BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan bidang informasi dan teknologi saat ini dapat dirasakan di
segala bidang kehidupan masyarakat. Informasi dapat diperoleh dengan mudah
tanpa harus bersusah payah. Dengan teknologi canggih dan cepat yang semakin
maju informasi pun semakin mudah diperoleh. Proses penyebarannya pun dapat
dilakukan oleh semua orang dengan cepat dan mudah ke seluruh pelosok dunia.
Penyebaran informasi dapat dilakukan melalui media cetak (koran, majalah, an
papan reklame) dan media elektronik (televisi, radio, dan internet).
Salah satu bentuk informasi yang disajikan dalam media massa atau
media cetak adalah iklan. Iklan pada umumnya merupakan media komunikasi
komersial di sisi iklan layanan sosial. Sebagai media komunikasi komersial, iklan
merupakan wahana bagi produsen untuk menggugah kesadaran dan memengaruhi
perilaku calon konsumen agar bertindak sesuai dengan pesan yang disampaikan.
Iklan dirancang untuk menarik kesadaran, menanamkan informasi,
mengembangkan sikap, serta mengharapkan suatu tindakan dari para konsumen
yang menguntungkan produsen (pengiklan). Dalam perkembangannya, terdapat
berbagai macam bentuk iklan di berbagai media massa, baik iklan visual, audio,
maupun iklan audiovisual yang semuanya bertujuan memberikan keuntungan bagi
pemilik produk.
Media iklan merupakan salah satu bentuk media komunikasi yang
terkena imbas kemajuan ilmu dan teknologi. Seiring dengan banyaknya produk
barang dan jasa yang diiklankan, maka iklan pun dituntut untuk tampil menarik
2
dan mampu memikat target konsumen. Sesuai dengan pengertiannya, iklan
merupakan berita pesanan untuk mendorong dan membujuk khalayak ramai agar
tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan (Kusrianti, 2004:1).
Menurut Shuter (dalam Arifin dkk., 1992:6), iklan adalah perwujudan
dari surat-surat niaga (sales letter). Dilihat dari segi penyampaiannya, iklan
termasuk dalam bentuk surat niaga yang pengirimannya tidak terbatas pada daftar
nama tertentu, ditunjuk kepada khalayak melalui media cetak. Khalayak yang
dituju adalah semua anggota masyarakat, khususnya masyarakat pembaca koran
dari segala usia, kelas sosial, wilayah, dan profesi yang mungkin berminat pada
apa yang ditawarkan.
Pada umumnya, iklan menggunakan bahasa sebagai alat utama
penyalur pesan yang ingin disampaikan, baik secara lisan maupun secara tertulis.
Bahasa lisan sering digunakan dalam pengungkapan iklan di televisi dan radio,
sedangkan bahasa secara tertulis merupakan alat pengungkapan iklan di media
cetak. Bahasa tertulis dalam media cetak merupakan alat yang sering digunakan
untuk lebih memperjelas maksud sebuah iklan, selain simbol dan tanda.
Bahasa dibentuk oleh kaidah/aturan serta pola yang tidak boleh
dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi.
Kaidah/aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk, dan
tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan dengan baik, penerima dan
pengiklan harus menguasai bahasa yang akan digunakan. Menurut Kridalaksana
(2005:3), bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk digunakan
kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasikan diri. Hal ini sejalan dengan fungsi iklan, yakni berkomunikasi
3
dengan masyarakat dan mengidentifikasikan diri dengan membentuk citranya
sendiri. Fungsi iklan tersebut dapat terwujud dengan menggunakan bahasa.
Pembuat iklan menggunakan bahasa yang sesuai dengan target
pemasarannya untuk menarik khalayak sasaran. Pembuat iklan yang menjadikan
target pasarnya di wilayah Indonesia, pastilah menggunakan bahasa Indonesia
sebagai media iklannya. Indonesia merupakan negara yang luas dan memiliki
penduduk yang heterogen, baik dari segi suku atau etnik, pendidikan, kelas sosial,
maupun usia. Keanekaragaman ini membuat para pelaku iklan harus kreatif
mengemas bahasa iklan. Salah satu cara adalah dengan menggunakan ragam
bahasa yang sesuai dengan target iklan, misalnya ragam bahasa dewasa jika target
iklan itu untuk orang-orang dewasa, ragam bahasa remaja jika target iklan adalah
anak-anak remaja. Pengemasan bahasa iklan menjadi menarik dan interaktif sesuai
dengan sifat iklan, yaitu persuasif.
Bahasa dapat menjadi inti sebuah iklan. Ciri bahasa iklan, yaitu
singkat, padat, jelas, dan menarik. Sehubungan dengan itu, diperlukan pemilihan
kata yang tepat dan gaya bahasa (cara menggunakan bahasa) untuk menghasilkan
iklan yang menarik dengan penyampaian pesan yang sangat bervariasi. Gaya
bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya
bahasa yang baik mengandung tiga unsur, yakni kejujuran, sopan santun, dan
menarik (Keraf, 1985:113).
Selain gaya bahasa, bahasa iklan juga mengandung makna. Makna
yang terkandung dalam iklan menegaskan maksud yang ingin disampaikan oleh
pembuat iklan. Contoh bahasa iklan adalah seperti di bawah ini.
4
Pakai terus, bonus nambah terus.
Buruan beli kartu AS! (Kompas, 9 September 2011:11)
Gaya bahasa yang digunakan dalam bahasa iklan di atas adalah gaya bahasa
harfiah berupa repetisi epizeukis karena adanya pengulangan kata terus “Pakai
terus, bonus nambah terus”. Makna kalimat ini adalah makna konotatif. Yang
ingin disampaikan pengiklan dalam kalimat ini adalah anjuran atau dorongan
kepada masyarakat atau pembeli untuk membeli kartu AS (Buruan beli kartu AS!)
dan memakai kartu AS terus-menerus agar mendapatkan tambahan bonus.
Penelitian yang mengangkat bahasa iklan sebagai objek kajian, baik bahasa
iklan televisi maupun bahasa iklan surat kabar telah banyak dilakukan. Salah satu
penelitian
terdahulu yang menjadi acuan penelitian ini adalah penelitian
Kusumawati (2010) berjudul “Analisis Pemakaian Gaya Bahasa pada
Iklan
Produk Kecantikan Perawatan Kulit Wajah di Televisi”. Penelitian ini digunakan
sebagai acuan dalam pengambilan data, sampel, dan cara menganalisis data.
Perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian yang dilakukan ini adalah pada teori
dan sumber data yang dilakukan.
Dalam penelitian terdahulu iklan produk kecantikan perawatan kulit wajah
di televisi sebagai objek, sedangkan dalam penelitian yang dilakukan bahasa iklan
provider telepon seluler dalam surat kabar sebagai objeknya. Dari segi teori, pada
penelitian sebelumnya hanya digunakan teori ekletik gaya bahasa dari Gorys
Keraf, Perrin, Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu. Kusumawati menyimpulkan
gaya bahasa dikelompokkan atas lima, yaitu (1) gaya bahasa perbandingan,
meliputi hiperbola, metonimia, personifikasi, metafora, sinekdok, alusio, simile,
5
asosiasi, eufemisme, pars pro toto, epitet, eponim, dan hipalase; (2) gaya bahasa
perulangan, meliputi aliterasi, anafora, anadiplosis, mesodiplosis, epanolipsis, dan
epizeuksis; (3) gaya bahasa sindiran, meliputi ironi, sinisme, innuendo, sarkasme,
satire, dan antifrasis; (4) gaya bahasa pertentangan, meliputi paradoks, antitesis,
litotes, oksimoron, dan histeron prosteron; (5) gaya bahasa penegasan, meliputi
repetisi dan paralelisme. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan beberapa
teori, yakni teori Gaya Bahasa Keraf dan Moeliono serta teori Makna Tindak
Tutur menurut pendapat Chaer.
Menjamurnya provider telepon seluler di Indonesia menimbulkan
persaingan diantara pelaku usaha tersebut. Para pelaku usaha beramai-ramai
mempromosikan provider selulernya dengan beragam cara mulai dari memasang
iklan di televise, di radio, di media massa, di media elektronik dan di papan iklan.
Tiap hari muncul beragam penawaran untuk menarik simpati masyarakat luas.
Penawaran yang diberikan beragam sesuai dengan program terbaru yang
ditawarkan telepon seluler, mulai dari sms gratis , telepon gratis, internetan gratis,
FB gratis, twitter gratis dan penawaran lainnya yang dianggap dapat menarik
perhatian masyarakat luas.
Iklan dapat ditemukan di mana saja. Salah satu di antaranya adalah di
media massa. Surat kabar Kompas merupakan surat kabar nasional terbesar di
Indonesia dan sehinggatak diragukan lagi keberadaannya. Iklan yang dimuat dalam
surat kabar Kompas merupakan objek kajian yang diteliti. Pengangkatan surat
kabar Kompas sebagai sumber data karena surat kabar Kompas merupakan surat
kabar nasional yang penyebaran pembacanya mencakupi seluruh wilayah di
6
Indonesia, dalam arti banyak warga di pelbagai wilayah di Indonesia membaca
surat kabar Kompas.
Dalam kajian ini tidak diangkat semua iklan yang termuat dalam surat
kabar Kompas. Dalam penelitian ini hanya diangkat iklan yang sesuai dengan data
yang dibutuhkan, yakni iklan provider telepon seluler. Kajian tentang bahasa iklan
dalam surat kabar merupakan hal yang menarik. Kajian penelitian ini adalah
wacana iklan yang dianalisis melalui pandangan gaya bahasa, khususnya iklan
dalam bahasa Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan tiga masalah
penelitian, yakni sebagai berikut.
1) Gaya bahasa apa sajakah yang terdapat dalam bahasa iklan provider
telepon seluler dalam surat kabar Kompas?
2) Gaya bahasa apa yang paling dominan digunakan dalam bahasa iklan
provider telepon seluler dalam surat kabar Kompas?
3) Makna apa sajakah yang terkandung dalam bahasa iklan provider
telepon seluler dalam surat kabar Kompas?
1.3
Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan latar belakang dan masalah yang diuraikan di atas,
ada dua tujuan yang hendak dicapai, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua
tujuan itu pada hakikatnya saling berkaitan. Kedua tujuan tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut.
7
1.3.1
Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan mengetahui variasi bahasa Indonesia
dalam bahasa iklan. Penelitian ini juga bertujuan untuk menggali, menginvestasi,
dan sekaligus sebagai usaha pendokumentasian bahasa iklan khususnya bahasa
iklan provider telepon seluler dengan landasan teori gaya bahasa dan makna.
Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk pengembangan kajian bidang
linguistik, terutama mengenai wacana iklan dalam surat kabar.
1.3.2
Tujuan Khusus
Sesuai dengan permasalahan, tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1) Untuk mendeskripsikan gaya bahasa yang terdapat dalam bahasa iklan
provider telepon seluler dalam surat kabar Kompas.
2) Untuk mengetahui gaya bahasa yang paling dominan dalam bahasa
iklan provider telepon seluler dalam surat kabar Kompas.
3) Untuk memahami makna yang terdapat dalam bahasa iklan provider
telepon seluler dalam surat kabar Kompas.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat dicapai melalui penelitian ini
meliputi manfaat teoretis dan manfaat praktis. Kedua manfaat tersebut dapat
dipaparkan sebagai berikut.
8
1.4.1
Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya fakta dan
informasi tentang hasil penelitian di bidang bahasa, khususnya pemakaian gaya
bahasa dan analisis maksud dalam iklan provider telepon seluler di surat kabar.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan berharga sekaligus
bermanfaat bagi pengembangan teori dan khazanah ilmu pengetahuan, terutama
pemahaman bahasa, khususnya pemakaian bahasa Indonesia di bidang periklanan.
Selain itu, penelitian ini dapat menunjang penelitian sejenis pada masa mendatang,
baik penelitian mengenai bahasa iklan maupun wacana bahasa lainnya.
1.4.2
Manfaat Praktis
Selanjutnya, secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan bagi pengetahuan tentang analisis gaya bahasa dan
makna. Manfaat praktis lainnya adalah diharapkan bermanfaat/sebagai pendorong
peneliti pada masa mendatang dan target iklan (yakni masyarakat), selain untuk
memahami lebih jauh mengenai makna/pesan yang disampaikan dalam sebuah
iklan. Di samping itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada para praktisi periklanan mengenai strategi-strategi kreatif atas pemakaian
gaya bahasa dalam pembuatan sebuah iklan. Selain itu, penelitian ini diharapkan
dapat mengembangkan fungsi bahasa yakni sebagai bahasa ekonomi. Bahasa
digunakan sebagai alat untuk menjalankan perekonomian.
9
1. 5
Jangkauan Penelitian
Dalam penelitian yang dilakukan
hanya difokuskan
pada iklan yang
termuat dalam surat kabar Kompas. Dalam koran ini tidak semua iklan yang
termuat diangkat sebagai sumber data penelitian. Sumber data yang diangkat dalam
penelitian adalah iklan provider telepon seluler yang berbahasa Indonesia. Banyak
hal yang dapat diteliti pada iklan komersial media cetak. Namun, dalam penelitian
ini hanya dianalisis wacana iklan dari segi atau sudut pandang penggunaan gaya
bahasa, gaya bahasa yang dominan, dan makna yang terkandung di dalam bahasa
iklan tersebut.
1.6
Kajian Pustaka
1.6.1
Penelitian Sebelumnya
Sudhiarta (2003) dalam bukunya Wacana Iklan pada Media Massa Cetak
menganalisis wacana iklan pada media cetak dari fenomena fungsi persuasif
bahasa. Dalam analisisnya, Sudhiarta membahas dengan terperinci unsur verbal
dan nonverbal dari sebuah iklan. Adapun masalah yang dibahas, yaitu (1) struktur
bahasa iklan, (2) komposisi iklan, (3) kohesi, dan (4) peranan konteks iklan.
Mulyawan (2005) dalam tesisnya berjudul
“Wacana Iklan Komersial
Media Cetak: Kajian Hipersemiotika” mengkaji iklan dari segi hipersemiotika,
yang menekankan makna atau pesan yang ingin disampaikan oleh pihak produsen
melalui tanda yang ada serta ideologi yang melatarbelakangi. Dalam simpulannya
dinyatakan bahwa (1)
iklan komersial media cetak memiliki delapan pola
perpaduan struktur pembentuk iklan; (2) secara gramatikal setiap iklan
10
mengoptimalkan penggunaan semua bentuk kaidah gramatikal yang ada, seperti
referensi, subtitusi, elipsis, dan perangkaian; (3) makna dan pesan sebuah iklan
menunjukkan niat terselubung iklan tersebut, yaitu dengan munculnya berbagai
bentuk persuasif; (4) ideologi sebuah iklan berbeda-beda sesuai dengan visi dan
misi pihak produsen produk barang dan jasa tersebut.
Penelitian yang dilakukan ini memiliki perbedaan dengan penelitian
sebelumnya meskipun objek yang dikaji sama, yaitu iklan di media cetak.
Perbedaan tersebut menghadirkan sesuatu yang baru, yaitu dalam penelitian yang
dilakukan dicoba dianalisis pemakaian gaya bahasa dan jenis makna yang
terkandung dalam bahasa iklan pada iklan provider telepon seluler dalam surat
kabar Kompas.
1.6.2
Konsep
1.6.2.1 Iklan
Kasali (1995:9) mengemukakan bahwa iklan adalah pesan yang
menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media.
Iklan merupakan sarana yang digunakan oleh seseorang atau suatu lembaga/badan
untuk menawarkan barang dan jasa kepada khalayak luas. Pendapat ini sejalan
dengan pandangan Mulyawan (2010:222) bahwa iklan adalah salah satu alat atau
sarana untuk menarik perhatian seseorang akan sesuatu atau menginformasikan
sesuatu kepada seseorang. Iklan adalah sebuah wacana yang memiliki substansi
tersendiri yang membedakannya dengan tipe wacana lainnya. Iklan memiliki
elemen-elemen yang begitu kompleks. Bahasa, baik dalam bahasa verbal maupun
nonverbal merupakan salah satu elemen yang membangun keutuhan wacana itu.
11
Bahasa verbal iklan meliputi kata-kata, frasa, atau kalimat yang tertulis pada iklan,
sedangkan bahasa nonverbal berupa lambang dan tanda yang ada pada iklan.
Dalam penelitian ini hanya difokuskan pada bahasa verbal iklan. Bahasa
verbal iklan mengandung informasi. Informasi dalam bahasa iklan terbagi atas tiga,
yaitu (1) informasi utama, (2) informasi sisipan (tambahan), dan (3) informasi
tambahan (penutup).
Informasi utama adalah informasi yang menjadi inti dari sebuah iklan.
informasi utama biasa dicetak tebal dengan ukuran yang lebih besar. Informasi
sisipan (tambahan) adalah informasi yang bersifat sisipan yang berfungsi
menjelaskan informasi utama. Informasi
sisipan (tambahan) terletak dibawah
informasi utama dan ditulis dengan ukuran huruf yang lebih kecil. Informasi
tambahan (penutup) adalah informasi yang melengkapi keterangan dari informasi
sisipan (tambahan) dan biasanya berisi penegasan, himbauan atau ajakan kepada
pembaca untuk menggunakan produk yang ditawarkan. Adapun contoh informasi
dalam bahasa iklan adalah
(1) Isi Ulang Indosat Penuh Senyum (informasi utama)
(2) Beli pulsa Indosat hadiah beragam (informasi sisipan (tambahan))
(3) Bikin Ramadan dan lebaran makin berkesan (informasi tambahan
(penutup))
Bahasa iklan merupakan jenis operatif, yakni harus menghasilkan respons
yang diinginkan penerima sehingga harus menggunakan metode penyesuaian,
menciptakan suatu pengaruh yang imbang di kalangan pembaca. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa bahasa iklan itu sedapat-dapatnya memerhatikan:
a)
penggunaan pilihan kata yang tepat, menarik, sopan, dan logis;
12
b)
ungkapan atau majas yang digunakan untuk memikat dan sugestif;
dan
c)
penyusunan secara singkat dan menonjolkan bagian-bagian yang
dipentingkan (http://awesome-gisell.blogspot.com).
1.6.2.2 Gaya Bahasa
Ilmu yang mempelajari gaya bahasa adalah stilistika. Gaya bahasa adalah
cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan
jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa) (Keraf, 1985:113). Gaya bahasa
adalah cara menggunakan bahasa secara imajinatif, bukan dalam pengertian yang
bena-benar secara alamiah saja (Wariner, 1977 dalam Tarigan, 1986:5).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah
cara seseorang menggunakan bahasa, baik bahasa khas maupun imajinatif untuk
menciptakan efek yang dapat
memengaruhi penyimak atau pembaca. Dalam
pengungkapannya gaya bahasa membutuhkan alat. Alat gaya bahasa adalah bahasa
harfiah dan majas. Hal ini sejalan dengan pandangan Laksana (2010:5) bahwa
majas bukanlah gaya bahasa. Majas merupakan bagian dari gaya bahasa dan
piranti untuk memperkuat gaya bahasa seperti tersebut pada bagan berikut.
Stilistika
Gaya bahasa
harfiah
majas
13
Bagan di atas dapat di jelaskan sebagai berikut. Stilistika adalah ilmu dari gaya
bahasa. Gaya bahasa sendiri adalah gaya atau ciri seseorang menggunakan bahasa
untuk
menciptkan
makna
tertentu.
Gaya
bahasa
dalam
pemakaiannya
membutuhkan alat. Alat dalam gaya bahasa tebagi atas dua yaitu bahasa harfiah
dan majas.
1.6.2.3 Makna
Semantik di dalam bahasa Indonesia berasa dari bahasa Inggris semantics,
dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’: atau dari verba samaino ‘menandai’,
‘berarti’ (Djajasudarma, 1993:1). Menurut Verhaar (1984:9) semantik adalah
cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti. Hal ini senada dengan
pendapat Chaer (1994:2) yang mengemukakan bahwa
semantik sebagai ilmu
tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa:
fonologi, gramatikal, dan semantik.
Makna yang dipelajari dalam semantik berasal dari bahasa Inggris sense
dibedakan dari arti (meaning – bahasa Inggris). Menurut Saussure (dalam Chaer,
2007:287), makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada
sebuah tanda linguistik. Hal itu sejalan dengan pendapat Palmer (dalam
Djajasudarma, 1993:5) bahwa makna hanya menyangkut intrabahasa. Lyons
(dalam Djajasudarma, 1993:5) juga memberikan definisi tentang makna,
menurutnya mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian
yang membuat kata tersebut berbeda dengan kata-kata yang lain. Salah satu sifat
bahasa adalah arbitrer, maka hubungan antara suatu kata dengan maknanya juga
bersifat arbitrer.
14
Di balik sebuah makna terkandung maksud yang tersembunyi. Maksud
dilihat dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Maksud
banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang disebut metafora, litotes,
ironi, dan bentuk-bentuk gaya bahasa lain.
1.6.3
Landasan Teori
Penelitian mengenai bahasa iklan ini didasarkan atas beberapa acuan teori
yang relevan dengan masalah yang dibahas. Masalah yang dibahas berkaitan
dengan gaya bahasa dan makna. Sehubungan dengan itu, digunakan teori-teori
sebagai berikut.
a. Stilistika
Stilistika berasal dari Bahasa Inggris yaitu Style yang berarti gaya
dan dari bahasa serapan linguistic yang berarti tata bahasa. Stilistika
menurut kamus Bahasa Indonesia yaitu Ilmu Kebahasaan yang mempelajari
gaya bahasa. Sedangkan menurut C. Bally, Jakobson, Leech, Widdowson,
Levin, Ching, Chatman, C Dalan, dan lain-lain menentukan stilistika
sebagai suatu deskripsi linguistik dari bahasa yang digunakan dalam teks
sastra (http://www.infoskripsi.com/Theory/Kajian-Penelitian-tilistika.html).
Pada intinya stilistika mempelajari gaya bahasa atau gaya bahasa dipelajari
dalam stilistika.
Gaya bahasa adalah pemakaian bahasa seseorang secara khusus. Gaya
bahasa dapat menghidupkan kalimat dan memberikan gerak dalam kalimat.
15
Penggunaan gaya bahasa itu dapat menimbulkan reaksi tertentu dan
tanggapan pikiran pada pembaca (Santoso, 1996:137--138). Gaya bahasa
adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah
gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur, yakni kejujuran,
sopan santun, dan menarik (Keraf, 1985:113).
Gaya bahasa dalam iklan tidak hanya mengandung majas, tetapi
juga mengandung bahasa sehari-hari atau bahasa harfiah. Jadi, alat gaya
bahasa bukan hanya majas, melainkan juga bahasa sehari-hari atau bahasa
harfiah. Hal ini sejalan dengan
pendapat Santoso (1996:138) yang
membagi gaya bahasa atas dua, yaitu gaya bahasa umum dan gaya bahasa
khusus. Gaya bahasa yang bersifat umum digunakan dalam kehidupan
sehari-hari atau menggunakan bahasa sehari-hari, sedangkan gaya bahasa
yang bersifat khusus ini disebut majas atau sarana retorika.
Alat gaya bahasa berupa bahasa harfiah/bahasa yang digunakan
sehari-hari, dikaji dengan teori gaya bahasa Keraf. Keraf dalam bukunya
Diksi dan Gaya Bahasa (2004: 116--117) membagi gaya bahasa atas dua,
yaitu segi bahasa dan nonbahasa. Gaya bahasa dari segi bahasa terbagi atas
empat, yaitu (1) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata; (2) gaya bahasa
berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana; (3) gaya bahasa
berdasarkan struktur kalimat; dan (4) gaya bahasa berdasarkan langsung
tidaknya makna. Dari keempat pembagian gaya bahasa berdasarkan segi
bahasa, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimatlah yang paling sesuai
dengan kajian yang digarap. Menurut Keraf (2004:124),
gaya bahasa
16
berdasarkan struktur kalimat adalah kalimat bagaimana tempat sebuah
unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Ada kalimat yang
bersifat periodik bila bagian yang terpenting atau gagasan yang mendapat
penekanan ditempatkan pada akhir kalimat. Kalimat yang bersifat kendur,
yaitu bila bagian kalimat yang mendapat penekanan ditempatkan pada awal
kalimat. Kalimat berimbang, yaitu kalimat yang mengandung dua bagian
kalimat atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau sederajat.
Berdasaran ketiga struktur kalimat di atas, diperoleh gaya bahasa
sebagai berikut.
1) Klimaks yang diturunkan dari kalimat yang bersifat periodik.
2) Antiklimaks yang dihasilkan dari kalimat yang berstruktur mengendur.
3) Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran
dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi
yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama.
4) Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat
yang dianggap penting untuk memberikan tekanan dalam sebuah
konteks yang sesuai. Repetisi dibagi lagi menjadi:
a. epizeuksis, repetisi yang bersifat langsung, artinya kata
yang penting diulang beberapa kali berturut-turut;
b. tautoles, repetisi atas sebuah kata yang berulang-ulang
dalam sebuah konstruksi;
c. anafora, adalah repetisi yang berwujud perulangan kata
pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya;
17
d. epistrofa, perulangan kata atau frasa pada akhir baris
atau kalimat berurutan;
e. simploke, repetisi pada awal dan akhir beberapa baris
atau kalimat berturut-turut;
f. mesodiplosis: repetisi di tengah-tengah baris atau
beberapa kalimat berurutan;
g. epanalepsi: perulangan yang berwujud kata terakhir dari
baris klausa atau kalimat, mengulang kata pertama; dan
h. anadiplosis: kata atau frasa terakhir dari suatu klausa
atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari suatu
klausa atau kalimat berikutnya (Keraf, 2004:124--128).
Dalam hal alat gaya bahasa berupa majas, Laksana (2010:7--8)
dalam bukunya Majas dalam Bahasa Pers: Analisis Tajuk Berita/Arikel
secara Stilistik dan Gramatikal menjelaskan perbedaan gaya bahasa dan
majas. Menurutnya gaya bahasa yang ditemukan dalam karangan Keraf
(1991) atau Tarigan (1990) merujuk pada pengertian majas itu sendiri.
Istilah majas pertama kali digunakan Moeliono (1989), yang muncul
kemudian jika dibandingkan dengan istilah gaya bahasa yang lebih dahulu
dipakai dalam pengajaran bahasa Indonesia; dan oleh Keraf (1981) dipakai
untuk menerjemahkan istilah trope dalam bahasa Inggris. Gaya bahasa
pada hakikatnya berbeda dari majas. Majas hanyalah salah satu alat gaya
bahasa, digunakan dalam prosa dan puisi dan mencirikan penulis secara
individual. Dalam hubungannya dengan alat pers majas masih dipandang
18
sebagai alat gaya bahasa. Majas termasuk dalam kajian retorika yang dalam
bentuk tertentu dapat bersifat puitis.
Majas menurut Moeliono (dalam Laksana, 2010:6) terbagi atas tiga
kategori. Ketiga kategori yang dimaksud adalah (1) majas perbandingan
yang terdiri atas perumpamaan, metafora, dan personisifikasi; (2) majas
pertentangan yang terdiri atas hiperbola, litotes, dan ironi; dan (3) majas
pertautan yang terdiri atas metonimia, sinekdoke, kilatan, dan eufemisme.
Majas perbandingan adalah alat gaya bahasa yang menggunakan
perbandingan benda, sifat atau keadaan. Perumpamaan adalah majas yang
membandingkan dua hal yang pada hakekatnya berlainan dan yang sengaja
kita anggap sama. Metafora adalah perbandingan yang bersifat tesirat dan
menyamakan suatu hal dengan hal lain. Personifikasi adalah majas
perbandingan yang menyamakan suatu hal dengan manusia, benda-benda
yang mati seolah-olah dapat berubah, bertindak, berpikir, dan beranganangan seperti manusia (Santoso, 1996: 138-139).
Majas
pertentangan
adalah
alat
gaya
bahasa
yang
mempertentangkan suatu hal dengan hal yang lain. Hiperbola adalah majas
pertentangan yang menyatakan sesuatu berlebih-lebihan dari kenyataan
yang sebenarnya. Litotes adalah majas pertentanan yang menyatakan suatu
keadaan dengan kata-kata yang berlawanan artinya dengan kenyataan yang
sebenarnya guna mernahkan diri. ironi majas pertentangan yang berisi
sindiran untuk menyatakan kebalikan dari kenyataan yang ada atau ketidak
sesuaian antara harapan dan kenyataan yang dihadapi (Santoso, 1996: 138146).
19
Majas pertautan adalah alat gaya bahasa yang mempertautkan suatu
hal dengan keadaan atau sifat manusia. Metonimia adalah majas pertautan
yang berupaya menggantikan nama objek atau gagasan dengan kata lain
yang bertautan dengan objek tersebut. Sinekdoke adalah majas pertautan
yang menunjukan suatu hal yang satu dipahami bersama dengan suatu hal
yang lain. Kilatan adalah majas pertauan yang mempergunakan ungkapan
secara tidak langsung merujuk kepada suatu objek, tokoh atau peristiwa
dalam sejarah, karya sastra, seni dan kebudayaan (Santoso 1996 138-143).
Eufemisme adalah majas yang berupa ungkapan yang lebih halus sebagai
pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan atau
yang tidak menyenangkan (Tarigan, 1986:238).
b. Semantik
Semantik adalah bidang linguistik yang mengkaji dan menganalisis
mengenai makna. Kridalaksana (2001:132) mengartikan makna (meaning,
linguistic meaning, sense) sebagai (1) maksud pembicara; (2) pengaruh
satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau
kelompok manusia; (3) hubungan, dalam arti kesepadanan atau
ketidaksepadanan antarbahasa dan alam di luar bahasa atau antara ujaran
dan semua hal yang ditunjuknya; dan (4) cara menggunakan lambanglambang bahasa.
Chaer (1994) dalam bukunya Pengantar Semantik
Bahasa Indonesia membagi beberapa jenis makna berdasarkan beberapa
kriteria dan sudut pandang, di antaranya makna leksikal dan gramatikal,
makna referensial dan nonreferensial, makna denotatif dan konotatif,
20
makna kata dan makna istilah, makna konseptual dan makna asosiatif,
makna idiomatik dan peribahasa, makna kias, serta makna lokusi, ilokusi,
dan perlokusi.
Dalam kajian tindak tutur (speech act) dikenal adanya makna, yaitu
makna lokusi, ilokusi, dan makna perlokusi. Ketiga makna ujaran tersebut
dapat muncul sekaligus pada sebuah ujaran dalam kajian tindak tutur
(Chaer, 1994:78). Kajian makna tindak tutur memberikan penekanan pada
maksud, pesan, atau tendensi penutur dalam ujaran atau dalam penelitian
ini bahasa iklan dalam sebuah iklan.
Makna lokusi adalah makna seperti yang dinyatakan dalam ujaran,
makna harfiah, atau makna apa adanya (Chaer, 1994:78) atau dengan kata
lain makna lokusi adalah makna sebenarnya atau makna secara leksikal.
Makna ilokusi adalah makna seperti yang dipahami oleh pendengar,
sedangkan makna perlokusi adalah makna seperti yang dinginkan penutur
(Chaer, 1994:78).
Berdasarkan pengertian tentang jenis makna tindak tutur di atas,
makna tindak tutur lokusi adalah makna yang sesuai dengan penelitian ini.
Penelitian ini di samping menganalisis gaya bahasa juga makna iklan
dipahami pendengar.
Searle (dalam Leech, 1983) membagi kategori tindak ilokusi
menjadi lima bentuk tuturan. Pertama, asertif yaitu keterikatan penutur
pada proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan, menyarankan,
membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan. Kedua,
direktif yaitu bentuk tuturan yang bertujuan menghasilkan suatu pengaruh
21
(efek) agar petutur melakukan suatu tindakan, misalnya memesan,
memerintah, memohon, menasihati, dan merekomendasi. Ketiga, komisif
yaitu bentuk tuturan di mana penutur terikat pada suatu tindakan pada masa
mendatang, misalnya menjanjikan, bersumpah, dan menawarkan. Keempat
ekspresif yaitu bentuk tuturan ini berkaitan dengan pengungkapan sikap
kejiwaan penutur terhadap suatu keadaan, misalnya mengungkapkan rasa
terima kasih, memberikan selamat, meminta maaf, menyalahkan, memuji,
dan bela sungkawa. Kelima, deklarasi yakni suatu bentuk tuturan yang
menghubungkan isi proposisi dengan realita, misalnya mengundurkan diri,
berpasrah,
memecat,
membaptis,
memberikan
nama,
mengangkat,
mengucilkan, dan menghukum (www.arminaperdana.blogspot.com).
1.7
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini meliputi semua iklan provider telepon seluler
yang berbahasa Indonesia pada surat kabar Kompas terbitan Agustus—Oktober
2011 berjumlah 45 buah iklan. Iklan provider telepon seluler yang berbahasa
Indonesia terlebih dahulu dikumpulkan dengan cara mengambil tiap-tiap terbitan.
Pengumpulan iklan provider telepon seluler yang berbahasa Indonesia tersebut
dikerjakan sejak Agustus s.d. Oktober 2011. Pemilihan terbitan Agustus,
September, dan Oktober karena iklan provider telepon seluler (yang dijadikan data
penelitian) lebih banyak ditemukan dalam terbitan tersebut. Setelah semua data
terkumpul lalu ditranskripsikan.
Surat kabar Kompas ditetapkan sebagai sumber data didasarkan pada
pertimbangan bahwa pemakaian bahasa Indonesia dalam Kompas itu agaknya
22
sudah memenuhi atau telah mendapat perhatian yang layak. Kompas telah dikenal
oleh masyarakat umum di Indonesia. Hal ini memungkinkan Kompas menjangkau
semua lapisan masyarakat dan segenap pelosok di Indonesia
Setelah penentuan populasi dilanjutkan dengan penentuan sampel. Sampel
merupakan bagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian (Subroto,
1992:32). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposif sampling. Hadi (1982:82) mengatakan bahwa purposif sampling
merupakan pemilihan sekelompok subjek yang didasarkan atas ciri-ciri atau sifatsifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri
atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Maksudnya sampel
yang diambil merupakan iklan yang terpilih dan dianggap dapat mewakili guna
menganalisis pemakaian gaya bahasa pada iklan khususnya iklan provider telepon
seluler yang berbahasa Indonesia. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 25 buah
atau 55,56% dari populasi.
1.8
Metode dan Teknik Penelitian
Djajasudarma (2006:1) mengatakan bahwa metode adalah cara kerja yang
teratur dan cara berpikir serta bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Teknik adalah cara melaksanakan
metode (Sudaryanto, 1993:9). Metode dan teknik dapat dibedakan menjadi tiga
tahapan, yaitu (1) metode dan teknik pengumpulan data; (2) metode dan teknik
analisis data; dan (3) metode dan teknik penyajian hasil analisis data.
23
1.8.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data adalah metode
simak. Metode simak dilakukan dengan menyimak penggunaan gaya bahasa dalam
bahasa iklan provider telepon seluler pada surat kabar Kompas. Metode simak
yang digunakan dalam penelitian ini dibantu dengan beberapa teknik lanjutan,
yakni teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik dokumentasi, dan teknik
catat.
Dalam teknik SLBC peneliti hanya sebagai pemerhati, dalam arti peneliti
tidak terlibat langsung untuk ikut menentukan pembentukan dan pemunculan calon
data
(Sudaryanto,
1993:4).
Teknik
dokumentasi
dilakukan
dengan
mendokumentasikan data menggunakan kamera sebagai bukti. Di samping teknik
dokumentasi juga digunakan teknik catat. Teknik catat dilakukan dengan cara
mencatat teks dalam iklan provider telepon seluler yang berbahasa Indonesia, baik
yang berupa kata, frasa, maupun kalimat yang disusun secara urut.
Dalam pelaksaan penelitian ini ini khususnya pada tahap pengumpulan data
peneliti mengumpulkan data iklan provider telepon seluler dalam surat kabar
Kompas dengan cara mendokumentasikannya dalam bentuk foto, hal ini dilakukan
karena sulitnya mendapatkan surat kabar Kompas terbitan Agustus—Oktober
2011. Surat kabar Kompas yang dijadikan sumber data penelitian ini bersumber
dari arsip Perpustakaan Umum Daerah di Kota Denpasar.
Setelah mendapatkan data berupa foto data iklan yang berjumlah 45 buah
peneliti menyimak semua data dan memilah-milah data yang ccok dijadikan data
penelitian. Selanjutnya peneliti memberi nomor data dan mencatat semua data dan
mengklasifikasikan data berdasarkan pembagian gaya bahasanya.
24
1.8.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasikan
data, mengelompokkan data, dan menganalisis data. Untuk menganalisis data ini
digunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif (Mahsun, 2005:230). Analisis
kualitatif adalah cara menganalisis dengan mendeskripsikan atau menyajikan data
dalam bentuk kata-kata daripada dalam bentuk angka-angka. Metode yang
digunakan dalam dalam analisis kualitatif adalah metode interpretasi atau
pemaknaan. Metode ini digunakan untuk menginterpretasikan gaya bahasa dan
makna yang terkadung dalam bahasa iklan provider telepon seluler.
Analisis kuantitatif adalah mencakupi setiap jenis penelitian berdasarkan
presentase, rata-rata, chikuadrat, dan perhitungan statistik lainnya atau dengan kata
lain penelitian kuantitatif melibatkan perhitungan atau angka atau kuantitas
(Djajasudarma, 2006:10). Analisis kuantitatif digunakan untuk menentukan gaya
bahasa yang dominan dalam bahasa iklan provider telepon seluler. Perhitungan
gaya bahasa yang paling dominan menggunakan perhitungan statistik sederhana.
𝑓
𝑁
𝑋 100 = 𝑑
Keterangan:
1.8.3
f
: jumlah bedanya
N
: jumlah data
d
: hasil beda
Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Metode yang digunakan untuk penyajian hasil analisis data adalah metode
formal dan metode informal. Metode formal adalah metode yang menggunakan
25
perumusan dengan tanda, angka, dan lambang-lambang. Metode informal adalah
metode dengan menggunakan kata-kata biasa atau dengan mendeskripsikan.
Selain itu, dalam pelaksanaan analisis dan penyajian dipakai juga
pendekatan deduktif dan induktif. Pendekatan induktif, yaitu mengemukakan halhal yang lebih khusus terlebih dahulu, kemudian mengarah ke hal-hal yang bersifat
umum. Sebaliknya, pendekatan deduktif, yaitu mengemukakan hal-hal yang
bersifat umum terlebih dahulu, baru ke hal-hal yang bersifat khusus (Sudaryanto,
1986:62).
Download