PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI PROGRESIFTERHADAP

advertisement
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI PROGRESIFTERHADAP
PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Ny.D DENGAN HIPERTENSI
STAGE 1 DI PUSKESMAS SIBELA
DISUSUN OLEH :
YUNITA DIYAN NINGRUM
NIM. P13.061
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI PROGRESIFTERHADAP
PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Ny.D DENGAN HIPERTENSI
STAGE 1 DI PUSKESMAS SIBELA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diplama III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
YUNITA DIYAN NINGRUM
NIM. P13.061
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
PujisyukurpenulispanjatkankehadiratTuhan
Yang
MahaKuasakarenaberkat,
rahmatdankarunia-Nya,
sehinggapenulisdapatmenyelesaikanKaryaTulisIlmiahdenganjudul
“PemberianTeknikRelaksasi
Progresif
TerhadapPenurunan
Tekanan
darah
padaAsuhanKeperawatan Ny.D dengan Hipertensi Stase 1 di Puskesmas Sibela
Surakarta.”
DalampenyusunanKaryaTulisIlmiahinipenulisbanyakmendapatbimbingand
andukungandariberbagaipihak,
olehkarenaitupadakesempataninipenulismengucapkanterimakasihdanpenghargaan
yang setinggi-tingginyakepada yang terhormat:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep, Selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta
2. Ns. MeriOktarianiM.Kep, selakuKetua Program Studi DIII Keperawatan yang
telahmemberikankesempatanuntukdapatmenimbailmu
di
STIKesKusumaHusada Surakarta.
3. Ns. AlfyanaNadya R. M.Kep, selakuSekretaris Program Studi DIII
Keperawatanyangtelahmemberikankesempatandanarahanuntukdapatmenimbai
lmu di STIKesKusumaHusada Surakarta.
4. Ns. Amalia Senja M.Kep, selakudosenpembimbingsekaligussebagaipenguji
yang
telahmembimbingdengancermat,
inspirasi,
memberikanmasukan-masukan,
perasaannyamandalambimbingansertamemfasilitasi
demi
sempurnanyastudikasusini.
5. Ns.
Galih
Setia
Adi
telahmembimbingdengancermat,
M.Kep
selakudosenpenguji
memberikanmasukan-masukan,
perasaannyamandalambimbingansertamemfasilitasi
yang
inspirasi,
demi
sempurnanyastudikasusini..
6. Semuadosen
Program
Studi
DIII
Surakarta
KeperawatanSTIKesKusumaHusada
yang
iv
telahmemberikanbimbingandengansabardanwawasannyasertailmu
yang
bermanfaat.
7. Pihak Puskesmas Sibela Daerah Surakarta beserta staff keperawatan yang
telah memberikan ijin dan kesempatan bagi penulis untuk mengambil data
guna menyelesaikan karya tulis ini.
8. Keduaorangtuaku
(Sukandar
dan
Sumarni),
yang
selalumenjadiinspirasidanmemberikansemangatuntukmenyelesaikanpendidika
n.
9. Kakakku (Danik Purwanti, SE dan Serka. Jowo wibowo)yang senantiasa
memberikan dukungan dan semangat dalam setiap proses yang dilalui penulis.
10. Adik dan Ponakanku (Ririn Puji Asih dan Alfika Wati Wibowo) yang selalu
membuat ramai hidupku dengan canda, tawa, dan tangis
11. Teman – teman yang selalumemberi semangatdandukungankhususnyakelas
3A
program
studi
DIII
keperawatanStikesKuusumaHusada
Surakarta
danberbagaipihak yang tidakdapatdisebutkansatu – persatu.
12. Sahabat-sahabatku selama di Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma
Husada Surakarta angkatan 2013 (Rovi Fibhyanisfha, Esti Rita Dian
Arieswati, Yesi Nugrahani P.P, Siti Nurmala, Woro Louh Siwi, Yohana, Lilis
Suryani, Retno Susilowati dan semuanya) thank’s atas hari-harinya yang
ramai. Aku pasti merindukan kalian.
13. Teman-teman “GRIA ADELAY” (Yayang, Ike, Dea, Endah, Fitria, Ika, Desi
dan semuanya) makasih doanya, cepet menyusul aku ya adik-adikku.
Semogalaporanstudikasusinibermanfaatuntukperkembanganilmukeperawat
andankesehatan.Amin.
Surakarta, 10 Mei 2016
v
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .....................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
iii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................
1
B. Tujuan ........................................................................................
5
C. Manfaat ......................................................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori .............................................................................
7
1. Hipertensi ............................................................................
7
2. Tehnik Relaksasi Progresif ..................................................
17
3. Asuhan Keperawtan Hipertensi ...........................................
22
B. Kerangka Teori ..........................................................................
29
BAB IIIMETODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset ...............................................................
30
B. Tempat dan Waktu Penelltian ...................................................
30
C. Media dan Alat yang digunakan ................................................
30
D. Prosedur Pelaksanaan Berdasarkan Aplikasi Riset ...................
31
E. Alat Ukut Evaluasi.....................................................................
34
vi
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ...........................................................................
35
B. Pengkajian .................................................................................
35
C. Perumusan Masalah Keperawatan .............................................
42
D. Perencanaan ...............................................................................
43
E. Implementasi .............................................................................
45
F. Evaluasi .....................................................................................
49
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ................................................................................
53
B. Perumusan Masalah Keperawatan ............................................
55
C. Perencanaan ..............................................................................
61
D. Implementasi ............................................................................
64
E. Evaluasi ....................................................................................
72
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...............................................................................
75
B. Saran .........................................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori .............................................................................
28
Gambar 3.1 Genogram Keluarga Ny.D............................................................
36
viii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
USULAN JUDUL
LAMPIRAN 2
LEMBAR KONSULTASI
LAMPIRAN 3
SURAT PERNYATAAN
LAMPIRAN 4
JURNAL
LAMPIRAN 5
ASUHAN KEPERAWATAN
LAMPIRAN 6
LOG BOOK
LAMPIRAN 7
PENDELEGASIAN
LAMPIRAN 8
LEMBAR OBSERVASI
LAMPIRAN 9
SOP TEKNIK RELAKSASI PROGRESIF
LAMPIRAN 10
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hipertensi merupakan tekanan darah di atas batas normal, hipertensi
termasuk dalam masalah global yang melanda dunia. Hipertensi merupakan
penyakit akibat gangguan sirkulasi darah yang masih menjadi masalah dalam
kesehatan di masyarakat. Semakin tinggi tekanan darah semakin besar
resikonya (Prince, 2005). Menurut Joint National Committe(JNC) Hipertensi
diklasifikasikan menjadi V (lima) derajat hipertensi, yang pertama Haig
normal yaitu sistolik 130-139 mmHg dan diastolis 85-89 mmHg. Hipertensi
stage 1 atau ringan yaitu sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 90-99 mmHg.
Hipertensi stage 2 atau sedang yaitu sistolik 160-179 mmHg dan diastolik
100-109 mmHg. Hipertensi stage 3 atau berat yaitu sistolik 180-209 mmHg
dan diastolik 100-119 mmHg dan untuk hipertensi stage 4 atau berat yaitu
sistolik >210 mmHg dan diastolik >120 mmHg (Triyanto, 2013).
Menurut data WHO (2012), jumlah kasus hipertensi ada 839 juta
kasus. Kasus ini diperkirakan akan semakin tinggi pada tahun 2025 dengan
jumlah 1,15 milyar kasus atau sekitar 29% dari total penduduk dunia. Hasil
Riset Kesehatan Dasar mencatat bahwa prevalensi hipertensi di indonesia
mencapai 31,7% dari populasi usia 18 tahun ke atas. Hipertensi sebagai
penyebab kematian ke-3 setelah stroke dan tuberculosis, jumlahnya mencapai
6,8% penyebab kematian pada seumuran di Indonesia (Riskesdes, 2010
1
2
dalam Endang, 2014). Prevalensi kasus hipertensi di Provinsi Jawa Tengah
mengalami peningkatan dari 1,87% pada tahun 2006, menjadi 2,02% pada
tahun 2007, dan 3,30% pada tahun 2008. Prevalensi sebesar 3,30% artinya
setiap 100 orang terdapat 3 orang penderita hipertensi primer (Dinkes
Provinsi Jawa Tengah, 2008). Kabupaten Surakarta tercatat sebagai daerah
dengan prevelensi tertinggi di Jawa Tengah dengan angka kejadian penyakit
sebesar 13,4%. Prevelensi di Puskesmas Sibela sendiri mencapai 3% dan dari
hasil wawancara dengan perawat Puskesmas Sibela biasanya terapi yang
dilakukan untuk penderita hipertensi yaitu dengan senan tiap 1 bulan sekali
diminggu ke dua (2) dihari jum’at.
Faktor yang berpengaruh memicu terjadinya hipertensi diantaranya
adalah faktor genetik, jenis kelamin, umur, obesitas, dan konsumsi garam
serta alkohol (Dwipayanti, 2011). Disisi lain, kejadian hipertensi pada
penderita dapat dipengaruhi dari pola perilaku hidup masyarakat seperti
merokok, kurang olahraga, dan stres (Kartikasari, 2012). Pola perilaku hidup
masyarakat yang tidak terkontrol dapat meningkatkan resiko komplikasi
jangka panjang penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi, seperti gagal
jantung, stroke, gagal ginjal dan mortalitas dini. Oleh karena itu, pemeriksaan
tekanan darah perlu dilakukan untuk terjadinya komplikasi dan kematian pada
penderita hipertensi (Sargowo, 2012).
Penatalaksanaan hipertensi dapat digunakan dengan farmakologi dan
non farmakologi. Penanganan secara farmakologi terdiri atas pemberian obat
yang bersifat diuretik, simpatik, beta bloker dan vasodilator yang mempunyai
3
efek samping penurunan curah jantung. Sedangkan penanganan non
farmakologi merupakan penanganan yang meliputi penurunan berat badan,
olahraga secara teratur, diet rendah garam, lemak dan terapi komplementer
(Ramadi, 2012). Terapi komplementar banyak digunakan untuk mengatasi
hipertensi karena bersifat alamiah dan tidak menimbulkan efek samping yang
berbahaya. Terapi komplementer yang bersifat terapi pengobatan alamiah
diantaranya adalah dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi otot
progresif, meditasi, terapi tawa, akupuntur, aroma terapi dan refleksilogi.
Terapi komplementer untuk mengatasi hipertensi diantaranya adalah terapi
relaksasi otot progresif, terapi musik, senam aerobik dan yoga (Triyanto,
2014).
Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan adalah
membantu penderita hipertensi untuk mempertahankan tekanan darah pada
tingkat optimal dan meningkatkan kualitas kehidupan secara maksimal
dengan cara memberi intervensi asuhan keperawatan, sehingga dapat terjadi
perbaikan kondisi kesehatan. Salah satu tindakan yang dapat diberikan untuk
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi adalah terapi relaksasi
progresif. Relaksasi progresif merupakan salah satu teknik pengelolaan diri
yang di dasarkan pada cara kerja sistem syaraf simpatetis dan parasimpatetis
ini (Izzo, 2008).
Relaksasi otot progresif adalah suatu metode untuk membantu
menurunkan tegangan otot sehingga tubuh menjadi rileks. Pertama kali
diperkenalkan oleh Edmund Jacobson, seorang dokter dari Amerika Serikat
4
pada tahun 1938. Saat ketegangan otot secara signifikan menurun, maka
kesempatan untuk munculnya penyakit dapat dikurangi. Teknik relaksasi
semakin sering dilakukan karena terbukti efektif mengurangi ketegangan,
kecemasan, nyeri (Jacobson, 1938 dalam Ramdhani, 2006). Manfaat teknik
relaksasi progresif bagi pasien diantaranya mengurangi ketegangan,
kecemasan konsumsi oksigen tubuh, kecepatan metabolisme, frekuensi napas,
ketegangan otot, tekanan darah sistol dan diastol, kontraksi ventrikel
prematur dan peningkatan gelombang alfa otak (Synder & Lindquist, 2010).
Latihan relaksasi otot progresif memberikan dampak yang signifikan
dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi esensial atau
primer. Dampak yang terjadi meliputi dampak langsung dan jangka panjang.
Dampak langsung dari terapi relaksasi progresif adalah penurunan tekanan
darah terutama sistolik pada orang dewasa yang melakukan pengobatan
teratur (Shinde & Bhushan, 2013).
Relaksasi progresif merupakan salah satu teknik pengelolaan diri
yang di dasarkan pada cara kerja sistem syaraf simpatetis dan parasimpatetis
ini. Relaksasi otot progresif memberikan dampak yang signifikan dalam
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi esensial atau primer
(Shinde & Bhushan, 2013). Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik
untuk mengaplikasikan teknik relaksasi progresif pada pasien hipertensi stage
1 untuk membantu menurunkan tekanan darah.
5
B. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian relaksasi progresif terhadap
penurunan tekanan darah pada asuhan keperawatan Ny.D dengan
Hipertensi stage 1 di Puskesmas Sibela.
2.
Tujuan Khusus
a.
Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan hipertensi
stage 1.
b.
Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.D
dengan hipertensi stage 1.
c.
Penulis mampu meyusun intervensi pada Ny.D dengan hipertensi
stage 1.
d.
Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny.D dengan
hipertensi stage 1.
e.
Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny.D dengan hipertensi
stage 1.
f.
Penulis mampu menganalisa hasil pemberian teknik relaksasi
progresif terhadap penurunan tekanan darah pada Ny.D dengan
hipertensi stage 1.
6
C. Manfaat Penulisan
1.
Bagi Puskesmas
Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak Puskesmas untuk membuat
kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan
keperawatan pada pasien dengan hipertensi.
2.
Bagi Institusi Akademik
Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan penungkatan mutu pendidikan di masa yang akan
datang.
3.
Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami
penyakit hipertensi dan sebagai pertimbangan perawat dalam
penatalaksanaan kasus sehingga perawat mampu memberikan
tindakan yang tepat kepada pasien.
4.
Bagi Penulis
Menambah wawasan dan melatih berfikir kritis dalam memberikan
asuhan
keperawatan
pada
pasien
dengan
hipertensi
dengan
menggunakan relaksasi progresif.
5.
Bagi Pembaca
Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang penyakit dan cara
perawatan pasien dengan hipertensi dengan tindakan nonfarmakologi
relaksasi progresif.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Teori
1. Hipertensi
a.
Definisi
Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah
suatu
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal yang ditunjukan oleh angka systolic (bagian atas)
dan angka diastolik (bagian bawah) pada pemeriksaan tensi darah
menggunakan alat pengukuran tekanan darah baik yang berupa cuff
air raksa (sphygmomanometer) atau alat digital lainnya. Nilai nornal
tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan,
tingkat aktivitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80
mmHg. Dalam sehari-hari tekanan darah normalnya adalah dengan
nilai angka kisaran stabil. Tetapi secara umum, angka pemeriksaan
tekanan darah menurun saat tidur dan meningkat diwaktu beraktivitas
atau olahraga (Pudiastuti, 2013).
Hipertensi adalah faktor penyebab timbulnya penyakit berat
seperti serangan jantung, gagal ginjal dan stroke. Apalagi dimasa
sekarang ini, pola makanan masyarakat Indonesia yang sangat
menyukai makanan berlemak dan yang berasa asin atau gurih
terutama makanan cepat saji yang memicu timbulnya kolesterol
7
8
tinggi. Kolesterol tinggi juga sering dituduh sebagai penyebab utama
penyakit hipertensi disamping karena adanya faktor keturunan (Yekti,
2011).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal
dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Secara
umum seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan
darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg. Hipertensi juga sering
diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih
dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg
(Ardianyah, 2012).
b. Etiologi
Menurut Pudiastuti (2013), bahwa penyebab hipertensi dibagi menjadi
3 yaitu:
1) Secara Genetik
a) Gangguan fungsi barostat renal
b) Sensitifitas terhadap komsumsi garam
c) Respon SSP (sistem saraf pusat) terhadap stimulus psikososial
d) Gangguan metabolisme (glukosa, lipid, dan resistensi insulin)
9
2) Faktor Lingkungan
a) Faktor psikososial : kebiasaan hidup, pekerjaan, stress
mental, aktivitas fisik, status sosial ekonomi, keturunan,
kegemukan, dan konsumsi minuman keras (berakohol)
b) Faktor komsumsi garam : penggunaan obat-obatan seperti
golongan kortikosteroid (cortisone) dan beberapa obat
hormone, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflamasi)
secara terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah
seseorang
c) Merokok juga merupakan faktor penyebab terjadinya
peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang
berisi nikotin
3) Adaptasi struktural jantung serta pembuluh darah
a) Pada jantung : terjadi hypertropi dan hyperplasia miosit
b) Pada pembuluh darah : terjadi vaskuler hypertropi
Menurut Wijayaningsih (2013), berdasarkan penyebabnya hipertensi
dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
1) Hipertensi
Primer
atau
essensial
yang
tidak
diketahui
penyebabnya terdapat sekitar 90% kasus dan banyak penderita
tidak menunjukkan gejala atau keluhan.
2) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5%
kasus. Penyebab spesifiknya diketaui seperti glomerulonefritis,
penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal,
10
hiperaldosteronisme primer, sindrom chusing, faokromositoma,
kaorktasia aorta, hipertensi yang berhubungan.
c.
Faktor Risiko Hipertensi
Menurut (Endang, 2014) bahwa faktor resiko terjadinya hipertensi
antara lain:
1) Riwayat hipertensi : jika seorang dari orangtua kita memiliki
hipertensi maka sepanjang hidup kita memiliki kemungkinan 25%
terkena hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.
2) Jenis kelamin : dibandingkan antara pria dan wanita, ternyata
wanita lebih banyak menderita hipertensi.
3) Faktor usia : Insiden
hipertensi makin meningkat dengan
meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah
di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan
hormon.
4) Faktor Lingkungan : seperti stres, berpengaruh terhadap
timbulnya hipertensi. Hubungan anatara stress dengan hipertensi,
diduga melalui aktivitasi saraf simpatik. Peningkatan aktivitas
saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara
intermitten (tidak menentu).
5) Kegemukan : Tingginya peningkatan tekanan darah bergantung
pada besarnya penambahan berat badan dan kolesterol.
11
d. Derajat Hipertensi
Menurut Joint National Committe(JNC) V (lima) derajat hipertensi
dapat dikelompokkan yaitu (Triyanto, 2013):
1) High normal yaitu sistolik 130-139 mmHg dan diastolis 85-89
mmHg.
2) Hipertensi stage 1 atau ringan yaitu sistolik 140-159 mmHg dan
diastolik 90-99 mmHg.
3) Hipertensi stage 2 atau sedang yaitu sistolik 160-179 mmHg dan
diastolik 100-109 mmHg.
4) Hipertensi stage 3 atau berat yaitu sistolik 180-209 mmHg dan
diastolik 100-119 mmHg.
5) Hipertensi stage 4 atau berat yaitu sistolik >210 mmHg dan
diastolik >120 mmHg.
e.
Manifestasi Klinis
Menurut Pudiastuti (2013), bahwa tanda dan gejala hipertensi antara
lain:
1) Penglihatan kabur karena kerusakan retina.
2) Nyeri pada kepala.
3) Mual dan muntah akibat meningkatnya tekanan intra kranial.
4) Edema dependent
5) Adanya pembengkakan karena meningkatnya tekanan kapiler.
12
Menurut Padila (2013) bahwa tanda dan gejala pada hipertensi
dibedakan menjadi:
1) Tidak ada gejala : tidak ada gejala yang spesifik yang dapat
dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan
tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan
arteri tidak terukur.
2) Gejala yang lazin : sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang
menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam
kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolomgan medis.
f.
Patofisiologi
Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa terjadi melalui
beberapa yaitu jantung memopa lebih kuat sehingga mengalirnya lebih
banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung dipaksa melalui untuk melalui
pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya
tekanan inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya
telah menebal dan kaku karena arterioskalierosis.
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada
saat terjadi vasokonstriksi. yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk
13
sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon
didalam
darah.
Bertambahnya
cairan
dalam
sirkulasi
bisa
menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika
terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika aktifitas memompa jantung berkurang arteri
mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka
tekanan darah akan menurun, Penyesuaian terhadap faktor-faktor
tersebut dilaksanakan oleh perubahan didalam fungsi ginjal dan fungsi
otot otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi
tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan
tekanan darah melalui berbagai cara: jika tekanan darah meningkat,
ginjal
akan
menambah
pengeluarannya
volume
darah
dan
mengembalikan tekanan arah ke normal.
Jika
tekana
darah
menurun,
ginjal
akan
mengurangi
pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan
tekanan darah kembali ke normal. Ginjal juga bisa meningkatkan
tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang
memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan
memicu pembentukan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ
penting dalam mengendalikan tekanan darah karena itu berbagai
penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya
14
tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju
kesalah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan
hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal
juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf
otonom yang untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan
darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap
ancaman dari luar) meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut
jantung dan juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi
memperlambat arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka yang
memerlukan pasokan darah yang lebih banyak) mengurangi
pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan
volume darah dalam tubuh, melepaskan hormon epinefrin (adrenalin)
dan norepinefrin (noradrenalin), yang merangsang jantung dan
pembuluh darah. Faktor stress merupakansatu factor pencetus
terjadinya peningkatan tekanan daeah dengan proses pelepasan
hormon epinefrin dan norepinefrin (Endang, 2014).
g.
Komplikasi
Menurut Murwani (2009) komplikasi dari hipertensi yaitu:
1) Penyakit ginjal kronis dapat terjadi karena kerusakan progresif
akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal dan glomerolus.
Hal tersebut terjadi pada hipertensi kronik.
15
2) Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang
diakibatkan oleh hipertensi.
3) Tekanan darah yang tinggi dan hipertensi berlangsung lama dapat
menyebakan kerusakan pembuluh darah pada retina.
4) Jantung yang terus-menerus memompa darah dengan tekanan
tinggi menyebabkan pembesaran ventrikel kiri sehingga darah
akan berkurang.
h. Penatalaksanaan
Menurut Padila (2013), penatalaksanaan hipertensi dibagi menjadi
dua, yaitu:
1) Farmakologi
Obat diuretika, beta blocker seperti captopril, calcium channel
blocker atau penghambatan ACE digunakan sebagai obat tunggal
pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit
lain yang ada pada penderita.
2) Non farmakologi
a) Diet
Diet rendah kolesterol dan asam lemak jenuh, penurunan BB,
asupan etanol, menghentikan rokok, diet tinggi kalium
(Padila, 2013).
Diet vegetarian dan minyak ikan (Boestan dkk, 2010).
16
b) Latihan fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah.
c) Pendidikan kesehatan (penyuluhan)
d) Meningkatkan pengetahuan dan pengelolaannya hipertensi
sehingga dapat mempertahankan hidup dan mencegah
komplikasi.
e) Edukasi psikologis
(1)
Tehnik biofeedback
Biofeedback digunakan mengatasi nyeri kepala dan
migrain, kecemasan dan ketegangan.
(2)
Tehnik relaksasi
Latihan fisik atau olah raga teratur untuk penderita
hipertensi (Padila, 2013).
Meningkatkan aktifitas fisik dengan latihan aerobik
yang teratur (Boestan dkk, 2010).
f) Tehnik komplementer
Bersifat alamiah untuk mengatasi hipertensi, misalnya teknik
relaksasi otot progresif (Padila, 2013).
Terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi otot progresif, meditasi,
terapi tawa, akupuntur, aroma terapi dan
(Triyanto, 2014).
refleksilogi
17
i.
Pemeriksaan diagnostik
Menurut Sudarta (2013), bahwa pemeriksaan diagnostik hipertensi
antara lain:
1) ECG: peninggian gelombang P indikasi hipertensi.
2) Radiologi (Thorax foto): mendeteksi adanya klasifikasi area
katup.
3) CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebri
4) Laboratorium: ureum, creatinin-elektrolit.
2. Tehnik Relaksasi Progresif
a.
Pengertian
Tehnik relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik
pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf
simpatetis dan parasimpatetis. Teknik relaksasi dapat dilakukan
mengurangi ketegangan, insomia dan asma serta dapat dilakukan pada
penderita hipertensi (Ramdhani, 2009). Relaksasi otot progresif adalah
suatu metode relaksasi melalui dua proses yaitu menegangkan otot
dan merileksasikan otot tubuh. Latihan ini adalah salah satu dari yang
paling sederhana dan mudah dipelajari (Richmond, 2009 dalam
Harmano, 2010).
Teknik relaksasi progresif menghasilkan respon fisiologi yang
terintegritasi dan juga mengganggu bagian dari kesadaran yang
dikenal sebagai “respon relaksasi Benson”. Respon relaksasi ini
18
diperkirakan menghambat sistem syaraf otonom dan sistem syaraf
pusat dan meningkatkan aktivitas parasimpatis yang dikarakteristikkan
dengan menurunnya otot rangka, tonus otot jantung dan mengganggu
fungsi neuroendokrin. Agar memperoleh manfaat dari respons
relaksasi, ketika melakukan teknik ini diperlukakan lingkungan yang
tenang, posisi yang nyaman (Endang, 2014).
b. Langkah – Langkah Teknik Relaksasi Progresif
Langkah-langkah teknik relaksasi progresif menurut Ramdhani
(2006):
1) Gerakan pertama untuk melatih otot tangan yang dilakukan
dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat satu
kepalan. Klien di minta membuat kepalan ini semakin kuat,
sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat
kepalan dilepaskan, klien di pandu untuk merasakan rileks selama
10 detik. Gerakan pada tangan kiri ini di lakukan dua kali
sehingga klien dapat memebedakan perbedaan antara ketegangan
otot dan keadaan rileks yang dialami. Dilatih juga pada tangan
kanan.
2) Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian
belakang. Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua
lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot
19
ditangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari
menghadap kelangit-langit.
3) Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot biceps. Otot biceps
adalah otot besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan.
Gerakan ini di awali dengan menggenggam kedua tangan
sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua kepalan
kepundak sehingga otot-otot biceps akan tegang.
4) Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu.
Relaksasi untuk mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat
dilakukan dengan cara mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya
seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga.
5) Gerakan kelima sampai kedelapan adalah gerakan-gerakan yang
ditujukan untuk melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah
yang dilatih otot dahi, mata, rahang dan mulut. Gerakan untuk
dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis
sampai keototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan yang
ditunjukan untuk otot mata diawali dengan menutup mata
sehingga dapat dirasakan ketegangan disekitar mata.
6) Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan otot
rahang, dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan
mengigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot rahang.
Gerakan ke delapan ini untuk mengendorkan otot-otot sekitar
mulut, bibir di moncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan di
20
rasakan ketegangan di sekitar mulut. Gerakan kesembilan dan
kesepuluh ditujukan untuk merilekskan otot-otot bagian leher
bagian depan maupun belakang. Gerakan di awali dengan otot
leher bagian belakang baru kemudian otot leher bagian belakang
baru bagian depan. Klien dipandu meletakkan kepala sehingga
dapat beristirahat, kemudian di minta untuk menekankan kepala
pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga klien
dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan
punggung atas.
7) Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian
depan, gerakan ini di lakukan dengan cara membawa kepala
kemuka, kemudian klien diminta untuk membenamkan dagu ke
dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan didaerah leher
bagian muka.
8) Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung.
Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangat tubuh dari
sandaran
kursi,
kemudian
punggung
dilengkungkan,
lalu
busungkan dada, kondisi tegang dipertahankan 10 detik,
kemudian rileks.
9) Gerakan kedua belas digunakan untuk melemaskan otot-otot
dada. Klien diminta untuk menarik nafas panjang untuk mengisi
paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan
beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada
21
kemudian turun keperut. Pada saat ketegangan dilepas, klien
dapat bernafas normal dengan lega. Gerakan ini di ulangi sekali
lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang
dan rileks.
10) Setelah latihan otot dada, gerakan ketigabelas bertujuan untuk
melatih otot-otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan cara
menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai
perut menjadi kencang dan keras. Setelah 10 detik dilepaskan
bebas, kemudian di ulang kembali seperti gerakan awal untuk
perut ini. Gerakan ke empatbelas bertujuan untuk melatih otototot paha, dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak
kaki sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan
dengan mengunci lutut, sedemikian sehingga ketegangan pindah
keotot-otot betis. Sebagaimana prosedur relaksasi otot, klien
harus menahan posisi tegang selama 10 detik baru setelah itu
melepaskannya. Setiap gerakan di lakukan masing-masing dua
kali.
c.
Manfaat Relaksasi Progresif
Manfaat teknik relaksasi progresif bagi pasien diantaranya
mengurangi ketegangan, kecemasan konsumsi oksigen tubuh,
kecepatan metabolisme, frekuensi napas, ketegangan otot, tekanan
22
darah sistol dan diastol, kontraksi ventrikel prematur dan peningkatan
gelombang alfa otak (Synder & Lindquist, 2010).
Latihan relaksasi otot progresif memberikan dampak yang
signifikan dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi
esensial atau primer. Dampak yang terjadi meliputi dampak langsung
dan jangka panjang. Dampak langsung dari terapi relaksasi progresif
adalah penurunan tekanan darah terutama sistolik pada orang dewasa
yang melakukan pengobatan teratur (Shinde & Bhushan, 2013).
3. Asuhan Keperawatan Hipertensi
a.
Pengkajian
Pengkajian menurut Padila (2013) yaitu:
1) Aktivitas / Istirahat
Gejala: kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
takipnea.
2) Sirkulasi
Gejala: riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskuler.
Tanda: kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan
warna kulit, suhu dingin.
23
3) Integritas Ego
Gejala:
riwayat
perubahan kepribadian, ansietas, depresi,
euphobia, faktor stress multiple.
Tanda: letupan suasana hati, gelisah, tangisan yang meledak, otot
muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
4) Eliminasi
Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.
5) Makan / Cairan
Gejala: makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan
tinggi garam, lemak dan kolesterol.
Tanda: BB normal atau obesitas, adanya edema.
6) Neurosensori
Gejala: keluhan pusing / pening, sakit kepala, berdenyut sakit
kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epitaksis.
Tanda: perubahan orientasi, penurunan kekuatan gangguan
perubahan retinal optic.
7) Nyeri / Ketidaknyamanan
Gejala: angina, nyri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala
oksipital berat, nyeri abdomen.
8) Pernapasan
Gejala: dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea,
ortopnea, dispnea nocturnal proksinal, batuk dengan tanpa
sputum, riwayat merokok.
24
Tanda: distress respirasi / penggunaan otot aksesoris pernafasan,
bunyi nafas tambahan, sianosis.
9) Keamanan
Gejala: gangguan koordinasi, cara berjalan
Tanda: episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural.
10) Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala: faktor resiko keluarga, hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung DM, penyakit ginjal.
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone.
b. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Amin dan Hardi, 2013) diagnosa yang mucul yaitu:
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan transportasi
oksigen, kelemahan.
3) Nyeri
akut
berhubungan
dengan
agen
cedera
biologis:
peningkatan tekanan darah.
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakit.
25
c.
Intervensi Keperawatan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload.
Kriteria hasil:
a) Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan berat
yang dapat diterima.
b) Pasien memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
dalam rentang normal.
Intervensi:
a) Pantau tekanan darah untuk evaluasi awal.
Rasional: perbandingan tekanan memberikan gambaran
tentang ketertiban atau bidang masalah vaskuler.
b) Catat keberadaan, kualitas denyut sentral dan perifer.
Rasional: denyut karotis, jugularis, radialis dan femoralis
dapat
terpalpasi
sedangkan
denyut
tungkai
mungkin
menurun.
c) Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.
Rasional: S4 terdengar pada pasien hipertensi berat karean
ada hipertropi atrium (peningkatan volume atau tekanan
atrium) perkembangan S3 menunjukkan hipertropi ventrikel
dari kerusakan fungsi.
d) Catat edema umum atau tertentu.
26
Rasional: mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal
atau vascular.
e) Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurangi aktivitas
atau keributan dan batasi jumlah pengunjung dan lamanya
tinggal.
Rasional: membantu menurunkan rangsang simpatis dan
meningkatkan relaksasi.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan transportasi
oksigen, kelemahan.
Kriteria hasil:
a) Pasien mampu memperlihatkan peningkatan aktivitas secara
mandiri.
b) Tidak ada tanda-tanda hipoksia.
c) Tekanan darah pasien dalam rentang normal.
Intervensi:
a) Memonitor tekanan darah pada pasien.
Rasional: untuk mengetahui peningkatan tekanan darah
pasien.
b) Mengkaji respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional: untuk mengidentifikasikan tanda dan gejala.
c) Menganjurkan teknik penghambat tenaga saat beraktivitas.
Rasional: untuk menghemat energi.
27
3) Nyeri
akut
berhubungan
dengan
agen
cedera
biologis:
peningkatan tekanan darah.
Kriteria hasil:
a) Pasien akan melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
b) Pasien akan mengungkapkan metode yang memberikan
pengurangan.
c) Pasien akan mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.
Intervensi:
a) Mempertahankan tirah baring selama masa akut.
Rasional: Meminimalkan stimulasi atau meningkatkan
relaksasi.
b) Memberikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan
sakit kepala (tehnik relaksasi progresif).
Rasional: tindakan yang menurunkan tekanan vascular
serebral dan yang memperlambat respon simpatis efektif
mnghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
c) Meminimalkan aktivitas vasokontriksi yang meningkatkan
sakit kepala (mengejan saat BAB, batuk dan membungkuk).
Rasional:
aktivitas
yang
meningkatkan
vasokontriksi
menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan
vaskular serebral.
28
d) Kolaborasi dokter dengan pemberian analgesic.
Rasional:
Menurunkan
atau
mengontrol
nyeri
dan
menurunkan rangsang sistem saraf simpatis.
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakit.
Kriteria hasil:
a) Pasien menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi dan
program pengobatan.
b) Pasien mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat atau tim kesehatan lainnya.
Intervensi:
a) Gambarkan tanda dan gejala yang bisa muncul pada penyakit
dengan cara yang tepat.
Rasional: mengetahui tanda dan gejala yang bisa muncul
pada penyakit.
b) Identifikasikan kemungkinan penyebab dengan cara yang
tepat.
Rasional: mengetahui kemungkinan penyebab.
c) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi dimasa yang akan datang.
Rasional: Mengetahui cara mencegah komplikasi.
d) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
Rasional: mengetahui terapi yang tepat
29
B. Kerangka Teori
Faktor resiko penyebab hipertensi yaitu
1. Riwayat hipertensi
2. Jenis kelamin
3. Faktor usis
4. Faktor lingkungan
5. Kegemukan
Farmakologi:
Obat diuretika, beta blocker
swperti captopril, calcium
channel blocker atau
penghambat ACE
Hipertensi
Non Farmakologi:
1.
2.
3.
4.
Tehnik
biofeedback
Diet
Latihan fisik
Pendidikan kesehatan (penyuluhan)
Edukasi psikologi
Teknik
komplementer
Teknik
relaksasi
progresif
Penurunan
tekanan darah
Gambar 2.1 Kerangka Teori
BAB III
METODE PENYUSUNAN APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Pasien Ny.D yang menderita hipertensi stage 1 yang pernah dirawat di
Puskesmas Sibela.
B. Tempat dan Waktu
1.
Tempat aplikasi riset
Aplikasi riset ini dilakukan dengan cara homevisit.
2.
Waktu aplikasi riset
Aplikasi riset ini dilakukan pada tanggal 07–16 Januari 2016, akan
dilakukakan pengkajian, intervensi sampai evaluasi diharapkan selama
10 hari yaitu pada tanggal 07-16 Januari 2016, dan akan dilakukan
relaksasi perogresif selama 25-30 menit.
C. Media dan Alat yang digunakan
SPIGNOMANOMETER
Dalam aplikasi riset ini media yang digunakan adalah:
1.
Ruangan yang nyaman dan tidak gaduh
2.
Tempat tidur atau kursi dengan sandaran rileks
30
31
Dalam aplikasi riset ini alat yang digunakan adalah:
1.
Sfigmomanometer untuk mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah
melakukan relaksasi progresif.
2.
Stetoskop untuk mendengarkan suara sistolik dan diastolik.
D. Prosedur Tindakan
Berikut langkah-langkah teknik relaksasi progresif:
1.
2.
Fase orientasi
a.
Memberi salam
b.
Memperkenalkan diri
c.
Menjelaskan tujuan dan tindakan
d.
Menjelaskan langkah prosedur
e.
Menanyakan kesiapan klien
Fase kerja
a.
Mencuci tangan
b.
Memberi posisi yang nyaman
c.
Berdiri di samping klien
d.
Bibing klien menggenggam tangan kiri dan kanan bergantian sambil
membuat satu kepalan selama 5-7 detik. Klien di minta membuat
kepalan ini semakin kuat, kemudian relaks selama 10 detik.
e.
Bimbing klien menekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan
tangan sehingga otot-otot ditangan bagian belakang
dan lengan
32
bawah menegang, jari-jari menghadap kelangit-langit selama 5-7
detik, kemudian relaks selama 10 detik.
f.
Bimbing klien menggenggam kedua tangan sehingga menjadi
kepalan kemudian membawa kedua kepalan kepundak sehingga otototot biceps akan tegang selama 5-7 detik, kemudian relaks selama 10
detik.
g.
Bimbing klien mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakanakan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga selama 5-7
detik, kemudian relaks selama 10 detik.
h.
Bimbing klien melakukan gerakan-gerakan yang ditujukan untuk
melemaskan otot-otot di wajah (dahi, mata, rahang dan mulut).
Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi
dan alis sampai keototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan yang
ditunjukan untuk otot mata diawali dengan menutup mata sehingga
dapat dirasakan ketegangan disekitar mata. Setiap gerakan dilakukan
selama 5-7 detik, kemudian relaks selama 10 detik.
i.
Bimbing klien mengatupkan rahang, diikuti dengan mengigit gigigigi sehingga ketegangan di sekitar otot rahang, kemudian gerakan
untuk mengendorkan otot-otot sekitar mulut, bibir di moncongkan
sekuat-kuatnya sehingga akan di rasakan ketegangan di sekitar
mulut, dan gerakan untuk merilekskan otot-otot bagian leher bagian
depan maupun belakang dengan cara klien dipandu meletakkan
kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian di minta untuk
33
menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa
sehingga klien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher
dan punggung atas Setiap gerakan dilakukan selama 5-7 detik,
kemudian relaks selama 10 detik.
j.
Bimbing klien untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga
dapat merasakan ketegangan didaerah leher bagian muka gerakan
dilakukan selama 5-7 detik, kemudian relaks selama 10 detik.
k.
Bimbing klien mengangat tubuh dari sandaran, kemudian punggung
dilengkungkan, lalu busungkan dada, kondisi tegang dipertahankan
5-7 detik, kemudian relaks selama 10 detik.
l.
Bimbing klien untuk menarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru
dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan beberapa saat,
sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun
keperut. Pada saat ketegangan dilepas, klien dapat bernafas normal
dengan lega. Gerakan ini di ulangi.
m. Bimbing klien menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian
menahannya sampai perut menjadi kencang dan keras, kemudian
bimbing klien meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot
paha terasa tegang. Setiap gerakan dilakukan selama 5-7 detik,
kemudian relaks selama 10 detik.
n.
Jangan dilanjutkan ketika terjadi penegangan pada pasien dan setiap
gerakan di lakukan masing-masing dua kali.
34
3.
Fase terminasi
a.
Merapikan pasien dan membereskan alat
b.
Mengevaluasi tindakan
c.
Mencuci tangan
d.
Berpamitan
E. Alat Ukur
Sfigmomanometer untuk mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah
melakukan relaksasi progresif. Menggunakan sfigmomanometer jarum /
aneroid karena keuntungan menggunakan sfigmomanometer ini hasil yang
didapat cukup akurat, praktis, mudah dibawa, tidak terkontaminasi logam
berat seperti sfigmomanometer air raksa yang berbahaya jika sampai alat
pecah ataupun air raksa terkena kulit atau saluran pernafasan dan
sfigmomanometer digital yang tingkat akurasi pengukuran lebih rendah dari
pada sfigmomanometer jarum / aneroid, kurasi pengukuran pada tensimeter
digital ini dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya kondisi baterai, usia
pemakaian (semakin lama pemakaian semakin menurun tingkat akurasi).
BAB IV
LAPORAN KASUS
Pada bab ini berisi tentang rangkuman asuhan keperawatan yang dilakukan
pada Ny.D dengan hipertensi pada tanggal 07 januari 2016 di rumah Ny.D dengan
alamat Sibela Raya No.19 Rt 04 Rw 24. Laporan kasus ini adalah proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Pada kasus
ini data diperoleh dengan cara autoanamnesa dan alloanamnesa.
A. Identitas Klien
Pengkajian dilakukan pada tanggal 07 januari 2016 pukul 15.00 WIB
diperoleh data klien bernama Ny.D, berusia 60 tahun yang bertempat tinggal
di Sibela Raya No.19 Rt 04 Rw 24. Klien seorang ibu rumah tangga dan
penjaga toko di rumahnya, klien beragama islam dan berpendidikan SD
dengan diagnosa medis hipertensi. Nama penanggung jawab pasien adalah
Tn.W berusia 68 tahun, pekerjaan sebagai PNS, hubungan dengan klien
adalah suami.
B. Pengkajian
Pada tanggal 07 januari 2016 pukul 15.00 WIB dilakukan pengkajian
dengan diperoleh Ny.D mengalami nyeri kepala. Riwayat kesehatan sekarang
Ny.D mengalami nyeri kepala dan susah tidur. Ny.D mengatakan mempunyai
35
36
riwayat hipertensi, mengeluh pusing setelah duduk lama dan saat malam hari
Ny.D mengatakan tidurnya kurang nyenyak. Saat dilakukan pemeriksaan
TTV didapat hasil Tekanan Darah: 150/90 mmHg, Nadi: 88 x/menit,
Pernafasan: 20 x/menit, Suhu: 36OC. Ny.D mengatakan masih rutin kontrol
dan minum obat-obatan dari Puskesmas ataupun Rumah Sakit yaitu
Amlodipin 1x10mg, Catapres 1x0,15mg, Aspilet 1x80mg /24jam. Ny.D
bercerita pada awalnya mengalami hipertensi karena berjualan dipagi hari di
pasar, Ny.D tiba-tiba merasa pusing dan pandangan kabur lalu dibawa di
Puskesmas Sibela. Ny.D juga mengatakan sampai sekarang saat pusing dan
saat berdiri setelah duduk lama, dan ketika ditanya tindakan apa saat pusing
Ny.D mengatakan hanya memijat kepala bagian depan dan memejamkan
mata sesaat ketika berdiri. Pengkajian nyeri pada Ny.D didapat hasil P: Ny.D
mengatakan nyeri pusing, Q: pusing dirasa tertusuk-tusuk, R: nyeri di kepala
depan, S: skala nyeri 5 dan T: nyeri hilang timbul.
Hasil pengkajian riwayat penyakit dahulu didapat hasil Ny.D
mengatakan belum pernah di rawat di rumah sakit. Pada masa kanak-kanak
Ny.D belum pernah mengalami penyakit yang serius dan tidak pernah
mengalami kecelakaan. Ny.D juga belum pernah dioperasi, Ny.D tidak
mempunyai alergi terhadap makanan atau obat apapun, waktu bayi Ny.D
diimunisasi lengkap dan Ny.D tidak memiliki kebiasaan merokok, minum
kopi dan alkohol.
Dalam riwayat kesehatan keluarga, Ny.D anak ke-2 dari 5 saudara dan
dikeluargannya ada yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi. Dalam
37
kesehatan lingkungan Ny.D mengatakan lingkungan rumahnya selalu
dibersihkan dan rumahnya dekat dengan jalan.
Genogram
Ny.D (60 tahun)
Keterangan:
: pasien
: laki-laki
: perempuan
: meninggal
: riwayat hipertensi
: tinggal serumah
Gambar 3.1 Genogram
Riwayat kesehatan lingkungan, pasien mengatakan rumahnya selalu
dibersihkan, lingkungan rumah tampak bersih dan lingkungan sekitarnya
dekat jalan.
38
Hasil pola kesehatan fungsional pasien meliputi pada pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan Ny.D mengatakan bahwa sehat itu penting dan mahal
harganya karena saat sehat seseorang dapat melakukan aktivitasnya seharihari, apabila ada anggota keluarga yang sakit selalu membawa ke pusat
kesehatan terdekat untuk diperiksa dan membeli obat-obatan supaya cepat
sembuh.
Hasil pola nutrisi dan metabolisme meliputi pola nutrisi sebelum sakit
pasien makan 3x sehari dengan nasi, lauk pauk, sayur dan habis dalam 1
porsi, Pola metabolisme pasien, pasien mengatakan minum air putih 6x sehari
habis ± 1 liter sedangkan saat dirawat di rumah sakit dan setelah dirawat di
rumah sakit pasien mengatakan tidak ada perubahan dalam pola nutrisi.
Hasil pola eliminasi meliputi pola eleminasi BAB sebelum sakit dan
selama sakit pasien mengatakan BAB lancar, 1x sehari, konsistensinya padat,
lunak, berbentuk, berbau khas berwarna kuning dan tidak ada keluhan dan
selama sakit pasien mengatakan BAB hanya 1x sehari dengan konsistensi
lunak, berbentuk dan berbau khas, berwarna kuning dan tidak ada keluhan.
Pola eliminasi BAK sebelum dan selama sakit pasien mengatakan 3-4x
sehari, berwarna kuning jernih.
Hasil pola aktivitas dan latihan, pasien mengatakan sebelum sakit
pasien melakukan aktivitas makan / minum, mandi, toileting, berpakaian,
mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi ROM dengan nilai 0 (mandiri).
Hasil pola istirahat tidur, pasien mengatakan sebelum sakit pasien dapat
tidur selama ± 6-8 jam, dan kadang-kadang tidur tidak menggunakan
39
pengantar tidur seperti obat-obatan, tidak ada gangguan sedangkan selama
sakit pasien mengatakan hanya tidur selama ± 4 jam dan kadang-kadang
pasien merasa pusing sehingga pasien terkadang masih merasa mengantuk
dan tidak nyaman.
Hasil pola kognitif perseptual, pasien mengatakan tidak ada gangguan
panca indra penglihatan penciuman tetapi pendengaran sudah sedikit
berkurang dan berkomunikasi dengan keluarganya baik tanpa gangguan, dan
selama sakit pasien mengatakan P: merasa pusing, Q: pusing dirasa tertusuktusuk, R: pusing di kepala depan, S: skala nyeri 5, T: nyeri hilang timbul
selama ± 4 menit.
Hasil pola persepsi konsep diri pasien saat sebelum dan selama sakit,
pasien mengatakangambaran diri pasien mengatakan senang akan setiap
bagian tubuhnya, pasien juga mengatakan bahwa pasien tidak mengeluh akan
keadaan tubuhnya yang sekarang. Ideal diri pasien mengatakan pasien
berharap tekanan darahnya normal, tidak hipertensi lagi dan tidak merasa
pusing. Peran diri pasien mengatakan pasien mampu melakukan kegiatan
sehari-hari sebagai penjaga toko di rumahnya, sebagai istri dari suami, ibu
dari anaknya dan nenek dari cucu-cucunya, dan sebagai ibu rumah tangga.
Identitas diri pasien mengatakan pasien sebagai perempuan yang normal serta
bekerja sebagai penjaga toko di rumahnya dan memiliki suami, seorang anak
dan 2 cucu, harga diri pasien mengatakan pasien menerima keadaannya
begitu juga lingkungan keluarga serta masyarakat juga menerima dengan
40
baik, dalam pergaulan dengan masyarakat tidak ada masalah dan tidak ada
gangguan.
Hasil pola hubungan dan peran pasien saat sebelum dan selama sakit,
pasien mengatakan hubungan dengan keluarga harmonis, hubungan dengan
masyarakat dan lingkungan baik.
Hasil pola seksual dan reproduksi pasien saat sebelum dan selama sakit,
pasien mengatakan pasien seorang perempuan mempunyai seorang suami,
seorang anak laki-laki dan 2 orang cucu.
Hasil pola mekanisme koping pasien saat sebelum dan selama sakit,
pasien mengatakan saat pasien memiliki masalah yang sedang dihadapi
pasien selalu bercerita kepada anggota keluarga dan pasien selalu merasa
terbuka dengan keluarganya.
Hasil pola nilai dan keyakinan pasien saat sebelum dan selama sakit,
pasien mengatakan pasien beragama islam dan pasien selalu berdoa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dengan menjalankan sholat 5 waktu.
Pemeriksaan fisik penampilan umum kesadaran compos mentis, tandatanda vital menunjukkan TD: 150/90 mmHg, Nadi: 88 x/menit, irama teratur,
kekuatan kuat. RR: 20 x/menit, irama teratur, suhu: 36˚C. Hasil pengkajian
pada kepala, bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih, ada ketombe,
rambut sedikit beruban bersih, pendek. Hasil pengkajian pada mata, palpebra
tidak oedema, terdapat kantong mata, konjungtiva anemis, sclera putih, pupil
isokor, diameter ka/ki 3mm/3mm, reflek terhadap cahaya ka/ki +/+, pasien
tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hasil pengkajian pada hidung,
41
lubang hidung simetris, tidak ada polip, tidak terdapat sekret, penciuman
normal. Hasil pengkajian pada Mulut bersih, berbentuk simetris, mukosa bibir
kering dan sedikit pucat. Gigi bersih, lengkap tidak ada karies gigi, gigi
berwarna putih. Telinga berbentuk simetris, sedikit ada gangguan
pendengaran, tidak ada serumen yang menumpuk. Hasil pengkajian pada
Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Hasil pemeriksaan fisik paru-paru, yang meliputi inspeksi yaitu bentuk
dada simetris dan tidak ada jejas, hasil palpasi yaitu vocal premitus kanan dan
kiri sama, hasil perkusi yaitu suara sonor diseluruh lapang paru, dan hasil
auskultasi yaitu suara vesikuler diseluruh lapang paru, tidak ada suara
tambahan, irama teratur. Hasil pemeriksaan jantung, yang meliputi inspeksi
yaitu ictus cordis tidak tampak, hasil palpasi yaitu ictus cordis teraba kuat di
SIC 4 dan SIC 5, hasil perkusi yaitu disemua lapang paru pekak, dan hasil
auskultasi yaitu bunyi jantung 1 sama dengan bunyi jantung 2 reguler tidak
terjadi perlebaran suara. Hasil pemeriksaan abdomen, meliputi inspeksi yaitu
abdomen berbentuk simentris, umbilicus tidak menonjol dan tidak ada jejas,
auskultasi: terdengar bising usus 6x/menit, hasil perkusi yaitu kuadran I
pekak, kuadran II, III, IV tympani, hasil palpasi yaitu tidak ada nyeri tekan
pada seluruh kuadran. Hasil pemeriksaan genetalia berjenis kelamin
perempuan. Rektum tidak ada keluhan.
Hasil pemeriksaan fisik ekstermitas meliputi ekstermitas atas, kekuatan
otot ka/ki: 5/5 (aktif/aktif), ROM ka/ki aktif, capilary refile ± 4 detik,
perubahan bentuk tulang tidak ada, perabaan akral hangat, ekstermitas bawah,
42
kekuatan otot ka/ki 5/5 (aktif/aktif), ROM ka/ki aktif/aktif, capilary refil ± 4
detik, perubahan bentuk tulang tidak ada, perabaan akral teraba hangat.
Terapi medis, pasien mengatakan setelah masuk puskesmas sampai
sekarang pasien masih mengkomsumsi obat. Jenis terapi berupa amlodipine
10mg /24 jam, aspilets 80mg /24 jam dan catapres 0,15mg /24 jam.
C. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian, penulis melakukan analisa data dengan
data fokus dan data obyektif. Didapatkan data subyektif pasien, pasien
mengatakan pusing pada sore hari dan setelah duduk lama, dan pusing kepala
dirasa tertusuk-tusuk. Data obyektif yang diperoleh kulit pasien tampak
pucat, pasien tampak memijat kepala bagian depan, cepilary refile ± 4 detik,
tanda-tanda vital tekanan darah: 150/90 mmHg, Nadi: 80x/menit, dan RR:
20x/menit. Masalah keperawatan yang didapat ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi.
Dari analisa data yang kedua pada pasien didapatkan data subyektif
pasien mengatakan pusing pada sore hari dan setelah duduk lama, pusing
dirasa cekot-cekot, pusing di kepala depan dengan skala nyeri 5 dan rasa
nyeri hilang timbul ± selama 4 menit. Data obyektif yang diperoleh antara
lain pasien tampak menahan sakit, pasien tampak cemas, dengan hasil tandatanda vital tekanan darah: 150/90 mmHg, Nadi: 80 x/menit, dan RR: 20
x/menit. Masalah keperawatan yang didapatkan nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera biologis.
43
Data analisa yang ketiga pada pasien didapat data subyektif antara lain
pasien mengatakan hanya tidur selama ± 4 jam dan kadang-kadang pasien
merasa pusing sehingga pasien terkadang masih merasa mengantuk dan tidak
nyaman. Data obyektif yang diperoleh pasien tampak lemas, sayur dan
terdapat warna sedikit kehitaman di kantong mata. Masalah keperawatan
yang didapat gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal:
penyakit.
Berdasarkan masalah diatas penulis merumuskan diagnosa keperawatan
pertama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
hipertensi, diagnosa yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan cidera
biologis, dan diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu gangguan pola tidur
berhubungan dengan faktor internal : penyakit.
D. Intervensi Keperawatan
Prioritas masalah keperawatan yang utama adalah ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi setelah dilakukan
tindakan 3x24 jam diharapkan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
teratasi dengan kriteria hasil tekanan systole dan diastole dalam rentang yang
diharapkan (130/80 – 150/90), tidak ada keluhan sakit kepala (pusing).
Intervensi atau rencana keperawatan yaitu Intervensi pertama monitor vital
sign pasien dengan rasional mengetahui keadaan umum pasien. Intervensi
kedua berikan posisi yang nyaman (posisi semifowler) dengan rasional
menurunkan tekanan arteri. Intervensi ketiga berikan penggunaan tehnik non
44
farmakologi
dengan
relaksasi
progresif
dengan
rasional
membantu
mengurangi tekanan darah. Intervensi keempat batasi gerakan pada tangan,
kepala, leher dan punggung dengan rasional mengurangi rasa pegal dan
mengantisipasi pegal. Intervensi kelima monitor adanya daerah tertentu yang
hanya peka terhadap panas / dingin / tajam / tumpul dengan rasional
mengevaluasi perbaikan status sirkulasi.
Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan
dengan cidera biologis pada Ny.D maka penulis membahas rencana dan
tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam, pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri dan
mampu menggunakan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri),
melaporkan bahwa nyeri berkurang dari skala 5 menjadi 2 dengan
menggunakan manajemen nyeri, pasien tidak tampak meringis kesakitan,
pasien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri),
tanda-tanda vital pasien dalam keadaan normal dengan TD: 120/80 mmHg,
N: 80 x/menit, RR: 16-24 x/menit, Suhu: 36,5˚C. Intervensi atau rencana
keperawatan yaitu Intervensi pertama kaji pola nyeri PQRST (Provoking,
Quality, Region, Scale, Timing) dengan rasional untuk mengetahui penyebab,
kualitas, lokasi, skala, dan durasi nyeri. Intervensi kedua berikan posisi
nyaman pada pasien dengan rasional memberikan posisi yang dapat
mengurangi nyeri. Intervensi ketiga ajarkan teknik mengontrol nyeri non
farmakologi dengan relaksasi nafas dalam dengan rasional pasien dapat
mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik dan
45
emosi pada nyeri. Intervensi keempat kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgetik dengan rasional mengontrol / mengurangi nyeri untuk
meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerja sama dengan aturan
teurapetik.
Pada diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu gangguan pola tidur
berhubungan dengan faktor internal: penyakit. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam diharapkan gangguan pola tidur dengan kriteria hasil
mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 7-8 jam, kualitas tidur pasien
baik / tercukupi, pasien tampak bangun pada pagi hari dengan segar dan tidak
merasa lelah, nyeri berkurang. Intervensi yang dapat dilakukan intervensi
pertama kaji pola tidur pasien dengan rasional untuk mengetahui penyebab
gangguan tidur pasien. Intervensi kedua monitor / catat kebutuhan tidur
pasien setiap hari dengan rasional untuk mengetahui waktu tidur yang
dikebutuhan pasien. Intervensi ketiga memberikan posisi bantal ditinggikan
dengan rasional memberikan posisi bantal ditinggikan pada pasien.Intervensi
keempat kolaborasi dengan dokter dengan pemberian obat tidur jika perlu
dengan rasional untuk membantu pasien agar mudah saat tidur.
E. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari kamis 7 januari 2016
pada pukul 16.00 WIB, yaitu memonitor keadaan umum klien dan tandatanda vital (sebelum terapi relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 150/90
mmHg, nadi: 88 x/menit, RR: 20 x/menit, suhu: 36OC. Melanjutkan pada
46
pukul 16.20 WIB, mengkaji status nyeri pasien didapatkan data subyektif
pasien mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama, pusing
dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan, skala nyeri 5, nyeri hilang
timbul ± 4 menit dan data obyektif pasien tampak menahan pusing dan
cemas. Penulis Mengkaji pola tidur pasien pada pukul 16.30 WIB, didapat
data subyektif pasien mengatakan tidur malam tidak nyenyak, tidur ± 4 jam
dan data obyektif mata pasien tampak terdapat kantong mata dan tampak lesu.
Penulis memberikan penjelasan tentang pentingnya tidur pada pukul 16.40
WIB, didapat data subyektif pasien mengatakan mengerti pentingnya istirahat
tidur dan data obyektif pasien tampak bingung dengan penjelasan pentingnya
tidur. Penulis mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam pada pukul 16.45,
respon subyektif pasien mengatakan bersedia diajari teknik relaksasi nafas
dalam, data obyektif pasien sudah melakukan relaksasi nafas dalam. Penulis
monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas / dingin /
tajam / tumpul
pada pukul 17.00 WIB, didapat data subyektif pasien
mengatakan daerah pipi peka terhadap panas / dingin / tajam / tumpul dan
data obyektif pasien tampak memejamkan mata. Penulis melakukan tindakan
keperawatan memberikan posisi yang nyaman (semifowler) pada pukul 17.35
WIB, didapat data subyektif pasien mengatakan bersedia dan data obyektif
pasien tampak rileks dilanjutkan mengajarkan teknik non farmakologi dengan
pemberian relaksasi progresif untuk mengurangi tekanan darah didapatkan
data subyektif pasien mau diajarkan dan melakukan relaksasi progresif, dan
data obyektif pasien tampak bisa mengikuti terapi yang diberikan, pasien
47
tampak sedikit lega, pasien tampak lebih nyaman dari sebelumnya. Penulis
memonitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital kembali (setelah terapi
relaksasi progresif)
pada pukul 17.50 WIB, didapat data obyektif, TD:
140/90 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36OC, dan data
obyektif dan pasien tampak lebih nyaman sebelumnya.
Pada hari jumat tanggal 08 januari 2016 pada pukul 16.00 WIB, penulis
memonitor keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital (sebelum terapi
progresif) dengan hasil data subyektif pasien mengatakan bersedia diukur
vital signnya dan data obyektif, TD: 140/90 mmHg, Nadi: 86 x/menit, RR:
20x/menit, Suhu: 36,2˚C. Penulis mengkaji status nyeri pada pasien pada
pukul 16.25 WIB, dengan hasil data subyektif pasien mengatakan pusing
pada saat sore hari dan setelah duduk lama, pusing dirasa tertusuk-tusuk,
pusing di kepala depan, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul ± 4 menit dan data
obyektif pasien tampak menahan pusing dan cemas. Penulis mengajarkan
teknik relaksasi nafas dalam
pada pukul 16.30, respon subyektif pasien
mengatakan bersedia diajari teknik relaksasi nafas dalam, data obyektif
pasien sudah melakukan relaksasi nafas dalam. Penulis mengkaji pola tidur
pasien pada pukul 16.40 WIB didapat data subyektif pasien mengatakan tidur
malam tidak nyenyak tetapi setelah memakai bantal ditinggikan lebih nyaman
tidur, tidur ± 5 jam dan data obyektif mata pasien tampak terdapat kantong
mata dan tampak lesu. Penulis melakukan tindakan keperawatan memberikan
posisi yang nyaman (semifowler)
pada pukul 17.20 WIB, didapat data
subyektif pasien mengatakan bersedia dan data obyektif pasien tampak rileks
48
dilanjutkan mengajarkan teknik non farmakologi dengan pemberian relaksasi
progresif untuk mengurangi tekanan darah didapatkan data subyektif pasien
mau diajarkan dan melakukan relaksasi progresif, dan data obyektif pasien
tampak bisa mengikuti terapi yang diberikan, pasien tampak sedikit lega,
pasien tampak lebih nyaman dari sebelumnya. Penulis memonitor keadaan
umum klien dan tanda-tanda vital kembali (setelah terapi relaksasi progresif)
pada pukul 18.00 WIB, didapat data obyektif, TD: 125/90 mmHg, Nadi: 80
x/menit, RR: 18 x/menit, Suhu: 36,2OC, dan data obyektif pasien tampak
lebih nyaman. Penulis menjelaskan kepada pasien tentang pentingnya tidur
yang adekuat
pada pukul 18.10 WIB, didapat data subyektif pasien
mengatakan sudah memahami mengenai pentingnya tidur yang adekuat dan
data obyektif pasien tampak paham dengan penjelasan dari penulis. Penulis
menganjurkan menciptakan lingkungan yang nyaman dengan meninggikan
bantal pasien pada pukul 18.30 WIB, didapat data subyektif pasien
mengatakan bersedia diberi posisi bantal sedikit di tinggikan nanti malam dan
data obyektif pasien tampak mengerti anjuran dari penulis.
Pada hari sabtu tanggal 09 januari 2016 pukul 16.00 WIB, memonitor
keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital (sebelum terapi progresif) dengan
hasil data subyektif pasien mengatakan bersedia diukur vital signnya dan data
obyektif, TD: 140/80 mmHg, Nadi: 84 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu:
36,2˚C. Penulis mengkaji status nyeri pada pasien pada pukul 16.30 WIB,
didapat hasil data subyektif pasien mengatakan pusing pada sudah berkurang,
pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan, skala nyeri 3, nyeri
49
hilang timbul dirasa sudah berkurang dan data obyektif pasien tampak tenang.
Penulis mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam pada pukul 16.35, didapat
respon subyektif pasien mengatakan bersedia diajari teknik relaksasi nafas
dalam, data obyektif pasien sudah melakukan relaksasi nafas dalam. Penulis
mengkaji pola tidur pasien pada pukul 16.45 WIB, didapat data subyektif
pasien mengatakan tidur malam nyenyak, tidur ± 7 jam dan data obyektif
pasien tampak lebih segar dan kantong mata sedikit berkurang. Penulis
melakukan tindakan keperawatan memberikan posisi
yang nyaman
(semifowler) pada pukul 16.50 WIB, didapat data subyektif pasien
mengatakan bersedia dan data obyektif pasien tampak rilesk dilanjutkan
mengajarkan teknik non farmakologi dengan pemberian relaksasi progresif
untuk mengurangi tekanan darah didapatkan data subyektif pasien mau
diajarkan dan melakukan relaksasi progresif, dan data obyektif pasien tampak
bisa mengikuti terapi yang diberikan, pasien tampak sedikit lega, pasien
tampak lebih nyaman dari sebelumnya. Penulis memonitor keadaan umum
klien dan tanda-tanda vital kembali (setelah terapi relaksasi progresif) pada
pukul 17.20 WIB, didapat data subyektif pasien mengatakan bersedia dan
data obyektif, TD: 120/80 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 18 x/menit, Suhu:
36OC, dan pasien tampak lebih nyaman.
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi hari pertama kamis pada tanggal 7 januari 2016 jam 18.00
WIB diagnosa kedua dengan metode SOAP, respon subyektif pasien
50
mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama, pusing dirasa
tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul ± 4
menit. Respon obyektif pasien tampak menahan pusing dan cemas dengan
vital sign (sebelum terapi relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 150/90
mmHg, Nadi: 88 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36OC. Analisa keperawatan,
masalah nyeri belum teratasi. Planning, lanjutkan intervensi monitor keadaan
umum pasien dan vital sign pasien, kaji status nyeri pasien, ajarkan teknik
relaksasi progresif dan tehnik relaksasi nafas dalam, berikan posisi yang
nyaman pada pasien.
Evaluasi diagnosa pertama jam 18.10 WIB dengan metode SOAP,
respon subyektif pasien mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah
duduk lama. Respon obyektif pasien tampak lemas, capilary refle 4 detik
dengan vital sign kembali (setelah terapi relaksasi progresif) TD: 140/90
mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36OC. Analisa keperawatan,
masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi. Planning,
lanjutkan intervensi monitor vital sign pasien, berikan terapi non farmakologi
(relaksasi progresif), batasi gerakan pada kepala, leher, punggung, dan
tangan.
Evaluasi diagnosa ketiga pukul 18.10 WIB dengan metode SOAP,
respon subyektif pasien mengatakan tidur malam tidak nyenyak, tidur ± 5
jam. Respon obyektif pasien tampak lesu dan terdapat kantong mata. Analisa
keperawatan, masalah masalah ganggun pola tidur belum teratasi. Planning,
51
lanjutkan intervensi kaji pola tidur pasien dan beri penjelasan tentang
pentingnya tidur.
Evaluasi hari kedua jumat pada tanggal 8 januari 2016 jam 18.30 WIB
diagnosa kedua dengan metode SOAP, respon subyektif pasien mengatakan
pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama, pusing dirasa tertusuktusuk, pusing di kepala depan, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul ± 4 menit.
Respon obyektif pasien tampak cemas dengan vital sign (sebelum terapi
relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 140/90 mmHg, Nadi: 86 x/menit,
RR: 20 x/menit, Suhu: 36,2OC. Analisa keperawatan masalah nyeri belum
teratasi. Planning, lanjutkan intervensi monitor keadaan umum pasien dan
vital sign pasien, kaji status nyeri pasien, ajarkan teknik relaksasi progresif
dan tehnik relaksasi nafas dalam, berikan posisi yang nyaman pada pasien.
Evaluasi diagnosa pertama jam 18.35 WIB dengan metode SOAP,
respon subyektif pasien mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah
duduk lama. Respon obyektif pasien tampak lemas, capilary refil 4 detik
dengan vital sign kembali (setelah terapi relaksasi progresif) TD: 125/90
mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 18 x/menit, Suhu: 36,2OC. Analisa
keperawatan, masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi.
Planning, lanjutkan intervensi monitor vital sign pasien, berikan terapi non
farmakologi (relaksasi progresif), batasi gerakan pada kepala, leher,
punggung, dan tangan.
Evaluasi diagnosa ketiga pukul 18.45 WIB dengan metode SOAP,
respon subyektif pasien mengatakan tidur malam tidak nyenyak, tidur ± 5
52
jam. Respon obyektif pasien tampak lesu dan terdapat kantong mata. Analisa
keperawatan, masalah masalah ganggun pola tidur belum teratasi. Planning,
lanjutkan intervensi kaji pola tidur pasien dan beri penjelasan tentang
pentingnya tidur.
Evaluasi hari ketiga sabtu pada tanggal 9 januari 2016 jam 17.40 WIB
diagnosa kedua dengan metode SOAP, respon subyektif pasien mengatakan
pusing pada sudah berkurang, pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala
depan, skala nyeri 3, nyeri hilang timbul dirasa sudah berkurang. Respon
obyektif pasien tampak tenang dengan vital sign (sebelum terapi relaksasi
progresif) dan data obyektif, TD: 140/80 mmHg, Nadi: 84 x/menit, RR: 20
x/menit, Suhu: 36,2OC. Analisa keperawatan, masalah nyeri teratasi.
Planning, pertahankan intervensi.
Evaluasi diagnosa pertama jam 17.45 WIB dengan metode SOAP,
respon subyektif pasien mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah
duduk lama. Respon obyektif pasien tampak tenang, capilary refle < 3 detik
dengan vital sign kembali (setelah terapi relaksasi progresif) TD: 120/80
mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 18 x/menit, Suhu: 36OC. Analisa keperawatan,
masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi. Planning,
pertahankan intervensi.
Evaluasi diagnosa ketiga pukul 17.55 WIB dengan metode SOAP,
respon subyektif pasien mengatakan tidur malam nyenyak, tidur ± 7 jam.
Respon obyektif pasien tampak lebih baik. Analisa keperawatan, masalah
ganggun pola tidur teratasi. Planning, pertahankan intervensi.
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membahas mengenai pemberian teknik relaksasi
progresif terhadap penurunan tekanan darah pada asuhan keperawatan Ny.D
dengan hipertensi stage 1 di Puskesmas Sibela Surakarta yang dilakukan pada
tanggal 07 januari 2016. Pembahasan yang dilakukan dalam bab ini terutama
membahas adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan praktik
pada kasus yang tersedia di lapangan. Proses asuhan keperawatan melalu tahap
pengkajian, perumusan masalah, rencana tindakan, tindakan keperawatan dan
evaluasi.
A. Pengkajian
Penulis melakukan pengkajian pada kasus diperoleh dengan cara
autoanamnesa dan dilakukan dengan homevisit (kunjungan rumah).
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.
Teknik pengumpulan data dilakukan secara anamnesis dan observasi.
Anamnesis adalah tanya jawab atau komunikasi secara langsung dengan klien
(autoanamnesis) untuk menggali informasi tentang status kesehatan klien.
Observasi adalah tindakan mengamati secara umum terhadap perilaku dan
keadaan klien (Rohmah dan Walid, 2012). Tahap pengkajian adalah tahap
proses mengumpulkan data yang relevan dan kontinyu tentang respon
53
54
manusia, status kesehatan, kekuatan, dan masalah klien. Tujuan dari
pengkajian adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan
klien, menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien, menilai
keadaan kesehatan klien, membuat keputusan yang tepat dalam menentukan
langkah-langkah berikutnya (Dermawan, 2012). Dalam pengkajian penulis
terhadap Ny.D didapat keluhan klien mengatakan kepala pusing. Pada saat
dikaji oleh penulis, Ny.D kepala tertusuk-tusuk, sakit pada sore hari dan
setelah duduk lama. Nyeri kepala yang dirasakan pada Ny.D disebabkan
karena tekanan darah meningkat. Berdasarkan hasil pengkajian pada Ny.D
dengan kasus hipertensi telah sesuai dengan teori yang ditemukan oleh
penulis. Tekanan darah meningkat pada saat vasokonstriksi yaitu arteri kecil
mengkerut karena perangsangan saraf simpatis atau hormon di dalam
pembuluh darah yang meningkat tekanan darah dan kekuatan jantung
sehingga menyebabkan vaskuler dan dapat menimbulkan nyeri atau pusing
kepala, rasa berat di tengkuk, mudah lelah (Triyanto, 2014). Dari data
pengkajian dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan
kenyataan yang terjadi pada gejala hipertensi yang dialami oleh Ny.D.
Pada Ny.D ditemukan bahwa Ny.D tampak lemah. Peningkatan tekanan
darah yang dialami Ny.D ditandai dengan nyeri kepala dan lemas. Dari
pemeriksaan tanda-tanda vital Ny.D diperoleh tekanan darah 150/90 mmHg,
frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi pernafasan 20 x/menit, suhu 36OC.
Berdasarkan hal tersebut, kondisi Ny.D mengalami tekanan darah lebih dari
140/90 mmHg yang sudah dianggap tinggi dan disebut hipertensi (Yekti dan
55
Ari, 2011). Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) merupakan
suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
(Wijayaningsih, 2013).
Hipertensi yang dialami Ny.D yaitu hipertensi stage 1 atau ringan yaitu
sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 90-99 mmHg. Menurut Joint National
Committe(JNC) Hipertensi diklasifikasikan menjadi V (lima) derajat
hipertensi, yang pertama haid normal yaitu sistolik 130-139 mmHg dan
diastolis 85-89 mmHg. Hipertensi stage 1 atau ringan yaitu sistolik 140-159
mmHg dan diastolik 90-99 mmHg. Hipertensi stage 2 atau sedang yaitu
sistolik 160-179 mmHg dan diastolik 100-109 mmHg. Hipertensi stage 3 atau
berat yaitu sistolik 180-209 mmHg dan diastolik 100-119 mmHg dan untuk
hipertensi stage 4 atau berat yaitu sistolik >210 mmHg dan diastolik >120
mmHg (Triyanto, 2013).
Berdasarkan pengkajian telah dilakukan oleh penulis dapat ditegakkan
prioritas masalah keperawatan utama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer berhubungan dengan hipertensi. Terapi yang diperoleh klien selama
berobat di Puskesmas Sibela ataupun Rumah sakit yaitu Amlodipin 1x10mg,
Catapres 1x0,15mg, Aspilet 1x80mg /24jam.
B. Perumusan Masalah
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klien mengenai repon individu,
keluarga ataupun komunikasi terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan
56
yang aktual / potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat
(Dermawan, 2012).
Berdasarkan data-data yang didapatkan penulis dari hasil pengkajian
pada tanggal 07 sampai 09 Januari 2016 pada Ny.D di rumah pasien
(homevisit) yang bertempat di Surakarta. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasien mempunyai masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer berhubungan dengan hipertensi, nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera biologis, gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal:
penyakit.
Penulis menetapkan prioritas masalah keperawatan menggunakan teori
Abraham Maslow yaitu manusia mempunyai kebutuhan yang membentuk
tingkatan, adapun kebutuhan yang dimaksud yaitu kebutuhan fisiologis,
kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan
harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri (Mubarak dan Chayatin, 2008).
Menurut Maslow Ketidakefektiktikan jaringan perifer merupakan prioritas
pertama, nyeri akut merupakan kebutuhan rasa aman yang prioritas kedua
setelah fisiologis dimana seseorang yang memiliki kebutuhan yang lebih
penting dibandingkan kebutuhan lainnya, gangguan pola tidur prioritas
ketiga. Menurut stevens dkk (2000), dalam Mubarak dan Chayatin (2008),
jika kebutuhan fisiologis seseorang belum terpenuhi, tidak mungkin untuk
memenuhi kebutuhan harga diri atau naktualisasi diri atau aktualisasi diri
dengan mengemsampingkan kebutuhan yang pertama. Maka penulis
57
menetapkan ketidak efektifan perfusi jaringan sebagai masalah keperawatan
pertama, nyeri akut sebagai masalah keperawatan kedua dan gangguan pola
tidur sebagai masalah keperawatan ketiga.
1.
Masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.
Diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan hipertensi. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
adalah suatu penurunan jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan
untuk memelihara jaringan pada tingkat perifer (Wilkinson, 2007).
Perumusan masalah keperawatan yang di ambil penulis ketidak
efektifan perfusi jaringan selebral yang telah disesuaikan dengan
diagnosa
(Herdman,
2012).
Penulis
memprioritaskan
masalah
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer dengan alasan mengacu pada
data pengkajian yaitu data subyektif antara lain mata kabur saat pusing,
dan pusing kepala dirasa cekot-cekot. Data obyektif yang diperoleh
pasien tampak memejamkan mata saat berdiri, kulit pasien tampak pucat,
pasien tampak memijat kepala bagian depan, capilary refile ± 4 detik,
tanda – tanda vital tekanan darah 150/90 mmHg, Nadi 80x/menit, dan RR
20x/menit.
2.
Masalah keperawatan nyeri akut.
Diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
biologis adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan
akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau
digambarkan dengan istilah (International Association for Study of Pain);
58
awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diantisipasi atau dapat
diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan (Hardman, 2012).
Data yang didapat penulis untuk menegakkan masalah keperawatan
pertama nyeri akut data subyektif pasien, pasien mengatakan pusing pada
sore hari dan setelah duduk lama, pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di
kepala depan dengan skala nyeri 5 dan rasa nyeri hilang timbul ± selama
4 menit. Nyeri kepala pada pasien disebabkan karena tekanan darah
meningkat pada saat vasokonstriksi yaitu arteri kecil mengkerut karena
perangsangan saraf simpatik atau hormon di dalam pembuluh darah yang
meningkatkan
tekanan
darah
dan
kekuatan
jantung
sehingga
menyebabkan kerusakan vaskuler dan dapat menimbulkan nyeri atau
pusing kepala, rasa berat di tengkuk, mudah lelah (Triyanto, 2014). Data
obyektif yang diperoleh antara lain pasien tampak menahan sakit, pasien
tampak cemas, dengan hasil tanda – tanda vital tekanan darah 150/90
mmHg, Nadi 80x/menit, dan RR 20x/menit.
Batasan karakteristik nyeri akut sendiri menurut Heather
(Herdman, 2012) adalah perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi
jantung, perubahan frekuensi pernafasan, masker wajah (pasien tampak
menahan nyeri), sikap melindungi area nyeri, indikasi nyeri dapat diatasi,
sikap tubuh melindungi, fokus pada diri sendiri, dilatasi pupil,
melaporkan nyeri secara verbal dan gangguan pola tidur.
59
Berdasarkan data tersebut diatas penulis menyimpulkan bahwa
diagnosa yang diangkat sudah sesuai dengan batasan karakteristik
yang sesuai dengan buku (Herdman, 2012).
3.
Masalah keperawatan gangguan pola tidur.
Diagnosa keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan
faktor internal: penyakit. Data yang mendukung penegakan diagnosa ini
antara lain pasien mengatakan hanya tidur selama ± 4 jam dan kadang –
kadang pasien merasa pusing sehingga pasien terkadang masih merasa
mengantuk dan tidak nyaman. Gangguan pola tidur adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami perubahan jumlah atau kualitas pola tidur
dan istirahat sehubungan dengan keadaan biologis atau kebutuhan emosi.
Gangguan tidur bisa berupa insomnia, narkolepsi, somnabolisme (tidur
berjalan), enuresa (ngompol), dan delirium (mengigau) (Alimul, 2006).
Sedangkan menurut (Herdman, 2012) gangguan pola tidur adalah
gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal.
Perumusan masalah keperawatan yang diambil penulis intoleransi
aktivitas yang telah disesuaikan dengan diagnosa pada buku (Alimul,
2006). Penulis mencantumkan masalah gangguan pola tidur dengan
alasan mengacu pada data subyektif Ny.D mengatakan kalau dia hanya
tidur selama
± 4 jam dan kadang – kadang pasien merasa pusing
sehingga pasien terkadang masih merasa mengantuk dan tidak nyaman.
Data obyektif yang diperoleh pasien tampak lemas, sayu dan terdapat
warna sedikit kehitaman di kantong mata. Pengkajian pola tidur meliputi
60
pola tidur yang biasa, penggunaan obat tidur, lingkungan tidur,
perubahan terkini pola tidur. Dari pemeriksaan fisik meliputi observasi
lingkungan, perilaku, dan tingkat energi. Penampilan meliputi adanya
lingkar hitam disekitar mata, konjungtiva kemerahan. Pasien mengalami
gangguan pola tidur terlihat lemas atau lelah akibat kekurangan energi
(Mubarak dan Chayatin, 2008).
Batasan karakteristik menurut (Herdman, 2012) yaitu perubahan
pola tidur normal, penurunan kemampuan berfungsi, ketidakpuasan tidur,
menyatakan sering terjaga, menyatakan sering tidak mengalami kesulitan
tidur, menyatakan tidak merasa cukup istirahat.
Berdasarkan data tersebut diatas penulis menyimpulkan bahwa
diagnosa yang diangkat sudah sesuai dengan batasan karakteristik yang
sesuai dengan buku (Herdman, 2012). Dari data pengkajian yang sudah
didapatkan penulis, tidak semua diagnosa muncul pada Ny.D karena
tidak muncul dalam batasan karakteristik. Dalam menentukan diagnosa
Ny.D penulis menggunakan teori kebutuhan dasar Maslow dimana
seseorang yang memiliki beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi akan
lebih dulu memenuhi kebutuhan yang lebih penting dibandingkan
kebutuhan lain. Menurut Stevens dkk (2000) dalam Mubarak dan
Chayatin (2008), jika kebutuhan fisiologis seseorang belum terpenuhi,
tidak mungkin baginya untuk memenuhi kebutuhan harga diri atau
aktualisasi diri dengan mengesampingkan kebutuhan yang pertama.
61
C. Rencana Keperawatan
Perencanaan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua
tindakan keperawatan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi fokus
keperawatan kepada klien atau kelompok, untuk membedakan tanggung
jawab perawat dengan profesi lain, untuk menyediakan suatu kriteria guna
pengulangan dan evaluasi keperawatan untuk menyediakan kriteria dan
klasifikasi pasien (Dermawan, 2012).
Dalam kasus ini penulis melakukan intervensi sesuai dengan rumusan
masalah diatas selama 3 kali 24 jam dengan tujuan untuk mengetahui
keefektifan tindakan secara maksimal. Tujuan dari intervensi adalah suatu
sasaran atau maksud yang menggambarkan perubahan yang diinginkan pada
setiap kondisi atau perilaku klien dengan kriteria hasil yang diharapkan
perawat. Kriteria hasil merupakan sasaran spesifik, langkah demi langkah
pada pencapaian tujuan dan menghilangkan penyebab untuk diagnosa
keperawatan. Suatu hasil merupakan perubahan status klien yang dapat ukur
dalam berespon terhadap asuhan keperawatan. Hasil adalah respon yang
diinginkan dari respon kondisi klien dalam dimensi fisiologis, sosial,
emosional, perkembangan atau spiritual. Pedoman penulisan kriteria hasil
berdasarkan SMART (Spesifik, Measurable, Acceptance, Reasonable dan
Time). Spesifik adalah berfokus pada klien, Measurable adalah dapat diukur,
Acceptance adalah tujuan yang harus dicapai, Reasonable adalah tujuan yang
62
harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, Time adalah batas
pencapaian dalam rentang waktu tertentu, harus jelas batasan waktunya
(Dermawan, 2012).
Ketidakefektifan
perfusi
jaringan
perifer
berhubungan
dengan
hipertensi. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi dengan kriteria hasil tekanan
systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan (130/80 – 150/90), tidak
ada keluhan sakit kepala (pusing). Intervensi atau rencana keperawatan yaitu
monitor vital sign untuk mengetahui keadaan umum dan agar dapat
melakukan pencegahan serta pengobatan lebih awal sehingga dampak negatif
dari hipertensi tidak mengganggu kesehatan (Susilo dan Wulandari, 2011).
berikan posisi yang nyaman (posisi semifowler) dengan rasional menurunkan
tekanan arteri. Berikan penggunaan tehnik non farmakologi dengan relaksasi
progresif dengan rasional membantu mengurangi tekanan darah. Manfaat
teknik relaksasi progresif bagi pasien diantaranya mengurangi ketegangan,
kecemasan konsumsi oksigen tubuh, kecepatan metabolisme, frekuensi napas,
ketegangan otot, tekanan darah sistol dan diastol, kontraksi ventrikel
prematur dan peningkatan gelombang alfa otak (Synder & Lindquist,
2010).Latihan relaksasi otot progresif memberikan dampak yang signifikan
dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi esensial atau
primer. Dampak yang terjadi meliputi dampak langsung dan jangka panjang.
Dampak langsung dari terapi relaksasi progresif adalah penurunan tekanan
darah terutama sistolik pada orang dewasa yang melakukan pengobatan
63
teratur (Shinde & Bhushan, 2013). Batasi gerakan pada tangan, kepala, leher
dan punggung dengan rasional mengurangi rasa pegal dan mengantisipasi
pegal. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas /
dingin / tajam / tumpul dengan rasional mengevaluasi perbaikan status
sirkulasi.
Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis. Tujuannya adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan nyeri
berkurang dengan kriteria hasil: pasien mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri dan mampu menggunakan tehnik non farmakologi untuk
mengurangi nyeri), melaporkan bahwa nyeri berkurang dari skala 5 menjadi 2
dengan menggunakan manajemen nyeri, pasien tidak tampak meringis
kesakitan, pasien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan
tanda nyeri), tanda-tanda vital pasien dalam keadaan normal dengan TD:
120/80 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 16-24 x/menit, Suhu: 36,5˚C. Intervensi
atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny,D yaitu kaji nyeri
pola PQRST untuk mengetahui karakteristik nyeri pasien. Nyeri perlu dikaji
karena nyeri bersifat objektif tidak ada dua induvidu yang mengalami nyeri
yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang menghasilkan respon atau
perasaan yang identik pada seorang individu (Potter dan Perry, 2005).
Berikan posisi nyaman pada pasien dengan rasional perubahan posisi akan
merangsang peredaran darah menjadi lancar sehingga mencegah produksi
asam laktat (perangsang serabut rasa nyeri) yang berlebih sebagai mekanisme
anaerob karena keadaan yang statis (Healthcare, 2008 dalam Solehati dan
64
Kosasih, 2015). Ajarkan teknik mengontrol nyeri non farmakologi dengan
(relaksasi otot progresif) untuk mengurangi ketegangan, insomia dan asma
serta dapat dilakukan pada penderita hipertensi (Ramdhani, 2009). Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian analgetik dengan rasional mengontrol /
mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerja sama
dengan aturan terapeutik.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal: penyakit.
Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
diharapkan gangguan pola tidur dengan kriteria hasil mampu menciptakan
pola tidur yang adekuat 7-8 jam, kualitas tidur pasien baik / tercukupi, pasien
tampak bangun pada pagi hari dengan segar dan tidak merasa lelah, nyeri
berkurang. Intervensi yang dapat dilakukan kaji pola tidur pasien dengan
rasional untuk mengetahui penyebab gangguan tidur pasien. Monitor / catat
kebutuhan tidur pasien setiap hari dengan rasional untuk mengetahui waktu
tidur yang dikebutuhan pasien. Ciptakan lingkuangan yang nyaman dengan
rasional memberikan suasana yang nyaman pada pasien. Kolaborasi dengan
dokter dengan pemberian obat tidur jika perlu dengan rasional untuk
membantu pasien agar mudah saat tidur.
D. Implementasi atau Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan atau implementasi adalah sekumpulan atau
serangkaian pelaksanaan rencana tindakan keperawatan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
65
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil dalam rentang
yang diharapkan (Dermawan, 2012).
1.
Implementasi diagnosa pertama ketidakefektifan perfusi jaringan
berhubungan dengan hipertensi.
Penulis melalukan tindakan relaksasi otot progresif selama 10
hari berturut-turut, dengan frekuensi 1x setiap sore hari. Saat sebelum
diberikan relaksasi otot progresif tekanan darah Ny.D 150/90 mmHg
dan hari ke-10 diperoleh tekanan darah 120 mmHg. penulis
memberikan edukasi kepada pasien agar relaksasi otot progresif ini
menjadi salah satu alternatif pilihan disaat ingin menstabilkan tekanan
darah saat kondisi pasien di rumah. Hasilnya akan lebih baik jika
dilakukan setiap hari.
Hasil dari tindakan tersebut membuaktikan bahwa tekanan dapat
turun saat diberikan relaksasi otot progresif. Hal tersebut karena
relaksasi otot progresif dapan menurunan tekanan darah terutama
sistolik pada orang dewasa yang melakukan pengobatan teratur
(Shinde & Bhushan, 2013).
Tehnik relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik
pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf
simpatetik dan parasimpatetik. Teknik relaksasi dapat dilakukan
mengurangi ketegangan, insomia dan asma serta dapat dilakukan pada
penderita hipertensi (Ramdhani, 2009). Relaksasi otot progresif adalah
suatu metode relaksasi melalui dua proses yaitu menegangkan otot
66
dan merileksasikan otot tubuh. Latihan ini adalah salah satu dari yang
paling sederhana dan mudah dipelajari (Richmond, 2009 dalam
Harmano, 2010).
Teknik relaksasi progresif menghasilkan respon fisiologi yang
terintegritasi dan juga mengganggu bagian dari kesadaran yang
dikenal sebagai “respon relaksasi Benson”. Respon relaksasi ini
diperkirakan menghambat sistem syaraf otonom dan sistem syaraf
pusat dan meningkatkan aktivitas parasimpatis yang dikarakteristikkan
dengan menurunnya otot rangka, tonus otot jantung dan mengganggu
fungsi neuroendokrin. Agar memperoleh manfaat dari respons
relaksasi, ketika melakukan teknik ini diperlukan lingkungan yang
tenang, posisi yang nyaman (Endang, 2014).
Hari pertama pada tanggal 07 januari 2016 penggunaan terapi
relaksasi otot progresif dilakukan penulis kepada pasien didapat hasil
dimulai
tangga
07
januari
ketidakefektifan perfusi
2016
untuk
diagnosa
pertama
jaringan perifer berhubungan dengan
hipertensi pukul 16.00 WIB memonitor tekanan darah sebelum
dilakukan terapi relaksasi progresif, respon subyektif pasien
mengatakan bersedia diukur tekanan darahnya, data obyektif pasien
tampak kooperatif tekanan darah 150/90 mmHg. Jam 17.35 WIB
memberikan terapi non-farmakologi dengan terapi progresif, respon
subyektif pasien mau diajarkan dan melakukan relaksasi progresif,
dan data obyektif pasien tampak bisa mengikuti terapi yang diberikan,
67
pasien tampak sedikit lega, pasien tampak lebih nyaman dari
sebelumnya. Jam 17.50 WIB, memonitor keadaan umum klien dan
tanda-tanda vital kembali (setelah terapi relaksasi progresif), respon
subyektif pasien mengatakan bersedia diukur tekanan darahnya dan
data obyektif TD: 140/90 mmHg dan pasien tampak lebih nyaman
sebelumnya.
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien
pada tanggal 08 januari 2016 untuk diagnosa pertama jam 16.00 WIB,
memonitor keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital (sebelum
terapi progresif) dengan hasil data subyektif pasien mengatakan
bersedia diukur vital signnya dan data obyektif, TD: 140/90 mmHg.
Jam 17.20 WIB, melakukan tindakan keperawatan mengajarkan
teknik non farmakologi dengan pemberian relaksasi progresif untuk
mengurangi tekanan darah didapatkan data subyektif pasien mau
diajarkan dan melakukan relaksasi progresif, dan data obyektif pasien
tampak bisa mengikuti terapi yang diberikan, pasien tampak sedikit
lega, pasien tampak lebih nyaman dari sebelumnya. Jam 18.00 WIB,
memonitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital kembali
(setelah terapi relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 140/90
mmHg, pasien tampak lebih nyaman.
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien
pada tanggal 09 januari 2016 untuk diagnosa pertama jam 16.00 WIB,
memonitor keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital (sebelum
68
terapi progresif) dengan hasil data subyektif pasien mengatakan
bersedia diukur vital signnya dan data obyektif, TD: 140/80 mmHg.
Jam 16.50 WIB, melakukan tindakan keperawatan mengajarkan
teknik non farmakologi dengan pemberian relaksasi progresif untuk
mengurangi tekanan darah didapatkan data subyektif pasien mau
diajarkan dan melakukan relaksasi progresif, dan data obyektif pasien
tampak bisa mengikuti terapi yang diberikan, pasien tampak sedikit
lega, pasien tampak lebih nyaman dari sebelumnya. Jam 17.20 WIB,
memonitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital kembali
(setelah terapi relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 120/80
mmHg, pasien tampak lebih nyaman.
Pada Ny.D yang terjadi setelah dilakukan teknik non
farmakologi dengan pemberian relaksasi progresif pasien tampak
lebih nyaman, pasien mengatakan kepalanya sudah tidak pusing lagi,
pada saat kondisi klien yang lebih nyaman yang terjadi penurunan
tekanan darah dengan menggunakan teknik non farmakologi dengan
pemberian relaksasi progresif.
2.
Implementasi diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis.
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien
pada tanggal 07 januari 2016 untuk diagnosa kedua jam 16.00 WIB,
yaitu memonitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital (sebelum
terapi relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 150/90 mmHg, nadi:
69
88 x/menit, RR: 20 x/menit, suhu: 36OC. Jam 16.20 WIB, mengkaji
karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T), pasien didapatkan data subyektif
pasien Pengkajian P (Provocate) didapatkan hasil pasien mengatakan
pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama, hasil pengkajian Q
(Quality) pasien mengatakan pusing dirasa tertusuk-tusuk, R (Region)
didapatkan hasil pasien mengatakan pusing di kepala depan, S (Scale)
didapatkan hasil skala nyeri 5, T (Time) didapatkan hasil nyeri hilang
timbul ± 4 menit dan data obyektif pasien tampak menahan pusing dan
cemas. Kemudian jam 16.45 mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam,
respon subyektif pasien mengatakan bersedia diajari teknik relaksasi
nafas dalam, data obyektif pasien sudah melakukan relaksasi nafas
dalam. Jam 17.35 WIB, melakukan tindakan keperawatan memberikan
posisi yang nyaman (semifowler) dengan data subyektif pasien
mengatakan bersedia dan data obyektif pasien tampak rileks.
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien
pada tanggal 08 Januari 2016 untuk diagnosa kedua pada jam 16.00
WIB, memonitor keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital (sebelum
terapi progresif) dengan hasil data subyektif pasien mengatakan
bersedia diukur vital signnya dan data obyektif, TD: 140/90 mmHg,
Nadi: 86 x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 36,2˚C. Melanjutkan pada saat
jam 16.25 WIB, mengkaji status nyeri pada pasien dengan hasil data
subyektif pasien mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah
duduk lama, pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan, skala
70
nyeri 5, nyeri hilang timbul ± 4 menit dan data obyektif pasien tampak
menahan pusing dan cemas. Jam 16.30 mengajarkan teknik relaksasi
nafas dalam, respon subyektif pasien mengatakan bersedia diajari
teknik relaksasi nafas dalam, data obyektif pasien sudah melakukan
relaksasi nafas dalam. Jam 17.20 WIB, melakukan tindakan
keperawatan memberikan posisi yang nyaman (semifowler) dengan data
subyektif pasien mengatakan bersedia dan data obyektif pasien tampak
rileks.
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien
pada tanggal 09 Januari 2016 untuk diagnosa kedua pada jam 16.00
WIB, memonitor keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital (sebelum
terapi progresif) dengan hasil data subyektif pasien mengatakan
bersedia diukur vital signnya dan data obyektif, TD: 140/80 mmHg,
Nadi: 84 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36,2˚C. Jam 16.30 WIB,
mengkaji status nyeri pada pasien dengan hasil data subyektif pasien
mengatakan pusing pada sudah berkurang, pusing dirasa tertusuk-tusuk,
pusing di kepala depan, skala nyeri 3, nyeri hilang timbul dirasa sudah
berkurang dan data obyektif pasien tampak tenang. Jam 16.35
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, respon subyektif pasien
mengatakan bersedia diajari teknik relaksasi nafas dalam, data obyektif
pasien sudah melakukan relaksasi nafas dalam. Jam 16.50 WIB,
melakukan tindakan keperawatan memberikan posisi yang nyaman
71
(semifowler) dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia dan
data obyektif pasien tampak rileks.
3. Implementasi diagnosa ketiga gangguan pola tidur berhubungan
dengan faktor internal: penyakit
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien
pada tanggal 07 januari 2016 untuk diagnosa ketiga pada jam 16.30
WIB, Mengkaji pola tidur pasien didapat data subyektif pasien
mengatakan tidur malam tidak nyenyak, tidur ± 5 jam dan data
obyektif mata pasien tampak terdapat kantong mata dan tampak lesu.
Kemudian
jam
16.40
WIB,
memberikan
penjelasan
tentang
pentingnya tidur dan menganjurkan menciptakan lingkungan yang
nyaman untuk tidur pasien dengan memberikan posisi bantal pasien
didapat data subyektif pasien mengatakan mengerti pentingnya
istirahat tidur dan data obyektif pasien tampak bingung dengan
penjelasan pentingnya tidur.
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien
pada tanggal 08 januari 2016 untuk diagnosa ketiga pada jam 16.40
WIB mengkaji pola tidur pasien didapat data subyektif pasien
mengatakan tidur malam tidak nyenyak tetapi setelah memakai bantal
sitinggikan lebih nyaman, tidur ± 5 jam dan data obyektif mata pasien
tampak terdapat kantong mata dan tampak lesu. Jam 18.10 WIB
menjelaskan kepada pasien tentang pentingnya tidur yang adekuat
dengan data subyektif pasien mengatakan sudah memahami mengenai
72
pentingnya tidur yang adekuat dan data obyektif pasien tampak paham
dengan penjelasan dari penulis. Jam 18.30 WIB menganjurkan
menciptakan lingkungan yang nyaman dengan meninggikan bantal
pasien dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia diberi posisi
bantal sedikit di tinggikan nanti malam dan data obyektif pasien
tampak mengerti anjuran dari penulis.
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien
pada tanggal 09 januari 2016 untuk diagnosa ketiga pada jam 16.45
WIB Mengkaji pola tidur pasien didapat data subyektif pasien
mengatakan tidur malam nyenyak, tidur ± 7 jam dan data obyektif
pasien tampak lebih segar dan kantong mata sedikit berkurang.
E. Evaluasi
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan asuhan keperawatan antara
dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku
klien yang tampil. Evaluasi yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan
dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat
dilakukan
dengan
SOAP,
Subjective,
Objective,
Analisa,
Planning
(Dermawan, 2012). Pembahasan dari evaluasi yang meliputi subjektif,
objektif, analisa dan rencana.
Evaluasi keperawatan pada Ny.D yang dimulai sejak hari Kamis
tanggal 07 Januari 2016 sampai Sabtu 09 Januari 2016 untuk diagnosa kedua
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
73
Evaluasi pada diagnosa kedua nyeri, pasien mengatakan pusing pada
saat sore hari dan setelah duduk lama, pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di
kepala depan, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul ± 4 menit. Respon obyektif
pasien tampak menahan pusing dan cemas dengan vital sign (sebelum terapi
relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 150/90 mmHg, Nadi: 88 x/menit,
RR: 20 x/menit, Suhu: 36OC. Analisa yang dapat diambil masalah
keperawatan nyeri akut belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji
karakteristik nyeri pasien, ajarkan teknik relaksasi progresif. Masalah
keperawatan pada Ny.D belum teratasi karena dalam satu hari tindakan yang
dilakukan oleh penulis belum ada data yang didapatkan pada Ny.D sesuai
dengan kriteria hasil pada tujuan keperawatan adalah wajah rileks, skala nyeri
3 (Muttaqin dan Sari, 2011). Evaluasi nyeri akut masalah teratasi karena
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat penulis tercapai. subyektif pasien
mengatakan nyeri sudah berkurang menjadi 3. Obyektif pasien tenang.
Evaluasi hari pertama masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama. Respon obyektif pasien
tampak lemas, capilary refle 4 detik dengan vital sign kembali (setelah terapi
relaksasi progresif) TD: 140/90 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 20 x/menit,
Suhu: 36OC.
Evaluasi diagnosa ketiga gangguan pola tidur pasien mengatakan tidur
malam tidak nyenyak, tidur ± 5 jam. Respon obyektif pasien tampak lesu dan
terdapat kantong mata. Masalah keperawatan pada Ny.D belum teratasi
karena dalam satu hari tindakan yang dilakukan oleh penulis belum ada data
74
yang didapatkan pada Ny.D sesuai dengan kriteria hasil pada tujuan
keperawatan adalah pasien tampak rileks (Mubarak dan Chayantin, 2008).
Evaluasi gangguan pola tidur sudah teratasi karena tujuan dan kriteria hasil
yang dibuat oleh penulis tercapai. subyektif pasien mengatakan sudah bisa
tidur dengan nyenyak, tidur ± 7 jam. Obyektif pasien tampak lebih baik, tidak
terdapat lingkar hitam pada sekitar mata pasien.
Berdasarkan evaluasi diatas, diperoleh hasil bahwa relaksasi progresif
pada Ny.D dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan
tekanan darah dan mengurangi nyeri. Sebelum dilakukan relaksasi progresif
tekanan darah Ny.D 150/90 mmHg dan setelah dilakukan terapi relaksasi
progresif selama 3 hari dan per hari 1 kali, tekanan darah Ny.T menjadi
120/80 mmHg, skala nyeri menjadi 2 dan pasien dapat melakukan aktivitas
lagi. Hal tersebut dikarenakan bahwa berdasarkan hasil teori (Shinde &
Bhushan, 2013), hal tersebut karena relaksasi otot progresif dapan menurunan
tekanan darah terutama sistolik pada orang dewasa yang melakukan
pengobatan teratur. Sehingga penulis memberikan intervensi keperawatan
untuk tetap melakukan setiap hari.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pemberian terapi teknik relaksasi progresif
terhadap penurunan tekanan darah selama menjalani perawatan pada Asuhan
Keperawatan Ny.Ddenganhipertensi stage 1di Puskesmas Sibela Surakarta
dengan cara homevisit, maka penulis dapat menarik kesimpulan:
1. Pengkajian
Pengkajian pada Ny.D dengan hipertensi adalah terdapat tanda dan gejala
pasien mengatakan pusing pada sore hari dan setelah duduk lama. Pasien
mengatakan pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan dengan
skala nyeri 5 dan rasa nyeri hilang timbul ± selama 4 menit. TD: 150/90
mmHg (stage 1 atau ringan yaitu sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 9099 mmHg).
2. Masalah Keperawatan
Rumusan diagnosa keperawatan yang dapat dibuat pada pasien hipertensi
adalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
hipertensi, nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, gangguan
pola tidur berhubungan dengan faktor internal: penyakit.
3. Intervensi
Rencana asuhan keperawatan yang dapat dibuat pada pasien dengan nyeri
akut pada hipertensi adalah kaji tanda-tanda vital, kaji ulang karakteristik
75
76
nyeri PQRST (Provoking, Quality, Region, Scale, Timing), berikan posisi
nyaman, ajarkan teknik relaksasi progresif, pemberian obat analgesik,
monitor vital sign, berikan posisi yang nyaman (posisi semifowler),
ajarkan teknik relaksasi progresif, batasi gerakan pada tangan, kepala,
leher dan punggung dengan rasional mengurangi rasa pegal dan
mengantisipasi pegal monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
terhadap panas / dingin / tajam / tumpul, kaji pola tidur, monitor / catat
kebutuhan tidur pasien setiap hari, ciptakan lingkuangan yang nyaman,
kolaborasi dengan dokter dengan pemberian obat tidur.
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan penulis pada masalah keperawatan
pertama, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
hipertensi berupa monitor vital sign pasien sebelum dan sesudah
melakukan relaksasi progresif, memberikan penggunaan tehnik non
farmakologi dengan relaksasi progresif.
Implementasi yang dilakukan penulis pada masalah keperawatan
kedua, nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis berupa melakukan
pengkajian nyeri PQRST (Provoking, Quality, Region, Scale, Timing),
memberikan posisi nyaman pada pasien dengan, mengajarkan teknik
mengontrol nyeri non farmakologi dengan relaksasi nafas dalam.
Implementasi yang dilakukan penulis pada masalah keperawatan
ketiga, gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal: penyakit
77
berupa kaji pola tidur pasien, memonitor / catat kebutuhan tidur pasien
setiap hari, memberikan posisi bantal ditinggikan.
Terapi teknik relaksasi progresif merupakan tindakan utama untuk
menurunkan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer dan nyeri pada
kepala / pusing.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan yang didapat setelah 3 hari pengelolaan pada Ny.D
dengan hipertensi adalah masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
dengan hasil evaluasi respon subyektif pasien mengatakan mata kabur
sudah tidak ada. Respon obyektif pasien tampak tenang, capilary refle < 3
detik dengan vital sign kembali (setelah terapi relaksasi progresif) TD:
120/80 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 18 x/menit, Suhu: 36OC. Analisa
keperawatan, masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi.
Planning, pertahankan intervensi.
Masalah nyeri akut dengan hasil evaluasi respon subyektif pasien
mengatakan pusing pada sudah berkurang, pusing dirasa tertusuk-tusuk,
pusing di kepala depan, skala nyeri 3, nyeri hilang timbul dirasa sudah
berkurang. Respon obyektif pasien tampak tenang dengan vital sign
(sebelum terapi relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 140/80 mmHg,
Nadi: 84 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36,2OC. Analisa keperawatan,
masalah nyeri teratasi. Planning, pertahankan intervensi.
Masalah gangguan pola tidur dengan respon subyektif pasien mengatakan
tidur malam nyenyak, tidur ± 7 jam. Respon obyektif pasien tampak lebih
78
baik. Analisa keperawatan, masalah ganggun pola tidur teratasi. Planning,
pertahankan intervensi.
6. Analisa kondisi
Pemberian terapi teknik relaksasi progresif pada penyakit hipertensisangat
efektif terhadap penurunan tekana darah untuk diagnosa pertama
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer dan penurunan nyeri pada kepala /
pusing untuk diagnosa kedua nyeri akut. Teknik relaksasi progresif sangat
efektif dalam penurunan nyeri dari skala 5 menjadi 3 dan juga sangat
efektif dalam penurunan tekanan darah dari 150/90 mmHg menjadi 120/80
mmHg. Teknik relaksasi progresif ini didalam laporan dilakukan selama 3
hari dan per hari 1 kali dan di teruskan selama 10 hari per hari 1 kali.
B. Saran
1. Bagi Pasien
Diharapkan agar klien dapat melakukan latihan teknik relaksasi progresif
secara berulang untuk mencegah peningkatan tekanan darah yang tidak
tertangani pada hipertensi.
2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Puskesmas / Rumah Sakit)
Diharapkan puskesmas dapat menjadi referensi bahwa intervensi terapi
nonfarmakologi relaksasi progresif merupakan salah satu alternatif untuk
menurunkan tekanan darah yang dapat diimplementasikan pada pasien
hipertensi.
79
3. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Diharapkan dapat menggunakan terapi nonfarmakologi relaksasi progresif
untuk menurunkan tekanan darah pada pesien hipertensi.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan aplikasi berbasis riset ini dapat menjadi referensi bagi institusi
keperawatan tentang pemberian relaksasi progresif terhadap penurunan
tekanan darah pada penderita hipertensi. Diharapkan institusi pendidikan
dapat mengembangkan teknik relaksasi progresif ini untuk memperluas
wawasan.
5. Bagi penulis
Diharapkan bisa memberikan pengalaman baru dalam melakukan
intervensi berbasis riset di bidang keperawatan melakukan aplikasi
berbasis jurnal penulis dapat mengetahui pemberian teknik relaksai
progresif terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, H. N., Hardhi. K. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profeonal Jilit 1. Mediaction Publishing.
Alimul, H. Aziz. 2006. Pengantar Keperawatan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan . Jakarta: Salemba Medika.
Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah untuk Mahasiwa. DIVA Press. Yogyakarta.
Boestan dkk. 2010. Pedoman Diagnosa dan Terapi. Surabaya: rsud dr.soetomo.
Dwipayanti, 2011. Mengenal Hipertensi Sejak Dini. Mediaction. Yogyakarta.
Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan: Penerapan Konsep Dan
Kerangka Kerja. Gosyen Publishing. Yogyakarta
Endah, T. 2014. Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi Secara
Terpadu. Cetakan Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta
Harmono, R. 2010. Pengaruh RelaksasiOtot Progresif terhadap Penurunan
Tekanan Darah Klien Hipertensi Primer di Kota Malang. Tesis. Program
Studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Depok.
Herdman, T.H. 2012. Nursing Diagnoses: Definitions and Classification.John,
Wiley, inc. USA. Terjemahan Sumarwati, M. dan Subekti, N.B. 2012.
EGC. Jakarta
Izzo, P. 2008. Strategi Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi. Graha
Ilmu Press. Yogyakarta.
Kartikasari, A. N. 2012. Faktor Resiko Hipertensi pada Masyarakat di Desa
Kabongan
Kidul,
Kabupaten
Rembang.
http://ejournais.1.medikamuda.ac.id/index.php. Diakses tanggal 17
November 2015 jam 22.00
Mubarak, W., I., N. Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori
dan Aplikasi dalam Praktik. Catakan Pertama. EGC.Jakarta
Murwani, A. 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Cetakan Kedua. Nuha
Offset. Yogjakarta.
Muttaqin, A dan Sari, K., 2011. Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Selemba Medika: Jakarta
NANDA. 2012. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. 2012 – 2014.
Buku Kedokteran. EGC.
NIC dan Noc. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA. Mediaction. Yogyakarta.
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Cetakan Pertama. Nuha
Medika. Yogyakarta.
Patrice A. Potter. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Potter, P., A., dan Perry, A., G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 volume 2. EGC: Jakarta
Price, sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit. Edisi 6, volume 1. Jakarta : EGC
Pudiastuti R. D. 2013. Penyakit – Penyakit Mematikan. Medika Book.
Yogyakarta.
Ramadhi, A. 2012. Perbedaan Pengaruh Pemberian Seduhan Daun Alpukat
(Perseagratissima Gaerth) Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien
Hipertensi Laki-laki yang Perokok dengan Bukan Perokok di Wilayah
Kerja Puskesmas Padang Pasir Kota Padang, (online),
http://repository.unand.ac.id.17830/1/AFDAL.pdf, diakses 15 November
2015 jam 19.20
Ramdhani, Nella. Putri, Adhyos, Aulia. 2006. Pengembangan Multimedia
Relaksasi Progresif. Jurnal Keperawatan Indonesia. 34:1-14
Ramdhani, N., A. A. Putra 2009. Pengembangan Multimedia “Relaksasi”,
(online),
http;//neila/staff.ugm.ac.id/wordpress/wpcontent/uploads/2009/08/relaksasi-otot-pdf, diakses 15 November 2015
jam 22.05
Riskesdes. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Sargowo, H., D. 2012. Single Pill Combinational in Antihypertensive. Therapy,
(online)
http://djanggan.lecture.ub.ac.id/files/2012/07/Single-PillCombination-in-Antihypertensive-Therapy.doc, diakses 15 November
2015 jam 20.15
Shinde, N., S. KJ., K. SM., D. Handee, dan Deepali. 2013. Immediate Effect of
Jacobson’s Progressive Muscular Relaxation in Hypertension. Jurnal
fisioterapi. 7.3:234-237
Solehati, T. dan Kosasih, C. E. 2015. Konsep Dan Aplikasi Relaksasi Dalam
Keperawatan Maternitas. PT. Refika Aditama Jakarta
Sudarta I. W. 2013. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Cardio
Vaskuler. Yogyakarta.
Susilo, Y., A. Wulandari. 2011. Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Andi Offset.
Yogyakarta.
Synder, M & Bhushan, R. 2010. Buku Pengaruh Relaksasi Terhadap Penderita
Hipertensi. Medika Book. Yogyakarta.
Triyanto, E. 2014. Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi Secara
Terpadu. Cetakan Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Wijayaningsih, K. S. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Cetakan Pertama.
Trans Info Media. Jakarta.
Yekti S, 2011. Cara Jitu Mengatasi Darah Tinggi (Hipertensi). Yogyakarta:
Andi.
Download