Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian Tradisi Sadranan Di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Tri Susilowati (09140018) Mahasiswa Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang Kebudayaan merupakan elemen yang tidak bisa di lepaskan dari kehidupan manusia, tradisi adalah bagian dari budaya yang perlu di lestarikan keberadaanya. Salah satu tradisi yang perlu di lestarikan adalah tradisi sadranan yang ada di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan. Peran serta masyarakat sangat di butuhkan dalam melestarikan tradisi sadranan yang ada di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan agar tradisi ini dapat di nikmati generasi selanjutnya. Dengan uraian di atas penelitian ini bermaksud mengungkap permasalahan antara lain bagaimanakah kondisi kehidupan masyarakat sekitar Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan, proses berjalanya tradisi sadranan. partisipasi dan persepsi masyarakat terhadap tradisi sadranandi Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan, serta hambatan-hambatan yang di temui dan upaya pemecahanya untuk melestarikan Tradisi Sadranan. Tujuan yang di ambil dalam penelitian ini adalah, untuk mengetahui kondisi kehidupan masyarakat sekitar Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan, untuk mengetahui proses berjalanya Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan, untuk mengetahui partisipasi masyarakat sekitar Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan dan untuk mengetahui hambatan-hambatan dan cara pemecahanya dalam melestarikan Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan. Melalui pendekatan kualitatif , penelitian ini dapat memaparkan gambaran dari berbagai makna yang digali melalui informasi masyarakat. Teknik sampling penelitian ini menggunakan teknik cuplikan yang bersifat purposif, artinya selektif dalam memilih informan. Tidak semua yang menjadi warga Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan menjadi informan, namun hanya memilih orang yang tahu secara detail Tradisi Sadranan tersebut. Obyek penelitian adalah manusia dengan mengambil lokasi di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan, Informan yang di pilih sebanyak sepuluh orang. Sumber data dari dua jenis sumber data yaitu sumber lisan dan sumber tulisan, teknik pengumpulan data dari wawancara kepada informan, dokumentasi yang berupa buku-buku, observasi langsung. Untuk menjaga validitas data di gunakan tri anggulasi pengumpul data, Teknik analisis yang di gunakan adalah analisis interaktif yang terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan. Hasil dari penelitian yang diperoleh bahwa masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan adalah masyarakat yang penduduk kebanyakan beragama Islam, dengan mata pencarian sebagian besar masyarakatnya sebagai petani dan buruh, tradisi sadranan merupakan tradisi yang di miliki masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan khususnya dan masyarakat jawa pada umumnya. Tradisi Sadranan tersebut bertujuan untuk mendoakan arwah leluhur supaya tentram dan tenang di sisi Allah SWT. Prosesi tradisi di mulai dengan bersih kubur, keesokan harinya di adakan di pemakaman dengan urutan prosesi adalah membaca solawatan, membaca Al-Qur’an sebanyak tiga puluh juz,tahlilan, istirahat sambil mendengarkan mau’izhatil hasanah. Keberadaan tradisi ini di dukung masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan, mereka secara iklas menyumbangkan tenaga, fikiran dan biaya untuk terlaksana tradisi tersebut. Persepsi masyarakat terhadapTradisi Sadranan ini sangat setuju dan mendukung sekali begitu pula pemerintah desa juga ikut memandang positif terhadap tradisi sadranan yang ada di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan, hal ini di buktikan dengan menyumbang dana dalampelaksanaan Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan. Kendala yang di hadapi masalah dana dapat di atasi dengan sumbangan dari masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan serta bantuan dari pemerintah desa, mengenai pelaksanaan supaya masyarakat yang dapat mengikuti tradisi ini maka di laksanakan pada hari Minggu. Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan sebagian besar adalah petani dan buruh, masyarakat masih memegang tradisi yang di wariskan leluhur mereka, kehidupan masyarakat masih bersifat kegotong royongan dan tolong menolong. Sadranan merupakan salah satu tradisi masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan yang perlu di lestarikan. Saran yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah untuk tetap menanamkan sifat kegotong royongan dan tolong menolong terhadap sesama warga masyarakat, keberadaan Tradisi Sadranan perlu di lestarikan karena tradisi ini merupakan peninggalan nenek Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang | 30 moyang. Perlu adanya bimbingan daripihak yang terkait supaya kemurnian Tradisi Sadranan tetap terjaga. Kata Kunci : partisipasi, pelestarian, sadranan PENDAHULUAN Tradisi merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Koentjaraningrat memandang bahwa kebudayaan sebagai keseluruan dari kelakuan dan hasil kelakuan yang didapatkan dengan cara belajar dan kesemuanya itu tersusun di dalam kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat,1990 :45) Kebudayaan adalah bagian dari hasil budi dan daya dapat meningkatkan derajat manusia sebagai makhluk tertinggi Tuhan diantara makhluk-makhluk Tuhan. Melalui kebudayaan manusia beradaptasi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidup agar dapat bertahan dalam kehidupan. Kebudayaan merupakan elemen yang tidak bisa di lepaskan dari kehidupan manusia, dimana pada satu sisi manusia menciptakan budaya sekaligus produk dari budaya tempat dia hidup, hubungan saling pengaruh ini merupakan salah satu bukti bahwa manusia tidak mungkin hidup tanpa budaya. Betapapun awamnya, kehidupan berbudaya merupakan ciri khas manusia dan akan terus hidup melintasi alur jaman. Kebudayaan akan selalu menjadi warisan nenek moyang kebudayaan membentuk kebiasaan hidup sehari-hari yang diwariskan turun temurun. Kebudayaan tumbuh dan berkembang dalam kehidupan manusia dan hampir selalu mengalami proses penciptaan kembali. Perkembangan kebudayaan itu sendiri ada yang berlangsung cepat dan ada juga yang berkembang secara perlahan. Fakta dari kebudayaan terus dan akan mengiring atau digiring oleh manusia menuju tingkat peradapan yang lebih maju. Salah satu kebudayaan tersebut adalah tradisi upacara sadranan menjadi kegiatan rutin bagi sebagian masyarakat Jawa setiap tahun yang dilakukan pada bulan dan hari yang telah ditentukan pada penanggalan Jawa, dinama upacara ini merupakan penghormatan kepada leluhur. Wilayah Jawa bagian pedalaman, sadranan biasa digelar dipemakaman saat menjelang bulan puasa, sedangkan wilayah Jawa bagian pesisir pelaksanaanya di lakukan pada bulan jumadil awal. Sadranan dengan ziarah kubur merupakan dua ekspresi kultural keagamaan yang memiliki kesamaan dalam ritual dan obyeknya. Perbedaan hanya terletak dalam pelaksanaanya. Tradisi sadranan merupakan simbol adanya hubungan dengan para leluhur dan Yang Maha Kuasa. Sadranan merupakan sebuah pola ritual yang mencampurkan budaya lokal dan nilai-nilai Islam, sehingga masih tampak lokalitas yang masih Islami. Budaya masyarakat yang sudah melekat menjadikan masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dari kebudayaan itu. Dengan demikian tidak mengherankan jika pelaksanaan sadranan atau nyadranan juga masih menunjukkan adanya budaya Hindu-Budha dan animisme yang dialkuturasikan dengan nilai-nilai Islam. Tradisi Sadranan atau nyadranan ini merupakan kegiatan Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang | 31 keagamaan telah menjadi tradisi masyarakat Jawa yang dilaksanakan setiap tahun pada tanggal 17 sampai 24 bulan Ruwah (Yahya, 2009 : 67). Oleh karena itu, untuk mengatasi budaya atau tradisi asli bangsa agar tidak terkikis, perlu adanya usaha-usaha pelestarian. Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab,budaya, dan persatuan ( Penjelasan pasal 32 UUD 1945 ) sehingga perlu juga untuk dipikirkan keberadaan budaya atau tradisi asli bangsa di masa depan. Karena untuk masa yang akan datang, kebudayaan Indonesia tentu harus bersaing dengan budaya-budaya asing yang beraneka ragam bentuknya. Sekarang ini dapat dirasakan persaingan antara bangsa Indonesia dengan budaya-budaya asing. Demikian pula dengan Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. Keberadaan tradisi tersebut, maksud yang ingin dicapai adalah agar Tradisi Sadranan tidak punah dikikis oleh jaman yang semakin moderen.Sehubungan dengan pelestarian Tradisi Sadranan tentu saja menemui hambatan, baik secara internal maupun eksternal. Benturan-benturan yang ditemui itu perlu untuk dicari pemecahannya. Bedasarkan uraian diatas, maka dirasa penting dilakukan penelitian tentang Partisipasi masyarakat dalam Pelestarian Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan Tahun 2013. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian partisipasi masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan Tahun 2013 karena merasa bahwa tradisi tersebut mengandung unsur-unsur sejarah yang perlu dilestarikan. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Partisipasi Partisipasi yang berupa pikiran dan tenaga yang sifatnya lebih luas lagi disamping mengikut sertakan aktifitas secara fisik dan non fisik secara bersamaan. Partisipasi berupa keahlian merupakan bentuk partisipasi dari orang-orang atau kelompok orang yang mempunyai keahlian khusus yang biasanya juga berlatar belakang pendidikan baik formal maupun non formal yang menunjang keahliannya.Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa partisipasi masyarakat dalam mengikuti tradisi yang ada diwilayah tempat tinggal mereka adalah perilaku masyarakat dilaksanakan secara sadar untuk melakukan berbagai tindakan secara maksimal untuk mendukung keberhasilan terlaksananya kegiatan. “partisipasi dapat juga berarti kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan dan memecahkan masalah. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan, keterlibatan individu atau kelompok dalam suatu kegiatan kelompok masyarakat yang turut bertanggung jawab dalam memberikan berbagai dorongan, aktifitas, sumbangan serta usahanya untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan bersama. Sadranan Sadranan adalah suatu ritual sebagai suatu bentuk penghormatan kepada leluhur. Dalam kitab negarakertagama disebutkan bahwa sadranan berasal dari kata srada yang berarti peringatan dua Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang | 32 belas hari kematian. Sadranan merupakan kegiatan rutin sebagian besar masyarakat Jawa. Setiap tahunya dan dilakukan pada bulan dan hari yang telah ditentukan. METODE PENELITIAN Bentuk Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diajukan maka digunakan analisis melalui penelitian dengan pendekatan kualitatif. Bentuk penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan datadata deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moeleong, 2009 : 2). data yang semula tidak dapat berbicara menjadi bermakna, data yang nampak terpisah akan terhubung dan dapat dibangun membentuk konfigurasi yang hidup dapat digeneralisasikan, diurai menurut varian yang berbeda-beda dan dicari hubungan sebab akibatnya. Bentuk penelitian kualitatif ini digunakan atas beberapa pertimbangan antara lain : a. Metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. b. Menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden. c. Lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruhbersama terhadap nilai-nilai yang dihadapi. d. Dalam penelitian kualitatif ini manusia dijadikan objek penelitian yang berfungsi sebagai alat penelitian dan hasil penelitianya disepakati kedua belah pihak yaituantara peneliti dan subjek penelitian. Maksud dari penelitian kualitatif ini adalah untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam pelestarian Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan Tahun 2013. Lokasi Penelitian Berdasarkan kajian awal dan berbagai pertimbangan yang matang maka lokasi penelitian adalah di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. Alasan dipilihnya lokasi di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan adalah : a. Tradisi Sadranan menarik untuk diteliti sebagai salah satu peninggalan nenek moyang bangsa pada umumnya dan masyarakat Jawa pada khususnya. b. Peneliti adalah penduduk yang bertempat tinggal dekat dengan Tradisi Sadranan tersebut, sehingga akan mempermudah peneliti untuk mencari data dan informan yang diperlukan dalam penelitian. Waktu Penelitian Berdasarkan dari judul yang diteliti maka waktu penelitian yang di ambil adalah dari bulan Mei sampai Agustus 2013, hal ini di karenakan pelaksanaan Tradisi Sadranan yang ada di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan jatuh pada bulan Juli 2013 . Hal ini memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian lebih mendalam karena peneliti dapat terjun Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang | 33 langsung dan dapat bertemu dengan narasumber yang merupakan pelaksana dari acara Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. Teknik Sampling / cuplikan Sampling yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah sampel bertujuan (purposive sample) yaitu dengan teknik cuplikan, sampel ditentukan melalui informan yang betul-betul mampu menguasai terhadap permasalahan yang diteliti (Moeleong, 2001 : 4). Berdasarkan pertimbangan diatas maka penulis memilih narasumber yang mampu mewakili dan memberikan penjelasan serta informasi tentang partisipasi masyarakat dalam Tradisi Sadranan Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. Seperti yang di ungkapkan Prastowa dalam Nasution (2011: 44) yang mengatakan “ bahwa metode kualitatif tidak menggunakan random sampling atau acak dan tidak menggunakan populasi dan sampel yang banyak. Sampelnya biasanya sedikit dan di pilih menurut tujuan (purpose) penelitian”. Untuk teknik ini maka peneliti menggunakan Sampel yang diambil dari pihak-pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun narasumber yang dimaksud itu adalah tetua desa, pamong desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan masyarakat sekitar desa yang dianggap mampu memberikan informasi tantang partisipasi masyarakat dalam Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. Sumber Data Sumber data ini dapat diperoleh dari lisan (wawancara) dan tulisan (data kepustakaan). Pengumpulan sumber adalah memilah sumber baik berupa dokumen, buku, ataupun hasil wawancara dengan narasumber yang terkait. Data yang dikumpulkan peneliti diperoleh dari dua jenis sumber data yaitu sumber lisan dan sumber tulisan. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif sehingga digunakan teknik pengumpulan data : a. Wawancara Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data yang berupa pertemuan dua orang atau lebih secara langsung untuk bertukar informasi dan ide dengan tanya jawab secara lisan sehingga dapat dibangun makna dalam suatu topik tertentu (Prastowo, 2010: 145).Wawancara dilakukan kepada tokoh desa, tetua desa, pemuka agama dan warga masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan yang telah dipilih sebagai informan yang tahu tentang permasalahan penelitian ini, sekaligus merupakan sumber data yang akan diungkapkan. Hal ini berguna untuk menggali dan memperoleh informasi yang lengkap dan lebih objektif sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. b. Dokumentasi Dokumen adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu ( Sugiyono, 2007: 82). Peneliti mencari buku-buku atau literatur yang berhubungan dengan masalah Tradisi Sadranan. Peneliti Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang | 34 juga memperoleh data dari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. c. Observasi langsung Sutrisno Hadi dalam buku yang di tulis Prastowo menerangkan bahwa pengamatan (observasi) merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap suatu gejala yang tampak pada objek penelitian ( Sutrisno Hadi dalam Prastoswo, 2011:220). Observasi langsung ini peneliti lakukan bukan hanya sekedar mendapatkan informasi tetapi lebih dari itu hendak ikut mengamatinya terhadap obyek yang diteliti. Dalam hal ini peneliti terjun langsung dan melakukan pengamatan secara langsung di acara Tradisi Sadranan Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan, guna memperoleh data yang dapat dipertanggung jawabkan dan diperlukan dalam penelitian. HASIL PENELITIAN Proses Pelaksanaan Tradisi Sadranan. Masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan merupakan masyarakat yang menjunjung tradisi-tradisi yang telah diwariskan sejak turun temurun oleh nenek moyang mereka, Masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan merupakan masyarakat penganut agama Islam yang taat. Karena itu mereka sangat menjunjung ajaran-ajaran yang telah di sebarkan oleh Walisanga. Salah satu ajaran tersebut adalah Tradisi Sadranan yang merupakan perpaduan dari kebudayaan Jawa dan Islam. Tradisi Sadranan yang diadakan oleh masyarakat Dusun Krajan bertujuan untuk mendoakan arwah leluhur atau arwah nenek moyang mereka agar jiwanya tentram di alam keabadian. Hal ini telah di kemukakan oleh Ahmadi salah seorang warga Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan dalam wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 16 Juni 2013, beliau mengatakan “Tradisi Sadranan adalah tradisi yang bertujuan untuk mendoakan arwah leluhur agar arwah leluhur dapat tentram dan diterima disisi Allah SWT” (Ahmadi, Wawancara 16 Juni 2013). Penuturan ini juga diperkuat oleh salah seorang pendatang yang bukan warga Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Tetapi beliau mempunyai leluhur yang dimakamkan di pemakaman Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan, mengatakan bahwa “ Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan bertujuan untuk mendoakan arwah leluhur mereka”. ((Abdul Ghofur, Wawancara 7 Juli 2013). Dari pendapat beberapa warga dapat di tarik simpulan bahwa tujuan masyaraakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan mengadakan Tradisi Sadranan adalah adalah untuk mendoakan arwah leluhur atau nenek moyang agar arwahnya tentram dan di terima di sisi Allah SWT. Melihat dari tujuan Tradisi Sadranan yang ada di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan bernuansa Islam hal ini menunjukan bahwa Masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan adalah masyarakat penganut agama Islam yang taat. Prosesi pelaksanaan Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan dimulai dari bersih-bersih kubur yang di lakukan sebelum acara ritual sadranan dilaksanakan. Bersih-bersih kubur Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang | 35 ini melibatkan beberapa warga yang telah di tunjuk oleh sesepuh desa atas persetujuan warga dusun untuk membersihkan makam. Seperti yang diungkapkan salah seorang warga, yang mengatakan bahwa “ sebelum acara di mulai, beberapa warga membersihkan makam terlebih dahulu “ (Ahmadi, Wawancara 16 juni 2013). Hal ini juga di perkuat oleh salah seorang pemuka agama beliau mengatakan bahwa “ sebelum hari pelaksanaan Tradisi Sadranan, warga secara bergotong royong membersihkan pemakaman, hal ini di maksudkan agar makam menjadi bersih” (Muhammad Subahri, Wawancara 21 Juli 2013). Setelah membersihkan makam keesokan harinya diadakan ritual di pemakaman sesuai penuturan salah seorang pemuka agama Dusun Krajan urut urutan ritual itu adalah 1. Mulai jam 07.00 diadakan sholawatan di pemakaman sambil menunggu warga yang akan mengikuti prosesi sadranan. 2. Ritual berikutnya adalah membaca Al-Quran sebanyak 30 juz, pembacaan ini dilakukan bersamasama agar terasa lebih ringan dalam pelaksanaanya. 3. Setelah membaca Al-Quran dilanjutkan dengan pembacaan Yasin dan Tahlil, yang dipimpin pemuka agama. 4. Kemudian dilanjutkan dengan doa yang ditunjukan kepada arwah leluhur warga Dusun Krajan atau kepada leluhur yang dimakamkan di pemakaman di Dusun Krajan 5. Setelah itu dilanjutkan asrokolan,sesuai sunah Rasullullah. 6. Acara berikutnya adalah istirahat, yaitu menikmati makanan yang telah dibawa sebelumnya oleh warga masyarakat Dusun Krajan atau warga masyarakat lain desa yang mengikuti Tradisi sadranan di Dusun Krajan. 7. Setelah itu dilanjutkan dengan mau’izhatuil hasanah dari kyai Dusun Krajan (Muhammad Subahri, Wawancara 21 Juli 2013). Tradisi Sadranan ini adalah salah satu tradisi yang ditunggu-tunggu masyarakat Dusun Krajan karena selain memupuk silaturahmi antar sesama warga Dusun Krajan pada khususnya juga warga di luar Dusun Krajan pada umumnya, selain itu juga menanamkan sifat gotong –royong antar sesama warga. Dari semua ritual sadranan tersebut yang paling dinantikan warga masyarakat adalah acara tahlilan karena banyak manfaat dari tahlilan tersebut. Menurut K.H. Muhammad Sholikhin dalam tulisanya di sebutkan bahwa tujuan tahlilan adalah : 1. Menyambung dan mempererat kembali silaturrahmi yang pernah dan telah tersambungkan oleh almarhum atau almarhumah. 2. Memintakan maaf atas kesalahan-kesalahan almarhum atau almarhumah terhadap tetangga, kerabat, dan handai taulan 3. Mengawali penyelesaian hak-hak dan kewajiban almarhum terhadap orang-orang yang masih hidup. 4. Melakukan amal shalih dan mengajak beramal shalih dengan bersilaturahmi, mengukuhkan keimanan, membaca surat-surat dan ayat-ayat Al-Qur’an, berzikir, dan bershadaqah. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang | 36 5. Berdoa untuk almarhum dan jamaah tahlilan supaya diampuni segala dosa tanpa kecuali dihindarkan dari siksa kubur, dihindarkan dari siksa neraka, dan diberikan tempat terbaik di sisi Allah SWT 6. Mengingat dan mengigatkan kematian yang pasti akan mengakhiri kehidupan setiap makhluk. 7. Mempersiapkan dan mengajak mempersiapkan diri menghadapi kematian yang pasti akan menjemput setiap orang yang masih hidup. (Shoikhin Muhammad, 2010 :411) Hal ini dibenarkan oleh salah seorang pemuka agama yang mengatakan bahwa “tujuan dari tahlilan ini adalah untuk mendoakan almarhum atau almarhumah dan mendapatkan ridha Allah SWT, baik bagi almarhum atau almarhumah, keluarga yang ditinggalkan, tetangga, kerabat, handai taulan, maupun masyarakat pada umumnya Selain itu dapat mempererat persaudaraan antara warga serta menghibur warga yang telah ditinggalkan almarhum” (Muhammad Zaini, Wawancara 28 Juli 2013). Tradisi Sadranan ini tidak hanya berpusat pada pemakaman saja karena setelah acara asrokolan para pelaksana sadranan berpindah dari pemakaman menuju rumah penduduk yang telah di tunjuk sebelumnya, dimaksudkan agar pemakaman tetap bersih dan tidak kotor karena dipakai buat makan-makan. Hal ini di perkuat dengan penjelasan salah seorang warga masyarakat, beliau mengatakan “Setelah selesai doa di pemakaman warga berpindah tempat dari pemakaman menuju rumah penduduk yang telah ditunjuk sebelumnya untuk mendengarkan wejangan atau mukhidul khasanah dari Kyai Desa, Kemudian acara dilanjutkan dengan makan bersama dari makanan yang telah di bawa masyarakat Dusun Selain itu warga juga dapat menikmati masakan berupa daging kambing yang telah disediakan sebelumnya. Sementara itu ada beberapa petugas yang membungkus nasi serta lauk pauk untuk di bawa pulang warga yang mengikutu acara Tradisi sadranan diDusun Krajan Desa Tegowanu Wetan.” ( Ahmadi, Wawancara 16 Juni 2013). Makna dari prosesi sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan adalah mengingatkan kepada kita supaya ingat akan mati, memupuk silaturahmi antara sesama warga masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan, menanamkan sifat kegotong-royongan antar sesama warga dan menanamkan sifat nasionalisme. Partisipasi Masyarakat terhadap Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Adanya rasa menghormati dan menyayangi mendorong warga untuk mengadakan acara Tradisi Sadranan yang diperuntukan bagi arwah nenek moyang atau leluhur mereka. Warga memberikan sumbangan dana, pemikiran dan tenaga sejak dari perencanaan, penyelenggaraan, sampai dengan prosesi ritual. Partisipasi dari masyarakat yang demikian besarnya terbukti pada antusias warga untuk melaksanakan Tradisi Sadranan. Berdasarkan informasi Supi ” partisipasi masyarakat Dusun Krajan ditunjukkan dalam bentuk melakukan kerja bakti disekitar pemakaman selain itu warga juga di minta iuran sebesar limabelas ribu rupiah per kepala keluarga, Iuran ini dipergunakan untuk membeli kambing dan pengeluaran lainya yang ada hubunganya dengan Tradisi Sadranan” (Supi, Wawancara 23 Juni 2013). Menurut salah seorang warga” partisipasi masyarakat juga diwujudkan dengan membawa makanan sesuai Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang | 37 kemampuan ekonomi masing-masing warga ke pemakaman dan disana makanan tersebut akan dinikmati bersama-sama” (Nasikhah, Wawancara 3 Agustus 2013). Menurut pendapat Umi Salamah, “ Pada saat Tradisi Sadranan para warga pada berpartisipasi, dengan membawa makanan dari rumah masing-masing, terutama ibu-ibu, makanan di siapkan sejak pagi hari dan di kumpulkan di salah satu rumah warga”(Umi Salamah, Wawancara 12 Juli 2013). Dari wawancara yang telah di paparkan dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan dalam pelaksanaan Tradisi Sadranan dapat di wujudkan dalam beberapa hal yaitu : 1. Masyarakat bergotong royong dengan membersihkan pemakaman, sebelum acara dimulai. 2. Masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan memberi sumbangan masing-masing kepala keluarga sebesar lima belas ribu rupiah, di lakukan dengan ikhlas, uang tersebut akan di gunakan untuk membeli kambing. 3. Masyarakat yang menghadiri proses pelaksanaan sadranan membawa makanan dari rumah masing-masing, jenis makanan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi warga. 4. Warga mendoakan leluhur dengan membaca tahlil dan membaca Al Qur’an sebanyak tiga puluh juz di lakukan barsama-sama agar pelaksanaanya lebih ringan serta afdhol. Kerukunan yang ditunjukan antar sesama Warga Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan perlu dicontoh warga masyarakat daerah lain agar terjadi persatuan dan kesatuan bangsa sesuai dengan Pancasila yakni sila ketiga. Persepsi masyarakat terhadap Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kemajuan jaman meningkat dengan cepat, namun demikian budaya Tradisi Sadranan yang ada di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan masih tetap dilakukan oleh warga Desa Krajan dan sekitarnya. Kapan tahun dimulainya tradisi ini tidak diketahui. Tradisi ini telah berlangsung turuntemurun sejak jaman nenek moyang mereka. Keberadaan Tradisi Sadranan ini tidak lepas dari kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang gaib.” Warga percaya dengan melakukan Tradisi Sadranan maka arwah nenek moyang atau leluhur mereka dapat tentram dan mendapat kiriman pahala dari ahli waris” (Umi, Wawancara 12 Juli 2013). Menurut Nasikhah, masyarakat menggangap Tradisi Sadranan sangat diharapkan masyarakat Desa Krajan dan mereka tidak mau meninggalkanya, warga merasa dapat mengirim doa kepada nenek moyang dan leluhurnya secara bersama-sama (Nasikhah, Wawancara 3 Agustus 2013). Dengan demikian warga menggangap tradisi ini harus dilaksanakan terus setiap tahun. Pihak pemerintah desa juga sangat setuju dengan diadakanya Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan hal ini di buktikan dengan memberikan sejumlah dana yang berasal dari kas pemerintah desa. Seperti penuturan Kepala Desa Tegowanu Wetan, beliau mengatakan sangat setuju dengan Tradisi Sadranan ini, sehingga pemerintah desa menyisihkan anggaran untuk membantu pembiayaan Tradisi Sadranan ini (Sudarto Slamet, Wawancara 22 Juli 2013). Hal ini diperkuat oleh salah seorang aparat desa yang menjelaskan bahwa Tradisi Sadranan tidak hanya Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang | 38 didukung masyarakat sekitar tetapi juga pemerintah desa, pemerintah desa menyumbangkan dana untuk Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan (Abdul Hadi, Wawancara 22 Juli 2013). Dari wawancara yang telah dijelaskan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Tradisi Sadranan tidak saja di dukung masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan tetapi juga oleh Kepala Desa dan Perangkat Desa, sehingga Tradisi Sadranan ini dinilai positif oleh segenap lapisan masyarakat. Masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan tidak semua memandang positif tradisi sadranan, karena persepsi masyarakat berbeda-beda, hal ini sesuai penuturan salah seorang warga yang mempunyai pendapat bahwa “kalau mau mendoakan orang tua atau leluhur kita yang sudah meninggal , tidak harus hanya waktu tradisi sadranan saja, kita dapat mendoakan orang tua kita setiap saat misalnya setelah selesai sholat. Selain itu alangkah baiknya jika pada waktu mendoakan tidak di lakukan secara bersama-sama melainkan sendiri-sendiri karena bila sendiri-sendiri akan lebih baik. (Yani, Wawancara 20 Agustus 2013). Pendapat warga tersebut juga di dukung oleh salah seorang warga yang lain, beliau mengatakan “ pada saat tradisi sadranan di lakukan kita tidak harus membawa makanan untuk di sajikan pada saat tradisi tersebud, ya kalau kita mempunyai uang, kalau tidak, selain itu doa untuk nenek moyang dapat kita lakukan kapanpun juga, tidak harus pada saat sadranan saja (Sajat, Wawancara 20 Agustus 2013). Dari uraian yang telah di jelaskan dapat di tarik kesimpulan bahwa suatu partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat tidak semua di dukung warga masyarakat, ini tergantung bagaimana masyarakat mengambil hikmah dari semua pembelajaran yang ada di lingkungan mereka tinggal. Bagaimana masyarakat berinteraksi dengan kebudayaan atau tradisi yang memang telah ada sebelumnya yang merupakan peninggalan dari nenek moyang dan perlu di lestarikan sebagai peninggalan sejarah bangsa Indonesia pada umumnya dan masyarakat Jawa pada khususnya agar tidak punah akibat alkuturasi budaya dengan bangsa lain atau ketidak pedulian masyarakatnya sendiri untuk melestarikan tradisi. Hambatan-hambatan yang dihadapi dan cara mengatasinya serta hasil dicapai dalam pelaksanaan Tradisi Sadranan. Dalam pelaksanaan sadranan yang jatuh selain hari libur kadang tidak dapat di hadiri semua warga Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan hal ini dikarenakan pada hari kerja mereka banyak yang melakukan aktifitas yang tidak mungkin di tinggalkan hal ini sesuai penuturan dari salah seorang warga. Menurut pendapat Zaenudin, kendala yang dihadapi masyarakat dalam melaksanakan Tradisi Sadranan di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan adalah tidak hadirnya beberapa warga untuk mengikuti Tradisi Sadranan, karena aktifitas mereka yang tidak bisa ditinggalkan (Zaenudin, Wawancara 1 Juli 2013). Untuk mengatasi hal ini Pemuka agama dan tetua Desa berusaha untuk menanamkan sikap kepada warga tentang makna dari acara Tradisi Sadranan dan Tradisi Sadranan yang ada di Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan diusahakan dilaksanakan pada hari libur, hal ini di Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang | 39 maksudkan agar warga yang bekerja dapat mengikuti Tradisi Sadranan (Muhammad Subahri,21 Juli 2013) . Selain kendala tersebut di atas masalah dana juga menjadi kendala yang utama, akan tetapi karena rasa kesadaran warga akan arti pentingnya Tradisi Sadranan ini warga dengan ikhlas memberi sumbangan guna tercapainya acara itu. Masing-masing kepala keluarga menyumbang sebesar lima belas ribu rupiah, selain itu pemerintah desa juga menyumbangkan dana yang di dapat dari kas pemerintah desa, sesuai penuturan salah seorang aparat desa, beliau mengatakan bahwa pemerintah daerah juga menaruh perhatian terhadap Tradisi Sadranan yang ada di Dusun Krajan, wujud perhatian itu dengan memberikan sumbangan kepada acara tersebut (Abdul Hadi, Wawancara 22 Juli 2013). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dusun Krajan merupakan bagian dari Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. Sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani dan buruh tani. Masyarakat Dusun Krajan masih memegang tradisi yang telah diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang yang berupa Tradisi Sadranan. 2. Tradisi Sadranan sebagai salah satu bentuk kebudayaan daerah mengandung nilai-nilai luhur dan gagasan yang relevan dengan cita-cita bangsa. Melestarikan tradisi-tradisi masyarakat merupakan bagian dari kebudayaan bangsa yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Tradisi Sadranan merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakatnya yang masih bersifat agamis. 3. Masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan secara suka rela dan ikhlas melakukan kerja bakti dan mengeluarkan biaya demi terlaksananya acara Tradisi Sadranan. Masyarakat yang masih kental keyakinanya dan kuat agamanya selalu mengikuti acara tradisi sadranan dari awal sampai akhir. Mereka percaya doa-doa mereka secara bersama-sama lebih diterima Allah . 4. Masyarakat menilai bahwa acara Tradisi Sadranan mengandung nilai-nilai luhur yang terus dilestarikan. Mereka saling menghargai dan menghormati antara sesama warga masyarakat Dusun Krajan Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. 5. Hambatan-hambatan dalam hal dana dapat diatasi dengan cara menarik sumbangan kepada warga masyarakat dan warga masyarakat memberikanya dengan ikhlas, sedangkan mengenai kehadiran warga dapat diatasi dengan melaksanakan acara Tradisi Sadranan di hari libur yaitu hari Minggu. DAFTAR PUSTAKA B. Imam Jauhari. 2012. Teori Sosial (Proses Islamisasi) Dalam Sistem IlmuPengetahuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang | 40 Daryono. 2002. Studi Tentang Kependudukan di Indonesia. Jakarta : Depdikbud. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka. Jacobus Old Ranjabar. 2013. Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar. Bandung : Alfabet. Koenjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi . Jakarta : Rineka Cipta. Kuswardoyo. 2002. Perkawinan Adat Solo Basahan. Solo : Pabelan. Kusumahamidjoyo Budiono. 2000. Kebhinnekaan Masyarakat di Indonesia Suatu Problematika Filsafat Kebudayaan. Jakarta : PT Grasindo. Moeleong. Lexy. J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung :PT Remaja Rosdakarya. Nata Abuddin. 2003. Pendidikan Spritual Dalam Tradisi KeIslaman: Bandung : Angkasa. Pemberton John. 2003. Jawa: On The Subject of “Java”. Yogyakarta : MATA BANGSA. Prastowo. Andi. 2010. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Jogjakarta : Ar-ruzz Media. Rangkuti Sofia. 2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat. Sholikhin Muhammad. 2010. Ritual dan Tradisi Islam Jawa. Yogyakarta : Narasi. Sitorus. 2007. Sosiologi Pendidikan. Jakarta :Erlangga. Soerjono Soekanto. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Suryani. 2005. Peranan Upacara Tradisi Nyadran Terhadap Peningkatan Solidaritas Masyarakat Dusun Gamasan Desa Bandungan Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang. Semarang : IKIP Veteran Semarang. Winarto. 2012. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Upaya Pelestarian Penggunaan Keris Dalam Busana Adat Perkawinan Jawa di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal Tahun 2011. Semarang : IKIP Veteran Semarang. Yahya. Ismail. 2009. Adat-adat Jawa Dalam Bulan-bulan Islam. Jakarta : Inti Media. Zubaedi. 2013. Pengembangan dan Masyarakat (Wacana dan praktek). Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang | 41