PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI PROGRESIFTERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny.D DENGAN HIPERTENSI STAGE 1 DI PUSKESMAS SIBELA DISUSUN OLEH : YUNITA DIYAN NINGRUM NIM. P13.061 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI PROGRESIFTERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny.D DENGAN HIPERTENSI STAGE 1 DI PUSKESMAS SIBELA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diplama III Keperawatan DISUSUN OLEH : YUNITA DIYAN NINGRUM NIM. P13.061 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 i ii iii KATA PENGANTAR PujisyukurpenulispanjatkankehadiratTuhan Yang MahaKuasakarenaberkat, rahmatdankarunia-Nya, sehinggapenulisdapatmenyelesaikanKaryaTulisIlmiahdenganjudul “PemberianTeknikRelaksasi Progresif TerhadapPenurunan Tekanan darah padaAsuhanKeperawatan Ny.D dengan Hipertensi Stase 1 di Puskesmas Sibela Surakarta.” DalampenyusunanKaryaTulisIlmiahinipenulisbanyakmendapatbimbingand andukungandariberbagaipihak, olehkarenaitupadakesempataninipenulismengucapkanterimakasihdanpenghargaan yang setinggi-tingginyakepada yang terhormat: 1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep, Selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta 2. Ns. MeriOktarianiM.Kep, selakuKetua Program Studi DIII Keperawatan yang telahmemberikankesempatanuntukdapatmenimbailmu di STIKesKusumaHusada Surakarta. 3. Ns. AlfyanaNadya R. M.Kep, selakuSekretaris Program Studi DIII Keperawatanyangtelahmemberikankesempatandanarahanuntukdapatmenimbai lmu di STIKesKusumaHusada Surakarta. 4. Ns. Amalia Senja M.Kep, selakudosenpembimbingsekaligussebagaipenguji yang telahmembimbingdengancermat, inspirasi, memberikanmasukan-masukan, perasaannyamandalambimbingansertamemfasilitasi demi sempurnanyastudikasusini. 5. Ns. Galih Setia Adi telahmembimbingdengancermat, M.Kep selakudosenpenguji memberikanmasukan-masukan, perasaannyamandalambimbingansertamemfasilitasi yang inspirasi, demi sempurnanyastudikasusini.. 6. Semuadosen Program Studi DIII Surakarta KeperawatanSTIKesKusumaHusada yang iv telahmemberikanbimbingandengansabardanwawasannyasertailmu yang bermanfaat. 7. Pihak Puskesmas Sibela Daerah Surakarta beserta staff keperawatan yang telah memberikan ijin dan kesempatan bagi penulis untuk mengambil data guna menyelesaikan karya tulis ini. 8. Keduaorangtuaku (Sukandar dan Sumarni), yang selalumenjadiinspirasidanmemberikansemangatuntukmenyelesaikanpendidika n. 9. Kakakku (Danik Purwanti, SE dan Serka. Jowo wibowo)yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat dalam setiap proses yang dilalui penulis. 10. Adik dan Ponakanku (Ririn Puji Asih dan Alfika Wati Wibowo) yang selalu membuat ramai hidupku dengan canda, tawa, dan tangis 11. Teman – teman yang selalumemberi semangatdandukungankhususnyakelas 3A program studi DIII keperawatanStikesKuusumaHusada Surakarta danberbagaipihak yang tidakdapatdisebutkansatu – persatu. 12. Sahabat-sahabatku selama di Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta angkatan 2013 (Rovi Fibhyanisfha, Esti Rita Dian Arieswati, Yesi Nugrahani P.P, Siti Nurmala, Woro Louh Siwi, Yohana, Lilis Suryani, Retno Susilowati dan semuanya) thank’s atas hari-harinya yang ramai. Aku pasti merindukan kalian. 13. Teman-teman “GRIA ADELAY” (Yayang, Ike, Dea, Endah, Fitria, Ika, Desi dan semuanya) makasih doanya, cepet menyusul aku ya adik-adikku. Semogalaporanstudikasusinibermanfaatuntukperkembanganilmukeperawat andankesehatan.Amin. Surakarta, 10 Mei 2016 v Penulis DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................ i PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ..................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv DAFTAR ISI .................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang........................................................................... 1 B. Tujuan ........................................................................................ 5 C. Manfaat ...................................................................................... 6 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori ............................................................................. 7 1. Hipertensi ............................................................................ 7 2. Tehnik Relaksasi Progresif .................................................. 17 3. Asuhan Keperawtan Hipertensi ........................................... 22 B. Kerangka Teori .......................................................................... 29 BAB IIIMETODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subyek Aplikasi Riset ............................................................... 30 B. Tempat dan Waktu Penelltian ................................................... 30 C. Media dan Alat yang digunakan ................................................ 30 D. Prosedur Pelaksanaan Berdasarkan Aplikasi Riset ................... 31 E. Alat Ukut Evaluasi..................................................................... 34 vi BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ........................................................................... 35 B. Pengkajian ................................................................................. 35 C. Perumusan Masalah Keperawatan ............................................. 42 D. Perencanaan ............................................................................... 43 E. Implementasi ............................................................................. 45 F. Evaluasi ..................................................................................... 49 BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian ................................................................................ 53 B. Perumusan Masalah Keperawatan ............................................ 55 C. Perencanaan .............................................................................. 61 D. Implementasi ............................................................................ 64 E. Evaluasi .................................................................................... 72 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................... 75 B. Saran ......................................................................................... 78 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP vii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................. 28 Gambar 3.1 Genogram Keluarga Ny.D............................................................ 36 viii DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 USULAN JUDUL LAMPIRAN 2 LEMBAR KONSULTASI LAMPIRAN 3 SURAT PERNYATAAN LAMPIRAN 4 JURNAL LAMPIRAN 5 ASUHAN KEPERAWATAN LAMPIRAN 6 LOG BOOK LAMPIRAN 7 PENDELEGASIAN LAMPIRAN 8 LEMBAR OBSERVASI LAMPIRAN 9 SOP TEKNIK RELAKSASI PROGRESIF LAMPIRAN 10 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan tekanan darah di atas batas normal, hipertensi termasuk dalam masalah global yang melanda dunia. Hipertensi merupakan penyakit akibat gangguan sirkulasi darah yang masih menjadi masalah dalam kesehatan di masyarakat. Semakin tinggi tekanan darah semakin besar resikonya (Prince, 2005). Menurut Joint National Committe(JNC) Hipertensi diklasifikasikan menjadi V (lima) derajat hipertensi, yang pertama Haig normal yaitu sistolik 130-139 mmHg dan diastolis 85-89 mmHg. Hipertensi stage 1 atau ringan yaitu sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 90-99 mmHg. Hipertensi stage 2 atau sedang yaitu sistolik 160-179 mmHg dan diastolik 100-109 mmHg. Hipertensi stage 3 atau berat yaitu sistolik 180-209 mmHg dan diastolik 100-119 mmHg dan untuk hipertensi stage 4 atau berat yaitu sistolik >210 mmHg dan diastolik >120 mmHg (Triyanto, 2013). Menurut data WHO (2012), jumlah kasus hipertensi ada 839 juta kasus. Kasus ini diperkirakan akan semakin tinggi pada tahun 2025 dengan jumlah 1,15 milyar kasus atau sekitar 29% dari total penduduk dunia. Hasil Riset Kesehatan Dasar mencatat bahwa prevalensi hipertensi di indonesia mencapai 31,7% dari populasi usia 18 tahun ke atas. Hipertensi sebagai penyebab kematian ke-3 setelah stroke dan tuberculosis, jumlahnya mencapai 6,8% penyebab kematian pada seumuran di Indonesia (Riskesdes, 2010 1 2 dalam Endang, 2014). Prevalensi kasus hipertensi di Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan dari 1,87% pada tahun 2006, menjadi 2,02% pada tahun 2007, dan 3,30% pada tahun 2008. Prevalensi sebesar 3,30% artinya setiap 100 orang terdapat 3 orang penderita hipertensi primer (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2008). Kabupaten Surakarta tercatat sebagai daerah dengan prevelensi tertinggi di Jawa Tengah dengan angka kejadian penyakit sebesar 13,4%. Prevelensi di Puskesmas Sibela sendiri mencapai 3% dan dari hasil wawancara dengan perawat Puskesmas Sibela biasanya terapi yang dilakukan untuk penderita hipertensi yaitu dengan senan tiap 1 bulan sekali diminggu ke dua (2) dihari jum’at. Faktor yang berpengaruh memicu terjadinya hipertensi diantaranya adalah faktor genetik, jenis kelamin, umur, obesitas, dan konsumsi garam serta alkohol (Dwipayanti, 2011). Disisi lain, kejadian hipertensi pada penderita dapat dipengaruhi dari pola perilaku hidup masyarakat seperti merokok, kurang olahraga, dan stres (Kartikasari, 2012). Pola perilaku hidup masyarakat yang tidak terkontrol dapat meningkatkan resiko komplikasi jangka panjang penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi, seperti gagal jantung, stroke, gagal ginjal dan mortalitas dini. Oleh karena itu, pemeriksaan tekanan darah perlu dilakukan untuk terjadinya komplikasi dan kematian pada penderita hipertensi (Sargowo, 2012). Penatalaksanaan hipertensi dapat digunakan dengan farmakologi dan non farmakologi. Penanganan secara farmakologi terdiri atas pemberian obat yang bersifat diuretik, simpatik, beta bloker dan vasodilator yang mempunyai 3 efek samping penurunan curah jantung. Sedangkan penanganan non farmakologi merupakan penanganan yang meliputi penurunan berat badan, olahraga secara teratur, diet rendah garam, lemak dan terapi komplementer (Ramadi, 2012). Terapi komplementar banyak digunakan untuk mengatasi hipertensi karena bersifat alamiah dan tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya. Terapi komplementer yang bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya adalah dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi otot progresif, meditasi, terapi tawa, akupuntur, aroma terapi dan refleksilogi. Terapi komplementer untuk mengatasi hipertensi diantaranya adalah terapi relaksasi otot progresif, terapi musik, senam aerobik dan yoga (Triyanto, 2014). Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan adalah membantu penderita hipertensi untuk mempertahankan tekanan darah pada tingkat optimal dan meningkatkan kualitas kehidupan secara maksimal dengan cara memberi intervensi asuhan keperawatan, sehingga dapat terjadi perbaikan kondisi kesehatan. Salah satu tindakan yang dapat diberikan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi adalah terapi relaksasi progresif. Relaksasi progresif merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang di dasarkan pada cara kerja sistem syaraf simpatetis dan parasimpatetis ini (Izzo, 2008). Relaksasi otot progresif adalah suatu metode untuk membantu menurunkan tegangan otot sehingga tubuh menjadi rileks. Pertama kali diperkenalkan oleh Edmund Jacobson, seorang dokter dari Amerika Serikat 4 pada tahun 1938. Saat ketegangan otot secara signifikan menurun, maka kesempatan untuk munculnya penyakit dapat dikurangi. Teknik relaksasi semakin sering dilakukan karena terbukti efektif mengurangi ketegangan, kecemasan, nyeri (Jacobson, 1938 dalam Ramdhani, 2006). Manfaat teknik relaksasi progresif bagi pasien diantaranya mengurangi ketegangan, kecemasan konsumsi oksigen tubuh, kecepatan metabolisme, frekuensi napas, ketegangan otot, tekanan darah sistol dan diastol, kontraksi ventrikel prematur dan peningkatan gelombang alfa otak (Synder & Lindquist, 2010). Latihan relaksasi otot progresif memberikan dampak yang signifikan dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi esensial atau primer. Dampak yang terjadi meliputi dampak langsung dan jangka panjang. Dampak langsung dari terapi relaksasi progresif adalah penurunan tekanan darah terutama sistolik pada orang dewasa yang melakukan pengobatan teratur (Shinde & Bhushan, 2013). Relaksasi progresif merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang di dasarkan pada cara kerja sistem syaraf simpatetis dan parasimpatetis ini. Relaksasi otot progresif memberikan dampak yang signifikan dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi esensial atau primer (Shinde & Bhushan, 2013). Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengaplikasikan teknik relaksasi progresif pada pasien hipertensi stage 1 untuk membantu menurunkan tekanan darah. 5 B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mengaplikasikan tindakan pemberian relaksasi progresif terhadap penurunan tekanan darah pada asuhan keperawatan Ny.D dengan Hipertensi stage 1 di Puskesmas Sibela. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan hipertensi stage 1. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.D dengan hipertensi stage 1. c. Penulis mampu meyusun intervensi pada Ny.D dengan hipertensi stage 1. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny.D dengan hipertensi stage 1. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny.D dengan hipertensi stage 1. f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian teknik relaksasi progresif terhadap penurunan tekanan darah pada Ny.D dengan hipertensi stage 1. 6 C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Puskesmas Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak Puskesmas untuk membuat kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi. 2. Bagi Institusi Akademik Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan penungkatan mutu pendidikan di masa yang akan datang. 3. Bagi Tenaga Kesehatan Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami penyakit hipertensi dan sebagai pertimbangan perawat dalam penatalaksanaan kasus sehingga perawat mampu memberikan tindakan yang tepat kepada pasien. 4. Bagi Penulis Menambah wawasan dan melatih berfikir kritis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi dengan menggunakan relaksasi progresif. 5. Bagi Pembaca Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang penyakit dan cara perawatan pasien dengan hipertensi dengan tindakan nonfarmakologi relaksasi progresif. BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Hipertensi a. Definisi Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka diastolik (bagian bawah) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukuran tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) atau alat digital lainnya. Nilai nornal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan, tingkat aktivitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHg. Dalam sehari-hari tekanan darah normalnya adalah dengan nilai angka kisaran stabil. Tetapi secara umum, angka pemeriksaan tekanan darah menurun saat tidur dan meningkat diwaktu beraktivitas atau olahraga (Pudiastuti, 2013). Hipertensi adalah faktor penyebab timbulnya penyakit berat seperti serangan jantung, gagal ginjal dan stroke. Apalagi dimasa sekarang ini, pola makanan masyarakat Indonesia yang sangat menyukai makanan berlemak dan yang berasa asin atau gurih terutama makanan cepat saji yang memicu timbulnya kolesterol 7 8 tinggi. Kolesterol tinggi juga sering dituduh sebagai penyebab utama penyakit hipertensi disamping karena adanya faktor keturunan (Yekti, 2011). Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Secara umum seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg. Hipertensi juga sering diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg (Ardianyah, 2012). b. Etiologi Menurut Pudiastuti (2013), bahwa penyebab hipertensi dibagi menjadi 3 yaitu: 1) Secara Genetik a) Gangguan fungsi barostat renal b) Sensitifitas terhadap komsumsi garam c) Respon SSP (sistem saraf pusat) terhadap stimulus psikososial d) Gangguan metabolisme (glukosa, lipid, dan resistensi insulin) 9 2) Faktor Lingkungan a) Faktor psikososial : kebiasaan hidup, pekerjaan, stress mental, aktivitas fisik, status sosial ekonomi, keturunan, kegemukan, dan konsumsi minuman keras (berakohol) b) Faktor komsumsi garam : penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cortisone) dan beberapa obat hormone, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflamasi) secara terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah seseorang c) Merokok juga merupakan faktor penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang berisi nikotin 3) Adaptasi struktural jantung serta pembuluh darah a) Pada jantung : terjadi hypertropi dan hyperplasia miosit b) Pada pembuluh darah : terjadi vaskuler hypertropi Menurut Wijayaningsih (2013), berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan yaitu: 1) Hipertensi Primer atau essensial yang tidak diketahui penyebabnya terdapat sekitar 90% kasus dan banyak penderita tidak menunjukkan gejala atau keluhan. 2) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketaui seperti glomerulonefritis, penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, 10 hiperaldosteronisme primer, sindrom chusing, faokromositoma, kaorktasia aorta, hipertensi yang berhubungan. c. Faktor Risiko Hipertensi Menurut (Endang, 2014) bahwa faktor resiko terjadinya hipertensi antara lain: 1) Riwayat hipertensi : jika seorang dari orangtua kita memiliki hipertensi maka sepanjang hidup kita memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi. 2) Jenis kelamin : dibandingkan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. 3) Faktor usia : Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. 4) Faktor Lingkungan : seperti stres, berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi. Hubungan anatara stress dengan hipertensi, diduga melalui aktivitasi saraf simpatik. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). 5) Kegemukan : Tingginya peningkatan tekanan darah bergantung pada besarnya penambahan berat badan dan kolesterol. 11 d. Derajat Hipertensi Menurut Joint National Committe(JNC) V (lima) derajat hipertensi dapat dikelompokkan yaitu (Triyanto, 2013): 1) High normal yaitu sistolik 130-139 mmHg dan diastolis 85-89 mmHg. 2) Hipertensi stage 1 atau ringan yaitu sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 90-99 mmHg. 3) Hipertensi stage 2 atau sedang yaitu sistolik 160-179 mmHg dan diastolik 100-109 mmHg. 4) Hipertensi stage 3 atau berat yaitu sistolik 180-209 mmHg dan diastolik 100-119 mmHg. 5) Hipertensi stage 4 atau berat yaitu sistolik >210 mmHg dan diastolik >120 mmHg. e. Manifestasi Klinis Menurut Pudiastuti (2013), bahwa tanda dan gejala hipertensi antara lain: 1) Penglihatan kabur karena kerusakan retina. 2) Nyeri pada kepala. 3) Mual dan muntah akibat meningkatnya tekanan intra kranial. 4) Edema dependent 5) Adanya pembengkakan karena meningkatnya tekanan kapiler. 12 Menurut Padila (2013) bahwa tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi: 1) Tidak ada gejala : tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur. 2) Gejala yang lazin : sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolomgan medis. f. Patofisiologi Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa terjadi melalui beberapa yaitu jantung memopa lebih kuat sehingga mengalirnya lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung dipaksa melalui untuk melalui pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arterioskalierosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi. yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk 13 sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon didalam darah. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktifitas memompa jantung berkurang arteri mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun, Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan didalam fungsi ginjal dan fungsi otot otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan darah melalui berbagai cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluarannya volume darah dan mengembalikan tekanan arah ke normal. Jika tekana darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu pembentukan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya 14 tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju kesalah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah. Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar) meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung dan juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlambat arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak) mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh, melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah. Faktor stress merupakansatu factor pencetus terjadinya peningkatan tekanan daeah dengan proses pelepasan hormon epinefrin dan norepinefrin (Endang, 2014). g. Komplikasi Menurut Murwani (2009) komplikasi dari hipertensi yaitu: 1) Penyakit ginjal kronis dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal dan glomerolus. Hal tersebut terjadi pada hipertensi kronik. 15 2) Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan oleh hipertensi. 3) Tekanan darah yang tinggi dan hipertensi berlangsung lama dapat menyebakan kerusakan pembuluh darah pada retina. 4) Jantung yang terus-menerus memompa darah dengan tekanan tinggi menyebabkan pembesaran ventrikel kiri sehingga darah akan berkurang. h. Penatalaksanaan Menurut Padila (2013), penatalaksanaan hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Farmakologi Obat diuretika, beta blocker seperti captopril, calcium channel blocker atau penghambatan ACE digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita. 2) Non farmakologi a) Diet Diet rendah kolesterol dan asam lemak jenuh, penurunan BB, asupan etanol, menghentikan rokok, diet tinggi kalium (Padila, 2013). Diet vegetarian dan minyak ikan (Boestan dkk, 2010). 16 b) Latihan fisik Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah. c) Pendidikan kesehatan (penyuluhan) d) Meningkatkan pengetahuan dan pengelolaannya hipertensi sehingga dapat mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi. e) Edukasi psikologis (1) Tehnik biofeedback Biofeedback digunakan mengatasi nyeri kepala dan migrain, kecemasan dan ketegangan. (2) Tehnik relaksasi Latihan fisik atau olah raga teratur untuk penderita hipertensi (Padila, 2013). Meningkatkan aktifitas fisik dengan latihan aerobik yang teratur (Boestan dkk, 2010). f) Tehnik komplementer Bersifat alamiah untuk mengatasi hipertensi, misalnya teknik relaksasi otot progresif (Padila, 2013). Terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi otot progresif, meditasi, terapi tawa, akupuntur, aroma terapi dan (Triyanto, 2014). refleksilogi 17 i. Pemeriksaan diagnostik Menurut Sudarta (2013), bahwa pemeriksaan diagnostik hipertensi antara lain: 1) ECG: peninggian gelombang P indikasi hipertensi. 2) Radiologi (Thorax foto): mendeteksi adanya klasifikasi area katup. 3) CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebri 4) Laboratorium: ureum, creatinin-elektrolit. 2. Tehnik Relaksasi Progresif a. Pengertian Tehnik relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatetis dan parasimpatetis. Teknik relaksasi dapat dilakukan mengurangi ketegangan, insomia dan asma serta dapat dilakukan pada penderita hipertensi (Ramdhani, 2009). Relaksasi otot progresif adalah suatu metode relaksasi melalui dua proses yaitu menegangkan otot dan merileksasikan otot tubuh. Latihan ini adalah salah satu dari yang paling sederhana dan mudah dipelajari (Richmond, 2009 dalam Harmano, 2010). Teknik relaksasi progresif menghasilkan respon fisiologi yang terintegritasi dan juga mengganggu bagian dari kesadaran yang dikenal sebagai “respon relaksasi Benson”. Respon relaksasi ini 18 diperkirakan menghambat sistem syaraf otonom dan sistem syaraf pusat dan meningkatkan aktivitas parasimpatis yang dikarakteristikkan dengan menurunnya otot rangka, tonus otot jantung dan mengganggu fungsi neuroendokrin. Agar memperoleh manfaat dari respons relaksasi, ketika melakukan teknik ini diperlukakan lingkungan yang tenang, posisi yang nyaman (Endang, 2014). b. Langkah – Langkah Teknik Relaksasi Progresif Langkah-langkah teknik relaksasi progresif menurut Ramdhani (2006): 1) Gerakan pertama untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat satu kepalan. Klien di minta membuat kepalan ini semakin kuat, sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat kepalan dilepaskan, klien di pandu untuk merasakan rileks selama 10 detik. Gerakan pada tangan kiri ini di lakukan dua kali sehingga klien dapat memebedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks yang dialami. Dilatih juga pada tangan kanan. 2) Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang. Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot 19 ditangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap kelangit-langit. 3) Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot biceps. Otot biceps adalah otot besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan. Gerakan ini di awali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua kepalan kepundak sehingga otot-otot biceps akan tegang. 4) Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga. 5) Gerakan kelima sampai kedelapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan untuk melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih otot dahi, mata, rahang dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai keototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan yang ditunjukan untuk otot mata diawali dengan menutup mata sehingga dapat dirasakan ketegangan disekitar mata. 6) Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan otot rahang, dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan mengigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot rahang. Gerakan ke delapan ini untuk mengendorkan otot-otot sekitar mulut, bibir di moncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan di 20 rasakan ketegangan di sekitar mulut. Gerakan kesembilan dan kesepuluh ditujukan untuk merilekskan otot-otot bagian leher bagian depan maupun belakang. Gerakan di awali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot leher bagian belakang baru bagian depan. Klien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian di minta untuk menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga klien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas. 7) Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan, gerakan ini di lakukan dengan cara membawa kepala kemuka, kemudian klien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan didaerah leher bagian muka. 8) Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada, kondisi tegang dipertahankan 10 detik, kemudian rileks. 9) Gerakan kedua belas digunakan untuk melemaskan otot-otot dada. Klien diminta untuk menarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada 21 kemudian turun keperut. Pada saat ketegangan dilepas, klien dapat bernafas normal dengan lega. Gerakan ini di ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan rileks. 10) Setelah latihan otot dada, gerakan ketigabelas bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan cara menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi kencang dan keras. Setelah 10 detik dilepaskan bebas, kemudian di ulang kembali seperti gerakan awal untuk perut ini. Gerakan ke empatbelas bertujuan untuk melatih otototot paha, dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut, sedemikian sehingga ketegangan pindah keotot-otot betis. Sebagaimana prosedur relaksasi otot, klien harus menahan posisi tegang selama 10 detik baru setelah itu melepaskannya. Setiap gerakan di lakukan masing-masing dua kali. c. Manfaat Relaksasi Progresif Manfaat teknik relaksasi progresif bagi pasien diantaranya mengurangi ketegangan, kecemasan konsumsi oksigen tubuh, kecepatan metabolisme, frekuensi napas, ketegangan otot, tekanan 22 darah sistol dan diastol, kontraksi ventrikel prematur dan peningkatan gelombang alfa otak (Synder & Lindquist, 2010). Latihan relaksasi otot progresif memberikan dampak yang signifikan dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi esensial atau primer. Dampak yang terjadi meliputi dampak langsung dan jangka panjang. Dampak langsung dari terapi relaksasi progresif adalah penurunan tekanan darah terutama sistolik pada orang dewasa yang melakukan pengobatan teratur (Shinde & Bhushan, 2013). 3. Asuhan Keperawatan Hipertensi a. Pengkajian Pengkajian menurut Padila (2013) yaitu: 1) Aktivitas / Istirahat Gejala: kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton. Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung takipnea. 2) Sirkulasi Gejala: riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler. Tanda: kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin. 23 3) Integritas Ego Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphobia, faktor stress multiple. Tanda: letupan suasana hati, gelisah, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara. 4) Eliminasi Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lalu. 5) Makan / Cairan Gejala: makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol. Tanda: BB normal atau obesitas, adanya edema. 6) Neurosensori Gejala: keluhan pusing / pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epitaksis. Tanda: perubahan orientasi, penurunan kekuatan gangguan perubahan retinal optic. 7) Nyeri / Ketidaknyamanan Gejala: angina, nyri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen. 8) Pernapasan Gejala: dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal proksinal, batuk dengan tanpa sputum, riwayat merokok. 24 Tanda: distress respirasi / penggunaan otot aksesoris pernafasan, bunyi nafas tambahan, sianosis. 9) Keamanan Gejala: gangguan koordinasi, cara berjalan Tanda: episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural. 10) Pembelajaran / Penyuluhan Gejala: faktor resiko keluarga, hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung DM, penyakit ginjal. Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone. b. Diagnosa Keperawatan Menurut (Amin dan Hardi, 2013) diagnosa yang mucul yaitu: 1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload. 2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan transportasi oksigen, kelemahan. 3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: peningkatan tekanan darah. 4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit. 25 c. Intervensi Keperawatan 1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload. Kriteria hasil: a) Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan berat yang dapat diterima. b) Pasien memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal. Intervensi: a) Pantau tekanan darah untuk evaluasi awal. Rasional: perbandingan tekanan memberikan gambaran tentang ketertiban atau bidang masalah vaskuler. b) Catat keberadaan, kualitas denyut sentral dan perifer. Rasional: denyut karotis, jugularis, radialis dan femoralis dapat terpalpasi sedangkan denyut tungkai mungkin menurun. c) Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas. Rasional: S4 terdengar pada pasien hipertensi berat karean ada hipertropi atrium (peningkatan volume atau tekanan atrium) perkembangan S3 menunjukkan hipertropi ventrikel dari kerusakan fungsi. d) Catat edema umum atau tertentu. 26 Rasional: mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vascular. e) Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurangi aktivitas atau keributan dan batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. Rasional: membantu menurunkan rangsang simpatis dan meningkatkan relaksasi. 2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan transportasi oksigen, kelemahan. Kriteria hasil: a) Pasien mampu memperlihatkan peningkatan aktivitas secara mandiri. b) Tidak ada tanda-tanda hipoksia. c) Tekanan darah pasien dalam rentang normal. Intervensi: a) Memonitor tekanan darah pada pasien. Rasional: untuk mengetahui peningkatan tekanan darah pasien. b) Mengkaji respon pasien terhadap aktivitas. Rasional: untuk mengidentifikasikan tanda dan gejala. c) Menganjurkan teknik penghambat tenaga saat beraktivitas. Rasional: untuk menghemat energi. 27 3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: peningkatan tekanan darah. Kriteria hasil: a) Pasien akan melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. b) Pasien akan mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan. c) Pasien akan mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan. Intervensi: a) Mempertahankan tirah baring selama masa akut. Rasional: Meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi. b) Memberikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala (tehnik relaksasi progresif). Rasional: tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan yang memperlambat respon simpatis efektif mnghilangkan sakit kepala dan komplikasinya. c) Meminimalkan aktivitas vasokontriksi yang meningkatkan sakit kepala (mengejan saat BAB, batuk dan membungkuk). Rasional: aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskular serebral. 28 d) Kolaborasi dokter dengan pemberian analgesic. Rasional: Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistem saraf simpatis. 4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit. Kriteria hasil: a) Pasien menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi dan program pengobatan. b) Pasien mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat atau tim kesehatan lainnya. Intervensi: a) Gambarkan tanda dan gejala yang bisa muncul pada penyakit dengan cara yang tepat. Rasional: mengetahui tanda dan gejala yang bisa muncul pada penyakit. b) Identifikasikan kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat. Rasional: mengetahui kemungkinan penyebab. c) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi dimasa yang akan datang. Rasional: Mengetahui cara mencegah komplikasi. d) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan. Rasional: mengetahui terapi yang tepat 29 B. Kerangka Teori Faktor resiko penyebab hipertensi yaitu 1. Riwayat hipertensi 2. Jenis kelamin 3. Faktor usis 4. Faktor lingkungan 5. Kegemukan Farmakologi: Obat diuretika, beta blocker swperti captopril, calcium channel blocker atau penghambat ACE Hipertensi Non Farmakologi: 1. 2. 3. 4. Tehnik biofeedback Diet Latihan fisik Pendidikan kesehatan (penyuluhan) Edukasi psikologi Teknik komplementer Teknik relaksasi progresif Penurunan tekanan darah Gambar 2.1 Kerangka Teori BAB III METODE PENYUSUNAN APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset Pasien Ny.D yang menderita hipertensi stage 1 yang pernah dirawat di Puskesmas Sibela. B. Tempat dan Waktu 1. Tempat aplikasi riset Aplikasi riset ini dilakukan dengan cara homevisit. 2. Waktu aplikasi riset Aplikasi riset ini dilakukan pada tanggal 07–16 Januari 2016, akan dilakukakan pengkajian, intervensi sampai evaluasi diharapkan selama 10 hari yaitu pada tanggal 07-16 Januari 2016, dan akan dilakukan relaksasi perogresif selama 25-30 menit. C. Media dan Alat yang digunakan SPIGNOMANOMETER Dalam aplikasi riset ini media yang digunakan adalah: 1. Ruangan yang nyaman dan tidak gaduh 2. Tempat tidur atau kursi dengan sandaran rileks 30 31 Dalam aplikasi riset ini alat yang digunakan adalah: 1. Sfigmomanometer untuk mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah melakukan relaksasi progresif. 2. Stetoskop untuk mendengarkan suara sistolik dan diastolik. D. Prosedur Tindakan Berikut langkah-langkah teknik relaksasi progresif: 1. 2. Fase orientasi a. Memberi salam b. Memperkenalkan diri c. Menjelaskan tujuan dan tindakan d. Menjelaskan langkah prosedur e. Menanyakan kesiapan klien Fase kerja a. Mencuci tangan b. Memberi posisi yang nyaman c. Berdiri di samping klien d. Bibing klien menggenggam tangan kiri dan kanan bergantian sambil membuat satu kepalan selama 5-7 detik. Klien di minta membuat kepalan ini semakin kuat, kemudian relaks selama 10 detik. e. Bimbing klien menekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot ditangan bagian belakang dan lengan 32 bawah menegang, jari-jari menghadap kelangit-langit selama 5-7 detik, kemudian relaks selama 10 detik. f. Bimbing klien menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua kepalan kepundak sehingga otototot biceps akan tegang selama 5-7 detik, kemudian relaks selama 10 detik. g. Bimbing klien mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakanakan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga selama 5-7 detik, kemudian relaks selama 10 detik. h. Bimbing klien melakukan gerakan-gerakan yang ditujukan untuk melemaskan otot-otot di wajah (dahi, mata, rahang dan mulut). Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai keototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan yang ditunjukan untuk otot mata diawali dengan menutup mata sehingga dapat dirasakan ketegangan disekitar mata. Setiap gerakan dilakukan selama 5-7 detik, kemudian relaks selama 10 detik. i. Bimbing klien mengatupkan rahang, diikuti dengan mengigit gigigigi sehingga ketegangan di sekitar otot rahang, kemudian gerakan untuk mengendorkan otot-otot sekitar mulut, bibir di moncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan di rasakan ketegangan di sekitar mulut, dan gerakan untuk merilekskan otot-otot bagian leher bagian depan maupun belakang dengan cara klien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian di minta untuk 33 menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga klien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas Setiap gerakan dilakukan selama 5-7 detik, kemudian relaks selama 10 detik. j. Bimbing klien untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan didaerah leher bagian muka gerakan dilakukan selama 5-7 detik, kemudian relaks selama 10 detik. k. Bimbing klien mengangat tubuh dari sandaran, kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada, kondisi tegang dipertahankan 5-7 detik, kemudian relaks selama 10 detik. l. Bimbing klien untuk menarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun keperut. Pada saat ketegangan dilepas, klien dapat bernafas normal dengan lega. Gerakan ini di ulangi. m. Bimbing klien menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi kencang dan keras, kemudian bimbing klien meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang. Setiap gerakan dilakukan selama 5-7 detik, kemudian relaks selama 10 detik. n. Jangan dilanjutkan ketika terjadi penegangan pada pasien dan setiap gerakan di lakukan masing-masing dua kali. 34 3. Fase terminasi a. Merapikan pasien dan membereskan alat b. Mengevaluasi tindakan c. Mencuci tangan d. Berpamitan E. Alat Ukur Sfigmomanometer untuk mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah melakukan relaksasi progresif. Menggunakan sfigmomanometer jarum / aneroid karena keuntungan menggunakan sfigmomanometer ini hasil yang didapat cukup akurat, praktis, mudah dibawa, tidak terkontaminasi logam berat seperti sfigmomanometer air raksa yang berbahaya jika sampai alat pecah ataupun air raksa terkena kulit atau saluran pernafasan dan sfigmomanometer digital yang tingkat akurasi pengukuran lebih rendah dari pada sfigmomanometer jarum / aneroid, kurasi pengukuran pada tensimeter digital ini dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya kondisi baterai, usia pemakaian (semakin lama pemakaian semakin menurun tingkat akurasi). BAB IV LAPORAN KASUS Pada bab ini berisi tentang rangkuman asuhan keperawatan yang dilakukan pada Ny.D dengan hipertensi pada tanggal 07 januari 2016 di rumah Ny.D dengan alamat Sibela Raya No.19 Rt 04 Rw 24. Laporan kasus ini adalah proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Pada kasus ini data diperoleh dengan cara autoanamnesa dan alloanamnesa. A. Identitas Klien Pengkajian dilakukan pada tanggal 07 januari 2016 pukul 15.00 WIB diperoleh data klien bernama Ny.D, berusia 60 tahun yang bertempat tinggal di Sibela Raya No.19 Rt 04 Rw 24. Klien seorang ibu rumah tangga dan penjaga toko di rumahnya, klien beragama islam dan berpendidikan SD dengan diagnosa medis hipertensi. Nama penanggung jawab pasien adalah Tn.W berusia 68 tahun, pekerjaan sebagai PNS, hubungan dengan klien adalah suami. B. Pengkajian Pada tanggal 07 januari 2016 pukul 15.00 WIB dilakukan pengkajian dengan diperoleh Ny.D mengalami nyeri kepala. Riwayat kesehatan sekarang Ny.D mengalami nyeri kepala dan susah tidur. Ny.D mengatakan mempunyai 35 36 riwayat hipertensi, mengeluh pusing setelah duduk lama dan saat malam hari Ny.D mengatakan tidurnya kurang nyenyak. Saat dilakukan pemeriksaan TTV didapat hasil Tekanan Darah: 150/90 mmHg, Nadi: 88 x/menit, Pernafasan: 20 x/menit, Suhu: 36OC. Ny.D mengatakan masih rutin kontrol dan minum obat-obatan dari Puskesmas ataupun Rumah Sakit yaitu Amlodipin 1x10mg, Catapres 1x0,15mg, Aspilet 1x80mg /24jam. Ny.D bercerita pada awalnya mengalami hipertensi karena berjualan dipagi hari di pasar, Ny.D tiba-tiba merasa pusing dan pandangan kabur lalu dibawa di Puskesmas Sibela. Ny.D juga mengatakan sampai sekarang saat pusing dan saat berdiri setelah duduk lama, dan ketika ditanya tindakan apa saat pusing Ny.D mengatakan hanya memijat kepala bagian depan dan memejamkan mata sesaat ketika berdiri. Pengkajian nyeri pada Ny.D didapat hasil P: Ny.D mengatakan nyeri pusing, Q: pusing dirasa tertusuk-tusuk, R: nyeri di kepala depan, S: skala nyeri 5 dan T: nyeri hilang timbul. Hasil pengkajian riwayat penyakit dahulu didapat hasil Ny.D mengatakan belum pernah di rawat di rumah sakit. Pada masa kanak-kanak Ny.D belum pernah mengalami penyakit yang serius dan tidak pernah mengalami kecelakaan. Ny.D juga belum pernah dioperasi, Ny.D tidak mempunyai alergi terhadap makanan atau obat apapun, waktu bayi Ny.D diimunisasi lengkap dan Ny.D tidak memiliki kebiasaan merokok, minum kopi dan alkohol. Dalam riwayat kesehatan keluarga, Ny.D anak ke-2 dari 5 saudara dan dikeluargannya ada yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi. Dalam 37 kesehatan lingkungan Ny.D mengatakan lingkungan rumahnya selalu dibersihkan dan rumahnya dekat dengan jalan. Genogram Ny.D (60 tahun) Keterangan: : pasien : laki-laki : perempuan : meninggal : riwayat hipertensi : tinggal serumah Gambar 3.1 Genogram Riwayat kesehatan lingkungan, pasien mengatakan rumahnya selalu dibersihkan, lingkungan rumah tampak bersih dan lingkungan sekitarnya dekat jalan. 38 Hasil pola kesehatan fungsional pasien meliputi pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Ny.D mengatakan bahwa sehat itu penting dan mahal harganya karena saat sehat seseorang dapat melakukan aktivitasnya seharihari, apabila ada anggota keluarga yang sakit selalu membawa ke pusat kesehatan terdekat untuk diperiksa dan membeli obat-obatan supaya cepat sembuh. Hasil pola nutrisi dan metabolisme meliputi pola nutrisi sebelum sakit pasien makan 3x sehari dengan nasi, lauk pauk, sayur dan habis dalam 1 porsi, Pola metabolisme pasien, pasien mengatakan minum air putih 6x sehari habis ± 1 liter sedangkan saat dirawat di rumah sakit dan setelah dirawat di rumah sakit pasien mengatakan tidak ada perubahan dalam pola nutrisi. Hasil pola eliminasi meliputi pola eleminasi BAB sebelum sakit dan selama sakit pasien mengatakan BAB lancar, 1x sehari, konsistensinya padat, lunak, berbentuk, berbau khas berwarna kuning dan tidak ada keluhan dan selama sakit pasien mengatakan BAB hanya 1x sehari dengan konsistensi lunak, berbentuk dan berbau khas, berwarna kuning dan tidak ada keluhan. Pola eliminasi BAK sebelum dan selama sakit pasien mengatakan 3-4x sehari, berwarna kuning jernih. Hasil pola aktivitas dan latihan, pasien mengatakan sebelum sakit pasien melakukan aktivitas makan / minum, mandi, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi ROM dengan nilai 0 (mandiri). Hasil pola istirahat tidur, pasien mengatakan sebelum sakit pasien dapat tidur selama ± 6-8 jam, dan kadang-kadang tidur tidak menggunakan 39 pengantar tidur seperti obat-obatan, tidak ada gangguan sedangkan selama sakit pasien mengatakan hanya tidur selama ± 4 jam dan kadang-kadang pasien merasa pusing sehingga pasien terkadang masih merasa mengantuk dan tidak nyaman. Hasil pola kognitif perseptual, pasien mengatakan tidak ada gangguan panca indra penglihatan penciuman tetapi pendengaran sudah sedikit berkurang dan berkomunikasi dengan keluarganya baik tanpa gangguan, dan selama sakit pasien mengatakan P: merasa pusing, Q: pusing dirasa tertusuktusuk, R: pusing di kepala depan, S: skala nyeri 5, T: nyeri hilang timbul selama ± 4 menit. Hasil pola persepsi konsep diri pasien saat sebelum dan selama sakit, pasien mengatakangambaran diri pasien mengatakan senang akan setiap bagian tubuhnya, pasien juga mengatakan bahwa pasien tidak mengeluh akan keadaan tubuhnya yang sekarang. Ideal diri pasien mengatakan pasien berharap tekanan darahnya normal, tidak hipertensi lagi dan tidak merasa pusing. Peran diri pasien mengatakan pasien mampu melakukan kegiatan sehari-hari sebagai penjaga toko di rumahnya, sebagai istri dari suami, ibu dari anaknya dan nenek dari cucu-cucunya, dan sebagai ibu rumah tangga. Identitas diri pasien mengatakan pasien sebagai perempuan yang normal serta bekerja sebagai penjaga toko di rumahnya dan memiliki suami, seorang anak dan 2 cucu, harga diri pasien mengatakan pasien menerima keadaannya begitu juga lingkungan keluarga serta masyarakat juga menerima dengan 40 baik, dalam pergaulan dengan masyarakat tidak ada masalah dan tidak ada gangguan. Hasil pola hubungan dan peran pasien saat sebelum dan selama sakit, pasien mengatakan hubungan dengan keluarga harmonis, hubungan dengan masyarakat dan lingkungan baik. Hasil pola seksual dan reproduksi pasien saat sebelum dan selama sakit, pasien mengatakan pasien seorang perempuan mempunyai seorang suami, seorang anak laki-laki dan 2 orang cucu. Hasil pola mekanisme koping pasien saat sebelum dan selama sakit, pasien mengatakan saat pasien memiliki masalah yang sedang dihadapi pasien selalu bercerita kepada anggota keluarga dan pasien selalu merasa terbuka dengan keluarganya. Hasil pola nilai dan keyakinan pasien saat sebelum dan selama sakit, pasien mengatakan pasien beragama islam dan pasien selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menjalankan sholat 5 waktu. Pemeriksaan fisik penampilan umum kesadaran compos mentis, tandatanda vital menunjukkan TD: 150/90 mmHg, Nadi: 88 x/menit, irama teratur, kekuatan kuat. RR: 20 x/menit, irama teratur, suhu: 36˚C. Hasil pengkajian pada kepala, bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih, ada ketombe, rambut sedikit beruban bersih, pendek. Hasil pengkajian pada mata, palpebra tidak oedema, terdapat kantong mata, konjungtiva anemis, sclera putih, pupil isokor, diameter ka/ki 3mm/3mm, reflek terhadap cahaya ka/ki +/+, pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hasil pengkajian pada hidung, 41 lubang hidung simetris, tidak ada polip, tidak terdapat sekret, penciuman normal. Hasil pengkajian pada Mulut bersih, berbentuk simetris, mukosa bibir kering dan sedikit pucat. Gigi bersih, lengkap tidak ada karies gigi, gigi berwarna putih. Telinga berbentuk simetris, sedikit ada gangguan pendengaran, tidak ada serumen yang menumpuk. Hasil pengkajian pada Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Hasil pemeriksaan fisik paru-paru, yang meliputi inspeksi yaitu bentuk dada simetris dan tidak ada jejas, hasil palpasi yaitu vocal premitus kanan dan kiri sama, hasil perkusi yaitu suara sonor diseluruh lapang paru, dan hasil auskultasi yaitu suara vesikuler diseluruh lapang paru, tidak ada suara tambahan, irama teratur. Hasil pemeriksaan jantung, yang meliputi inspeksi yaitu ictus cordis tidak tampak, hasil palpasi yaitu ictus cordis teraba kuat di SIC 4 dan SIC 5, hasil perkusi yaitu disemua lapang paru pekak, dan hasil auskultasi yaitu bunyi jantung 1 sama dengan bunyi jantung 2 reguler tidak terjadi perlebaran suara. Hasil pemeriksaan abdomen, meliputi inspeksi yaitu abdomen berbentuk simentris, umbilicus tidak menonjol dan tidak ada jejas, auskultasi: terdengar bising usus 6x/menit, hasil perkusi yaitu kuadran I pekak, kuadran II, III, IV tympani, hasil palpasi yaitu tidak ada nyeri tekan pada seluruh kuadran. Hasil pemeriksaan genetalia berjenis kelamin perempuan. Rektum tidak ada keluhan. Hasil pemeriksaan fisik ekstermitas meliputi ekstermitas atas, kekuatan otot ka/ki: 5/5 (aktif/aktif), ROM ka/ki aktif, capilary refile ± 4 detik, perubahan bentuk tulang tidak ada, perabaan akral hangat, ekstermitas bawah, 42 kekuatan otot ka/ki 5/5 (aktif/aktif), ROM ka/ki aktif/aktif, capilary refil ± 4 detik, perubahan bentuk tulang tidak ada, perabaan akral teraba hangat. Terapi medis, pasien mengatakan setelah masuk puskesmas sampai sekarang pasien masih mengkomsumsi obat. Jenis terapi berupa amlodipine 10mg /24 jam, aspilets 80mg /24 jam dan catapres 0,15mg /24 jam. C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian, penulis melakukan analisa data dengan data fokus dan data obyektif. Didapatkan data subyektif pasien, pasien mengatakan pusing pada sore hari dan setelah duduk lama, dan pusing kepala dirasa tertusuk-tusuk. Data obyektif yang diperoleh kulit pasien tampak pucat, pasien tampak memijat kepala bagian depan, cepilary refile ± 4 detik, tanda-tanda vital tekanan darah: 150/90 mmHg, Nadi: 80x/menit, dan RR: 20x/menit. Masalah keperawatan yang didapat ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi. Dari analisa data yang kedua pada pasien didapatkan data subyektif pasien mengatakan pusing pada sore hari dan setelah duduk lama, pusing dirasa cekot-cekot, pusing di kepala depan dengan skala nyeri 5 dan rasa nyeri hilang timbul ± selama 4 menit. Data obyektif yang diperoleh antara lain pasien tampak menahan sakit, pasien tampak cemas, dengan hasil tandatanda vital tekanan darah: 150/90 mmHg, Nadi: 80 x/menit, dan RR: 20 x/menit. Masalah keperawatan yang didapatkan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. 43 Data analisa yang ketiga pada pasien didapat data subyektif antara lain pasien mengatakan hanya tidur selama ± 4 jam dan kadang-kadang pasien merasa pusing sehingga pasien terkadang masih merasa mengantuk dan tidak nyaman. Data obyektif yang diperoleh pasien tampak lemas, sayur dan terdapat warna sedikit kehitaman di kantong mata. Masalah keperawatan yang didapat gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal: penyakit. Berdasarkan masalah diatas penulis merumuskan diagnosa keperawatan pertama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi, diagnosa yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis, dan diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal : penyakit. D. Intervensi Keperawatan Prioritas masalah keperawatan yang utama adalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi dengan kriteria hasil tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan (130/80 – 150/90), tidak ada keluhan sakit kepala (pusing). Intervensi atau rencana keperawatan yaitu Intervensi pertama monitor vital sign pasien dengan rasional mengetahui keadaan umum pasien. Intervensi kedua berikan posisi yang nyaman (posisi semifowler) dengan rasional menurunkan tekanan arteri. Intervensi ketiga berikan penggunaan tehnik non 44 farmakologi dengan relaksasi progresif dengan rasional membantu mengurangi tekanan darah. Intervensi keempat batasi gerakan pada tangan, kepala, leher dan punggung dengan rasional mengurangi rasa pegal dan mengantisipasi pegal. Intervensi kelima monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas / dingin / tajam / tumpul dengan rasional mengevaluasi perbaikan status sirkulasi. Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis pada Ny.D maka penulis membahas rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri dan mampu menggunakan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri), melaporkan bahwa nyeri berkurang dari skala 5 menjadi 2 dengan menggunakan manajemen nyeri, pasien tidak tampak meringis kesakitan, pasien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri), tanda-tanda vital pasien dalam keadaan normal dengan TD: 120/80 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 16-24 x/menit, Suhu: 36,5˚C. Intervensi atau rencana keperawatan yaitu Intervensi pertama kaji pola nyeri PQRST (Provoking, Quality, Region, Scale, Timing) dengan rasional untuk mengetahui penyebab, kualitas, lokasi, skala, dan durasi nyeri. Intervensi kedua berikan posisi nyaman pada pasien dengan rasional memberikan posisi yang dapat mengurangi nyeri. Intervensi ketiga ajarkan teknik mengontrol nyeri non farmakologi dengan relaksasi nafas dalam dengan rasional pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik dan 45 emosi pada nyeri. Intervensi keempat kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik dengan rasional mengontrol / mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerja sama dengan aturan teurapetik. Pada diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal: penyakit. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan gangguan pola tidur dengan kriteria hasil mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 7-8 jam, kualitas tidur pasien baik / tercukupi, pasien tampak bangun pada pagi hari dengan segar dan tidak merasa lelah, nyeri berkurang. Intervensi yang dapat dilakukan intervensi pertama kaji pola tidur pasien dengan rasional untuk mengetahui penyebab gangguan tidur pasien. Intervensi kedua monitor / catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dengan rasional untuk mengetahui waktu tidur yang dikebutuhan pasien. Intervensi ketiga memberikan posisi bantal ditinggikan dengan rasional memberikan posisi bantal ditinggikan pada pasien.Intervensi keempat kolaborasi dengan dokter dengan pemberian obat tidur jika perlu dengan rasional untuk membantu pasien agar mudah saat tidur. E. Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari kamis 7 januari 2016 pada pukul 16.00 WIB, yaitu memonitor keadaan umum klien dan tandatanda vital (sebelum terapi relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 150/90 mmHg, nadi: 88 x/menit, RR: 20 x/menit, suhu: 36OC. Melanjutkan pada 46 pukul 16.20 WIB, mengkaji status nyeri pasien didapatkan data subyektif pasien mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama, pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul ± 4 menit dan data obyektif pasien tampak menahan pusing dan cemas. Penulis Mengkaji pola tidur pasien pada pukul 16.30 WIB, didapat data subyektif pasien mengatakan tidur malam tidak nyenyak, tidur ± 4 jam dan data obyektif mata pasien tampak terdapat kantong mata dan tampak lesu. Penulis memberikan penjelasan tentang pentingnya tidur pada pukul 16.40 WIB, didapat data subyektif pasien mengatakan mengerti pentingnya istirahat tidur dan data obyektif pasien tampak bingung dengan penjelasan pentingnya tidur. Penulis mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam pada pukul 16.45, respon subyektif pasien mengatakan bersedia diajari teknik relaksasi nafas dalam, data obyektif pasien sudah melakukan relaksasi nafas dalam. Penulis monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas / dingin / tajam / tumpul pada pukul 17.00 WIB, didapat data subyektif pasien mengatakan daerah pipi peka terhadap panas / dingin / tajam / tumpul dan data obyektif pasien tampak memejamkan mata. Penulis melakukan tindakan keperawatan memberikan posisi yang nyaman (semifowler) pada pukul 17.35 WIB, didapat data subyektif pasien mengatakan bersedia dan data obyektif pasien tampak rileks dilanjutkan mengajarkan teknik non farmakologi dengan pemberian relaksasi progresif untuk mengurangi tekanan darah didapatkan data subyektif pasien mau diajarkan dan melakukan relaksasi progresif, dan data obyektif pasien tampak bisa mengikuti terapi yang diberikan, pasien 47 tampak sedikit lega, pasien tampak lebih nyaman dari sebelumnya. Penulis memonitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital kembali (setelah terapi relaksasi progresif) pada pukul 17.50 WIB, didapat data obyektif, TD: 140/90 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36OC, dan data obyektif dan pasien tampak lebih nyaman sebelumnya. Pada hari jumat tanggal 08 januari 2016 pada pukul 16.00 WIB, penulis memonitor keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital (sebelum terapi progresif) dengan hasil data subyektif pasien mengatakan bersedia diukur vital signnya dan data obyektif, TD: 140/90 mmHg, Nadi: 86 x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 36,2˚C. Penulis mengkaji status nyeri pada pasien pada pukul 16.25 WIB, dengan hasil data subyektif pasien mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama, pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul ± 4 menit dan data obyektif pasien tampak menahan pusing dan cemas. Penulis mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam pada pukul 16.30, respon subyektif pasien mengatakan bersedia diajari teknik relaksasi nafas dalam, data obyektif pasien sudah melakukan relaksasi nafas dalam. Penulis mengkaji pola tidur pasien pada pukul 16.40 WIB didapat data subyektif pasien mengatakan tidur malam tidak nyenyak tetapi setelah memakai bantal ditinggikan lebih nyaman tidur, tidur ± 5 jam dan data obyektif mata pasien tampak terdapat kantong mata dan tampak lesu. Penulis melakukan tindakan keperawatan memberikan posisi yang nyaman (semifowler) pada pukul 17.20 WIB, didapat data subyektif pasien mengatakan bersedia dan data obyektif pasien tampak rileks 48 dilanjutkan mengajarkan teknik non farmakologi dengan pemberian relaksasi progresif untuk mengurangi tekanan darah didapatkan data subyektif pasien mau diajarkan dan melakukan relaksasi progresif, dan data obyektif pasien tampak bisa mengikuti terapi yang diberikan, pasien tampak sedikit lega, pasien tampak lebih nyaman dari sebelumnya. Penulis memonitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital kembali (setelah terapi relaksasi progresif) pada pukul 18.00 WIB, didapat data obyektif, TD: 125/90 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 18 x/menit, Suhu: 36,2OC, dan data obyektif pasien tampak lebih nyaman. Penulis menjelaskan kepada pasien tentang pentingnya tidur yang adekuat pada pukul 18.10 WIB, didapat data subyektif pasien mengatakan sudah memahami mengenai pentingnya tidur yang adekuat dan data obyektif pasien tampak paham dengan penjelasan dari penulis. Penulis menganjurkan menciptakan lingkungan yang nyaman dengan meninggikan bantal pasien pada pukul 18.30 WIB, didapat data subyektif pasien mengatakan bersedia diberi posisi bantal sedikit di tinggikan nanti malam dan data obyektif pasien tampak mengerti anjuran dari penulis. Pada hari sabtu tanggal 09 januari 2016 pukul 16.00 WIB, memonitor keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital (sebelum terapi progresif) dengan hasil data subyektif pasien mengatakan bersedia diukur vital signnya dan data obyektif, TD: 140/80 mmHg, Nadi: 84 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36,2˚C. Penulis mengkaji status nyeri pada pasien pada pukul 16.30 WIB, didapat hasil data subyektif pasien mengatakan pusing pada sudah berkurang, pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan, skala nyeri 3, nyeri 49 hilang timbul dirasa sudah berkurang dan data obyektif pasien tampak tenang. Penulis mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam pada pukul 16.35, didapat respon subyektif pasien mengatakan bersedia diajari teknik relaksasi nafas dalam, data obyektif pasien sudah melakukan relaksasi nafas dalam. Penulis mengkaji pola tidur pasien pada pukul 16.45 WIB, didapat data subyektif pasien mengatakan tidur malam nyenyak, tidur ± 7 jam dan data obyektif pasien tampak lebih segar dan kantong mata sedikit berkurang. Penulis melakukan tindakan keperawatan memberikan posisi yang nyaman (semifowler) pada pukul 16.50 WIB, didapat data subyektif pasien mengatakan bersedia dan data obyektif pasien tampak rilesk dilanjutkan mengajarkan teknik non farmakologi dengan pemberian relaksasi progresif untuk mengurangi tekanan darah didapatkan data subyektif pasien mau diajarkan dan melakukan relaksasi progresif, dan data obyektif pasien tampak bisa mengikuti terapi yang diberikan, pasien tampak sedikit lega, pasien tampak lebih nyaman dari sebelumnya. Penulis memonitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital kembali (setelah terapi relaksasi progresif) pada pukul 17.20 WIB, didapat data subyektif pasien mengatakan bersedia dan data obyektif, TD: 120/80 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 18 x/menit, Suhu: 36OC, dan pasien tampak lebih nyaman. F. Evaluasi Keperawatan Evaluasi hari pertama kamis pada tanggal 7 januari 2016 jam 18.00 WIB diagnosa kedua dengan metode SOAP, respon subyektif pasien 50 mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama, pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul ± 4 menit. Respon obyektif pasien tampak menahan pusing dan cemas dengan vital sign (sebelum terapi relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 150/90 mmHg, Nadi: 88 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36OC. Analisa keperawatan, masalah nyeri belum teratasi. Planning, lanjutkan intervensi monitor keadaan umum pasien dan vital sign pasien, kaji status nyeri pasien, ajarkan teknik relaksasi progresif dan tehnik relaksasi nafas dalam, berikan posisi yang nyaman pada pasien. Evaluasi diagnosa pertama jam 18.10 WIB dengan metode SOAP, respon subyektif pasien mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama. Respon obyektif pasien tampak lemas, capilary refle 4 detik dengan vital sign kembali (setelah terapi relaksasi progresif) TD: 140/90 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36OC. Analisa keperawatan, masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi. Planning, lanjutkan intervensi monitor vital sign pasien, berikan terapi non farmakologi (relaksasi progresif), batasi gerakan pada kepala, leher, punggung, dan tangan. Evaluasi diagnosa ketiga pukul 18.10 WIB dengan metode SOAP, respon subyektif pasien mengatakan tidur malam tidak nyenyak, tidur ± 5 jam. Respon obyektif pasien tampak lesu dan terdapat kantong mata. Analisa keperawatan, masalah masalah ganggun pola tidur belum teratasi. Planning, 51 lanjutkan intervensi kaji pola tidur pasien dan beri penjelasan tentang pentingnya tidur. Evaluasi hari kedua jumat pada tanggal 8 januari 2016 jam 18.30 WIB diagnosa kedua dengan metode SOAP, respon subyektif pasien mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama, pusing dirasa tertusuktusuk, pusing di kepala depan, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul ± 4 menit. Respon obyektif pasien tampak cemas dengan vital sign (sebelum terapi relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 140/90 mmHg, Nadi: 86 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36,2OC. Analisa keperawatan masalah nyeri belum teratasi. Planning, lanjutkan intervensi monitor keadaan umum pasien dan vital sign pasien, kaji status nyeri pasien, ajarkan teknik relaksasi progresif dan tehnik relaksasi nafas dalam, berikan posisi yang nyaman pada pasien. Evaluasi diagnosa pertama jam 18.35 WIB dengan metode SOAP, respon subyektif pasien mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama. Respon obyektif pasien tampak lemas, capilary refil 4 detik dengan vital sign kembali (setelah terapi relaksasi progresif) TD: 125/90 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 18 x/menit, Suhu: 36,2OC. Analisa keperawatan, masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi. Planning, lanjutkan intervensi monitor vital sign pasien, berikan terapi non farmakologi (relaksasi progresif), batasi gerakan pada kepala, leher, punggung, dan tangan. Evaluasi diagnosa ketiga pukul 18.45 WIB dengan metode SOAP, respon subyektif pasien mengatakan tidur malam tidak nyenyak, tidur ± 5 52 jam. Respon obyektif pasien tampak lesu dan terdapat kantong mata. Analisa keperawatan, masalah masalah ganggun pola tidur belum teratasi. Planning, lanjutkan intervensi kaji pola tidur pasien dan beri penjelasan tentang pentingnya tidur. Evaluasi hari ketiga sabtu pada tanggal 9 januari 2016 jam 17.40 WIB diagnosa kedua dengan metode SOAP, respon subyektif pasien mengatakan pusing pada sudah berkurang, pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan, skala nyeri 3, nyeri hilang timbul dirasa sudah berkurang. Respon obyektif pasien tampak tenang dengan vital sign (sebelum terapi relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 140/80 mmHg, Nadi: 84 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36,2OC. Analisa keperawatan, masalah nyeri teratasi. Planning, pertahankan intervensi. Evaluasi diagnosa pertama jam 17.45 WIB dengan metode SOAP, respon subyektif pasien mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama. Respon obyektif pasien tampak tenang, capilary refle < 3 detik dengan vital sign kembali (setelah terapi relaksasi progresif) TD: 120/80 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 18 x/menit, Suhu: 36OC. Analisa keperawatan, masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi. Planning, pertahankan intervensi. Evaluasi diagnosa ketiga pukul 17.55 WIB dengan metode SOAP, respon subyektif pasien mengatakan tidur malam nyenyak, tidur ± 7 jam. Respon obyektif pasien tampak lebih baik. Analisa keperawatan, masalah ganggun pola tidur teratasi. Planning, pertahankan intervensi. BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini penulis membahas mengenai pemberian teknik relaksasi progresif terhadap penurunan tekanan darah pada asuhan keperawatan Ny.D dengan hipertensi stage 1 di Puskesmas Sibela Surakarta yang dilakukan pada tanggal 07 januari 2016. Pembahasan yang dilakukan dalam bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan praktik pada kasus yang tersedia di lapangan. Proses asuhan keperawatan melalu tahap pengkajian, perumusan masalah, rencana tindakan, tindakan keperawatan dan evaluasi. A. Pengkajian Penulis melakukan pengkajian pada kasus diperoleh dengan cara autoanamnesa dan dilakukan dengan homevisit (kunjungan rumah). Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Teknik pengumpulan data dilakukan secara anamnesis dan observasi. Anamnesis adalah tanya jawab atau komunikasi secara langsung dengan klien (autoanamnesis) untuk menggali informasi tentang status kesehatan klien. Observasi adalah tindakan mengamati secara umum terhadap perilaku dan keadaan klien (Rohmah dan Walid, 2012). Tahap pengkajian adalah tahap proses mengumpulkan data yang relevan dan kontinyu tentang respon 53 54 manusia, status kesehatan, kekuatan, dan masalah klien. Tujuan dari pengkajian adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien, menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien, menilai keadaan kesehatan klien, membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah berikutnya (Dermawan, 2012). Dalam pengkajian penulis terhadap Ny.D didapat keluhan klien mengatakan kepala pusing. Pada saat dikaji oleh penulis, Ny.D kepala tertusuk-tusuk, sakit pada sore hari dan setelah duduk lama. Nyeri kepala yang dirasakan pada Ny.D disebabkan karena tekanan darah meningkat. Berdasarkan hasil pengkajian pada Ny.D dengan kasus hipertensi telah sesuai dengan teori yang ditemukan oleh penulis. Tekanan darah meningkat pada saat vasokonstriksi yaitu arteri kecil mengkerut karena perangsangan saraf simpatis atau hormon di dalam pembuluh darah yang meningkat tekanan darah dan kekuatan jantung sehingga menyebabkan vaskuler dan dapat menimbulkan nyeri atau pusing kepala, rasa berat di tengkuk, mudah lelah (Triyanto, 2014). Dari data pengkajian dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada gejala hipertensi yang dialami oleh Ny.D. Pada Ny.D ditemukan bahwa Ny.D tampak lemah. Peningkatan tekanan darah yang dialami Ny.D ditandai dengan nyeri kepala dan lemas. Dari pemeriksaan tanda-tanda vital Ny.D diperoleh tekanan darah 150/90 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi pernafasan 20 x/menit, suhu 36OC. Berdasarkan hal tersebut, kondisi Ny.D mengalami tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg yang sudah dianggap tinggi dan disebut hipertensi (Yekti dan 55 Ari, 2011). Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Wijayaningsih, 2013). Hipertensi yang dialami Ny.D yaitu hipertensi stage 1 atau ringan yaitu sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 90-99 mmHg. Menurut Joint National Committe(JNC) Hipertensi diklasifikasikan menjadi V (lima) derajat hipertensi, yang pertama haid normal yaitu sistolik 130-139 mmHg dan diastolis 85-89 mmHg. Hipertensi stage 1 atau ringan yaitu sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 90-99 mmHg. Hipertensi stage 2 atau sedang yaitu sistolik 160-179 mmHg dan diastolik 100-109 mmHg. Hipertensi stage 3 atau berat yaitu sistolik 180-209 mmHg dan diastolik 100-119 mmHg dan untuk hipertensi stage 4 atau berat yaitu sistolik >210 mmHg dan diastolik >120 mmHg (Triyanto, 2013). Berdasarkan pengkajian telah dilakukan oleh penulis dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan utama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi. Terapi yang diperoleh klien selama berobat di Puskesmas Sibela ataupun Rumah sakit yaitu Amlodipin 1x10mg, Catapres 1x0,15mg, Aspilet 1x80mg /24jam. B. Perumusan Masalah Diagnosa keperawatan adalah penilaian klien mengenai repon individu, keluarga ataupun komunikasi terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan 56 yang aktual / potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat (Dermawan, 2012). Berdasarkan data-data yang didapatkan penulis dari hasil pengkajian pada tanggal 07 sampai 09 Januari 2016 pada Ny.D di rumah pasien (homevisit) yang bertempat di Surakarta. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mempunyai masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi, nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis, gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal: penyakit. Penulis menetapkan prioritas masalah keperawatan menggunakan teori Abraham Maslow yaitu manusia mempunyai kebutuhan yang membentuk tingkatan, adapun kebutuhan yang dimaksud yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri (Mubarak dan Chayatin, 2008). Menurut Maslow Ketidakefektiktikan jaringan perifer merupakan prioritas pertama, nyeri akut merupakan kebutuhan rasa aman yang prioritas kedua setelah fisiologis dimana seseorang yang memiliki kebutuhan yang lebih penting dibandingkan kebutuhan lainnya, gangguan pola tidur prioritas ketiga. Menurut stevens dkk (2000), dalam Mubarak dan Chayatin (2008), jika kebutuhan fisiologis seseorang belum terpenuhi, tidak mungkin untuk memenuhi kebutuhan harga diri atau naktualisasi diri atau aktualisasi diri dengan mengemsampingkan kebutuhan yang pertama. Maka penulis 57 menetapkan ketidak efektifan perfusi jaringan sebagai masalah keperawatan pertama, nyeri akut sebagai masalah keperawatan kedua dan gangguan pola tidur sebagai masalah keperawatan ketiga. 1. Masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer. Diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer adalah suatu penurunan jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat perifer (Wilkinson, 2007). Perumusan masalah keperawatan yang di ambil penulis ketidak efektifan perfusi jaringan selebral yang telah disesuaikan dengan diagnosa (Herdman, 2012). Penulis memprioritaskan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer dengan alasan mengacu pada data pengkajian yaitu data subyektif antara lain mata kabur saat pusing, dan pusing kepala dirasa cekot-cekot. Data obyektif yang diperoleh pasien tampak memejamkan mata saat berdiri, kulit pasien tampak pucat, pasien tampak memijat kepala bagian depan, capilary refile ± 4 detik, tanda – tanda vital tekanan darah 150/90 mmHg, Nadi 80x/menit, dan RR 20x/menit. 2. Masalah keperawatan nyeri akut. Diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah (International Association for Study of Pain); 58 awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan (Hardman, 2012). Data yang didapat penulis untuk menegakkan masalah keperawatan pertama nyeri akut data subyektif pasien, pasien mengatakan pusing pada sore hari dan setelah duduk lama, pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan dengan skala nyeri 5 dan rasa nyeri hilang timbul ± selama 4 menit. Nyeri kepala pada pasien disebabkan karena tekanan darah meningkat pada saat vasokonstriksi yaitu arteri kecil mengkerut karena perangsangan saraf simpatik atau hormon di dalam pembuluh darah yang meningkatkan tekanan darah dan kekuatan jantung sehingga menyebabkan kerusakan vaskuler dan dapat menimbulkan nyeri atau pusing kepala, rasa berat di tengkuk, mudah lelah (Triyanto, 2014). Data obyektif yang diperoleh antara lain pasien tampak menahan sakit, pasien tampak cemas, dengan hasil tanda – tanda vital tekanan darah 150/90 mmHg, Nadi 80x/menit, dan RR 20x/menit. Batasan karakteristik nyeri akut sendiri menurut Heather (Herdman, 2012) adalah perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernafasan, masker wajah (pasien tampak menahan nyeri), sikap melindungi area nyeri, indikasi nyeri dapat diatasi, sikap tubuh melindungi, fokus pada diri sendiri, dilatasi pupil, melaporkan nyeri secara verbal dan gangguan pola tidur. 59 Berdasarkan data tersebut diatas penulis menyimpulkan bahwa diagnosa yang diangkat sudah sesuai dengan batasan karakteristik yang sesuai dengan buku (Herdman, 2012). 3. Masalah keperawatan gangguan pola tidur. Diagnosa keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal: penyakit. Data yang mendukung penegakan diagnosa ini antara lain pasien mengatakan hanya tidur selama ± 4 jam dan kadang – kadang pasien merasa pusing sehingga pasien terkadang masih merasa mengantuk dan tidak nyaman. Gangguan pola tidur adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan jumlah atau kualitas pola tidur dan istirahat sehubungan dengan keadaan biologis atau kebutuhan emosi. Gangguan tidur bisa berupa insomnia, narkolepsi, somnabolisme (tidur berjalan), enuresa (ngompol), dan delirium (mengigau) (Alimul, 2006). Sedangkan menurut (Herdman, 2012) gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal. Perumusan masalah keperawatan yang diambil penulis intoleransi aktivitas yang telah disesuaikan dengan diagnosa pada buku (Alimul, 2006). Penulis mencantumkan masalah gangguan pola tidur dengan alasan mengacu pada data subyektif Ny.D mengatakan kalau dia hanya tidur selama ± 4 jam dan kadang – kadang pasien merasa pusing sehingga pasien terkadang masih merasa mengantuk dan tidak nyaman. Data obyektif yang diperoleh pasien tampak lemas, sayu dan terdapat warna sedikit kehitaman di kantong mata. Pengkajian pola tidur meliputi 60 pola tidur yang biasa, penggunaan obat tidur, lingkungan tidur, perubahan terkini pola tidur. Dari pemeriksaan fisik meliputi observasi lingkungan, perilaku, dan tingkat energi. Penampilan meliputi adanya lingkar hitam disekitar mata, konjungtiva kemerahan. Pasien mengalami gangguan pola tidur terlihat lemas atau lelah akibat kekurangan energi (Mubarak dan Chayatin, 2008). Batasan karakteristik menurut (Herdman, 2012) yaitu perubahan pola tidur normal, penurunan kemampuan berfungsi, ketidakpuasan tidur, menyatakan sering terjaga, menyatakan sering tidak mengalami kesulitan tidur, menyatakan tidak merasa cukup istirahat. Berdasarkan data tersebut diatas penulis menyimpulkan bahwa diagnosa yang diangkat sudah sesuai dengan batasan karakteristik yang sesuai dengan buku (Herdman, 2012). Dari data pengkajian yang sudah didapatkan penulis, tidak semua diagnosa muncul pada Ny.D karena tidak muncul dalam batasan karakteristik. Dalam menentukan diagnosa Ny.D penulis menggunakan teori kebutuhan dasar Maslow dimana seseorang yang memiliki beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi akan lebih dulu memenuhi kebutuhan yang lebih penting dibandingkan kebutuhan lain. Menurut Stevens dkk (2000) dalam Mubarak dan Chayatin (2008), jika kebutuhan fisiologis seseorang belum terpenuhi, tidak mungkin baginya untuk memenuhi kebutuhan harga diri atau aktualisasi diri dengan mengesampingkan kebutuhan yang pertama. 61 C. Rencana Keperawatan Perencanaan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi fokus keperawatan kepada klien atau kelompok, untuk membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain, untuk menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan untuk menyediakan kriteria dan klasifikasi pasien (Dermawan, 2012). Dalam kasus ini penulis melakukan intervensi sesuai dengan rumusan masalah diatas selama 3 kali 24 jam dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan tindakan secara maksimal. Tujuan dari intervensi adalah suatu sasaran atau maksud yang menggambarkan perubahan yang diinginkan pada setiap kondisi atau perilaku klien dengan kriteria hasil yang diharapkan perawat. Kriteria hasil merupakan sasaran spesifik, langkah demi langkah pada pencapaian tujuan dan menghilangkan penyebab untuk diagnosa keperawatan. Suatu hasil merupakan perubahan status klien yang dapat ukur dalam berespon terhadap asuhan keperawatan. Hasil adalah respon yang diinginkan dari respon kondisi klien dalam dimensi fisiologis, sosial, emosional, perkembangan atau spiritual. Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan SMART (Spesifik, Measurable, Acceptance, Reasonable dan Time). Spesifik adalah berfokus pada klien, Measurable adalah dapat diukur, Acceptance adalah tujuan yang harus dicapai, Reasonable adalah tujuan yang 62 harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, Time adalah batas pencapaian dalam rentang waktu tertentu, harus jelas batasan waktunya (Dermawan, 2012). Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi dengan kriteria hasil tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan (130/80 – 150/90), tidak ada keluhan sakit kepala (pusing). Intervensi atau rencana keperawatan yaitu monitor vital sign untuk mengetahui keadaan umum dan agar dapat melakukan pencegahan serta pengobatan lebih awal sehingga dampak negatif dari hipertensi tidak mengganggu kesehatan (Susilo dan Wulandari, 2011). berikan posisi yang nyaman (posisi semifowler) dengan rasional menurunkan tekanan arteri. Berikan penggunaan tehnik non farmakologi dengan relaksasi progresif dengan rasional membantu mengurangi tekanan darah. Manfaat teknik relaksasi progresif bagi pasien diantaranya mengurangi ketegangan, kecemasan konsumsi oksigen tubuh, kecepatan metabolisme, frekuensi napas, ketegangan otot, tekanan darah sistol dan diastol, kontraksi ventrikel prematur dan peningkatan gelombang alfa otak (Synder & Lindquist, 2010).Latihan relaksasi otot progresif memberikan dampak yang signifikan dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi esensial atau primer. Dampak yang terjadi meliputi dampak langsung dan jangka panjang. Dampak langsung dari terapi relaksasi progresif adalah penurunan tekanan darah terutama sistolik pada orang dewasa yang melakukan pengobatan 63 teratur (Shinde & Bhushan, 2013). Batasi gerakan pada tangan, kepala, leher dan punggung dengan rasional mengurangi rasa pegal dan mengantisipasi pegal. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas / dingin / tajam / tumpul dengan rasional mengevaluasi perbaikan status sirkulasi. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil: pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri dan mampu menggunakan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri), melaporkan bahwa nyeri berkurang dari skala 5 menjadi 2 dengan menggunakan manajemen nyeri, pasien tidak tampak meringis kesakitan, pasien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri), tanda-tanda vital pasien dalam keadaan normal dengan TD: 120/80 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 16-24 x/menit, Suhu: 36,5˚C. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny,D yaitu kaji nyeri pola PQRST untuk mengetahui karakteristik nyeri pasien. Nyeri perlu dikaji karena nyeri bersifat objektif tidak ada dua induvidu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang menghasilkan respon atau perasaan yang identik pada seorang individu (Potter dan Perry, 2005). Berikan posisi nyaman pada pasien dengan rasional perubahan posisi akan merangsang peredaran darah menjadi lancar sehingga mencegah produksi asam laktat (perangsang serabut rasa nyeri) yang berlebih sebagai mekanisme anaerob karena keadaan yang statis (Healthcare, 2008 dalam Solehati dan 64 Kosasih, 2015). Ajarkan teknik mengontrol nyeri non farmakologi dengan (relaksasi otot progresif) untuk mengurangi ketegangan, insomia dan asma serta dapat dilakukan pada penderita hipertensi (Ramdhani, 2009). Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik dengan rasional mengontrol / mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerja sama dengan aturan terapeutik. Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal: penyakit. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan gangguan pola tidur dengan kriteria hasil mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 7-8 jam, kualitas tidur pasien baik / tercukupi, pasien tampak bangun pada pagi hari dengan segar dan tidak merasa lelah, nyeri berkurang. Intervensi yang dapat dilakukan kaji pola tidur pasien dengan rasional untuk mengetahui penyebab gangguan tidur pasien. Monitor / catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dengan rasional untuk mengetahui waktu tidur yang dikebutuhan pasien. Ciptakan lingkuangan yang nyaman dengan rasional memberikan suasana yang nyaman pada pasien. Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian obat tidur jika perlu dengan rasional untuk membantu pasien agar mudah saat tidur. D. Implementasi atau Tindakan Keperawatan Tindakan keperawatan atau implementasi adalah sekumpulan atau serangkaian pelaksanaan rencana tindakan keperawatan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status 65 kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil dalam rentang yang diharapkan (Dermawan, 2012). 1. Implementasi diagnosa pertama ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipertensi. Penulis melalukan tindakan relaksasi otot progresif selama 10 hari berturut-turut, dengan frekuensi 1x setiap sore hari. Saat sebelum diberikan relaksasi otot progresif tekanan darah Ny.D 150/90 mmHg dan hari ke-10 diperoleh tekanan darah 120 mmHg. penulis memberikan edukasi kepada pasien agar relaksasi otot progresif ini menjadi salah satu alternatif pilihan disaat ingin menstabilkan tekanan darah saat kondisi pasien di rumah. Hasilnya akan lebih baik jika dilakukan setiap hari. Hasil dari tindakan tersebut membuaktikan bahwa tekanan dapat turun saat diberikan relaksasi otot progresif. Hal tersebut karena relaksasi otot progresif dapan menurunan tekanan darah terutama sistolik pada orang dewasa yang melakukan pengobatan teratur (Shinde & Bhushan, 2013). Tehnik relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatetik dan parasimpatetik. Teknik relaksasi dapat dilakukan mengurangi ketegangan, insomia dan asma serta dapat dilakukan pada penderita hipertensi (Ramdhani, 2009). Relaksasi otot progresif adalah suatu metode relaksasi melalui dua proses yaitu menegangkan otot 66 dan merileksasikan otot tubuh. Latihan ini adalah salah satu dari yang paling sederhana dan mudah dipelajari (Richmond, 2009 dalam Harmano, 2010). Teknik relaksasi progresif menghasilkan respon fisiologi yang terintegritasi dan juga mengganggu bagian dari kesadaran yang dikenal sebagai “respon relaksasi Benson”. Respon relaksasi ini diperkirakan menghambat sistem syaraf otonom dan sistem syaraf pusat dan meningkatkan aktivitas parasimpatis yang dikarakteristikkan dengan menurunnya otot rangka, tonus otot jantung dan mengganggu fungsi neuroendokrin. Agar memperoleh manfaat dari respons relaksasi, ketika melakukan teknik ini diperlukan lingkungan yang tenang, posisi yang nyaman (Endang, 2014). Hari pertama pada tanggal 07 januari 2016 penggunaan terapi relaksasi otot progresif dilakukan penulis kepada pasien didapat hasil dimulai tangga 07 januari ketidakefektifan perfusi 2016 untuk diagnosa pertama jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi pukul 16.00 WIB memonitor tekanan darah sebelum dilakukan terapi relaksasi progresif, respon subyektif pasien mengatakan bersedia diukur tekanan darahnya, data obyektif pasien tampak kooperatif tekanan darah 150/90 mmHg. Jam 17.35 WIB memberikan terapi non-farmakologi dengan terapi progresif, respon subyektif pasien mau diajarkan dan melakukan relaksasi progresif, dan data obyektif pasien tampak bisa mengikuti terapi yang diberikan, 67 pasien tampak sedikit lega, pasien tampak lebih nyaman dari sebelumnya. Jam 17.50 WIB, memonitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital kembali (setelah terapi relaksasi progresif), respon subyektif pasien mengatakan bersedia diukur tekanan darahnya dan data obyektif TD: 140/90 mmHg dan pasien tampak lebih nyaman sebelumnya. Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada tanggal 08 januari 2016 untuk diagnosa pertama jam 16.00 WIB, memonitor keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital (sebelum terapi progresif) dengan hasil data subyektif pasien mengatakan bersedia diukur vital signnya dan data obyektif, TD: 140/90 mmHg. Jam 17.20 WIB, melakukan tindakan keperawatan mengajarkan teknik non farmakologi dengan pemberian relaksasi progresif untuk mengurangi tekanan darah didapatkan data subyektif pasien mau diajarkan dan melakukan relaksasi progresif, dan data obyektif pasien tampak bisa mengikuti terapi yang diberikan, pasien tampak sedikit lega, pasien tampak lebih nyaman dari sebelumnya. Jam 18.00 WIB, memonitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital kembali (setelah terapi relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 140/90 mmHg, pasien tampak lebih nyaman. Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada tanggal 09 januari 2016 untuk diagnosa pertama jam 16.00 WIB, memonitor keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital (sebelum 68 terapi progresif) dengan hasil data subyektif pasien mengatakan bersedia diukur vital signnya dan data obyektif, TD: 140/80 mmHg. Jam 16.50 WIB, melakukan tindakan keperawatan mengajarkan teknik non farmakologi dengan pemberian relaksasi progresif untuk mengurangi tekanan darah didapatkan data subyektif pasien mau diajarkan dan melakukan relaksasi progresif, dan data obyektif pasien tampak bisa mengikuti terapi yang diberikan, pasien tampak sedikit lega, pasien tampak lebih nyaman dari sebelumnya. Jam 17.20 WIB, memonitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital kembali (setelah terapi relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 120/80 mmHg, pasien tampak lebih nyaman. Pada Ny.D yang terjadi setelah dilakukan teknik non farmakologi dengan pemberian relaksasi progresif pasien tampak lebih nyaman, pasien mengatakan kepalanya sudah tidak pusing lagi, pada saat kondisi klien yang lebih nyaman yang terjadi penurunan tekanan darah dengan menggunakan teknik non farmakologi dengan pemberian relaksasi progresif. 2. Implementasi diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada tanggal 07 januari 2016 untuk diagnosa kedua jam 16.00 WIB, yaitu memonitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital (sebelum terapi relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 150/90 mmHg, nadi: 69 88 x/menit, RR: 20 x/menit, suhu: 36OC. Jam 16.20 WIB, mengkaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T), pasien didapatkan data subyektif pasien Pengkajian P (Provocate) didapatkan hasil pasien mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama, hasil pengkajian Q (Quality) pasien mengatakan pusing dirasa tertusuk-tusuk, R (Region) didapatkan hasil pasien mengatakan pusing di kepala depan, S (Scale) didapatkan hasil skala nyeri 5, T (Time) didapatkan hasil nyeri hilang timbul ± 4 menit dan data obyektif pasien tampak menahan pusing dan cemas. Kemudian jam 16.45 mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, respon subyektif pasien mengatakan bersedia diajari teknik relaksasi nafas dalam, data obyektif pasien sudah melakukan relaksasi nafas dalam. Jam 17.35 WIB, melakukan tindakan keperawatan memberikan posisi yang nyaman (semifowler) dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia dan data obyektif pasien tampak rileks. Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada tanggal 08 Januari 2016 untuk diagnosa kedua pada jam 16.00 WIB, memonitor keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital (sebelum terapi progresif) dengan hasil data subyektif pasien mengatakan bersedia diukur vital signnya dan data obyektif, TD: 140/90 mmHg, Nadi: 86 x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 36,2˚C. Melanjutkan pada saat jam 16.25 WIB, mengkaji status nyeri pada pasien dengan hasil data subyektif pasien mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama, pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan, skala 70 nyeri 5, nyeri hilang timbul ± 4 menit dan data obyektif pasien tampak menahan pusing dan cemas. Jam 16.30 mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, respon subyektif pasien mengatakan bersedia diajari teknik relaksasi nafas dalam, data obyektif pasien sudah melakukan relaksasi nafas dalam. Jam 17.20 WIB, melakukan tindakan keperawatan memberikan posisi yang nyaman (semifowler) dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia dan data obyektif pasien tampak rileks. Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada tanggal 09 Januari 2016 untuk diagnosa kedua pada jam 16.00 WIB, memonitor keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital (sebelum terapi progresif) dengan hasil data subyektif pasien mengatakan bersedia diukur vital signnya dan data obyektif, TD: 140/80 mmHg, Nadi: 84 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36,2˚C. Jam 16.30 WIB, mengkaji status nyeri pada pasien dengan hasil data subyektif pasien mengatakan pusing pada sudah berkurang, pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan, skala nyeri 3, nyeri hilang timbul dirasa sudah berkurang dan data obyektif pasien tampak tenang. Jam 16.35 mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, respon subyektif pasien mengatakan bersedia diajari teknik relaksasi nafas dalam, data obyektif pasien sudah melakukan relaksasi nafas dalam. Jam 16.50 WIB, melakukan tindakan keperawatan memberikan posisi yang nyaman 71 (semifowler) dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia dan data obyektif pasien tampak rileks. 3. Implementasi diagnosa ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal: penyakit Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada tanggal 07 januari 2016 untuk diagnosa ketiga pada jam 16.30 WIB, Mengkaji pola tidur pasien didapat data subyektif pasien mengatakan tidur malam tidak nyenyak, tidur ± 5 jam dan data obyektif mata pasien tampak terdapat kantong mata dan tampak lesu. Kemudian jam 16.40 WIB, memberikan penjelasan tentang pentingnya tidur dan menganjurkan menciptakan lingkungan yang nyaman untuk tidur pasien dengan memberikan posisi bantal pasien didapat data subyektif pasien mengatakan mengerti pentingnya istirahat tidur dan data obyektif pasien tampak bingung dengan penjelasan pentingnya tidur. Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada tanggal 08 januari 2016 untuk diagnosa ketiga pada jam 16.40 WIB mengkaji pola tidur pasien didapat data subyektif pasien mengatakan tidur malam tidak nyenyak tetapi setelah memakai bantal sitinggikan lebih nyaman, tidur ± 5 jam dan data obyektif mata pasien tampak terdapat kantong mata dan tampak lesu. Jam 18.10 WIB menjelaskan kepada pasien tentang pentingnya tidur yang adekuat dengan data subyektif pasien mengatakan sudah memahami mengenai 72 pentingnya tidur yang adekuat dan data obyektif pasien tampak paham dengan penjelasan dari penulis. Jam 18.30 WIB menganjurkan menciptakan lingkungan yang nyaman dengan meninggikan bantal pasien dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia diberi posisi bantal sedikit di tinggikan nanti malam dan data obyektif pasien tampak mengerti anjuran dari penulis. Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada tanggal 09 januari 2016 untuk diagnosa ketiga pada jam 16.45 WIB Mengkaji pola tidur pasien didapat data subyektif pasien mengatakan tidur malam nyenyak, tidur ± 7 jam dan data obyektif pasien tampak lebih segar dan kantong mata sedikit berkurang. E. Evaluasi Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil. Evaluasi yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilakukan dengan SOAP, Subjective, Objective, Analisa, Planning (Dermawan, 2012). Pembahasan dari evaluasi yang meliputi subjektif, objektif, analisa dan rencana. Evaluasi keperawatan pada Ny.D yang dimulai sejak hari Kamis tanggal 07 Januari 2016 sampai Sabtu 09 Januari 2016 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. 73 Evaluasi pada diagnosa kedua nyeri, pasien mengatakan pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama, pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul ± 4 menit. Respon obyektif pasien tampak menahan pusing dan cemas dengan vital sign (sebelum terapi relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 150/90 mmHg, Nadi: 88 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36OC. Analisa yang dapat diambil masalah keperawatan nyeri akut belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji karakteristik nyeri pasien, ajarkan teknik relaksasi progresif. Masalah keperawatan pada Ny.D belum teratasi karena dalam satu hari tindakan yang dilakukan oleh penulis belum ada data yang didapatkan pada Ny.D sesuai dengan kriteria hasil pada tujuan keperawatan adalah wajah rileks, skala nyeri 3 (Muttaqin dan Sari, 2011). Evaluasi nyeri akut masalah teratasi karena tujuan dan kriteria hasil yang dibuat penulis tercapai. subyektif pasien mengatakan nyeri sudah berkurang menjadi 3. Obyektif pasien tenang. Evaluasi hari pertama masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer pusing pada saat sore hari dan setelah duduk lama. Respon obyektif pasien tampak lemas, capilary refle 4 detik dengan vital sign kembali (setelah terapi relaksasi progresif) TD: 140/90 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36OC. Evaluasi diagnosa ketiga gangguan pola tidur pasien mengatakan tidur malam tidak nyenyak, tidur ± 5 jam. Respon obyektif pasien tampak lesu dan terdapat kantong mata. Masalah keperawatan pada Ny.D belum teratasi karena dalam satu hari tindakan yang dilakukan oleh penulis belum ada data 74 yang didapatkan pada Ny.D sesuai dengan kriteria hasil pada tujuan keperawatan adalah pasien tampak rileks (Mubarak dan Chayantin, 2008). Evaluasi gangguan pola tidur sudah teratasi karena tujuan dan kriteria hasil yang dibuat oleh penulis tercapai. subyektif pasien mengatakan sudah bisa tidur dengan nyenyak, tidur ± 7 jam. Obyektif pasien tampak lebih baik, tidak terdapat lingkar hitam pada sekitar mata pasien. Berdasarkan evaluasi diatas, diperoleh hasil bahwa relaksasi progresif pada Ny.D dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah dan mengurangi nyeri. Sebelum dilakukan relaksasi progresif tekanan darah Ny.D 150/90 mmHg dan setelah dilakukan terapi relaksasi progresif selama 3 hari dan per hari 1 kali, tekanan darah Ny.T menjadi 120/80 mmHg, skala nyeri menjadi 2 dan pasien dapat melakukan aktivitas lagi. Hal tersebut dikarenakan bahwa berdasarkan hasil teori (Shinde & Bhushan, 2013), hal tersebut karena relaksasi otot progresif dapan menurunan tekanan darah terutama sistolik pada orang dewasa yang melakukan pengobatan teratur. Sehingga penulis memberikan intervensi keperawatan untuk tetap melakukan setiap hari. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah penulis melakukan pemberian terapi teknik relaksasi progresif terhadap penurunan tekanan darah selama menjalani perawatan pada Asuhan Keperawatan Ny.Ddenganhipertensi stage 1di Puskesmas Sibela Surakarta dengan cara homevisit, maka penulis dapat menarik kesimpulan: 1. Pengkajian Pengkajian pada Ny.D dengan hipertensi adalah terdapat tanda dan gejala pasien mengatakan pusing pada sore hari dan setelah duduk lama. Pasien mengatakan pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan dengan skala nyeri 5 dan rasa nyeri hilang timbul ± selama 4 menit. TD: 150/90 mmHg (stage 1 atau ringan yaitu sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 9099 mmHg). 2. Masalah Keperawatan Rumusan diagnosa keperawatan yang dapat dibuat pada pasien hipertensi adalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi, nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal: penyakit. 3. Intervensi Rencana asuhan keperawatan yang dapat dibuat pada pasien dengan nyeri akut pada hipertensi adalah kaji tanda-tanda vital, kaji ulang karakteristik 75 76 nyeri PQRST (Provoking, Quality, Region, Scale, Timing), berikan posisi nyaman, ajarkan teknik relaksasi progresif, pemberian obat analgesik, monitor vital sign, berikan posisi yang nyaman (posisi semifowler), ajarkan teknik relaksasi progresif, batasi gerakan pada tangan, kepala, leher dan punggung dengan rasional mengurangi rasa pegal dan mengantisipasi pegal monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas / dingin / tajam / tumpul, kaji pola tidur, monitor / catat kebutuhan tidur pasien setiap hari, ciptakan lingkuangan yang nyaman, kolaborasi dengan dokter dengan pemberian obat tidur. 4. Implementasi Implementasi yang dilakukan penulis pada masalah keperawatan pertama, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi berupa monitor vital sign pasien sebelum dan sesudah melakukan relaksasi progresif, memberikan penggunaan tehnik non farmakologi dengan relaksasi progresif. Implementasi yang dilakukan penulis pada masalah keperawatan kedua, nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis berupa melakukan pengkajian nyeri PQRST (Provoking, Quality, Region, Scale, Timing), memberikan posisi nyaman pada pasien dengan, mengajarkan teknik mengontrol nyeri non farmakologi dengan relaksasi nafas dalam. Implementasi yang dilakukan penulis pada masalah keperawatan ketiga, gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal: penyakit 77 berupa kaji pola tidur pasien, memonitor / catat kebutuhan tidur pasien setiap hari, memberikan posisi bantal ditinggikan. Terapi teknik relaksasi progresif merupakan tindakan utama untuk menurunkan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer dan nyeri pada kepala / pusing. 5. Evaluasi Evaluasi keperawatan yang didapat setelah 3 hari pengelolaan pada Ny.D dengan hipertensi adalah masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer dengan hasil evaluasi respon subyektif pasien mengatakan mata kabur sudah tidak ada. Respon obyektif pasien tampak tenang, capilary refle < 3 detik dengan vital sign kembali (setelah terapi relaksasi progresif) TD: 120/80 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 18 x/menit, Suhu: 36OC. Analisa keperawatan, masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi. Planning, pertahankan intervensi. Masalah nyeri akut dengan hasil evaluasi respon subyektif pasien mengatakan pusing pada sudah berkurang, pusing dirasa tertusuk-tusuk, pusing di kepala depan, skala nyeri 3, nyeri hilang timbul dirasa sudah berkurang. Respon obyektif pasien tampak tenang dengan vital sign (sebelum terapi relaksasi progresif) dan data obyektif, TD: 140/80 mmHg, Nadi: 84 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36,2OC. Analisa keperawatan, masalah nyeri teratasi. Planning, pertahankan intervensi. Masalah gangguan pola tidur dengan respon subyektif pasien mengatakan tidur malam nyenyak, tidur ± 7 jam. Respon obyektif pasien tampak lebih 78 baik. Analisa keperawatan, masalah ganggun pola tidur teratasi. Planning, pertahankan intervensi. 6. Analisa kondisi Pemberian terapi teknik relaksasi progresif pada penyakit hipertensisangat efektif terhadap penurunan tekana darah untuk diagnosa pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer dan penurunan nyeri pada kepala / pusing untuk diagnosa kedua nyeri akut. Teknik relaksasi progresif sangat efektif dalam penurunan nyeri dari skala 5 menjadi 3 dan juga sangat efektif dalam penurunan tekanan darah dari 150/90 mmHg menjadi 120/80 mmHg. Teknik relaksasi progresif ini didalam laporan dilakukan selama 3 hari dan per hari 1 kali dan di teruskan selama 10 hari per hari 1 kali. B. Saran 1. Bagi Pasien Diharapkan agar klien dapat melakukan latihan teknik relaksasi progresif secara berulang untuk mencegah peningkatan tekanan darah yang tidak tertangani pada hipertensi. 2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Puskesmas / Rumah Sakit) Diharapkan puskesmas dapat menjadi referensi bahwa intervensi terapi nonfarmakologi relaksasi progresif merupakan salah satu alternatif untuk menurunkan tekanan darah yang dapat diimplementasikan pada pasien hipertensi. 79 3. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat Diharapkan dapat menggunakan terapi nonfarmakologi relaksasi progresif untuk menurunkan tekanan darah pada pesien hipertensi. 4. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan aplikasi berbasis riset ini dapat menjadi referensi bagi institusi keperawatan tentang pemberian relaksasi progresif terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Diharapkan institusi pendidikan dapat mengembangkan teknik relaksasi progresif ini untuk memperluas wawasan. 5. Bagi penulis Diharapkan bisa memberikan pengalaman baru dalam melakukan intervensi berbasis riset di bidang keperawatan melakukan aplikasi berbasis jurnal penulis dapat mengetahui pemberian teknik relaksai progresif terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. DAFTAR PUSTAKA Amin, H. N., Hardhi. K. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profeonal Jilit 1. Mediaction Publishing. Alimul, H. Aziz. 2006. Pengantar Keperawatan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan . Jakarta: Salemba Medika. Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah untuk Mahasiwa. DIVA Press. Yogyakarta. Boestan dkk. 2010. Pedoman Diagnosa dan Terapi. Surabaya: rsud dr.soetomo. Dwipayanti, 2011. Mengenal Hipertensi Sejak Dini. Mediaction. Yogyakarta. Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan: Penerapan Konsep Dan Kerangka Kerja. Gosyen Publishing. Yogyakarta Endah, T. 2014. Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu. Cetakan Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta Harmono, R. 2010. Pengaruh RelaksasiOtot Progresif terhadap Penurunan Tekanan Darah Klien Hipertensi Primer di Kota Malang. Tesis. Program Studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Depok. Herdman, T.H. 2012. Nursing Diagnoses: Definitions and Classification.John, Wiley, inc. USA. Terjemahan Sumarwati, M. dan Subekti, N.B. 2012. EGC. Jakarta Izzo, P. 2008. Strategi Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi. Graha Ilmu Press. Yogyakarta. Kartikasari, A. N. 2012. Faktor Resiko Hipertensi pada Masyarakat di Desa Kabongan Kidul, Kabupaten Rembang. http://ejournais.1.medikamuda.ac.id/index.php. Diakses tanggal 17 November 2015 jam 22.00 Mubarak, W., I., N. Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Catakan Pertama. EGC.Jakarta Murwani, A. 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Cetakan Kedua. Nuha Offset. Yogjakarta. Muttaqin, A dan Sari, K., 2011. Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Selemba Medika: Jakarta NANDA. 2012. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. 2012 – 2014. Buku Kedokteran. EGC. NIC dan Noc. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA. Mediaction. Yogyakarta. Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Cetakan Pertama. Nuha Medika. Yogyakarta. Patrice A. Potter. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC. Potter, P., A., dan Perry, A., G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 volume 2. EGC: Jakarta Price, sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi 6, volume 1. Jakarta : EGC Pudiastuti R. D. 2013. Penyakit – Penyakit Mematikan. Medika Book. Yogyakarta. Ramadhi, A. 2012. Perbedaan Pengaruh Pemberian Seduhan Daun Alpukat (Perseagratissima Gaerth) Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Laki-laki yang Perokok dengan Bukan Perokok di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Pasir Kota Padang, (online), http://repository.unand.ac.id.17830/1/AFDAL.pdf, diakses 15 November 2015 jam 19.20 Ramdhani, Nella. Putri, Adhyos, Aulia. 2006. Pengembangan Multimedia Relaksasi Progresif. Jurnal Keperawatan Indonesia. 34:1-14 Ramdhani, N., A. A. Putra 2009. Pengembangan Multimedia “Relaksasi”, (online), http;//neila/staff.ugm.ac.id/wordpress/wpcontent/uploads/2009/08/relaksasi-otot-pdf, diakses 15 November 2015 jam 22.05 Riskesdes. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Sargowo, H., D. 2012. Single Pill Combinational in Antihypertensive. Therapy, (online) http://djanggan.lecture.ub.ac.id/files/2012/07/Single-PillCombination-in-Antihypertensive-Therapy.doc, diakses 15 November 2015 jam 20.15 Shinde, N., S. KJ., K. SM., D. Handee, dan Deepali. 2013. Immediate Effect of Jacobson’s Progressive Muscular Relaxation in Hypertension. Jurnal fisioterapi. 7.3:234-237 Solehati, T. dan Kosasih, C. E. 2015. Konsep Dan Aplikasi Relaksasi Dalam Keperawatan Maternitas. PT. Refika Aditama Jakarta Sudarta I. W. 2013. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Cardio Vaskuler. Yogyakarta. Susilo, Y., A. Wulandari. 2011. Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Andi Offset. Yogyakarta. Synder, M & Bhushan, R. 2010. Buku Pengaruh Relaksasi Terhadap Penderita Hipertensi. Medika Book. Yogyakarta. Triyanto, E. 2014. Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu. Cetakan Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta. Wijayaningsih, K. S. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Cetakan Pertama. Trans Info Media. Jakarta. Yekti S, 2011. Cara Jitu Mengatasi Darah Tinggi (Hipertensi). Yogyakarta: Andi.