BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Manajemen Pemasaran Definisi menurut para ahli ekonomi pasar adalah kumpulan dari para penjual dan pembeli yang bertransaksi terhadap produk-produk tertentu atau kumpulan produk. (Kotler dan Keller, 2012: 30). Pemasaran menurut Kotler dan Armstrong (2008: 6) merupakan proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Definisi pemasaran yang lain menurut Cannon, et al (2008: 8) adalah suatu aktivitas yang bertujuan mencapai sasaran perusahaan, dilakukan dengan cara mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau klien serta mengarahkan aliran barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan dari produsen. Manajemen pemasaran merupakan seni dan ilmu dalam memilih target pasar dan mendapatkan, mempertahankan, dan mengembangkan pelanggan melalui penciptaan, pemberian, dan pengkomunikasian nilai lebih pelanggan. (Kotler dan Keller, 2012: 27). Terdapat lima konsep alternatif yang mendasari langkah-langkah organisasi dalam merancang manajemen pemasaran dan melaksanakan strategi pemasaran mereka antara lain (Kotler dan Armstrong, 2008: 11) : 10 1. Konsep Produksi (production concept) Konsep ini menyatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang tersedia dan harganya terjangkau, sehingga manajemen harus berfokus pada peningkatan efisiensi produksi dan distribusi. 2. Konsep Produk (product concept) Konsep ini menyatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang menawarkan kualitas, kinerja, dan fitur inovatif yang terbaik, sehingga strategi pemasaran akan berfokus pada perbaikan produk yang berkelanjutan. 3. Konsep Penjualan (selling concept) Konsep ini menyatakan bahwa konsumen tidak akan membeli produk perusahaan kecuali jika produk itu dijual dalam skala penjualan dan usaha promosi yang besar. 4. Konsep Pemasaran (marketing concept) Konsep ini menyatakan bahwa pencapaian tujuan organisasi tergantung pada pengetahuan akan kebutuhan dan keinginan target pasar dan memberikan kepuasan yang diinginkan dengan lebih baik daripada pesaing, sehingga manajemen pemasaran akan terfokus pada nilai pelanggan. 5. Konsep Pemasaran Berwawasan Sosial (societal marketing concept) Konsep ini menyatakan bahwa strategi pemasaran harus dapat memberikan nilai bagi pelanggan dalam cara yang mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat. 11 2.2 Definisi dan Peranan Perilaku Konsumen Terdapat beberapa definisi mengenai perilaku konsumen (Consumer Behaviour) dari para ahli. Dhammesta dan Handoko (2008: 10) mengemukakan perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut dimana terdapat dua elemen penting dalam definisi ini yaitu proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik yang semuanya melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, selain itu perilaku konsumen tidak hanya mempelajari apa (what) yang dibeli atau dikonsumsi, tetapi juga dimana (where), bagaimana kebiasaannya (how often) dan dalam kondisi seperti apa (under what conditions) barang-barang dan jasa-jasa dibeli. Pengertian lain dari perilaku konsumen yang dikemukakan Kotler dan Keller (2012: 173) menerangkan bahwa “Consumer Behaviour is the study of how individuals, groups and organizations select, buy, use and dispose of goods, services, ideas or experiences to satisfy their needs and wants.”, yang berarti perilaku konsumen merupakan suatu studi mengenai bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, memakai dan menghentikan pemakaian barang, jasa, ide dan pengalaman tersebut untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan merka. Dengan memahami definisi dan teori perilaku konsumen, pemasar diharapkan dapat memahami 12 konsumen, memperoleh pandangan menyeluruh tentang kehidupan seharihari mereka dan perubahan yang terjadi sepanjang hidup mereka sehingga produk yang tepat dapat dipasarkan ke pelanggan yang tepat dengan cara yang tepat pula. Sedikit berbeda dengan Kotler dan Keller, definisi perilaku konsumen menurut Hawkins, et al (2007: 6) adalah bahwa “Consumer Behaviour is the study of individuals, groups or organizations, and the process they use to select, secure, use and dispose of products, services, experiences or ideas to satisfy needs and the impact that these processes have on the consumer and society.”, yang berarti perilaku konsumen adalah sebuah studi mengenai individu, kelompok dan organisasi, dan proses yang mereka lakukan dalam memilih, mengamankan, menggunakan dan menghentikan pemakaian produk, jasa, pengalaman dan ide untuk memuaskan kebutuhan dan dampak dari proses tersebut terhadap konsumen dan masyarakat. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa studi perilaku konsumen mencakup bidang yang luas karena termasuk didalamnya mempelajari dampak dari proses dan aktivitas yang dilakukan konsumen ke konsumen lain maupun masyarakat. (Suryani, 2008: 6). Perilaku konsumen sangat berperan penting dalam pengambilan keputusan baik dari sisi konsumen maupun sisi pemasar. Dari sisi konsumen menurut Prasetijo dan Ihalauw (2005: 11), pengetahuan mengenai perilaku konsumen dapat meningkatkan kemampuan pribadi seseorang untuk menjadi konsumen yang lebih baik. Dengan tahu akan dirinya sendiri, 13 bagaimana motif, sikap maupun perilakunya serta faktor-faktor usaha pemasaran maupun lingkungan eksternal lain yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap perilakunya, individu sebagai konsumen akan lebih sadar dan bijaksana dalam pengambilan keputusan pembelian. (Suryani, 2008: 8). Dari sisi pemasar atau perusahaan menurut Prasetijo dan Ihalauw (2005: 17), pemahaman akan perilaku konsumen jelas sangat berperan penting antara lain : 1. Penyusunan strategi maupun bauran pemasaran. Agar dapat mengembangkan strategi pemasaran yang efektif dan kompetitif, pemasar perlu mengetahui konsumen mana yang membeli produknya, faktor-faktor apa yang menyebabkan mereka menyukai produk tersebut, kriteria apa yang dipakai dalam memutuskan membeli produk, bagaimana mereka memperoleh informasi mengenai produk dan lain sebagainya. 2. Melakukan segmentasi dan targeting. Segmentasi pasar yaitu membagi pasar menjadi kelompok-kelompok kecil dengan kebutuhan, karakteristik atau perilaku berbeda yang mungkin memerlukan produk atau bauran pemasaran tersendiri. (Kotler dan Armstrong, 2008: 225). Penelitian yang mendalam tentang konsumen bisa menghasilkan identifikasi konsumen sedemikian khususnya, sehingga konsumen dapat disegmentasikan secara individu 14 karena pada dasarnya tidak ada dua orang yang mempunyai kebutuhan, keinginan, nilai-nilai dan pilihan-pilihan yang sama. Targeting merupakan langkah memilih satu (atau lebih) segmen yang dapat dilayani dengan baik, sehingga semua usaha pemasaran dapat difokuskan pada segmen ini untuk keuntungan perusahaan. 3. Melakukan positioning. Dalam usaha membuat positioning produk yang tepat, pemasar tidak dapat mengabaikan perilaku konsumen terutama konsumen sasarannya. Pemasar yang kurang mampu memahami segmen sasarannya tidak akan bisa memberikan kepuasan kepada konsumennya, terlebih lagi ekspektasi konsumen yang saat ini semakin meningkat dan berkembang. 2.3 Model- model Perilaku Konsumen Banyak model perilaku konsumen yang dikembangkan dengan tujuan untuk lebih memahami mengenai hal-hal yang membentuk perilaku konsumen tersebut. Dhammesta dan Handoko (2008: 27) berpendapat bahwa model-model perilaku konsumen yang ada saat ini merupakan pengembangan atau variasi dari pola dasar seperti pada gambar 2.1 berikut ini : Faktor-faktor Lingkungan Individu Perilaku Sumber : Dhammesta dan Handoko (2008: 27) Gambar 2.1: Pola Dasar dari Teori Perilaku Konsumen 15 Pada gambar tersebut terlihat bahwa perilaku konsumen ditimbulkan oleh adanya beberapa interaksi antara faktor-faktor lingkungan disatu pihak, dan individu dilain pihak. Interaksi antara kedua faktor tersebut mengakibatkan adanya perilaku konsumen dalam pembelian. Model perilaku konsumen yang lain adalah model perilaku konsumen yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller (2012) yang dapat dilihat dari gambar 2.2 sebagai berikut : Psikologi konsumen Pemasaran dan rangsangan lain Pemasaran Rangsangan lain Produk Ekonomi Harga Teknologi Tempat Politik Komunikasi Budaya Motivasi Persepsi Pembelajaran Memori Karakteristik konsumen Budaya Sosial Pribadi Proses Keputusan Konsumen Pengenalan masalah Pencarian informasi Evaluasi alternatif Keputusan pembelian Perilaku pasca pembelian Respon pembeli Pilihan produk Pilihan merk Pilihan penyalur Waktu pembelian Jumlah pembelian Sumber : Kotler dan Keller (2012: 183) Gambar 2.2: Model Perilaku Pembeli Awal dari pemahaman mengenai perilaku konsumen dapat dilihat dari gambar 2.2 diatas. Rangsangan dari pemasar dan lingkungan akan memasuki kesadaran konsumen dan sekumpulan proses psikologis dengan karakteristik-karakteristik tertentu dari konsumen yang akan menghasilkan proses pengambilan keputusan dan keputusan pembelian. (Kotler dan Keller, 2012: 182). 16 2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Terdapat banyak studi mengenai apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli produk. Menurut Cannon, et al (2008: 183) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen antara lain : 1. Kebutuhan ekonomi (economic needs) Konsumen setidaknya pasti memiliki pendapatan untuk dapat melakukan pembelian akan tetapi tidak cukup untuk membeli segala sesuatu yang merka inginkan sehingga merka perlu membuat pilihanpilihan. Pandangan ini berasumsi bahwa salah satu yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah kebutuhan ekonomi (economic needs) dimana kebutuhan ini menyangkut pemanfaatan terbaik dari waktu dan uang seorang konsumen. Kebutuhan ekonomi ini meliputi : 2. Ekonomi pembelian atau penggunaan. Kemudahan. Efisiensi dalam operasi atau penggunaan. Keandalan dalam penggunaan. Peningkatan penghasilan. Faktor psikologis Faktor psikologis dalam diri seseorang juga merupakan salah satu faktor perilaku konsumen yang meliputi kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan (needs) merupakan kekuatan dasar yang memotivasi 17 seseorang untuk melakukan sesuatu dan keinginana (wants) adalah “kebutuhan” yang dipelajari selama hidup seseorang. 3. Faktor sosial Faktor sosial meliputi interaksi individu dengan keluarga, kelas sosial, dan kelompok-kelompok lainnya yang mungkin memiliki pengaruh. 4. Situasi pembelian Kebutuhan, manfaat yang dicari, sikap, motivasi, dan bagaimana seorang konsumen memilih profuk tertentu, semuanya beragam dan bergantung pada situasi pembelian. Situasi pembelian yang berbeda akan mempengaruhi perilaku pembelian pada seorang konsumen. Dhammesta dan Handoko (2008) menyimpulkan bahwa perilaku seorang konsumen dapat dipengaruhi oleh tiga variabel antara lain : 1. Faktor-faktor ekstern. Faktor-faktor ekstern yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen terdiri dari : a. Kebudayaan (culture) dan kebudayaan khusus (subculture) perilaku konsumen ditentukan oleh kebuadayaan yang tercermin pada cara hidup, kebiasaan dan tradisi dalam permintaan akan bermacam-macam barang dan jasa di pasar, sehingga perusahaan dituntut untuk dapat mengerti akan implikasi kebudayaan diamana perusahaan beroperasi. Hal ini penting karena perilaku atau tindakan konsumen itu ditata, dikendalikan dan dimantapkan pola- 18 polanya oleh berbagai sistem nilai dan norma budaya yang seolaholah berada di atasnya. Kebudayaan khusus maksudnya adalah kebudayaan yang khusus ada pada suatu golongan masyarakat yang berbeda dari kebudayaan golongan masyarakat lain maupun kebudayaan seluruh masyarakat mengenai beberapa bagian yang tidak pokok. b. Kelas sosial (social class) Kelas sosial dapat diartikan sama sebagai lapisan sosial. Ukuran dan kriteria yang biasanya dipakai untuk menggolongkan anggotaanggota masyarakat antara lain kekayaan, kekuasaan, kehormatan dan ilmu pengetahuan. Perilaku konsumen antara kelas sosial yang satu berbeda dengan yang lain karena hal ini menyangkut aspekaspek sikap yang berbeda-beda. Oleh karena itu pembagian kelas sosial dapat dijadikan sebagai variabel yang bebas untuk mensegmentasikan pasar dan meramalkan tanggapan konsumen terhadap kegiatan pemasaran perusahaan. c. Kelompok-kelompok sosial (social group) dan kelompok referensi (reference group) Yang dimaksud dengan kelompok-kelompok sosial adalah kesatuan sosial yang menjadi tempat individu-individu untuk berinteraksi satu salam lain karena adanya hubungan antara merka. Kelompok referensi merupakan kelompok sosial yang menjadi ukuran seseorang (bukan anggoa kelompok tersebut) untuk 19 membentuk kepribadian dan perilakunya. Kelompok ini dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembeliannya dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku, sehingga perusahaan pemasar dapat memanfaatkan kelompok ini untuk mempengaruhi konsumen yang lain. d. Keluarga Peranan setiap anggota keluarga dalam membeli berbeda-beda menurut macam barang yang dibeli. Perusahaan pemasar perlu mengetahui siapa sebenarnya anggota kelaurga yang bertindak sebagai pengambil inisiatif, penentu, pembeli atau siapa yang mempengaruhi suatu keputusan dalam membeli. 2. Faktor-faktor intern. Faktor-faktor intern dari dalam diri individu yang mempengaruhi perilaku konsumen antara lain : a. Motivasi Perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai dengan adanya motif. Perusahaan pemasar penting untuk mengetahui apa yang menjadi motif pembelian seseorang terhadap duatu produk atau ada penjual tertentu, karena hal ini akan dapat mempengaruhi program pemasaran perusahaan. b. Pengamatan Pengamatan merupakan suatu proses dimana konsumen menyadari dan menginterpretasikan aspek lingkungannya. Proses pengamatan 20 meliputi seluruh variabel-variabel pemasaran perusahaan, sehingga konsumen akan mempunyai persepsi mengenai produk, persepsi harga, persepsi periklanan, dan persepsi penjualan dari kegiatan pemasaran perusahaan. c. Belajar Proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen merupakan proses belajar. Proses ini terjadi apabila konsumen ingin menanggapi dan memperoleh suatu kepuasan atau sebaliknya, tidak terjadi apabila konsumen merasa dikecewakan oleh produk yang kurang baik. d. Kepribadian dan konsep diri. Kepribadian mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap, ciri-ciri sifat dan watak yang khas yang menentukan perbedaan perilaku dari tiap-tiap individu yang mempengaruhi perilaku pembelian dari individu tersebut. Konsep diri konsumen berkaitan dengan image merk, image penjual dan tujuan pengiklanan. Perusahaan pemasar harus dapat mengidentifikasi tujuan konsumen dalam suatu pembelian karena dapat mempengaruhi perilaku merka dan hal ini dapat dilakukan apabila perusahaan memahami konsep diri seseorang. e. Sikap Sikap seseorang merupakan predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku 21 orang tersebut. Sikap konsumen bisa merupakan sikap positif atau negatif terhadap produk-produk tertentu. Pendapat lain mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dan yang menjadi acuan dari skripsi ini yaitu menurut Kotler dan Keller (2012: 173) dimana mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen terbagi atas faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis. 2.4.1 Faktor Budaya 1. Budaya Budaya adalah kumpulan nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari keluarga dan institusi lainnya. (Kotler dan Armstrong, 2008: 159). Budaya merupakan determinan dasar dari keinginan dan perilaku seseorang, sehingga pemasar harus benar-benar memperhatikan nilai-nilai budaya di setiap negara untuk memahami cara terbaik memasarkan produk mereka dan mencari peluang untuk produk terbaru. (Kotler dan Keller, 2012: 176). Setiap kelompok atau masyarakat mempunyai budaya, dan pengaruh budaya pada perilaku pembelian bisa sangat bervariasi. Kegagalan menyesuaikan diri dengan perbedaan ini dapat menghasilkan pemasaran yang tidak efektif. (Kotler dan Armstrong, 2008: 159). Perusahaan pemasar dapat mempelajari kebudayaan masyarakat melalui interaksi baik secara fisik maupun elektronik seperti televisi, radio dan 22 lain-lain yang disebut dengan akulturasi. Proses ini penting bagi perusahaan pemasar apabila ingin memasarkan produknya kepada masyarakat dengan budaya yang berbeda. (Prasetijo dan Ihalauw, 2005: 186). Untuk meneliti budaya, Schiffman dan Kanuk (2007: 367) menggunakan tiga teknik penelitian antara lain : a. Analisis isi Teknik ini mengfokuskan kepada isi komunikasi verbal, tertulis dan bergambar. Analisis ini dapat digunakan sebagai alat yang relatif objektif untuk menentukan perubahan-perubahan sosial dan budaya apa yang telah terjadi dalam suatu masyarakat tertentu. Bagi para pemasar, analisis ini berguna untuk membandingkan berbagai pernyataan iklan para pesaing dalam suatu bidang usaha tertentu, maupun untuk mengevaluasi sifat pernyataan iklan yang ditargetkan untuk para audiens tertentu. b. Penelitian lapangan mengenai konsumen. Karakteristik yang khas dari observasi lapangan antara lain berlangsung dalam lingkungan yang wajar, kadang-kadang dilakukan tanpa disadari subjek dan fokus pada pengamatan perilaku. Selain itu, wawancara yang mendalam juga sering digunakan oleh pemasar untuk memperoleh wawasan awal mengenai perubahan sosial dan budaya yang terjadi. 23 c. Instrumen survei pengukuran nilai. Teknik ini menggunakan instrumen yaitu kuisioner guna menanyakan kepada subjek bagaimana perasaan merka terhadap berbagai konsep pribadi dan sosial yang pokok seperti kemerdekaan, kenyamanan, dan keamanan. 2. Subbudaya Menurut Kotler dan Keller (2012: 175) setiap budaya memiliki beberapa subbudaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk anggota merka. Subbudaya meliputi kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis. Apabila subbudaya tumbuh lebih besar dan cukup berpengaruh, perusahaan seringkali merancang program pemasaran khusus untuk melayani merka. Terdapat beberapa subbudaya yang dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk (2007: 382) antara lain kebangsaan, agama, lokasi geografis, ras, usia, gender dan status pekerjaan. 3. Kelas Sosial Hampir seluruh kelompok manusia mengalami social stratification atau stratifikasi sosial yang berbentuk kelas sosial, yaitu divisi yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat yang tersusun secara hierarki dan mempunyai anggota yang berbagi nilai, minat dan perilaku yang sama. Kelas sosial mempunyai beberapa karakteristik antara lain (Kotler dan Keller, 2009: 168) : 24 Orang-orang yang berada dalam masing-masing kelas cenderung mempunyai kemiripan dalam cara berpakaian, pola bicara dan preferensi rekreasional dibandingkan orang dari kelas sosial yang berbeda. Orang dianggap menduduki posisi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Kelompok variabel seperti pekerjaan, penghasilan, kekayaan, pendidikan dan lain-lain, mengindikasikan kelas sosial alih-alih variabel tunggal. Kelas sosial seseorang dalam tangga kelas sosial dapat bergerak naik atau turun sepanjang hidup mereka yang bergantung pada seberapa kaku stratifikasi sosial tersebut. Suryani (2008) menyatakan bahwa terdapat tiga pendekatan untuk mengukur kelas sosial, antara lain : a. Pengukuran subjektif Pada metode pengukuran ini, pemasar cukup bertanya kepada konsumen tentang kelas sosialnya. Dengan pendekatan ini subjektivitas relatif tinggi karena konsumen sendirilah yang menempatkan dirinya sendiri termasuk dalam kelompok sosial mana berdasarkan kriterianya sendiri. Untuk mengatasi kelemahan metode ini, apabila metode yang digunakan adalah wawancara, peneliti dapat menanyakan lebih jauh alasan dan kriteria yang digunakan sehingga konsumen menjadi lebih objektif. 25 b. Pengukuran reputasional Metode ini mengukur kelas sosial seseorang dengan menanyakan kepada orang lain yang mengenal tentang lingkungan sosial yang terkait dengan konsumen yang akan diukur. c. Pengukuran objektif Metode ini dipandang sebagai metode yang paling dapat dipercaya. Metode ini menggunakan beberapa indikator untuk mengukur kelas sosial antara lain pekerjaan, tingkat pendidikan dan pendapatan. 2.4.2 Faktor Sosial Kelompok Referensi Kelompok referensi seseorang adalah semua kelompok yang mempunyai pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung disebut kelompok keanggotaan (membership group). Beberapa dari kelompok ini adalah kelompok primer (primary group) dimana seseorang berinteraksi apa adanya secara terus menerus dan tidak resmi seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja. Selain itu masyarakat juga menjadi kelompok sekunder (secondary group) seperti agama, profesional dan kelompok persatuan dagang, dimana cenderung lebih formal dan membutuhkan lebih sedikit interaksi berkelanjutan. Kelompok referensi dapat mempengaruhi anggota setidaknya dengan tiga cara yaitu memperkenalkan perilaku dan gaya hidup baru, 26 mempengaruhi sikap dan konsep diri dan menciptakan tekanan kenyamanan yang dapat mempengaruhi pilihan produk dan merk. Jika pengaruh kelompok referensi kuat, maka pemasar harus mencari cara untuk dapat mempengaruhi pemimpin opini kelompok, yaitu orang yang menawarkan nasihat atau informasi informal mengenai produk. (Kotler dan Keller, 2012: 175). Pengaruh kelompok referensi (kelompok acuan) dapat berubah seiring dengan perkembangan produk dalam siklus hidup produknya. Ketika suatu produk diperkenalkan pertama kali (introduction), keputusan untuk membeli sangat dipengaruhi oleh pihak lain tetapi tidak dengan pilihan merk. Pada tahap pertumbuhan (growth), pengaruh kelompok referensi (kelompok acuan) bersifat kuat untuk pilihan produk dan merk. Pada tahap kedewasaan (maturity), hanya pilihan merk saja yang sangat dipengaruhi oleh pihak lain. Pada tahap penurunan (decline), pengaruh kelompok bersifat lemah baik terhadap pilihan produk maupun merk. (Abdullah dan Tantri, 2012: 116). Faktor yang menentukan kekuatan pengaruh kelompok referensi pada perilaku seseorang tergantung pada sifat individu dan produk serta faktor-faktor sosial tertentu. Beberapa faktor tersebut antara lain (Schiffman dan Kanuk, 2007: 293) : a. Informasi dan pengalaman mengenai produk. Individu yang mempunyai pengalaman langsung dengan suatu produk atau dapat memperoleh informasi lengkap mengenai produk 27 dengan mudah, kecil kemungkinan bisa dipengaruhi oleh nasihat atau referensi orang lain. Begitu juga sebaliknya, individu yang sedikit atau sama sekali tidak mempunyai pengalaman dengan produk dan tidak mengharapkan memperoleh informasi yang objektif mengenai produk, lebih memungkinkan untuk dipengaruhi dan mencari-cari nasihat atau referensi dari orang lain. b. Kredibilitas, daya tarik, dan kekuatan kelompok referensi. Kelompok referensi yang dirasakan kredibel, menarik atau berkuasa dapat menimbulkan perubahan sikap dan perilaku konsumen. Berbagai kelompok referensi yang berbeda mungkin mempengaruhi kepercayaan, sikap dan perilaku seseorang pada waktu atau keadaan yang berbeda. c. Sifat produk yang menonjol. Pengaruh potensial yang dimiliki oleh suatu kelompok referensi terhadap keputusan untuk membeli berbeda-beda menurut seberapa menonjolnya produk tersebut secara visual dan verbal. Keluarga Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting berpengaruh. Kotler dan Keller (2012: 176) membagi keluarga dalam kehidupan pembeli menjadi dua, yang pertama yaitu keluarga orientasi (family of orientation) yang terdiri dari orangtua dan saudara. Menurut Boyd, Walker dan Larrache, pengaruh dari anggota-anggota keluarga pada pengambilan keputusan keluarga sangat bervariasi antar 28 negara. Pada umumnya semakin tradisional masyarakatnya maka semakin besar kekuasaan kaum pria. Sedangkan di negara-negara yang memperhatikan kesetaraan, keputusan lebih cenderung dibuat oleh suami istri secara bersama-sama. Yang kedua adalah keluarga prokreasi (family of procreation) yang memberikan pengaruh langsung terhadap perilaku pembelian setiap hari yaitu pasangan dan anak-anak. Keterlibatan suami istri dalam kategori produk dan tahap proses pembelian sangat beragam, akan tetapi perang ini berubah-ubah sesuai dengan gaya hidup konsumen. (Kotler dan Armstrong, 2008: 165). Beberapa perang penting keluarga dalam mempengaruhi perilaku konsumen (Suryani, 2008: 238) antara lain : a. Memenuhi kesejahteraan secara ekonomi. Keluarga berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi orang-orang didalamnya. Pembagian kerja antara suami sebagai kepalan keluarga dengan istri yang biasanya bertanggung jawab pada urusan domestik (rumah tangga) ditujukan agar kebutuhan anggota keluarga dapat terpenuhi. b. Memberikan dukungan emosional. Kebutuhan akan diperhatikan dan mendapatkan perhatian, melindungi, memberi dan mendapatkan rasa aman dan nyaman, dopenuhi melalui interaksi antar anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kebutuhan emosional ini akan banyak mempengaruhi aktivitas dan perilaku belanja anggota keluarga. 29 c. Membentuk gaya hidup. Proses sosialisasi dan interaksi yang dilakukan memberikan pengaruh terhadap gaya hidup anggota keluarga. d. Sosialisasi Salah satu fungsi keluarga adalah mensosialisasikan nilai-nilai dan perilaku yang dianggap baik/ buruk kepada anak-anak. Sosialisasi dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan mengajarkan anakanak untuk belajar dari apa yang disampaikan oleh orangtua, dan juga dapat diajarkan secara tidak langsung yaitu melalui perilaku yang dilakukan oleh orangtua dan anggota keluarga yang lain. Kaitannya dengan perilaku konsumen adalah pada hakekatnya sosialisasi merupakan proses yang mana anak-anak menguasai keterampilan, pengetahuan dan sikap yang diperlukan agar dapat melakukan fungsinya sebagai konsumen. Peran dan Status Setiap orang berperan dan berpartisipasi dalam banyak kelompok seperti keluarga, klub atau organisasi. Kelompok seringkali menjadi sumber informasi yang penting dalam membantu mendefinisikan norma perilaku. Kita dapat mendefinisikan posisi seseorang dalam tiap kelompok melalui peran dan status. Peran (role) terdiri dari kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat dilakukan oleh seseorang. Setiap peran-peran tersebut membawa status yang mencerminkan nilai umum yang diberikan kepadanya oleh masyarakat. 30 (Kotler dan Keller, 2012: 176). Setiap orang akan memilih produk atau jasa yang dapat mengkomunikasikan peran dan status merka dalam masyarakat. (Abdullah dan Tantri, 2012: 117). 2.4.3 Faktor Pribadi 1. Usia dan Siklus Hidup Selera dalam pemilihan makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi sering berhubungan dengan usia. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga dan jumlahnya, usia, serta jenis kelamin orang dalam rumah tangga pada satu waktu tertentu. Selain itu siklus psikologis juga menetukan. Orang dewasa mengalami “perjalanan” atau “transformasi” tertentu sepanjang hidupnya, tetapi perilaku yang diperlihatkan seseorang ketika melalui perjalanan ini tidak selalu tetap dan berubahubah sepanjang waktu. (Kotler dan Keller, 2012: 177). Pemasar juga harus memperhitungkan kejadian atau transisi hidup yang penting seperti pernikahan, kelahiran dan lain-lain yang akan memunculkan kebutuhan baru. (Kotler dan Keller, 2012: 178). 2. Pekerjaan Pekerjaan sangat mempengaruhi pola konsumsi. Pekerja kantoran akan membeli baju kerja, sepatu kerja dan kotak makan. Direktur perusahaan cenderung akan membeli jas, perjalanan udara, dan keanggotaan club. Pemasar berusaha untuk mengidentifikasikan kelompok pekerjaan yang mempunyai minat diatas rata-rata terhdapa 31 produk dan jasa merka, bahkan menyediakan produk khusus untuk kelompok pekerjaan tertentu. (Kotler dan Keller, 2012: 178). 3. Situasi Ekonomi Situasi ekonomi seperti penghasilan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan aset, utang, kekuatan pinjaman dan sikap terhadap pengeluaran dan tabungan akan sangat mempengaruhi pilihan produk. (Kotler dan Keller, 2012: 178). Pemasar barang-barang yang sensitif terhadap pendapatan mengamati gejala pendapatan pribadi, tabungan dan suku bunga. Jika indikator ekonomi menunjukkan resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancangulang, mereposisi, dan menetapkan harga kembali untuk produk merka secara seksama. (Kotler dan Armstrong, 2008: 170). 4. Gaya Hidup (lifestyle) Kotler dan Keller (2012: 179) mengungkapkan bahwa gaya hidup (lifestyle) adalah pola hidup seseorang di dunia yang tercermin dari kegiatan, minat dan pendapat. Orang-orang dari subbudaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup memotret interaksi seseorang secara utuh dengan lingkungannya. Beberapa gaya hidup terbentuk oleh keterbatasan uang atau keterbatasan waktu konsumen. Konsumen yang mengalami keterbatasan waktu cenderung multitugas (multitasking), yaitu melakukan dua atau lebih pekerjaan pada waktu yang sama. Perusahaan yang bertujuan untuk melayani konsumen jenis ini akan menciptakan 32 produk dan jasa yang nyaman bagi kelompok konsumen. Contoh lain adalah perusahaan akan meniptakan produk atau jasa yang murah untuk melayani konsumen dengan keterbatasan dalam uang. Perusahaan-perusahaan riset telah mengembangkan klasifikasi gaya hidup dari seseorang. Klasifikasi yang paling banyak digunakan adalah tipologi VALStm dari SRI Consulting Business Intelligence yang menggolongkan orang berdasarkan karakteristik psikologi dan empat kondisi demografi yang berhubungan dengan perilaku pembelian seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini : Penemu (innovators) Motivasi Utama Idealisme Pemikir (Thinkers) Penganut (Believers) Sumber daya tinggi Inovasi tinggi Pencapaian Pencapai (Achievers) Ekspresi diri Orang yang mengalami (Experiencers) Pekerja keras (Strivers) Bertahan Hidup (survivors) Pembuat (Makers) Sumber daya rendah Inovasi rendah Sumber : Kotler dan Armstrong (2008: 171) Gambar 2.3 : Klasifikasi gaya hidup VALStm 33 VALS membagi konsumen menjadi delapan kelompok berdasarkan dua dimensi utama yaitu motivasi utama dan sumber daya. Motivasi utama meliputi idealisme, pencapaian, dan ekspresi diri. Menurut SRI-BI, konsumen yang sangat termotivasi oleh idealisme dituntun oleh pengetahuan dan prinsip, konsumen yang sangat termotivasi oleh mendemonstrasikan pencapaian mencari keberhasilan produk merka, dan dan jasa yang konsumen yang termotivasi oleh ekspresi diri menginginkan aktvitas sosial atau fisik, variasi, dan resiko. Dimensi berikutnya yaitu berdasarkan sumber daya yang dibagi menjadi konsumen dengan sumber daya tinggi dan konsumen dengan sumber daya rendah yang hal ini bergantung pada tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan, kepercayaan diri, energi, dan faktor-faktor lainnya. Konsumen dengan tingkat sumber daya yang sangat tinggi (penemu/ innovators) atau sangat rendah (bertahan hidup/ survivors) diklasifikasikan tanpa memperhatikan motivasi utama merka. Penemu merupakan orang-orang dengan sumber daya yang sangat banyak sehingga merka mampu memperlihatkan ketiga motivasi utama dalam tingkat yang beragam. Sebaliknya, orang yang bertahan hidup adalah orang-orang dengan sumber daya yang sangat sedikit sehingga merka tidak memperlihatkan motivasi utama yang kuat karena merka harus memusatkan perhatian untuk pemenuhan kebutuhan daripada keinginan. (Kotler dan Armstrong, 2008: 170). Pemikir (thinkers) merupakan kelompok orang-orang yang dewasa, merasa puas, memiliki 34 informasi,, dan berpendidikan. Mereka merupakan konsumen konservatif dan praktis yang menginginkan nilai, daya tahan, dan kemanfaatan dalam produk yang merka beli. Penganut (believers) merupakan orang-orang yang konservatif dan konvensional dengan kepercayaan yang konkret berdasarkan nilai-nilai tradisional seperti keluarga, komunitas dan negara. Kelompok ini merupakan konsumen yang dapat diduga dan menyukai produk-produk yang sudah mapan. Pencapai (achievers) adalah orang-orang yang sukses dan berorientasi kerja dan berusaha mengendalikan hidupnya. Mereka menilai struktur, prediktabilitas dan stabilitas, dan menyukai produk yang sudah mapan. Pekerja keras (strivers) merupakan orang-orang yang mencari informasi, definisi diri, dan pengakuan dari dunia disekitar merka. Konsumen ini sangat memperhatikan opini dan pengakuan dari orang lain, bersifat impulsif dan mudah bosan. Kelompok orang yang mengalami (experiencers) adalah orang-orang yang antusias, impulsif, dan suka memberontak yang menginginkan variasi dan kegembiraan. Tipe konsumen ini menyukai latihan fisik, olahraga serta kegiatan sosial dan merupakan konsumen antusias terutama terhadap pakaian, musik, film biokop, dan makanan cepat saji. Pembuat (makers) merupakan orang-orang yang praktis dan mandiri dengan keahlian konstruktif. Kelompok konsumen ini tinggal dalam lingkungan keluarga yanga tradisional, pekerjaan praktis dan rekreasi fisik dan 35 cenderung tidak begitu berminat pada hal-hal lain. (Boyd, Walker, Larreche, 2000: 140). 5. Kepribadian dan Konsep Diri Kepribadian (personality) adalah sekumpulan sifat psikologis manusia yang menyebabkan respon yang relatif konsisten dan tahan lama terhadap rangsangan lingkungan (termasuk perilaku pembelian). Setiap orang mempunyai karakteristik pribadi yang mempengaruhi perilaku pembeliannya. ((Kotler dan Keller, 2012: 178). Dhammesta dan Handoko (2008: 89) menyimpulkan terdapat tiga unsur dalam kepribadian individu yaitu : a. Pengetahuan Yaitu unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Hal ini akan menimbulkan suatu gambaran, pengamatan (persepsi), konsep dan fantasi terhadap segala hal yang diterima dari lingkungan melalui panca indra. b. Perasaan Merupakan suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengaruh pengetahuannya dinilai sebagai keadaan positif atau negatif. c. Dorongan naluri Yaitu kemajuan yang sudah merupakan maluri ada tiap individu yang sering disebut “drive” seperti dorongan unutk 36 mempertahankan hidup, dorongan seks, dorongan untuk mencari makan, dan lain-lain. Pemahaman terhadap kepribadian akan sangat membantu pemasar dalam memahami perilaku konsumen dan kegiatan pemasarannya. Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), ciri-ciri kepribadian akan membedakan antara konsumen yang inovatif dan yang tidak termasuk ciri kepribadian yang dogmatis. Orang-orang dengan dogmatisme tinggi akan sulit untuk menerima hal-hal yang baru karena keyakinan orang ini terhadap sesuatu yang sudah diketahuinya sangat kuat. Untuk mempengaruhinya, pemasar harus menggunakan figur yang berkuasa seperti selebriti dan tokoh-tokoh masyarakat yang dikagumi. Lain halnya untuk orang-orang dengan dogmatisme rendah yang lebih bisa menerima sesuatu yang baru. Merka lebih bisa dipengaruhi dengan informasi produk yang menekankan pada perbedaan dengan produk lain secara faktual dan juga informasi tentang kegunaan produk. Kepribadian juga dapat dijadikan alat untuk menganalisa perilaku konsumen untuk merk. Idenya adalah bahwa merk juga memiliki kepribadian dan konsumen mungkin akan memilih merk yang kepribadiannya sesuai dengan merka, hal ini kemudian didefinisikan sebagai kepribadian merk (brand personality) yang merupakan bauran tertentu dari sifat manusia yang dapat kita kaitkan pada merk tertentu. Seorang periset mengidentifikasi lima kepribadian merk antara lain 37 ketulusan/ sincerity (membumi, jujur, sehat, dan ceria), kegembiraan/ excitement (berani, bersemangat, imajinatif, dan modern), kompetensi/ competence (dapat diandalkan, cerdik, dan sukses), kesempurnaan/ sophisticated (kelas atas dan menarik), ketahanan/ ruggedness (petualang dan tangguh). (Kotler dan Keller, 2012: 179). Konsumen sering memilih dan menggunakan merk yang mempunyai kepribadian merk yang konsisten dengan konsep diri merka sendiri (cara kita memandang diri sendiri), meskipun penyesuaian itu mungkin berdasarkan konsep diri ideal konsumen (cara kita memandang diri sendiri) atau konsep diri orang lain (cara pandangan orang lain terhadap kita). Pengaruh ini lebih nyata bagi produk yang dikonsumsi secara publik dibandingkan barang yang dikonsumsi secara pribadi. (Kotler dan Keller, 2012 179). 2.4.4 Faktor Psikologis 1. Motivasi Motif atau dorongan adalah kebutuhan dengan tekanan kuat yang mendorong seseorang untuk mencari kepuasan atas kebutuhan tersebut. (Kotler dan Armstrong, 2008: 172). Setiap individu mempunyai banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Salah satunya bersifat biogenik, yaitu kebutuhan itu timbul dari keadaan tekanan biologis seperti lapar, haus, atau rasa nyaman. Kebutuhan lain bersifat psikogenik yaitu kebutuhan yang timbul dari tekanan psikologis seperti 38 kebutuhan akan pengakuan, penghargaan atau rasa memiliki. Kebutuhan menjadi motif (motive) ketika kebutuhan itu meningkat sampai ke tingkat yang cukup sehingga mendorong kita untuk bertindak. (Kotler dan Keller, 2012). Beberapa teori motivasi yang terkenal antara lain : a. Teori Freud Sigmund Freud mengasumsikan bahwa kekuatan psikologis yang membentuk perilaku seseorang sebagian besar adalah ketidak sadaran, dan bahwa seseorang tidk dapat memahami secara penuh motivasinya sendiri. Satu teknik yang disebut teknik tangga (laddering) memungkinkan kita untuk melacak motivasi dari seseorang dari motivasi instrumental yang dinyatakan sampai motivasi yang lebih terminal, kemudian pemasar dapat memutuskan pada tingkat apa merka akan mengembangkan pesan dan daya tarik. (Kotler dan Keller, 2012: 182). b. Teori Maslow Abraham Maslow menjelaskan bahwa kebutuhan manusia diatur dalam hierarki dari yang paling mendesak sampai yang paling tidak mendesak antara lain kebutuhan psikologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri seperti yang terlihat pada gambar 2.4 berikut : 39 Kebutuhan Aktualisasi Diri (pengembangan dan realisasi diri) 5 4 Kebutuhan Penghargaan Diri (penghargaan diri, pengakuan,status) 3 Kebutuhan Sosial (rasa memiliki, cinta) 2 Kebutuhan Keamanan (keamanan, perlindungan) 1 Kebutuhan Fisiologis (makanan, air, tempat berlindung) Sumber : Kotler dan Keller (2012: 183) Gambar 2.4 : Hierarki Kebutuhan Maslow Seseorang akan berusaha memuaskan kebutuhan yang paling mendesak terlebih dahulu, baru setelah kebutuhan tersebut tercapai maka ia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan mendesak berikutnya. (Kotler dan Keller, 2012: 183). c. Teori Herzberg Frederick Herzberg mengembangkan teori dua faktor yang membedakan ketidakpuasan/ dissatisfier (faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan) dari kepuasan/ satisfier (faktor yang menyebabkan kepuasan). Ketiadaan dissatisfier tidak cukup untuk memotivasi pembelian, harus ada satisfier. Teori ini memiliki dua implikasi, yang pertama adalah penjual seharusnya melakukan yang terbaik untuk menghindari ketidakpuasan meskipun hal ini tidak akan menjual produk. Yang kedua adalah penjual harus mengidentifikasi setiap kepuasan atau motivator utama pembelian 40 di pasar dan kemudian memasok mereka. (Kotler dan Keller, 2012: 183). Perusahaan pemasaran perlu untuk mengetahui dan memahami mengenai apa-apa saja yang menjadi motif pembelian oleh konsumen. Hal ini dapat dilakukan melalui riset-riset dan analisa-analisa untuk mengetahui dan mengukur motif konsumen. riset motivasi mengacu pada riset kualitatif yang dirancang untuk mencari motif tersembunyi dibawah kesadaran konsumen karena konsumen seringkali tidak tahu atau tidak dapat menjelaskan mengapa merka bertindak seperti yang merka lakukan. (Kotler dan Armstrong, 2008). Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan dalam riset motivasi, antara lain (Suryani, 2008: 47) : a. Wawancara secara mendalam. Metode ini sangat populer dipakai terutama ketika pemasar ingin mengetahui secara lebih dalam tentang manfaat yang diinginkan konsumen, dan apa yang menurut konsumen penting sehingga terdorong untuk membeli produk tertentu. (Suryani, 2008). Teknik ini dapat dilakukan dengan mengadakan wawancara panjang lebar dan bebas dengan responden. Dalam hal ini, pewawancara lebih bersifat pasif dan hanya mendengarkan serta mencatat semua pembicaraan responden. 41 b. Teknik proyektif Dalam metode ini konsumen ditanya tentang reaksi dan pendapat orang lain seandainya mendorongnya, apa dalam yang situasi tertentu, memotivasinya dan apa yang bagaimana pendapatnya. c. Metode kuesioner Metode ini seringkali digunakan sebagai pelengkap metode wawancara. Kuesioner digunakan untuk memandu dalam memberikan pertanyaan-pertanyaan pada saat wawancara. Metode kuesioner dapat digunakan dengan asumsi: d. Responden merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya. Pernyataan responden adalah benar dan dapat dipercaya. Interpretasi responden sama dengan penanya. Metode kelompok fokus. Anggota kelompok fokus dipilih berdasarkan pertimbanganpertimbangan strategikdan merupakan konsumen yang dapat merepresentasikan konsumen secara umum. Keberhasilan dari metode ini akan sangat bergantung dari kemampuan pemimpin diskusi untuk menciptakan suasana yang rileks yang membuat konsumen dapat terbuka dan juga bergantung pada kemampuannya untuk memberikan pertanyaan yang relevan dan mengarahkan diskusi yang berlangsung. 42 2. Persepsi Persepsi (perception) adalah proses dimana kita memilih, mengatur, dan menerjemahkan masukan informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang berarti. Poin utamanya adalah bahwa persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga pada hubungan rangsangan terhadap bidang yang mengelilinginya dan kondisi dalam setiap diri kita. Orang yang termotivasi siap bertindak, bagaimana ia bertindak dipengaruhi oleh pandangannya tentang situasi. Dalam pemasaran, persepsi lebih penting dari realitas, karena persepsi mempengaruhi perilaku aktual konsumen. (Kotler dan Keller, 2012: 183). Seseorang dapat membentuk persepsi yang berbeda dari rangsangan yang sama karena tiga proses perseptual (Kotler dan Armstrong, 2008: 174) antara lain : a. Atensi selektif Merupakan kecenderungan seseorang untuk menyaring sebagian besar informasi yang merka dapatkan, yang berarti pemasar harus bekerja keras untuk menarik atensi konsumen. b. Distorsi selektif Menggambarkan kecenderungan seseorang untuk menerjemahkan informasi kedalam cara yang akan mendukung apa yang telah mereka percayai. Distorsi selektif dapat bekerja untuk keunggulan pemasar yang memiliki merk kuat ketika konsumen mendistorsi 43 informasi merk netral atau tidak jelas untuk membuatnya lebih positif. (Kotler dan Keller, 2012: 184). c. Retensi selektif Keadaan dimana seseorang cenderung mempertahankan informasi yang mendukung sikap dan kepercayaan mereka. Mullins, et al (2008) mengungkapkan bahwa terdapat dua faktor yang mengarahkan proses persepsi konsumen dan membantu menjelaskan mengapa konsumen yang berbeda memandang informasi produk dengan berbeda. Faktor yang pertama yaitu selektivitas (selectivity) yang berarti bahwa meskipun lingkungan dipenuhi oleh informasi produk, konsumen hanya mengambil dan memilih beberapa bagian dari informasi dan mengabaikan yang lainnya. Untuk pembelian dengan keterlibatan tinggi, konsumen memberi perhatian tertentu terhadap informasi yang berhubungan dengan kebutuhan yang ingin mereka puaskan dan mempertimbangkan untuk membeli merk-merk tertentu. Kewaspadaan persepsi (perceptual vigilance) ini membantu menjamin konsumen mendapatkan informasi yang mereka butuhkan untuk membuat pilihan yang baik. Untuk produk dengan keterlibatan rendah, konsumen cenderung untuk secara selektif mengabaikan informasi-informasi agar tidak menyianyiakan waktu. Faktor yang kedua adalah organisasi yang secara sederhana berarti bahwa konsumen mengelompokkan informasi-informasi kedalam berbagai kategori yang memungkinkan mereka untuk menguasai, mengingat, dan 44 menggunakannya dengan lebih baik dalam membuat keputusan berikutnya. Pemahaman mengenai persepsi dapat diaplikasikan dalam pemasaran. Beberapa aplikasi persepsi dalam pemasaran tersebut (Suryani, 2008: 111 ) antara lain: a. Citra perusahaan, citra produk dan citra merk. Citra perusahaan mempunyai peran penting dalam mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. Ketika konsumen tidak mempunyai informasi yang lengkap mengenai produk dan merk, maka konsumen akan menggunakan citra perusahaan sebagai dasar untuk memilih produk. Citra merk merepresentasikan keseluruhan persepsi konsumen terhadap merk yang terbentuk oleh informasi dan pengalaman konsumen terhadap suatu merk. Konsumen yang mempunyai citra positif terhadap merk tertentu cenderung memilih merk tersebut dalam pembelian. b. Persepsi terhadap resiko. Ketika melakukan pembelian, konsumen akan mempertimbangkan resiko yang akan terjadi. Resiko yang dipersepsikan ini akan didasarkan pada banyak pertimbangan yang bersumber dari informasi dan pengalaman terkait. Resiko yang dipersepsikan (perceived risk) merupakan ketidakpastian yang dihadapi konsumen ketika mereka tidak mampu melihat kemungkinan yang 45 akan terjadi dari keputusan pembelian yang dilakukan. Bebrapa jenis resiko yang dipertimbangkan menurut Jacoby dan Kapalan, Sengupta (1997) dan Aydin, S (2005) antara lain : Resiko keuangan, yaitu resiko berupa kerugian dari aspek keuangan yang akan dialami konsumen. Resiko kinerja, yaitu resiko produk tidak akan memberikan kinerja seperti yang diharapkan. Resiko psikologis, yaitu berupa ketidaknyaman,, citra diri yang buruk, dan harga diri menjadi rendah. Resiko fisiologis, merupakan resiko akibat pembelian produk yang berupa terganggunya fisik konsumen. Resiko sosial, yaitu berupa kurang diterimanya konsumen di lingkungan masyarakatnya. Resiko waktu, berupa hilangnya waktu konsumen akibat pembelian produk. Menurut Prasetijo dan Ihalauw (2005: 83), persepsi mengenai resiko hanya bisa diperkecil dan tidak bisa dihilangkan. Apabila seorang konsumen memiliki motivasi yang cukup tinggi untuk mendapatkan produk, untuk menghilangkan ketegangan yang dialami, mereka akan berusaha meyakikan diri sedemikian rupa dengan perilaku-perilaku berikut ini : 46 Mencari informasi. Informasi-informasi yang didapat akan dijadikan pertimbangan penentuan alternatif-alternatif dan pengambilan keputusan. Brand loyalty Konsumen memilih produk yang berdasarkan pengalaman penggunaan produk diwaktu-waktu yang lalu dan pernah memberikan kepuasan, karena hal ini dianggap keputusan yang aman. Memilih berdasarkan brand image atau citra produk. Citra merk yang tertanan dalam diri konsumen terbentuk sebagai hasil product positioning oleh pemasar. Membeli produk yang paling mahal. Konsumen berpersepsi adanya korelasi positif antara harga dan kualitas. Konsumen mencari jaminan atau bahkan mencoba sebelum membeli. Perilaku ini banyak digunakan oleh pemasar terutama untuk produk-produk yang dipersepsi mengandung resiko tinggi. c. Persepsi terhadap kualitas Konsumen secara langsung atau tidak langsung akan memberikan penilaian terhadap produk atau jasa yang akan dibeli atau pernah dikonsumsi. Evaluasi dilakukan berdasarkan penilaian keseluruhan 47 antara apa yang diterima dan dialami dibandingkan dengan yang diharapkan. 3. Pembelajaran Pembelajaran (learning) merupakan hal yang mendorong perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia dipelajari, meskipun sebagian besar pembelajaran itu tidak disengaja. Ahli teori pembelajaran menyatakan bahwa pembelajarn dihasilkan melalui interaksi dorongan, rangsangan, pertanda, respons, dan penguatan. Dorongan (drive) merupakan rangsangan internal kuat yang mendorong tindakan. Pertanda (cue) adalah rangsangan minor yang menentukan kapan, dimana, dan bagaimana seseorang merespons. (Kotler dan Keller, 2012: 185). Teori mengenai pembelajaran mengajarkan pemasar bahwa mereka dapat membangun permintaan untuk sebuah produk dengan mengasosiasikannya dengan dorongan yang kuat, menggunakan pertanda yang memotivasi, dan menyediakan penguatan yang positif. (Kotler dan Keller, 2012: 185). Terdapat tiga teori yang terkenal untuk menjelaskan mengenai proses pembelajaran antara lain : a. Teori Pembelajaran Perilaku (Behavioural Learning Theory) Teori ini berasumsi bahwa pembelajaran terjadi sebagai respon seseorang terhadap kejadian-kejadian diluar dirinya (eksternal). 48 (Prasetijo dan Ihalauw, 2005: 88). Terdapat dua teori yang termasuk kedalam teori pembelajaran perilaku yaitu : Teori Pengkondisian Klasik (Classical Conditioning) Dikembangkan oleh Ivan Pavlov dan mengacu pada pembelajaran dimana stimulus yang mengakibatkan respon tertentu dipasangkan dengan stimulus lain yang pada awalnya tidak menghasilkan respon bila berdiri sendiri, akan tetapi lama kelamaan akan menghasilkan respon yang sama karena stimulus kedua diasosiasikan dengan stimulus yang pertama. (Prasetijo dan Ihalauw, 2005: 89). Pengkondisian Operan (Instrumental Conditioning) Teori ini mengutamakan kepuasaan dalam menggunakan atau mengkonsumsi produk sehingga stimulus yang menghasilkan respon yang paling memuaskanlah yang akan tersimpan dalam memori. Teori ini mengungkapkan bahwa pembelajaran terjadi melalui proses uji coba, sehingga kebiasaan akan terbentuk sebagai hasil dari ganjaran positif yang diterima pada waktu memberikan respon atau pada waktu berperilaku. (Prasetijo dan Ihalauw, 2005: 92). b. Teori Pembelajaran Kognitif Teori ini menekankan kegiatan mental dalam pembelajaran, yaitu bagaimana informasi yang diterima seseorang diproses dan disimpan dalam memorinya dalam waktu yang relatif lama. Unsur49 unsur dalam teori ini yaitu motivasi, cues yang merupakan stimulus yang mengarahkan motif, respon, dan reinforcement yang meningkatkan kemungkinan suatu responspesifik akan muncul dimasa akan datang sebagai hasil dari stimulus tertentu. (Prasetijo dan Ihalauw, 2005: 94). c. Teori Belajar Sosial (Social/ Observational Learning Theory) Teori ini berpandangan bahwa (Suryani, 2008) : Dalam belajar individu akan meramalkan konsekuensi dari perilaku yang dilakukan dan melakukan berbagai perilaku. Dalam belajar individu akan memperhatikan perilaku orang lain dan mengamati konsekuensi dari perilaku yang dilakukan. Individu mempunyai kemampuan untuk mengatur perilakunya sendiri dan melalui proses regulasi diri akan memberikan penghargaan maupun hukuman atas perilakunya. 4. Memori Kotler dan Keller (2012: 185) mengungkapkan bahwa semua informasi dan pengalaman yang kita hadapi selama menjalani hidup dapat berakhir di memori jangka panjang kita. Ahli psikologi kognitif membedakan antara memori jangka pendek (short term memory/ STM) yaitu penyimpanan informasi temporer dan terbatas, dan memori jangka panjang (long term memory/ LTM) yang merupakan penyimpanan yang lebih permanen dan pada dasarnya tidak terbatas. Kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas dikarenakn jumlah informasi produk 50 yang benar-benar disimpan disana cukup terbatas. Hal dikarenakan beberapa alasan sebagai berikut (Boyd, et al, 2000) : Persepsi selektif menyaring banyak informasi produk bahkan sebelum informasi tersebut masuk ke dalam memori jangka pendek. Kapasitas memori jangka pendek yang terbatas berarti bahwa hanya sedikit potongan informasi yang bisa masuk dan diproses pada satu waktu. Karena sepotong informasi ditransfer ke memori jangka panjang untuk kemudian dipanggil kembali, informasi itu harus diulang kembali dan diinternalisasi secara aktif. Kita dapat menganggap pemasaran sebagai cara untuk memastikan bahwa konsumen mendapatkan jenis pengalaman produk dan jasa yang tepat untuk menciptakan struktur pengetahuan merk yang tepat dan mempertahankan merk tersebut dalam memori. (Kotler dan Keller, 2012: 186). Memori adalah proses yang sangat konstruktif, karena kita tidak mengingat informasi dan kejadian secara lengkap dan akurat. Pemrograman memori menggambarkan bagaimana dan dimana informasi masuk ke dalam memori. Secara umum, semakin banyak perhatian yang kita berikan pada arti informasi sepanjang pemrograman, semakin kuat asosiasi dalam memori yang dihasilkan. Ketika seorang konsumen secara aktif memikirkan dan mengelaborasikan arti penting informasi produk atau jasa, asosiasi yang 51 diciptakan dalam memori semakin kuat. Konsumen juga lebih mudah menciptakan asosiasi terhadap informasi baru ketika struktur pengetahuan yang ekstensif dan relevan sudah berada dalam memori. Tingkat kemudahan kita dalam mengintegrasikan informasi baru kedalam struktur pengetahuan yang sudah ada bergantung pada kesederhanaan, kejelasan, dan ketepatan. Paparan berulang terhadap informasi juga memberikan peluang yang lebih besar bagi pemrosesan dan selanjutnya potensi asosiasi yang lebih kuat. (Kotler dan Keller, 2012: 187). Keberhasilan dalam mengingat informasi merk tidak hanya bergantung pada kekuatan awal informasi tersebut dalam memori, tetapi juga pada faktor-faktor berikut ini (Kotler dan Keller, 2012: 187) : Kehadiran informasi produk lain dalam memori dapat menghasilkan pengaruh interferensi dan menyebabkan kita gagal mengenali atau bingung dengan data yang baru. Salah satu tantangan pemasaran dalam kategori dan pesaing yang banyak adalah bahwa konsumen dapat mencampuradukkan merk. Waktu antara paparan terhadap informasi dan pemrograman berpengaruh. Ahli psikologi kognitif percaya bahwa memori sangat tahan lama, sehingga sekali informasi tersimpan dalam memori, kekuatan kerusakan asosiasinya sangat lambat. Informasi mungkin tersedia dalam memori tetapi tidak dapat diakses tanpa pengingat yang tepat. Semakin banyak pertanda atau pengingat 52 yang terhubung dengan informasi, semakin besar kemungkinan kita dapat mengingatnya. 2.5 Proses Keputusan Pembelian Konsumen Perilaku pembelian setiap individu atau konsumen terhadap berbagai produk berbeda satu sama lain. Terdapat empat tipe perilaku pembelian (Kotler dan Armstrong, 2008) seperti terlihat pada gambar 2.5 berikut : Keterlibatan tinggi Keterlibatan rendah Banyak perbedaan antar merk Perilaku pembelian kompleks Perilaku pembelian yang mencari keragaman Sedikit perbedaan antar merk Perilaku pembelian pengurangan disonansi Perilaku pembelian kebiasaan Sumber : Kotler dan Armstrong (2008: 177) Gambar 2.5 : Empat tipe perilaku pembelian konsumen 1. Perilaku pembelian kompleks (complex buying behavior) Merupakan perilaku pembelian konsumen dalam situasi yang ditentukan oleh keterlibatan konsumen yang tinggi dalam pembelian dan perbedaan yang dianggap signifikan antar merk. Perilaku pembelian ini terjadi ketika pembelian produk yang mahal, jarang dibeli dan sangat memperhatikan ekspresi diri. Pembeli tipe ini akan melewati proses pembelajaran, diawali dengan pengembangan keyakinan terhadap produk, lalu sikap, dan kemudian membuat pilihan pembelian yang dipikirkan secara matang. Para 53 pemasar produk yang memerlukan keterlibatan tinggi harus memahami pengumpulan informasi dan perilaku evaluasi yang dilakukan konsumen. pemasar harus membantu konsumen mempelajari atribut produk dan kepentingan relatif atribut tersebut. 2. Perilaku pembelian pengurangan disonansi (dissonance reducing buying behavior) Merupakan perilaku pembelian konsumen dalam situasi yang mempunyai karakter keterlibatan tinggi tetapi hanya ada sedikit anggapan perbedaan antar merk. Perilaku ini terjadi ketika konsumen melakukan pembelian yang mahal, jarang dilakukan atau beresiko, tetapi hanya sedikit perbedaan antar merk. Pasca pembelian, konsumen mungkin akan mengalami disonansi pascapembelian (ketidaknyamanan pascapenjualan) ketika mereka mengetahui kerugian tertentu dari merk produk tertentu. Untuk mengatasi disonansi semacam ini, komunikasi pasca penjualan yang dilakukan pemasar harus memberikan bukti dan dukungan untuk membantu konsumen merasa nyaman dengan pilihan merk mereka. 3. Perilaku pembeliaan kebiasaan (habitual buying behavior) Merupakan perilaku pembelian konsumen dalam situasi yang mempunyai karakter keterlibatan konsumen yang rendah dan anggapan perbedaan merk sedikit. Dalam kasus ini, konsumen menerima informasi secara pasif. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat terhadap sebuah merk karena mereka memilih sebuah merk karena 54 terbiasa. Karena mereka tidak memiliki keterlibatan yang tinggi dengan produk tersebut, konsumen mungkin tidak melakukan evaluasi pilihan bahkan setelah mereka melakukan pembelian. Menurut Kotler dan Keller (2012: 195), pada perilaku pembelian ini pemasar dapat menggunakan empat strategi untuk mengubah keterlibatan rendah menjadi keterlibatan yang lebih tinggi. Pertama yaitu pemasar dapat menghubungkan produk dengan sejumlah isu yang terlibat. Kedua yaitu pemasar dapat menghubungkan produk dengan beberapa situasi pribadi yang melibatkan. Strategi ketiga yaitu pemasar dapat merancang iklan untuk memicu emosi kuat yang berhubungan dengan nilai pribadi atau pertahanan ego. Strategi keempat adalah dengan mengiklankan fitur-fitur penting. 4. Perilaku pembelian mencari keragaman (variety seeking buying behavior) Merupakan perilaku pembelian konsumen yang mempunyai karakter keterlibatan konsumen yang rendah tetapi dengan anggapan perbedaan merk yang signifikan. Dalam kasus ini, konsumen sering melakukan pertukaran merk. Pada awalnya konsumen mungkin memegang sejumlah keyakinan, akan tetapi pada saat berikutnya konsumen mungkin memilih merk lain agar tidak bosan atau hanya untuk mencoba sesuatu yang berbeda. Pada perilaku pembelian ini, strategi pemasaran berbeda untuk pemimpin pasar dan merk kecil. Pemimpin pasar akan mencoba 55 mendorong perilaku pembelian kebiasaan dengan mendominasi ruang rak, membuat rak tetap penuh, dan menjalankan iklan untuk mengingatkan konsumen sesering mungkin. Sedangkan perusahaan penantang akan mendorong pencarian keragaman dengan menawarkan harga yang lebih murah, kesepakatan khusus, kupon, sampel gratis dan lain-lain. Dhammesta dan Handoko (2008: 102) mengungkapkan bahwa keputusan pembelian yang diambil oleh seorang konsumen merupakan kumpulan-kumpulan dari sejumlah keputusan antara lain : 1. Keputusan tentang jenis produk Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk atau menggunakan uangnya untuk tujuan lain. Dalam hal ini pemasar harus memusatkan perhatiannya kepada orang-orang yang berminat membeli serta alternatif lain yang mereka pertimbangkan. 2. Keputusan tentang bentuk produk Keputusan ini menyangkut ukuran, mutu atau kualitas dan sebagainya. Untuk itu pemasar harus melakukan riset pemasaran untuk mengetahui kesukaan konsumen tentang produk yang bersangkutan agar dapat memaksimumkan daya tarik produk. 3. Keputusan tentang merk Setiap merk memiliki perbedaan-perbedaan tersendiri sehingga pemasar harus mengetahui bagaimana konsumen memilih sebuah merk. 56 4. Keputusan tentang penjualnya Keputusan ini menyangkut dimana sebuah produk akan dibeli sehingga pemasar harus bisa mengetahui bagaimana konsumen memilih penjual produk. 5. Keputusan tentang jumlah produk Dalam hal ini, pemasar harus mempersiapkan jumlah produk sesuai dengan keinginan yang berbeda-beda dari para pembeli. 6. Keputusan tentang waktu pembelian Pemasar harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam penentuan waktu pembelian sehingga pemasar dapat mengatur waktu produksi dan kegiatan pemasarannya. 7. Keputusan tentang cara pembayaran Keputusan ini menyangkut apakah konsumen ingin melakukan pembayaran secara tunai atau dengan cicilan. Perusahaan yang cerdas berusaha untuk memahami proses keputusan pembelian pelanggan secara penuh seperti semua pengalaman mereka dalam pembelajaran, memilih,menggunakan, bahkan menyingkirkan produk. Kotler dan Keller (2012: 188) mengemukakan lima tahap proses pengambilan keputusan konsumen seperti pada gambar 2.6 dibawah ini : Pengenalan masalah Pencarian informasi Evaluasi alternatif Keputusan pembelian Perilaku pasca pembelian Sumber : Kotler dan Keller (2012: 188) Gambar 2.6 : Model lima tahap proses pembelian konsumen 57 1. Pengenalan masalah Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari suatu masalah atau kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal seperti rasa lapar dan haus atau eksternal seperti iklan. Pemasar harus mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen. 2. Pencarian informasi Kita dapat membedakan tingkat keterlibatan dengan pencarian. Keadaan pencarian yang lebih rendah disebut perhatian tajam. Pada tingkat ini seseorang hanya menjadi reseptif terhadap informasi sebuah produk. Pada tingkat berikutnya seseorang dapat memasuki pencarian informasi aktif seperti mencari bahan bacaan, menelupon teman dan lainnya. Terdapat empat kelompok sumber informasi konsumen antara lain : Pribadi: keluarga, teman, tetangga, rekan. Komersial: iklan, situs web, wiraniaga, penyalur, kemasan, tampilan. Publik: media massa, organisasi pemeringkat konsumen. Eksperimental: penanganan, pemeriksaan, penggunaan produk. Secara umum konsumen menerima informasi terpenting tentang sebuah produk adalah dari komersil. Akan tetapi, informasi yang paling efektif sering berasala dari sumber pribadi atau sumber publik yang merupakan otoritas independen. 58 Setiap sumber informasi mempunyai fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Sumber komersial biasanya melaksanakan fungsi informasi, sementara sumber pribadi melaksanakan fungsi legitimasi atau evaluasi. Pemasar harus dapat mengidentifikasi atribut-atribut yang memandu pengambilan keputusan konsumen untuk memahami berbagai kekuatan persaingan, proses ini disebut pembagian pasar (market partitioning). Hierarki atribut ini juga dapat mengungkapkan segmen pelanggan. 3. Evaluasi alternatif Konsumen sampai pada sikap terhadap merk yang berbeda melalui beberapa prosedur evaluasi. Bagaimana cara konsumen mengevaluasi alternatif bergantung pada konsumen pribadi dan situasi pembelian tertentu. Dalam beberapa kasus, konsumen mengguakan kalkulasi cermat dan pemikiran yang logis, akan tetapi pada kasus lain konsumen yang sama mungkin hanya sedikit melakukan evaluasi atau membeli berdasarkan dorongan dan bergantung pada intuisi. Hal ini mengharuskan pemasar unutk dapat mempelajari bagaimana cara pembeli dalam mengevaluasi merk sehingga pemasar dapat mengambil langkah untuk mempengaruhi keputusan konsumen. (Kotler dan Armstrong, 2008: 181). Beberapa konsep dasar yang akan membantu dalam memahami proses evaluasi antara lain konsumen berusaha memuaskan sebuah kebutuhan, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk, dan konsumen 59 melihat masing-masing produk sebagai sekelompok atribut dengan berbagai kemampuan untuk menghantarkan manfaat yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan. Melalui pengalaman dan pembelajaran, masyarakat mendapatkan keyakinan (belief) dan sikap (attitude) yang kemudian akan mempengaruhi perilaku pembelian. Keyakinan merupakan pemikiran deskriptif yang dipegang seseorang tentang sesuatu. Sikap merupakan evaluasi dalam waktu lama tentang yang disukai atau tidak disukai seseorang, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan terhadap beberapa objek atau ide. Sikap menempatkan kita dalam kerangka pikiran (menyukai atau tidak menyukai sebuah objek) dan bergerak menuju atau beralih darinya. Perusahaan disarankan untuk menyesuaikan produknya dengan sikap yang ada dan tidak berusaha untuk mengubah sikap tersebut. 4. Keputusan pembelian Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi antar merk dalam kumpulan pilihan. Pada model eksepektasi nilai yang merupakan model kompensatoris, hal-hal yang dianggap baik untuk sebuah produk dapat membantu menutup hal-hal yang dianggap baru. Akan tetapi, dengan model nonkompensatoris pilihan konsumen, pertimbangan atribut positif dan negatif tidak selalu saling mengurangi. Dengan mengevaluasi atribut yang berada dalam tempat-tempat yang tersendiri akan membuat konsumen lebih mudah mengambil keputusan dan 60 meningkatkan kemungkinan bahwa ia akan mengambil pilihan berbeda jika ia berpikir lebih rinci. Terdapat dua faktor yang mungkin akan mengintervensi antara maksud pembelian dan keputusan pembelian. Faktor yang pertama yaitu sikap orang lain. Batas dimana sikap seseorang mengurangi preferensi kita untuk sebuah alternatif tergantung pada intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang kita sukai dan juga bergantung pada motivasi kita untuk mematuhi kehendak orang lain. Semakin intens sikap negatif orang lain dan semakin dekat hubungan orang lain tersebut dengan kita, semakin besar kemungkinan kita menyesuaikan niat pembelian kita. Hal yang berhubungan dengan sikap orang lain adalah peran yang dimainkan oleh perantara informasi yang mengumumkan evaluasi mereka. Faktor kedua adalah faktor situasional yang tidak diantisipasi yang mungkin muncul untuk mengubah niat pembelian. 5. Perilaku pasca pembelian Setelah pembelian, konsumen mungin mengalami konflik dikarenakan melihat fitur tertentu yang mengkhawatirkan atau mendengar hal-hal menyenagkan tentang merk lain dan waspada terhadap informasi yang mendukung keputusannya. Komunikasi pemasaran seharusnya memasok keyakinan dan evaluasi yang memperkuat pilihan konsumen dan membantunya merasa nyaman tentang merk tersebut. Karena itu, tugas pemasar tidak berakhir dengan pembelian. Pemasar harus 61 mengamati kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan penggunaan produk pasca pembelian. Kepuasan merupakan fungsi kedekatan antara harapan dan anggapan kinerja produk. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kinerja produk, semakin besar ketidakpuasan konsumen. Pada tindakan pasca pembelian, jika konsumen puas, mereka mungkin ingin membeli produk itu kembali dan mereka cenderung mengatakan hal-hal baik tentang merk kepada orang lain. Sebaliknya jika konsumen merasa kecewa mungkin mereka akan mengabaikan atau mengembalikan produk tersebut. Komunikasi pasca pembelian kepada pembeli dapat menghasilkan pengembalian produk atau pembatalan pesanan lebih sedikit. Pemasar juga harus mengamati bagaimana pembeli menggunakan dan menyingkirkan produk seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut ini: Menyingkirkan produk untuk sementara Produk Menyingkirkan produk untuk selamanya Mempertahankan produk Menyewakan produk Meminjamkan produk Menggunakan produk untuk melayani tujuan awal Mengubah produk untuk melayani tujuan baru Menyimpan produk Memberikan produk pada orang lain Menukarkan produk Menjual produk Membuang produk Untuk dijual kembali Untuk digunakan Langsung kepada konsumen Melalui perantara Kepada perantara Sumber : Kotler dan Keller (2012: 194) Gambar 2.7 : Bagaimana pelanggan menggunakan atau menyingkirkan produk 62 Pendorong kunci frekuensi penjualan adalah tingkat konsumsi produk dimana semakin cepat pembeli mengkonsumsi produk, semakin cepat mereka kembali ke pasar untuk membeli lagi. Salah satu peluang untuk meningkatkan frekuensi pengguanaan produk terjadi ketika persepsi konsumen tentang penggunaan mereka berbeda dengan kenyataan. Konsumen mungkin gagal mengganti produk yang memiliki rentang umur relatif pendek dengan cepat karena mereka salah menilai umur produk. Salah satu strategi untuk mempercepat penggantian adalah mengaitkan tindakan penggantian produk dengan liburan, kejadian atau waktu tertentu dalam setahun. Strategi lain yaitu memberikan informasi yang lebih baik kepada pelanggan tentang kapan mereka pertama kali menggunakan atau harus mengganti produk dan mengenai tingkat kinerja produk saat ini. 2.6 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan juga dilakukan oleh Pranata (2012) dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen untuk Membeli Material Bahan Bangunan pada CV. Asri Wahana Group.” Sampel dari penelitian yang dilakukan adalah para konsumen yang melakukan pembelian pada CV. Asri Wahana Group yang berlokasi di Jalan By Pass Darmagiri Giri Gianyar. Metode analisis yang digunakan oleh Pranata adalah analisis faktor. Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat enam 63 faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian pada CV. Asri Wahana Group yaitu faktor sosial, pribadi, bauran pemasaran, psikologis, pelayanan dan faktor motivasi. Penelitian lain dilakukan oleh Sari (2012) dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen dalam Membeli Produk Industri Garment”. Sampel dari penelitian yaitu 145 orang konsumen yang membeli produk campur pada CV. Harris Darmawan yang berlokasi di Bali dengan sampling aksidental sebagai metode pengumpulan sampel. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis faktor dan didapatkan hasil bahwa terdapat delapan faktor yang positif mempengaruhi konsumen dalam pengambilan keputusan antara lain faktor produk, harga, saluran distribusi, promosi, budaya, sosial, psikologis, dan faktor pribadi. Havidah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Menggunakan Layanan Metronet pada PT. Indonesia Comnets Plus di Denpasar” membuktikan bahwa terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih menggunakan layanan metronet pada PT. Indonesia Comnets Plus antara lain faktor keyakinan dan sikap, fasilitas pendukung secara fisik, kelas sosial, kelompok referensi, dan faktor pekerjaan. Sampel dari penelitian ini adalah 93 orang konsumen yang menggunakan metronet PT. Indonesia Comnets Plus di Denpasar dan metode penelitian yang digunakan adalah analisis faktor. 64 Penelitian terdahulu mengenai perilaku konsumen juga dilakukan oleh Hutagalung dan Aisha (2008) dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Terhadap Keputusan Menggunakan Dua Ponsel (GSM dan CDMA) pada Mahasiswa Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi USU”. Sampel dari penelitian ini adalah 96 orang mahasiswa Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan menggunakan metode sampling aksidental dimana penentuan sampel hanya berdasarkan kebetulan. Metode analisis yang digunakan ada tiga antara lain analisis deskriptif, uji asumsi klasik dan analisis regresi linear berganda. Hasil yang didapat membuktikan bahwa faktor budaya, sosial, pribadi dan faktor psikologi terbukti berpengaruh positif terhadap keputusan menggunakan dua ponsel GSM dan CDMA, dimana variabel faktor budaya dan variabel faktor sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan konsumen, sedangkan variabel faktor pribadi dan variabel faktor psikologi berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap keputusan konsumen mengunakan dua ponsel (GSM dan CDMA). 2.7 Kerangka Teoritis Kotler dan Keller (2012) menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian atau menggunakan suatu produk. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologi. 65 Faktor budaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi karakteristik konsumen dengan tiga indikator yaitu budaya itu sendiri, subbudaya yang ada di dalam masyarakat serta kelas sosial yang berlaku. Faktor sosial mempengaruhi perilaku konsumen melalui tiga indikator yaitu kelompok referensi, keluarga serta peran dan status. Sedangkan untuk faktor pribadi dapat mempengaruhi perilaku konsumen melalui lima indikator antara lain usia dan siklus hidup konsumen, pekerjaan, situasi ekonomi yang dialami konsumen, gaya hidup yang dijalani konsumen dan kepribadian dan konsep diri. Faktor psikologi konsumen dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian atau menggunakan suatu produk melalui empat indikator antara lain motivasi, persepsi konsumen, pembelajaran dan memori konsumen terhadap suatu produk. Berdasarkan uraian diatas, maka skema kerangka teoritis dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.8 adalah sebagai berikut : Faktor Kebudayaan Faktor sosial Faktor pribadi Keputusan pembelian/ penggunaan suatu produk Faktor psikologis Gambar 2.8: Skema Kerangka Teoritis 66 67