BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan bidang informasi dan teknologi saat ini dapat dirasakan di segala bidang kehidupan masyarakat. Informasi dapat diperoleh dengan mudah tanpa harus bersusah payah. Dengan teknologi canggih dan cepat yang semakin maju informasi pun semakin mudah diperoleh. Proses penyebarannya pun dapat dilakukan oleh semua orang dengan cepat dan mudah ke seluruh pelosok dunia. Penyebaran informasi dapat dilakukan melalui media cetak (koran, majalah, an papan reklame) dan media elektronik (televisi, radio, dan internet). Salah satu bentuk informasi yang disajikan dalam media massa atau media cetak adalah iklan. Iklan pada umumnya merupakan media komunikasi komersial di sisi iklan layanan sosial. Sebagai media komunikasi komersial, iklan merupakan wahana bagi produsen untuk menggugah kesadaran dan memengaruhi perilaku calon konsumen agar bertindak sesuai dengan pesan yang disampaikan. Iklan dirancang untuk menarik kesadaran, menanamkan informasi, mengembangkan sikap, serta mengharapkan suatu tindakan dari para konsumen yang menguntungkan produsen (pengiklan). Dalam perkembangannya, terdapat berbagai macam bentuk iklan di berbagai media massa, baik iklan visual, audio, maupun iklan audiovisual yang semuanya bertujuan memberikan keuntungan bagi pemilik produk. Media iklan merupakan salah satu bentuk media komunikasi yang terkena imbas kemajuan ilmu dan teknologi. Seiring dengan banyaknya produk barang dan jasa yang diiklankan, maka iklan pun dituntut untuk tampil menarik 2 dan mampu memikat target konsumen. Sesuai dengan pengertiannya, iklan merupakan berita pesanan untuk mendorong dan membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan (Kusrianti, 2004:1). Menurut Shuter (dalam Arifin dkk., 1992:6), iklan adalah perwujudan dari surat-surat niaga (sales letter). Dilihat dari segi penyampaiannya, iklan termasuk dalam bentuk surat niaga yang pengirimannya tidak terbatas pada daftar nama tertentu, ditunjuk kepada khalayak melalui media cetak. Khalayak yang dituju adalah semua anggota masyarakat, khususnya masyarakat pembaca koran dari segala usia, kelas sosial, wilayah, dan profesi yang mungkin berminat pada apa yang ditawarkan. Pada umumnya, iklan menggunakan bahasa sebagai alat utama penyalur pesan yang ingin disampaikan, baik secara lisan maupun secara tertulis. Bahasa lisan sering digunakan dalam pengungkapan iklan di televisi dan radio, sedangkan bahasa secara tertulis merupakan alat pengungkapan iklan di media cetak. Bahasa tertulis dalam media cetak merupakan alat yang sering digunakan untuk lebih memperjelas maksud sebuah iklan, selain simbol dan tanda. Bahasa dibentuk oleh kaidah/aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah/aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk, dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan dengan baik, penerima dan pengiklan harus menguasai bahasa yang akan digunakan. Menurut Kridalaksana (2005:3), bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk digunakan kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Hal ini sejalan dengan fungsi iklan, yakni berkomunikasi 3 dengan masyarakat dan mengidentifikasikan diri dengan membentuk citranya sendiri. Fungsi iklan tersebut dapat terwujud dengan menggunakan bahasa. Pembuat iklan menggunakan bahasa yang sesuai dengan target pemasarannya untuk menarik khalayak sasaran. Pembuat iklan yang menjadikan target pasarnya di wilayah Indonesia, pastilah menggunakan bahasa Indonesia sebagai media iklannya. Indonesia merupakan negara yang luas dan memiliki penduduk yang heterogen, baik dari segi suku atau etnik, pendidikan, kelas sosial, maupun usia. Keanekaragaman ini membuat para pelaku iklan harus kreatif mengemas bahasa iklan. Salah satu cara adalah dengan menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan target iklan, misalnya ragam bahasa dewasa jika target iklan itu untuk orang-orang dewasa, ragam bahasa remaja jika target iklan adalah anak-anak remaja. Pengemasan bahasa iklan menjadi menarik dan interaktif sesuai dengan sifat iklan, yaitu persuasif. Bahasa dapat menjadi inti sebuah iklan. Ciri bahasa iklan, yaitu singkat, padat, jelas, dan menarik. Sehubungan dengan itu, diperlukan pemilihan kata yang tepat dan gaya bahasa (cara menggunakan bahasa) untuk menghasilkan iklan yang menarik dengan penyampaian pesan yang sangat bervariasi. Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik mengandung tiga unsur, yakni kejujuran, sopan santun, dan menarik (Keraf, 1985:113). Selain gaya bahasa, bahasa iklan juga mengandung makna. Makna yang terkandung dalam iklan menegaskan maksud yang ingin disampaikan oleh pembuat iklan. Contoh bahasa iklan adalah seperti di bawah ini. 4 Pakai terus, bonus nambah terus. Buruan beli kartu AS! (Kompas, 9 September 2011:11) Gaya bahasa yang digunakan dalam bahasa iklan di atas adalah gaya bahasa harfiah berupa repetisi epizeukis karena adanya pengulangan kata terus “Pakai terus, bonus nambah terus”. Makna kalimat ini adalah makna konotatif. Yang ingin disampaikan pengiklan dalam kalimat ini adalah anjuran atau dorongan kepada masyarakat atau pembeli untuk membeli kartu AS (Buruan beli kartu AS!) dan memakai kartu AS terus-menerus agar mendapatkan tambahan bonus. Penelitian yang mengangkat bahasa iklan sebagai objek kajian, baik bahasa iklan televisi maupun bahasa iklan surat kabar telah banyak dilakukan. Salah satu penelitian terdahulu yang menjadi acuan penelitian ini adalah penelitian Kusumawati (2010) berjudul “Analisis Pemakaian Gaya Bahasa pada Iklan Produk Kecantikan Perawatan Kulit Wajah di Televisi”. Penelitian ini digunakan sebagai acuan dalam pengambilan data, sampel, dan cara menganalisis data. Perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian yang dilakukan ini adalah pada teori dan sumber data yang dilakukan. Dalam penelitian terdahulu iklan produk kecantikan perawatan kulit wajah di televisi sebagai objek, sedangkan dalam penelitian yang dilakukan bahasa iklan provider telepon seluler dalam surat kabar sebagai objeknya. Dari segi teori, pada penelitian sebelumnya hanya digunakan teori ekletik gaya bahasa dari Gorys Keraf, Perrin, Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu. Kusumawati menyimpulkan gaya bahasa dikelompokkan atas lima, yaitu (1) gaya bahasa perbandingan, meliputi hiperbola, metonimia, personifikasi, metafora, sinekdok, alusio, simile, 5 asosiasi, eufemisme, pars pro toto, epitet, eponim, dan hipalase; (2) gaya bahasa perulangan, meliputi aliterasi, anafora, anadiplosis, mesodiplosis, epanolipsis, dan epizeuksis; (3) gaya bahasa sindiran, meliputi ironi, sinisme, innuendo, sarkasme, satire, dan antifrasis; (4) gaya bahasa pertentangan, meliputi paradoks, antitesis, litotes, oksimoron, dan histeron prosteron; (5) gaya bahasa penegasan, meliputi repetisi dan paralelisme. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan beberapa teori, yakni teori Gaya Bahasa Keraf dan Moeliono serta teori Makna Tindak Tutur menurut pendapat Chaer. Menjamurnya provider telepon seluler di Indonesia menimbulkan persaingan diantara pelaku usaha tersebut. Para pelaku usaha beramai-ramai mempromosikan provider selulernya dengan beragam cara mulai dari memasang iklan di televise, di radio, di media massa, di media elektronik dan di papan iklan. Tiap hari muncul beragam penawaran untuk menarik simpati masyarakat luas. Penawaran yang diberikan beragam sesuai dengan program terbaru yang ditawarkan telepon seluler, mulai dari sms gratis , telepon gratis, internetan gratis, FB gratis, twitter gratis dan penawaran lainnya yang dianggap dapat menarik perhatian masyarakat luas. Iklan dapat ditemukan di mana saja. Salah satu di antaranya adalah di media massa. Surat kabar Kompas merupakan surat kabar nasional terbesar di Indonesia dan sehinggatak diragukan lagi keberadaannya. Iklan yang dimuat dalam surat kabar Kompas merupakan objek kajian yang diteliti. Pengangkatan surat kabar Kompas sebagai sumber data karena surat kabar Kompas merupakan surat kabar nasional yang penyebaran pembacanya mencakupi seluruh wilayah di 6 Indonesia, dalam arti banyak warga di pelbagai wilayah di Indonesia membaca surat kabar Kompas. Dalam kajian ini tidak diangkat semua iklan yang termuat dalam surat kabar Kompas. Dalam penelitian ini hanya diangkat iklan yang sesuai dengan data yang dibutuhkan, yakni iklan provider telepon seluler. Kajian tentang bahasa iklan dalam surat kabar merupakan hal yang menarik. Kajian penelitian ini adalah wacana iklan yang dianalisis melalui pandangan gaya bahasa, khususnya iklan dalam bahasa Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan tiga masalah penelitian, yakni sebagai berikut. 1) Gaya bahasa apa sajakah yang terdapat dalam bahasa iklan provider telepon seluler dalam surat kabar Kompas? 2) Gaya bahasa apa yang paling dominan digunakan dalam bahasa iklan provider telepon seluler dalam surat kabar Kompas? 3) Makna apa sajakah yang terkandung dalam bahasa iklan provider telepon seluler dalam surat kabar Kompas? 1.3 Tujuan Penelitian Sehubungan dengan latar belakang dan masalah yang diuraikan di atas, ada dua tujuan yang hendak dicapai, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua tujuan itu pada hakikatnya saling berkaitan. Kedua tujuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 7 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan mengetahui variasi bahasa Indonesia dalam bahasa iklan. Penelitian ini juga bertujuan untuk menggali, menginvestasi, dan sekaligus sebagai usaha pendokumentasian bahasa iklan khususnya bahasa iklan provider telepon seluler dengan landasan teori gaya bahasa dan makna. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk pengembangan kajian bidang linguistik, terutama mengenai wacana iklan dalam surat kabar. 1.3.2 Tujuan Khusus Sesuai dengan permasalahan, tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk mendeskripsikan gaya bahasa yang terdapat dalam bahasa iklan provider telepon seluler dalam surat kabar Kompas. 2) Untuk mengetahui gaya bahasa yang paling dominan dalam bahasa iklan provider telepon seluler dalam surat kabar Kompas. 3) Untuk memahami makna yang terdapat dalam bahasa iklan provider telepon seluler dalam surat kabar Kompas. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dapat dicapai melalui penelitian ini meliputi manfaat teoretis dan manfaat praktis. Kedua manfaat tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut. 8 1.4.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya fakta dan informasi tentang hasil penelitian di bidang bahasa, khususnya pemakaian gaya bahasa dan analisis maksud dalam iklan provider telepon seluler di surat kabar. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan berharga sekaligus bermanfaat bagi pengembangan teori dan khazanah ilmu pengetahuan, terutama pemahaman bahasa, khususnya pemakaian bahasa Indonesia di bidang periklanan. Selain itu, penelitian ini dapat menunjang penelitian sejenis pada masa mendatang, baik penelitian mengenai bahasa iklan maupun wacana bahasa lainnya. 1.4.2 Manfaat Praktis Selanjutnya, secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengetahuan tentang analisis gaya bahasa dan makna. Manfaat praktis lainnya adalah diharapkan bermanfaat/sebagai pendorong peneliti pada masa mendatang dan target iklan (yakni masyarakat), selain untuk memahami lebih jauh mengenai makna/pesan yang disampaikan dalam sebuah iklan. Di samping itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para praktisi periklanan mengenai strategi-strategi kreatif atas pemakaian gaya bahasa dalam pembuatan sebuah iklan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan fungsi bahasa yakni sebagai bahasa ekonomi. Bahasa digunakan sebagai alat untuk menjalankan perekonomian. 9 1. 5 Jangkauan Penelitian Dalam penelitian yang dilakukan hanya difokuskan pada iklan yang termuat dalam surat kabar Kompas. Dalam koran ini tidak semua iklan yang termuat diangkat sebagai sumber data penelitian. Sumber data yang diangkat dalam penelitian adalah iklan provider telepon seluler yang berbahasa Indonesia. Banyak hal yang dapat diteliti pada iklan komersial media cetak. Namun, dalam penelitian ini hanya dianalisis wacana iklan dari segi atau sudut pandang penggunaan gaya bahasa, gaya bahasa yang dominan, dan makna yang terkandung di dalam bahasa iklan tersebut. 1.6 Kajian Pustaka 1.6.1 Penelitian Sebelumnya Sudhiarta (2003) dalam bukunya Wacana Iklan pada Media Massa Cetak menganalisis wacana iklan pada media cetak dari fenomena fungsi persuasif bahasa. Dalam analisisnya, Sudhiarta membahas dengan terperinci unsur verbal dan nonverbal dari sebuah iklan. Adapun masalah yang dibahas, yaitu (1) struktur bahasa iklan, (2) komposisi iklan, (3) kohesi, dan (4) peranan konteks iklan. Mulyawan (2005) dalam tesisnya berjudul “Wacana Iklan Komersial Media Cetak: Kajian Hipersemiotika” mengkaji iklan dari segi hipersemiotika, yang menekankan makna atau pesan yang ingin disampaikan oleh pihak produsen melalui tanda yang ada serta ideologi yang melatarbelakangi. Dalam simpulannya dinyatakan bahwa (1) iklan komersial media cetak memiliki delapan pola perpaduan struktur pembentuk iklan; (2) secara gramatikal setiap iklan 10 mengoptimalkan penggunaan semua bentuk kaidah gramatikal yang ada, seperti referensi, subtitusi, elipsis, dan perangkaian; (3) makna dan pesan sebuah iklan menunjukkan niat terselubung iklan tersebut, yaitu dengan munculnya berbagai bentuk persuasif; (4) ideologi sebuah iklan berbeda-beda sesuai dengan visi dan misi pihak produsen produk barang dan jasa tersebut. Penelitian yang dilakukan ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya meskipun objek yang dikaji sama, yaitu iklan di media cetak. Perbedaan tersebut menghadirkan sesuatu yang baru, yaitu dalam penelitian yang dilakukan dicoba dianalisis pemakaian gaya bahasa dan jenis makna yang terkandung dalam bahasa iklan pada iklan provider telepon seluler dalam surat kabar Kompas. 1.6.2 Konsep 1.6.2.1 Iklan Kasali (1995:9) mengemukakan bahwa iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Iklan merupakan sarana yang digunakan oleh seseorang atau suatu lembaga/badan untuk menawarkan barang dan jasa kepada khalayak luas. Pendapat ini sejalan dengan pandangan Mulyawan (2010:222) bahwa iklan adalah salah satu alat atau sarana untuk menarik perhatian seseorang akan sesuatu atau menginformasikan sesuatu kepada seseorang. Iklan adalah sebuah wacana yang memiliki substansi tersendiri yang membedakannya dengan tipe wacana lainnya. Iklan memiliki elemen-elemen yang begitu kompleks. Bahasa, baik dalam bahasa verbal maupun nonverbal merupakan salah satu elemen yang membangun keutuhan wacana itu. 11 Bahasa verbal iklan meliputi kata-kata, frasa, atau kalimat yang tertulis pada iklan, sedangkan bahasa nonverbal berupa lambang dan tanda yang ada pada iklan. Dalam penelitian ini hanya difokuskan pada bahasa verbal iklan. Bahasa verbal iklan mengandung informasi. Informasi dalam bahasa iklan terbagi atas tiga, yaitu (1) informasi utama, (2) informasi sisipan (tambahan), dan (3) informasi tambahan (penutup). Informasi utama adalah informasi yang menjadi inti dari sebuah iklan. informasi utama biasa dicetak tebal dengan ukuran yang lebih besar. Informasi sisipan (tambahan) adalah informasi yang bersifat sisipan yang berfungsi menjelaskan informasi utama. Informasi sisipan (tambahan) terletak dibawah informasi utama dan ditulis dengan ukuran huruf yang lebih kecil. Informasi tambahan (penutup) adalah informasi yang melengkapi keterangan dari informasi sisipan (tambahan) dan biasanya berisi penegasan, himbauan atau ajakan kepada pembaca untuk menggunakan produk yang ditawarkan. Adapun contoh informasi dalam bahasa iklan adalah (1) Isi Ulang Indosat Penuh Senyum (informasi utama) (2) Beli pulsa Indosat hadiah beragam (informasi sisipan (tambahan)) (3) Bikin Ramadan dan lebaran makin berkesan (informasi tambahan (penutup)) Bahasa iklan merupakan jenis operatif, yakni harus menghasilkan respons yang diinginkan penerima sehingga harus menggunakan metode penyesuaian, menciptakan suatu pengaruh yang imbang di kalangan pembaca. Jadi, dapat disimpulkan bahwa bahasa iklan itu sedapat-dapatnya memerhatikan: a) penggunaan pilihan kata yang tepat, menarik, sopan, dan logis; 12 b) ungkapan atau majas yang digunakan untuk memikat dan sugestif; dan c) penyusunan secara singkat dan menonjolkan bagian-bagian yang dipentingkan (http://awesome-gisell.blogspot.com). 1.6.2.2 Gaya Bahasa Ilmu yang mempelajari gaya bahasa adalah stilistika. Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa) (Keraf, 1985:113). Gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa secara imajinatif, bukan dalam pengertian yang bena-benar secara alamiah saja (Wariner, 1977 dalam Tarigan, 1986:5). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara seseorang menggunakan bahasa, baik bahasa khas maupun imajinatif untuk menciptakan efek yang dapat memengaruhi penyimak atau pembaca. Dalam pengungkapannya gaya bahasa membutuhkan alat. Alat gaya bahasa adalah bahasa harfiah dan majas. Hal ini sejalan dengan pandangan Laksana (2010:5) bahwa majas bukanlah gaya bahasa. Majas merupakan bagian dari gaya bahasa dan piranti untuk memperkuat gaya bahasa seperti tersebut pada bagan berikut. Stilistika Gaya bahasa harfiah majas 13 Bagan di atas dapat di jelaskan sebagai berikut. Stilistika adalah ilmu dari gaya bahasa. Gaya bahasa sendiri adalah gaya atau ciri seseorang menggunakan bahasa untuk menciptkan makna tertentu. Gaya bahasa dalam pemakaiannya membutuhkan alat. Alat dalam gaya bahasa tebagi atas dua yaitu bahasa harfiah dan majas. 1.6.2.3 Makna Semantik di dalam bahasa Indonesia berasa dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’: atau dari verba samaino ‘menandai’, ‘berarti’ (Djajasudarma, 1993:1). Menurut Verhaar (1984:9) semantik adalah cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti. Hal ini senada dengan pendapat Chaer (1994:2) yang mengemukakan bahwa semantik sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatikal, dan semantik. Makna yang dipelajari dalam semantik berasal dari bahasa Inggris sense dibedakan dari arti (meaning – bahasa Inggris). Menurut Saussure (dalam Chaer, 2007:287), makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Hal itu sejalan dengan pendapat Palmer (dalam Djajasudarma, 1993:5) bahwa makna hanya menyangkut intrabahasa. Lyons (dalam Djajasudarma, 1993:5) juga memberikan definisi tentang makna, menurutnya mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian yang membuat kata tersebut berbeda dengan kata-kata yang lain. Salah satu sifat bahasa adalah arbitrer, maka hubungan antara suatu kata dengan maknanya juga bersifat arbitrer. 14 Di balik sebuah makna terkandung maksud yang tersembunyi. Maksud dilihat dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Maksud banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang disebut metafora, litotes, ironi, dan bentuk-bentuk gaya bahasa lain. 1.6.3 Landasan Teori Penelitian mengenai bahasa iklan ini didasarkan atas beberapa acuan teori yang relevan dengan masalah yang dibahas. Masalah yang dibahas berkaitan dengan gaya bahasa dan makna. Sehubungan dengan itu, digunakan teori-teori sebagai berikut. a. Stilistika Stilistika berasal dari Bahasa Inggris yaitu Style yang berarti gaya dan dari bahasa serapan linguistic yang berarti tata bahasa. Stilistika menurut kamus Bahasa Indonesia yaitu Ilmu Kebahasaan yang mempelajari gaya bahasa. Sedangkan menurut C. Bally, Jakobson, Leech, Widdowson, Levin, Ching, Chatman, C Dalan, dan lain-lain menentukan stilistika sebagai suatu deskripsi linguistik dari bahasa yang digunakan dalam teks sastra (http://www.infoskripsi.com/Theory/Kajian-Penelitian-tilistika.html). Pada intinya stilistika mempelajari gaya bahasa atau gaya bahasa dipelajari dalam stilistika. Gaya bahasa adalah pemakaian bahasa seseorang secara khusus. Gaya bahasa dapat menghidupkan kalimat dan memberikan gerak dalam kalimat. 15 Penggunaan gaya bahasa itu dapat menimbulkan reaksi tertentu dan tanggapan pikiran pada pembaca (Santoso, 1996:137--138). Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur, yakni kejujuran, sopan santun, dan menarik (Keraf, 1985:113). Gaya bahasa dalam iklan tidak hanya mengandung majas, tetapi juga mengandung bahasa sehari-hari atau bahasa harfiah. Jadi, alat gaya bahasa bukan hanya majas, melainkan juga bahasa sehari-hari atau bahasa harfiah. Hal ini sejalan dengan pendapat Santoso (1996:138) yang membagi gaya bahasa atas dua, yaitu gaya bahasa umum dan gaya bahasa khusus. Gaya bahasa yang bersifat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau menggunakan bahasa sehari-hari, sedangkan gaya bahasa yang bersifat khusus ini disebut majas atau sarana retorika. Alat gaya bahasa berupa bahasa harfiah/bahasa yang digunakan sehari-hari, dikaji dengan teori gaya bahasa Keraf. Keraf dalam bukunya Diksi dan Gaya Bahasa (2004: 116--117) membagi gaya bahasa atas dua, yaitu segi bahasa dan nonbahasa. Gaya bahasa dari segi bahasa terbagi atas empat, yaitu (1) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata; (2) gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana; (3) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat; dan (4) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Dari keempat pembagian gaya bahasa berdasarkan segi bahasa, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimatlah yang paling sesuai dengan kajian yang digarap. Menurut Keraf (2004:124), gaya bahasa 16 berdasarkan struktur kalimat adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Ada kalimat yang bersifat periodik bila bagian yang terpenting atau gagasan yang mendapat penekanan ditempatkan pada akhir kalimat. Kalimat yang bersifat kendur, yaitu bila bagian kalimat yang mendapat penekanan ditempatkan pada awal kalimat. Kalimat berimbang, yaitu kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau sederajat. Berdasaran ketiga struktur kalimat di atas, diperoleh gaya bahasa sebagai berikut. 1) Klimaks yang diturunkan dari kalimat yang bersifat periodik. 2) Antiklimaks yang dihasilkan dari kalimat yang berstruktur mengendur. 3) Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. 4) Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberikan tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Repetisi dibagi lagi menjadi: a. epizeuksis, repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang penting diulang beberapa kali berturut-turut; b. tautoles, repetisi atas sebuah kata yang berulang-ulang dalam sebuah konstruksi; c. anafora, adalah repetisi yang berwujud perulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya; 17 d. epistrofa, perulangan kata atau frasa pada akhir baris atau kalimat berurutan; e. simploke, repetisi pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut; f. mesodiplosis: repetisi di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan; g. epanalepsi: perulangan yang berwujud kata terakhir dari baris klausa atau kalimat, mengulang kata pertama; dan h. anadiplosis: kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari suatu klausa atau kalimat berikutnya (Keraf, 2004:124--128). Dalam hal alat gaya bahasa berupa majas, Laksana (2010:7--8) dalam bukunya Majas dalam Bahasa Pers: Analisis Tajuk Berita/Arikel secara Stilistik dan Gramatikal menjelaskan perbedaan gaya bahasa dan majas. Menurutnya gaya bahasa yang ditemukan dalam karangan Keraf (1991) atau Tarigan (1990) merujuk pada pengertian majas itu sendiri. Istilah majas pertama kali digunakan Moeliono (1989), yang muncul kemudian jika dibandingkan dengan istilah gaya bahasa yang lebih dahulu dipakai dalam pengajaran bahasa Indonesia; dan oleh Keraf (1981) dipakai untuk menerjemahkan istilah trope dalam bahasa Inggris. Gaya bahasa pada hakikatnya berbeda dari majas. Majas hanyalah salah satu alat gaya bahasa, digunakan dalam prosa dan puisi dan mencirikan penulis secara individual. Dalam hubungannya dengan alat pers majas masih dipandang 18 sebagai alat gaya bahasa. Majas termasuk dalam kajian retorika yang dalam bentuk tertentu dapat bersifat puitis. Majas menurut Moeliono (dalam Laksana, 2010:6) terbagi atas tiga kategori. Ketiga kategori yang dimaksud adalah (1) majas perbandingan yang terdiri atas perumpamaan, metafora, dan personisifikasi; (2) majas pertentangan yang terdiri atas hiperbola, litotes, dan ironi; dan (3) majas pertautan yang terdiri atas metonimia, sinekdoke, kilatan, dan eufemisme. Majas perbandingan adalah alat gaya bahasa yang menggunakan perbandingan benda, sifat atau keadaan. Perumpamaan adalah majas yang membandingkan dua hal yang pada hakekatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Metafora adalah perbandingan yang bersifat tesirat dan menyamakan suatu hal dengan hal lain. Personifikasi adalah majas perbandingan yang menyamakan suatu hal dengan manusia, benda-benda yang mati seolah-olah dapat berubah, bertindak, berpikir, dan beranganangan seperti manusia (Santoso, 1996: 138-139). Majas pertentangan adalah alat gaya bahasa yang mempertentangkan suatu hal dengan hal yang lain. Hiperbola adalah majas pertentangan yang menyatakan sesuatu berlebih-lebihan dari kenyataan yang sebenarnya. Litotes adalah majas pertentanan yang menyatakan suatu keadaan dengan kata-kata yang berlawanan artinya dengan kenyataan yang sebenarnya guna mernahkan diri. ironi majas pertentangan yang berisi sindiran untuk menyatakan kebalikan dari kenyataan yang ada atau ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan yang dihadapi (Santoso, 1996: 138146). 19 Majas pertautan adalah alat gaya bahasa yang mempertautkan suatu hal dengan keadaan atau sifat manusia. Metonimia adalah majas pertautan yang berupaya menggantikan nama objek atau gagasan dengan kata lain yang bertautan dengan objek tersebut. Sinekdoke adalah majas pertautan yang menunjukan suatu hal yang satu dipahami bersama dengan suatu hal yang lain. Kilatan adalah majas pertauan yang mempergunakan ungkapan secara tidak langsung merujuk kepada suatu objek, tokoh atau peristiwa dalam sejarah, karya sastra, seni dan kebudayaan (Santoso 1996 138-143). Eufemisme adalah majas yang berupa ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan atau yang tidak menyenangkan (Tarigan, 1986:238). b. Semantik Semantik adalah bidang linguistik yang mengkaji dan menganalisis mengenai makna. Kridalaksana (2001:132) mengartikan makna (meaning, linguistic meaning, sense) sebagai (1) maksud pembicara; (2) pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; (3) hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antarbahasa dan alam di luar bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya; dan (4) cara menggunakan lambanglambang bahasa. Chaer (1994) dalam bukunya Pengantar Semantik Bahasa Indonesia membagi beberapa jenis makna berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang, di antaranya makna leksikal dan gramatikal, makna referensial dan nonreferensial, makna denotatif dan konotatif, 20 makna kata dan makna istilah, makna konseptual dan makna asosiatif, makna idiomatik dan peribahasa, makna kias, serta makna lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Dalam kajian tindak tutur (speech act) dikenal adanya makna, yaitu makna lokusi, ilokusi, dan makna perlokusi. Ketiga makna ujaran tersebut dapat muncul sekaligus pada sebuah ujaran dalam kajian tindak tutur (Chaer, 1994:78). Kajian makna tindak tutur memberikan penekanan pada maksud, pesan, atau tendensi penutur dalam ujaran atau dalam penelitian ini bahasa iklan dalam sebuah iklan. Makna lokusi adalah makna seperti yang dinyatakan dalam ujaran, makna harfiah, atau makna apa adanya (Chaer, 1994:78) atau dengan kata lain makna lokusi adalah makna sebenarnya atau makna secara leksikal. Makna ilokusi adalah makna seperti yang dipahami oleh pendengar, sedangkan makna perlokusi adalah makna seperti yang dinginkan penutur (Chaer, 1994:78). Berdasarkan pengertian tentang jenis makna tindak tutur di atas, makna tindak tutur lokusi adalah makna yang sesuai dengan penelitian ini. Penelitian ini di samping menganalisis gaya bahasa juga makna iklan dipahami pendengar. Searle (dalam Leech, 1983) membagi kategori tindak ilokusi menjadi lima bentuk tuturan. Pertama, asertif yaitu keterikatan penutur pada proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan, menyarankan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan. Kedua, direktif yaitu bentuk tuturan yang bertujuan menghasilkan suatu pengaruh 21 (efek) agar petutur melakukan suatu tindakan, misalnya memesan, memerintah, memohon, menasihati, dan merekomendasi. Ketiga, komisif yaitu bentuk tuturan di mana penutur terikat pada suatu tindakan pada masa mendatang, misalnya menjanjikan, bersumpah, dan menawarkan. Keempat ekspresif yaitu bentuk tuturan ini berkaitan dengan pengungkapan sikap kejiwaan penutur terhadap suatu keadaan, misalnya mengungkapkan rasa terima kasih, memberikan selamat, meminta maaf, menyalahkan, memuji, dan bela sungkawa. Kelima, deklarasi yakni suatu bentuk tuturan yang menghubungkan isi proposisi dengan realita, misalnya mengundurkan diri, berpasrah, memecat, membaptis, memberikan nama, mengangkat, mengucilkan, dan menghukum (www.arminaperdana.blogspot.com). 1.7 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini meliputi semua iklan provider telepon seluler yang berbahasa Indonesia pada surat kabar Kompas terbitan Agustus—Oktober 2011 berjumlah 45 buah iklan. Iklan provider telepon seluler yang berbahasa Indonesia terlebih dahulu dikumpulkan dengan cara mengambil tiap-tiap terbitan. Pengumpulan iklan provider telepon seluler yang berbahasa Indonesia tersebut dikerjakan sejak Agustus s.d. Oktober 2011. Pemilihan terbitan Agustus, September, dan Oktober karena iklan provider telepon seluler (yang dijadikan data penelitian) lebih banyak ditemukan dalam terbitan tersebut. Setelah semua data terkumpul lalu ditranskripsikan. Surat kabar Kompas ditetapkan sebagai sumber data didasarkan pada pertimbangan bahwa pemakaian bahasa Indonesia dalam Kompas itu agaknya 22 sudah memenuhi atau telah mendapat perhatian yang layak. Kompas telah dikenal oleh masyarakat umum di Indonesia. Hal ini memungkinkan Kompas menjangkau semua lapisan masyarakat dan segenap pelosok di Indonesia Setelah penentuan populasi dilanjutkan dengan penentuan sampel. Sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian (Subroto, 1992:32). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposif sampling. Hadi (1982:82) mengatakan bahwa purposif sampling merupakan pemilihan sekelompok subjek yang didasarkan atas ciri-ciri atau sifatsifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Maksudnya sampel yang diambil merupakan iklan yang terpilih dan dianggap dapat mewakili guna menganalisis pemakaian gaya bahasa pada iklan khususnya iklan provider telepon seluler yang berbahasa Indonesia. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 25 buah atau 55,56% dari populasi. 1.8 Metode dan Teknik Penelitian Djajasudarma (2006:1) mengatakan bahwa metode adalah cara kerja yang teratur dan cara berpikir serta bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto, 1993:9). Metode dan teknik dapat dibedakan menjadi tiga tahapan, yaitu (1) metode dan teknik pengumpulan data; (2) metode dan teknik analisis data; dan (3) metode dan teknik penyajian hasil analisis data. 23 1.8.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data adalah metode simak. Metode simak dilakukan dengan menyimak penggunaan gaya bahasa dalam bahasa iklan provider telepon seluler pada surat kabar Kompas. Metode simak yang digunakan dalam penelitian ini dibantu dengan beberapa teknik lanjutan, yakni teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik dokumentasi, dan teknik catat. Dalam teknik SLBC peneliti hanya sebagai pemerhati, dalam arti peneliti tidak terlibat langsung untuk ikut menentukan pembentukan dan pemunculan calon data (Sudaryanto, 1993:4). Teknik dokumentasi dilakukan dengan mendokumentasikan data menggunakan kamera sebagai bukti. Di samping teknik dokumentasi juga digunakan teknik catat. Teknik catat dilakukan dengan cara mencatat teks dalam iklan provider telepon seluler yang berbahasa Indonesia, baik yang berupa kata, frasa, maupun kalimat yang disusun secara urut. Dalam pelaksaan penelitian ini ini khususnya pada tahap pengumpulan data peneliti mengumpulkan data iklan provider telepon seluler dalam surat kabar Kompas dengan cara mendokumentasikannya dalam bentuk foto, hal ini dilakukan karena sulitnya mendapatkan surat kabar Kompas terbitan Agustus—Oktober 2011. Surat kabar Kompas yang dijadikan sumber data penelitian ini bersumber dari arsip Perpustakaan Umum Daerah di Kota Denpasar. Setelah mendapatkan data berupa foto data iklan yang berjumlah 45 buah peneliti menyimak semua data dan memilah-milah data yang ccok dijadikan data penelitian. Selanjutnya peneliti memberi nomor data dan mencatat semua data dan mengklasifikasikan data berdasarkan pembagian gaya bahasanya. 24 1.8.2 Metode dan Teknik Analisis Data Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasikan data, mengelompokkan data, dan menganalisis data. Untuk menganalisis data ini digunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif (Mahsun, 2005:230). Analisis kualitatif adalah cara menganalisis dengan mendeskripsikan atau menyajikan data dalam bentuk kata-kata daripada dalam bentuk angka-angka. Metode yang digunakan dalam dalam analisis kualitatif adalah metode interpretasi atau pemaknaan. Metode ini digunakan untuk menginterpretasikan gaya bahasa dan makna yang terkadung dalam bahasa iklan provider telepon seluler. Analisis kuantitatif adalah mencakupi setiap jenis penelitian berdasarkan presentase, rata-rata, chikuadrat, dan perhitungan statistik lainnya atau dengan kata lain penelitian kuantitatif melibatkan perhitungan atau angka atau kuantitas (Djajasudarma, 2006:10). Analisis kuantitatif digunakan untuk menentukan gaya bahasa yang dominan dalam bahasa iklan provider telepon seluler. Perhitungan gaya bahasa yang paling dominan menggunakan perhitungan statistik sederhana. 𝑓 𝑁 𝑋 100 = 𝑑 Keterangan: 1.8.3 f : jumlah bedanya N : jumlah data d : hasil beda Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Metode yang digunakan untuk penyajian hasil analisis data adalah metode formal dan metode informal. Metode formal adalah metode yang menggunakan 25 perumusan dengan tanda, angka, dan lambang-lambang. Metode informal adalah metode dengan menggunakan kata-kata biasa atau dengan mendeskripsikan. Selain itu, dalam pelaksanaan analisis dan penyajian dipakai juga pendekatan deduktif dan induktif. Pendekatan induktif, yaitu mengemukakan halhal yang lebih khusus terlebih dahulu, kemudian mengarah ke hal-hal yang bersifat umum. Sebaliknya, pendekatan deduktif, yaitu mengemukakan hal-hal yang bersifat umum terlebih dahulu, baru ke hal-hal yang bersifat khusus (Sudaryanto, 1986:62).