bab ii landasan teori - Perpustakaan Universitas Mercu Buana

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Definisi Manajemen Pemasaran
Definisi menurut para ahli ekonomi pasar adalah kumpulan dari
para penjual dan pembeli yang bertransaksi terhadap produk-produk tertentu
atau kumpulan produk. (Kotler dan Keller, 2012: 30).
Pemasaran menurut Kotler dan Armstrong (2008: 6) merupakan
proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan
membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk
menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Definisi pemasaran
yang lain menurut Cannon, et al (2008: 8) adalah suatu aktivitas yang
bertujuan
mencapai
sasaran
perusahaan,
dilakukan
dengan
cara
mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau klien serta mengarahkan aliran
barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan dari produsen.
Manajemen pemasaran merupakan seni dan ilmu dalam memilih
target pasar dan mendapatkan, mempertahankan, dan mengembangkan
pelanggan melalui penciptaan, pemberian, dan pengkomunikasian nilai lebih
pelanggan. (Kotler dan Keller, 2012: 27). Terdapat lima konsep alternatif
yang mendasari langkah-langkah organisasi dalam merancang manajemen
pemasaran dan melaksanakan strategi pemasaran mereka antara lain (Kotler
dan Armstrong, 2008: 11) :
10
1. Konsep Produksi (production concept)
Konsep ini menyatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang
tersedia dan harganya terjangkau, sehingga manajemen harus berfokus
pada peningkatan efisiensi produksi dan distribusi.
2. Konsep Produk (product concept)
Konsep ini menyatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang
menawarkan kualitas, kinerja, dan fitur inovatif yang terbaik, sehingga
strategi pemasaran akan berfokus pada perbaikan produk yang
berkelanjutan.
3. Konsep Penjualan (selling concept)
Konsep ini menyatakan bahwa konsumen tidak akan membeli produk
perusahaan kecuali jika produk itu dijual dalam skala penjualan dan
usaha promosi yang besar.
4. Konsep Pemasaran (marketing concept)
Konsep ini menyatakan bahwa pencapaian tujuan organisasi tergantung
pada pengetahuan akan kebutuhan dan keinginan target pasar dan
memberikan kepuasan yang diinginkan dengan lebih baik daripada
pesaing, sehingga manajemen pemasaran akan terfokus pada nilai
pelanggan.
5. Konsep Pemasaran Berwawasan Sosial (societal marketing concept)
Konsep ini menyatakan bahwa strategi pemasaran harus dapat
memberikan nilai bagi pelanggan dalam cara yang mempertahankan
atau meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat.
11
2.2
Definisi dan Peranan Perilaku Konsumen
Terdapat
beberapa
definisi
mengenai
perilaku
konsumen
(Consumer Behaviour) dari para ahli. Dhammesta dan Handoko (2008: 10)
mengemukakan perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang
secara
langsung
terlibat
dalam
mendapatkan
dan mempergunakan
barang-barang dan jasa-jasa termasuk didalamnya proses pengambilan
keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut
dimana terdapat dua elemen penting dalam definisi ini yaitu proses
pengambilan keputusan dan kegiatan fisik yang semuanya melibatkan
individu dalam menilai, mendapatkan dan mempergunakan barang-barang
dan jasa-jasa, selain itu perilaku konsumen tidak hanya mempelajari apa
(what) yang dibeli atau dikonsumsi, tetapi juga dimana (where), bagaimana
kebiasaannya (how often) dan dalam kondisi seperti apa (under what
conditions) barang-barang dan jasa-jasa dibeli.
Pengertian lain dari perilaku konsumen yang dikemukakan Kotler
dan Keller (2012: 173) menerangkan bahwa “Consumer Behaviour is the
study of how individuals, groups and organizations select, buy, use and
dispose of goods, services, ideas or experiences to satisfy their needs and
wants.”, yang berarti perilaku konsumen merupakan suatu studi mengenai
bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, memakai
dan menghentikan pemakaian barang, jasa, ide dan pengalaman tersebut
untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan merka. Dengan memahami
definisi dan teori perilaku konsumen, pemasar diharapkan dapat memahami
12
konsumen, memperoleh pandangan menyeluruh tentang kehidupan seharihari mereka dan perubahan yang terjadi sepanjang hidup mereka sehingga
produk yang tepat dapat dipasarkan ke pelanggan yang tepat dengan cara
yang tepat pula.
Sedikit berbeda dengan Kotler dan Keller, definisi perilaku
konsumen menurut Hawkins, et al (2007: 6) adalah bahwa “Consumer
Behaviour is the study of individuals, groups or organizations, and the
process they use to select, secure, use and dispose of products, services,
experiences or ideas to satisfy needs and the impact that these processes
have on the consumer and society.”, yang berarti perilaku konsumen adalah
sebuah studi mengenai individu, kelompok dan organisasi, dan proses yang
mereka lakukan dalam memilih, mengamankan, menggunakan dan
menghentikan pemakaian produk, jasa, pengalaman dan ide untuk
memuaskan kebutuhan dan dampak dari proses tersebut terhadap konsumen
dan masyarakat. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa studi
perilaku konsumen mencakup bidang yang luas karena termasuk
didalamnya mempelajari dampak dari proses dan aktivitas yang dilakukan
konsumen ke konsumen lain maupun masyarakat. (Suryani, 2008: 6).
Perilaku konsumen sangat berperan penting dalam pengambilan
keputusan baik dari sisi konsumen maupun sisi pemasar. Dari sisi konsumen
menurut Prasetijo dan Ihalauw (2005: 11), pengetahuan mengenai perilaku
konsumen dapat meningkatkan kemampuan pribadi seseorang untuk
menjadi konsumen yang lebih baik. Dengan tahu akan dirinya sendiri,
13
bagaimana motif, sikap maupun perilakunya serta faktor-faktor usaha
pemasaran maupun lingkungan eksternal lain yang dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap
perilakunya, individu sebagai konsumen akan lebih sadar dan bijaksana
dalam pengambilan keputusan pembelian. (Suryani, 2008: 8).
Dari sisi pemasar atau perusahaan menurut Prasetijo dan Ihalauw
(2005: 17), pemahaman akan perilaku konsumen jelas sangat berperan
penting antara lain :
1.
Penyusunan strategi maupun bauran pemasaran.
Agar dapat mengembangkan strategi pemasaran yang efektif dan
kompetitif, pemasar perlu mengetahui konsumen mana yang membeli
produknya, faktor-faktor apa yang menyebabkan mereka menyukai
produk tersebut, kriteria apa yang dipakai dalam memutuskan membeli
produk, bagaimana mereka memperoleh informasi mengenai produk
dan lain sebagainya.
2.
Melakukan segmentasi dan targeting.
Segmentasi pasar yaitu membagi pasar menjadi kelompok-kelompok
kecil dengan kebutuhan, karakteristik atau perilaku berbeda yang
mungkin memerlukan produk atau bauran pemasaran tersendiri. (Kotler
dan Armstrong, 2008: 225). Penelitian yang mendalam tentang
konsumen bisa menghasilkan identifikasi konsumen sedemikian
khususnya, sehingga konsumen dapat disegmentasikan secara individu
14
karena pada dasarnya tidak ada dua orang yang mempunyai kebutuhan,
keinginan, nilai-nilai dan pilihan-pilihan yang sama.
Targeting merupakan langkah memilih satu (atau lebih) segmen yang
dapat dilayani dengan baik, sehingga semua usaha pemasaran dapat
difokuskan pada segmen ini untuk keuntungan perusahaan.
3.
Melakukan positioning.
Dalam usaha membuat positioning produk yang tepat, pemasar tidak
dapat mengabaikan perilaku konsumen terutama konsumen sasarannya.
Pemasar yang kurang mampu memahami segmen sasarannya tidak akan
bisa memberikan kepuasan kepada konsumennya, terlebih lagi
ekspektasi
konsumen
yang
saat
ini
semakin
meningkat
dan
berkembang.
2.3
Model- model Perilaku Konsumen
Banyak model perilaku konsumen yang dikembangkan dengan
tujuan untuk lebih memahami mengenai hal-hal yang membentuk perilaku
konsumen tersebut. Dhammesta dan Handoko (2008: 27) berpendapat
bahwa model-model perilaku konsumen yang ada saat ini merupakan
pengembangan atau variasi dari pola dasar seperti pada gambar 2.1 berikut
ini :
Faktor-faktor Lingkungan
Individu
Perilaku
Sumber
: Dhammesta dan Handoko (2008: 27)
Gambar 2.1: Pola Dasar dari Teori Perilaku Konsumen
15
Pada
gambar
tersebut
terlihat
bahwa
perilaku
konsumen
ditimbulkan oleh adanya beberapa interaksi antara faktor-faktor lingkungan
disatu pihak, dan individu dilain pihak. Interaksi antara kedua faktor
tersebut mengakibatkan adanya perilaku konsumen dalam pembelian.
Model perilaku konsumen yang lain adalah model perilaku
konsumen yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller (2012) yang dapat
dilihat dari gambar 2.2 sebagai berikut :
Psikologi
konsumen
Pemasaran dan
rangsangan lain
Pemasaran Rangsangan
lain
Produk
Ekonomi
Harga
Teknologi
Tempat
Politik
Komunikasi Budaya
Motivasi
Persepsi
Pembelajaran
Memori
Karakteristik
konsumen
Budaya
Sosial
Pribadi
Proses Keputusan
Konsumen
Pengenalan
masalah
Pencarian informasi
Evaluasi alternatif
Keputusan
pembelian
Perilaku pasca
pembelian
Respon
pembeli
Pilihan produk
Pilihan merk
Pilihan
penyalur
Waktu
pembelian
Jumlah
pembelian
Sumber
: Kotler dan Keller (2012: 183)
Gambar 2.2: Model Perilaku Pembeli
Awal dari pemahaman mengenai perilaku konsumen dapat dilihat
dari gambar 2.2 diatas. Rangsangan dari pemasar dan lingkungan akan
memasuki kesadaran konsumen dan sekumpulan proses psikologis dengan
karakteristik-karakteristik tertentu dari konsumen yang akan menghasilkan
proses pengambilan keputusan dan keputusan pembelian. (Kotler dan
Keller, 2012: 182).
16
2.4
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Perilaku
Konsumen
dalam
Pengambilan Keputusan Pembelian
Terdapat banyak studi mengenai apa saja faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli produk. Menurut
Cannon, et al (2008: 183) terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku konsumen antara lain :
1.
Kebutuhan ekonomi (economic needs)
Konsumen setidaknya pasti memiliki pendapatan untuk dapat
melakukan pembelian akan tetapi tidak cukup untuk membeli segala
sesuatu yang merka inginkan sehingga merka perlu membuat pilihanpilihan. Pandangan ini berasumsi bahwa salah satu yang mempengaruhi
perilaku konsumen adalah kebutuhan ekonomi (economic needs)
dimana kebutuhan ini menyangkut pemanfaatan terbaik dari waktu dan
uang seorang konsumen. Kebutuhan ekonomi ini meliputi :





2.
Ekonomi pembelian atau penggunaan.
Kemudahan.
Efisiensi dalam operasi atau penggunaan.
Keandalan dalam penggunaan.
Peningkatan penghasilan.
Faktor psikologis
Faktor psikologis dalam diri seseorang juga merupakan salah satu
faktor perilaku konsumen yang meliputi kebutuhan dan keinginan.
Kebutuhan (needs) merupakan kekuatan dasar yang memotivasi
17
seseorang untuk melakukan sesuatu dan keinginana (wants) adalah
“kebutuhan” yang dipelajari selama hidup seseorang.
3.
Faktor sosial
Faktor sosial meliputi interaksi individu dengan keluarga, kelas sosial,
dan kelompok-kelompok lainnya yang mungkin memiliki pengaruh.
4.
Situasi pembelian
Kebutuhan, manfaat yang dicari, sikap, motivasi, dan bagaimana
seorang konsumen memilih profuk tertentu, semuanya beragam dan
bergantung pada situasi pembelian. Situasi pembelian yang berbeda
akan mempengaruhi perilaku pembelian pada seorang konsumen.
Dhammesta dan Handoko (2008) menyimpulkan bahwa perilaku
seorang konsumen dapat dipengaruhi oleh tiga variabel antara lain :
1.
Faktor-faktor ekstern.
Faktor-faktor ekstern yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen
terdiri dari :
a. Kebudayaan (culture) dan kebudayaan khusus (subculture)
perilaku konsumen ditentukan oleh kebuadayaan yang tercermin
pada cara hidup, kebiasaan dan tradisi dalam permintaan akan
bermacam-macam barang dan jasa di pasar, sehingga perusahaan
dituntut untuk dapat mengerti akan implikasi kebudayaan diamana
perusahaan beroperasi. Hal ini penting karena perilaku atau
tindakan konsumen itu ditata, dikendalikan dan dimantapkan pola-
18
polanya oleh berbagai sistem nilai dan norma budaya yang seolaholah berada di atasnya.
Kebudayaan khusus maksudnya adalah kebudayaan yang khusus
ada pada suatu golongan masyarakat yang berbeda dari kebudayaan
golongan masyarakat lain maupun kebudayaan seluruh masyarakat
mengenai beberapa bagian yang tidak pokok.
b. Kelas sosial (social class)
Kelas sosial dapat diartikan sama sebagai lapisan sosial. Ukuran dan
kriteria yang biasanya dipakai untuk menggolongkan anggotaanggota masyarakat antara lain kekayaan, kekuasaan, kehormatan
dan ilmu pengetahuan. Perilaku konsumen antara kelas sosial yang
satu berbeda dengan yang lain karena hal ini menyangkut aspekaspek sikap yang berbeda-beda. Oleh karena itu pembagian kelas
sosial dapat dijadikan sebagai variabel yang bebas untuk
mensegmentasikan pasar dan meramalkan tanggapan konsumen
terhadap kegiatan pemasaran perusahaan.
c. Kelompok-kelompok sosial (social group) dan kelompok referensi
(reference group)
Yang dimaksud dengan kelompok-kelompok sosial adalah kesatuan
sosial yang menjadi tempat individu-individu untuk berinteraksi
satu salam lain karena adanya hubungan antara merka.
Kelompok referensi merupakan kelompok sosial yang menjadi
ukuran seseorang (bukan anggoa kelompok tersebut) untuk
19
membentuk kepribadian dan perilakunya. Kelompok ini dapat
mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembeliannya dan sering
dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku, sehingga
perusahaan pemasar dapat memanfaatkan kelompok ini untuk
mempengaruhi konsumen yang lain.
d. Keluarga
Peranan setiap anggota keluarga dalam membeli berbeda-beda
menurut macam barang yang dibeli. Perusahaan pemasar perlu
mengetahui siapa sebenarnya anggota kelaurga yang bertindak
sebagai pengambil inisiatif, penentu, pembeli atau siapa yang
mempengaruhi suatu keputusan dalam membeli.
2.
Faktor-faktor intern.
Faktor-faktor intern dari dalam diri individu yang mempengaruhi
perilaku konsumen antara lain :
a. Motivasi
Perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai dengan adanya motif.
Perusahaan pemasar penting untuk mengetahui apa yang menjadi
motif pembelian seseorang terhadap duatu produk atau ada penjual
tertentu, karena hal ini akan dapat mempengaruhi program
pemasaran perusahaan.
b. Pengamatan
Pengamatan merupakan suatu proses dimana konsumen menyadari
dan menginterpretasikan aspek lingkungannya. Proses pengamatan
20
meliputi seluruh variabel-variabel pemasaran perusahaan, sehingga
konsumen akan mempunyai persepsi mengenai produk, persepsi
harga, persepsi periklanan, dan persepsi penjualan dari kegiatan
pemasaran perusahaan.
c. Belajar
Proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen merupakan proses
belajar. Proses ini terjadi apabila konsumen ingin menanggapi dan
memperoleh suatu kepuasan atau sebaliknya, tidak terjadi apabila
konsumen merasa dikecewakan oleh produk yang kurang baik.
d. Kepribadian dan konsep diri.
Kepribadian mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap, ciri-ciri sifat
dan watak yang khas yang menentukan perbedaan perilaku dari
tiap-tiap individu yang mempengaruhi perilaku pembelian dari
individu tersebut.
Konsep diri konsumen berkaitan dengan image merk, image penjual
dan
tujuan
pengiklanan.
Perusahaan
pemasar
harus
dapat
mengidentifikasi tujuan konsumen dalam suatu pembelian karena
dapat mempengaruhi perilaku merka dan hal ini dapat dilakukan
apabila perusahaan memahami konsep diri seseorang.
e. Sikap
Sikap
seseorang
merupakan
predisposisi
(keadaan
mudah
terpengaruh) untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan
lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku
21
orang tersebut. Sikap konsumen bisa merupakan sikap positif atau
negatif terhadap produk-produk tertentu.
Pendapat lain mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumen dan yang menjadi acuan dari skripsi ini yaitu menurut Kotler dan
Keller (2012: 173) dimana mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen terbagi atas faktor budaya, sosial, pribadi
dan psikologis.
2.4.1 Faktor Budaya
1.
Budaya
Budaya adalah kumpulan nilai dasar, persepsi, keinginan, dan
perilaku yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari keluarga dan
institusi lainnya. (Kotler dan Armstrong, 2008: 159). Budaya
merupakan determinan dasar dari keinginan dan perilaku seseorang,
sehingga pemasar harus benar-benar memperhatikan nilai-nilai budaya
di setiap negara untuk memahami cara terbaik memasarkan produk
mereka dan mencari peluang untuk produk terbaru. (Kotler dan Keller,
2012: 176). Setiap kelompok atau masyarakat mempunyai budaya, dan
pengaruh budaya pada perilaku pembelian bisa sangat bervariasi.
Kegagalan menyesuaikan diri dengan perbedaan ini dapat menghasilkan
pemasaran yang tidak efektif. (Kotler dan Armstrong, 2008: 159).
Perusahaan pemasar dapat mempelajari kebudayaan masyarakat melalui
interaksi baik secara fisik maupun elektronik seperti televisi, radio dan
22
lain-lain yang disebut dengan akulturasi. Proses ini penting bagi
perusahaan pemasar apabila ingin memasarkan produknya kepada
masyarakat dengan budaya yang berbeda. (Prasetijo dan Ihalauw, 2005:
186).
Untuk meneliti budaya, Schiffman dan Kanuk (2007: 367)
menggunakan tiga teknik penelitian antara lain :
a.
Analisis isi
Teknik ini mengfokuskan kepada isi komunikasi verbal, tertulis
dan bergambar. Analisis ini dapat digunakan sebagai alat yang
relatif objektif untuk menentukan perubahan-perubahan sosial dan
budaya apa yang telah terjadi dalam suatu masyarakat tertentu.
Bagi para pemasar, analisis ini berguna untuk membandingkan
berbagai pernyataan iklan para pesaing dalam suatu bidang usaha
tertentu, maupun untuk mengevaluasi sifat pernyataan iklan yang
ditargetkan untuk para audiens tertentu.
b.
Penelitian lapangan mengenai konsumen.
Karakteristik yang khas dari observasi lapangan antara lain
berlangsung dalam lingkungan yang wajar, kadang-kadang
dilakukan tanpa disadari subjek dan fokus pada pengamatan
perilaku. Selain itu, wawancara yang mendalam juga sering
digunakan oleh pemasar untuk memperoleh wawasan awal
mengenai perubahan sosial dan budaya yang terjadi.
23
c.
Instrumen survei pengukuran nilai.
Teknik
ini
menggunakan instrumen
yaitu kuisioner guna
menanyakan kepada subjek bagaimana perasaan merka terhadap
berbagai
konsep
pribadi
dan
sosial
yang
pokok
seperti
kemerdekaan, kenyamanan, dan keamanan.
2.
Subbudaya
Menurut Kotler dan Keller (2012: 175) setiap budaya memiliki
beberapa subbudaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan
sosialisasi yang lebih spesifik untuk anggota merka. Subbudaya
meliputi kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis.
Apabila subbudaya tumbuh lebih besar dan cukup berpengaruh,
perusahaan seringkali merancang program pemasaran khusus untuk
melayani merka. Terdapat beberapa subbudaya yang dikemukakan oleh
Schiffman dan Kanuk (2007: 382) antara lain kebangsaan, agama,
lokasi geografis, ras, usia, gender dan status pekerjaan.
3.
Kelas Sosial
Hampir
seluruh
kelompok
manusia
mengalami
social
stratification atau stratifikasi sosial yang berbentuk kelas sosial, yaitu
divisi yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah
masyarakat yang tersusun secara hierarki dan mempunyai anggota yang
berbagi nilai, minat dan perilaku yang sama. Kelas sosial mempunyai
beberapa karakteristik antara lain (Kotler dan Keller, 2009: 168) :
24

Orang-orang yang berada dalam masing-masing kelas cenderung
mempunyai kemiripan dalam cara berpakaian, pola bicara dan
preferensi rekreasional dibandingkan orang dari kelas sosial yang
berbeda.

Orang dianggap menduduki posisi yang lebih rendah atau lebih
tinggi.

Kelompok variabel seperti pekerjaan, penghasilan, kekayaan,
pendidikan dan lain-lain, mengindikasikan kelas sosial alih-alih
variabel tunggal.

Kelas sosial seseorang dalam tangga kelas sosial dapat bergerak
naik atau turun sepanjang hidup mereka yang bergantung pada
seberapa kaku stratifikasi sosial tersebut.
Suryani (2008) menyatakan bahwa terdapat tiga pendekatan
untuk mengukur kelas sosial, antara lain :
a.
Pengukuran subjektif
Pada metode pengukuran ini, pemasar cukup bertanya kepada
konsumen tentang kelas sosialnya. Dengan pendekatan ini
subjektivitas relatif tinggi karena konsumen sendirilah yang
menempatkan dirinya sendiri termasuk dalam kelompok sosial
mana berdasarkan kriterianya sendiri. Untuk mengatasi kelemahan
metode ini, apabila metode yang digunakan adalah wawancara,
peneliti dapat menanyakan lebih jauh alasan dan kriteria yang
digunakan sehingga konsumen menjadi lebih objektif.
25
b.
Pengukuran reputasional
Metode ini mengukur kelas sosial seseorang dengan menanyakan
kepada orang lain yang mengenal tentang lingkungan sosial yang
terkait dengan konsumen yang akan diukur.
c.
Pengukuran objektif
Metode ini dipandang sebagai metode yang paling dapat dipercaya.
Metode ini menggunakan beberapa indikator untuk mengukur kelas
sosial antara lain pekerjaan, tingkat pendidikan dan pendapatan.
2.4.2 Faktor Sosial
 Kelompok Referensi
Kelompok referensi seseorang adalah semua kelompok yang
mempunyai pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung
terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Kelompok yang mempunyai
pengaruh langsung disebut kelompok keanggotaan (membership group).
Beberapa dari kelompok ini adalah kelompok primer (primary group)
dimana seseorang berinteraksi apa adanya secara terus menerus dan
tidak resmi seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja. Selain itu
masyarakat juga menjadi kelompok sekunder (secondary group) seperti
agama, profesional dan kelompok persatuan dagang, dimana cenderung
lebih formal dan membutuhkan lebih sedikit interaksi berkelanjutan.
Kelompok referensi dapat mempengaruhi anggota setidaknya dengan
tiga cara yaitu memperkenalkan perilaku dan gaya hidup baru,
26
mempengaruhi sikap dan konsep diri dan menciptakan tekanan
kenyamanan yang dapat mempengaruhi pilihan produk dan merk. Jika
pengaruh kelompok referensi kuat, maka pemasar harus mencari cara
untuk dapat mempengaruhi pemimpin opini kelompok, yaitu orang yang
menawarkan nasihat atau informasi informal mengenai produk. (Kotler
dan Keller, 2012: 175).
Pengaruh kelompok referensi (kelompok acuan) dapat berubah
seiring dengan perkembangan produk dalam siklus hidup produknya.
Ketika suatu produk diperkenalkan pertama kali (introduction),
keputusan untuk membeli sangat dipengaruhi oleh pihak lain tetapi tidak
dengan pilihan merk. Pada tahap pertumbuhan (growth), pengaruh
kelompok referensi (kelompok acuan) bersifat kuat untuk pilihan produk
dan merk. Pada tahap kedewasaan (maturity), hanya pilihan merk saja
yang sangat dipengaruhi oleh pihak lain. Pada tahap penurunan
(decline), pengaruh kelompok bersifat lemah baik terhadap pilihan
produk maupun merk. (Abdullah dan Tantri, 2012: 116).
Faktor yang menentukan kekuatan pengaruh kelompok referensi
pada perilaku seseorang tergantung pada sifat individu dan produk serta
faktor-faktor sosial tertentu. Beberapa faktor tersebut antara lain
(Schiffman dan Kanuk, 2007: 293) :
a.
Informasi dan pengalaman mengenai produk.
Individu yang mempunyai pengalaman langsung dengan suatu
produk atau dapat memperoleh informasi lengkap mengenai produk
27
dengan mudah, kecil kemungkinan bisa dipengaruhi oleh nasihat
atau referensi orang lain. Begitu juga sebaliknya, individu yang
sedikit atau sama sekali tidak mempunyai pengalaman dengan
produk dan tidak mengharapkan memperoleh informasi yang
objektif mengenai produk, lebih memungkinkan untuk dipengaruhi
dan mencari-cari nasihat atau referensi dari orang lain.
b.
Kredibilitas, daya tarik, dan kekuatan kelompok referensi.
Kelompok referensi yang dirasakan kredibel, menarik atau
berkuasa dapat menimbulkan perubahan sikap dan perilaku
konsumen. Berbagai kelompok referensi yang berbeda mungkin
mempengaruhi kepercayaan, sikap dan perilaku seseorang pada
waktu atau keadaan yang berbeda.
c.
Sifat produk yang menonjol.
Pengaruh potensial yang dimiliki oleh suatu kelompok referensi
terhadap keputusan untuk membeli berbeda-beda menurut seberapa
menonjolnya produk tersebut secara visual dan verbal.
 Keluarga
Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling
penting berpengaruh. Kotler dan Keller (2012: 176) membagi keluarga
dalam kehidupan pembeli menjadi dua, yang pertama yaitu keluarga
orientasi (family of orientation) yang terdiri dari orangtua dan saudara.
Menurut Boyd, Walker dan Larrache, pengaruh dari anggota-anggota
keluarga pada pengambilan keputusan keluarga sangat bervariasi antar
28
negara. Pada umumnya semakin tradisional masyarakatnya maka
semakin besar kekuasaan kaum pria. Sedangkan di negara-negara yang
memperhatikan kesetaraan, keputusan lebih cenderung dibuat oleh
suami istri secara bersama-sama. Yang kedua adalah keluarga prokreasi
(family of procreation) yang memberikan pengaruh langsung terhadap
perilaku pembelian setiap hari yaitu pasangan dan anak-anak.
Keterlibatan suami istri dalam kategori produk dan tahap proses
pembelian sangat beragam, akan tetapi perang ini berubah-ubah sesuai
dengan gaya hidup konsumen. (Kotler dan Armstrong, 2008: 165).
Beberapa perang penting keluarga dalam mempengaruhi
perilaku konsumen (Suryani, 2008: 238) antara lain :
a.
Memenuhi kesejahteraan secara ekonomi.
Keluarga berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi
orang-orang didalamnya. Pembagian kerja antara suami sebagai
kepalan keluarga dengan istri yang biasanya bertanggung jawab
pada urusan domestik (rumah tangga) ditujukan agar kebutuhan
anggota keluarga dapat terpenuhi.
b.
Memberikan dukungan emosional.
Kebutuhan
akan
diperhatikan
dan
mendapatkan
perhatian,
melindungi, memberi dan mendapatkan rasa aman dan nyaman,
dopenuhi melalui interaksi antar anggota keluarga dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga kebutuhan emosional ini akan banyak
mempengaruhi aktivitas dan perilaku belanja anggota keluarga.
29
c.
Membentuk gaya hidup.
Proses sosialisasi dan interaksi yang dilakukan memberikan
pengaruh terhadap gaya hidup anggota keluarga.
d.
Sosialisasi
Salah satu fungsi keluarga adalah mensosialisasikan nilai-nilai dan
perilaku yang dianggap baik/ buruk kepada anak-anak. Sosialisasi
dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan mengajarkan anakanak untuk belajar dari apa yang disampaikan oleh orangtua, dan
juga dapat diajarkan secara tidak langsung yaitu melalui perilaku
yang dilakukan oleh orangtua dan anggota keluarga yang lain.
Kaitannya dengan perilaku konsumen adalah pada hakekatnya
sosialisasi merupakan proses yang mana anak-anak menguasai
keterampilan, pengetahuan dan sikap yang diperlukan agar dapat
melakukan fungsinya sebagai konsumen.
 Peran dan Status
Setiap orang berperan dan berpartisipasi dalam banyak
kelompok seperti keluarga, klub atau organisasi. Kelompok seringkali
menjadi
sumber
informasi
yang
penting
dalam
membantu
mendefinisikan norma perilaku. Kita dapat mendefinisikan posisi
seseorang dalam tiap kelompok melalui peran dan status. Peran (role)
terdiri dari kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat dilakukan oleh
seseorang. Setiap peran-peran tersebut
membawa status
yang
mencerminkan nilai umum yang diberikan kepadanya oleh masyarakat.
30
(Kotler dan Keller, 2012: 176). Setiap orang akan memilih produk atau
jasa yang dapat mengkomunikasikan peran dan status merka dalam
masyarakat. (Abdullah dan Tantri, 2012: 117).
2.4.3 Faktor Pribadi
1.
Usia dan Siklus Hidup
Selera dalam pemilihan makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi
sering berhubungan dengan usia. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus
hidup keluarga dan jumlahnya, usia, serta jenis kelamin orang dalam
rumah tangga pada satu waktu tertentu. Selain itu siklus psikologis juga
menetukan. Orang dewasa mengalami “perjalanan” atau “transformasi”
tertentu sepanjang hidupnya, tetapi perilaku yang diperlihatkan
seseorang ketika melalui perjalanan ini tidak selalu tetap dan berubahubah sepanjang waktu. (Kotler dan Keller, 2012: 177). Pemasar juga
harus memperhitungkan kejadian atau transisi hidup yang penting
seperti pernikahan, kelahiran dan lain-lain yang akan memunculkan
kebutuhan baru. (Kotler dan Keller, 2012: 178).
2.
Pekerjaan
Pekerjaan sangat mempengaruhi pola konsumsi. Pekerja
kantoran akan membeli baju kerja, sepatu kerja dan kotak makan.
Direktur perusahaan cenderung akan membeli jas, perjalanan udara, dan
keanggotaan club. Pemasar berusaha untuk mengidentifikasikan
kelompok pekerjaan yang mempunyai minat diatas rata-rata terhdapa
31
produk dan jasa merka, bahkan menyediakan produk khusus untuk
kelompok pekerjaan tertentu. (Kotler dan Keller, 2012: 178).
3.
Situasi Ekonomi
Situasi ekonomi seperti penghasilan yang dapat dibelanjakan,
tabungan dan aset, utang, kekuatan pinjaman dan sikap terhadap
pengeluaran dan tabungan akan sangat mempengaruhi pilihan produk.
(Kotler dan Keller, 2012: 178). Pemasar barang-barang yang sensitif
terhadap pendapatan mengamati gejala pendapatan pribadi, tabungan
dan suku bunga. Jika indikator ekonomi menunjukkan resesi, pemasar
dapat mengambil langkah-langkah untuk merancangulang, mereposisi,
dan menetapkan harga kembali untuk produk merka secara seksama.
(Kotler dan Armstrong, 2008: 170).
4.
Gaya Hidup (lifestyle)
Kotler dan Keller (2012: 179) mengungkapkan bahwa gaya
hidup (lifestyle) adalah pola hidup seseorang di dunia yang tercermin
dari kegiatan, minat dan pendapat. Orang-orang dari subbudaya, kelas
sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin memiliki gaya hidup yang
berbeda. Gaya hidup memotret interaksi seseorang secara utuh dengan
lingkungannya. Beberapa gaya hidup terbentuk oleh keterbatasan uang
atau keterbatasan waktu konsumen. Konsumen yang mengalami
keterbatasan
waktu
cenderung
multitugas
(multitasking),
yaitu
melakukan dua atau lebih pekerjaan pada waktu yang sama. Perusahaan
yang bertujuan untuk melayani konsumen jenis ini akan menciptakan
32
produk dan jasa yang nyaman bagi kelompok konsumen. Contoh lain
adalah perusahaan akan meniptakan produk atau jasa yang murah untuk
melayani konsumen dengan keterbatasan dalam uang.
Perusahaan-perusahaan riset telah mengembangkan klasifikasi
gaya hidup dari seseorang. Klasifikasi yang paling banyak digunakan
adalah tipologi VALStm dari SRI Consulting Business Intelligence
yang menggolongkan orang berdasarkan karakteristik psikologi dan
empat kondisi demografi yang berhubungan dengan perilaku pembelian
seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini :
Penemu
(innovators)
Motivasi Utama
Idealisme
Pemikir
(Thinkers)
Penganut
(Believers)
Sumber daya tinggi
Inovasi tinggi
Pencapaian
Pencapai
(Achievers)
Ekspresi diri
Orang yang
mengalami
(Experiencers)
Pekerja keras
(Strivers)
Bertahan
Hidup
(survivors)
Pembuat
(Makers)
Sumber daya rendah
Inovasi rendah
Sumber
: Kotler dan Armstrong (2008: 171)
Gambar 2.3 : Klasifikasi gaya hidup VALStm
33
VALS
membagi
konsumen
menjadi
delapan
kelompok
berdasarkan dua dimensi utama yaitu motivasi utama dan sumber daya.
Motivasi utama meliputi idealisme, pencapaian, dan ekspresi diri.
Menurut SRI-BI, konsumen yang sangat termotivasi oleh idealisme
dituntun oleh pengetahuan dan prinsip, konsumen yang sangat
termotivasi
oleh
mendemonstrasikan
pencapaian
mencari
keberhasilan
produk
merka,
dan
dan
jasa
yang
konsumen
yang
termotivasi oleh ekspresi diri menginginkan aktvitas sosial atau fisik,
variasi, dan resiko. Dimensi berikutnya yaitu berdasarkan sumber daya
yang dibagi menjadi konsumen dengan sumber daya tinggi dan
konsumen dengan sumber daya rendah yang hal ini bergantung pada
tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan, kepercayaan diri, energi,
dan faktor-faktor lainnya. Konsumen dengan tingkat sumber daya yang
sangat tinggi (penemu/ innovators) atau sangat rendah (bertahan hidup/
survivors) diklasifikasikan tanpa memperhatikan motivasi utama merka.
Penemu merupakan orang-orang dengan sumber daya yang sangat
banyak sehingga merka mampu memperlihatkan ketiga motivasi utama
dalam tingkat yang beragam. Sebaliknya, orang yang bertahan hidup
adalah orang-orang dengan sumber daya yang sangat sedikit sehingga
merka tidak memperlihatkan motivasi utama yang kuat karena merka
harus memusatkan perhatian untuk pemenuhan kebutuhan daripada
keinginan. (Kotler dan Armstrong, 2008: 170). Pemikir (thinkers)
merupakan kelompok orang-orang yang dewasa, merasa puas, memiliki
34
informasi,,
dan
berpendidikan.
Mereka
merupakan
konsumen
konservatif dan praktis yang menginginkan nilai, daya tahan, dan
kemanfaatan dalam produk yang merka beli. Penganut (believers)
merupakan orang-orang yang konservatif dan konvensional dengan
kepercayaan yang konkret berdasarkan nilai-nilai tradisional seperti
keluarga, komunitas dan negara. Kelompok ini merupakan konsumen
yang dapat diduga dan menyukai produk-produk yang sudah mapan.
Pencapai (achievers) adalah orang-orang yang sukses dan berorientasi
kerja dan berusaha mengendalikan hidupnya. Mereka menilai struktur,
prediktabilitas dan stabilitas, dan menyukai produk yang sudah mapan.
Pekerja keras (strivers) merupakan orang-orang yang mencari
informasi, definisi diri, dan pengakuan dari dunia disekitar merka.
Konsumen ini sangat memperhatikan opini dan pengakuan dari orang
lain, bersifat impulsif dan mudah bosan. Kelompok orang yang
mengalami (experiencers) adalah orang-orang yang antusias, impulsif,
dan suka memberontak yang menginginkan variasi dan kegembiraan.
Tipe konsumen ini menyukai latihan fisik, olahraga serta kegiatan
sosial dan merupakan konsumen antusias terutama terhadap pakaian,
musik, film biokop, dan makanan cepat saji. Pembuat (makers)
merupakan orang-orang yang praktis dan mandiri dengan keahlian
konstruktif. Kelompok konsumen ini tinggal dalam lingkungan
keluarga yanga tradisional, pekerjaan praktis dan rekreasi fisik dan
35
cenderung tidak begitu berminat pada hal-hal lain. (Boyd, Walker,
Larreche, 2000: 140).
5.
Kepribadian dan Konsep Diri
Kepribadian (personality) adalah sekumpulan sifat psikologis
manusia yang menyebabkan respon yang relatif konsisten dan tahan
lama terhadap rangsangan lingkungan (termasuk perilaku pembelian).
Setiap orang mempunyai karakteristik pribadi yang mempengaruhi
perilaku pembeliannya. ((Kotler dan Keller, 2012: 178).
Dhammesta dan Handoko (2008: 89) menyimpulkan terdapat
tiga unsur dalam kepribadian individu yaitu :
a.
Pengetahuan
Yaitu unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang
manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Hal
ini akan menimbulkan suatu gambaran, pengamatan (persepsi),
konsep dan fantasi terhadap segala hal yang diterima dari
lingkungan melalui panca indra.
b.
Perasaan
Merupakan suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena
pengaruh pengetahuannya dinilai sebagai keadaan positif atau
negatif.
c.
Dorongan naluri
Yaitu kemajuan yang sudah merupakan maluri ada tiap individu
yang
sering
disebut
“drive”
seperti
dorongan
unutk
36
mempertahankan hidup, dorongan seks, dorongan untuk mencari
makan, dan lain-lain.
Pemahaman terhadap kepribadian akan sangat membantu
pemasar
dalam
memahami
perilaku
konsumen
dan
kegiatan
pemasarannya. Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), ciri-ciri
kepribadian akan membedakan antara konsumen yang inovatif dan
yang tidak termasuk ciri kepribadian yang dogmatis. Orang-orang
dengan dogmatisme tinggi akan sulit untuk menerima hal-hal yang baru
karena keyakinan orang ini terhadap sesuatu yang sudah diketahuinya
sangat kuat. Untuk mempengaruhinya, pemasar harus menggunakan
figur yang berkuasa seperti selebriti dan tokoh-tokoh masyarakat yang
dikagumi. Lain halnya untuk orang-orang dengan dogmatisme rendah
yang lebih bisa menerima sesuatu yang baru. Merka lebih bisa
dipengaruhi dengan informasi produk yang menekankan pada
perbedaan dengan produk lain secara faktual dan juga informasi tentang
kegunaan produk.
Kepribadian juga dapat dijadikan alat untuk menganalisa
perilaku konsumen untuk merk. Idenya adalah bahwa merk juga
memiliki kepribadian dan konsumen mungkin akan memilih merk yang
kepribadiannya sesuai dengan merka, hal ini kemudian didefinisikan
sebagai kepribadian merk (brand personality) yang merupakan bauran
tertentu dari sifat manusia yang dapat kita kaitkan pada merk tertentu.
Seorang periset mengidentifikasi lima kepribadian merk antara lain
37
ketulusan/ sincerity (membumi, jujur, sehat, dan ceria), kegembiraan/
excitement (berani, bersemangat, imajinatif, dan modern), kompetensi/
competence (dapat diandalkan, cerdik, dan sukses), kesempurnaan/
sophisticated (kelas atas dan menarik), ketahanan/ ruggedness
(petualang dan tangguh). (Kotler dan Keller, 2012: 179).
Konsumen sering memilih dan menggunakan merk yang
mempunyai kepribadian merk yang konsisten dengan konsep diri merka
sendiri (cara kita memandang diri sendiri), meskipun penyesuaian itu
mungkin berdasarkan konsep diri ideal konsumen (cara kita
memandang diri sendiri) atau konsep diri orang lain (cara pandangan
orang lain terhadap kita). Pengaruh ini lebih nyata bagi produk yang
dikonsumsi secara publik dibandingkan barang yang dikonsumsi secara
pribadi. (Kotler dan Keller, 2012 179).
2.4.4 Faktor Psikologis
1.
Motivasi
Motif atau dorongan adalah kebutuhan dengan tekanan kuat
yang mendorong seseorang untuk mencari kepuasan atas kebutuhan
tersebut. (Kotler dan Armstrong, 2008: 172). Setiap individu
mempunyai banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Salah satunya
bersifat biogenik, yaitu kebutuhan itu timbul dari keadaan tekanan
biologis seperti lapar, haus, atau rasa nyaman. Kebutuhan lain bersifat
psikogenik yaitu kebutuhan yang timbul dari tekanan psikologis seperti
38
kebutuhan
akan
pengakuan,
penghargaan
atau
rasa
memiliki.
Kebutuhan menjadi motif (motive) ketika kebutuhan itu meningkat
sampai ke tingkat yang cukup sehingga mendorong kita untuk
bertindak. (Kotler dan Keller, 2012).
Beberapa teori motivasi yang terkenal antara lain :
a.
Teori Freud
Sigmund Freud mengasumsikan bahwa kekuatan psikologis yang
membentuk perilaku seseorang sebagian besar adalah ketidak
sadaran, dan bahwa seseorang tidk dapat memahami secara penuh
motivasinya sendiri. Satu teknik yang disebut teknik tangga
(laddering) memungkinkan kita untuk melacak motivasi dari
seseorang dari motivasi instrumental yang dinyatakan sampai
motivasi
yang
lebih
terminal,
kemudian
pemasar
dapat
memutuskan pada tingkat apa merka akan mengembangkan pesan
dan daya tarik. (Kotler dan Keller, 2012: 182).
b.
Teori Maslow
Abraham Maslow menjelaskan bahwa kebutuhan manusia diatur
dalam hierarki dari yang paling mendesak sampai yang paling tidak
mendesak antara lain kebutuhan psikologis, kebutuhan keamanan,
kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan
aktualisasi diri seperti yang terlihat pada gambar 2.4 berikut :
39
Kebutuhan Aktualisasi Diri
(pengembangan dan realisasi diri)
5
4
Kebutuhan Penghargaan Diri
(penghargaan diri, pengakuan,status)
3
Kebutuhan Sosial
(rasa memiliki, cinta)
2
Kebutuhan Keamanan
(keamanan, perlindungan)
1
Kebutuhan Fisiologis
(makanan, air, tempat berlindung)
Sumber
: Kotler dan Keller (2012: 183)
Gambar 2.4 : Hierarki Kebutuhan Maslow
Seseorang akan berusaha memuaskan kebutuhan yang paling
mendesak terlebih dahulu, baru setelah kebutuhan tersebut tercapai
maka ia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan mendesak
berikutnya. (Kotler dan Keller, 2012: 183).
c.
Teori Herzberg
Frederick Herzberg mengembangkan teori dua faktor yang
membedakan
ketidakpuasan/
dissatisfier
(faktor-faktor
yang
menyebabkan ketidakpuasan) dari kepuasan/ satisfier (faktor yang
menyebabkan kepuasan). Ketiadaan dissatisfier tidak cukup untuk
memotivasi pembelian, harus ada satisfier. Teori ini memiliki dua
implikasi, yang pertama adalah penjual seharusnya melakukan
yang terbaik untuk menghindari ketidakpuasan meskipun hal ini
tidak akan menjual produk. Yang kedua adalah penjual harus
mengidentifikasi setiap kepuasan atau motivator utama pembelian
40
di pasar dan kemudian memasok mereka. (Kotler dan Keller, 2012:
183).
Perusahaan pemasaran perlu untuk mengetahui dan memahami
mengenai apa-apa saja yang menjadi motif pembelian oleh konsumen.
Hal ini dapat dilakukan melalui riset-riset dan analisa-analisa untuk
mengetahui dan mengukur motif konsumen. riset motivasi mengacu
pada riset kualitatif yang dirancang untuk mencari motif tersembunyi
dibawah kesadaran konsumen karena konsumen seringkali tidak tahu
atau tidak dapat menjelaskan mengapa merka bertindak seperti yang
merka lakukan. (Kotler dan Armstrong, 2008).
Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan dalam riset
motivasi, antara lain (Suryani, 2008: 47) :
a.
Wawancara secara mendalam.
Metode ini sangat populer dipakai terutama ketika pemasar ingin
mengetahui secara lebih dalam tentang manfaat yang diinginkan
konsumen, dan apa yang menurut konsumen penting sehingga
terdorong untuk membeli produk tertentu. (Suryani, 2008). Teknik
ini dapat dilakukan dengan mengadakan wawancara panjang lebar
dan bebas dengan responden. Dalam hal ini, pewawancara lebih
bersifat pasif dan hanya mendengarkan serta mencatat semua
pembicaraan responden.
41
b.
Teknik proyektif
Dalam metode ini konsumen ditanya tentang reaksi dan pendapat
orang
lain
seandainya
mendorongnya,
apa
dalam
yang
situasi
tertentu,
memotivasinya
dan
apa
yang
bagaimana
pendapatnya.
c.
Metode kuesioner
Metode ini seringkali digunakan sebagai pelengkap metode
wawancara.
Kuesioner
digunakan
untuk
memandu
dalam
memberikan pertanyaan-pertanyaan pada saat wawancara. Metode
kuesioner dapat digunakan dengan asumsi:



d.
Responden merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya.
Pernyataan responden adalah benar dan dapat dipercaya.
Interpretasi responden sama dengan penanya.
Metode kelompok fokus.
Anggota kelompok fokus dipilih berdasarkan pertimbanganpertimbangan strategikdan merupakan konsumen yang dapat
merepresentasikan konsumen secara umum. Keberhasilan dari
metode ini akan sangat bergantung dari kemampuan pemimpin
diskusi untuk menciptakan suasana yang rileks yang membuat
konsumen dapat terbuka dan juga bergantung pada kemampuannya
untuk memberikan pertanyaan yang relevan dan mengarahkan
diskusi yang berlangsung.
42
2.
Persepsi
Persepsi (perception) adalah proses dimana kita memilih,
mengatur, dan menerjemahkan masukan informasi untuk menciptakan
gambaran dunia yang berarti. Poin utamanya adalah bahwa persepsi
tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga pada
hubungan rangsangan terhadap bidang yang mengelilinginya dan
kondisi dalam setiap diri kita. Orang yang termotivasi siap bertindak,
bagaimana ia bertindak dipengaruhi oleh pandangannya tentang situasi.
Dalam pemasaran, persepsi lebih penting dari realitas, karena persepsi
mempengaruhi perilaku aktual konsumen. (Kotler dan Keller, 2012:
183).
Seseorang dapat membentuk persepsi yang berbeda dari
rangsangan yang sama karena tiga proses perseptual (Kotler dan
Armstrong, 2008: 174) antara lain :
a.
Atensi selektif
Merupakan kecenderungan seseorang untuk menyaring sebagian
besar informasi yang merka dapatkan, yang berarti pemasar harus
bekerja keras untuk menarik atensi konsumen.
b.
Distorsi selektif
Menggambarkan kecenderungan seseorang untuk menerjemahkan
informasi kedalam cara yang akan mendukung apa yang telah
mereka percayai. Distorsi selektif dapat bekerja untuk keunggulan
pemasar yang memiliki merk kuat ketika konsumen mendistorsi
43
informasi merk netral atau tidak jelas untuk membuatnya lebih
positif. (Kotler dan Keller, 2012: 184).
c.
Retensi selektif
Keadaan dimana seseorang cenderung mempertahankan informasi
yang mendukung sikap dan kepercayaan mereka.
Mullins, et al (2008) mengungkapkan bahwa terdapat dua faktor
yang mengarahkan proses persepsi
konsumen dan membantu
menjelaskan mengapa konsumen yang berbeda memandang informasi
produk dengan berbeda. Faktor yang pertama yaitu selektivitas
(selectivity) yang berarti bahwa meskipun lingkungan dipenuhi oleh
informasi produk, konsumen hanya mengambil dan memilih beberapa
bagian dari informasi dan mengabaikan yang lainnya. Untuk pembelian
dengan keterlibatan tinggi, konsumen memberi perhatian tertentu
terhadap informasi yang berhubungan dengan kebutuhan yang ingin
mereka puaskan dan mempertimbangkan untuk membeli merk-merk
tertentu. Kewaspadaan persepsi (perceptual vigilance) ini membantu
menjamin konsumen mendapatkan informasi yang mereka butuhkan
untuk membuat pilihan yang baik. Untuk produk dengan keterlibatan
rendah, konsumen cenderung untuk secara selektif mengabaikan
informasi-informasi agar tidak menyianyiakan waktu. Faktor yang
kedua adalah organisasi yang secara sederhana berarti bahwa konsumen
mengelompokkan informasi-informasi kedalam berbagai kategori yang
memungkinkan
mereka
untuk
menguasai,
mengingat,
dan
44
menggunakannya dengan lebih baik dalam membuat keputusan
berikutnya.
Pemahaman mengenai persepsi dapat diaplikasikan dalam
pemasaran. Beberapa aplikasi persepsi dalam pemasaran tersebut
(Suryani, 2008: 111 ) antara lain:
a.
Citra perusahaan, citra produk dan citra merk.
Citra perusahaan mempunyai peran penting dalam mempengaruhi
pengambilan keputusan konsumen. Ketika konsumen tidak
mempunyai informasi yang lengkap mengenai produk dan merk,
maka konsumen akan menggunakan citra perusahaan sebagai dasar
untuk memilih produk.
Citra merk merepresentasikan keseluruhan persepsi konsumen
terhadap merk yang terbentuk oleh informasi dan pengalaman
konsumen terhadap suatu merk. Konsumen yang mempunyai citra
positif terhadap merk tertentu cenderung memilih merk tersebut
dalam pembelian.
b.
Persepsi terhadap resiko.
Ketika melakukan pembelian, konsumen akan mempertimbangkan
resiko yang akan terjadi. Resiko yang dipersepsikan ini akan
didasarkan pada banyak pertimbangan yang bersumber dari
informasi dan pengalaman terkait. Resiko yang dipersepsikan
(perceived
risk)
merupakan
ketidakpastian
yang
dihadapi
konsumen ketika mereka tidak mampu melihat kemungkinan yang
45
akan terjadi dari keputusan pembelian yang dilakukan. Bebrapa
jenis resiko yang dipertimbangkan menurut Jacoby dan Kapalan,
Sengupta (1997) dan Aydin, S (2005) antara lain :

Resiko keuangan, yaitu resiko berupa kerugian dari aspek
keuangan yang akan dialami konsumen.

Resiko kinerja, yaitu resiko produk tidak akan memberikan
kinerja seperti yang diharapkan.

Resiko psikologis, yaitu berupa ketidaknyaman,, citra diri yang
buruk, dan harga diri menjadi rendah.

Resiko fisiologis, merupakan resiko akibat pembelian produk
yang berupa terganggunya fisik konsumen.

Resiko sosial, yaitu berupa kurang diterimanya konsumen di
lingkungan masyarakatnya.

Resiko waktu, berupa hilangnya waktu konsumen akibat
pembelian produk.
Menurut Prasetijo dan Ihalauw (2005: 83), persepsi mengenai
resiko hanya bisa diperkecil dan tidak bisa dihilangkan. Apabila
seorang konsumen memiliki motivasi yang cukup tinggi untuk
mendapatkan produk, untuk menghilangkan ketegangan yang
dialami, mereka akan berusaha meyakikan diri sedemikian rupa
dengan perilaku-perilaku berikut ini :
46

Mencari informasi.
Informasi-informasi yang didapat akan dijadikan pertimbangan
penentuan alternatif-alternatif dan pengambilan keputusan.

Brand loyalty
Konsumen memilih produk yang berdasarkan pengalaman
penggunaan produk diwaktu-waktu yang lalu dan pernah
memberikan kepuasan, karena hal ini dianggap keputusan yang
aman.

Memilih berdasarkan brand image atau citra produk.
Citra merk yang tertanan dalam diri konsumen terbentuk
sebagai hasil product positioning oleh pemasar.

Membeli produk yang paling mahal.
Konsumen berpersepsi adanya korelasi positif antara harga dan
kualitas.

Konsumen mencari jaminan atau bahkan mencoba sebelum
membeli.
Perilaku ini banyak digunakan oleh pemasar terutama untuk
produk-produk yang dipersepsi mengandung resiko tinggi.
c.
Persepsi terhadap kualitas
Konsumen secara langsung atau tidak langsung akan memberikan
penilaian terhadap produk atau jasa yang akan dibeli atau pernah
dikonsumsi. Evaluasi dilakukan berdasarkan penilaian keseluruhan
47
antara apa yang diterima dan dialami dibandingkan dengan yang
diharapkan.
3.
Pembelajaran
Pembelajaran (learning) merupakan hal yang mendorong
perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.
Sebagian besar perilaku manusia dipelajari, meskipun sebagian besar
pembelajaran itu tidak disengaja. Ahli teori pembelajaran menyatakan
bahwa pembelajarn dihasilkan melalui interaksi dorongan, rangsangan,
pertanda, respons, dan penguatan. Dorongan (drive) merupakan
rangsangan internal kuat yang mendorong tindakan. Pertanda (cue)
adalah rangsangan minor yang menentukan kapan, dimana, dan
bagaimana seseorang merespons. (Kotler dan Keller, 2012: 185).
Teori mengenai pembelajaran mengajarkan pemasar bahwa
mereka dapat membangun permintaan untuk sebuah produk dengan
mengasosiasikannya dengan dorongan yang kuat, menggunakan
pertanda yang memotivasi, dan menyediakan penguatan yang positif.
(Kotler dan Keller, 2012: 185).
Terdapat tiga teori yang terkenal untuk menjelaskan mengenai
proses pembelajaran antara lain :
a.
Teori Pembelajaran Perilaku (Behavioural Learning Theory)
Teori ini berasumsi bahwa pembelajaran terjadi sebagai respon
seseorang terhadap kejadian-kejadian diluar dirinya (eksternal).
48
(Prasetijo dan Ihalauw, 2005: 88). Terdapat dua teori yang
termasuk kedalam teori pembelajaran perilaku yaitu :
 Teori Pengkondisian Klasik (Classical Conditioning)
Dikembangkan
oleh
Ivan
Pavlov
dan
mengacu
pada
pembelajaran dimana stimulus yang mengakibatkan respon
tertentu dipasangkan dengan stimulus lain yang pada awalnya
tidak menghasilkan respon bila berdiri sendiri, akan tetapi lama
kelamaan akan menghasilkan respon yang sama karena stimulus
kedua diasosiasikan dengan stimulus yang pertama. (Prasetijo
dan Ihalauw, 2005: 89).
 Pengkondisian Operan (Instrumental Conditioning)
Teori ini mengutamakan kepuasaan dalam menggunakan atau
mengkonsumsi produk sehingga stimulus yang menghasilkan
respon yang paling memuaskanlah yang akan tersimpan dalam
memori. Teori ini mengungkapkan bahwa pembelajaran terjadi
melalui proses uji coba, sehingga kebiasaan akan terbentuk
sebagai hasil dari ganjaran positif yang diterima pada waktu
memberikan respon atau pada waktu berperilaku. (Prasetijo dan
Ihalauw, 2005: 92).
b.
Teori Pembelajaran Kognitif
Teori ini menekankan kegiatan mental dalam pembelajaran, yaitu
bagaimana informasi yang diterima seseorang diproses dan
disimpan dalam memorinya dalam waktu yang relatif lama. Unsur49
unsur dalam teori ini yaitu motivasi, cues yang merupakan stimulus
yang mengarahkan motif, respon, dan reinforcement yang
meningkatkan kemungkinan suatu responspesifik akan muncul
dimasa akan datang sebagai hasil dari stimulus tertentu. (Prasetijo
dan Ihalauw, 2005: 94).
c.
Teori Belajar Sosial (Social/ Observational Learning Theory)
Teori ini berpandangan bahwa (Suryani, 2008) :

Dalam belajar individu akan meramalkan konsekuensi dari
perilaku yang dilakukan dan melakukan berbagai perilaku.

Dalam belajar individu akan memperhatikan perilaku orang
lain dan mengamati konsekuensi dari perilaku yang dilakukan.

Individu mempunyai kemampuan untuk mengatur perilakunya
sendiri dan melalui proses regulasi diri akan memberikan
penghargaan maupun hukuman atas perilakunya.
4.
Memori
Kotler dan Keller (2012: 185) mengungkapkan bahwa semua
informasi dan pengalaman yang kita hadapi selama menjalani hidup
dapat berakhir di memori jangka panjang kita. Ahli psikologi kognitif
membedakan antara memori jangka pendek (short term memory/ STM)
yaitu penyimpanan informasi temporer dan terbatas, dan memori jangka
panjang (long term memory/ LTM) yang merupakan penyimpanan yang
lebih permanen dan pada dasarnya tidak terbatas. Kapasitas
penyimpanan yang tidak terbatas dikarenakn jumlah informasi produk
50
yang benar-benar disimpan disana cukup terbatas. Hal dikarenakan
beberapa alasan sebagai berikut (Boyd, et al, 2000) :
 Persepsi selektif menyaring banyak informasi produk bahkan
sebelum informasi tersebut masuk ke dalam memori jangka pendek.
 Kapasitas memori jangka pendek yang terbatas berarti bahwa hanya
sedikit potongan informasi yang bisa masuk dan diproses pada satu
waktu.
 Karena sepotong informasi ditransfer ke memori jangka panjang
untuk kemudian dipanggil kembali, informasi itu harus diulang
kembali dan diinternalisasi secara aktif.
Kita dapat menganggap pemasaran sebagai cara untuk
memastikan bahwa konsumen mendapatkan jenis pengalaman produk
dan jasa yang tepat untuk menciptakan struktur pengetahuan merk yang
tepat dan mempertahankan merk tersebut dalam memori. (Kotler dan
Keller, 2012: 186).
Memori adalah proses yang sangat konstruktif, karena kita tidak
mengingat informasi dan kejadian secara lengkap dan akurat.
Pemrograman memori menggambarkan bagaimana dan dimana
informasi masuk ke dalam memori. Secara umum, semakin banyak
perhatian
yang
kita
berikan
pada
arti
informasi
sepanjang
pemrograman, semakin kuat asosiasi dalam memori yang dihasilkan.
Ketika
seorang
konsumen
secara
aktif
memikirkan
dan
mengelaborasikan arti penting informasi produk atau jasa, asosiasi yang
51
diciptakan dalam memori semakin kuat. Konsumen juga lebih mudah
menciptakan
asosiasi
terhadap
informasi
baru
ketika
struktur
pengetahuan yang ekstensif dan relevan sudah berada dalam memori.
Tingkat kemudahan kita dalam mengintegrasikan informasi baru
kedalam struktur pengetahuan yang sudah ada bergantung pada
kesederhanaan, kejelasan, dan ketepatan. Paparan berulang terhadap
informasi juga memberikan peluang yang lebih besar bagi pemrosesan
dan selanjutnya potensi asosiasi yang lebih kuat. (Kotler dan Keller,
2012: 187).
Keberhasilan dalam mengingat informasi merk tidak hanya
bergantung pada kekuatan awal informasi tersebut dalam memori, tetapi
juga pada faktor-faktor berikut ini (Kotler dan Keller, 2012: 187) :
 Kehadiran informasi produk lain dalam memori dapat menghasilkan
pengaruh interferensi dan menyebabkan kita gagal mengenali atau
bingung dengan data yang baru. Salah satu tantangan pemasaran
dalam kategori dan pesaing yang banyak adalah bahwa konsumen
dapat mencampuradukkan merk.
 Waktu antara paparan terhadap informasi dan pemrograman
berpengaruh. Ahli psikologi kognitif percaya bahwa memori sangat
tahan lama, sehingga sekali informasi tersimpan dalam memori,
kekuatan kerusakan asosiasinya sangat lambat.
 Informasi mungkin tersedia dalam memori tetapi tidak dapat diakses
tanpa pengingat yang tepat. Semakin banyak pertanda atau pengingat
52
yang terhubung dengan informasi, semakin besar kemungkinan kita
dapat mengingatnya.
2.5
Proses Keputusan Pembelian Konsumen
Perilaku pembelian setiap individu atau konsumen terhadap
berbagai produk berbeda satu sama lain. Terdapat empat tipe perilaku
pembelian (Kotler dan Armstrong, 2008) seperti terlihat pada gambar 2.5
berikut :
Keterlibatan tinggi
Keterlibatan rendah
Banyak perbedaan
antar merk
Perilaku pembelian
kompleks
Perilaku pembelian yang
mencari keragaman
Sedikit perbedaan
antar merk
Perilaku pembelian
pengurangan disonansi
Perilaku pembelian
kebiasaan
Sumber
: Kotler dan Armstrong (2008: 177)
Gambar 2.5 : Empat tipe perilaku pembelian konsumen
1.
Perilaku pembelian kompleks (complex buying behavior)
Merupakan perilaku pembelian konsumen dalam situasi yang
ditentukan oleh keterlibatan konsumen yang tinggi dalam pembelian
dan perbedaan yang dianggap signifikan antar merk. Perilaku
pembelian ini terjadi ketika pembelian produk yang mahal, jarang dibeli
dan sangat memperhatikan ekspresi diri.
Pembeli tipe ini akan melewati proses pembelajaran, diawali dengan
pengembangan keyakinan terhadap produk, lalu sikap, dan kemudian
membuat pilihan pembelian yang dipikirkan secara matang. Para
53
pemasar produk yang memerlukan keterlibatan tinggi harus memahami
pengumpulan informasi dan perilaku evaluasi yang dilakukan
konsumen. pemasar harus membantu konsumen mempelajari atribut
produk dan kepentingan relatif atribut tersebut.
2.
Perilaku pembelian pengurangan disonansi (dissonance reducing
buying behavior)
Merupakan perilaku pembelian konsumen dalam situasi yang
mempunyai karakter keterlibatan tinggi tetapi hanya ada sedikit
anggapan perbedaan antar merk. Perilaku ini terjadi ketika konsumen
melakukan pembelian yang mahal, jarang dilakukan atau beresiko,
tetapi hanya sedikit perbedaan antar merk.
Pasca pembelian, konsumen mungkin akan mengalami disonansi
pascapembelian (ketidaknyamanan pascapenjualan) ketika mereka
mengetahui kerugian tertentu dari merk produk tertentu. Untuk
mengatasi disonansi semacam ini, komunikasi pasca penjualan yang
dilakukan pemasar harus memberikan bukti dan dukungan untuk
membantu konsumen merasa nyaman dengan pilihan merk mereka.
3.
Perilaku pembeliaan kebiasaan (habitual buying behavior)
Merupakan perilaku pembelian konsumen dalam situasi yang
mempunyai karakter keterlibatan konsumen yang rendah dan anggapan
perbedaan merk sedikit. Dalam kasus ini, konsumen menerima
informasi secara pasif. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat
terhadap sebuah merk karena mereka memilih sebuah merk karena
54
terbiasa. Karena mereka tidak memiliki keterlibatan yang tinggi dengan
produk tersebut, konsumen mungkin tidak melakukan evaluasi pilihan
bahkan setelah mereka melakukan pembelian.
Menurut Kotler dan Keller (2012: 195), pada perilaku pembelian ini
pemasar dapat
menggunakan empat strategi
untuk
mengubah
keterlibatan rendah menjadi keterlibatan yang lebih tinggi. Pertama
yaitu pemasar dapat menghubungkan produk dengan sejumlah isu yang
terlibat. Kedua yaitu pemasar dapat menghubungkan produk dengan
beberapa situasi pribadi yang melibatkan. Strategi ketiga yaitu pemasar
dapat merancang iklan untuk memicu emosi kuat yang berhubungan
dengan nilai pribadi atau pertahanan ego. Strategi keempat adalah
dengan mengiklankan fitur-fitur penting.
4.
Perilaku pembelian mencari keragaman (variety seeking buying
behavior)
Merupakan perilaku pembelian konsumen yang mempunyai karakter
keterlibatan konsumen yang rendah tetapi dengan anggapan perbedaan
merk yang signifikan. Dalam kasus ini, konsumen sering melakukan
pertukaran merk. Pada awalnya konsumen mungkin memegang
sejumlah keyakinan, akan tetapi pada saat berikutnya konsumen
mungkin memilih merk lain agar tidak bosan atau hanya untuk
mencoba sesuatu yang berbeda.
Pada perilaku pembelian ini, strategi pemasaran berbeda untuk
pemimpin pasar dan merk kecil. Pemimpin pasar akan mencoba
55
mendorong perilaku pembelian kebiasaan dengan mendominasi ruang
rak, membuat rak tetap penuh, dan menjalankan iklan untuk
mengingatkan konsumen sesering mungkin. Sedangkan perusahaan
penantang akan mendorong pencarian keragaman dengan menawarkan
harga yang lebih murah, kesepakatan khusus, kupon, sampel gratis dan
lain-lain.
Dhammesta dan Handoko (2008: 102) mengungkapkan bahwa
keputusan pembelian yang diambil oleh seorang konsumen merupakan
kumpulan-kumpulan dari sejumlah keputusan antara lain :
1.
Keputusan tentang jenis produk
Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk
atau menggunakan uangnya untuk tujuan lain. Dalam hal ini pemasar
harus memusatkan perhatiannya kepada orang-orang yang berminat
membeli serta alternatif lain yang mereka pertimbangkan.
2.
Keputusan tentang bentuk produk
Keputusan ini menyangkut ukuran, mutu atau kualitas dan sebagainya.
Untuk itu pemasar harus melakukan riset pemasaran untuk mengetahui
kesukaan konsumen tentang produk yang bersangkutan agar dapat
memaksimumkan daya tarik produk.
3.
Keputusan tentang merk
Setiap merk memiliki perbedaan-perbedaan tersendiri sehingga pemasar
harus mengetahui bagaimana konsumen memilih sebuah merk.
56
4.
Keputusan tentang penjualnya
Keputusan ini menyangkut dimana sebuah produk akan dibeli sehingga
pemasar harus bisa mengetahui bagaimana konsumen memilih penjual
produk.
5.
Keputusan tentang jumlah produk
Dalam hal ini, pemasar harus mempersiapkan jumlah produk sesuai
dengan keinginan yang berbeda-beda dari para pembeli.
6.
Keputusan tentang waktu pembelian
Pemasar harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
konsumen dalam penentuan waktu pembelian sehingga pemasar dapat
mengatur waktu produksi dan kegiatan pemasarannya.
7.
Keputusan tentang cara pembayaran
Keputusan ini menyangkut apakah konsumen ingin melakukan
pembayaran secara tunai atau dengan cicilan.
Perusahaan yang cerdas berusaha untuk memahami proses
keputusan pembelian pelanggan secara penuh seperti semua pengalaman
mereka dalam pembelajaran, memilih,menggunakan, bahkan menyingkirkan
produk. Kotler dan Keller (2012: 188) mengemukakan lima tahap proses
pengambilan keputusan konsumen seperti pada gambar 2.6 dibawah ini :
Pengenalan
masalah
Pencarian
informasi
Evaluasi
alternatif
Keputusan
pembelian
Perilaku pasca
pembelian
Sumber
: Kotler dan Keller (2012: 188)
Gambar 2.6 : Model lima tahap proses pembelian konsumen
57
1.
Pengenalan masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari suatu masalah atau
kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal seperti rasa lapar dan
haus atau eksternal seperti iklan. Pemasar harus mengidentifikasi
keadaan yang memicu kebutuhan tertentu dengan mengumpulkan
informasi dari sejumlah konsumen.
2.
Pencarian informasi
Kita dapat membedakan tingkat keterlibatan dengan pencarian.
Keadaan pencarian yang lebih rendah disebut perhatian tajam. Pada
tingkat ini seseorang hanya menjadi reseptif terhadap informasi sebuah
produk. Pada tingkat berikutnya seseorang dapat memasuki pencarian
informasi aktif seperti mencari bahan bacaan, menelupon teman dan
lainnya.
Terdapat empat kelompok sumber informasi konsumen antara lain :


Pribadi: keluarga, teman, tetangga, rekan.
Komersial: iklan, situs web, wiraniaga, penyalur, kemasan,
tampilan.


Publik: media massa, organisasi pemeringkat konsumen.
Eksperimental: penanganan, pemeriksaan, penggunaan produk.
Secara umum konsumen menerima informasi terpenting tentang sebuah
produk adalah dari komersil. Akan tetapi, informasi yang paling efektif
sering berasala dari sumber pribadi atau sumber publik yang merupakan
otoritas independen.
58
Setiap sumber informasi mempunyai fungsi yang berbeda dalam
mempengaruhi keputusan pembelian. Sumber komersial biasanya
melaksanakan
fungsi
informasi,
sementara
sumber
pribadi
melaksanakan fungsi legitimasi atau evaluasi.
Pemasar harus dapat mengidentifikasi atribut-atribut yang memandu
pengambilan keputusan konsumen untuk memahami berbagai kekuatan
persaingan, proses ini disebut pembagian pasar (market partitioning).
Hierarki atribut ini juga dapat mengungkapkan segmen pelanggan.
3.
Evaluasi alternatif
Konsumen sampai pada sikap terhadap merk yang berbeda melalui
beberapa prosedur evaluasi. Bagaimana cara konsumen mengevaluasi
alternatif bergantung pada konsumen pribadi dan situasi pembelian
tertentu. Dalam beberapa kasus, konsumen mengguakan kalkulasi
cermat dan pemikiran yang logis, akan tetapi pada kasus lain konsumen
yang sama mungkin hanya sedikit melakukan evaluasi atau membeli
berdasarkan dorongan dan bergantung pada intuisi.
Hal ini
mengharuskan pemasar unutk dapat mempelajari bagaimana cara
pembeli dalam mengevaluasi merk sehingga pemasar dapat mengambil
langkah untuk mempengaruhi keputusan konsumen. (Kotler dan
Armstrong, 2008: 181).
Beberapa konsep dasar yang akan membantu dalam memahami proses
evaluasi antara lain konsumen berusaha memuaskan sebuah kebutuhan,
konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk, dan konsumen
59
melihat masing-masing produk sebagai sekelompok atribut dengan
berbagai kemampuan untuk menghantarkan manfaat yang diperlukan
untuk memuaskan kebutuhan.
Melalui pengalaman dan pembelajaran, masyarakat mendapatkan
keyakinan (belief) dan sikap (attitude) yang kemudian akan
mempengaruhi perilaku pembelian. Keyakinan merupakan pemikiran
deskriptif yang dipegang seseorang tentang sesuatu. Sikap merupakan
evaluasi dalam waktu lama tentang yang disukai atau tidak disukai
seseorang, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan terhadap
beberapa objek atau ide. Sikap menempatkan kita dalam kerangka
pikiran (menyukai atau tidak menyukai sebuah objek) dan bergerak
menuju
atau
beralih
darinya.
Perusahaan
disarankan
untuk
menyesuaikan produknya dengan sikap yang ada dan tidak berusaha
untuk mengubah sikap tersebut.
4.
Keputusan pembelian
Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi antar merk
dalam kumpulan pilihan. Pada model eksepektasi nilai yang merupakan
model kompensatoris, hal-hal yang dianggap baik untuk sebuah produk
dapat membantu menutup hal-hal yang dianggap baru. Akan tetapi,
dengan model nonkompensatoris pilihan konsumen, pertimbangan
atribut positif dan negatif tidak selalu saling mengurangi. Dengan
mengevaluasi atribut yang berada dalam tempat-tempat yang tersendiri
akan membuat konsumen lebih mudah mengambil keputusan dan
60
meningkatkan kemungkinan bahwa ia akan mengambil pilihan berbeda
jika ia berpikir lebih rinci.
Terdapat dua faktor yang mungkin akan mengintervensi antara maksud
pembelian dan keputusan pembelian. Faktor yang pertama yaitu sikap
orang lain. Batas dimana sikap seseorang mengurangi preferensi kita
untuk sebuah alternatif tergantung pada intensitas sikap negatif orang
lain terhadap alternatif yang kita sukai dan juga bergantung pada
motivasi kita untuk mematuhi kehendak orang lain. Semakin intens
sikap negatif orang lain dan semakin dekat hubungan orang lain
tersebut dengan kita, semakin besar kemungkinan kita menyesuaikan
niat pembelian kita. Hal yang berhubungan dengan sikap orang lain
adalah peran yang dimainkan oleh perantara informasi yang
mengumumkan evaluasi mereka.
Faktor kedua adalah faktor situasional yang tidak diantisipasi yang
mungkin muncul untuk mengubah niat pembelian.
5.
Perilaku pasca pembelian
Setelah pembelian, konsumen mungin mengalami konflik dikarenakan
melihat fitur tertentu yang mengkhawatirkan atau mendengar hal-hal
menyenagkan tentang merk lain dan waspada terhadap informasi yang
mendukung
keputusannya.
Komunikasi
pemasaran
seharusnya
memasok keyakinan dan evaluasi yang memperkuat pilihan konsumen
dan membantunya merasa nyaman tentang merk tersebut. Karena itu,
tugas pemasar tidak berakhir dengan pembelian. Pemasar harus
61
mengamati kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan
penggunaan produk pasca pembelian.
Kepuasan merupakan fungsi kedekatan antara harapan dan anggapan
kinerja produk. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kinerja
produk, semakin besar ketidakpuasan konsumen.
Pada tindakan pasca pembelian, jika konsumen puas, mereka mungkin
ingin membeli produk itu kembali dan mereka cenderung mengatakan
hal-hal baik tentang merk kepada orang lain. Sebaliknya jika konsumen
merasa
kecewa
mungkin
mereka
akan
mengabaikan
atau
mengembalikan produk tersebut. Komunikasi pasca pembelian kepada
pembeli dapat menghasilkan pengembalian produk atau pembatalan
pesanan lebih sedikit.
Pemasar juga harus mengamati bagaimana pembeli menggunakan dan
menyingkirkan produk seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.7
berikut ini:
Menyingkirkan
produk untuk
sementara
Produk
Menyingkirkan
produk untuk
selamanya
Mempertahankan produk
Menyewakan produk
Meminjamkan produk
Menggunakan produk
untuk melayani tujuan
awal
Mengubah produk
untuk melayani tujuan
baru
Menyimpan produk
Memberikan
produk pada
orang lain
Menukarkan
produk
Menjual
produk
Membuang
produk
Untuk dijual
kembali
Untuk
digunakan
Langsung
kepada
konsumen
Melalui
perantara
Kepada
perantara
Sumber
: Kotler dan Keller (2012: 194)
Gambar 2.7 : Bagaimana pelanggan menggunakan atau menyingkirkan
produk
62
Pendorong kunci frekuensi penjualan adalah tingkat konsumsi produk
dimana semakin cepat pembeli mengkonsumsi produk, semakin cepat
mereka kembali ke pasar untuk membeli lagi.
Salah satu peluang untuk meningkatkan frekuensi pengguanaan produk
terjadi ketika persepsi konsumen tentang penggunaan mereka berbeda
dengan kenyataan. Konsumen mungkin gagal mengganti produk yang
memiliki rentang umur relatif pendek dengan cepat karena mereka salah
menilai umur produk. Salah satu strategi untuk mempercepat
penggantian adalah mengaitkan tindakan penggantian produk dengan
liburan, kejadian atau waktu tertentu dalam setahun. Strategi lain yaitu
memberikan informasi yang lebih baik kepada pelanggan tentang kapan
mereka pertama kali menggunakan atau harus mengganti produk dan
mengenai tingkat kinerja produk saat ini.
2.6
Penelitian Terdahulu
Penelitian
terdahulu
mengenai
perilaku
konsumen
dalam
pengambilan keputusan juga dilakukan oleh Pranata (2012) dengan judul
“Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen untuk
Membeli Material Bahan Bangunan pada CV. Asri Wahana Group.” Sampel
dari penelitian yang dilakukan adalah para konsumen yang melakukan
pembelian pada CV. Asri Wahana Group yang berlokasi di Jalan By Pass
Darmagiri Giri Gianyar. Metode analisis yang digunakan oleh Pranata
adalah analisis faktor. Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat enam
63
faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian
pada CV. Asri Wahana Group yaitu faktor sosial, pribadi, bauran
pemasaran, psikologis, pelayanan dan faktor motivasi.
Penelitian lain dilakukan oleh Sari (2012) dengan judul “Analisis
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen dalam Membeli
Produk Industri Garment”. Sampel dari penelitian yaitu 145 orang
konsumen yang membeli produk campur pada CV. Harris Darmawan yang
berlokasi di Bali dengan sampling aksidental sebagai metode pengumpulan
sampel. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis faktor dan
didapatkan hasil bahwa terdapat delapan faktor yang positif mempengaruhi
konsumen dalam pengambilan keputusan antara lain faktor produk, harga,
saluran distribusi, promosi, budaya, sosial, psikologis, dan faktor pribadi.
Havidah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Perilaku
Konsumen
dalam
Menggunakan Layanan Metronet pada PT. Indonesia Comnets Plus di
Denpasar” membuktikan bahwa terdapat lima faktor
yang dapat
mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih menggunakan layanan
metronet pada PT. Indonesia Comnets Plus antara lain faktor keyakinan dan
sikap, fasilitas pendukung secara fisik, kelas sosial, kelompok referensi, dan
faktor pekerjaan. Sampel dari penelitian ini adalah 93 orang konsumen yang
menggunakan metronet PT. Indonesia Comnets Plus di Denpasar dan
metode penelitian yang digunakan adalah analisis faktor.
64
Penelitian terdahulu mengenai perilaku konsumen juga dilakukan
oleh Hutagalung dan Aisha (2008) dengan judul “Analisis Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Perilaku
Konsumen
Terhadap
Keputusan
Menggunakan Dua Ponsel (GSM dan CDMA) pada Mahasiswa Departemen
Manajemen Fakultas Ekonomi USU”. Sampel dari penelitian ini adalah 96
orang mahasiswa Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara dan menggunakan metode sampling aksidental dimana
penentuan sampel hanya berdasarkan kebetulan. Metode analisis yang
digunakan ada tiga antara lain analisis deskriptif, uji asumsi klasik dan
analisis regresi linear berganda. Hasil yang didapat membuktikan bahwa
faktor budaya, sosial, pribadi dan faktor psikologi terbukti berpengaruh
positif terhadap keputusan menggunakan dua ponsel GSM dan CDMA,
dimana variabel faktor budaya dan variabel faktor sosial berpengaruh positif
dan signifikan terhadap keputusan konsumen, sedangkan variabel faktor
pribadi dan variabel faktor psikologi berpengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap keputusan konsumen mengunakan dua ponsel (GSM
dan CDMA).
2.7
Kerangka Teoritis
Kotler dan Keller (2012) menyatakan bahwa terdapat empat faktor
yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian atau
menggunakan suatu produk. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor
budaya, sosial, pribadi dan psikologi.
65
Faktor budaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
karakteristik konsumen dengan tiga indikator yaitu budaya itu sendiri,
subbudaya yang ada di dalam masyarakat serta kelas sosial yang berlaku.
Faktor sosial mempengaruhi perilaku konsumen melalui tiga indikator yaitu
kelompok referensi, keluarga serta peran dan status. Sedangkan untuk faktor
pribadi dapat mempengaruhi perilaku konsumen melalui lima indikator
antara lain usia dan siklus hidup konsumen, pekerjaan, situasi ekonomi yang
dialami konsumen, gaya hidup yang dijalani konsumen dan kepribadian dan
konsep diri. Faktor psikologi konsumen dapat mempengaruhi perilaku
konsumen dalam melakukan pembelian atau menggunakan suatu produk
melalui empat indikator antara lain motivasi, persepsi konsumen,
pembelajaran dan memori konsumen terhadap suatu produk.
Berdasarkan uraian diatas, maka skema kerangka teoritis dari
penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.8 adalah sebagai berikut :
Faktor Kebudayaan
Faktor sosial
Faktor pribadi
Keputusan pembelian/
penggunaan suatu
produk
Faktor psikologis
Gambar 2.8: Skema Kerangka Teoritis
66
67
Download