modal yang sama terhadap sernua pinjaman korporasi dengan mengabaikan kualitas kredit peminjamnya. 73 2.6 Kelemahan dalam Basel I 2.6.1 Basel I dan risiko kredit korporasi Persoalan dengan pendekatan Basel I cukup jelas: bank yang rnernberikan pinjaman kepada perusahaan yang memiliki kualitas kredit yang baik wajib memiliki jumlah modal yang sama dengan bank yang memberikan pinjaman kepada perusahaan yang memiliki kualitas kredit yang buruk. Hal ini tidak terlalu menjadi masalah jika bank dapat memberikan charge yang sama kepada semua peminjam. Namun, bank makin berkompetisi dengan pesatnya pertumbuhan pasar obligasi perseroan dimana marjin kredit cukup terkait dengan pemberian epringkat kredit yang diberikan kepada penerbitan obligasi oleh lembaga pemeringkat seperti Standard & Poor’s dan Moody’s Investors Service. Persoalan yang sarna juga terjadi dalam pemberian kerdit perorangan yang tidak dijamin (seperti kartu kredit) dan memberikan pinjaman kepada pemerintah (sovereign loans). 74 37 2 Evolusi Manajemen Risiko dan Regulasi Perbankan 2.7 Perkembangan Capital Accord baru – Basel II 75 2.7 Perkembangan Capital Accord baru - Basel II 2.7 Perkembangan Capital Accord baru - Basel II Pada 1999, Basel Committee mulai menjalin kerjasama erat dengan bank-bank utama dari negara-negara anggota untuk menyusun Capital Accord yang baru. Tujuan umumnya adalah untuk mengarahkan semua risiko perbankan ke dalam suatu kerangka kebutuhan modal vang baru dan komprehensif. Accord yang baru selanjutnya dikenal dengan Basel Accord II. Penyusunan Basel II bersamaan dengan gerakan negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa untuk menyelaraskan pasar keuangan yang dikenal dengan “Financial Market Program”. Kebutuhan untuk menyelaraskan peraturan-peraturan perbankan dan jasa keuangan di antara negara-negara Uni Eropa merupakan bagian tak terpisahkan dengan "Financial Market Program” tersebut. 76 38 2.7 Perkembangan Capital Accord baru - Basel II 2.7 Perkembangan Capital Accord baru - Basel II Sangat dimungkinkan bagi Uni Eropa untuk mengadopsi Basel II Accord sebagai dasar peraturan permodalan yang berlaku domestik bagi perbankan dan perusahaan jasa keuangan. Penerapan Basel II yang meluas di Uni Eropa sangat diperlukan antara lain karena kurang jelasnya definisi bank yang berlaku umum di antara negara-negara anggota Uni Eropa. Basel II Accord, dengan beberapa perubahan kecil, selanjutnya akan menjadi dasar peraturan yang baru negara Uni Eropa dalam mengarahkan kebutuhan modal - disebut “The Capital Requirements Directive (CRD). 77 39 Indonesia Certificate in Banking Risk and Regulation Part A: Risiko dan Regulasi Perbankan 1 Bab 3 – Perkembangan Pengawasan Bank BerbasisRisiko 3.1 Tiga pilar regulasi 2 1 3.1 Tiga pilar regulasi 3.1. Tiga pilar regulasi Basel II jauh lebih kompleks daripada Basel I. Hal ini terjadi karena adanya risiko yang ditambahkan dalam Basel II, disamping pendekatan 3 pilar dan penggunaan metodologi yang lebih canggih untuk menghitung risiko. Basel I Accord Basel II Accord Fokus pada satu cara pengukuran risiko Fokus pada medologi internal Memiliki pendekatan yang sederhana terhadap sensitivitas risiko Memiliki tingkatan sensitivitas risiko yang lebih tinggi Menggunakan pendekatan one-size-fits- Dapat dengan mudah disesuaikan all pada risiko dan modal. dengan kebutuhan masing-masing bank. Hanya mencakup risiko kredit dan risiko pasar Mencakup risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional dan risiko lainnya 3 3.1 Tiga pilar regulasi 3.1 Tiga pilar regulasi Kerangka kerja Basel II terdiri dari tiga konsep. Ketiga konsep ini dikenal dengan sebutan tiga pilar, diantaranya yaitu: • Pilar 1 – Kebutuhan modal minimum (minimum capital requirement), yang dikembangkan dari aturan standar yang digunakan dalam Basel I Accord 1988 • Pilar 2 – Supervisory review atas kecukupan modal dan proses penilaian bank. • Pilar 3 – Penggunaan disiplin pasar (market discipline) untuk mendorong transparansi (disclosure) dan mendorong praktek perbankan yang aman dan sehat. 4 2 3.1 Tiga pilar regulasi 3.1.1 Pilar 1 – Persyaratan modal minimum (Minimum capital requirements) Dalam Pilar 1, bank diminta untuk menghitung modal minimum untuk risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional. Untuk traded market risk, tidak ada perubahan dari apa yang telah diterapkan saat ini dimana sesuai dengan yang telah ditetapkan Basel Committee pada tahun 1996 dalam Market Risk Amandment untuk the Basel I Capital Accord. Risiko tingkat suku bunga pada banking book tidak dicakup di dalam Pilar 1. 5 3.1 Tiga pilar regulasi 3.1.2 Pilar 2 – Supervisory review Supervisory review pada Pilar 2 dimaksudkan untuk menformalkan praktek yang telah dijalankan berbagai pihak regulator dari masingmasing negara. Konsep supervisory review secara implisit telah ada dalam Basel I dan ditujukan untuk menentukan standar minimum yang dapat diterima oleh pihak regulator guna diterapkan pada lingkungan perbankan masing-masing negara. Pilar 2 merupakan supervisory review yang sangat mirip dengan apa yang saat ini diterapkan pada The Federal Reserve Board di Amerika, dan The Financial Services Authority di Inggris. Supervisory review dirancang untuk memberikan fokus perhatian pada : • Persyaratan modal di atas tingkat minimum yang dihitung berdasarkan Pilar 1, dan • Tindakan awal yang dibutuhkan untuk memberikan respon terhadap risiko yang timbul. Pilar 2 juga meliputi evaluasi risiko suku bunga jenis tertentu dalam banking book. 6 3 3.1 Tiga pilar regulasi 3.1.3 Pilar 3 – Market Discipline Pilar 3 adalah market discipline. Bank for International Settlements (BIS) mendefinisikan market discipline sebagai mekanisme tata kelola internal dan eksternal dalam perekonomian pasar bebas (free-market economy) tanpa campur tangan langsung pemerintah. Pilar 3 dirancang untuk mencakup hal-hal yang akan dibutuhkan dalam hal pengungkapan publik oleh bank. Pilar 3 dirancang untuk membantu para pemegang saham dan analis pasar, dan berupaya untuk meningkatkan transaparansi atas permasalahan seperti: • Portofolio aktiva bank, dan • Profil risiko bank. Perlu diperhatikan bahwa Basel I hanya berisi pendekatan Pilar 1. Pada prakteknya, unsur pilar 2 dan pilar 3 akan tetap ada, walaupun pendekatan yang digunakan untuk pilar-pilar ini dan aplikasinya dapat sangat berbeda. 7 3.1 Tiga pilar regulasi 3.1.4 Cakupan risiko – kredit, pasar, operasional dan risiko lainnya Dalam pendekatan 3 pilar The Basel Committee mengusulkan untuk memperluas cakupan risiko di luar credit risk dan traded market risk ke dalam lingkup jenis risiko yang lebih luas yang dihadapi bank. The Basel Committee memfokuskan Pilar 1 pada credit risk, operational risk dan sekaligus memasukkan market risk amendment 1996 secara utuh. Pendekatan pilar 1 menandai pertama kalinya pendekatan kuantitatif akan digunakan untuk risiko operasional. Selain itu, beberapa risiko lain yang ingin dicakup oelh Basel Committee dalam pilar 2 dan 3. Risiko-risiko ini disebut dengan risiko-risiko ini dikenal sebagai risiko-risiko lainnya (other risk). 8 4 3.1 Tiga pilar regulasi 3.1.4 Struktur regulasi Basel II Pillar 1 Minimum Capital Credit Risk IRB approaches Foundation Market Risk Standardised Approach 1996 Capital Accord amendment Op Risk Standardised Approach Advanced Measurement Approach Advanced Basic Indicator Approach Collateral & Securitization 9 3.1 Tiga pilar regulasi 3.1.4 Struktur regulasi Basel II Pillar 2 Pillar 3 Supervisory Review Market Discipline Interest Rate Risk in Banking Book Disclosure Residual Risks 10 5 3.2 Alasan pengembangan Basel II 3.2 Alasan pengembangan Basel II Meningkatnya penggunaan metode kuantitatif oleh bank untuk mengukur dan melaporkan risiko kredit dalam portofolio bank adalah salah satu pengembangan (Basel II) yang mencapai puncaknya pada saat publikasi market risk amendment pada tahun 1996. Pada amandemen ini, bank diperbolehkan untuk menggunakan internal model dalam mengukur credit risk mereka. Pengembangan metode kuantitatif ini merupakan pondasi yang kokoh bagi The Basel II Accord. Namun demikian ada dua persoalan yang perlu diselesaikan sebelum Basel Committee mulai menerapkan Basel II, yaitu : credit model dan operational & other risk. 11 3.2 Alasan pengembangan Basel II 3.2.1 Kredit model – grading atau options based Untuk menentukan jenis kredit model yang diperbolehkan penggunaannya berdasar aturan Pilar 1, Basel Committee mempertimbangkan penggunaan dari: • full portfolio models yang dicirikan oleh aplikasi teknik option pricing • grading models dimana perhitungan risiko dibuat berdasarkan obligor individual dimana secara sederhana risiko portofolio diperoleh dari penjumlahan atas keseluruhan risiko individual tersebut. Full portolio models adalah model yang dikembangkan oleh Robert Merton untuk menentukan harga dan mengukur risiko dalam portofolio suatu option. 12 6 3.2 Alasan pengembangan Basel II 3.2.1 Kredit model – grading or options based Grading models digunakan dengan sangat luas oleh banyak perusahaan pemeringkat (credit rating agencies) seperti Standard & Poor’s dan Moody’s Investor Service Ratings. Meski terminologi credit grade dan credit rating saling menggantikan, Basel II menggunakan terminologi “grades” dalam setiap definisinya. Pada akhir tahun 1990, Basel Committee memutuskan untuk membatasi penggunaan credit models hanya pada credit grading (bukannya option based models). Beberapa tahun setelah keputusan komite tersebut muncul kecenderungan untuk menggabungkan kedua teknik ini. 13 3.2 Alasan pengembangan Basel II 3.2.2 Risiko operasional dan risiko-risiko lainnya Permasalahan kedua yang membutuhkan pemecahan adalah teknik kuantitatif tingkat apa yang dapat dikembangkan untuk mencakup “other risk” yang kebanyakan adalah risiko operasional. Ada beberapa pendapat risiko-risiko tersebut sebaiknya dipertimbangkan ke dalam Pilar 2 karena hanya beberapa bank yang melakukan pendekatan kuantitatif untuk meng-kalibrasi dan mengelola risiko-risiko tersebut. Pengawas bank berpendapat bahwa risiko–risiko tersebut yang secara aktual cukup signifikan dan jika hanya bergantung pada pendekatan Pilar 2, maka jumlah modal cenderung dibawah jumlah yang semestinya atau paling tidak jumlah modalnya tidak konsisten dengan besarnya risiko yang dihadapi. 14 7 3.2 Alasan pengembangan Basel II 3.2.1 Kredit model – grading-based atau options based Akhirnya Basel Committee memutuskan: • Memasukkan risiko operasional sebagai pengukuran kuantitatif dalam Pilar 1 • Menetapkan risiko operasional secara lebih luas untuk mencakup risiko termasuk risiko di luar risiko reputasi (reputational risk), risiko bisnis (business risk) dan risiko strategis (strategic risk). • Memusatkan Pilar 1 credit risk models pada credit grading techniques 15 3.3 Pengembangan Basel II Accord 3.3 Pengembangan Basel II Accord Basel Committee menggunakan pendekatan konsultatif untuk memastikan bahwa peraturan baru mempunyai dampak yang positif. Pertama kali Basel Committee menerbitkan consultative paper yang kemudian diikuti dengan konsultasi dan revisi yang secara periodik. Dalam periode konsultasi tersebut didalamnya termasuk serial QIS (Quantitative Impact Studies), dimana sejumlah bank mengkaji dampak implementasi atas consultative paper terakhir dari Basel II Accord. 16 8 3.3 Pengembangan Basel II Accord 3.3 Pengembangan Basel II Accord Pendekatan konsultasi yang dilakukan oleh Basel Committee secara garis besar didasari oleh pernyataan tertulis Committee untuk tidak mengubah keseluruhan total modal yang ada pada industri perbankan. Yang selanjutnya akan menggunakan informasi tersebut untuk menyempurnakan usulan. Pendekatan konsultatif telah memberikan dampak yang sangat positif pada perkembangan kesepakatan (Accord). Hal tersebut juga merupakan bukti yang sangat membantu bank dan komite untuk menemukan permasalahan signifikan yang terkait engan implementasi yang dilakukan. 17 3 Perkembangan Pengawasan Bank Berbasis Risiko 3.4 Basel II dan Sensitivitas Risiko 18 9 3.4 Basel II dan sensitivitas risiko 3.4.1 Luas Cakupan Perubahan terbesar pada luas cakupan Basel II adalah dimasukkannya risiko operasional. Risiko operasional didefinisikan sebagai risiko kerugian akibat dari ketidakcukupan atau kegagalan proses internal, manusia, sistem, atau kejadian eksternal. Jumlah variasi risiko yang didefinisikan ke dalam kategori risiko operasional sbb.: • Transaksi (transaction), pelaksanaan (execution), gangguan bisnis (business interruption), penyelesaian (settlement), dan penggadaian (fiduciary). • Manusia, manajemen yang lemah dan kurangnya pengawasan • Tindak kriminal, penipuan, pencurian dan “trader nakal” • Relationship dan nasabah • Struktur biaya tetap, kurangnya sumber daya, teknologi dan asset fisik • Kepatuhan dan hukum/peraturan • informasi 19 3.4 Basel II dan sensitivitas risiko 3.4.1 Luas Cakupan Basel II juga mulai memunculkan Pilar 2 dan Pilar 3 sebagai bagian yang integral dari proses dalam menentukan rasio kebutuhan modal bank secara individual. Dalam Pilar 2 pihak otoritas pengawasan (melalui bagian pengawasan) diharapkan mampu untuk mengetahui other risks secara lebih luas dimana sebuah bank menjadi subyek pengawasan. 20 10 3.4 Basel II dan sensitivitas risiko 3.4.2 Kedalaman cakupan Selain memperluas cakupan, Basel II juga telah meningkatkan kedalaman cakupan risiko. Khususnya dalam memperlakukan risiko kredit. Basel II membuat sejumlah perbedaan yang sangat besar terutama berdasarkan pada kualitas debitur, ditambah dengan syarat kredit dan kualitas jaminan. Basel II memperbolehkan penggunaan dua pendekatan untuk menentukan bobot risiko (risk weights of assets), yaitu : pendekatan standar (the standardised approach) dan pendekatan internal (internal ratings-Based Approach). 21 3.4 Basel II dan sensitivitas risiko 3.4.2 Kedalaman cakupan The Standardised Approach merupakan hasil yang signifikan dari diubahnya (amended) versi pendekatan Basel I. Pada The Internal Ratings-Based Approach, bank mengembangkan model pemeringkatan mereka sendiri untuk menilai kelayakan kredit debitur. Kedua pendekatan di atas mempunyai banyak persamaan dengan cara yang dilakukan oleh perusahaan penilai kredit (credit rating agencies) dalam menetapkan peringkat suatu obligasi. Basel I dikritik karena mempunyai pendekatan yang sederhana dalam hubungan antara profil risiko suatu aktiva dengan kebutuhan modal. Pada Basel I hanya terdapat sedikit tingkatan (grade) risiko kredit. Hal ini berbeda dengan lembaga pemeringkat yang menggunakan risk sensitive grade yang luas untuk menilai risiko kredit suatu obligasi. 22 11 3.4 Basel II dan sensitivitas risiko 3.4.2 Peringkat Obligasi Moody’s S&P Deskripsi Aaa AAA Obligasi memiliki peringkat tertinggi. Kemampuan untuk membayar bunga dan pokoknya sangat kuat. Aa AA Obligasi memiliki kapasitas sangat kuat utnuk membayar bunga dan memba pokoknya. Sebagaimana halnya dengan obligasi berperingkat tertinggi, obligasi dalam kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok high-grade (peringkat tinggi). A A Obligasi memiliki kapasitas kuat untuk membayar bunga dan pokoknya, walau mudah terkena pengaruh merugikan dari perubahan kondisi ekonomi. Baa BBB Obligasi dianggap memiliki kemampuan untuk membayar bunga dan pokoknya. Perubahan kondisi ekonomi yang berlawanan atau perubahan keadaan akan lebih besar kemungkinannya memperlemah kemampuan untuk membayar bunga dan pokok pinjaman. Obligasi ini digolongkan ke dalam medium grade. 23 3.4 Basel II dan sensitivitas risiko 3.4.2 Peringkat Obligasi Moody’s S&P Ba BB Description Obligasi dianggap sangat spekulatif dalam kemampuan untuk membayar bunga dan pokoknya pinjaman sesuai dengan persyaratan. Ba / BB – menunjukkan tingkat spekulasi terendah Ca / CC – menunjukkan tingkat spekulasi tertinggi. B BB Caa CCC Ca CC C C Peringkat ini dicadangkan untuk income bonds dimaan tidak ada suku bunga yang dibayarkan. D D Obligasi berperingkat D menunjukkan bahwa obligasi dalam keadaan default/macet, dan/atau terdapat tunggakan pembayaran kembali pokokobligasi. Baik Moody’s dan Standard & Poor’s membuat penyesuaian lebih jauh pada penilaian mereka, hal ini ditunjukkan dengan naiknya jumlah grade yang tersedia. • Moody’s menggunakan a1, 2, atau 3 dengan 1 menyatakan yang paling kuat. Contoh A1 adalah penilaian yang paling kuat dan A3 adalah yang paling lemah. • S&P menggunakan tanda plus dan minus : A+ adalah penilaian A yang paling kuat dan A- adalah penilaian A yang paling lemah. 24 12 3.4 Basel II dan sensitivitas risiko 3.4.2 Kedalaman cakupan Jika bank memilih untuk menggunakan Internal Ratings-Based Approach, jumlah grade yang dapat digunakan ditentukan oleh bank sendiri, meski pengawas mengharapkan paling tidak ada 8 (delapan) grade yang dipakai. Jika Standardised Approach dipergunakan, Basel II “grid” bobot risiko (risk weights) didasarkan pada pengukuran Basel I dengan memasukkan rating kredit yang sudah tersedia.Standardised approach memperbolehkan adanya pengelompokkan bobot risiko antar model yang ada, namun dengan pembedaan yang jelas untuk kelompok aktiva berbeda. 25 3 Perkembangan Pengawasan Bank Berbasis Risiko 3.5 Basel II dan Kecukupan Modal 26 13 3.5 Basel II dan kecukupan modal 3.5 Basel II dan kecukupan modal Persyaratan kecukupan modal dalam Basel I Accord, sebesar minimum 8% tidak berubah secara signifikan dalam Basel II. Basel Committee yakin bahwa angka 8% bagi bank-bank internasional masih tetap valid. Karena bank-bank menghitung sendiri jumlah modal minimum sesuai ketentuan, kemungkinan besar jumlah modal masing-masing bank akan berbeda dengan jumlah modal sesuai ketentuan Basel I. 27 3.5 Basel II dan kecukupan modal 3.5 Basel II dan kecukupan modal – contoh Bank U memiliki risiko operasional yang cukup besar. Menurut Basel II, modal minimum sesuai ketentuan (regulatory capital) akan meningkat jika terdapat off-setting terhadap modal yang diperlukan untuk mendukung perkreditan bank. Bank X memiliki risiko operasional yang rendah dan portofolio pemberian kredit yang terdiri dari kredit korporasi yang sangat tinggi kualitasnya (AA). Menurut Basel II, modal minimum sesuai ketentuan Bank X akan menurun cukup besar. 28 14 3.5 Basel II dan kecukupan modal 3.5 Basel II dan kecukupan modal Tujuan Basel II adalah menyusun modal minimum sesuai ketentuan (regulatory capital) yang lebih sesuai dengan profil risiko setiap bank. Basel Committee telah menerapkan dua ’aturan dalam masa transisi’ untuk memastikan Accord yang baru tidak terlalu cepat mengurangi persyaratan modal minimum, baik bagi sistem perbankan secara keseluruhan maupun bagi masing-masing bank. 29 3.5 Basel II dan kecukupan modal 3.5 Basel II dan kecukupan modal Pada rencana transisi pertama, pengawas akan mengaplikasikan sebuat pengali (multiplier) untuk memastikan bahwa target rasio modal minimum 8% tetap dijaga. Faktor skala (scaling factor) ini akan diterapkan secara serentak kepada semua bank dengan menggunakan pendekatan Internal Ratings-Based Approach untuk risiko kredit atau Advanced Measurement Approach untuk risiko operasional. Mengikuti QIS 3 faktor pengali ini akan ditetapkan sebesar 106%. Basel Committee yakin bahwa hal ini cukup untuk memastikan bahwa pada tahap awal implementasi Basel II, target rasio 8% dapat dipertahankan. 30 15 3.5 Basel II dan kecukupan modal 3.5 Basel II dan kecukupan modal Pada rencana transisi, setiap bank tidak akan diijinkan untuk merealisasikan manfaat dari berkurangnya persyaratan modal minimum sesuai ketentuan (regulatory capital). Pengurangan modal harus dilakukan secara bertahap dari akhir tahun 2005 hingga akhir tahun 2008 sesuai dengan kesepakatan bank dengan otoritas pengawas perbankan masing-masing sesuai dengan tabel di bawah. Rencana tersebut akan tergantung dari modal dasar yang akan dikurangi sepanjang periode. Dari akhir tahun 2005 Dari akhir tahun 2006 Dari akhir tahun 2007 Dari akhir tahun 2008 IRB – Foundation approach Perhitungan pararel 95% 90% 80% Advanced approaches Perhitungan pararel atau studi dampak Perhitungan pararel 90% 80% 31 3 Perkembangan Pengawasan Bank Berbasisrisiko 3.6 Modal Minimum dan Aktual 32 16 3.6 Modal minimum dan aktual 3.6 Modal minimum dan aktual Keterkaitan antara jumlah modal yang dimiliki sebuah bank dengan modal sesuai ketentuan (regulatory capital) bank tsb seringkali cukup rumit. Pada prakteknya, banyak bank besar saat ini memiliki rasio modal terhadap ATMR, sebagaimana dilaporkan dalam laporan keuangan sebesar 10% hingga 12%, jauh di atas rasio aturan yang disyaratkan. 33 3.6 Modal minimum dan aktual 3.6.1 Alasan untuk memiliki kelebihan modal Bank pada umumnya tidak mengungkapkan bagaimana modal aktual mereka ditentukan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi keputusan yang mereka buat. The regulatory ratio adalah rasio minimum dimana modal bank tidak boleh kurang dari rasio tersebut. Jika rasio minimum ini dilanggar dapat membahayakan ijin mereka, misalnya ijin untuk melakukan perdagangan. Jadi tidak mengherankan, apabila manajemen bank memilih untuk menjaga rasio modal aktual berada di atas rasio minimum yang ditetapkan oleh pengawas. 34 17 3.6 Modal minimum dan aktual 3.6.1 Alasan untuk memiliki kelebihan modal Di bebarapa wilayah yurisdiksi, misal Amerika dan Inggris, otoritas pengawas menentukan rasio modal terhadap ATMR yang berbeda untuk masing-masing bank. Pada prakteknya, rasio yang ditetapkan umumnya kebih tinggi daripada rasio minimum Basel. Dengan demikian “kelebihan” modal sebuah bank akan nampak melebihi ketentuan minimum Basel yang sebesar 8%, bisa saja dalam kenyataannya jauh lebih kecil jika diukur lagi dengan rasio aktual yang dilakukan oleh pengawas. Oleh karena itu ‘excess capital’ suatu bank belum tentu menunjukkan bank tersebut merupakan bank yang sehat dan prudent serta berkinerja baik. 35 3.6 Modal minimum dan aktual 3.6.1 Alasan untuk memiliki kelebihan modal Bank-bank besar di dunia umumnya mempunyai model risiko internal tersendiri. Model internal ini menghubungkan tingkat modal yang dipersyaratkan (regulatory capital) dengan tingkat risiko yang dihadapi dalam portofolio bisnis mereka. Model “economic capital” mungkin membutuhkan modal yang lebih besar dibandingkan dengan Basel II. Dalam Basel II, otoritas pengawas mengakui keberadaan model “economic capital” ini. Bank-bank yang menggunakan model ini diminta mengungkapkannya dan menjelaskan hasilnya dalam kerangka proses pengawasan sesuai pilar 2 Basel II. 36 18 3.6 Modal minimum dan aktual 3.6.1 Alasan untuk memiliki kelebihan modal Basel II dan model economic capital mengkaitkan bank dengan tingkat dan struktur kegiatan usahanya. Bank adalah institusi komersial dan rencana manajemen ke depan untuk mencapai tingkat kegiatan usaha tertentu, baik secara organik maupun dengan akuisisi akan membutuhkan jumlah modal yang lebih tinggi. Akses ke pasar modal tidak dapat selalu dapat dijamin serta besarnya biaya yang dibutuhkan juga tidak dapat dipastikan. Dalam kondisi ketidakpastian ini, bank yang mempunyai rencana untuk tumbuh pada umumnya ingin memastikan bahwa tidak terbatasi oleh kekurangan modal. Bank juga harus memastikan bahwa besrnya keuntungan yang mereka rencanakan tidak akan mengakibatkan tingginya biaya modal sebagai akibat dari faktor pasar jangka pendek, misalnya jika bank harus bersaing dengan penerbitan obligasi pemerintah. 37 19 Indonesia Certificate in Banking Risk and Regulation Part B: Risiko Pasar, Risiko Kredit dan Risiko Operasional 1 Bab 4 Karakteristik Risiko Pasar dan Risiko Treasury 4.1 Risiko Pasar 2 4.1 Karateristik risiko pasar 4.1 Risiko pasar Market risk adalah risiko kerugian yang timbul akibat pergerakan harga pasar atas posisi yang diambil oleh bank baik pada sisi on maupun off balance sheet. Bank yang memiliki posisi dalam instrumen keuangan pada neracanya memiliki eksposur risiko pasar yang bersanya ditentukan oleh posisi tersebut. Namun demikian, bank yang berperan sebagai intermediary dalam sebuah transaksi yang tidak tercatat dalam neracanya tidak akan terekspos pada risiko pasar atas transaksi tersebut. 3 4.1 Karateristik risiko pasar 4.1 Karakteristik Risiko Pasar Risiko Pasar terdiri dari : • Risiko spesifik (specific risk) yaitu risiko yang timbul akibat pergerakan harga atas surat berharga individual yang disebabkan oleh faktor-faktor yang terkait dnegan surat berharga atau penerbitnya. Sebagai contoh adalah turunnya harga sebuah obligasi yang disebabkan oleh memburuknya penilaian (credit rating) yang dialami oleh penerbitnya. Informasi ini hanya secara khusus akan berakibat pada obligasi tersebut dan tidak akan berakibat pada harga obligasi secara umum. • Risiko pasar umum (general market risk) yaitu risiko yang timbul akibat pergerakan harga pasar yang berpengaruh terhadap beberapa instrumen keuangan. Sebagai contoh, penurunan suku bunga yang diberlakukan oleh pemerintah pada umumnya menurunkan tingkat suku bunga yang berlaku di pasar, yang juga akan berakibat pada harga semua surat berharga yang terkait dengan kenaikan suku bunga tersebut. 4 4.1 Karateristik risiko pasar 4.1 Karakteristik Risiko Pasar Untuk tujuan analisis, Risiko pasar umum (general market risk) dibagi ke dalam empat kategori sebagai berikut: • risiko suku bunga (interest rate risk) • risiko posisi ekuitas (equity position risk) • risiko nilai tukar (foreign exchange risk) • risiko posisi komoditi (commodity position risk). Setiap risiko di atas tidak berdiri sendiri sendiri, sebab perubahan dari satu risiko akan berpengaruh pada risiko yang lain. 5 4.1 Karateristik risiko pasar 4.1 Karakteristik Risiko Pasar – Risiko Suku Bunga Risiko suku bunga adalah potensi kerugian yang timbul akibat perubahan suku bunga. Risiko ini berlaku bagi semua surat berharga (instrument) yang menggunakan satu atau lebih yield curves untuk menghitung nilai pasar instrumen tersebut 6 4.1 Karateristik risiko pasar 4.1 Karakteristik Risiko Pasar – Risiko Suku Bunga Orange County, California Pada bulan Desember 1994 Orange County, otoritas lokal di Negara Bagian California, menggemparkan pasar dengan mengumumkan bahwa investasi mereka menderita kerugian sebesar USD1.6 milyar yang merupakan kerugian terbesar yang pernah tercatat oleh otoritas lokal. Kerugian tersebut diakibatkan kesalahan pengelolaan oleh treasurer atas portofolio sebesar USD7.5 milyar milik sekolah, kota dan pemerintah daerah itu sendiri. Dengan berinvestasi pada posisi derivatif, treasurer mempertaruhkan seluruh dananya dengan spekulasi bahwa suku bunga akan turun atau tetap rendah. Strategi investasi tersebut berjalan dengan baik hingga 1994 ketika Reserve Board mendorong kenaikan suku bunga yang menyebabkan kerugian yang luar biasa. Investasi tersebut dilikuidasi pada bulan Desember 1994 dengan kerugian sebesar USD1.6 milyar. Setelah dilikuidasi, suku bunga turun menjadi 2.5% di mana jika portofolio tersebut tetap dipertahankan akan mengurangi kerugian sebesar USD 200 juta. Sangat jarang pelaku pasar yang memperkirakan tingkat suku bunga akan turun sangat cepat pada 1995. 7 4.1 Karateristik risiko pasar 4.1 Karakteristik risiko pasar – Risiko posisi ekuitas Risiko posisi ekuitas (equity position risk) adalah potensi kerugian yang timbul akibat perubahan harga saham. Risiko ini berlaku bagi seluruh instrumen yang menggunakan harga ekuitas (equity prices) sebagai dasar acuan penilaian mereka. Contoh - Morgan Grenfell Private Equity Pada bulan Februari 2001 dilaporkan dalam Financial Times bahwa Morgan Grenfell Private Equity (MGPE) mengalami kerugian sebesar GBP 150 juta karena memegang saham EM.TV, sebuah media group asal German, MGPE telah mengakuisisi saham yang merupakan bagian dari transaksi dengan cara menjual kepemilikan saham MGPE pada Formula Satu, Pada saat yang sama saham EM. TV jatuh 90%. 8 4.1 Karateristik risiko pasar 4.1 Karakteristik risiko pasar – Risiko nilai tukar Risiko nilai tukar (foreign exchange risk) adalah potensi kerugian yang timbul karena perubahan nilai tukar. Risiko ini berlaku bagi produk yang terkait dengan nilai tukar dan posisi yang dinilai menggunakan valas dalam pelaporan bank. Contoh - Telekomunikasi Indonesia Pada bulan Agustus 1998, PT Telkom menderita kerugian bersih sebesar USD 101juta pada laporan keuangan mereka sebagai akibat kerugian nilai tukar setara dengan USD 150 juta. Kerugian berasal dari pinjaman USD 306 juta, JPY 11 milyar dan FRF 130 juta, yang dikonversi ke dalam rupiah. Devaluasi rupiah terhadap USD, JPY dan FRF mengakibatkan pembayaran kembali hutang tersebut menelan biaya bersih mendekati USD 150 juta, lebih dari jumlah pinjaman yang mereka terima. . 9 4.1 Karateristik risiko pasar 4.1 Karakteristik risiko pasar – Risiko posisi komoditi Risiko posisi komoditi (commodity position risk) adalah potensi kerugian yang timbuk akibat perubahan harga komoditas. Risiko ini dapat terjadi pada semua posisi komoditas dan semua posisi derivatif komoditas. Contoh - Sumitomo Corporation Pada bulan Juni 1996 Sumitomo Corporation melaporkan dalam periode 10 tahun telah mengalami kerugian sebesar USD 1.8 milyar sebagai akibat trading komoditas tembaga diluar otorisasi yang dilakukan oleh trader seniornya. Diperkirakan pada saat itu seluruh investment bank yang melakukan transaksi derivatif secara kolektif mengalami kerugian sebesar USD 100 juta akibat pergerakan harga tembaga. 10 4.1 Karateristik risiko pasar 4.1 Karakteristik risiko pasar - Harga pasar Harga pasar (Market prices) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: Penawaran dan permintaan (supply and demand) produk dalam jangka pendek akan mempengaruhi tingkat harga sebab para pemain (market makers) akan melakukan penyesuaian harga berdasarkan harga pasar. Waktu yang diperlukan untuk melakukan perubahan harga akan bervariasi antar berbagai pasar dan volume transaksi bisnis yang dilihat oleh market makers. Likuiditas (liquidity) dapat mempunyai pengaruh yang besar pada harga pasar. Pasar yang likuid mempunyai banyak pemain (market makers) serta volume usaha yang besar. Spread tarnsaksi kecil sehingga costs transaksi juga rendah. Pasar yang tidak likuid mempunyai spread besar dan transaksi tidak terjadi secara aktif. Pasar yang likuid dapat menjadi tidak likuid sebelum liburan nasional maupun pengumuman kebijakan ekonomi oleh pemerintah. 11 4.1 Karateristik risiko pasar 4.1 Karakteristik risiko pasar – Harga pasar Intervensi oleh otoritas keuangan (official intervention) memberikan efek jangka pendek terhadap tingkat harga di pasar, seperti penurunan suku bunga atau devaluasi mata uang. Jangka waktu dapat berubah menjadi panjang jika misalnya intervensi memberikan sinyal perubahan kebijakan ekonomi. Arbitrase (arbitrage), dimana tingkat harga pasar tertentu dibatasi oleh tingkat harga di pasar lainnya, akan mempengaruhi pergerakan harga harian. Sebagai contoh, jika sebuah saham diperdagangkan di pasar modal London dan New York dan harga di London lebih tinggi dari harga di New York, trader akan melakukan jual saham di London dan akan membelinya di New York untuk memperoleh keuntungan. Karena sifat pasar internasional dan arus informasi adalah seketika (real time), harga pasar umumnya konsisten antara pasar yang satu dengan pasar yang lain, yang tidak memungkinkan untuk mengambil keuntungan dari satu pasar ke pasar lainnya. Dengan demikian kemungkinan arbitrase hanya akan muncul dalam satu periode yang sangat singkat. 12 4.1 Karateristik risiko pasar 4.1 Karakteristik risiko pasar – Harga pasar Kondisi ekonomi dan politik (economic and political events) dan bencana alam dapat mengakibatkan perubahan harga jangka pendek. Hal ini dapat terjadi dalam skala pasar lokal namun jika kejadian cukup besar dapat berpengaruh terhadap pasar global. Faktor-faktor ekonomi yang mendasari (underlying economic factors) merupakan pembentuk utama tingkat harga jangka panjang. Sebagai contoh, dalam jangka panjang, nilai tukar antara dua negara akan mencerminkan tingkat inflasi relatif dan kinerja ekonomi relatif masingmasing negara tersebut. 13 4 Karakteristik Risiko Pasar dan Risiko Tresury 4.2 Kegiatan Trading 14 4.2 Aktivitas trading 4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank Kegiatan utama trading adalah jual dan beli isntrumen keuangan atas nama bank dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan jangka pendek dari perubahan yang diharapkan atas harga yang menentukan nilai suatu instrumen keuangan. Dalam melaakukan kegiatan ini berarti bank menghadapi risiko kerugian apabila instrumen tsb mengalami penurunan. Bank dapat menggunakan 3 (tiga) strategi untuk semua produk mereka dalam melakukan perdagangan. Strategi dengan risiko pasar yang paling kecil adalah ketika bank melakukan penyesuaian posisi (matched book). Strategi matched book berarti bahwa trading desk akan segera mengambil posisi berlawanan dan bernilai sama (off set) atas sebuah transaksi jual atau beli instrumen keuangan. Transaksi semacam ini dapat dilakukan baik secara internal maupun dengan bank lain. Bank hanya menghadapi risiko pasar apabila harga mengalami perubahan pada waktu antara pengambilan keputusan transaksi awal dan transakssi offset, yang dikenal pula dengan transaksi covering atau hedging. 15 4.2 Aktivitas trading 4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank Strategi kedua adalah menjaga posisi trading melalui transaksi hedging dengan diskresi (discretion) tertentu yang diberikan kepada trading desk. Dalam strategi ini trading desk mempunyai limit risiko pasar yang digunakan untuk mengelola risiko bannk secara keseluruhan pada suatu waktu tertentu. Strategi ini memungkinkan trading desk untuk menunggu pergerakan harga pasar yang menguntungkan dalam pengambilan posisi trading. 16 4.2 Aktivitas trading 4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank Strategi ketiga adalah menjadi market maker. Hal ini berarti bahwa trader akan meng-quote harga beli/jual isntrumen keuangan kepad nasabah atau bank lain dan kemudian memperdagangkannya pada harga tertentu , baik jula maupun beli kepada counterparty. Strategi ini tergantung pada pasar tingkat likuiditas pasar dan jumlah market maker lain yang dapat digunakan oleh trader untuk mengcover risikonya. Seorang market maker dapat mengambil keuntungan dari dari spread yang diambil antara harga jual dan beli. Mereka juga mendapat manfaat atas informasi yang mereka peroleh dari perdagangan yang mereka lakukan yang dapat digunakan untuk memprediksi pergerakan harga ke depan. Risiko yang dihadapi dalam strategi ini adalah trader dapat mengalami kerugian seketika atas posisi yang diambil. 17 4.2 Aktivitas trading 4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank Bank cenderung untuk merubah strategi trading sejalan dengan perkembangan usahanya dan berbagai strategi yang berbeda akan diterapkan untuk produk-produk keuangan dalam trading book. Pada umumnya perkembangan kegiatan tarding diawali dari keinginnan untuk menyediakan jasa bagi kegiatan bisnis nasabahnya. Hal ini dapat dilihat pada perkembangan tarding di pada pasar valas (foreign exchange market). Pasar valas menjadi salah satu pasar perdagangan paling bebas di dunia yang pada awalnya dapat dilacak kembali dari diperkenalkannya nilai tukar mengambang (floating exchange rates) pada tahun 1970-an. Hal ini menimbulkan risiko baru bagi nasabah yang berkecimpung di bisnis internasional sehingga mereka mengelolanya melalui jas yang ditawarkan oleh bank. 18 4.2 Aktivitas trading 4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank Ritel exchange rate adalah nilai tukar yang diberikan oleh bank kepada nasabah mereka (terutama nasabah korporasi) yang telah termasuk marjin atas wholesale rate dari pasar antar bank. Margin tersebut cukup besar pada tahap awal pertumbuhan pasar. Hal ini mengakibatkan income bank tumbuh pesat sejalan dengan meningkatnya aktvitas pasar meski mereka memiliki posisi yang relatif kecil. Karena volume transaksi yang naik secara terus menerus dan bank menjadi lebih percaya diri pada kemampuan mereka untuk mengelola posisi valasnya, aktivitas berubah dari aktivitas yang semula dikendalikan dalam memberikan pelayanan kepada nasabah menjadi aktivitas perdagangan sendiri. 19 4.2 Aktivitas trading 4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank Bank-bank yang memiliki nasabah besar dan mempunyai volume transaksi valas (foreign exchange) yang besar dapat menggunakan posisi “ritel"‘nya untuk mempengaruhi pergerakan nilai tukar pasar valas wholesale. Hal ini memberikan potensi keuntungan yang lebih tinggi dibanding marjin customer business. Bank mulai mengambil potensi tsb dengan mengambil posisi berjumlah besar dalam traading book-nya. Proses ini berlanjut dan ketika kompetisi semakin meningkat, marjin customer bussiness semakin berkurang. Akibatnya volume perdagangan pada valuta utama dunia seperti USD/EUR, USD/JPY dan USD/GBP, pada saat ini didominasi perdagangan valas antar bank, dengan jumlah customer bussiness yang relatif kecil. 20 4.2 Aktivitas trading 4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank Perkembangan pasar valas merupakan contoh yang baik untuk menggambarkan kecenderungan perkembangan trading instrumen keuangan di bank. Pada tahap awal bank melakukan matched position atas transaksi instrumen keuangan. Hal ini berarti bank seketika melakukan hedging risiko atas transaksi dengan bank lain dengan nilai yang sama dengan transaksi nasabahnya. Keuntungan yang diperoleh bank adalah perbedaan harga antara harga yang diberikan kepada nasabah dengan harga yang diperoleh dari pasar antarbank. 21 4.2 Aktivitas trading 4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank - contoh Foreign exchange matched position trading Bank A diminta oleh nasabah mereka untuk membeli USD dan menjual JPY yang akan dipakai untuk membayar supplier mereka sebesar JPY 100 juta. Bank A tidak memiliki JPY sehingga Bank A meminta quote beli JPY dari pasar. Nilai tukar di pasar adalah 100. Bank A memberikan quote jual kepada nasabah sebesar 99, kemudian menjual JPY dan menerima USD 1,010,101. Bank segera yen di pasar pada nilai tukar 100 dan membayar USD 1,000,000.Dengan melakukan hal tersebut di atas, tanpa risiko bank memperoleh keuntungan sebesar USD 10,101. 22 4.2 Aktivitas trading 4.2.1 Perkembangan kegiatan trading bank Tahap ke dua dalam perkembangan trading bank adalah pada saat bank mengambil posisi atas transaksi nasabah untuk mengantisipasi perubahan harga pasar yang diharapkan oleh bank dalam jangka pendek. Trader diperbolehkan memegang posisi dalam jangka waktu yang lebih lama sejalan dengan pengalaman mereka dalam trading instrumen keuangan. Pada akhirnya, proses perkembangan ini akan membawa bank untuk mengambil posisi trading tanpa harus tergantung dari kegiatan usaha nasabahnya. 23 4.2 Aktivitas trading 4.2.2 Manajemen posisi dan hedging Risiko pasar terjadi baik dalam banking book maupun trading book. Posisi yang diambil yang tercatat dalam banking book sekalipun tidak dilakukan untuk tujuan trading tetap memiliki riisko pasar karena posisi tersebut dinilai berdasarkan harga valuta dan komoditas tertentu. Manajemen risiko suku bunga dalam banking book biasanya ditangani oleh treasury bank. Pengelolaan risiko pasar pada trading book dilakukan secara berkesinambungan di dealing room oleh trader yang telah diberikan kewenangan untuk mengambil posisi risiko pasar sesuai dengan limitnya masing-masing. Trader tsd diberikan otorisasi untuk melakukan transaksi atas nama bank yang dpat menimbulkan kewajiban bagi bank. Kegiatan ini memerlukan pengawasan independan untuk memastikan bahwa bank mengetahui seluruh risiko dalam trading book-nya. 24 4.2 Aktivitas trading 4.2.2 Manajemen posisi dan hedging Trader mengelola risikonya dengan cara melakukan trading instrumen keuangan yang match dengan posisi yang diambil. Namun demikian, hal tersebut bukan merupakan metode mengcover risiko yang memebrikan keuntungan optimal bagi bank. Untuk mengcover risiko trader sering menerapkan berbagai teknik hedging. Trader dapat melakukan hedging dengan mengambil posisi atas instrumen yang sama, namun demikian trader dapat pula melakukan hedging atas risiko porfolio dengan mengambil posisi menggunakan instrumen yang berbeda. Instrumen keuangan tersebut dapat memiliki karakter yang berbeda, namun perubahan nilai pasar akan selalu menunjukkan nilai transaksi awalnya. Oleh karena itu, perubahan harga pasar untuk fulyy hedge portofolio hanya akan memberikan perubahan yang tidak berarti atau bahwakn tidak mengubah nilai pasar portofolio tsb. Seringkali beberapa posisi hedging diperlukan seluruhnya untuk matching atas underlying transaction. 25 4.2 Aktivitas trading 4.2.2 Pengelolaan posisi dan hedging - contoh Suku bunga (Interest Rate) Hedge – hedging pinjaman nasabah USD 5 juta selama 5 tahun 3 month LIBOR 6% Fixed Rate Customer Bank A Arus dana Hedging suku bunga dengan Interest rate swap Market Arus dana membayar 5% Fixed Menerima 3 bln LIBOR Bank B 26 4.2 Aktivitas trading 4.2.2 Manajemen posisi dan hedging Trader akan secara teratur melakukan hedging dengan instrumen yang lebih likuid dibandingkan dengan transaksi underlying-nya sehingga mereka dapat melakukan strategi hedging mereka dengan cepat. Sebagai tambahan, dalam pasar yang likuid biaya transaksi umumnya lebih rendah. Trader dapat melakukan hedging atas seluruh atau sebagian risiko yang memungkinkan mereka melakukan dan menciptakan posisi risiko posisi yang mereka anggap akan mendatangkan keuntungan tanpa melakukan transaksi dalam instrumen yang melindunginya. 27 4.2 Aktivitas trading 4.2.2 Manajemen posisi dan hedging Ketika nasabah meminta bank untuk menyediakan transaksi kas, seperti pinjaman, hedging biasanya dilakukan dengan cara menggunakan instrumen derivatif : Hal ini disebabkan dalam instrumen derivatif secara umum mempunyai keunggulan atas instrumen kas sbb: • Risiko kredit yang lebih rendah (lower credit risk) • Kebutuhan pendanaan yang lebih rendah (lower funding requirement) • Pembebanan modal yang lebih rendah (lower capital charge) • Likuiditas yang lebih besar (greater liquidity) • Biaya transaksi yang lebih rendah (lower dealing costs). 28 4.2 Aktivitas trading 4.2.2 Manajemen posisi dan hedging Hedging mempunyai beberapa keunggulan tetapi benarbenar membutuhkan pengelolaan yang cermat, karena instrumen yang digunakan tidak identik dengan transaksi aslinya. Umumnya ada beberapa risiko tersisa (residual risk) yang tidak tercakup dan hal ini harus dapat diukur dan dikontrol. Dalam beberapa kasus, interaksi hedging dan posisi risiko dari underlying instrument dapat menyebabkan timbulnya risiko baru pada posisi perdagangan yang besar. 29 4.2 Aktivitas trading 4.2.2 Manajemen posisi dan hedging Basis risk adalah salah satu risiko tersisa yang paling signifikan yang biasanya ditemukan dalam transaksi portofolio yang hampir serupa dengan transaksi yang mendasarinya. Basis risk adalah risiko perubahan atas hubungan antara harga posisi risiko dan harga instrumen yang digunakan untuk melakukan hedging posisi risiko tersebut. Basis risk muncul dalam situasi di mana harga pasar underlying berbeda pada setiap jenis instrumen tetapi masih berhubungan sangat erat. Dimana jarak pergerakan harian dari perbedaan kurs tersebut umumnya kecil, bank cenderung akan melakukan hedging atas pergerakan pasar yang umum dan mengelola basis risk secara terpisah. 30 4.2 Aktivitas trading 4.2.2 Manajemen posisi dan hedging - contoh Sebuah perusahaan Amerika mempunyai pinjaman dari bank A yang dibayar dengan tingkat bunga pinjaman dasar (prime lending rate). Bunga pinjaman tersebut bersifat mengambang (floating) dan diberlakukan bagi nasabah dengan penilaian yang tinggi (high credit rating). Bank A membiayai pinjaman tersebut melalui pasar interbank (interbank market) pada 6 bulan LIBOR Hal ini menimbulkan risiko dasar (basis risk) karena perbedaan antara tingkat bunga dasar (prime) dan bunga 6 bulan LIBOR akan berfluktuasi selama periode pinjaman. 6 month LIBOR Prime Rate Customer Bank A Arus Kas Market Arus Kas 31 4.2 Aktivitas trading 4.2.2 Manajemen posisi dan hedging Difference between Prime Rate and six-month LIBOR 3.40% 3.20% 3.00% 2.80% 2.60% 2.40% 2.20% 2.00% 2002 2003 2004 2005 32 4.2 Aktivitas trading 4.2.3 Pengembangan produk baru Kegiatan trading bank telah berkembang menjadi lebih rumit (complex) karena pasar menjadi semakin likuid dan canggih (sophisticated). Sebagai tambahan, banyak bank yang merasakan kebutuhan untuk memperdagangkan instrumen portofolio jauh lebih luas dibandingkan dengan permintaan yang dilakukan oleh nasabah. Hal ini mengakibatkan bank menjadi semakin ahli dalam mengembangkan portofolio perdagangan mereka. Perlu dicatat bahwa dalam kondisi semacam ini bank perlu oula melakukan investasi untuk mengembangkan struktur pengendalian yang memastikan bahwa bank memiliki tenaga ahli untuk mengelola risiko yang diakibatkan oleh kegiatan trading baru. Bank seringkali terjun ke dalam trading baru tanpa memiliki struktur pengendalian dan pengawasan yang memadai. 33 4.2 Aktivitas trading 4.2.3 Pengembangan produk baru Elemen penting dalam pengawasan kegiatan trading bank adalah prosedur persetujuan untuk produk trading baru yang independen. Hal ini penting mengingat prosedur tersebut melibatkan beberapa departemen yang terkait dalam bank. Prosedur persetujuan beberapa hal seperti: sekurang-kurangnya mencakup 34 4.2 Aktivitas trading 4.2.3 Pengembangan produk baru Persetujuan bedasarkan ketentuan yang berlaku Apakah bank telah memiliki izin persetujuan atas produk tersebut ? atau Dampak terhadap regulatory capital Bagaimana pengaruh produk tersebut pada regulatory capital requirement? Isu perpajakan Apakah produk tersebut memiliki permasalahan terkait dengan perpajakan? Prosedur akuntansi Apakah transaksi produk tersebut dapat dicatat dalam prosedur akuntansi yang ada? Isu legal dan dokumentasi Apakah seluruh persyaratan legal prosedur dokumentasi telah terpenuhi ? Sistem IT Apakah diperlukan ekspansi sistem trading settlement saat ini? dan 35 4.2 Aktivitas trading 4.2.3 Pengembangan produk baru Dukungan operasional Apakah bank secara akurat dapat mencatat dan mengelola settlement transaksi? Pelaporan manajemen risiko Apakah sistem manajemen risiko bank dapat memantau dan mencatat risiko yang diambil atas posisi yang diambil oleh bank? pricing and valuation Apakah prosedur pricing dan mark to market telah disetujui? funding requirements Apakah produk tersebut mempunyai dampak signifikan terhadap requirements bank? funding Implikasi risiko kredit Apakah bank memiliki credit line yang cukup untuk mendukung produk tersebut? Kepatuhan terhadap prosedur Apakah produk tersebut memerlukan pengembangan prosedur kepatuhan yang baru? 36 4.2 Aktivitas trading 4.2.3 Pengembangan produk baru Pertanyaan-pertanyaan yang muncul di atas menggambarkan berbagai macam isu yang harus dipertimbangkan oleh pengelola bank jika ingin mengembangan produk baru. Setelah produk baru disetujui, hal yang penting lainnya adalah monitoring volume trading untuk memastikan bahwa jika produk tersebut sukses secara bisnis dan tidak menimbulkan persoalan bagi manajemen. Pengembangan produk baru atau terjun ke pasar yang baru merupakan tanda bahwa bank tersebut telah berhasil dalam operasional kegiatan trading-nya. Namun demikian pada saat yang bersamaan kondisi tesrebut merupakan tantangan bagi manajemen bank untuk tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan menjalankan pengelolaan risiko serta menyediakan capital yang mencukupi untuk mendukung kegiatan trading yang baru. 37 4 Karakteristik Risiko Pasar dan Risiko Treasury 4.3 Instrumen Trading 38 4.3 Instrumen trading 4.3.1 Pendahuluan Terdapat berbagai jenis instrumen trading. Produk-produk yang lazim dijumpai merupakan instrumen utama yang diperdagangkan secara global berdasarkan volumenya. Instrumen tersebut sering disebut dengan istilah ‘produk vanilla' karena merupakan instrumen yang sederhana. Namun demikian, untuk setiap produk yang standar pun memiliki versi yang lebih kompleks sejalan dengan perkembangan produkproduk baru untuk memenuhi permintaan nasabah. Untuk seluruh jenis instrumen yang akan dibahas berikut diperdagangkan dalam valas adalah US dollar, Euro, Yen dan Poundsterling. 39 4.3 Instrumen trading 4.3.2 Instrumen cash – transaki spot valas (spot foreign exchange) Transaksi valas merupakan komitmen untuk memperdagangkan sebuah valute tertentu untuk ditukar dengan valuta lain pada tanggal yang telah disetujui di waktu mendatang. Penetapan tanggal tersebut menentukan jenis transaksi dan pasar untuk instrumen tersebut. Transaksi spot valas digunakan untuk pertukaran valuta dalam jangka waktu dua hari kerja yang akan datang dikenal dengan nama spot date. Jangka waktu dua hari kerja tersebut pada awalnya ditentukan mengingat instruksi settlement yang disampaikan melalui telegraf baru efektif dalam jangka waktu dua hari kerja. Meskipun saat ini instruksi dapat disampaikan secara elektronik, namun two day basis tsb tetap dilakukan. Pasar utnuk transaksi spot valas ini merupakan pasar yang paling likuid di dunia. Transaksi spot ini menimbu!kan risiko valas. 40 4.3 Instrumen trading 4.3.2 Instrumen cash – transaksi forward valas (forward foreign exchange) Transaksi forward valas adalah transaksi pertukaran valas dalam jangka waktu melebihi spot date. Pasar forward pada umumnya memiliki jatuh tempo sampai dengan satu tahun walaupun terdapat beberapa bank memberikan quote harga untuk periode yang lebih lama. Transaksi forward valas menimbulkan risiko valas dan risiko suku bunga. Hal ini disebabkan forward exchange ditentukan berdasarkan tingkat bunga relatif antara dua valuta dikombinasikan dengan spot exchange rate. 41 4.3 Instrumen trading 4.3.2 Instrumen cash – transaksi forward valas contoh Sebuah perusahaan Amerika ingin melakukan pembayaran pada pengapalan barang-barang Jepang yang akan jatuh tempo tiga bulan ke depan. Perusahaan tersebut harus membayar sebesar JPY 100m. Untuk memastikan biaya pengapalan tersebut dalam US dollar, perusahaan sepakat dengan bank untuk membeli JPY 100 juta pada nilai tukar forward JPY/USD saat ini sebesar 100.00. Hal ini memastikan biaya pengapalan tersebut sebesar USD 1 juta. Tiga bulan mendatang perusahaan membayar USD 1 juta kepada bank dan menerima JPY 100 juta yang akan dipakai untuk membayar supplier perusahaan tersebut. 42 4.3 Instrumen trading 4.3.2 Instrumen cash – swap valas Swap valas adalah gabungan antara transaksi spot dan transaksi forward. Kedua belah pihak secara bersamaan melakukan transaksi spot dengan spot rate dan transaksi forward dengan forward rate untuk jumlah dan valuta dasar yang sama. Perbedaan antara dua rate tersebut menggambarkan perbedaan tingkat suku bunga antar dua valuta pada periode transaksi. Swap valas menimbulkan risiko suku bunga. Contoh berikut akan mengilustrasikan alasan transaksi valas dengan value date mendatang akan menimbulkan risiko suku bunga. 43 4.3 Instrumen trading 4.3.2 Instrumen cash – swap valas - contoh Bank A dapat membeli USD dan menjual JPY untuk 90 hari mendatang pada rate USD/JPY 99.50. Sebagai altematif Bank A juga dapat membeli spot date dengan rate 100. Jika Bank A membeli USD 10 juta dan menjual JPY 1,000 juta untuk pengiriman spot date dan mengambil posisi untuk hold untuk jangka panjang selama 90 hari, maka Bank A harus meminjam JPY 1,000 juta dan meminjamkan USD 10 juta untuk jangka waktu 90 hari. Jika rate USD 3% dan rate JPY 1%, maka perhitungan bunga menjadi sebagai berikut: JPY 2,500,000 paid USD 75,000 received (1,000,000,000 x .01 x 90/360) (10,000,000 x .03 x 90/360) 44 4.3 Instrumen trading 4.3.2 Instrumen cash – swap valas - contoh Setelah 90 hari posisi bank akan menjadi: Bertambah (‘Long’) USD 10,075,000 dan berkurang (‘Short’) JPY 1,002,500,000 Nilai tukar efektif sebesar 99.50 diperoleh dengan perhitungan posisi JPY dibagi posisi USD. Ini merupakan forward rate yang dapat di ambil oleh bank dibandingkan dengan jika bank melakukan transaksi spot digabung dengan pinjaman dan simpanan. Harga forward dihitung dari perbedaan suku bunga untuk memastikan bahwa tidak terdapat kemungkinan arbitrase di pasar. Oleh karena itu harga forward sensitif terhadap setiap perubahan tingkat suku bunga. 45 4.3 Instrumen trading 4.3.2 Instrumen cash – pinjaman dan simpanan (loans and deposits) Loans and deposits diperdagangkan antar bank degan tingkat bunga tetap dengan jangka waktu tertentu. Jatuh tempo produk ini berkisar antara overnight hingga lima tahun. Namun demikian, kebanyakan transaksi mempunyai jatuh tempo kurang dari satu tahun. Bunga dibayarkan pada saat jatuh tempo bersamaan dengan pembayaran kembali prinsipal kecuali jika jatuh tempo di atas satu tahun, bunga dibayarkan per tahun berdasarkan tanggal transaksi. Pasar uang antar bank (Inter-bank money.market) merupakan tempat bank memperdagangkan loans dan deposits. Pasar ini digunakan oleh bank mengambil posisi sebagai antisipasi atas pergerakan suku bunga ke tingkat yang diharapkan. Namun demikian jumlah volume transaksi di pasar pada umumnya dipengaruhi oleh kebutuhan bank untuk match pendanaan dalam rangka menjaga liquidity position-nya. Loan dan deposit menimbulkan risiko suku bunga. 46 4.3 Instrumen trading 4.3.2 Instrumen cash – obligasi Obligasi adalah instrumen hutangjangka panjang yang bisa dipindahtangankan yang dikeluarkan oleh peminjam (issuer dengan memperoleh sejumlah uang dari investor (holder). Penerbit obligasi berkewajiban membayar bunga yang telah ditentukan kepada holder dengan waktu pembayaran tertentu sepanjang masa berlakunya obligasi dan membayar kembali pokoknya pada saat maturity. Obligasi diterbitkan oleh berbagai organisasi dan setiap obligasi mewakili klaim keuangan terhadap penerbitnya. Sebuah obligasi vanilla umumnya akan memberikan bunga tetap selama jangka waktu obligasi tersebut. Istilah vanilla digunakan untuk memberi indikasi obligasi bahwa obligasi tersebut memiliki fitur standar yang terdapat di pasar. 47 4.3 Instrumen trading 4.3.2 Instrumen cash – obligasi Harga obligasi akan dipengaruhi oleh tingkat suku bunga dan kondisi keuangan penerbit. Perusahaan pemeringkat, seperti Moody's Investors Service dan Standard & Poor's mengeluarkan penilaian terhadap sensitivitas risiko obligasi yang mencakup risiko kredit dari obligasi. 48 4.3 Instrumen trading 4.3.2 Instrumen cash – obligasi Moody’s S&P Aaa AAA D D Description Obligasi memiliki peringkat tertinggi. Kemampuan untuk membayar bunga dan pokoknya sangat kuat. Obligasi berperingkat D menunjukkan bahwa obligasi dalam keadaan default/macet, dan/atau terdapat tunggakan pembayaran kembali pokokobligasi. Peringkat di atas didasarkan pada peringkat obligasi. Obligasi menimbulkan risiko suku bunga umum (general interest rate risk) dan risiko spesifik (specific risk). 49 4.3 Instrumen trading 4.3.2 Instrumen cash – trading ekuitas Trading ekuitas (equity trading) adalah jual beli saham dari suatu perusahaan yang masuk bursa saham dan tercatat di pasar bursa di seluruh dunia. Saham biasa mewakili kepemilikan pada sebuah perusahaan. Pemegang saham memiliki ekspektasi utnuk memperoleh pembayaran deviden yang diperoleh dari laba perusahaan. Pemegang Saham tersebut juga akan menikmati kenaikkan (gain) nilai saham yang dipegangnya. Oleh karena itu, semakin bagus dan berhasil perusahaan tersebut, maka semakin besar pula return yang diperoleh pemegang saham. Harga suatu saham mewakili persepsi pasar terhadap nilai perusahaan saat ini. Harga saham akan berfluktuasi sejalan dengan penyesuaian nilai pasar terhadap perusahaan tersebut berdasarkan inforamsi yang diterima. Pemegang saham sebuah perusahaan akan terekspos pada risiko ekuitas dan risiko spesifik. 50 4.3 Instrumen trading 4.3.2 Instrumen cash – trading komoditas Trading komoditas (commodity trading) adalah pembelian dan penjualan produk komoditas secara fisik yang diperdagangkan dalam pasar sekunder. Transaksi ini meliputi produk-produk pertanian (agricultural products), minyak, dan logam mulia. Produk dibeli dan dijual pada tempat tertentu dan tanggal yang disepakati. Terdapat pasar spot dan forward untuk beberapa produk ini dan masing-masing produk memiliki fitur tambahan yang terkait secara langsung dengan karakteristik fisik produk tersebut. 51 4.3 Instrumen trading 4.3.2 Instrumen cash – trading komoditas Sebagai contoh produk dengan ciri spesifik dapat dilihat pada pasar minyak mentah (crude oil). Lokasi juga merupakan faktor penting dalam perdagangan komoditas minyak ini. Sebuah tanker minyak mentah di Amerika akan mempunyai harga yang berbeda dengan tanker minyak mentah di Malaysia karena perbedaan keseimbangan permintaan/penawaran pada setiap region dan perbedaan biaya transportasi minyak antar wilayah. Posisi pada produk komoditas akan menimbulkan risiko komoditas dan posisi forward akan memberikan tambahan risiko suku bunga sebagaimana kontrak forward valas. 52 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif Dalam 20 tahun terakhir, derivatif telah berkembang menjadi pelaku utama risiko pasar dengan inovasi produk yang dikembangkan oleh bank bagi nasabahnya. Produk-produk tersebut, selama ini dikategorikan sebagai instrumen cash dan produk tersebut merupakan underlying dari transaksi produk-produk derivatif. 53 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif Ciri utama hampir semua derivatif adalah dalam transaksi jumlah pokok tidak turut dipertukarkan sehingga secara substansial mengurangi risiko kredit dan risiko settlement. Transaksi ini sering disebut sebagai contracts for difference mengingat perubahan harga relatif dari underlying instrumen kas yang dipertukarkan. Dengan mengurangi risiko kredit, bank dapat melakukan perdagangan dengan banyak pihak (counterparties) dibanding dengan yang bisa dilakukan melalui instrumen kas (cash instruments). Hal ini mengakibatkan pasar derivatif menjadi lebih likuid sehingga volume perdagangan tumbuh pesat sejalan pula dengan jumlah risiko yang diambil. 54 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif Beberapa produk derivatif diperdagangkan pada pasar future (futures exchange) dan lainnya diperdagangkan di pasar OTC (over-the-counter). Pasar OTC adalah pasar dimana satu bank dengan bank lainnya melakukan transaksi secara langsung tanpa melalui bursa. Ada banyak jenis “exotic” derivatif yang memiliki gabungan antara risiko dan pembayarannya. Namun demikian, produk-produk tersebut dapat dirinci menjadi produk normal (vanilla products) seperti dijelaskn berikut ini 55 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak future (futures contracts) Salah satu jenis derivatif yang paling penting adalah kontrak futures (futures contract). Kontrak futures dilakukan di dalam pasar yang berfungsi sebagai clearing house bagi semua counterparties. Semua perdagangan dilakukan melalui pasar. Hal ini berarti bank tidak mempunyai risiko kredit dengan banyak pihak tetapi hanya dengan pasar tersebut. Kontrak futures membentuk posisi berdasarkan instrumen yang mendasarinya pada tanggal tertentu di kemudian hari. Kontrak future tersedia untuk sebagian besar instrumen kas mulai dari obligasi sampai komoditas. 56 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak future Secara umum, kontrak future mempunyai ciri-ciri sbb: • exchange traded • Jumlah tetap untuk setiap kontrak (fixed amount per contract) • tanggal tetap untuk delivery (fixed dates for delivery) • Persyaratan delivery yang pasti (precise delivery conditions) • Margin calls harian (daily margin calls). Kontrak future mempunyai risiko yang sama seperti instrumen yang mendasarinya dan akan ada risiko suku bunga pada saat tanggal delivery 57 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak future - contoh Sebuah obligasi future yang diperdagangkan untuk delivery pada Desember 2005 akan menggunakan dasar harga forward dari obligasi yang mendasarinya (underlying bond). Jika pembeli memegang posisi sampai tanggal delivery, penjual akan mempunyai kewajiban untuk memberikan obligasi sesuai dengan kontrak kepada pembeli. Pada prakteknya delivery secara fisik jarang terjadi karena penyelesaian kas dilakukan atas perbedaan harga antara transaksi aslinya dan harga pada saat tanggal penyerahan 58 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instruments derivatif – swap bunga (interest rate swaps) Swap bunga (Interest rate swaps) adalah derivatif OTC yang memungkinkan bank dan nasabah untuk memperoleh suku bunga jangka panjang tanpa harus menggunakan dana jangka panjang. Risiko kredit dan kebutuhan likuiditas adalah hambatan utama dalam hal bank menyediakan pendanaan jangka panjang kepada nasabah. Sebaliknya, banyak nasabah yang mempunyai proyek jangka panjang yang memerlukan pendanaan dengan bunga tetap. Swap bunga menyediakan solusinya dengan cara kedua belah pihak untuk melakukan swap suku bunga tanpa melakukan swap pada jumlah pokoknya. 59 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instruments derivatif – swap bunga Swap bunga diperdagangkan dengan waktu jatuh tempo mencapai 30 tahun meski hanya sedikit volume transaksi yang jatuh temponya berada di atas 10 tahun. Jatuh tempo maksimum bervariasi antar valuta dan tergantung pada underlying pasar obligasi yang terkait dengan valuta tersebut. Hal ini dikarenakan obligasi digunakan sebagai hedging untuk swap. Swap vanilla memiliki suku bunga tetap yang diswap dengan indeks suku bunga mengambang seperti satu bulan, tiga bulan atau enam bulan LIBOR. Hal ini berarti semua pihak sepakat untuk memperdagangkan perbedaan antara dua suku bunga tersebut. Mengingat bahwa rate LIBOR akan berubah setiap saat, maka pertukaran bersih (net exchange) juga akan selalu berbeda sepanjang masa swap. 60 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – swap bunga Swap vanilla sebgaina besar diperdagangkan di pasar antar bank. Namun demikian, pasar ini juga memperdagangkan beberapa variasi dari swap vanilla swap untuk memenuhi kebutuhan end-user. Bank memakai gabungan dari instrumen hedging untuk mengelola risiko suku bunga yang ditimbulkan dari oleh transaksi swap. Swap bunga menimbulkan risiko suku bunga 61 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – swap bunga Bank A Suku Bunga kredit yang dibayarkan kepada Bank A 6 bulan LIBOR XYZ Company Suku bunga tetap kepada Bank B pada 5% Bank B Suku bunga mengambang diterima dari Bank B 6 bulan LIBOR 62 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – swap valuta Swap valuta memiliki fitur yang sama dengan swap bunga, hanya saja terdapat flow bunga dalam mata uang yang berbeda. Sebagai contoh, flow bunga dalam USD menjadi EUR. Perbedaan pokok antara swap bunga (interest rate swap) bunga dan swap valas (currency swaps) adalah jumlah pokok ikut ditransaksikan dalam currency swap pada spot rate. Curency swaps menimbulkan risiko suku bunga dan risiko valas. 63 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – swap valuta – contoh GBP Stage 1 – Beginning Customer Initial exchange with Bank sells GBP v Euro at 1.46 Bank Initial exchange optional Bank Interest rates can be fixed or floating Bank Final exchange compulsory EURO Stage 2 – Quarterly through deal life Fixed EURO Interest Rate Customer Floating GBP LIBOR EURO Stage 3 – Maturity Customer Final exchange of currencies at 1.46 (as stage 1) GBP 64 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – perjanjian forward rate (forward rate agreements) Forward rate agreements (FRAs) adalah kontrak derivatif OTC yang memungkinkan bank untuk mengambil perbolehkan bank untuk mengambil posisi forward pada suku bunga. Kontrak tersebut memberikan hak untuk meminjamkan/meminjam dana dengan bunga tetap untuk jangka waktu tertentu yang dimulai pada waktu yang akan datang. Dalam hal ini, tidak terdapat pergerakan pokok pinjaman dan pada saat maturity, settlement cash dilakukan untuk perbedaan antara rate kontrak dengan rate LIBOR pada periode tersebut. FRAs adalah versi OTC dari kontrak interest rate futures dan lebih fleksibel dibanding dengan futures. FRAs menimbulkan risiko suku bunga 65 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – perjanjian forward rate – contoh Paying notional 3 month LIBOR Bank V Bank X Receiving notional agreed fixed rate for 1v3 month FRA Receiving 3 month deposit rate Bank Y Bank V enters into a FRA with Bank X for the right to deposit USD for 3 months beginning in 1 month’s time. In 1 month’s time Bank V places physical deposit with Bank Y and receives 3 month deposit rate. 66 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak option (option contracts) Kontrak option (option contract) memberikan hak kepada pembeli, namun bukan kewajiban, sesuai kontrak underlying pada tingkat harga yang disepakati. Hal ini berarti bahwa transaksi underlying hanya akan dieksekusi jika rate menguntungkan bagi pembeli option. Penjual menanggung risiko yang tidak terbatas dan memperoleh premi sebagai kompensasi. Kontrak option menimbulkan risiko baru di luar risiko inherent pada instrumen underlying. Option dapat dibuat berdasarkan hampir semua instrumen kas maupun derivatif dan bahkan terdapat kontrak opsi berdasarkan opsi. 67 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak option Istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan transaksi option adalah: call call option memberikan hak kepada buyer untuk membeli instrument underlying put put option memberikan hak kepada buyer untuk menjual instrument underlying premium Jumlah uang yang harus dibayar oleh buyer kepada seller strike price Harga pada saat transaksi underlying akan dieksekusi exercise buyer meng‘exercises’ option untuk memasuki kontrak underlying expiry date Tanggal terakhir option harus di-exercise American Option yang hanya bisa di-exercise pada tanggal berapa pun sampai dengan expiry date European Option yang hanya bisa di-exercise pada saat expiry date 68 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak option Penentuan harga option didasarkan pada probabilitas bahwa option tersebut akan di-exercise. Pengukuran volatilitas digunakan untuk menghitung harga option. Volatilitas harga option adalah harga pasar yang merefleksikan ekspektasi pasar terhadap pergerakan harga pada masa berlakunya option. Volatilitas yang digunakan untuk membuat harga option ditentukan oleh pasar dan hal tersebut merupakan risiko tersendiri. 69 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak option Option menimbulkan risiko inheren yang terdapat dalam instrumen underlying jika opsi di exercise. Option memiliki risiko volatilitas dan risiko suku bunga terkait dengan tanggal penyerahan di masa yang akan datang atas instrumen underlying. Sebagai contoh, sebuah option dari sebuah obligasi mempunyai risiko yang sama dengan underlying bond seperti risiko perubahan dalam volatilitas harga obligasi tersebut. 70 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak option - contoh Sebuah perusahaan jepang ingin membeli USD 10 juta tiga bulan ke depan untuk rencana membeli pabrik Amerika. Perusahaan tersebut tidak menghendaki membuat komitmen untuk membeli USD 10 juta tetapi membutuhkan perlindungan terhadap kenaikan nilai tukar USD jika mereka memutuskan untuk membeli pabrik tersebut. Jadi mereka membeli option. Diagram di bawah ini mengilustrasikan bagaimana biaya pembelian pabrik bervariasi dalam JPY tanpa melakukan kontrak opsi. Diagram menunjukkan bahwa perusahaan akan menderita kerugian sebesar JPY 100 juta jika spot rate bergerak sampai 110. Change in cos t in Ye n w ithout option 150 Yen (m) 100 50 0 90 92 94 96 98 100 102 104 106 108 110 - 50 - 100 - 150 Spot rate 71 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak option – contoh Perusahaan membeli European USD call option yang akan jatuh tempo tiga bulan kemudian dengan strike price 100 terhadap JPY yang juga merupakan current USD/JPY spot price. Premi pembelian option ini sebesar JPY 30 juta. Pada saat jatuh tempo, perusahaan setuju untuk membeli pabrik dan membutuhkan untuk membeli USD dan menjual JPY Spot rate sekarang 108.00 dan perusahaan melakukan exercise option tersebut dan membeli USD dari penjual pada strike price 100.00 Jika spot rate jatuh dibawah 100.00 perusahaan akan membiarkan option tersebut sampai jatuh tempo dan tidak melakukan exercise dan membeli dollar pada nilai tukar yang lebih rendah di pasar. 72 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak option – contoh Kemungkinan hasilnya dapat dilihat pada diagram di bawah. Diagram menunjukkan, jika spot rate jatuh di bawah 90 perusahaan akan menghemat JPY 70 juta. Possible outcom es if factory purchased 80 60 Yen (m) 40 20 0 90 92 94 96 98 -20100 102 104 106 108 110 -40 Spot rate 73 4.3 Instrumen trading 4.3.3 Instrumen derivatif – kontrak option – contoh Jika pembelian pabrik tidak terjadi maka perusahaan tersebut akan membiarkan kontrak option tersebut. Diagram 4.5 dibawah memperlihatkan kemungkinan harga option pada beberapa nilai tukar spot (spot rate) pada saat jatuh tempo. Jika rate naik diatas 103 perusahaan akan mampu menutup premiumnya dan mendapatkan keuntungan. Jika rate jatuh dibawah 100, pada saat jatuh tempo perusahaan tidak dapat menutup premiumnya. Option values if factory not purchased 80 60 Yen (m) Premium given up 40 Premium recouped & profit 20 0 90 92 94 96 98 - 20100 102 104 106 108 110 - 40 Spot rate Premium partially recouped 74 4 Karakteristik Risiko Pasar dan Risiko Tresury 4.4 Pricing dan Mark-to-Market 75 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.1 Pricing Salah satu pengendalian terpenting yang dimiliki oleh bank dalam mengelola operasional trading adalah memastikan bahwa posisi trading open dinilai secara harian menggunakan harga pasar saat ini. Proses penilaian kembali menggunakan harga pasar saat ini disebut “marking-to-market”. Untuk mengetahui hal-hal apa yang diperlukan untuk melakukan penilaian berdasarkan harga pasar, maka langkah pertama adalaha dengan melihat bagaimana instrumen tersebut dinilai Instrumen keuangan dinilai dengan cara yang paling sederhana menggunakan perbandingan tunggal hingga model keuangan yang kompleks. Prinsip-prinsip dasar pricing atas instrumen trading utama akan dibahas berikut ini namun tanpa menggunakan detail matematis dari beberapa model. 76 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.2 Kurva Hasil (Yield curves) Semua instrumen keuangan dengan aliran kas masa yang akan datang dinilai dengan menghitung nilai sekarang (present value) dari arus kas masa depan instrumen tersebut. Nilai sekarang dari berbagai arus kas masa depan dihitung dengan mendiskonto future value menggunakan tingkat tingkat bunga saat ini. Oleh karena itu, tingkat bunga pasar diperlukan untuk tanggal dimana terdapat aliran kas. Untuk menghitung bunga pasar, bank membuat kurva pendapatan menggunakan yield curve model. Uraian berikut telah disederhanakan untuk menggambarkan bentuk dari yield curve model. Yield curve yang digunakan oleh trader lebih kompleks dan dibuat berdasarkan beberapa instrumen untuk memastikan konsistensi kurva tersebut. 77 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.2 Yield curves Input yang digunakan untuk model yang telah disederhanakan adalah tingkat bunga pasar untuk periode tertentu. Periode tersebut adalah 1, 2, 3, 6 dan 12 bulan serta 2, 3, 5 dan 10 tahun. Gambar dibawah ini menunjukan bentuk dari kurva tersebut. Rates Yield Curve 8 7.5 7 6.5 6 5.5 5 4.5 4 1m 2m 3m 6m 12m 2y 3y 5y 10y Maturity 78 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.2 Yield curves Nilai dari produk yang berkaitan dengan tingkat bunga serta produk dengan arus kas pada waktu bersifat sensitif terhadap perubahan pada yield curve. Nilai sebuah produk mungkin sensitif untuk berubah dalam satu atau lebih tingkat yield curve tergantung pada masa jatuh tempo dan karakteristik finansial dari instrumen tersebut. Pada prakteknya, masing-masing mata uang utama memiliki sejumlah yield curve yang dipergunakan pada waktu bersamaan. Perbedaan antar kurva tersebut terutama adalah perbedaan instrumen underlying yang dipergunakan untuk menentukan waktu tertentu. 79 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.2 Yield curves Jenis-jenis interest rate-related yield curva adalah sebagai berikut : • Cash - digunakan untuk menilai kembali posisi pinjaman dan simpanan. Titik-titik dari kurva ditentukan berdasarkan tanggal jatuh tempo standar yang diperdagangkan di pasar antar bank. • Derivatif - kurva ini dipergunakan untuk menilai semua jenis derivatif termasuk option. Titik-titik kurva ditentukan berdasarkan gabungan instrumen yang dimulai dari suku bunga kas (cash rate) berjangka pendek diikuti oleh kontrak future. Akhirnya suku bunga jangka panjang ditentukan berdasarkan suku bunga swap untuk jangka waktu perdagangan standar. Gabungan instrumen tersebut berhubungan instrumen hedging underlying digunakan bank untuk melindungi risiko derivatif. 80 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.2 Yield curves Jenis-jenis utama yield curva yang berkaitan dengan suku bunga adalah sebagai berikut : • Obligasi - obligasi dinilai berdasarkan harga yang didapat dari harga penutupan akhir hari. Namun demikian, tidak semua obligasi aktif diperdagangkan setiap hari. Bank dapat mempergunakan kurva obligasi untuk menentukan harga penutupan berdasarkan harga penutupan obligasi yang diperdagangkan secara aktif. Kurva tersebut biasanya ditentukan berdasarkan jatuh tempo standar perdagangan dalam pasar obligasi pemerintah. Obligasi dapat sebagai spread dari pasar obligasi pemerintah yang dipakai sebagai benchmark tsb jika harga pasar obligasi tidak tersedia. Hal ini menunjukkan perbedaan likuiditas obligasi dan peringkat penerbitnya. 81 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.2 Yield curves • basis - tidak seluruh instrumen suku bunga diperdagangkan secara aktif di pasar antar bank untuk memenuhi kebutuhan nasabah. Tingkat bunga yang ditetapkan oleh bank sentral untuk surat-surat berharga (dikenal sebagai Base Rate di UK) adalah sebuah contoh yang bagus. Kurva tersebut umumnya ditunjukkan dengan spread di atas atau dibawah kurva standar. Masingmasing titik pada kurva memiliki perbedaan bunga spesifik yang terkait dengan jatuh tempo pada kurva standar 82 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.3 Obligasi, ekuitas, komoditas dan valas Transaksi obligasi, ekuitas, spot valas, spot komoditas dinilai berdasarkan perbedaan antara harga awal perdagangan dengan harga pasar terkini. Nilai tukar forward valas dihitung dengan menyesuaikan spot rate terkini dengan forward margin terkait. Margin yang mendekati dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Forward margin = Spot x Interest differential x Time / (Days in year x 100) • perbedaan tingkat bunga adalah perbedaan absolut antara valuta dasar dengan valuta asing. • jangka waktu adalah waktu sampai dengan maturity yang dinyatakan dengan hari . • jumlah hari dalam setahun biasanya diambil 360 hari, akan tetapi 365 juga dipergunakan untuk beberapa mata uang. 83 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.3 Obligasi, ekuitas, komoditas dan valas – contoh USD/JPY ditawarkan sebagai jumlah yen per satu dolar US. Hal ini berarti yen adalah mata uang asing dan US dolar adalah mata uang dasar. Spot rate = 105.00 Rate JPY 1 bulan = 1% Rate USD 1 bulan = 4% Time to maturity = 30 days Jumlah hari dalam 1 tahun = 360 Forward margin = 0.2625 (105.00 x (4 – 1) x 30 / 36000) Hal ini dapat diuji dengan melihat perhitungan bunga ekuivalen: Pada spot SD 1,000,000 Interest due USD 3,333.33 Pada saat maturity USD 1,003,333.33 Forward margin = - 0.26 JPY 105,000,000 = 105 JPY 87,500 JPY 105,087,500 = 104.74 (104.74 – 105) 84 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.4 Option Pada dasarnya, penentuan harga option tersebut dakan bernilai pada saat jatuh tempo. Penentu penting dari nilai option tersebut adalah : • tingkat strike price relatif terhadap harga pasar saat itu. Jika strike price sama dengan harga pasar saat itu, option tersebut memiliki peluang 50% akan bernilai saat jatuh tempo, karena dianggap terdapat kemungkinan yang sama nilai tukar dapat naik atau turun. • waktu sebelum jatuh tempo. Semakin panjang jangka waktu sebelum jatuh tempo, maka makin tinggi preminya karena option memiliki lebih banyak waktu untuk menjadi bernilai. • Besar-kecilnya volatilitas harga pasar. Semakin bergejolak harganya, maka preminya makin tinggi. 85 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.4 Option Diagram dibawah ini menunjukan variasi jarak yang mungkin pada nilai kurs untuk opsi rate valas JPY/USD untuk membeli dolar US pada strike price 105.00 terhadap yen jepang. Kurs saat ini adalah 100.00. Beragam tanggal jatuh tempo hingga 12 bulan dan 3 volatilitas yang berbeda diperlihatkan untuk untuk. Call option strike 105 115 Exchange rate 110 105 100 95 90 85 0 2 4 6 8 10 12 Months 86 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.4 Option Strike price dan waktu jatuh temponya dipilih oleh pembeli option. Volatilitas adalah ukuran statistik yang dapat diperoleh dari pergerakan harga historis. Namun, yang sering kali terjadi, data historis tidak selalu menjadi alat prediksi yang baik untuk masa mendatang, sehingga pasar menggunakan nilai volatilitas yang diharapkan. Besarnya volatilitas berbeda-beda sesuai tanggal jatuh tempo dan diperlihatkan dengan kurva yang menggunakan periode yang sama seperti seperti yield curve. 87 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.4 Option USD/Yen foreign exchange option volatilities Annual volatility 10.50 10.00 9.50 9.00 1 Week 1 Month 3 Month 6 Month 1 Year 2 Years Option maturity Tingkat Volatilitas pasar dimasukan ke dalam rumus penentuan harga option bersama dengan harga pasar yang berlaku bagi instrumen underlying untuk menghitung nilai pasar option saat ini. 88 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.5 Proses mark-to-market Dalam posisi operasi perdagangan yang besar, posisi akan berubah dari menit ke menit saat para trader mengelola posisi risiko mereka. Karenanya penting bagi manajemen senior bank untuk memiliki prosedur mark-to-market yang kuat untuk mengawasi kinerja para trader. Pada umumnya proses ini adalah proses yang dilakukan setiap hari dimana sebuah unit kerja yang independen terhadap trader, akan mendapatkan dan memverifikasi harga pasar dan memeriksanya untuk semua instrumen yang ada dalam trading book. Untuk pasar dimana perdagangan dilakukan secara langsung dengan counterparties, closing price akan diperoleh dari broker yang aktif dalam pasar. Broker bersifat independen terhadap bank, dan karena sifat pekerjaannya broker akan mengetahui harga pasar saat ini. 89 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.5 Proses mark-to-market Beberapa harga dapat diperoleh dari tingkat suku bunga resmi yang ditetapkan secara harian. Sebagai contoh adalah penetapan suku bunga harian LIBOR oleh British Bankers‘ Association di London. Suku bunga ini digunakan untuk menyelesaikan berbagai kontrak derivatif dan juga untuk kepentingan analisa historis. Penetapan resmi terjadi di banyak pusatpusat keuangan dunia untuk jenis suku bunga berbeda. Selain dari broker dan penetapan resmi, harga penutupan beberapa instrumen diperoleh dari bursa resmi. Sebagai contoh, harga penutupan ekuitas ecara resmi ditentukan oleh bursa saham dimana saham itu tercatat. Ini digunakan untuk melakukan mark-to-market posisi ekuitas. Futures dan option atas futures diperdagangkan pada bursa berjangka di seluruh dunia. Masingmasing menetapkan harga penutupan resmi setiap hari yang digunakan untuk menilai kembali ulang semua posisi.Kontrak berjangka diperdagangkan untuk tingkat suku bunga, kurs, obligasi, komoditas, indeks energi dan pasar saham. Bursa futures secara konsisten mengembangkan kontrak-kontrak baru untuk memenuhi permlntaan pasar. 90 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.5 Proses mark-to-market Prosedur mark-to-market terdiri dari kegiatan pengumpulan informasi harga, verifikasi harga dan pemasukkan ke dalam revaluasi bank. Kemudian sistem itu akan menghitung nilai untuk setiap instrumen, yang akan dicatat didalam pembukuan bank. Nilai saat ini juga disebut sebagai replacement value sebab mencerminkan jumlah yang harus dibayar bank jika harus melakukan transaksi pada harga pasar saat inidia butuh untuk mengganti transaksinya pada harga pasar saat ini. Seringkali sistem juga menghitung posisi risiko saat ini yang dihasilkan oleh instrumen yang dinilai kembali, walapun terkadang dijalankan oleh sistem risiko yang berbeda. 91 4.4 Pricing dan mark-to-market 4.4.5 Proses mark-to-market Nilai saat ini dari transaksi digunakan untuk berbagai keperluan : • perhitungan laba rugi, dilakukan dengan cara membandingkan nilai saat ini dengan nilai aslinya. • perhitungan risiko kredit counterparty, dilakukan dengan menganalisa nilai saat ini dari semua transaksi dengan conuterpatiy. • perhitungan agunan untuk transaksi OTC menggunakan nilai saat ini dari instrumen yang dimiliki sebagai agunan untuk memastikan bahwa agunan tsb cukup nilainya jika dibandingkan dengan ekposur terhadap counterparty. • margin call oleh bursa berjangka didasarkan pada nilai pasar saat ini. Margin dpat dipersamakan dengan pembayaran agunan atas transaksi OTC. • untuk instrumen yang diseslesaikan secara tunai, digunakan nilai pasar akhir untuk menyelesaikan transaksi dengan pihak lain. 92 4 Karakteristik Risiko Pasar dan Risiko Treasury 4.6 Asset and Liability Management (ALM) 93 4.6 Asset and liability management 4.6 Asset and liability management (ALM) umumnya ALM memiliki sasaran utama mengelola risiko tingkat suku bunga dalam neraca bank dan memastikan bahwa risiko tingkat suku bunga yang melekat pada bisnis bank tidak mengganggu Pada kestabilan aliran pendapatan bank. 94 4.6 Asset and liability management 4.6 Asset and liability management (ALM) Aliran pendapatan sebagaimana disebutkan di atas pada umumnya berupa pendapatan bunga bersih (Net Interest Income/NII) bank. NII adalah perbedaan antara biaya bunga untuk mengumpulkan simpanan (dan utang lainnya) dengan bunga yang dibebabkan atas pinjaman (dan aktiva lainnya). Current value (net present value) dari aliran NII memberikan sumbangan besar dalam menentukan nilai bank. Tujuan stabilisasi NII dapat juga dikatakan sebagai stabilisasi nilai bisnis. Hal ini merupakan hal yang sering ditemui di AS. 95 4.6 Asset and liability management 4.6 Asset and liability management (ALM) Akuntansi manajemen merupakan sebuah struktur pelaporan yang didasarkan pada informasi yang mencerminkan cara manajemen sebuah bank memandang. Sebaliknya, statutory financial accounts, (misalnya laporan rugi laba dan neraca) harus disiapkan sesuai dengan standar pelaporan dan harus mematuhi standar akuntansi nasional. Namun praktek akuntansi manajemen seringkali dipengaruhi oleh standar akuntansi keuangan yang diikuti oleh negara dimana bank itu berada. Aktivitas ALM mencakup dua risiko – risiko tingkat suku bunga dalam banking book dan risiko likuiditas. 96 4.6 Asset and liability management 4.6.1 Risiko tingkat suku bunga dalam banking book Risiko pasar dalam banking book adalah risiko kerugian dimana sebuah bank terekspos kepada risiko suku bunga pasar yang berubah karena struktur yang mendasari bisnisnya, seperti aktivitas pemberian pinjaman dan penerimaan deposito. Risiko tingkat suku bunga dalam banking book adalah risiko kerugian akibat perubahan tingkat suku bunga yang merugikan. Risiko tingkat suku bunga dalam banking book pada umumnya terjadi akibat bisnis yang dilaksanakan sebuah bank dengan para nasabah korporasi dan ritel-nya. 97 4.6 Asset and liability management 4.6.1 Risiko tingkat suku bunga dalam banking bookcontoh Nasabah KPR Bayar 5 tahun suku bunga tetap Bank H Deposan Bayar suku bunga mengambang bulanan Bank H menjalankan bisnis yang memiliki risiko tingkat suku bunga yang besar. Jika risiko tingkat suku bunga naik di atas yield curve, bank harus membayar lebih bagi para deposannya di dalam periode maksimal 30 hari, tetapi tidak dapat menaikkan semua bunga KPR-nya hingga lima tahun. 98 4.6 Asset and liability management 4.6.1 Risiko tingkat suku bunga dalam banking bookcontoh American savings and loan associations The American savings and loan associations (S&Ls) adalah pemberi kredit mortgage. Pada beberapa negara bagian, asosiasi tersebut mempunyai kewenangan untuk melakukan investasi langsung untuk memiliki bisnis lain dan menjalankan pengembangan properti. Hingga tahun 1980-an asosiasi tersebut merupakan asosiasi yang dimiliki oleh para anggotanya, tetapi akibat bencana risiko pasar banking book (dijelaskan selanjutnya) yang menimpa industri itu, kini sebagian besar asosiasi dimiliki oleh pemerintah federal atau pemegang saham. Perkiraan awal biaya penyelamatan (bailout) berjumlah hingga USD 500 miliar atau kira-kira USD 2,000 untuk setiap warga negara AS. Terdapat banyak fraud yang terjadi dalam asosiasi, namun akar penyebab krisis tersebut pada dasarnya ada dua. 99 4.6 Asset and liability management 4.6.1 Risiko tingkat suku bunga dalam banking bookcontoh Pertama, dana dikeluarkan untuk membeli properti dengan harga di atas harga pasar. Saat semua jatuh, jaminan atas sebagian mortgages menjadi tidak bernilai. Kedua, walaupun tingkat suku bunga atas sebagian mortgage merupakan suku bunga tetap, kurangnya klausul cost recovery atas pelunasan dipercepat membuat para peminjam mampu mendanai mortgage-nya dengan biaya yang lebih rendah saat tingkat suku bunga mulai turun. Namun demikian, sebagian besar S&L masih terkait pinjaman dengan suku bunga lebih tinggi dan tidak dapat membayar kembali pinjaman mereka dari pasar wholesale tanpa memberikan kompensasi kepada pemberi pinjaman. 100 4.6 Asset and liability management 4.6.1 Risiko tingkat suku bunga dalam banking bookcontoh Posisi mis-match yang terjadi karena adanya pemberian kredit dengan bunga rendah sementara asosiasi terikat pada pinjaman dengan bunga yang lebih tinggi menyebabkan banyak S&L jatuh dengan kerugian mencapai miliaran dollar. Beberapa contoh terburuk dari kondisi mis-match di atas adalah sebagai berikut: • Pada bulan Juni 1988 American Diversified, S&L California, menyatakan diri insolvabel dengan kerugian sebesar USD 800 juta. Total aktiva telah tumbuh dari USD 11.7 juta pada bulan Juni 1983 menjadi USD 1.1 miliar pada bulan Desember 1985. • Pada bulan September 1988 Silverado S&L di Denver, Colorado jatuh dengan kerugian sebesar USD 1 miliar. Neracanya berkembang dari USD 250 juta pada tahun 1982 menjadi USD 2.7 miliar pada saat jatuhnya. 101 4.6 Asset and liability management 4.6.1 Risiko tingkat suku bunga dalam banking bookcontoh Pada bulan April 1989 asosiasi S&L California jatuh dengan kerugian sebesar USD 2.5 miliar, yang harus didanai oleh pembayar pajak AS. Asosiasi kehilangan USD 14 juta dalam delapan bulan pertama tahun 1988 dan USD 11 juta pada bulan January 1989 sebagai akibat dari spekulasi dalam pasar valas. Simpanan asosiasi tersebut naik dari USD 1 miliar pada tahun 1983 menjadi USD 6 miliar pada bulan April 1989 saat akhirnya diambil alih oleh the Federal Savings and Loan Insurance Corporation. 102 4.6 Asset and liability management 4.6.1 Risiko tingkat suku bunga dalam banking book Risiko tingkat suku bunga dalam banking book tidak dicakup secara rinci dalam Basel II Accord. Namun pada Juli 2004, sebulan setelah Basel Committee menerbitkan “International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards: a Revised Framework”, Basel Committee menerbitakn "Principles for the Management and Supervision of Interest Rate Risk”. Dokumen tersebut membahas manajemen risiko tingkat suku bunga termasuk yang ada dalam banking book. 103 4.6 Asset and liability management 4.6.1 Kegiatan asset and liability management Asset and liability management tidak hanya berkepentingan dalam pengelolaan risiko dan penstabilan nilai bisnis, namun juga mempunyai kepentingan dalam: • mempertahankan struktur likuiditas kegiatan usaha pada tingkat yang diinginkan • masalah lain yang dapat mempengaruhi bentuk dan struktur neraca sebuah bank • masalah yang dapat mempengaruhi stabilitas pendapatan seiring berjalannya waktu. 104 4.6 Asset and liability management 4.6.1 Kegiatan asset and liability management Ada beberapa masalah yang dapat mengakibatkan munculnya kebutuhan untuk menyeimbangkan bentuk dan struktur neraca sebuah bank. Sebagian masalah diakibatkan oleh bank internasional yang memiliki struktur modal yang didominasi oleh mata uang negara mereka namun dengan pendapatan dan banyak aktiva dan utang dalam mata uang lainnya. Hal ini dapat menimbulkan risiko nilai tukar misalnya: • laba saat ini dan saat yang akan datang dari operasi di luar negeri bisa bergejolak saat ditranslasikan ke dalam mata uang domestik karena perubahan dalam nilai tukar. • modal mata uang domestik yang dialokasikan pada operasi luar negeri mendukung struktur aktiva mata uang asing. Ini dapat mengakibatkan gejolak pada rasio modal terhadap aktiva saat nilai tukar berubah. 105 4.6 Asset and liability management 4.6.1 Kegiatan asset and liability management Manajer asset and liability harus mengakui bahwa: • neraca bank komersial bukanlah kumpulan aktiva dan utang yang stabil (pinjaman dan simpanan baru terus terjadi sementara pinjaman dan simpanan lainnya jatuh tempo) • aktiva dan utang yang ditentukan kembali harganya dalam neraca bank komersial tidak semuanya kontraktual (seringkali ada perbedaan waktu yang cukup besar antara perubahan tingkat suku bunga pasar dengan perubahan tingkat suku bunga yang diberikan pada produk ritel). 106 4.6 Asset and liability management 4.6.1 Kegiatan asset and liability management • seringkali hanya ada sedikit atau tidak ada korelasi antara produk ritel dengan bunga wholesale untuk penentuan harga aktiva dan utang (banyak masalah pemasaran terkait dengan penentuan kembali harga (repricing) atas produk ritel yang tidak mempengaruhi produk wholesale) • produk ritel sering mengandung option yang seringkali tidak dieksekusi secara rasional (nasabah ritel sering memiliki hak menghentikan kontrak dengan persyaratan yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan syarat yang umumnya terdapat di pasar wholesale). 107 4.6 Asset and liability management 4.6.1 Kegiatan asset and liability management Ada beberapa alasan mengapa sebuah bank komersial dengan jumlah nasabah ritel yang besar dapat mendapat kesulitan dalam mengelola neracanya: • tindakan bank komersial seringkali didorong oleh pertimbangan hubungan dengan nasabah dan bukan kewajiban hak sesuai kontrak. Dengan kata lain, bank memberikan fokus besar pada nasabah. • menarik dan mempertahankan nasabah sering menggunakan penawaran produk ritel yang fiturnya berbeda dari produk pasar wholesale. Hal ini menyebabkan produk tersebut sulit dijual di pasar wholesale atau sulit dikelola risikonya menggunakan produk wholesale • penentuan harga produk ritel sering lebih banyak berhubungan dengan pertimbangan pemasaran daripada harga pasar. 108 4.6 Asset and liability management 4.6.1 Kegiatan asset and liability management • perilaku nasabah ritel terkait dengan dengan produk perbankan ritel yang mereka miliki sering mengakibatkan kewajiban kontraktual yang terlihat dari pihak-pihak yang emmberikan gambaran buruk atas aktual kewajiban. Misalnya, secara kontrak dimungkinkan untuk mencairkan dana tabungan dengan pemberian 30 hari, tetapi nasabah memiliki hak untuk membiarkan uangnya di rekening untuk waktu yang tidak terbatas. Keterkaitan perilaku nasabah dan fitur produk seringkali menimbulkan kebutuhan untuk mengawasi dan mengelola stabilitas pendapatan bunga netto/NII (atau present value dari the business) dan likuiditas. 109 Indonesia Certificate in Banking Risk and Regulation Part B: Pengantar Risiko Pasar, Risiko Kredit, dan Risiko Operasional 1 Bab 5 Credit Risk 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 2 1 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1 Karakteristik Risiko Kredit Risiko kredit adalah risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat terjadi pada perorangan atau perusahaan. Contoh: Seseorang menghadapi risiko kerugian dari suatu investasi (deposito, obligasi, atau saham). Perusahaan menghadapi risiko kredit pada saat tagihantagihannya jatuh tempo. Bank sangat terekspos pada risiko kredit mengingat aktifitas usahanya yang bersifat lending based. Disamping itu bisnis bank memiliki rasio hutang terhadap modal yang tinggi (highly leveraged) sehingga setiap debitur yang gagal bayar berpotensi mengurangi modal bank. 3 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1 Karakteristik Risiko Kredit – contoh Peregrine Investment Holdings Pada bulan Januari 1998 Peregrine Investment Holdings, salah satu perusahaan investasi terbesar di Asia yang berkantor pusat di Hongkong, harus dilikuidasi karena memiliki hutang sekitar USD 400 Juta. Hal ini disebabkan oleh krisis keuangan di Asia, namun secara khusus dipicu oleh pinjaman sebesar USD 20 Juta (senilai 20% dari modal dasar Peregrine) yang diberikan kepada Steady Safe, sebuah perusahaan transportasi di Indonesia yang mengalami kesulitan keuangan. 4 2 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1 Karakteristik Risiko Kredit Pada awalnya teknik analisis kredit debitur korporasi dikembangkan bank berdasarkan metodologi yang sering digunakan investor untuk menilai kelayakan investasi pada proyek-proyek non pemerintah. Perkembangan asuransi dan dana pensiun mendorong perkembangan industri manajemen investasi profesional yang signifikan. Hal ini diikuti pula pertumbuhan investasi dalam bentuk equities serta obligasi yang diterbitkan oleh berbagai perusahaan swasta ternama. Di AS, perkembangannya sangat pesat dimana investor institusional dapat menempatkan dananya pada produk sekuriti sasi kredit mobil, kredit perumahan dan tagihan kartu kredit Konsekuensinya, pengelola investasi harus memiliki kemampuan memahami dan mengukur risiko kredit lebih baik 5 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.1 Sovereign Credit Risk Obligasi internasional didominasi surat-surat berharga pemerintah. risiko sovereign adalah risiko kerugian yang mungkin timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya baik bunga maupun pokoknya. The International Monetary Fund (IMF) memiliki peranan penting dalam membantu negara yang menghadapi masalah pinjaman Ketika menghadapi dua pilihan kebijakan yaitu melambungnya tingkat inflasi atau default atas obligasi pemerintah, pada tahun 1998 pemerintah Rusia memutuskan untuk menyatakan default atas seluruh hutangnya baik dalam mata uang domestik maupun valas 6 3 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.1 Sovereign Credit Risk – contoh Obligasi Pemerintah Rusia Pada tahun 1998, investor asing yang berinvestasi pada obligasi pemerintah Rusia mengalami kerugian mencapai USD 33 Miliar karena pengumuman resmi default pemerintah Rusia. Banyak institusi keuangan yang mengalami kerugian telah mengabaikan kenyataan bahwa semakin tinggi return, semakin tinggi pula risiko yang dihadapi (Obligasi pemerintah Rusia menawarkan hasil/yield yang tinggi). Bank/investor tidak melakukan lindung nilai terhadap semua exposur-nya Investor-investor tersebut memprediksi tidak akan pernah ada default atas hutang pemerintah. 7 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.1 Sovereign Credit Risk – Pinjaman dalam mata uang domestik dan valuta asing Secara umum penerbitan obligasi pemerintah (sovereign debt bond) dapat dibedakan menjadi: • Obligasi atau hutang pemerintah dalam mata uang domestik - kasus default atas hutang ini sangat jarang terjadi mengingat negara memiliki wewenang untuk mencetak mata uang domestik. • Obligasi atau hutang pemerintah dalam mata uang asing – dalam hal ini valuta asing harus diperoleh dari penghasilan negara penerbit dalam bentuk devisa. 8 4 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.1 Sovereign credit risk – Analisis Rasio Keuangan Pengukuran risiko sovereign pada dasarnya dinilai sama seperti hutang korporasi, yaitu dengan penyesuaian model yang dibuat untuk mengukur kemampuan sebuah negara dalam menyelesaikan kewajibannya. Debt service ratio adalah jumlah bunga dan pokok atas pinjaman valas yang telah jatuh tempo dibandingkan dengan pendapatan dari exports dan capital inflows. Seperti penilaian pinjaman perusahaan , ada beberapa rasio lain yang digunakan untuk menilai kemampuan membayar sebuah negara. 9 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.1 Sovereign credit risk – Investasi Domestik Investasi domestik dan kebijakan ekonomi domestik telah menjadi perhatian investor dan bank terkait kemungkinan adanya ‘bubbles’ dalam negara tersebut (aktiva-aktiva tertentu yang dinilai terlalu tinggi dan dalam jangka panjang tidak berkesinambungan). Contoh bubbles adalah melambungnya harga properti di Tokyo di awal tahun 1990-an, dan tingginya nilai perusahaan teknologi di USA dan Eropa pada akhir tahun 1990-an sampai tahun 2002. Bubbles juga memainkan peranan penting dalam krisis keuangan Asia pada pertengahan tahun 1990-an. Pada saat itu harga properti dan nilai saham perusahaan di banyak negara Asia Tenggara meningkat tajam kemudian mencapai titik tertentu dan tidak dapat berkelanjutan lagi. 10 5 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.1 Sovereign Credit Risk – Faktor-faktor lain Rendahnya kualitas administrasi data pemerintah menyebabkan proses penilaian risiko sovereign menjadi sulit. Pinjaman swasta dalam mata uang asing dapat mempengaruhi kemampuan pemenuhan kewajiban sebuah negara dan kualitas data yang terkait dengan hal ini pada umumnya rendah. 11 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.1 Sovereign Credit Risk – Faktor-faktor Kualitatif Terdapat beberapa faktor kualitatif yang harus diperhatikan dalam melakukan penilaian risiko sovereign, yaitu: • Efisiensi sistem perbankan dalam hal penyaluran dana kepada sektor-sektor produktif • Efisiensi sistem perpajakan dalam meningkatkan penerimaan negara • Kemampuan bank sentral dalam mengendalikan suku bunga • Pengaruh suku bunga domestik terhadap pinjaman valas dan tekanan inflasi. • Transparansi ekonomi serta pembagian tugas dan wewenang yang jelas antara pemerintah, bank sentral, lembaga pengawasan, sistem hukum dan pelaku bisnis. 12 6 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.1 Sovereign Credit Risk – risiko sovereign and country risk Walaupun banyak yang beranggapan risiko sovereign dan country risk adalah sama, namun lebih tepat jika risiko sovereign diartikan sebagai bagian dari country risk. Country risk mencakup lingkungan hukum, politik dan ekonomi serta bagaimana ketiganya mempengaruhi sektor swasta. Penilaian country risk diperlukan terkait investasi domestik yang berhubungan dengan pinjaman crossborder kepada perusahaan, individu maupun proyek tertentu. 13 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.1 Sovereign credit risk – risiko sovereign and country risk Faktor-faktor lain yang harus diperhatikan dalam penilaian country risk adalah: •Sistem hukum dan perundang-undangan terutama ketentuan yang terkait dengan hak atas kepemilikan dan kepailitan •Stabilitas sistem politik, sekalipun hal ini menggambarkan kestabilan sebuah pemerintahan tidak selalu •Ketentuan-ketentuan terkait valuta asing misalnya penerapan ketentuan pembatasan valas 14 7 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.1 Sovereign credit risk – Basel II and risiko sovereign Faktor-faktor di atas menjelaskan alasan pentingnya risiko sovereign perlu dinilai secara cermat. Dalam Basel I, risiko sovereign diperhitungkan dengan menggunakan bobot risiko sederhana berdasarkan karakteristik peminjam atau borrower (misal, pemerintah) serta jenis instrumen yang digunakan (misal, garansi, hutang dsb). Berdasarkan Standardised Approach dalam Basel II, risiko sovereign diukur menggunakan credit ratings yang diterbitkan lembaga pemeringkat kredit. 15 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.2 Risiko kredit korporasi Kredit Korporasi merupakan bagian yang terbesar terhadap risky debt dibandingkan dengan sovereign debt atau risk free debt. Risiko kredit korporasi mencakup risiko gagal bayar (default risk) atas hutang atau kewajiban yang diterbitkan oleh perusahaan. Bentuk kewajiban yang lazim dijumpai adalah saham atau common stock yang memiliki risiko kerugian terbesar. Stockholders adalah pihak yang paling akhir di bayar jika perusahaan mengalami likuidasi. Sebagai contoh pada umumnya di berbagai negara obligasi korporasi dan hutang bank dibayar terlebih dahulu dibandingkan kewajiban kepada pemegang saham, namun ini pun setelah pembayaran kepada pegawai (gaji) dan pemerintah (pajak). 16 8 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.2 Risiko kredit korporasi Banyak bank yang menyatakan bahwa mereka lebih mengetahui risiko kredit korporasi dibandingkan dengan risiko lain yang mereka ambil. Peran bank sebagai lembaga intermediasi yang menyalurkan dana pihak ketiga kepada sektor produktif sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi Metode penilaian kredit yang digunakan oleh bank pada dasarnya merupakan pengembangan dari metode penilaian investasi Penggunaan rasio keuangan sebagai dasar untuk pengembangan model dalam pengambilan keputusan pemberian kredit korporasi sangat lazim digunakan. 17 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.2 Risiko kredit korporasi Basel II mendorong bank-bank untuk lebih menerapkan teknik penilaian kredit dengan menggunakan metode statistik untuk kalibrasi dan backtesting dalam pembuatan model peringkat kreditnya. Basel II juga mendorong bank-bank untuk menggunakan model-model berbasis opsi (optionsbased models) sebagai informasi tambahan sepanjang ketersediaan dan kualitas datanya terjamin. 18 9 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.3 Risiko kredit ritel Banyak bank komersial berpendapat bahwa risiko kredit ritel sama pentingnya dengan risiko kredit korporasi. Di beberapa negara teknik penilaian kredit individual berubah signifikan ketika bankbank mengganti sistem pemberian kredit dari branch-based menjadi tersentralisasi. Dengan sistem branch-based lending, kepala cabang memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan pemberian kredit berdasarkan personal knowledge atas debitur-debiturnya, sedangkan keputusan pemberian kredit yang tersentralisasi dibuat menggunakan data informasi debitur yang standardized yang diolah sehingga menjadi model credit scoring. Pengembangan produk telah mengubah pasar bagi pembiayaan individual yaitu semakin terpisah antara kredit properti (secure credit) seperti KPR dan kredit pembiayaan konsumen (unsecure credit) seperti kartu kredit. 19 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.3 Risiko kredit ritel Di luar AS, terdapat perkembangan sekuritisasi kredit yang mencakup kredit perumahan, kredit pemilikan kendaraan bermotor, kredit konsumen lainnya termasuk pembiayaan kartu kredit. Walaupun di beberapa negara pinjaman tertentu tidak dapat dikategorikan sebagai mortgage, namun perkembangannya telah menggambarkan inovasi dalam pembiayaan konsumen. Hal itu tidak hanya mengurangi biaya kredit bagi debitur juga mengurangi risiko bagi bank. 20 10 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.3 Risiko kredit ritel Pembiayaan konsumen (unsecured) sangat dipengaruhi oleh perkembangan model-model yang digunakan dalam mengukur posisi kredit individual atau lebih dikenal credit scoring model. Secara garis besar atribut dasar dari model ini adalah penilaian arus kas, riwayat pekerjaan dan aktiva yang dimiliki. (Topik ini akan didiskusikan pada akhir bab ini bersamaan dengan penjelasan agensi kredit dan riwayat kredit). 21 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.4 Probability of default Model-model yang didiskusikan sebelumnya (5.1.1, 5.1.2, 5.1.3) digunakan bank untuk mengambil keputusan pemberian kredit. Keputusan kredit memiliki karakter bimodal: kredit diberikan atau kredit tidak diberikan. Namun model ini terlalu sederhana, karena pada kenyataannya bank sangat memperhatikan risiko-risiko yang mungkin timbul, reward (margin dan fee) dan modal yang harus dijaga. Keputusan lending/investing diambil dengan pertimbangan risiko dan hasil karena pada satu harga tertentu diperlukan pengambilan risiko tertentu pula dapat saja diambil untul hasil tertentu Æ semakin besar risiko semakin tinggi hasil. Pendekatan sederhana bimodal tidak dapat membantu bank dalam mengambil keputusan bisnis. Model peringkat (grading models) merupakan salah satu cara untuk membuat kerangka keputusan risk/reward dalam pemberian kredit atau investasi. 22 11 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.4 Probability of default Basel II, mendorong bank-bank untuk menggunakan model penilaian kredit dalam pengembangan kerangka keputusan risk/reward tersebut melalui penggunaan peringkat kredit dalam Standardised Approach serta model yang dikembangkan oleh individual bank dengan pendekatan Internal Rating-Based. 23 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.5 Risiko kredit sistemik Risiko kredit dan risiko likuiditas merupakan risiko yang terpenting dalam bisnis perbankan. Pada Basel I, pengukuran risiko lebih terfokus pada risiko kredit saja. Sekalipun saat ini risiko likuiditas jarang dijumpai di industri perbankan, risiko ini tetap dapat menimbulkan tidak hanya bagi bank itu sendiri, namun juga bagi bank sentral, lembaga pengawasan dan juga pemerintah Booming kredit di Jepang (1990 an) yang mengakibatkan kondisi bubble dalam harga properti mendorong perkembangan kredit macet yang diperkirakan melebihi 10% dari total aktiva sebagian besar bank di Jepang. 24 12 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.5 Risiko kredit sistemik Tingkat kredit macet yang tinggi (non performing loans-NPL) berpotensi menyebabkan timbulnya systemic risk. Jika industri perbankan mengalami kredit macet yang tinggi pada portfolio merupakan masalah bagi pengawas dan bank sentral. Apabila kondisi kredit macet tersebut banyak terjadi pada bankbank dalam kurun waktu yang sama, akan menimbulkan krisis ekonomi, karena industri perbankan akan mengalami kekurangan modal Æ (kredit macet akan mengurangi modal bank). Akibatnya bank tidak dapat berfungsi untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi. 25 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.6 Risiko kredit traded markets counterparty Risiko pasar yang timbul akibat mark-to-market atas nilai kontrak traded market seperti foreign exchange contract atau interest rate related contract. Bank atau counterparty akan memperoleh keuntungan tergantung dari hasil penilaian mark-to-market atas kontrak tersebut. Ini merupakan zero sum game, dimana hanya satu pihak saja yang dapat memperoleh keuntungan dari sebuah kontrak. 26 13 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.6 Risiko kredit traded markets counterparty Risiko kredit traded markets counterparty timbul ketika counterparty/pihak lawan tidak segera membayar kewajiban yang muncul dalam suatu transaksi. Sebagai contoh cash on delivery untuk mengurangi risiko kredit. Dalam prakteknya, banyak transaksi perbankan hanya akan dibayar pada saat kontrak jatuh tempo. 27 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.6 Traded markets counterparty credit risk – simple example Interest rate swap: Bank A membayar 4.75% fixed dan menerima 3 bulan LIBOR dari Bank B thd GBP 5 jt, 3 tahun swap 4.75% fixed rate Bank A Bank B 3 bulan LIBOR On 1st fixing date LIBOR set at 4.27%. Bank A On 5th fixing date LIBOR set at 5.19%. Bank A 4.75% fixed rate Bank B 4.27% 4.75% fixed rate Bank B 5.19% 28 14 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.6 Risiko kredit Traded markets counterparty Tingkat risiko kredit counterparty/pihak lawan dapat dikurangi dengan: • Pembayaran berkala antara pihak-pihak dalam kontrak • Debitur mengajukan kolateral sebagai jaminan atas kewajibannya • ‘netting’. Netting adalah proses offsett antara keuntungan dan kerugian melalui sejumlah transaksi dengan jenis kontrak yang sama atau dapat juga dilakukan dengan jenis kontrak yang berbeda. 29 5.1 Jenis-jenis risiko kredit 5.1.6 Risiko kredit traded markets counterparty Dalam risiko pasar, mark-to-market adalah proses menilai kembali posisi transaksi menggunakan harga pasar terkini. Namun demikian, penilaian mark-to-market merupakan dasar dalam perhitungan risiko kredit counterparty. Penilaian terhadap counterparty dilakukan menggunakan teknik penilaian kredit pada umumnya. dengan 30 15 5 Jenis-jenis risiko kredit 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 31 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.1 Analisa kelayakan kredit – risiko sovereign Analisa risiko sovereign berkembang pesat sejalan dengan perkembangan pasar keuangan internasional baru– yang dikenal dengan ‘emerging market’. Analisa risiko sovereign biasanya dilakukan oleh perusahaan pemeringkat seperti Standard & Poors, Moodys Investors Services and Fitchratings. Banyak pemerintah yang memiliki perusahaan pemeringkat seperti Export Credit Agencies (ECAs), yang menggaransi risiko sovereign untuk perusahaan. 32 16 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.1 Analisa Kelayakan Kredit– risiko sovereign Penilaian risiko sovereign oleh bank dilakukan dengan melihat faktor kuantitatif dan kualitatif, yang antara lain meliputi : • • • • • • • • • negara itu sendiri Faktor-faktor ekonomi (savings, investment and growth statistics) Sumber daya alam dan bahan baku. Efisiensi pasar tenaga kerja dan kualitas keahlian dan pendidikan Efisiensi pasar modal dan perbankan Pemerintah Kebijakan ekonomi makro (kebijakan suku bunga dan nilai tukar) Perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran Perkembangan inflasi dan prediksinya 33 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.1 Analisa Kelayakan Kredit– risiko sovereign • • • • • • • • • • Aliran penanaman modal asing (foreign direct investment flows) kebijakan pendapatan dan belanja pemerintah faktor-faktor politis stabilitas dan kemampuan adaptasi terhadap proses politik tingkat kesepahaman terhadap tujuan-tujuan sosial dan ekonomi faktor-faktor hukum (hak properti, hak kreditor) sistem perbankan kebijakan dan pengawasan sektor perbankan independensi organisasi pengawasan bank peran bank sentral dan mekanisme pendukung sistem perbankan 34 17 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.2 Analisa Kelayakan Kredit– corporate risk Pada saat menawarkan fasilitas pinjaman kepada nasabah korporasi, bank perlu mempertimbangkan kemampuan perusahaan tersebut untuk membayar kembali pinjaman yang diterimanya. Pendekatan tradisional dalam penilaian kelayakan kredit dipusatkan pada pelaksanaan analisa kinerja keuangan perusahaan atau lebih dikenal dengan credit analysis. 35 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.2 Analisa Kelayakan Kredit– corporate risk Baik investor maupun bank akan sangat memperhatikan stabilitas dan kesehatan perusahaan dilakukan dengan cara mengukur : • kemampuan perusahaan untuk membayar deviden secara periodik dalam jangka waktu tertentu • rasio debt to equity yang tidak terlalu tinggi yang memungkinkan perusahaan untuk menekan pengeluarannya dalam hal terjadi sesuatu kejadian yang tidak diperkirakan sebelumnya agar tetap dapat memenuhi kewajiban kepada krediturnya untuk menghindari potensi likuidasi. • Kriteria lain adalah rasio current asset terhadap current liabilities dimana menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan arus kas bersih. 36 18 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.2 Analisa Kelayakan Kredit– corporate risk Analisa kredit korporasi pada bank umum secara dominan masih menggunakan analisa rasio keuangan dan model – model yang dikembangkan bedasarkan prinsip-prinsip rasio keuangan. Analisa rasio keuangan tersebut memberikan penilaian terhadap elemen-elemen laporan keuangan berikut: • neraca • laporan laba dan rugi/income statement • laporan arus kas/cash flow statement • laporan pajak/tax statement Analisa umumnya akan terfokus pada kinerja perusahaan selama tiga tahun terakhir (historic performance). 37 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.2 Analisa Kelayakan Kredit– corporate risk Rasio-rasio utama Rasio-rasio yang digunakan dalam analisa kredit korporasi mencakup elemen-elemen tertentu perusahaan yang antara lain: Kinerja operasional Pendapatan bersih dibagi dengan kekayaan bersih dan penjualan dibagi dengan aktiva tetap debt service capability Aliran kas dibagi dengan bunga pinjaman financial gearing (leverage) Pinjaman jangka panjang dibagi dengan modal liquidity Aktiva lancar dibagi dengan kewajiban lancar Rasio-rasio dapat digunakan untuk mengembangkan grading models. Contoh, rasio-rasio yang ada dapat dibandingkan dengan rata-rata industri tertentu, dikenal dengan univariate analysis, atau digunakan dalam scoring dikenal dengan sebutan multivariate analysis. 38 19 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.2 Analisa Kelayakan Kredit– corporate risk Penilaian (valuation) Company Fokus dari analisa kredit korporasi telah berubah, akibat adanya kekhawatiran manipulasi figur pendapatan oleh perusahaan. Saat ini penilaian perusahaan seringkali didasarkan pada faktorfaktor yang mudah dilihat (tangible factors) seperti dividends plus net assets per share, dibandingkan mengkaji pendapatannya. Penilaian kinerja keuangan perusahaan melalui analisa laporan keuangan tetap harus diperhatikan, karena metode ini dapat membantu mengidentifikasi kemungkinan ‘bubble’ valuations yang dapat mengakibatkan over financing. 39 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.2 Analisa Kelayakan Kredit– corporate risk Company valuations - example The South Sea Company Archibald Hutcheson, seorang anggota parlemen Inggris, yang pada tahun 1720 memperingatkan para investor risiko berinvestasi pada the South Sea Company. Peristiwa ini dikenal dengan The Notorious South Sea Bubble. Hutcheson menciptakan cara mengevaluasi nilai saham yang masih relevan sampai saat ini. (The First Crash" by Richard Dale, Princeton University Press, 2004.) 40 20 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.3 Teknik options-based terbaru Keterbatasan teknik penilaian saham (stock valuation) dalam penilaian kredit telah teratasi dengan mulai digunakannya credit rating model yang sophisticated sebagai dasar untuk melakukan analisa kredit. Credit rating model pada dasarnya mengakomodasi unsur analisa penilaian investasi dan teknik-teknik yang sophisticated seperti teknik penilaian baru yaitu option-based to modelling credit yang dikembangkan oleh Robert C. Merton (the Nobel prize-winning economist). 41 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.3 Teknik options-based terbaru Pendekatan Merton cukup sederhana, dimana Merton mengilustrasikan pinjaman kepada perusahaan sebagai pembelian hak (option) oleh perusahaan untuk memindahkan (put) aktiva perusahaan kepada bank ketika nilai perusahaan menjadi negatif. Ini diasumsikan apabila present value dari aktiva perusahaan dikurangi present value utang perusahaan menjadi negatif. Ketika ini terjadi, tidak ada insentif bagi pemilik perusahaan untuk mempertahankan kepemilikannya perusahaan dan menyerahkan perusahaan sepenuhnya kepada bank, pemberi pinjaman dan pemegang obligasi. Selisih valuasi aktiva dan utang dapat digunakan untuk menghitung kemungkinan gagal bayar. Kemungkinan pemilik akan meninggalkan perusahaannya akan semakin besar apabila selisih valuasi semakin mendekati angka nol. 42 21 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.3 Teknik options-based terbaru Pendekatan Merton memiliki pengaruh yang cukup besar dalam grading model terkini yang digunakan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya suatu gagal bayar. Penjelasan mengenai Merton-based options models berada diluar cakupan training ini, namun cukup penting untuk mengetahui konsep dasar dari model tersebut. 43 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.4 Analisa perorangan Kelayakan Kredit – risiko kredit risiko kredit perorangan mencakup : kredit dengan agunan real estate (umumnya berupa kredit properti) dan kredit tanpa agunan (umumnya berupa kredit konsumsi). Anggaran perorangan (Personal budgets) Pemberian kredit kepada perorangan, apakah didukung dengan agunan rumah atau tanpa agunan, memerlukan pemahaman mengenai anggaran pribadi. Mengingat anggaran tersebut akan didasarkan pada jumlah kas yang diterima dan dikeluarkan oleh suatu rumah tangga, rekening bank dapat menjadi sumber informasi historis yang handal 44 22 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.4 Analisa perorangan Kelayakan Kredit – risiko kredit Credit scoring models Informasi keuangan dari bank yang mengelola rekening nasabah memberikan gambaran yang cukup bagi bank dalam memberikan pinjaman kepada nasabahnya. Credit scoring model memungkinkan bank untuk memberikan kredit kepada individual walaupun bank sebelumnya tidak pernah berhubungan dengan mereka. 45 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.4 Analisa perorangan Kelayakan Kredit – risiko kredit Lembaga referensi kredit (Credit reference agencies) Lembaga-lembaga referensi kredit memegang peranan penting dalam pertumbuhan consumer lending. Lembaga-lembaga ini mengelola catatan kredit historis seseorang dan secara ideal akan meminta kerjasama seluruh potential lenders dalam penggunaan dan pengelolaan catatan tersebut. Pertumbuhan biro-biro ini telah meningkatkan persaingan pemberian kredit tanpa agunan (unsecured lending) pada wilayah-wilayah dimana lembaga tersebut beroperasi. 46 23 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.4 Analisa perorangan Kelayakan Kredit – risiko kredit Konsumsi jangka panjang (Lifetime consumption) Keyakinan atas kemampuan seseorang untuk selalu memenuhi kewajibannya memerlukan pendekatan yang bersifat forward looking. Hal ini selanjutnya memunculkan tuntutan untuk menilai profil pendapatan dan pengeluaran seorang debitur dalam jangka panjang. Contoh: Pemberian KPR kepada seseorang yang berumur 30 tahun dan 60 tahun akan sangat berbeda Æ sumber pelunasan kredit keduanya kemungkinan besar akan sangat berbeda. 47 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.4 Analisa perorangan Kelayakan Kredit – risiko kredit Aktiva Bersih (Net assets) Pendapatan dan pengeluaran hanya merupakan salah satu dimensi kemampuan keuangan seseorang; dimensi lainnya adalah aktiva dan kewajiban. Dalam hal ini, aktiva bersih seseorang yang bernilai tinggi, seperti saham atau obligasi, dapat menjadi sumber potensial untuk pembayaran kembali kewajiban seseorang yang berusia lanjut sebagaimana contoh diatas. Peran asuransi (The role of insurance) Selain itu, perlu juga diperhatikan tingkatan dan jenis penutupan asuransi yang dimiliki debitur. 48 24 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.4 Analisa perorangan Kelayakan Kredit – risiko kredit Penilaian kelayakan (Affordability assessment) Dalam menilai kemampuan pemberian kredit, bank pada umumnya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: • sisa pendapatan (free disposable income), baik berdasarkan pendapatan individual maupun pendapatan gabungan • pendapatan setelah dikurangi pembayaran kredit • pendapatan lain-lain (income multiplies) dan kemampuan mempertahankan pembayaran di masa datang • penetapan suku bunga kredit • gangguan terhadap pendapatan dan penutupan asuransi • asuransi terhadap aktiva • perbandingan antara besarnya kredit dengan nilai rumah • Penjaminan kredit (mortgage indemnity insurance) 49 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.4 Analisa perorangan Kelayakan Kredit – risiko kredit Affordability assessment Dalam menilai kelayakan dari consumer finance, analis kredit akan memperhatikan sisa pendapatan seseorang, sebagaimana halnya dengan kredit lainnya. 50 25 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.5 Pengelolaan portofolio (Portfolio management) Perkembangan teori pengelolaan portofolio mendukung pemahaman yang lebih baik atas manfaat mempertimbangkan perubahan risiko pada keseluruhan portofolio kredit sebagai akibat pemberian kredit baru, selain mempertimbangkan risiko yang terkait dengan mempertimbangkan pemberian kredit tertentu. Dampak utama diperhitungkannya korelasi pemberian kredit adalah keengganan bank untuk memberikan kredit yang terkonsentrasi pada segmen usaha tertentu berdasarkan aspek geografis, industri maupun credit grades. Hal ini dikenal sebagai risiko konsentrasi kredit (credit concentration risk). 51 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.5 Pengelolaan portofolio (Portfolio management) Concentration risk dicakup dalam Basel II dimana dikatakan bahwa “risiko konsentrasi dapat menjadi penyebab permasalahan utama pada bank”. Concentration risk tercakup dalam Pilar 2 dimana mewajibkan bank untuk memiliki kebijakan, sistem, dan pengendalian internal untuk mengidentifikasi, mengukur, memonitor, dan mengendalikan risiko konsentrasi kredit di bank. Bank juga diminta untuk mempertimbangkan konsentrasi risiko kredit dalam penilaian kecukupan modal dengan melakukan stress testing (Pilar 2). 52 26 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.5 Pengelolaan portofolio (Portfolio management) Konsentrasi kredit mencakup eksposur yang signifikan yang adalah terkait dengan: • Counterparty individual atau kelompok counterparties yang terkait satu sama lain • sektor ekonomi atau wilayah geografi • ketergantungan pada suatu aktivitas atau komoditi tertentu • jenis agunan atau counterparty tunggal Banyak pengawas bank yang menetapkan pembatasan terhadap eksposur berjumlah besar kepada satu counterparty sebagai persentase tertentu dari modal bank. 53 5.2 Dasar dan penggunaan analisa kredit 5.2.5 Pengelolaan portofolio (Portfolio management) Concentration risk dapat dianalisa dengan memperhatikan cohort dari portofolio. Cohort adalah pengelompokan aktiva berdasarkan berbagai kriteria. Contoh; portofolio dapat dikelompokan berdasarkan industri, wilayah geografis atau credit grade. Klasifikasi tersebut menunjukkan berbagai cara pengelompokan portofolio yang dapat memberikan informasi tertentu pada waktu dilakukan analisa terhadap risiko konsentrasi yang terdapat pada keseluruhan portofolio. 54 27 5 Jenis-jenis risiko kredit 5.3 Risiko kredit dan Basel II 55 5.3 Credit risk and Basel II 5.3 Risiko Kredit dan Basel II Pillar 1 Basel II mensyaratkan bank untuk menghitung kebutuhan modal untuk risiko kredit, pasar dan operasional. Persyaratan ketentuan permodalan untuk risiko kredit juga menjadi pokok bahasan utama pada Basel I Accord. Pada Basel II, bank dapat memilih tiga pendekatan untuk menghitung persyaratan modal bagi risiko kredit, yaitu standardized approach, IRB foundation and advanced. Selain menjelaskan mekanisme dari setiap pendekatan, Bassel II juga menetapkan kriteria minimum bagi bank yang akan menggunakan pendekatan yang lebih kompleks. 56 28 5.3 Credit risk and Basel II 5.3 Risiko kredit dan Basel II Pendekatan Internal Ratings-Based (IRB) yang cukup kompleks mempersyaratkan adanya persetujuan dari pengawas sebelum bank mempergunakan pendekatan tersebut. Ketentuan mendasar yang menjadi persyaratan dasar adalah bahwa pendekatan IRB ini digunakan dalam pemberian keputusan kredit secara internal selain dipergunakan untuk mengukur risiko kredit. Karakteristik pendekatan IRB merupakan faktor yang membedakan Basel II dari Basel I. Karakteristi IRB juga membedakan tiga pendekatan yang digunakan untuk menghitung kebutuhan modal bagi risiko kredit pada Basel II. 57 29 Indonesia Certificate in Banking Risk and Regulation Part B: Pengantar Risiko Pasar, Risiko Kredit, dan Risiko Operasional 1 6 Karakteristik risiko operasional 6.1 Karakteristik risiko operasional 2 1 6.1 Karakteristik risiko operasional 6.1.1 Apakah yang operasional itu? dimaksud dengan risiko Basel II Capital Accord secara spesifik mendefinisikan risiko operasional sebagai risiko kerugian yang timbul dari kegagalan atau tidak memadainya proses internal, manusia dan sistem, atau dari kejadian-kejadian eksternal. Secara umum, risiko operasional terkait dengan sejumlah masalah yang berasal dari kegagalan suatu proses atau prosedur. Oleh karena itu, risiko operasional bukan merupakan suatu risiko baru dan tidak hanya dihadapi oleh bank. Risiko operasional ini merupakan risiko yang mempengaruhi semua bisnis bank karena merupakan suatu hal yang ‘inherent’ dalam pelaksanaan suatu proses dan aktivitas operasional. 3 6.1 Karakteristik risiko operasional 6.1.1 Apakah yang dimaksud dengan risiko operasional itu? Ruang lingkup risiko operasional Walaupun risiko operasional merupakan jenis risiko yang sudah lama dikenal namun merupakan yang paling akhir didefinisikan, dengan berbagai definisi yang mencakup berbagai kategori risiko. Definisi yang ditetapkan Basel II dalam hal ini mencakup risiko hukum namun tidak mencakup risiko bisnis, risiko strategis, dan risiko reputasi. Mungkin mengejutkan bahwa definisi risiko operasional sampai saat ini masih belum terdefinisikan secara akurat. Sebagai bagian dari pelaksanaan kegiatan usaha yang baik, sejumlah bank telah melakukan pengelolaan risiko operasionalnya tanpa menganggap hal tersebut sebagai suatu risiko sebagaimana halnya risiko kredit dan risiko pasar. 4 2 6.1 Karakteristik risiko operasional 6.1.1 Apakah yang operasional itu? dimaksud dengan risiko Contohnya, bank sejak lama menyadari bahwa pelatihan karyawan merupakan cara yang tepat untuk meningkatkan pelayanan kepada nasabah dan mengurangi kesalahan proses. Sebagai dampaknya, pelatihan karyawan yang efektif telah meningkatkan loyalitas nasabah dan mengurangi biaya-biaya untuk pembayaran kompensasi karena kesalahan bank. Dalam hal ini, bank mungkin tidak mempertimbangkan kerugian karena kesalahan karyawan sebagai kerugian karena risiko operasional dan pelatihan karyawan merupakan salah satu teknik untuk memitigasi risiko operasional. 5 6.1 Karakteristik risiko operasional 6.1.1 Apakah yang dimaksud dengan risiko operasional itu? Berbagai bentuk risiko operasional seperti fraud proses (process failure) yang tingkat kejadiannya relatif sering kali. Kejadian-kejadian tersebut menimbulkan kerugian dimana masing-masing kejadian mungkin hanya menimbulkan kerugian yang minimum (kerugian high frequency/low impact) dan dapat diatasi oleh bank dengan menerapkan kebijakan dan prosedur rutin sehari-hari yaitu pengendalian teknologi dan keamanan. Sebaliknya, kejadian besar (major events) seperti serangan teroris atau kebakaran jarang terjadi namun menimbulkan kerugian yang sangat besar pada setiap kejadiannya (low frequency/high severity). Pendekatan utama bank untuk memastikan bahwa mereka dapat terus beroperasi setelah terjadinya kejadian luar biasa adalah melalui penerapan business continuity plans & policies. Sebelum publikasi Basel II Capital Accord, pengalokasian modal untuk mengantisipasi risiko operasional merupakan hal jarang dilakukan oleh bank. 6 3 6.1 Karakteristik risiko operasional 6.1.1 Apakah yang dimaksud dengan risiko operasional itu? Karakteristik industri perbankan – dan ekonomi global – mengalami perubahan dan menuju pada peningkatan frekuensi kejadian yang berpotensi menimbulkan kerugian yang besar. Diskusi atas standar pengelolaan risiko operasional terkait tiga topik utama, yaitu : • Apakah risiko operasional itu? • Apa yang termasuk dalam cakupan risiko operasional ? • Bagaimana bank mengelola risiko operasional secara kuantitatif atau kualitatif ? 7 6.1 Karakteristik risiko operasional 6.1.1 Apakah yang dimaksud dengan risiko operasional itu? Basel II Accord telah mendefinisikan risiko operasional juga ruang lingkupnya. Sebagai tambahan, ketentuan ini juga mewajibkan bank untuk mengkuantifikasi potensi kerugian dan menerapkan prosedur yang diperlukan untuk memitigasi risiko tersebut. Untuk pertama kalinya pada Pilar 1 bank dipersyaratkan untuk mengkuantifikasi dan mengalokasikan sejumlah modal sesuai ketentuan untuk mengantisipasi kerugian karena risiko operasional, sebagaimana risiko kredit dan pasar. Kriteria dan definisi risiko operasional pada Basel II Accord memungkinkan interpretasi yang beragam. Oleh karena itu, bank berupaya mendapatkan referensi mengenai kerangka pengelolaan risiko operasional yang berlaku di industri lain untuk membantu pemenuhan ketentuan Basel II. 8 4 6.1 Karakteristik risiko operasional 6.1.2 Frekuensi versus dampak Kejadian risiko operasional diklasifikasi menjadi dua faktor : • Frekuensi – seberapa sering suatu kejadian dapat terjadi • Dampak – Jumlah kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian risiko operasional Kategori risiko operasional dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis kejadian berdasarkan frekuensi dan dampak yang ditimbulkannya, yaitu: • low frequency / low impact • low frequency / high impact • high frequency / low impact • high frequency / high impact 9 6.1 Karakteristik risiko operasional 6.1.2 Frekuensi versus dampak Secara umum pengelolaan risiko operasional fokus pada dua jenis kejadian berikut. • low frequency / high impact (LFHI) • high frequency / low impact (HFLI) Bank pada umumnya mengabaikan kejadian yang sifatnya low frequency/low impact karena biaya pengelolaan dan pemantauannya lebih tinggi daripada kerugian yang ditimbulkannya. Event dengan kategori high frequency/high impact dianggap tidak relevan karena jika jenis kejadian ini timbul pada bank maka bank tersebut akan bankrut. Dalam hal ini kerugian yang ada tidak akan dapat diperbaiki, atau pengawas akan segera melakukan langkah-langkah penyehatan bank. 10 5 6.1 Karakteristik risiko operasional 6.1.2 Frekuensi versus dampak Kejadian yang bersifat high frequency/low impact dikelola untuk meningkatkan efisiensi kegiatan usaha. Kejadian ini cenderung sudah diantisipasi dan dianggap sebagai ‘biaya pelaksanaan kegiatan usaha’. Sejumlah produk keuangan, khususnya terkait retail banking, akan memperhitungkan kejadian risiko operasional ini dalam struktur pricing. Contohnya, bank-bank yang menawarkan produk kartu kredit akan menyesuaikan struktur pricing nya untuk mengantisipasi terjadinya fraud. Kejadian yang oleh bank dianggap perlu di[perhatikan adalah kejadian yang bersifat low frequency/high impact. Sesuai dengan sifatnya, adalah kejadian ini sulit dipahami dan sulit diantisipasi. Lebih jauh lagi, event ini berpotensi menyebabkan kerugian sangat besar dan bahkan kejatuhan suatu bank. Contohnya, Barings. 11 6 Karakteristik risiko operasional 6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, dan kerugian yang diperkirakan dan kerugian yang tidak diperkirakan 12 6 6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan 6.2.1 Risiko terjadinya kerugian Seperti dijelaskan sebelumnya, Basel II Accord mendefinisikan risiko operasional sebagai “Risiko terjadinya kerugian yang disebabkan oleh kegagalan atau tidak memadainya proses internal………….”, Dengan definisi tersebut, pendekatan Basel II dapat menyebabkan kesalahan persepsi kejadian-kejadian utama yang terkait dengan risiko operasional. Definisi yang terdapat pada Basel II secara tidak langsung menyatakan bahwa hanya kegagalan operasional atau kejadian yang menimbulkan suatu kerugian, yang dianggap sebagai risiko operasional. Hal ini agak menyesatkan karena tidak semua risiko operasional menimbulkan kerugian bagi bank. Walaupun suatu kejadian dapat menimbulkan keuntungan bagi bank, kejadian tersebut tidak dapat diabaikan karena kejadian yang sama mungkin saja menimbulkan kerugian apabila terjadi kembali. 13 6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan 6.2.1 Risiko terjadinya kerugian - contoh Bank G memiliki dealing desk yang melakukan transaksi valuta asing. Setelah melakukan satu transaksi, seorang ‘trader’ salah mencatat pembelian dolar sebagai pembelian yen. Hal ini mengakibatkan trader merasa memegang posisi ‘long’ pada Yen. Untuk menyelesaikan ‘mismatch position’, dia memutuskan menjual Yen yang menurutnya dimilikinya dan membeli dollar. Sebenarnya hasil dari kekeliruan ini adalah trader tersebut telah menggandakan ‘mismatch position’ dan bukannya ‘squaring off’ (tidak mengambil posisi dalam dollars ataupun Yen). Di kemudian hari kesalahan ini disadari trader dan dia langsung menjual dollar yang dimilikinya. Untung bagi trader tersebut dimana nilai tukar dollar terhadap Yen meningkat. Dalam contoh kejadian risiko operasional yaitu kesalahan pencatatan transaksi membawa keuntungan dan bukan kerugian bagi bank. Hal ini harus dicatat sebagai suatu kejadian risiko yang hampir terjadi (near miss) untuk membantu meningkatkan proses yang dilakukan bank karena belum tentu dimasa mendatang yang terjadi sebaliknya. Keuntungan yang diperoleh dicatat sebagai keuntungan lain-lain dan bukan dari aktivitas trading. 14 7 6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan 6.2.1 Risiko terjadinya kerugian Manajemen risiko operasional pembelajaran (learning process). merupakan suatu proses Pada saat suatu kejadian muncul, atau hampir terjadi (near miss), tanpa memperhatikan konsekuensi keuangannya, adalah penting bahwa kejadian tersebut perlu dicatat dan dilakukan langkahlangkah pencegahan agar kejadian tersebut tidak terulang. Basel II Accord mempersyaratkan bank untuk menghitung modal sesuai ketentuan (regulatory capital) yang dapat dialokasikan untuk mengantisipasi potensi kerugian yang timbul dari suatu kejadian risiko operasional. Jika bank hanya menggunakan data historis yang didasarkan pada kerugian yang telah terjadi, maka estimasi yang dilakukan bank akan lebih rendah daripada potensi kerugian yang dapat terjadi di masa datang. 15 6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan 6.2.2 Kerugian yang diperkirakan versus kerugian yang tidak diperkirakan Ketika menghitung kebutuhan modal bagi risiko operasional, bank dipersyaratkan mempertimbangkan ‘expected loss’ (EL) dan ‘unexpected loss’ (UL). Ada banyak definisi berbeda tentang expected loss dan unexpected loss, berdasarkan area manajemen risiko yang ada. Bagian ini, akan mendefinisikan kedua jenis kerugian tersebut dalam konteks risiko operasional. 16 8 6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan 6.2.2 Kerugian yang diperkirakan versus kerugian yang tidak diperkirakan Kerugian yang diperkirakan (Expected loss) adalah kerugian yang timbul karena dilaksanakannya kegiatan usaha bank secara normal. Kerugian ini secara sederhana dapat didefinisikan sebagai biaya pelaksanaan kegiatan usaha. Kerugian operasional dapat terjadi selama berlangsungnya kegiatan operasional bank, seperti – kesalahan staf, kejahatan (fraud) kartu kredit, dll. Cara preventif yang terbaik untuk melindungi bank dari kerugian risiko operasional adalah dengan menghentikan kegiatan usaha. 17 6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan 6.2.2 Kerugian yang diperkirakan versus kerugian yang tidak diperkirakan Oleh karena itu bank mengasumsikan bahwa kerugian bisnis tersebut pasti terjadi sehingga EL tersebut telah dimasukkan ke dalam struktur pricing produk yang ditawarkan. Jika bank dapat menunjukkan kepada supervisor bahwa EL tersebut telah diperhitungkan dalam ‘pricing structure’ maka EL tersebut dapat dikeluarkan dalam perhitungan modal minimum, karena perhitungan modal berdasarkan risiko ditujukan untuk mengantisipasi unexpected losses (UL). Sebuah bank menggunakan metode statistik untuk memprediksi EL. Dalam hal ini bank menggunakan data historis dan pengalamannya untuk memprediksi kejadian di masa datang. Metode sederhana untuk menghitung EL adalah menghitung rata-rata (mean) dari kerugian aktual selama periode tertentu dan memperlakukannya sebagai indikasi kemungkinan kerugian di masa datang. 18 9 6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan 6.2.2 Kerugian yang diperkirakan versus kerugian yang tidak diperkirakan Kerugian yang tidak diperkirakan (Unexpected loss) adalah kerugian yang besarnya secara signifikan jauh berada di atas batas yang dapat dikategorikan sebagai kerugian yang dapat diperkirakan. Kerugian tersebut berasal dari kejadian yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya atau kejadian luar biasa yang menurut bank kecil kemungkinannya akan terjadi dan bukan merupakan kerugian yang dialami sebagai bagian kegiatan usaha sehari-hari. diasumsikan bank kecil kemungkinan terjadinya. Kerugian yang tidak diperkirakan umumnya disebabkan oleh kejadian yang sifatnya low frequency/high impact. 19 6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan 6.2.2 Kerugian yang diperkirakan versus kerugian yang tidak diperkirakan Bank mungkin saja mencoba memprediksi UL dengan menggunakan statistik, sama seperti halnya dengan EL. EL cenderung dihitung dengan menggunakan data historis dan pengalaman yang dimiliki bank. Namun bank mungkin tidak memilliki pengalaman mengenai kejadian-kejadian yang mengakibatkan kerugian yang tidak diperkirakan, contohnya serangan teroris, bencana alam, dsb. Jadi, untuk menghitung UL, bank perlu menggunakan : • Data internal yang tersedia • Data eksternal dari bank lain • Data dari skenario risiko operasional 20 10 6.2 Risiko kerugian, kejadian risiko, kerugian yang diperkirakan, dan kerugian yang tidak diperkirakan 6.2.2 Kerugian yang diperkirakan versus kerugian yang tidak diperkirakan Metode sederhana untuk menghitung UL adalah menggunakan standar deviasi. Standar deviasi adalah ukuran simpangan (distance) nilai tertentu dari nilai rata-ratanya (mean). Dalam hal ini standar deviasi akan mengukur simpangan kerugian dari suatu risiko operasional terhadap rata-rata kerugian dari seluruh kejadian risiko operasional. UL biasanya diasumsikan sebagai kerugian dengan standar deviasi yang mencakup simpangan 0,1% dari rata-rata kerugian. Untuk mengkalkulasi EL dan UL dalam Basel II, bank harus memiliki data historis baik data internal maupun eksternal, mengenai kerugian risiko operasional. Definisi dan kategori dari risiko operasional cukup bervariasi. Untuk mendukung adanya konsistensi penerapan pendekatan dalam menghitung kerugian operasional bank, Basel II Accord menetapkan serangkaian definisi standar mengenai jenis kerugian risiko operasional. 21 6 Karakteristik risiko operasional 6.3 Kejadian risiko operasional 22 11 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.1 Kategori kejadian risiko operasional Dalam kerangka Basel II, mitigasi risiko operasional tidak hanya mencakup pencatatan kerugian aktual dan memprediksi munculnya kerugian di masa depan, namun mencakup pengelolaan terhadap kejadian risiko operasional tersebut. Mengurangi kemungkinan terjadinya kejadian dan mengurangi potensi dampak suatu kejadian dapat menurunkan jumlah modal yang diperlukan untuk mengantisipasi risiko operasional. Untuk itu, pemahaman mengenai suatu kejadian operasional lebih penting daripada hanya melakukan pencatatan atas kerugian dari kejadian tersebut. 23 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.1 Kategori kejadian risiko operasional Cara yang paling mudah untuk memahami risiko operasional di bank adalah mengkategorikan risiko operasional sebagai risiko selain risiko kredit atau risiko pasar. Namun demikian, definisi ini terlalu luas dan kurang membantu dalam pengelolaan risiko operasional. Oleh karena itu pemahaman mengenai berbagai jenis kejadian operasional yang dapat menyebabkan kerugian juga diperlukan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengelompokkan risiko operasional ke dalam sejumlah kategori kejadian risiko yang didasarkan pada penyebab utama kejadian risiko (underlying cause). Walaupun Basel II Accord tidak secara formal mengungkapkannya kejadian risiko operasional dapat dikelompokkan dalam kategori berikut : • risiko proses internal • risiko manusia • risiko sistem • risiko eksternal • risiko hukum 24 12 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.2 Risiko proses internal Risiko proses internal didefinisikan sebagai risiko terkait dengan kegagalan proses atau prosedur yang terdapat pada suatu bank. Dalam pelaksanaan kegiatan usaha sehari-hari, karyawan akan melaksanakan kegiatan yang telah ditentukan sebelumnya. Kebijakan dan prosedur ini mencakup proses pengecekan dan pengendalian yang diperlukan untuk memastikan bahwa nasabah telah terlayani dengan baik dan bank tidak melanggar ketentuan dan peraturan yang berlaku. 25 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.2 Risiko proses internal Kejadian risiko proses internal meliputi : • dokumentasi– tidak memadai, tidak lengkap atau tidak tepat • pengendalian yang lemah (lack of controls) • kelalaian pemasaran (marketing errors) • kesalahan penjualan produk (misselling) • pencucian uang (money laundering) • laporan yang tidak benar atau tidak lengkap (terkait pelaporan) • kesalahan transaksi (transaction error) Pelaksanaan evaluasi dan peningkatan proses internal bank sebagai bagian dari manajemen risiko operasional dapat meningkatkan efisiensi bank. Kesalahan (error) dapat terjadi jika suatu proses terlalu rumit, tidak terstruktur, atau tidak dilaksanakan dengan semestinya, yang kesemuanya merupakan praktek bisnis yang tidak efisien. 26 13 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.2 Risiko proses internal - example Daiwa Bank, New York Pada bulan April 1995, seorang trader obligasi di Daiwa Bank, New York, mengakui kerugian sebesar USD 1,1 milyar yang selama lebih dari 11 tahun telah ditutupinya. Selama periode tersebut, setidaknya dia telah melakukan 30.000 transaksi tidak sah (unauthorized deal) tanpa seorangpun mengetahui apa yang telah dilakukannya. Menurut Alan Peachey ini menggambarkan adanya kelemahan dalam pengendalian (lack of control): audit sederhana terhadap surat-surat berharga yang outstanding akan dapat mengungkap transaksi tidak sah tersebut, namun selama periode tersebut tidak pernah dilakukan audit. 27 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.3 Risiko manusia Risiko manusia didefinisikan sebagai risiko terkait dengan karyawan bank. Bank sering menyatakan bahwa asset yang paling berharga adalah karyawan. Namun, justru karyawan bank-lah yang umumnya menjadi penyebab kejadian risiko operasional. Kejadian-kejadian dapat terjadi kapan saja, baik di sengaja maupun tidak, dan dapat terjadi pada seluruh bagian dari organisasi. Kejadian risiko manusia dapat terjadi pada fungsi manajemen risiko, dimana kualifikasi dan keahlian karyawan pada fungsi tersebut merupakan hal yang diutamakan. 28 14 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.3 Risiko manusia Area-area yang umumnya terkait dengan risiko manusia adalah : • permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja • perputaran karyawan yang tinggi (high staff turnover) • penyelewengan intern (internal fraud) • perselisihan tenaga kerja (labor disputes) • praktik manajemen yang buruk (poor management practices) • pelatihan karyawan yang tidak memadai (poor staff training) • terlalu bergantung pada karyawan tertentu (over reliance on key staff) • aktivitas yang dilakukan rogue trader 29 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.3 Risiko manusia – example UBS Warburg, Tokyo Pada akhir November 2001, UBS Warburg, bank yang berkantor pusat di Swiss, kehilangan sekitar USD 50 juta pada trading book-nya akibat kesalahan salah satu karyawannya. Seorang trader UBS Warburg di Tokyo salah menjual 610,000 saham Dentsu pada harga JPY16 setiap lembarnya, yang seharusnya 16 lembar saham seharga JPY610,000 setiap lembarnya. Transaksi tersebut tetap dieksekusi walaupun order penjualan dipertanyakan oleh sistem komputer. 30 15 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.4 Risiko sistem Risiko sistem adalah risiko yang terkait dengan penggunaan sistem dan teknologi. Saat ini semua bank sangat bergantung pada sistem dan teknologi untuk mendukung kegiatan usahanya sehari-hari. Dengan kata lain bank tidak dapat beroperasi tanpa dukungan sistem komputer. Namun demikian, penggunaan teknologi ini mengakibatkan timbulnya risiko operasional. 31 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.4 Risiko sistem Kejadian risiko sistem dapat disebabkan oleh : • data yang tidak lengkap (data corruption) • kesalahan input data (data entry errors) • pengendalian perubahan data yang tidak memadai (inadequate change control) • pengendalian proyek yang tidak memadai (inadequate project control) • kesalahan pemrograman (programming errors) • ketergantungan pada teknologi ‘black box’-keyakinan bahwa model matematis yang terdapat pada sistem internal pasti benar • gangguan pelayanan (service interruption) • masalah keamanan sistem (system security), misalnya virus dan hacking • kesesuaian sistem (system suitability) • penggunaan teknologi yang belum diuji coba. 32 16 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.4 Risiko sistem Secara teoritis, kegagalan menyeluruh pada teknologi yang digunakan suatu bank adalah kejadian sangat mungkin menyebabkan kejatuhan bank tersebut. Saat ini ketergantungan pada teknologi sudah sedemikian rupa sehingga tidak bekerjanya komputer dapat menyebabkan bank tidak beroperasi dalam jangka waktu tertentu. Namun demikian, sejauh ini kegagalan komputer belum sampai menyebabkan kejatuhan suatu bank. Ketakutan akan kegagalan teknologi senantiasa menjadi fokus perhatian manajemen senior pada kebanyakan bank. Dalam hal ini sejumlah bank telah melakukan investasi yang cukup besar pada pengembangan teknologi komputer mutakhir. Namun demikian, ada kejadian dimana proyek sistem yang cukup besar ditinggalkan karena keuntungan yang diharapkan tidak terealisasi atau biaya yang dikeluarkan melonjak diluar kendali. 33 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.4 Risiko sistem Untuk mengendalikan risiko terjadinya kegagalan, sejumlah bank yang telah menerapkan teknik manajemen risiko yang difokuskan pada manajemen proyek “best practices”. Manajemen proyek “best practice” sering dimulai dengan tahap penilaian risiko (risk assessmet phase). Perlu diketahui bahwa banyak bank di Inggris yang masih menggunakan sistem yang telah berumur 30 tahun untuk mendukung elemen-elemen utama dari pemrosesan transaksi nasabah. Namun demikian, risiko kegagalan dalam penggantian sistem lama telah menyebabkan keengganan untuk melakukan tindakan apapun. Kontribusi proses manajemen proyek “best practice” (seperti Prince II) dapat menyebabkan upaya memitigasi risiko, menjadi suatu hal di luar ruang lingkup training ini. 34 17 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.4 Risiko sistem – contoh Bank of Scotland Pada bulan Oktober 2000 kegagalan komputer yang hampir menyeluruh di Bank of Scotland telah menyebabkan tidak beroperasinya seluruh mesin ATM dan fasilitas internet banking yang dimiliki bank tersebut. Kegagalan tersebut juga telah menyebabkan tidak dapat digunakannya kartu debit ‘Switch’ untuk transaksi berjumlah besar. Kegagalan tersebut terjadi pada saat jam makan siang dan berlangsung selama 3 jam. Dampak lebih lanjut adalah pemrosesan yang biasanya dilakukan pada waktu malam hari tidak dapat diselesaikan sehingga beberapa tagihan (paycheck) nasabah tidak dapat di kliringkan pada waktunya Æ proses ini dikenal dengan The knock-on effects 35 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.5 Risiko eksternal Risiko eksternal adalah risiko yang terkait dengan kejadian yang berada di luar kendali bank secara langsung. Kejadian risiko eksternal umumnya adalah low frequency/high impact dan konsekuensinya menyebabkan unexpected losses. Contoh perampokan, serangan teroris berskala besar. 36 18 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.5 Risiko eksternal Kejadian-kejadian tersebut dapat disebabkan oleh: • kejadian pada bank lain yang memiliki dampak pada keseluruhan industry perbankan • external fraud dan pencurian • kebakaran • bencana alam • kegagalan perjanjian outsourcing • penerapan ketentuan baru • kerusuhan dan unjuk rasa • terorisme • Tidak beroperasinya sistem transportasi sehingga karyawan tidak dapat hadir di tempat kerja • Kegagalan utility service seperti pemadaman listrik 37 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.5 Risiko eksternal Secara historis, bank telah secara aktif memperhatikan risiko eksternal untuk melindungi bank dari dampak yang tidak menguntungkan, misalnya kemungkinan pencurian. Banyak kejadian eksternal yang memiliki dampak cukup besar sehingga dapat mempengaruhi kemampuan bank dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sebagai konsekuensinya upaya-upaya yang cukup besar telah dilakukan bank untuk meyakinkan bahwa bank tetap dapat beroperasi setelah timbulnya kejadian risiko eksternal. Hal ini dikenal dengan business continuity planning atau business resumption planning. Sebelum Basel II fokus utama dari manajer risiko operasional sebuah bank adalah business continuity planning. 38 19 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.5 Risiko eksternal – contoh National Westminster Bank Pada April 1993, NatWest Tower, gedung pencakar langit yang merupakan kantor pusat National Westminster Bank mengalami kerusakan berat setelah teroris meledakkan bom di kota London. Perbaikan besar-besaran pada bagian eksterior maupun interior gedung menelan biaya sebesar GBP75 juta. 39 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.6 Risiko hukum Risiko hukum adalah risiko yang timbul dari adanya ketidakpastian karena dilakukannya suatu tindakan hukum atau ketidakpastian dalam penerapan atau interpretasi suatu perjanjian, peraturan atau ketentuan. Risiko hukum berbeda-beda bagi setiap negara dan semakin meningkat sebagai akibat: • Penerapan ketentuan know-your-customer (KYC) yang terutama ditimbulkan oleh tindakan terorisme, dan • Penerapan ketentuan perlindungan data yang disebabkan reaksi terhadap semakin meningkatnya penggunaan informasi nasabah untuk tujuan pemasaran produk. Pada beberapa negara risiko hukum timbul sebagai akibat ketidakjelasan posisi hukum, misalnya permasalahan hak cipta atau kepailitan. 40 20 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.6 Risiko hukum– contoh Bear Sterns Pada bulan Juni 1999, Bear Sterns, sebuah investment bank di Amerika, menyetujui untuk membayar SEC (Securities and Exchange Commission) sebesar USD 25 juta untuk menyelesaikan permasalahan yang terkait kegiatan back office-nya. Perusahaan ini telah bertindak sebagai clearing agent untuk A.R. Baron, sebuah perusahaan sekuritas kecil yang bangkrut pada tahun 1996. Sejak saat itu Bern Sterns menjadi subyek penyelidikan tindak kejahatan yang terkait dengan tuduhan telah melakukan penipuan pada investornya sebesar USD 75 juta. SEC melibatkan Bear Sterns dalam kasus ini karena Bear Sterns seharusnya memberitahukan pengawasnya mengenai transaksi yang dilakukan Baron karena mengetahui semua transaksi dan fraud yang dilakukan Baron. 41 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.7 Boundary event Salah satu tantangan dalam mengukur dan mengelola risiko operasional adalah untuk mengidentifikasi kejadian mana yang merupakan kejadian risiko kredit, risiko pasar atau kejadian risiko lainnya. Pada waktu suatu kejadian risiko terjadi, menetapkan penyebab yang pasti seringkali tidak mudah Keadaan ini disebut boundary event karena kejadian tersebut secara potensial dapat terjadi secara lintas batas antara berbagai jenis risiko Permasalahan umum adalah bahwa risiko kerugian seringkali terjadi dari kombinasi berbagai kejadian daripada sekedar satu faktor tertentu. Contoh: kasus kejatuhan Barings 42 21 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.7 Boundary events Kejatuhan Barings dapat diklasifikasikan kejadian risiko operasional, pasar, bisnis atau strategis. Kurang memadainya pengendalian, tidak ada pemisahan tugas (non-separation of duties), dan adanya “rogue trader” mengindikasikan kejadian risiko operasional merupakan penyebab kejatuhan Baring (risiko proses internal dan risiko manusia). Kerugian finansial timbul sebagai akibat transaksi derivative di Singapore Futures Exchange atau diklasifikasikan sebagai kejadian risiko pasar. Terakhir pimpinan Barings telah mengambil keputusan yang patut dipertanyakan terkait kegiatan “dealing” di Singapura termasuk pengiriman tambahan dana sebesar GBP550 juta untuk kewajiban pembayaran atas transaksi yang dilakukan. Hal ini dapat diklasifikasikan sebagai kejadian risiko strategis/risiko bisnis. 43 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.7 Boundary events Solusi umum terhadap permasalahan boundary risk event adalah dengan mengklasifikasikan kejadian berdasarkan penyebab utamanya. Dalam contoh Barings, penyebab utamanya adalah risiko operasional, karena bila dilakukan pengendalian yang efektif , Barings akan dapat: • mengidentifikasi bahwa seorang rogue trader telah melakukan transaksi yang melebihi limit yang diberikan kepadanya dan akan menghentikan aktivitas “trader” tersebut sedini mungkin. • mencegah dilakukannya transaksi “catastrophic” • menghindari keputusan strategis yang mendukung transaksi yang dilakukan rogue trader karena akan dapat mengetahui alasan permintaan tambahan dana dan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai risiko yang dihadapi. 44 22 6.3 Kejadian risiko operasional 6.3.7 Boundary events Tidak selalu mudah untuk mengidentifikasi penyebab utama suatu kejadian. Namun demikian, identifikasi boundary event tetap perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya double accounting dalam penghitungan modal atau tidak diperhitungkannya kejadian tersebut sama sekali. Metode yang digunakan bank untuk menghitung kebutuhan modal bagi risiko pasar, kredit dan operasional berbeda-beda maka perlu dilakukan alokasi kejadian risiko pada kategori yang tepat. Hal ini menjadi lebih penting apabila bank menggunakan metodologi yang mendasarkan pada data historis internal (spt OpVaR dan pendekatan Internal Rating Based untuk risiko kredit). Jadi penting bagi bank untuk menetapkan kebijakan yang jelas untuk mengklasifikasikan boundary events. 45 6 Karakteristik risiko operasional 6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan 46 23 6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan 6.4.1 Perubahan karakteristik risiko operasional Sejak bank pertama kali ada melakukan transaksi pertamanya, bank telah mengambil langkah-langkah untuk meminimalisasi risiko operasional, misalnya dari kemungkinan pencurian. Namun demikian, karakteristik risiko operasional telah mengalami perubahan seiring perubahan besar pada kemajuan teknologi dan globalisasi. Dalam hal ini kejadian besar yang high profile semakin sering terjadi dan dampaknya semakin meningkat. Konsekuensinya, pendekatan dalam manajemen risiko operasional telah berubah untuk menyelaraskan manajemen risiko dengan perubahan yang terjadi pada corporate governance dan tanggung jawab manajemen. Selain itu, bank mulai menyadari bahwa manajemen risiko operasional yang baik akan memberikan keuntungan bagi bank. 47 6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan 6.4.1 Perubahan karakteristik risiko operasional Dalam 15 tahun terakhir, jumlah kejadian operasional yang dampaknya luar biasa terus mengalami peningkatan. Hal ini antara lain disebabkan oleh semakin luasnya cakupan pemberitaan kejadian tersebut. Komunikasi global yang bersifat instant membawa pengaruh pada diberitakannya beberapa kasus kejadian risiko operasional pada saat terjadinya secara langsung seperti misalnya: • Kebangkrutan BCCI dan Barings Bank • kerusakan berat NatWest Tower di London, akibat bom (1993) • Serangan teroris terhadap The World Trade Center, New York pada11 September 2001. 48 24 6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan 6.4.1 Perubahan karakteristik risiko operasional – contoh ‘ Permasalahan Y2K’ Contoh klasik dari risiko operasional adalah ‘permasalahan Y2K’ Diperkirakan sekitar USD 400 miliar telah dikeluarkan perusahaanperusahaan di seluruh dunia untuk menyempurnakan program komputer agar dapat mengenali tahun 2000. Untuk meminimalkan ukuran program komputer, pada tahun 1970an dan 1980an programer menyimpan data tahun dengan menggunakan dua angka terakhir, misalnya angka ’78’ sebagai pengganti angka tahun 1978. Pada pertengahan 1990an, bank mulai menyadari bahwa pada tanggal 1 Januari 2000 sistem komputer akan mulai tidak bekerja dengan sempurna karena perubahan tahun dari 99 ke 00 (tahun 1999 ke tahun 1900, bukan 2000). Akibatnya program akuntansi yang digunakan akan menambahkan 100 tahun pada rekening-rekening yang ada. Akibat kasus ini untuk pertama kali secara global, bank menyadari bahwa kejadian risiko operasional dapat mempengaruhi peringkat kredit nasabahnya. 49 6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan 6.4.1 Perubahan karakteristik risiko operasional Upaya untuk menghadapi permasalahan Y2K ternyata menghasilkan keuntungan yang tidak diperkirakan sebelumnya bagi bank. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan mencakup pemahaman mengenai proses utama yang dilakukan bank dan bagaimana interaksinya (dikenal dengan process mapping). Proses bisnis pada bank berubah sejalan dengan perubahan dan perkembangan bisnis. Selama perubahan Y2K, banyak bank yang dapat mengidentifikasi inefisiensi dalam proses bisnisnya dengan cara menganalisa business process maps. 50 25 6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan 6.4.1 Perubahan karakteristik risiko operasional Implementasi kebijakan dan prosedur manajemen risiko operasional dapat memperbaiki proses internal yang ada di bank. Beberapa teknik mitigasi risiko operasional dimulai dari process mapping dan mencakup upaya untuk meminimalisasi kemungkinan kegagalan, ketidakjelasan dan kesia-siaan. 51 6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan 6.4.2 Mengapa 'severity' kejadian risiko operasional meningkat Dampak kejadian risiko operasional secara bertahap meningkat. Dampak kejadian risiko yang semakin meningkat disebabkan oleh peningkatan: • otomasi • ketergantungan pada teknologi • outsourcing • terorisme • globalisasi • Insentif dan trading – ‘rogue trader’ • Volume dan nilai transaksi • litigasi 52 26 6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan 6.4.2 Mengapa 'severity' kejadian risiko operasional meningkat Otomasi Cukup banyak bank yang mulai meninggalkan ketergantungan proses klerikal dan menjadi lebih tergantung pada proses yang otomasi. Seseorang mungkin relatif lebih sering membuat kesalahan tetapi kesalahan tersebut relatif lebih mudah ditemukan, dan jarang suatu kesalahan dilakukan berulang-ulang oleh sekelompok orang. Apabila ada kesalahan pada program komputer maka kesalahan tersebut akan terjadi berulang dan sulit untuk dideteksi. Selain itu, otomasi menyebabkan akumulasi kesalahan yang berakibat kerugian yang signifikan pada saat ditemukan. 53 6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan 6.4.2 Mengapa 'severity' kejadian risiko operasional meningkat Ketergantungan pada teknologi Ini merupakan dampak lanjutan dari otomasi, ketergantungan bank pada teknologi di seluruh aspek meningkat mulai dari otomasi massal sampai kepada produk-produk yang dikemas secara khusus. Contoh, pendanaan suatu produk dan teknik manajemen risiko semakin kompleks, dengan peningkatan ketergantungan pada teknologi dan model penghitungan matematis yang rumit. Implementasi yang salah dan kurangnya pemahaman atau ketergantungan pada akurasi teknologi dapat menyebabkan kerugian bank. 54 27 6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan 6.4.2 Mengapa 'severity' kejadian risiko operasional meningkat Ketergantungan pada teknologi Teknologi baru juga mengubah cara nasabah berinteraksi dengan bank. Sebagai dampaknya, batas antara sistem internal bank dengan sistem yang digunakan nasabah secara eksternal menjadi tidak jelas. Banyak nasabah melakukan transaksi melalui internet secara langsung tanpa menggunakan pegawai bank sebagai intermediary. Berdasarkan kenyataan, semakin banyak nasabah yang menggunakan produk perbankan berbasis teknologi. Penghentian atas layanan yang didasarkan teknologi akan membuat dampak besar bagi nasabah bank dan bank itu sendiri. 55 6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan 6.4.2 Mengapa 'severity' kejadian risiko operasional meningkat Outsourcing Banyak bank yang melakukan outsource sebagai kegiatan usahanya bahkan pada perusahaan-perusahaan yang berada di negara lain. Hal ini dilakukan dalam rangka penghematan biaya dan efisiensi Namun demikian, outsourcing dapat menimbulkan risiko operasional yang berada di luar kendali bank karena: • Bank menyerahkan sebagian jasa layanan nasabah kepada pihak outsourcer • Outsourcer dapat terpengaruh oleh gejolak ekonomi tertentu yang dampaknya mungkin tidak seluruhnya diungkapkan secara transparan kepada bank atau pengawas bank • Penyedia jasa outsourcing mungkin harus mematuhi ketentuan lain selain ketentuan perbankan 56 28 6.4 Bagaimana risiko operasional mengalami perubahan 6.4.2 Mengapa 'severity' kejadian risiko operasional meningkat Peningkatan volume dan nilai transaksi Liberalisasi pasar keuangan, otomasi dan teknologi, serta globalisasi telah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dramatis pada nilai dan volume transaksi. Oleh karena itu, potensi kerugian maksimum yang berasal dari kejadian risiko operasional, khususnya yang terkait dengan traded market juga meningkat. 57 6.5 Basel II dan risiko operasional 6.5 Basel II dan risiko operasional Basel II Capital Accord telah mengubah manajemen risiko operasional bagi bank menuju arah baru. Dalam Pilar 1 bank dipersyaratkan untuk mengkuantifikasi risiko operasional, mengukur risiko operasional tersebut dan mengalokasikan sejumlah modal sebagaimana yang dilakukan pada risiko kredit dan risiko pasar. Dan bank diharapkan dapat mengelola risiko operasional untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kejadian risiko. Risiko operasional merupakan aspek yang paling kontroversial dalam Basel II. Tujuannya adalah mengarahkan bank mengalokasikan modalnya bagi hal-hal yang dianggap risiko operasional. 58 29 6.5 Basel II dan risiko operasional 6.5 Basel II dan risiko operasional Basel II memahami bahwa untuk beberapa bank konsep modal sesuai ketentuan cukup menyulitkan karena pengukuran risiko operasional bukan suatu ilmu pasti. Beberapa kejadian risiko operasional terjadi akibat tindakan seseorang dan dapat disebabkan oleh kesalahan yang berulang-ulang selama periode yang cukup lama. Kenyataannya, beberapa kejadian luar biasa yang menyebabkan kebangkrutan lebih disebabkan oleh kejadian-kejadian yang tidak diperkirakan sebelumnya, akumulasi permasalahan dalam jangka panjang pada prosedur utama atau prosedur pelaporan. 59 6.5 Basel II dan risiko operasional 6.5 Basel II dan risiko operasional Alan Peachy menyanggah pendapat bahwa kejatuhan Barings lebih disebabkan oleh adanya gempa bumi di Kobe, Jepang pada bulan January 1995. “Gempa bumi telah menyebabkan kejatuhan besar pada pasar saham Jepang yang selanjutnya menyebabkan timbulnya margin call atas posisi yang diambil Nick Lesson, sehingga bank mengalami kerugian” 60 30 6.5 Basel II dan risiko operasional 6.5 Basel II dan risiko operasional Basel II Accord memperkenankan bank untuk menggunakan salah satu dari tiga pendekatan dalam perhitungan kebutuhan modal bagi risiko operasional (operational risk capital). Bank dapat berpindah dari sistem yang sederhana, sebagaimana pada perhitungan risiko kredit Basel I menuju pada pendekatan yang menggunakan “highly complex statistics (OpVar)”. Pendekatan tersebut adalah: - Basic Indicator Approach - Standardised Approach - Advanced Measurement Approach. 61 31 Indonesia Certificate in Banking Risk and Regulation Part C: Pengawasan, pengungkapan dan governance 1 Bab 7. Pengantar supervisory review dan persyaratan pengungkapan bagi bank 7.1 Pentingnya supervisory review 2 1 7.1 Pentingnya supervisory review 7.1 Pentingnya supervisory review Supervisory review terhadap bank tidak hanya ditujukan untuk memastikan kepatuhan terhadap persyaratan modal minimum, tetapi juga untuk mendorong bank mengembangkan & menggunakan teknik manajemen risiko yang terbaik. Pilar 1 menjelaskan formula yang digunakan untuk menentukan persyaratan modal minimum (minimum regulatory capital) dengan memperhitungkan risiko pasar, kredit, dan operasional. Pilar 2 menetapkan prinsip-prinsip proses supervisory review yang harus digunakan pengawas (sebagai pelengkap perhitungan modal pada Pilar 1) untuk mengevaluasi kecukupan modal bank. 3 7.1 Pentingnya supervisory review 7.1 Pentingnya supervisory review Pillar 2 membahas tiga area utama yang tidak didiskusikan, atau berada diluar cakupan Pilar 1, yaitu: • Risiko yang belum sepenuhnya didiskusikan pada Pilar 1, seperti risiko konsentrasi kredit (credit concentration risk) • Risiko yang sama sekali belum dibahas Pilar 1, seperti risiko tingkat suku bunga pada banking book. • Faktor-faktor diluar kendali bank (misalnya pengaruh siklus bisnis). Aspek lain yang penting dari Pilar 2 adalah penilaian kepatuhan terhadap standar minimum yang ditetapkan untuk penggunaan metode perhitungan modal yang lebih kompleks pada Pilar 1 4 2 7.1 Pentingnya supervisory review 7.1 Proses Penilaian Internal Terhadap Modal (Internal capital assessment process) Supervisory review tidak dapat menggantikan pelaksanaan manajemen yang baik. Direksi dan pejabat senior bank tetap memiliki tanggungjawab untuk memastikan bahwa mereka memelihara modal yang cukup untuk mendukung aktivitas bisnis bank, termasuk memperhitungkan aspekaspek yang belum dicakup Pilar 1. Manajemen bank bertanggung jawab untuk mengembangkan proses penilaian internal terhadap modal yang mampu mengevaluasi risiko dan faktor-faktor pengendalinya pada semua lini usaha bank. Penilaian modal merupakan suatu proses berkelanjutan sebagai bagian integral dari pengelolaan kegiatan usaha bank. 5 7.1 Pentingnya supervisory review 7.1 Proses Penilaian Internal Terhadap Modal Proses penilaian internal terhadap modal dilakukan untuk mengevaluasi kebutuhan modal saat ini dan memperkirakan kebutuhan modal di masa datang. Manajemen bank menggunakan perkiraan untuk setiap lini usahanya dalam penetapan target modal dan selanjutnya akan menghitung kebutuhan modal bank secara keseluruhan. Manajemen bank akan memonitor kebutuhan modal yang sebenarnya terhadap target modal yang ditetapkan sebelumnya sebagai bagian dari pengawasannya terhadap kegiatan usaha bank. 6 3 7.1 Pentingnya supervisory review 7.1 Supervisory pengawasan review dan tindak lanjut Kelayakan proses penilaian internal terhadap modal akan dievaluasi oleh otoritas pengawas perbankan (jika di Indonesia Æ Bank Indonesia). Evaluasi ini, bersama dengan faktor-faktor lain yang akan didiskusikan lebih lanjut pada bab ini, akan menentukan target rasio permodalan yang ditetapkan untuk bank. Kelemahan dalam proses penilaian internal terhadap modal akan tercermin pada target rasio permodalan yang ditetapkan untuk bank. Rasio permodalan yang lebih tinggi akan mengurangi tingkat kegiatan usaha yang dapat didukung oleh modal bank. Hal ini selanjutnya diperkirakan akan menurunkan keuntungan bank sebagai akibat dari berkurangnya kegiatan usaha dan biaya yang relatif lebih tinggi untuk mempertahankan peningkatan permodalan pada tingkat kegiatan usaha tertentu. 7 7.1 Pentingnya supervisory review 7.1 Supervisory pengawasan review dan tindak lanjut Dengan pertimbangan di atas, maka insentif bagi bank tidak hanya bersumber dari aspek kehati-hatian (prudential) tetapi juga dari aspek komersial untuk mengembangkan dan mempertahankan proses penilaian internal terhadap modal yang berkualitas. Hal ini merupakan faktor penting dalam proses supervisory review karena akan dapat memastikan bahwa proses pemenuhan ketentuan menjadi suatu bagian integral dari manajemen bank. Namun demikian perlu dicatat bahwa peningkatan permodalan tidak dapat menggantikan perbaikan yang diperlukan atas kegagalan atau kurang memadainya aspek pengendalian. 8 4 7.1 Pentingnya supervisory review 7.1 Supervisory pengawasan review dan tindak lanjut Walaupun para pengawas dapat meningkatkan rasio permodalan sebagai respon terhadap kelemahan-kelemahan yang teridentifikasi, pengawas juga dapat melakukan tindakan lainnya untuk mengatasi kelemahan tersebut dengan cara : • menetapkan target yang harus dicapai dalam perbaikan struktur manajemen risiko • menetapkan prosedur internal yang lebih ketat • meningkatkan kualitas pegawai melalui pelatihan atau rekrutmen 9 7.1 Pentingnya supervisory review 7.1 Supervisory pengawasan review dan tindak lanjut Dalam kasus ekstrim, pengawas dapat menurunkan tingkat risiko atau kegiatan usaha bank hingga masalah yang ada terselesaikan atau dapat dikendalikan. Contoh, pengawas dapat meminta bank menghentikan kegiatan pada lini usaha tertentu hingga faktor-faktor pengendalinya diperbaiki. Basel Committee memandang proses supervisory review sebagai suatu interaksi aktif antara bank dan pengawas. Dengan demikian, masalah yang timbul dapat segera diidentifikasi dan dapat segera diambil tindakan yang diperlukan untuk mengembalikan posisi permodalan bank ke tingkat yang cukup memadai. 10 5 7 Pengantar supervisory review dan persyaratan pengungkapan bagi bank 7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama 11 7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama 7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama Basel Committee menetapkan 25 prinsip utama pengawasan dalam “Core Principles for Effective Banking Supervision”, yang dipublikasikan pada bulan September 1997. Prinsip-prinsip utama tersebut meliputi aspek-aspek sebagai berikut: • Pra-kondisi untuk pengawasan perbankan yang efektif (effective banking supervision) • perizinan dan struktur • pengaturan prinsip kehati-hatian (prudential) • metode pengawasan perbankan yang diterapkan • informasi yang dipersyaratkan • kewenangan formal • perbankan antar negara Pilar 2 mengidentifikasi 4 prinsip penting supervisory review untuk melengkapi 25 prinsip utama diatas. 12 6 7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama 7.2.1 Prinsip 1 Bank harus memiliki suatu proses untuk menilai kecukupan modal secara keseluruhan dalam hubungannya dengan profil risiko yang ada dan harus memiliki strategi untuk mempertahankan tingkat permodalannya. Manajemen bank bertanggungjawab untuk memastikan bahwa bank memiliki modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan dimasa datang. Target modal bank harus ditentukan secara tepat dan konsisten dengan profil risiko serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Target modal tersebut harus menjadi bagian dari perencanaan strategis bank dan harus memasukkan unsur stress testing secara menyeluruh 13 7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama 7.2.1 Dasar 1 Basel II menjelaskan lima aspek proses penilaian modal yang seharusnya dilakukan bank, yaitu : • pengawasan oleh direksi dan manajemen senior • penilaian modal yang tepat • penilaian risiko yang komprehensif • pengawasan dan pelaporan • evaluasi pengendalian internal 14 7 7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama 7.2.2 Prinsip 2 Pengawas harus meneliti & mengevaluasi metode penilaian dan strategi internal kecukupan modal yang digunakan bank, serta kemampuan mereka untuk memonitor dan memastikan kepatuhan terhadap rasio permodalan sesuai ketentuan berlaku (regulatory capital ratio). Pengawas harus melakukan tindakan yang tepat jika proses yang digunakan bank dinilai tidak memadai. 15 7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama 7.2.2 Prinsip 2 Proses supervisory review yang dilakukan secara reguler harus : • menguji perhitungan eksposur risiko dan mengakomodasi risiko dalam persyaratan permodalan (capital requirement) • menekankan pada aspek kualitas proses dan kualitas pengendalian internal yang terkait dengan proses tersebut. • menguji kerangka kerja penilaian modal yang dimiliki bank untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahannya • menghindarkan pemberian rekomendasi terhadap struktur kerangka kerja penilaian modal mengingat hal tersebut merupakan tanggungjawab manajemen bank. 16 8 7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama 7.2.2 Dasar 2 Proses review dapat melibatkan berbagai kombinasi dari metode pengumpulan informasi berikut : • kunjungan ke bank (on-site visits) • review tanpa melakukan kunjungan ke bank (off-site reviews) • pertemuan dengan manajemen bank • meneliti hasil kerja auditor eksternal yang relevan dengan proses review ƒ memonitor laporan-laporan periodik 17 7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama 7.2.3 Prinsip 3 Pengawas harus mendapatkan keyakinan bahwa bank beroperasi diatas rasio permodalan minimum sesuai ketentuan dan harus memiliki kewenangan untuk meminta bank untuk memelihara modal diatas jumlah minimum Persyaratan modal minimum yang ditetapkan dalam Pilar 1 memasukkan faktor provisi untuk mengantisipasi unsur ketidakpastian yang dapat mempengaruhi industri perbankan secara keseluruhan. Ketentuan-ketentuan dalam Pilar 1 dirancang untuk memberikan standar modal minimum bagi bank : • yang memiliki aspek-aspek pengendalian yang memadai. • yang memiliki portolio risiko yang terdiversifikasi • yang kegiatan usahanya mencakup risiko-risiko yang terdapat dalam Pilar 1. 18 9 7.2 Uraian singkat tentang empat prinsip utama 7.2.4 Prinsip 4 Pengawas harus dapat melakukan tindakan sedini mungkin untuk mencegah penurunan modal di bawah jumlah minimum yang diperlukan untuk mendukung karakteristik risiko bank dan harus segera melakukan tindakan perbaikan jika modal bank tidak dapat dipertahankan atau dikembalikan ke posisi semula. Jika bank gagal mempertahankan kecukupan modalnya, pengawas dapat menggunakan kewenangannya untuk mengambil langkah langkah perbaikan. Pengawas dapat meningkatkan persyaratan modal bank sebagai tindakan jangka pendek sementara masalah mendasarnya diselesaikan. Peningkatan persyaratan modal tersebut dapat disesuaikan kembali apabila pengawas yakin bahwa permasalahan bank telah dapat diatasi. 19 7 Pengantar supervisory review dan persyaratan pengungkapan bagi bank 7.3 Sifat pengungkapan 20 10 7.3 Sifat pengungkapan 7.3 Sifat pengungkapan Pengungkapan (Disclosure) adalah penyebarluasan informasi kepada masyarakat mengenai hal-hal yang bersifat material terhadap evaluasi kegiatan usaha suatu perusahaan Pengungkapan (disclosure) dianggap penting karena menyediakan informasi yang relevan bagi investor mengenai kinerja perusahaan saat ini dan dimasa datang. Oleh karena itu perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa saham harus memenuhi persyaratan pengungkapan yang lebih ketat dibandingkan dengan perusahaan yang sahamnya dimiliki secara terbatas. 21 7.3 Sifat pengungkapan 7.3 Sifat pengungkapan Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir pengungkapan (disclosure) semakin dianggap sebagai mekanisme penting untuk masalah kebijakan publik seperti : • penerapan standar tata kelola perusahaan (corporate governance standards) yang disempurnakan, terutama sebagai reaksi atas kasus corporate governance terkini : seperti Enron dan WorldCom di USA dan Parmalat di Italia. • perbaikan transparansi kebijakan perusahaan yang mempengaruhi masalah kebijakan publik seperti pengungkapan keuangan, keragaman etnis, dan masalah lingkungan dan konservasi alam. 22 11 7.3 Sifat pengungkapan 7.3 Laporan Keuangan Secara umum, perusahaan (baik yang sudah maupun yang belum go public) diharuskan menyusun laporan keuangan (misalnya, laporan laba rugi, neraca, dan laporan pajak). Laporan keuangan ini harus diaudit oleh auditor eksternal dan disusun menurut standar akuntansi nasional yang berlaku (yang mungkin berupa International Accounting Standards). 23 7.3 Sifat pengungkapan 7.3 Persyaratan otoritas pasar modal Bagi perusahaan yang telah tercatat pada bursa saham, perusahaan tersebut harus mengungkapkan hal-hal yang dipersyaratkan oleh ketentuan yang berlaku di bursa saham. Peraturan pasar modal dapat mempersyaratkan publikasi berbagai macam laporan (seringkali disebut dengan penyerahan dokumen ). Otoritas pasar modal akan sangat memperhatikan kebutuhan pemegang saham dan umumnya dokumen-dokumen yang diserahkan berisi informasi keuangan yang sangat rinci. Otoritas pasar modal tidak hanya berwenang menetapkan peraturan tetapi juga bertanggung jawab untuk memastikan penerapan pengungkapan (disclosure) yang diminta oleh regulator lainnya . 24 12 7.3 Sifat pengungkapan 7.3 Legislasi Contoh terkini yang terbaik mengenai legislasi adalah Sarbanes– Oxley Act AS 2002 yang menetapkan kewajiban akuntabilitas suatu perusahaan. Salah satu ketentuan didalamnya menetapkan bahwa chief executive officer dan chief financial officer dari perusahaan yang tercatat di bursa saham AS harus memberikan pernyataan kebenaran laporan keuangan perusahaan melalui pengungkapan kepada masyarakat. Section 404 undang-undang tersebut juga menetapkan persyaratan yang bersifat menyeluruh bagi pengungkapan dokumentasi, pengujian dan verifikasi auditor eksternal terhadap kualitas pengendalian internal perusahaan atas pelaporan keuangannya. Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada undang-undang tersebut diterapkan oleh Securities and Exchange Commission (SEC), otoritas pasar modal untuk bursa saham USA. 25 7.3 Sifat pengungkapan 7.3 Manajemen Perusahaan Walaupun kurang diperhatikan karena banyaknya ketentuan pengungkapan (disclosure) yang ditetapkan oleh otoritas pengawasan, cara yang dipilih dewan direksi dan manajemen senior untuk melaporkan kegiatannya sangat penting bagi seluruh stakeholder untuk mengetahui secara jelas bagaimana perusahaan dijalankan. Laporan-laporan ini memberikan penekanan pada cara pandang direksi terhadap prioritas, kebijakan dan kinerja perusahaannya. Banyak bank besar di dunia menggunakan standar yang sangat tinggi atas pelaporan pengelolaan perusahaannya. Stakeholder didefinisikan sebagai pemegang saham, karyawan, nasabah serta masyarakat secara keseluruhan. 26 13 7.3 Sifat pengungkapan 7.3 Masalah lainnya Pada beberapa negara, seperti Inggris, kewajiban pengungkapan (disclosure) yang harus dilakukan perusahaan relatif ringan. Selain laporan keuangan, kewajiban pengungkapan memberikan penekanan pada codes of practice (misalnya The Combined Code, dan prinsip-prinsip pengungkapan). Sebagai contoh Principle D2 dari Combined Code Inggris menyatakan : “Direksi harus memiliki sistem pengendalian internal yang memadai untuk mengamankan investasi para pemegang saham dan aset perusahaan” Perusahaan di Inggris wajib mematuhi prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam Combined Code, dan membuat pernyataan mengenai dilaksanakannya prinsip-prinsip tersebut dalam Evaluasi Kegiatan Usaha dan Evaluasi Keuangannya atau alasan tidak dipenuhinya prinsip-prinsip tersebut. 27 7.3 Sifat pengungkapan 7.3 Masalah lainnya Otoritas lain (tidak saja di Inggris) dapat meminta dan menerapkan pengungkapan yang mencakup berbagai aspek seperti lingkungan hidup , kesetaraan hak dan keterkaitan politik. Pengungkapan merupakan masalah yang luas. Aspek pengungkapan yang tercakup dalam Basel II hanya merupakan bagian dari kewajiban pengungkapan menyeluruh yang harus dilakukan bank. Pengungkapan kinerja operasional perusahaan mencakup kebijakan dan prosedur menyeluruh yang dirancang untuk memberikan informasi kepada investor dan analis agar mereka dapat menarik kesimpulan mengenai prospek perusahaan saat ini dan di masa depan. Pada saat ini telah diperluas hingga mencakup aspek kebijakan sosial lainnya sesuai dengan pergeseran sudut pandang pemerintah dan perusahaan mengenai kinerja perusahaan yang lebih mementingkan stakeholder daripada kepentingan pemegang saham. 28 14 Indonesia Certificate in Banking Risk and Regulation Part C: Supervision, disclosure and governance 1 Bab 8 Corporate governance bagi bank 8.1 Prinsip-prinsip corporate governance bagi bank 2 8.1 Prinsip-prinsip corporate governance untuk bank 8.1.1.Karakteristik corporate governance Corporate governance merupakan serangkaian keterkaitan antara dewan komisaris, direksi, pihak-pihak yang berkepentingan, serta pemegang saham perusahaan. Corporate governance menciptakan suatu struktur yang akan membantu bank dalam : • menetapkan sasaran • menjalankan kegiatan usaha sehari-hari • memperhatikan kebutuhan stakeholders • memastikan bank beroperasi secara yang aman dan sehat • mematuhi hukum dan pengaturan lainnya yang terkait • melindungi kepentingan nasabah penyimpan dana 3 8.1 Prinsip-prinsip corporate governance untuk bank 8.1.1 Karakteristik corporate governance Terdapat sejumlah teknik dan strategi yang dibutuhkan untuk mewujudkan corporate governance yang kuat, yaitu: • nilai-nilai perusahaan, kode etik dan standar perilaku serta sistem yang tepat untuk memastikan kepatuhan terhadap halhal tersebut. • strategi perusahaan yang disampaikan dengan baik sehingga dapat digunakansebagai ukuran untuk menilai keberhasilan perusahaan dan kontribusi perorangan. • kejelasan tanggung jawab dan kewenangan memutus melalui penerapan proses persetujuan secara berjenjang dari tingkat individu sampai dengan tingkat Direksi. • penetapan mekanisme interaksi dan kerjasama diantara dewan komisaris, direksi, manajemen senior dan auditor. 4 8.1 Prinsip-prinsip corporate governance untuk bank 8.1.1 Karakteristik corporate governance • sistem pengendalian yang kuat, termasuk fungsi audit internal dan eksternal, fungsi manajemen risiko yang terpisah dari kegiatan usaha, dan aspek cheks and balances lainnya. • pengawasan khusus atas eksposur risiko yang memiliki potensi konflik kepentingan yang cukup besar seperti keterkaitan usaha debitur dengan bank, pemegang saham pengendali, manajemen senior, atau pembuat keputusan penting di bank. • insentif keuangan dan manajerial diterapkan secara tepat. Insentif ini harus diberikan kepada manajemen senior, manajemen segmen usaha dan karyawan dalam bentuk kompensasi, promosi, atau bentuk pengakuan lainnya. • informasi yang akurat disampaikan untuk kepentingan internal dan juga kepada publik. 5 8.1 Prinsip-prinsip corporate governance untuk bank 8.1.2 Struktur corporate governance Struktur corporate governance di bank sangat bervariasi dan tergantung pada budaya lokal, batasan hukum dan perkembangan sejarah dari setiap bank Walaupun tidak ada satupun struktur yang ideal, terdapat aspek-aspek penting corporate governance yang harus diperhatikan untuk memastikan terdapatnya “check and balances” dalam struktur yang dibangun. 6 8.1 Prinsip-prinsip corporate governance untuk bank 8.1.2 Struktur Corporate governance Isue tersebut antara lain mengenai : • pengawasan oleh dewan komisaris, direksi atau dewan pengawas (supervisory board) • pengawasan oleh pihak-pihak yang tidak terlibat dalam kegiatan usaha sehari-hari • pengawasan secara langsung pada masing-masing segmen kegiatan usaha sehari-hari • manajemen risiko dan fungsi audit yang independen • personil penting (key person) yang layak dan patut (fit and proper) menjalankan tugas yang dibebankan • pelaporan secara periodik 7 8 Corporate governance bagi bank 8.2 Implementasi corporate governance yang kuat 8 8.2 Implementasi corporate governance yang kuat 8.2.1 Penyusunan sasaran strategis dan nilai-nilai perusahaan Bank perlu menetapkan sasaran strategis yang jelas dan menyusun ‘etos’ perusahaan. Selain itu, bank juga perlu mengkomunikasikan sasaran strategis dan ‘etos’ perusahaan tersebut kepada seluruh unit organisasi bank. Bank yang tidak memiliki sasaran strategis akan mengalami kesulitan dalam pengelolaan kegiatan usahanya karena tidak memiliki pedoman dalam pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Dengan menetapkan etos perusahaan, bank akan dapat menjalankan kegiatan bisnisnya usahanya sesuai dengan nilai-nilai perusahaan yang jelas. 9 8.2 Implementasi corporate governance yang kuat 8.2.1 Penyusunan sasaran strategis dan nilai-nilai perusahaan Nilai-nilai perusahaan harus diterapkan pada semua unit organisasi bank termasuk pada level direksi. Nilai-nilai tersebut harus dapat mendorong pelaporan masalah secara tepat waktu dan melarang korupsi dan suap baik secara internal maupun eksternal. Nilai-nilai ini harus didukung oleh kebijakan yang dapat mencegah timbulnya situasi yang bertentangan dengan pelaksanaan GCG. Misalnya kebijakan yang jelas mengenai prosedur yang harus diikuti oleh karyawan apabilapekerjaan yang dilakukannya menimbulkan konflik kepentingan dengan hal-hal diluar pekerjaan sehari-hari. Kebijakan yang jelas dapat memperkuat nilai-nilai bank dalam menghadapi situasi seperti di atas. Direksi harus memastikan bahwa sistem dan proses telah diterapkan untuk mengawasi dan melaporkan kepatuhan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan. 10 8.2 Implementasi corporate governance yang kuat 8.2.2 Batasan yang jelas mengenai tanggung jawab dan akuntabilitas Agar kegiatan usaha bank dapat diawasi dan dikendalikan secara efektif, direksi harus menetapkan batasan yang jelas mengenai kewenangan dan tanggung jawab. Direksi harus terlibat secara langsung dalam proses ini. Seluruh segmen kegiatan usaha harus memiliki batas akuntabilitas yang jelas dan tegas untuk memastikan bahwa masalah-masalah yang timbul akan segera ditanggapi secara tepat oleh manajemen. Setiap karyawan juga harus memahami tingkat kewenangan mereka dan tingkat kewenangan pihak-pihak yang berinteraksi dengan mereka.. Batasan yang jelas mengenai akuntabilitas akan menghasilkan lingkungan yang mendukung pengelolaan kegiatan usaha bank sehari-hari dan memungkinkan dilaksanakannya proses pengambilan keputusan yang efisien. 11 8.2 Implementasi corporate governance yang kuat 8.2.3 Tanggung jawab dari direksi Direksi memiliki tanggung jawab akhir terhadap manajemen dan kinerja bank. Oleh karena itu, penting bahwa direktur: • memenuhi syarat untuk posisi yang diduduki • memahami peran mereka di dalam kerangka kerja corporate governance • tidak mudah dipengaruhi oleh pihak-pihak internal atau eksternal Para direksi harus memastikan bahwa mereka menerima informasi yang cukup untuk menilai kinerja manajemen bank yang dilakukan secara independen dan terlepas dari sudut pandang manajemen, pemegang saham atau pemerintah. 12 8.2 Implementasi corporate governance yang kuat 8.2.3 Tanggung jawab dari direksi Direksi yang berkualitas akan: • memahami peran pengawasan yang mereka lakukan dan ‘loyalitas’ mereka kepada bank dan para pemegang sahamnya • berfungsi sebagai checks and balances dalam hubungannya dengan pengelolaan bank sehari-hari • merasa memiliki kewenangan untuk memeriksa manajemen bank dan tidak ada keraguan untuk menuntut penjelasan secara langsung dari manajemen bank • merekomendasikan praktek-praktek yang sehat yang dipelajari dari situasi lainnya • memberikan saran tanpa dipengaruhi kepentingan apapun 13 8.2 Implementasi corporate governance yang kuat 8.2.3 Tanggung jawab dari direksi Direksi yang berkualitas akan: • tidak bertindak melebihi kewenangan yang ditetapkan • menghindari konflik kepentingan dalam kegiatan dan komitmen yang terkait dengan organisasi lain • bertemu secara teratur dengan manajemen senior dan auditor internal untuk menyusun dan menyetujui kebijakan, menetapkan garis komunikasi dan memonitor kemajuan pencapaian sasaran perusahaan • Menghindari pengambilan keputusan saat tidak mampu memberikan saran yang obyektif • Tidak ikut campur dalam pengelolaan bank sehari-hari. 14 8.2 Implementasi corporate governance yang kuat 8.2.3 Komite-komite khusus Sebagai tambahan, bank dapat membentuk komite khusus yang memungkinkan amggota direksi yang tepat mengawasi kegiatan tertentu. Komite-komite tersebut antara lain mencakup kegiatan seperti: • manajemen risiko – melakukan pengawasan terhadap kegiatan manajemen senior dalam mengelola risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko legal dan risiko lainnya di bank. • audit – melakukan pengawasan terhadap auditor internal dan eksternal bank dan memastikan bahwa manajemen mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan secara tepat waktu untuk mengatasi kelemahan pengendalian, dan ketidakpatuhan terhadap kebijakan, hukum dan ketentuan yang berlaku • remunerasi – melakukan pengawasan terhadap kompensasi manajemen senior dan personil penting lainnya serta memastikan bahwa kompensasi tersebut konsisten dengan budaya, sasaran, strategi, dan faktor-faktor pengendalian (control environment) di bank 15 8.2 Implementasi corporate governance yang kuat 8.2.4 Pengawasan manajemen senior Elemen utama dalam “GCG” adalah kelompok pegawai yang bertanggung jawab menjalankan kegiatan usaha bank, yaitu manajemen senior. Manajemen senior harus memiliki pengawasan yang komprehensif atas para manajer lini di bawahnya, sebagaimana halnya fungsi pengawasan yang dilakukan direksi. Keputusan manajemen yang bersifat penting/strategis harus di buat oleh lebih dari satu manajer. Selain itu, situasi manajemen seperti di bawah ini harus dihindari: • manajer senior yang terlibat terlalu jauh dalam pembuatan keputusan pada tingkat lini usaha • manajer senior yang ditugaskan untuk mengelola sebuah segmen usaha didukung dengan ketrampilan atau pengetahuan yang memadai • manajer senior yang tidak ingin melaksanakan pengendalian terhadap personil penting yang berprestasi (seperti trader) karena takut kehilangan mereka 16 8.2 Implementasi corporate governance yang kuat 8.2.5 Peran auditor internal dan eksternal Auditor internal dan eksternal memainkan peran penting dalam kerangka corporate governance Direksi harus menyadari bahwa tugas yang mereka laksanakan sangat penting untuk mendukung kelancaran tugas direksi. Hasil kerja auditor harus digunakan untuk memvalidasi informasi yang diberikan oleh manajemen senior. 17 8.2 Implementasi corporate governance yang kuat 8.2.5 Peran auditor internal dan eksternal Proses di atas dapat ditingkatkan apabila Direksi: • menyadari pentingnya proses audit dan mengkomunikasikannya ke seluruh unit organisasi bank • mengambil tindakan yang dapat memperkuat independensi dan posisi auditor • memanfaatkan temuan-temuan auditor secara efektif dan tepat waktu • memastikan independensi pimpinan auditor melalui laporanlaporan yang disampaikannya kepada direksi atau komite audit • mempekerjakan auditor eksternal untuk menilai efektivitas pengendalian internal • meminta manajemen memperbaiki masalah-masalah yang diidentifikasi oleh auditor secara tepat waktu 18 8.2 Implementasi corporate governance yang kuat 8.2.6 Kebijakan kompensasi Direksi perlu mengembangkan kebijakan kompensasi yang mencerminkan budaya, sasaran, strategi dan faktor-faktor pengendali (control environment) di bank. Direksi harus menetapkan kompensasi bagi manajemen senior dan personil penting lainnya. Progran kompensasi harus dirancang sedemikian rupa untuk memotivasi manajemen senior agar bertindak berdasarkan kepentingan bank. Program kompensasi tersebut harus dapat meminimalkan tindakan-tindakan yang berorientasi kinerja jangka pendek yang pada gilirannya dapat menyebabkan bank menghadapi risiko jangka panjang. Skala gaji harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga total paket remunerasi setiap karyawan tidak ditentukan secara langsung oleh kinerja jangka pendek. 19 8.2 Implementasi corporate governance yang kuat 8.2.7 Transparansi Stakeholders pelaku pasar dan masyarakat umum akan mengalami kesulitan dalam menilai efektifitas direksi dan manajemen senior jika struktur dan sasaran bank kurang transparan. Corporate governance yang kuat dapat diterapkan melalui transparasi yang memadai. Oleh karena itu, pengungkapan (disclosure) kepada masyarakat harus mencakup: • struktur direksi (besaran, keanggotaan, kualifikasi dan komite) • struktur manajemen senior (tanggung jawab, garis pelaporan, kualifikasi dan pengalaman) • struktur dasar organisasi (struktur lini usaha, struktur badan hukum) • informasi mengenai struktur insentif (kebijakan remunerasi, kompensasi pejabat eksekutif, bonus, opsi saham) • sifat dan cakupan transaksi dengan pihak terafiliasi dan pihak terkait. 20 Indonesia Certificate in Banking Risk and Regulation Part C: Supervision, disclosure and governance 1 Bab 9 Kerangka regulasi di Indonesia dan ketentuan manajemen risiko 9.1 Peran Bank Indonesia 2 1 9.1 Peran Bank Indonesia 9.1.1 Sasaran utama dan tugas-tugas strategis Bank Indonesia (BI) berperan sebagai bank sentral bagi sistem perbankan. BI merupakan lembaga negara yang independen dari pengaruh pemerintah. Sasaran yang ingin dicapai BI adalah mempertahankan stabilitas nilai rupiah, dan dalam upayanya memenuhi sasaran ini BI bertanggung jawab untuk: • memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan moneter • memelihara dan menjaga kelancaran sistem pembayaran lancar • Mengatur dan mengawasi bank. 3 9.1 Peran Bank Indonesia 9.1.2 Kebijakan Moneter Bank Indonesia menerapkan kebijakan moneter melalui penetapan target suku bunga, yang dikenal dengan BI rate. Tingkat suku bunga ini setara dengan suku bunga pasar satu bulan dan merupakan bagian dari Inflation Targeting Framework Bank Indonesia. BI Rate merupakan instrumen utama dalam pertemuan direksi bank Indonesia setiap 4 bulan sekali namun dapat dapat pula ditetapkan dalam waktu setiap bulan tergantung keperluan. BI Rate merupakan instrumen utama pengelolaan kebijakan moneter bersama-sama dengan instrumen operasi pasar lainnya yang digunakan Bank Indonesia, yang meliputi: 4 2 9.1 Peran Bank Indonesia 9.1.2 Kebijakan moneter Operasi pasar dari Bank Indonesia antara lain: • operasi pasar terbuka untuk mempengaruhi likuiditas • penetapan giro wajib minimum untuk memperketat atau memperlonggar kebijakan moneter • Peran sebagai lender of last resort untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek • implementasi kebijakan nilai tukar untuk mempertahankan stabilitas rupiah. • Manajemen cadangan devisa perdagangan internasional. untuk memfasilitasi 5 9.1 Peran Bank Indonesia 9.1.3 Sistem Pembayaran Bank Indonesia adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah. BI juga bertanggungjawab terhadap sistem kliring untuk pembayaran dalam rupiah dan mata uang lainnya. Bank Indonesia juga telah mengembangkan sistem pembayaran nasional. Sistem ini memfasilitasi berbagai metode pembayaran, seperti pembayaran berbasis elektronik, kartu, warkat, uang kertas dan fasilitas DVP (delivery versus payment) yang digunakan dalam penyelesaian transaksi antar valuta. 6 3 9.1 Peran Bank Indonesia 9.1.3 Sistem Pembayaran Sistem pembayaran nasional meliputi sejumlah sub-sistem, yaitu: • Sistem Kliring Elektronik Nasional • T+0 Clearing Scheduling • Layanan Informasi dan Transaksi Elektronis Antar Bank (BI-LINE) • Real Time Gross Settlement (RTGS) • US Dollar Fund Trasnfer System. 7 9.1 Peranan Bank Indonesia 9.1.4 Regulasi dan Pengawasan Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk menerbitkan regulasi perbankan dan mengeluarkan izin usaha bank. Selain mengeluarkan izin usaha bank, BI juga berwenang untuk: • menyetujui pembukaan atau penutupan kantor bank • menyetujui kelayakan pemilik dan manajemen bank • memberikan izin untuk aktivitas perbankan tertentu. BI melaksanakan peran pengawasannya dengan pengawasan langsung melalui penempatan pengawas (on-site examination) dan pemeriksaan bank. BI juga menjalankan pengawasan tidak langsung melalui penelitian terhadap laporan-laporan yang harus disampaikan bank. 8 4 9 Kerangka Regulasi di Indonesia dan ketentuan Manajemen Risiko 9.2 Manajemen Risiko – Struktur dan Ruang Lingkup 9 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.1 Regulasi yang berlaku Persyaratan umum untuk penerapan manajemen risiko bagi bankbank di Indonesia terdapat dalam peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang “Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum”. Regulasi ini menekankan pada risiko-risiko yang dihadapi bank dalam melaksanakan kegiatan usahanya dan struktur pengendalian yang diperlukan untuk mengelola risiko-risiko tersebut, termasuk: • Identifikasi risiko (Risk Identification) • Pengukuran risiko (Risk Measurement) • Pemantauan risiko (Risk Monitoring) • Pengendalian risiko (Risk Control). 10 5 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.2 Manajemen risiko yang terintegrasi Manajemen risiko yang terintegrasi mempersyaratkan agar bank-bank yang berada di bawah pengawasan Bank Indonesia melaksanakan pengelolaan risiko dalam suatu struktur manajemen yang terintegrasi, menetapkan sistem serta struktur manajemen yang duperlukan untuk mencapai tujuab ini. 11 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.3 Penerapan PBI No 5/8/PBI/2003 Regulasi ini berlaku bank umum yang berbentuk: • Perusahaan Terbatas • Perusahaan Daerah • Koperasi • Kantor cabang bank asing. 12 6 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.4 Ruang lingkup Manajemen Risiko Direksi masing-masing bank berkewajiban untuk mengelola risiko yang dihadapi bank dalam menjalankan kegiatan usahanya secara efektif. Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan: • pengawasan aktif oleh dewan komisaris, direksi dan oleh staf manajemen risiko yang terhadap risiko-risiko yang diihadapi bank • penetapan kebijakan dan prosedur untuk membatasi risiko yang dihadapi bank. • penetapan prosedur untuk mengidentifikasi, mengukur, memonitor dan mengendalikan risiko • penetapan sistem informasi manajemen yang handal untuk mendukung pengelolaan risiko • penetapan sistem pengendalian internal untuk mengelola risiko. 13 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.5 Penetapan Struktur Manajemen Risiko pada Bank Direksi dan manajemen bank, yang secara formal bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan manajemen risiko yang efektif, harus mempertimbangkan: • sasaran dan kebijakan bank • kompleksitas jenis kegiatan usahanya • kemampuan bank untuk mengelola kegiatan usahanya. 14 7 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.5 Penetapan Struktur Manajemen Risiko pada Bank BI mengharapkan bank yang kegiatan usahanya sangat kompleks, termasuk perdagangan obligasi dan mata uang, pemberian pinjaman dalam valas dan sekuritisasi, untuk memiliki struktur manajemen risiko yang lebih kompleks daripada bank yang kegiatan usahanya relatif sederhana dan hanya terbatas pada tabungan dan perkreditan. Struktur manajemen risiko harus dirancang sedemikian rupa untuk memastikan bahwa unit pengambil risiko (Risk Taking Unit) independen terhadap unit internal audit dan juga Manajemen Risiko. Gambar di bawah ini adalah contoh struktur manajemen risiko dari bank besar: 15 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.5 Menyesuaikan Struktur Manajemen Risiko di Bank Dewan Komisaris Dewan Direksi Komite Manajemen Risiko Direktur Kepatuhan Lini Manajemen Direktur Manajemen Risiko Unit Kepatuhan Unit Bisnis Unit Manajemen Risiko Management Line Reporting Line Membership Line 16 8 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.6 Pengelolaan risiko di Bank Bank Indonesia mempersyaratkan struktur manajemen risiko di seluruh bank mencakup risiko berikut: • Risiko Pasar (market risk) • Risiko Kredit (credit risk) • Risiko Operasional (operational risk) • Risiko Likuiditas (liquidity risk) Definisi dari setiap risiko yang diberikan di bawah ini berasal dari peraturan BI dan mungkin berbeda dari definisi yang diberikan sebelumnya. 17 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.6 Pengeloalaan risiko di bank Risiko Pasar timbul dari pergerakan variabel-variabel yang terdapat di pasar yang berpengaruh pada portofolio yang dimiliki bank dan dapat menimbulkan kerugian bagi bank Bank (adverse movement). Variabel pasar adalah tingkat suku bunga dan nilai tukar, termasuk derivatif dari kedua jenis risiko pasar, yaitu perubahan harga option. Risiko kredit adalah risiko kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat timbul dari berbagai segmen usaha, seperti kredit (penyediaan dana), treasury dan investasi, serta pembiayaan perdagangan (trade finance). Risiko ini tercatat baik dalam banking book maupun trading book. 18 9 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.6 Pengelolaan risiko di bank Risiko operasional adalah risiko yang disebabkan ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya masalah eksternal yang mempengaruhi kegiatan usaha bank. Risiko Likuiditas disebabkan oleh bank memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. 19 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.6 Pengelolaan risiko di bank Bagi bank yang memiliki kegiatan usaha yang lebih kompleks, Bank Indonesia juga mensyaratkan bank tersebut untuk mengelola: • Risiko Hukum (Legal risk) • Risiko Reputasi (Reputational risk) • Risiko Strategik (Strategic risk) • Risiko Kepatuhan (Compliance risk). 20 10 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.6 Pengelolaan risiko di bank Risiko hukum adalah risiko yang timbul dari kelemahan aspek yuridis, yang diakibatkan oleh tuntutan hukum, ketiadaan regulasi perundang-undangan yang mendukung, atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna. Risiko reputasi ditimbulkan oleh publikasi negatif terhadap kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank. 21 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.6 Risiko-risiko yang perlu dikelola Bank Risiko strategik ditimbulkan oleh penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat, atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal. Risiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan regulasi perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Bila bank menderita kerugian yang terkait dengan salah satu atau beberapa risiko diatas, maka sejak saat terjadinya kerugian bank akan dipersyaratkan untuk memonitor risiko-risiko tersebut. 22 11 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.7 Pengawasan Aktif Dewan Komisaris, Direksi dan Manajemen Tanggung jawab utama dari dewan komisaris dan direksi bank adalah menentukan jenis risiko yang harus dikelola unit manajemen risiko, dengan mempertimbangkan kompleksitas kegiatan usaha bank. Dewan Komisaris dan direksi juga harus menentukan alokasi kewenangan dan tanggung jawab manajemen risiko bagi direksi dan manajemen. 23 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.7 Pengawasan Aktif Dewan Komisaris, Direksi dan Manajemen Wewenang dan tanggung jawab Komisaris dan Direksi mencakup: • persetujuan dan evaluasi kebijakan manajemen risiko • alokasi tanggungjawab kepada manajemen untuk melaksanakan kebijakan manajemen risiko • memutuskan kategori transaksi yang memerlukan persetujuan dewan komisaris. Contoh transaksi yang mungkin memerlukan persetujuan direksi dan dewan komisaris adalah pemberian pinjaman kepada atau penerimaan simpanan dari satu pihak tertentu yang jumlahnya setara dengan atau di atas persentasio tertentu dari modal (misalnya setara atau diatas 5 persen dari modal bank). 24 12 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.7 Pengawasan Aktif Dewan Komisaris, Direksi dan Manajemen Baik dalam kasus pemberian pinjaman atau penerimaan simpanan, persetujuan transaksi di atas suatu limit tertentu akan berdampak pada konsentrasi risiko bank karena bank kegagalan pembayaran kembali pinjaman atau penarikan simpanan tersebut akan mempengaruhi kondisi banksecara signifikan. Sebagian besar bank, dan juga pengawas, akan sangat berhatihati dengan konsentrasi risiko, walaupun hal tersebut bukan satusatunya yang diperhatikan bank. Oleh karena itu, sebagian besar bank akan memiliki suatu prosedur yang dapat memastikan perhatian direksi dan dewan komisaris pada konsentrasi risiko tersebut. 25 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.7 Pengawasan Aktif Dewan Komisaris, Direksi dan Manajemen Wewenang dan tanggungjawab manajemen harus meliputi hal-hal sebagai berikut: • Penyusunan strategi dan kebijakan manajemen risiko bank secara tertulis • penerapan dan pengelolaan kebijakan manajemen risiko sesuai “risk appetite” bank yang telah disetujui. • penentuan transaksi yang perlu melibatkan personil manajemen risiko senior • pengembangan budaya risiko bank • pengembangan ketrampilan manajemen risiko semua personil terkait • memastikan independensi kegiatan manajemen risiko pengelolaan kegiatan usaha 26 13 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.7 Pengawasan Aktif Dewan Komisari, Direksi dan Manajemen • Pengkajian berkala: a. akurasi penilaian risiko melalui pembandingan risiko yang terkait dengan transaksi atau nasabah tertentu dengan realisasinya (kerugian) b. akurasi dan kelengkapan informasi informasi manajemen risiko dan kualitas sistem pendukungnya c. Ketepatan limit risiko dan kualitas prosedur yang mendukung alokasi limit tersebut (yaitu, apakah personil yang tepat diberikan limit tepat untuk mengelola risiko yang menjadi tanggung jawabnya) 27 9.2 Manajemen Risiko – struktur dan ruang lingkup 9.2.7 Pengawasan Aktif Dewan Komisaris, Direksi dan Manajemen • Penghitungan dan pelaporan : a. risk apetite secara keseluruhan (total jumlah risiko yang akan diambil bank) b. profil risiko secara keseluruhan (distribusi total risiko pada seluruh aspek kegiatan usaha) c. Kemampuan bank mengelola risiko sesuai profil dan limit yang disetujui. 28 14 9 Kerangka regulasi di Indonesia dan ketentuan manajemen risiko 9.3 Manajemen Risiko – penetapan limit 29 9.3 Manajemen risiko – penetapan limit 9.3.1 Penetapan prosedur kebijakan dan limit Kebijakan manajemen risiko harus mencakup penilaian risiko yang terkait dengan setiap produk dan transaksi. Penilaian tersebut meliputi: • metode yang sesuai untuk mengukur risiko • informasi relevan yang diperlukan untuk menilai risiko (diperoleh dari sistem informasi manajemen bank ) • penetapan limit untuk total jumlah risiko, yang juga merupakan risk appetite bank • proses penilaian risiko dengan menggunakan peringkat, seperti proses pemeringkatan kredit (credit grading process) • Penilaian terhadap ‘skenario terburuk’ untuk risiko yang dihadapi bank • memastikan bahwa semua risiko memilki proses pengendalian yang tepat (seperti pengkajian secara teratur). 30 15 9.3 Manajemen risiko – penetapan limit 9.3.2 Penilaian terhadap prosedur dan limit risiko Direksi dan manajemen senior harus memandang suatu proses untuk menetapkan risk appetite bank yang didalamnya mencakup proses penetapan limit yang tepat. Penetapan limit risiko harus meliputi: • pendelegasian wewenang yang jelas dan secara tertulis, untuk memastikan akuntabilitas pegawai (wewenang seperti ini umumnya didokumentasikan dalam rincian tugas pegawai dan menjadi referensi silang (crossreferenced) kewenangan pegawai dalam buku pedoman yang mencantumkan seluruh kewenangan anggota direksi dan manajemen bank) 31 9.3 Manajemen risiko – penetapan limit 9.3.2 Penilaian terhadap prosedur dan limit risiko Penetapan limit risiko harus meliputi: • limit secara keseluruhan dan limit untuk periode waktu tertentu (tergantung relevansinya), dimana limit harus didokumentasikan berdasarkan penetapan secara bertahap (ladders), seperti limit tingkat suku bunga untuk kontrak berjangka. • dokumentasi lengkap (seperti dijelaskan di atas) yang juga harus disusun untuk mendukung proses penilaian limit (umumnya dapat dilihat dengan keberadaan dokumen seperti Role Profiles, penilaian, kinerja tahunan, pedoman wewenang dan pengendalian, dan sebagainya) 32 16 9.3 Manajemen risiko – penetapan limit 9.3.2 Penilaian terhadap prosedur dan limit risiko Limit risiko harus ditetapkan: • secara menyeluruh, atau disebut dengan risk appetite • Untuk masing-masing jenis risiko seperti risiko kredit, risiko pasar, risiko operational, risiko likuiditas, dan sebagainya) • Menurut fungs seperti treasury, manajemen kantor cabang, manajemen risiko, anggota direksi) 33 9 Kerangka regulasi di Indonesia dan ketentuan manajemen risiko 9.4 Manajemen Risiko – informasi dan analisis 34 17 9.4 Manajemen risiko – informasi dan analisis 9.4.1 Proses Identifikasi Direksi bank secara umum berkewajiban untuk memastikan bahwa : • Semua risiko (risiko tingkat suku bunga, risiko mata uang, risiko likuiditas, dan sebagainya) telah teridentifikasi • Semua risiko yang material telah diukur, dimonitor dan dikendalikan • pengukuran risiko diatas didukung oleh informasi yang mutakhir, akurat dan lengkap 35 9.4 Manajemen risiko – informasi dan analisis 9.4.1 Proses Identifikasi Identifikasi faktor-faktor risiko umumnya dilaksanakan oleh unit manajemen risiko setelah berkonsultasi dengan bagian trading. Selain melakukan identifikasi faktor-faktor risiko, unit manajemen risiko perlu mendapatkan informasi independen mengenai harga penutupan harian (daily closing prices) untuk setiap faktor risiko. Hal ini untuk memberikan jaminan bahwa revaluasi posisi bank ditentukan secara independen dan tidak berasal dari informasi trader. Proses di atas harus dilengkapi dengan analisis harian mengenai kinerja keuangan aktivitas trading untuk memastikan bahwa laba-rugi yang dilaporkan konsisten dengan profil risiko bank. 36 18 9.4 Manajemen risiko – informasi dan analisis 9.4.2 Implementasi dan Pengawasan Proses anlisa risiko harus dapat mengidentifikasi seluruh karakteristik risiko bank (umumnya dimulai dengan pemisahan segmen-segmen usaha yang dilakukan bank), dan risiko terkait dengan setiap produk dan kegiatan usaha bank. Proses ini dilaksanakan dengan pemisahan berdasarkan faktor risiko selain mempertimbangkan risiko lainnya seperti risiko kinerja dan risiko kerahasiaan (confidentiality risk) 37 9.4 Manajemen risiko – informasi dan analisis 9.4.2 Implementasi dan Pengawasan Dalam analisa risiko berbasis produk dan segmen usaha ini, pengukuran risiko harus : • disusun berdasarkan jangka waktu tertentu (dalam hal diperlukan) • menyatakan sumber data yang digunakan • menyatakan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko • mampu menunjukkan terjadinya perubahan pada profil risiko bank Proses monitoring risiko dilaksanakan dengan melakukan evaluasi terhadap seluruh eksposur risiko dan menyusun proses pelaporan yang menunjukkan perubahan-perubahan dalam profil risiko bank. 38 19 9.4 Manajemen risiko – informasi dan analisis 9.4.3 Manajemen dan pengendalian Proses manajemen risiko harus dapat membangun suatu struktur yang dapat mengelola risiko-risiko yang berpotensi mengancam kelangsungan uaha bank Dalam hal ini proses pengendalian risiko harus mencakup proses pengelolaan aset dan kewajiban (assets liability management -ALM) yang meliputi manajemen: • risiko mata uang (currency risk) • risiko suku bunga • risiko likuiditas bagi bank dengan kegiatan trading yang terbatas, proses seperti di atas mungkin cukup memadai untuk pengelolaan semua risiko diatas. 39 9.4 Manajemen risiko – informasi dan analisis 9.4.4 Sistem Informasi Sistem informasi manajemen risiko harus mampu melaporkan: • semua eksposur risiko • eksposur yang sesungguhnya dibandingkan dengan limit yang disetujui • realisasi risiko (misalnya, kerugian), dibandingkan dengan target kerugian (yaitu risk appetite) Chief Risk Officer harus secara teratur mengkajia laporan risiko yang dihasilkan oleh sistem manajemen risiko 40 20 9 Kerangka regulasi di Indonesia dan ketentuan manajemen risiko 9.5 Manajemen Risiko – Pengedalian Internal 41 9.5 Manajemen risiko – Pengendalian Intern 9.5.1 Sistem Pengendalian Internal Direksi bank secara umum berkewajiban untuk memastikan bahwa bank telah menerapkan sistem pengendalian internal berdasarkan kegiatan usaha bank secara menyeluruh. Sistem pengendalian internal harus mampu mengidentifikasi kegagalan pengendalian dan penyimpangan terhadap kebijakan, prosedur dan proses yang dimiliki bank. 42 21 9.5 Manajemen risiko – Pengendalian Intern 9.5.1 Sistem Pengendalian Intern Sistem pengendalian Internal harus: • sejalan dengan regulasi Bank Indonesia • sejalan dengan persyaratan internal bank yang ditetapkan oleh direksi dan manajemen • digunakan dalam proses pelaporan informasi keuangan yang komprehensif, akurat, dan terkini • dapat mendukung manajemen dalam pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak risiko • menciptakan budaya pelaporan berbasis-risiko di bank 43 9.5 Manajemen risiko – Pengendalian Intern 9.5.2 Sistem pengendalian pnternal dan penerapan manajemen risiko – peran Audit Internal Audit internal merupakan fungsi yang independen di bank Peran utamanya adalah melaksanakan penilaian penilaian berkelanjutan melalui penyusunan laporan yang menganalisis metodologi, prosedur dan proses di dalam organisasi manajemen risiko bank. Dalam perannya sebagai pengawas, umumnya audit internal menyampaikan laporan kepada Direktur Utama bank; auidiot internal tidak memberikan laporan kepada Chief Risk Officer. 44 22 9.5 Manajemen risiko – Pengendalian Intern 9.5.2 Sistem pengendalian internal dan penerapan manajemen risiko – peran Audit Internal Laporan tertulis Audit Internal umumnya mencakup: • Kesesuaian sistem pengendalian internal bank dengan jenis risiko yang dihadapi bank • penilaian kepatuhan terhadap kebijakan, prosedur dan limit yang ditetapkan bank dan disetujui oleh Bank Indonesia sebagai pengawas bank tersebut • Independensi fungsi pengendalian manajemen risiko bank dari pengelolaan kegiatan usaha sehari-hari 45 9.5 Manajemen risiko – Pengendalian Intern 9.5.2 Sistem pengendalian internal dan penerapan manajemen risiko – peranan Audit Internal Laporan tertulis Audit Internal umumnya mencakup: • independensi dan obyektivitas fungsi manajemen risiko • kecukupan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen. • kecukupan dokumentasi untuk mendukung proses kegiatan usaha (umumnya melalui penyusunan alur proses dari awal sampai selesai) • kualitas respon manajemen, dan ketepatan waktu dari respon tersebut terhadap pertanyaan-pertanyaan audit internal dan eksternal • kelemahan yang teridentifikasi dalam pelaksanaan kegiatan usaha dan respon manajemen atas kelemahankelemahan tersebut. 46 23 9.5 Manajemen risiko – Pengendalian Intern 9.5.2 Sistem pengendalian internal dan penerapan manajemen risiko – peranan Audit Internal Laporan tertulis Audit Internal umumnya mencakupi: • Struktur bank yang menunjukkan organisasis dan pemisahan yang jelas antara kewenangan dan garis pelaporan untuk manajemen risiko pengelolaan kegiatan usaha sehari-hari dan Audit Internal. Umumnya hal ini terkait dengan dokumentasi bagan struktur yang secara jelas menunjukkan garis pelaporan yang tepat dengan disertai job description dan limit serta kewenangan setiap personil. • akurasi dan ketepatan waktu dari seluruh pelaporan keuangan dan pelaporan informasi manajemen. • kepatuhan bank terhadap ketentuan Bank Indonesia dan persyaratan lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai pengawas bank (misalnya, permintaan informasi dari pengawas mengenai proses pengawasan pengendalian). 47 9 Kerangka regulasi di Indonesia dan ketentuan manajemen risiko 9.6 Manajemen Risiko – Unit Manajemen Risiko 48 24 9.6 Manajemen Risiko – Satuan Kerja Manajemen Risiko 9.6.1 Organisasi fungsi manajemen risiko Direksi bank secara umum berkewajiban menetapkan struktur organisasi pengelolaan risiko bank yang mencakup komite manajemen risiko dan manajemen risiko Keanggotaan komite manajemen risiko terdiri dari mayoritas anggota direksi dan pejabat eksekutif yang berwenang. 49 9.6 Manajemen Risiko – Satuan Kerja Manajemen Risiko 9.6.1 Organisasi dan fungsi manajemen risiko Komite manajemen risiko harus memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama mengenai hal-hal berikut: • kebijakan, strategi dan penerapan risiko • proses perubahan yang berasal dari rekomendasi audit internal atau evaluasi lainnya terhadap proses manajemen risiko • pemberian penjelasan kepada Bank Indonesia dan direksi bank mengenai keputusan yang ditetapkan bank yang bertentangan dengan kebijakan manajemen risiko bank. 50 25 9.6 Manajemen Risiko – Satuan Kerja Manajemen Risiko 9.6.2 Struktur unit manajemen risiko Persyaratan mendasar bagi struktur unit manajemen risiko adalah sebagai berikut: • Unit tersebut harus dapat mengendalikan besaran dan kompleksitas risiko yang akan diambil bank • Unit tersebut memiliki independen operasional dan pelaporan dari unit kegiatan usaha sehari-hari (misalnya, kantor cabang dan manajemen, perkreditan, treasury). • Unit tersebut melapor kepada (khususnya Chief Risk Officer) anggota direksi bank 51 9.6 Manajemen Risiko – Satuan Kerja Manajemen Risiko 9.6.2 Struktur unit manajemen risiko Unit manajemen risiko bertanggungjawab untuk: • • • • memonitor penerapan strategi manajemen risiko sebagaimana yang telah disetujui oleh direksi bank dan otoritas pengawasan (BI) memonitor seluruh tingkat risiko yang dihadapi bank dan membandingkannya dengan keseluruhan risk appetite bank (sebagaimana yang disetujui oleh direksi dan otoritas pengawasan (BI) memonitor tingkat risiko yang dihadapi bank terhadap limit risiko bank (misalnya, risiko kredit, pasar, operasional) melakukan stress test 52 26 9.6 Manajemen Risiko – Satuan Kerja Manajemen Risiko 9.6.2 Struktur unit manajemen risiko • melakukan kajian rutin terhadap prosedur dan proses manajemen risiko bank (misalnya, proses persetujuan pemberian kredit, proses manajemen kredit macet, dan sebagainya) • mempelajari proposal peluncuran produk dan layanan baru • melakukan pengujian rutin terhadap kemampuan prediktif model risiko yang digunakan bank untuk dibandingkan dengan realisasinya (misalnya, monitoring realisasi tingkat kredit macet dibandingkan dengan prediksi tingkat kredit macet yang dihasilkan oleh model perkreditan dam pemeringkatan bank • memberikan rekomendasi kepada komite manajemen risiko bank mengenai seluruh aspek yang terkait dengan proses manajemen risiko bank • Melaporkan secara berkala profil risiko bank kepada pimpinan unit manajemen risiko dan komite risiko bank 53 9.6 Manajemen Risiko – Satuan Kerja Manajemen Risiko 9.6.3 Kegiatan pengambilan-risiko bank dan unit manajemen risiko Kegiatan pengambilan-risiko bank (misalnya, kelompok trading, kelompok kredit, corporate finance) harus menyampaikan laporan komprehensif mengenai eksposur risiko mereka kepada unit manajemen risiko secara berkala. 54 27 9 Kerangka regulasi di Indonesia dan ketentuan manajemen risiko 9.7 Manajemen Risiko – produk dan layanan baru 55 9.7 Manajemen risiko – produk dan layanan baru 9.7.1 Peluncuran produk dan layanan baru Bank harus mendokumentasikan proses dan prosedur produk dan layanan baru termasuk otorisasi dari manajemen yang terkait. Dokumentasi harus meliputi: • Proses dan prosedur penggunaan sistem baru/perubahan sistem yang ada untuk penerapan produk dan layanan baru • Otorisasi relevan yang terkait dengan manajemen produk untuk memperkenalkan produk dan layanan baru tersebut • Laporan komprehensif mengenai risiko yang terkait dengan produk atau layanan baru • Metode untuk melakukan pengukuran dan monitoring secara berkelanjutan terhadap risiko yang terkait dengan produk atau layanan baru. • Penilaian risiko hukum yang terkait dengan peluncuran produk atau layanan baru • Pernyataan kepada nasabah yang mengungkapkan risiko yang melekat pada produk dan layanan baru. 56 28 9 Kerangka regulasi di Indonesia dan ketentuan manajemen risiko 9.8 Manajemen Risiko– Persyaratan Pelaporan 57 9.8 Manajemen risiko – kewajiban pelaporan 9.8.1 Laporan Profil Risiko Bank harus melaporkan profil risiko mereka kepada BI dan laporan tersebut harus mengandung informasi yang sama seperti yang disampaikan unit manajemen risiko kepada pimpinannya (Chief Risk Officer) dan kepada komite manajemen risiko. Laporan profil risiko disusun secara triwulanan pada bulan Maret, Juni, September dan Desember dan harus disampaikan kepada Bank Indonesia dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah berakhirnya periode triwulanan tersebut. 58 29 9.8 Manajemen risiko – kewajiban pelaporan 9.8.2 laporan aktivitas produk dan layanan baru Bank harus melaporkan kepada Bank Indonesia produk dan aktivitas baru yang disediakan bagi nasabah. Laporan tersebut harus mencakup semua produk baru dan layanan baru dan disampaikan kepada BI dilaporkan dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah produk dan layanan baru tersebut efektif dilaksanakan. 59 9.8 Manajemen risiko – kewajiban pelaporan 9.8.3 Laporan kerugian finansial yang signifikan Setiap bank yang mengalami kerugian finansial yang signifikan harus melaporkan hal tersebut sesegera mungkin kepada BI. 60 30 9.8 Manajemen risiko – kewajiban pelaporan 9.8.4 Laporan dan rekening yang dipublikasikan Selain informasi kondisi keuangan bank, untuk kepentingan transparansi bank harus mempublikasikan informasi yang cukup mengenai kebijakan dan strategi manajemen risiko dan ketaatan mereka pada limit risiko. Semua laporan yang dikeluarkan harus disetujui oleh BI. 61 9 Kerangka regulasi di Indonesia dan ketentuan manajemen risiko 9.9 Manajemen Risiko – sanksi pengawasan 62 31 9.9 Manajemen risiko – sanksi pengawasan 9.9.1 Sanksi untuk pelanggaran (non-compliance) Bank Indonesia memiliki kewenangan luas untuk menerapkan sanksi kepada bank yang tidak mematuhi ketentuan-ketentuan perbankan. Sanksi tersebut dapat berupa pengenaan denda sampai dengan pencabutan ijin usaha bank yang melakukan pelanggaran. 63 32