BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Salah satu BTM adalah nitrit yang dipakai sebagai zat pengawet dalam pengolahan daging (Yuliarti, 2007). Seiring berkembangnya industri makanan maka banyak pula produk daging yang diproduksi, dijual, dan dikonsumsi dalam bentuk yang lebih awet, menarik dan lebih praktis dibandingkan produk segarnya seperti sosis, kornet daging sapi dan burger. Agar produk tahan lama, maka pada tahap pembuatannya sering ditambahkan nitrat atau nitrit dalam bentuk garamnya. Nitrit ditambahkan dengan tujuan untuk mengembangkan warna daging menjadi lebih cerah, mempercepat proses curing, antimikrobial yang mempunyai pengaruh bakteriostatik, sebagai agensia yang mampu memperbaiki flavor dan antioksidan (Soeparno, 1994). Nitrit merupakan antioksidan yang efektif menghambat pembentukan WOF (Warmed-Over Flavor) pada produk daging yang dimasak (Raharjo, 2006). Saat ini masyarakat lebih menyukai makanan siap saji seperti sosis dan daging burger. Mengingat perubahan pola konsumsi makan masyarakat dan adanya kemungkinan penggunaan nitrit yang melebihi batas penggunaan dapat menimbulkan efek toksik. Dosis nitrit yang lebih dari 15-20 mg/kg BB bisa menyebabkan kematian (Soeparno, 1994). Penggunaan nitrit perlu dibatasi karena nitrit dapat bereaksi dengan amin-amin sekunder dan tersier membentuk nitrosamin. Reaksi pembentukan nitrosamin dapat terjadi dalam makanan dan dalam suasana asam lambung (Lawrie, 2003). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722 tahun 1988, penggunaan nitrit maksimum pada daging olahan dan daging awetan yakni 125 µg/ml dan untuk korned kaleng 50 µg/ml (Badan Standardisasi Nasional, 2001). Penetapan kadar nitrit dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain spektrofotometri sinar tampak dan volumetri yaitu permanganometri dan serimetri. (Herlich, 1990; Vogel, 1994). Penelitian tentang kadar nitrit dalam korned sapi kalengan, daging burger sapi dan sop daging sapi telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rangkuti (2008), Cory (2009) dan Alamsyah (2009) diperoleh hasil bahwa pada daging burger sapi mengandung nitrit yang kadarnya masih memenuhi persyaratan. Namun pada korned sapi kalengan mengandung nitrit yang melebihi batas maksimum yang diizinkan. Pada sop daging sapi yang dijual di rumah makan di Kota Medan mengandung nitrit yang tidak melebihi persyaratan yang ditetapkan. Berdasarkan hal di atas, penulis melakukan identifikasi sekaligus menentukan kadar nitrit pada sosis dan daging burger yang beredar di Kota Medan. Pada penelitian ini digunakan metode spektrofotometri sinar tampak karena memiliki kelebihan dimana alat yang digunakan lebih sensitif sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat. Metode spektrofotometri sinar tampak berdasarkan atas reaksi diazotasi dimana senyawa amin primer aromatik dikopling dengan N-(1-naftil) etilen diamin dihidroklorida (NED). Dengan adanya nitrit maka akan menghasilkan senyawa yang berwarna ungu kemerahan yang dapat diukur secara spektrofotometri sinar tampak (Rohman, 2007). 1.2 Perumusan Masalah 1. Apakah nitrit terdapat pada sosis dan daging burger sapi yang dijual di Kota Medan? 2. Apakah kadar nitrit pada pada sosis dan daging burger sapi yang dijual di Kota Medan memenuhi persyaratan? 1.3 Hipotesis 1. Nitrit terdapat pada sosis dan daging burger sapi yang dijual di Kota Medan. 2. Kadar nitrit pada sosis dan daging burger sapi yang dijual di Kota Medan memenuhi persyaratan. 1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui ada tidaknya nitrit pada sosis dan daging burger sapi yang dijual di Kota Medan. 2. Untuk mengetahui kadar nitrit pada sosis dan daging burger sapi yang dijual di Kota Medan. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam mengkonsumsi produk sosis dan daging burger sapi di Kota Medan. 2. Hasil penelitian dapat menjadi sumber data dalam pengawasan penggunaan nitrit.