ANALISIS PENGARUH VARIANCE OF EARNING GROWTH (VEG), NET PROFIT MARGIN, DAN DEBT EQUITY RATIO TERHADAP PRICE EARNING RATIO (PER) (Studi Empiris Pada Perusahaan Sektor Properti Tahun 2005-2008) Skripsi Disusun Oleh: Dennis Ariefianto NIM : 104081002494 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2010 M i ANALISIS PENGARUH VARIANCE OF EARNING GROWTH (VEG), NET PROFIT MARGIN, DAN DEBT EQUITY RATIO TERHADAP PRICE EARNING RATIO (PER) (Studi Empiris Pada Perusahaan Sektor Properti Tahun 2005-2008) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Sebagai Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh Dennis Ariefianto NIM : 104081002494 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ahmad Rodoni Amalia, SE., MSM NIP. 1969 0203 200 112 1003 NIP. 1974 0821 200 901 2005 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2010 M ii ANALISIS PENGARUH VARIANCE OF EARNING GROWTH (VEG), NET PROFIT MARGIN, DAN DEBT EQUITY RATIO TERHADAP PRICE EARNING RATIO (PER) (Studi Empiris Pada Perusahaan Sektor Properti Tahun 2005-2008) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Sebagai Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh Dennis Ariefianto NIM : 104081002494 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ahmad Rodoni Amalia, SE., MSM NIP. 1969 0203 200 112 1003 NIP. 1974 0821 200 901 2005 Penguji Ahli I Penguji Ahli II Prof. Dr. Abdul Hamid, Ms Indoyama Nasarudin, SE., MAB NIP : 1957 0617 198 503 1002 NIP: 1974 1127 200 112 1002 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2010 M iii Hari ini, Jumat tanggal Lima Februari Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Dennis Ariefianto, NIM: 104081002494, dan dengan judul skripsi “Analisis Pengaruh Variance of Earning Growth (VEG), Net Profit Margin, dan Debt to Equity Ratio Terhadap Price Earning Ratio (PER)”. Memperhatikan kemampuan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 5 Februari 2010 Tim Penguji Ujian Komprehensif Herni Ali H.T, SE, MM M. Arief Mufraini, Lc., M. Si Ketua Sekretaris Prof. Dr. Abdul Hamid Penguji Ahli iv SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama Mahasiswa : Dennis Ariefianto NIM : 104081002494 Jurusan : Manajemen Konsentrasi Keuangan Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri, serta bukan merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang lain. Apabila terbukti skripsi ini plagiat atau replikasi, maka skripsi dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru, dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari menjadi tanggung jawab saya. Jakarta, 14 April 2010 Dennis Ariefianto v Daftar Riwayat Hidup Nama : Dennis Ariefianto Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 31 Desember 1986 Agama : Islam Kebangsaan : Indonesia E-mail : [email protected] Telepon : 0857 10791795 / 021 93061078 / 021 7265883 Alamat : Jl. Samudra, RT. 007, RW. 06, No. 8, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 12230 Pendidikan 1. 1992-1998: SDS Hang Tuah IV Jakarta 2. 1998-2001: SLTP Negeri 31 Jakarta 3. 2001-2004: SMU Negeri 29 Jakarta 4. 2004-2009: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Jurusan Manajemen vi ABSTRACT Valuation of stocks is a very important activity. One of the stock assessment methods are price earnings ratio (PER). This method is based upon the ratio between the stock price per share prevailing in the capital markets to the level of net profits available for shareholders. PER can be interpreted as an indicator of market confidence in the company's growth prospects in the future. Therefore, the financial ratios that affect the price earnings ratio is very important and very interesting to do research, and important to investors in their investment decisions. This study aims to analyze the factors suspected that affect the value of price earnings ratio. These factors include: variance of earnings growth, net profit margin, and debt to equity ratio. Population in this study are all listed property companies in Indonesia Stock Exchange since 2005 until the year 2008. The sample selected by using purposive sampling method based on the criteria that companies publish data that the full financial statements from 2005 until 2008. Using multiple regression analysis, the results of this study indicate that the variance of earnings growth, net profit margin, and debt to equity ratio, has a significant influence simultaneously on price earning ratio, and partially just two variables (variance of earnings growth and net profit margin) which significantly affect the price earnings ratio. The most dominant variable in this study, which affects the price earnings ratio is variable variance of earnings growth. Keywords: price earning ratio, variance of earnings growth, net profit margin, debt to equity ratio. vii ABSTRAK Penilaian atas saham merupakan kegiatan yang sangat penting. Salah satu metode penilaian saham tersebut adalah price earning ratio (PER). Metode ini mendasarkan diri atas rasio antara harga saham per lembar yang berlaku di pasar modal terhadap tingkat keuntungan bersih yang tersedia bagi pemegang saham. PER dapat diartikan sebagai indikator kepercayaan pasar terhadap prospek pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, rasio keuangan yang mempengaruhi price earning ratio sangat penting dan sangat menarik untuk dilakukan penelitian, dan penting artinya bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi mereka. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi nilai price earning ratio. Faktor-faktor tersebut antara lain: variance of earning growth, net profit margin, dan debt to equity ratio. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2005 sampai tahun 2008. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling berdasarkan kriteria perusahaan yang mempublikasikan data laporan keuangan yang lengkap dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. Dengan menggunakan analisis regresi berganda, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variance of earning growth, net profit margin, dan debt to equity ratio, mempunyai pengaruh signifikan secara simultan terhadap price earning ratio, sedangkan secara parsial hanya dua variabel (variance of earning growth dan net profit margin) yang berpengaruh secara signifikan terhadap price earning ratio. Variabel paling dominan dalam penelitian ini yang berpengaruh terhadap price earning ratio adalah variabel variance of earning growth. Kata kunci: price earning ratio, variance of earning growth, net profit margin, debt to equity ratio. viii KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil‘alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segalanya, sehingga penulis dapat melewati semua likuan hidup sampai saat ini, termasuk penulisan karya ilmiah ini. Hanya karena kekuasaanNya, sehingga penulisan karya tulis ini dapat terselesaikan. Skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Variance of Earning Growth (VEG), Net Profit Margin, dan Debt to Equity Ratio Terhadap Price Earning Ratio (PER)” ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai derajat Sarjana Strata-1 Jurusan Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama proses penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini, banyak pihak yang memberikan masukan dan bantuan, termasuk juga memberikan fasilitas, sehingga penyusunan skripsi berjalan lancar, karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu dan Bapak tercinta (Elly H. dan Supriyadi), yang selalu memberikan limpahan kasih sayang, perhatian, dan dukungan baik moral, spiritual, maupun material pada penulis. Kasih sayang mereka yang teruntai begitu indah dan tulus menjadi inspirasi dan motivasi bagi penulis dalam menjalani hidup. Kakakku dan suaminya (mba’ Dewi dan mas Budi), serta keponakan-keponakanku (Miftah dan Mirza) yang telah memberikan motivasi dan dukungan hingga terselesaikannya skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN yang telah banyak membantu penulis ketika pertama kali memasuki kampus UIN. 3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, selaku Pudek I Bidang Akademik Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN dan juga dosen Pembimbing I yang telah ix memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis dan selalu memotivasi penulis untuk selalu berjuang dan bersemangat. 4. Bapak Indoyama Nasarudin SE., MAB, selaku Kepala Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN yang telah banyak membantu dan selalu memberikan semangat kepada para mahasiswanya dalam menyelesaikan studi. 5. Ibu Amalia, SE., MSM, selaku dosen Pembimbing II, terima kasih atas kesabaran dan ketulusannya memberikan bimbingan, pengarahan, doa, serta dorongan agar penulis bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 6. Seluruh dosen yang telah mendidik dan mengajarkan penulis, serta memberikan ilmu yang sangat bermanfaat selama kuliah di FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Seluruh Karyawan dan Civitas Akademika FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Untuk sahabat-sahabatku sewaktu SMU: Anggi/Bule/Bendol beserta keluarga dan Yudi/Bowo beserta keluarga yang telah memberikan bantuan, semangat, doa, dan arahan dalam menyelesaikan studi ini. 9. Teman dan sahabatku di Seskoal: Yoyo, Dede, Akang Sofyan, kak Sabiq, kak Fachrul, kak Herman, dan yang lainnya. 10. Teman-teman seperjuangan penulis: Roby, Opang, Zuhdi, Pandi, dan mahasiswa angkatan 2004 Jurusan Manajemen UIN yang lainnya, terima kasih banyak atas dukungan dan doanya. 11. Keluarga besar Band Nikotin sekaligus sahabat-sahabatku: Ahmad beserta keluarga dan Roby beserta keluarga yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan serta mengisi hari-hari penulis dengan penuh warna, tawa, dan sensasi. 12. Keluarga besar kelas C Manajemen angkatan 2004 terima kasih atas doa, dukungan, dan semangatnya, semoga kita tetap bisa menjaga dan menjalin tali silaturrahim persahabatan kita. x Dengan kemampuan dan keterbatasan yang ada pada diri ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan skripsi ini dengan sebaikbaiknya. Dengan segala kerendahan hati, penulis menerima saran maupun kritik yang dapat menjadikan skripsi ini lebih baik. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan berkah dan rahmatNya kepada kita semua. Amin… Jakarta, 9 Maret 2010 Dennis Ariefianto (Penulis) xi DAFTAR ISI DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ iv ABSTRACT .......................................................................................................... v ABSTRAK ............................................................................................................ vi KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii DAFTAR ISI......................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1 A. Latar Belakang Penelitian ........................................................ 1 B. Perumusan Masalah ................................................................. 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 9 1. Tujuan Penelitian ............................................................... 9 2. Manfaat Penelitian ............................................................. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 12 A. Manajemen Keuangan ............................................................. 12 B. Laporan Keuangan .................................................................. 13 C. Pasar Modal.............................................................................. 14 D. Sejarah Perkembangan Pasar Modal di Indonesia ................... 18 1. Bursa Efek Jakarta ............................................................... 18 2. Bursa Efek Surabaya ............................................................ 21 3. Bursa Efek Indonesia ........................................................... 23 E. Saham ...................................................................................... 25 F. Pendekatan Penilaian Harga Saham......................................... 26 G. Rasio Keuangan ....................................................................... 27 1. Rasio Solvabilitas................................................................. 27 2. Rasio Pasar ........................................................................... 28 3. Rasio Profitabilitas/Rentabilitas ........................................... 29 xii H. Price Earning Ratio (PER) ...................................................... 30 I. Variance of Earning Growth (VEG)......................................... 34 J. Net Profit Margin (NPM) ........................................................ 37 K. Debt to Equity Ratio (DER) ..................................................... 38 L. Penelitian Sebelumnya ............................................................. 40 M. Kerangka Pemikiran ................................................................. 49 N. Rumusan Hipotesis .................................................................. 52 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 53 A Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 53 B. Populasi Dan Sampel................................................................ 53 C. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 54 1. Laporan Keuangan ............................................................. 54 2. Metode Kepustakaan .......................................................... 54 D. Operasionalisasi Variabel-Variabel Penelitian ........................ 55 1. Operasionalisasi Variabel-Variabel Penelitian .................. 55 E. Model Regresi Berganda.......................................................... 58 F. Metode Analisis Data .............................................................. 59 1. Uji Asumsi Klasik .............................................................. 59 2. Uji Signifikansi .................................................................. 64 3. Koefisien Determinasi (Adjusted R Square) ...................... 66 BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN .......................................... 67 A. Gambaran Umum Objek Penelitian ......................................... 67 1. Gambaran Objek Penelitian ............................................... 67 2. Sekilas Mengenai Properti di Indonesia............................. 69 B. Deskriptif Analisis ................................................................... 74 1. Deskripsi Analisis Data...................................................... 74 C. Hasil dan Pembahasan ............................................................. 90 1. Pengujian Asumsi Klasik ................................................... 90 2. Pengujian Hipotesis ........................................................... 98 3. Koefisien Determinasi (Adjusted R Square) ...................... 106 4. Analisis Regresi Berganda ................................................. 107 D. Interpretasi ............................................................................... 110 xiii BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ............................................ 113 A. Kesimpulan .............................................................................. 113 B. Implikasi dan Saran.................................................................. 115 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 117 LAMPIRAN ........................................................................................................ 121 xiv DAFTAR TABEL No. Keterangan Hal. Tabel 2.1 Rangkuman Hasil Penelitian Terdahulu ………………………… 46 Tabel 4.1 Sampel Data Penelitian................................................................... 68 Tabel 4.2 Price Earning Ratio........................................................................ 75 Tabel 4.3 Net Profit margin............................................................................. 79 Tabel 4.4 Debt to Equity Ratio........................................................................ 84 Tabel 4.5 Variance of Earning Growth.......................................................... 88 Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Sebelum Outlier............................................ 91 Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Setelah Outlier.............................................. 92 Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinieritas Sebelum Outlier................................... 93 Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolinieritas Setelah Outlier..................................... 94 Tabel 5.0 Hasil Uji Autokorelasi Sebelum Outlier......................................... 97 Tabel 5.1 Hasil Uji Autokorelasi Setelah Outlier........................................... 98 Tabel 5.2 Hasil Uji F........................................... ........................................... 99 Tabel 5.3 Hasil Regresi................................................................................... 100 Tabel 5.4 Koefisien Determinasi (Adjusted R2 )............................................. 107 xv DAFTAR GAMBAR No. Keterangan. Hal. Gambar 2.1 Skema Kerangka Berfikir.............................................................. 51 Gambar 4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas Sebelum Outlier............................. 95 Gambar 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas Setelah Outlier............................... 96 xvi DAFTAR LAMPIRAN No. Keterangan Hal. Lampiran 1 Sampel Data Penelitian................................................... 121 Lampiran 2 Price Earning Ratio Tahunan................................................... 122 Lampiran 3 Net Profit Margin Tahunan....................................................... 123 Lampiran 4 Debt to Equity Ratio Tahunan................................................... 124 Lampiran 5 Variance of Earning Growth..................................................... 125 Lampiran 6 Output SPSS Sebelum Outlier................................................... 126 Lampiran 7 Output SPSS Setelah Outlier..................................................... 128 xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tujuan dari perusahaan mendaftarkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta adalah untuk mendapatkan dana dari masyarakat yang dapat digunakan untuk meningkatkan performance (kualitas dan kemampuan) perusahaan. Hal ini menjadikan pasar modal merupakan tempat yang tepat untuk dapat menghimpun dana jangka panjang dari masyarakat dan kemudian dapat disalurkan ke dalam sektor yang produktif. Tujuan dari pasar modal itu sendiri adalah mempercepat proses pemerataan pendapatan masyarakat melalui kepemilikan saham-saham perusahaan swasta, meningkatkan penghimpunan dana masyarakat untuk digunakan secara produktif dalam pembiayaan pembangunan nasional.1 Pasar modal merupakan salah satu fasilitator dalam suatu negara, karena pasar modal mampu memenuhi kebutuhan akan permintaan dan penawaran modal bagi kalangan industri. Selain itu, pasar modal juga digunakan oleh pemerintah sebagai salah satu alat dalam mengendalikan perekonomian negara. Efisien tidaknya suatu pasar modal dapat dilihat dari apakah harga sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang relevan. Riyanto, Bambang, “Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan”, Edisi Keempat, BPFE, Yogyakarta, hlm. 1, 1996. Informasi yang relevan itu dapat diklasifikasikan dalam tiga tipe: 1) perubahan harga di waktu yang lalu, 2) informasi yang tersedia kepada publik, 3) informasi yang tersedia baik kepada publik maupun tidak.2 Semakin cepat informasi baru tercermin pada harga sekuritas, maka dapat dikatakan bahwa pasar modal tersebut semakin efisien, karena itulah informasi merupakan salah satu hal penting bagi perkembangan sebuah pasar modal. Investor (individu yang melakukan jual beli instrumen pasar modal) maupun emiten (perusahaan yang mengeluarkan saham) terlibat langsung dalam mendapatkan informasiinformasi yang relevan tersebut. Ketersediaan informasi ini dapat membuat investor melihat, pada perusahaan mana mereka akan menanamkan modalnya, karena tentu saja mereka akan memilih untuk menanamkan modalnya pada perusahaan yang mereka anggap mempunyai prospek untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi di masa yang akan datang dengan tingkat resiko tertentu yang bersedia ditanggungnya. Perkembangan harga saham suatu perusahaan mencerminkan nilai saham perusahaan tersebut, sehingga kemakmuran dari pemegang saham dicerminkan dari harga pasar sahamnya.3 Saham sebagai surat berharga yang ditransaksikan di pasar modal, harganya selalu mengalami fluktuasi dari satu waktu ke waktu yang lain. Fluktuasi dari harga saham ini dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor eksternal dan internal perusahaan. 2 Husnan, Suad, “Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2005. 3 ibid., 2005. Saham merupakan salah satu instrumen yang menarik bagi investor untuk menanamkan modalnya. Saham merupakan surat bukti kepemilikan perusahaan atau penyertaan pada perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).4 Dengan melakukan pembelian saham, investor mengharapkan akan memperoleh beberapa keuntungan, antara lain berupa capital gain (keuntungan maksimal dari selisih harga) dan dividend (laba yang dibagikan kepada pemegang saham) meskipun harus menanggung resiko pada tingkat tertentu. Dalam proses investasi dalam bentuk saham, penilaian atas saham merupakan kegiatan yang sangat penting. Sehubungan dengan hal itu, adanya pertimbangan tentang prospek perusahaan masa yang akan datang, antara lain dengan mempertimbangkan laba perusahaan, pertumbuhan penjualan dan aktiva selama kurun waktu tertentu. Harapan investor tentang kinerja perusahaan di masa yang akan datang akan mempengaruhi nilai investasinya. Proses penilaian oleh investor atau analis keuangan terhadap suatu saham dikenal sebagai proses valuasi saham. Valuasi saham merupakan suatu mekanisme untuk merubah serangkaian variabel ekonomi atau variabel perusahaan yang diramalkan menjadi perkiraan tentang harga saham.5 Variabel-variabel ekonomi tersebut, misalnya laba perusahaan, dividen yang dibagikan, variabilitas laba dan sebagainya. Pada 4 Sutrisno, ”Manajemen Keuangan: Teori, Konsep, dan Aplikasi”, Ekonisia, Yogyakarta, hlm. 310, 2009. 5 Husnan, Suad, “Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2005. dasarnya proses valuasi saham yang dilakukan oleh analis keuangan bertujuan untuk bisa menghasilkan tingkat keuntungan yang menarik, dan mengidentifikasikan saham mana yang sebaiknya dijual atau dibeli, namun pada pasar modal yang efisien akan sulit bagi investor untuk memperoleh tingkat bunga keuntungan di atas normal. Tujuan manajemen keuangan perusahaan adalah memaksimalkan nilai kekayaan para pemegang saham. Nilai kekayaan dapat dilihat melalui perkembangan harga saham (common stock) perusahaan di pasar. Dalam hal ini, nilai saham dapat merefleksikan investasi keuangan perusahaan dan kebijakan dividen. Oleh karena itu, dalam teori-teori keuangan, variabel yang sering digunakan dalam penelitian pasar modal untuk mewakili nilai perusahaan adalah harga saham, dengan berbagai jenis indikator, antara lain return saham, harga saham biasa, abnormal return, price earning ratio (PER), dan indikator lain yang merepresentasikan harga saham biasa di pasar modal.6 Perkembangan pasar modal selain menambah sumber-sumber pengerahan dana masyarakat di luar perbankan, pasar modal juga merupakan sumber dana yang potensial bagi perusahaan yang membutuhkan dana jangka menengah dan jangka panjang. Seiring perkembangan yang pesat, kebutuhan atas informasi yang relevan dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal juga Harmono, “Manajemen Keuangan: Berbasis Balance Scorecard, Pendekatan Teori, Kasus, dan Riset Bisnis”, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 1, 2009. semakin meningkat. Salah satu informasi yang banyak digunakan adalah informasi akuntansi terutama yang berasal dari laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang meliputi dua laporan utama, yakni neraca dan laporan laba rugi.7 Neraca adalah laporan yang menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada saat tertentu, sedangkan laporan laba rugi adalah laporan yang menunjukkan hasil kegiatan perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Laporan keuangan disusun dengan maksud untuk menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan di dalam mengambil keputusan. Pihak-pihak yang berkepentingan tersebut antara lain manajemen, pemilik, kreditor, investor, dan pemerintah. Alat analisis penilaian saham yang dapat digunakan oleh para analis dan investor dalam mengambil kebijakan untuk melakukan investasi meliputi analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal adalah analisis untuk menentukan nilai saham dengan menggunakan data pasar dari saham, seperti harga dan volume transaksi saham.8 Analisis fundamental adalah analisis untuk menghitung nilai intrinsik saham dengan menggunakan data keuangan perusahaan.9 Alat analisis mengenai penilaian harga saham yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah analisis fundamental. Salah satu alat 7 Sutrisno, ”Manajemen Keuangan: Teori, Konsep, dan Aplikasi”, Ekonisia, Yogyakarta, hlm. 9, 2009. 8 Hin, L. Thian, “Panduan Berinvestasi Saham”, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, hlm. 70, 2001. 9 Jogiyanto, “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta, hlm. 89, 2000. analisis fundamental yang dapat dipergunakan untuk melakukan penilaian saham adalah pendekatan price earning ratio (PER), yaitu rasio antara harga pasar saham dengan laba per lembar saham. Pendekatan PER ini sering digunakan oleh analis sekuritas untuk menilai harga saham, karena pada dasarnya PER memberikan indikasi tentang jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan dana pada tingkat harga saham dan keuntungan perusahaan pada suatu periode tertentu. Salah satu ukuran yang sering digunakan analisis investasi ialah rasio P/E. Secara sederhana, rasio ini diukur oleh harga suatu saham dibagi dengan pendapatan suatu saham.10 Indikator price earning ratio (PER) ini secara praktis telah diaplikasikan dalam laporan keuangan laba rugi bagian akhir dan menjadi bentuk standar pelaporan keuangan bagi perusahaan publik di Indonesia. Oleh karena itu, pemahaman terhadap PER penting dilakukan dan bisa dijadikan sebagai salah satu indikator nilai perusahaan dalam model penelitian.11 Seperti yang kita ketahui bahwa setiap pergerakan harga saham akan mengakibatkan perubahan PER dari suatu perusahaan. Para investor harus mampu menyikapi apabila terjadi pergerakan harga saham yang mengakibatkan PER rendah dan bagaimana investor menyikapi apabila PER tinggi. Bagi investor, PER rendah akan memberikan kontribusi tersendiri, karena selain 10 Rodoni, Ahmad, “Analisis Teknikal dan Fundamental Pada Pasar Modal”, CSES Press, hlm. 65, 2005. 11 Harmono, “Manajemen Keuangan: Berbasis Balance Scorecard, Pendekatan Teori, Kasus, dan Riset Bisnis”, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 57, 2009. dapat membeli saham dengan harga yang relatif murah, kemungkinan untuk mendapatkan capital gain juga semakin besar, sehingga investor dapat memiliki banyak saham dari berbagai perusahaan yang go public. Sebaliknya, emiten menginginkan PER yang tinggi pada waktu go public untuk menunjukkan bahwa kinerja perusahaan cukup baik dengan harapan agar harga saham akan tinggi pula. PER juga digunakan untuk mengestimasi suatu saham apakah underpriced atau overpriced. PER tersebut dihitung dengan cara membandingkan PER saham yang sesungguhnya dengan PER saham yang wajar. Jika PER saham yang sesungguhnya lebih besar dari PER saham yang wajar, maka disebut overpriced. Dan jika PER saham yang sesungguhnya lebih kecil dari PER saham yang wajar, maka disebut underpriced. Untuk mendapatkan informasi yang aktual mengenai PER diperlukan suatu analisis guna mengetahui beberapa variabel yang berpengaruh terhadap harga saham. Mengingat bahwa para investor harus menganalisis apakah hargaharga saham yang terjadi cukup layak untuk dibeli, maka para investor harus mendeteksi pergerakannya. Sesuai dengan pandangan bahwa harga saham mencerminkan harapan para investor atau pasar terhadap prospek suatu perusahaan. Maka, faktorfaktor harga saham juga akan mempengaruhi PER. Maka, pendekatan lain dalam menilai harga saham adalah dengan mencari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi PER secara nyata, kemudian dibuat suatu model tersebut untuk menilai PER perusahaan di masa yang akan datang, sehingga dapat dinilai pada kewajaran harga saham perusahaan. Analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi price earning ratio mempunyai arti penting bagi investor sebelum mengambil suatu keputusan investasi, semakin tinggi price earning ratio suatu perusahaan, semakin banyak investor yang akan menanamkan modalnya. Hal ini berarti, perusahaan yang mempunyai kesempatan investasi yang paling menarik akan memperoleh kapital harga yang wajar, yaitu harga yang mencerminkan investasi potensial. Penulis memilih meneliti hal ini, karena price earning ratio sangat penting bagi para pelaku pasar modal, khususnya investor. Pengetahuan tentang PER bagi investor berguna untuk mengetahui kapan harus membeli dan menjual sahamnya, sehingga dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari selisih harga (capital gain). Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi price earning ratio. Dengan berbagai dasar dan latar belakang di atas, maka pada penelitian ini penulis mengambil judul, yaitu “Analisis Pengaruh Variance of Earning Growth (VEG), Net Profit Margin, dan Debt to Equity Ratio Terhadap Price Earning Ratio (PER)”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka pada penelitian ini dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut: 1. Apakah variabel variance of earning growth (VEG), net profit margin, dan debt to equity ratio berpengaruh signifikan terhadap tingkat price earning ratio (PER) secara simultan? 2. Apakah variabel variance of earning growth (VEG), net profit margin, dan debt to equity ratio berpengaruh signifikan terhadap tingkat price earning ratio (PER) secara parsial? 3. Berapa besar pengaruh dari variabel variance of earning growth (VEG), net profit margin, dan debt to equity ratio terhadap tingkat price earning ratio (PER)? 4. Variabel independen manakah yang paling dominan berpengaruh signifikan terhadap tingkat price earning ratio (PER)? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan utama dalam penelitian ini adalah: a. Untuk menganalisis pengaruh signifikan variance of earning growth (VEG), net profit margin, dan debt to equity ratio terhadap tingkat price earning ratio (PER) secara simultan. b. Untuk menganalisis pengaruh signifikan variance of earning growth (VEG), net profit margin, dan debt to equity ratio terhadap tingkat price earning ratio (PER) secara parsial. c. Untuk menganalisis besarnya pengaruh dari variance of earning growth (VEG), net profit margin, dan debt to equity ratio terhadap tingkat price earning ratio (PER). d. Untuk menganalisis variabel independen yang paling dominan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat price earning ratio (PER). 2. Manfaat Penelitian Dengan adanya latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, manfaat yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1. Bagi investor, dengan melakukan penelitian tentang beberapa faktor terhadap price earning ratio, maka manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah hasil analisisnya diharapkan dapat dipakai sebagai masukan bagi investor dan para pelaku pasar modal dalam melakukan penilaian terhadap suatu saham berkaitan dengan pengambilan keputusan untuk melakukan penempatan modal dan investasi pada perusahaan di Bursa Efek Indonesia. 2. Bagi manajer keuangan, penelitian ini dapat menambah wawasan tentang manajemen keuangan khususnya bagi perusahaan, bahwa investor akan melihat segala macam informasi yang ada dan dapat digali untuk menetapkan keputusan investasi. Untuk itu, manajer keuangan dapat menentukan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi stockholder dan keuntungan perusahaan. 3. Bagi para akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan literatur yang membantu di dalam perkembangan ilmu akuntansi dan menambah wawasan tentang analisis saham. 4. Bagi penulis, penelitian ini memberikan pengetahuan dan pengalaman tambahan dalam menekuni dan mempraktekkan teori keuangan dan investasi, terutama tentang pasar modal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Keuangan Setiap perusahaan selalu membutuhkan dana dalam rangka memenuhi kebutuhan operasi sehari-hari maupun untuk mengembangkan perusahaan. Kebutuhan dana tersebut berupa modal kerja maupun untuk pembelian aktiva tetap. Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, perusahaan harus mampu mencari sumber dana dengan komposisi yang menghasilkan beban biaya paling murah. Kedua hal tersebut harus bisa diupayakan oleh manajer keuangan.1 Manajemen keuangan atau sering disebut pembelanjaan dapat diartikan sebagai semua aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah, serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien.2 Tujuan manajemen keuangan perusahaan adalah memaksimalkan kekayaan para pemegang saham, yang berarti meningkatkan nilai perusahaan yang merupakan ukuran nilai objektif oleh publik dan orientasi pada kelangsungan hidup perusahaan.3 1 Sutrisno, ”Manajemen Keuangan: Teori, Konsep, dan Aplikasi”, Ekonisia, Yogyakarta, hlm. 3, 2009. 2 3 Sutrisno, loc. cit. Harmono, “Manajemen Keuangan: Berbasis Balance Scorecard, Pendekatan Teori, Kasus, dan Riset Bisnis”, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 1, 2009. Fungsi manajemen keuangan dapat dirinci ke dalam tiga bentuk kebijakan perusahaan, yaitu (1) keputusan investasi, (2) keputusan pendanaan, dan (3) kebijakan dividen. Setiap fungsi harus mempertimbangkan tujuan perusahaan; mengoptimalkan kombinasi tiga kebijakan keuangan yang mampu meningkatkan nilai kekayaan bagi para pemegang saham.4 B. Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang meliputi dua laporan utama, yaitu Neraca dan Laporan Rugi-laba. Laporan keuangan disusun dengan maksud untuk menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Pihak-pihak yang berkepentingan tersebut antara lain manajemen, pemilik, kreditor, investor, dan pemerintah.5 Financial statement analysis generally begins with a set of financial ratios designed to reveal a company's strengths and weaknesses as compared with other companies in the same industry, and to show whether its financial position has been improving or deteriorating over time.6 Analisis laporan keuangan adalah segala sesuatu yang menyangkut penggunaan informasi akuntansi untuk membuat keputusan bisnis dan 4 Harmono, “Manajemen Keuangan: Berbasis Balance Scorecard, Pendekatan Teori, Kasus, dan Riset Bisnis”, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 6, 2009. 5 Sutrisno, ”Manajemen Keuangan: Teori, Konsep, dan Aplikasi”, Ekonisia, Yogyakarta, hlm. 9, 2009. 6 Brigham, Eugene F. dan Ehrhardt, Michael C., “Financial Management: Theory and Practice”, Twelfth Edition, Thomson Learning, Inc., United States of America, p. 145, 2008. investasi. Laporan keuangan dirancang bagi pengusaha, investor, dan kreditor dimana mereka harus memahami bagaimana membaca, mengartikan, serta menganalisis laporan keuangan. Laporan keuangan melaporkan posisi keuangan perusahaan pada suatu waktu tertentu maupun selama beberapa periode yang lalu.7 Diantara laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan kepada pemegang saham, laporan tahunan / annual report adalah laporan yang paling penting. Laporan tahunan ini diterbitkan setiap tahun oleh perusahaan kepada para pemegang saham.8 C. Pasar Modal Pengertian pasar modal secara umum menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1548/KMK/1990 tentang peraturan pasar modal adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar (efek).9 Pasar modal adalah suatu bidang usaha perdagangan surat-surat berharga yang bersifat jangka panjang, seperti saham, sertifikat saham, dan obligasi. Dalam perekonomian suatu negara, sumber dana bagi pembiayaan perusahaan sangat terbatas, maka perlu dicarikan sumber pembiayaan yang bersifat jangka 7 Astuti, Dewi, ”Manajemen Keuangan Perusahaan”, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 29, 8 Astuti, Dewi, op. cit., hlm. 15. 2004. 9 Sutrisno, ”Manajemen Keuangan: Teori, Konsep, dan Aplikasi”, Ekonisia, Yogyakarta, hlm. 300, 2009. panjang.10 Untuk itu, adanya pasar modal sebagai alternatif bagi sumber pembiayaan jangka panjang diharapkan dapat mendukung roda pembangunan, khususnya di sektor swasta, sehingga dapat berjalan sesuai rencana.11 Pasar modal adalah pasar keuangan untuk dana-dana jangka panjang. Dana jangka panjang adalah dana yang jatuh temponya lebih dari satu tahun. Dalam arti sempit pasar modal adalah suatu tempat yang terorganisasi dimana efek-efek diperdagangkan di bursa efek.12 Pasar modal sebagai wadah untuk mencari dana bagi perusahaan dan wadah investasi bagi pemodal menyangkut kepentingan banyak pihak. Karena itu diperlukan suatu iklim investasi yang baik, dan berlakunya pelaksanaan, pembinaan dan pengawasan yang baik harus ada instansi yang mengatur. Kegiatan di lantai bursa diatur oleh lembaga yang disebut sebagai bursa efek yang dikelola oleh swasta, seperti di Jakarta dikelola oleh PT. Bursa Efek Jakarta atau Jakarta Stock Exchange dan di Surabaya dikelola oleh PT. Bursa Efek Surabaya (BES). Sedangkan pengawasan pelaksanaan kegiatan pasar modal dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Pengawas Pasar Modal atau BAPEPAM.13 Pengertian bursa efek atau stock exchange adalah suatu sistem yang terorganisir yang mempertemukan antara penjual dan pembeli efek. Bursa 10 Anoraga dan Ninik Widiyanti, “Pasar Modal Keberadaan dan Manfaatnya Bagi Pembangunan”, Aneka Cipta, Jakarta, hlm. 9, 1995. 11 Anoraga dan Ninik Widiyanti, loc. cit. 12 Astuti, Dewi, ”Manajemen Keuangan Perusahaan”, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 48, 2004. 13 Sutrisno, ”Manajemen Keuangan: Teori, Konsep, dan Aplikasi”, Ekonisia, Yogyakarta, hlm. 304, 2009. efek ini berfungsi untuk menjaga kontinuitas pasar dan menciptakan harga efek yang wajar melalui mekanisme permintaan dan penawaran.14 Pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian suatu negara dan turut menunjang perkembangan ekonomi negara yang bersangkutan. Sisi lain adanya pasar modal adalah dengan makin banyaknya perusahaan yang akan go public, yang berarti sebagian saham dari perusahaan-perusahaan tersebut akan ikut dimiliki oleh masyarakat luas dan secara makro ekonomi merupakan pemerataan pendapatan. Sedangkan dari sisi peningkatan kualitas perusahaan yang beroperasi, perusahaan publik harus bersifat terbuka, sehingga dari segi manajemen perusahaan dituntut memiliki profesionalisme yang tinggi agar kualitas perusahaan ikut meningkat.15 Pasar modal diartikan sebagai pasar untuk berbagai sekuritas dalam jangka panjang yang bisa diperjualbelikan. Seiring dengan adanya perkembangan tekonologi yang pesat, terutama dalam bidang komunikasi, maka penawaran dan pembelian antara dua pihak atau lebih tidak perlu diikuti oleh pertemuan fisik pada tempat tertentu. Pasar modal pada era sekarang ini merupakan sarana untuk mempertemukan pihak yang memerlukan dana (peminjam) dan pihak yang mempunyai kelebihan dana (pemberi pinjaman). Dengan demikian, pasar modal merupakan salah satu alternatif pembelanjaan bagi masyarakat (individu ataupun lembaga) yang mempunyai 14 Sutrisno, ”Manajemen Keuangan: Teori, Konsep, dan Aplikasi”, Ekonisia, Yogyakarta, hlm. 300, 2009. 15 www.jsx.co.id kelebihan dana. Melalui mekanisme kegiatan pasar modal dapat diharapkan dana yang ada dimasyarakat bisa disalurkan untuk membiayai kegiatan yang bersifat produktif yang dilaksanakan oleh dunia usaha.16 Di sisi perusahaan yang memerlukan dana atau emiten, para emiten melihat bahwa pencarian dana melalui pasar modal merupakan pilihan pembiayaan yang lain, kemudian mereka memanfaatkan kesempatan ini dengan mengeluarkan saham atau obligasi. Obligasi merupakan surat hutang yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan nilai nominal tertentu yang akan dibayarkan saat jatuh tempo, dan memberikan bunga tertentu.17 Semakin efisien dan efektif pengelolaan pasar modal, maka semakin banyak pula para calon emiten yang berdatangan ke pasar modal, berarti hal ini sekaligus pula memperbaiki posisi equity atau modalnya, dan pada akhirnya akan dapat memperkuat daya saingnya di industri masing-masing. Karena surat berharga saham dan obligasi itu dijual kepada masyarakat, maka persyaratan full disclousure (informasi penuh yang diberikan perusahaan sebagai lampiran pada laporan keuangan) dan full transparancy (transparansi penuh atau keterbukaan) harus pula dipenuhi oleh emiten yang bersangkutan. Masyarakat pemodal membeli suatu komoditi yang sangat abstrak dan oleh karenanya kualitas dari komoditi, yaitu saham dan atau obligasi ditentukan 16 Reilly, Frank K., dan Brown, Keith C., “Investment Analysis and Portfolio Management”, Seventh Edition. USA: South Western-Thomson, p. 107, 2000. 17 Sutrisno, ”Manajemen Keuangan: Teori, Konsep, dan Aplikasi”, Ekonisia, Yogyakarta, hlm. 310, 2009. oleh kualitas informasi yang tersedia dari perusahaan emiten. Apabila informasi tidak tersedia berarti kualitas dari barang yang diperjualbelikan akan dapat merugikan penanam modalnya. Dalam hal ini, peranan dari lembaga-lembaga penunjang pasar modal, seperti Bappepam, akuntan publik, notaris, konsultan hukum, penjamin emisi, quarantor, penilai dan wali amanat sangat diperlukan keberadaannya. Pada awal ketika calon emiten berniat go public (pemberian kesempatan kepada masyarakat luas untuk ikut serta memiliki suatu perusahaan) akan sangat menentukan kualitas akhir instrumen pasar modal yang akan dikeluarkan. D. Sejarah Perkembangan Pasar Modal di Indonesia 1. Bursa Efek Jakarta Sejarah pasar modal Indonesia sebenarnya telah mulai sejak pemerintah Hindia Belanda. Pada tanggal 14 Desember 1912, dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda, bursa efek pertama Indonesia didirikan di Batavia, pusat pemerintah kolonial Belanda dan dikenal sebagai Jakarta saat ini. Pendirian bursa efek (stock exchange) di Batavia adalah dalam rangka memupuk sumber pembiayaan bagi perkebunan milik Batavia yang tumbuh secara besar-besaran di Indonesia. Bursa Batavia sempat ditutup selama periode perang dunia pertama dan kemudian dibuka lagi pada 1925.18 Selain bursa Batavia, pemerintah kolonial juga mengoperasikan bursa paralel di Surabaya pada tanggal 11 Januari 1925 18 www.jsx.co.id dan di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Namun kegiatan bursa ini dihentikan lagi ketika terjadi pendudukan oleh tentara Jepang di Batavia. Pada tahun 1952, tujuh tahun setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, bursa saham dibuka lagi dengan memperdagangkan saham dan obligsi yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan Belanda sebelum perang dunia.19 Kegiatan bursa saham kemudian berhenti lagi ketika pemerintah meluncurkan program nasionalisasi pada tahun 1956. Sejak tahun 1956 pemerintah telah mencoba untuk mengaktifkan kembali pasar modal sebagai sarana pembiayaan kegiatan ekonomi. Pada awalnya pemerintah mendorong pertumbuhan pasar modal melalui pemberian fasilitas perpajakan, baik kepada perusahaan-perusahaan yang go public maupun para investor, serta lembaga-lembaga penunjang yang terkait, termasuk broker dan dealer. Fasilitas perpajakan kemudian dihapuskan setelah diberlakukan peraturan perpajakan yang baru pada tahun 1983, sedangkan pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan berjangka lainnya ditunda pemungutannya. Keadaan ini sudah tentu mengakibatkan iklim investasi di pasar modal kurang menarik. Oleh karena itu, pemerintah berusaha mendorong kembali pertumbuhan pasar modal dengan mengeluarkan paket-paket deregulasi, seperti paket Desember 1987, paket Oktober 1988, dan paket Desember 1988. Salah satu isi paket tersebut yang 19 www.jsx.co.id terpenting adalah dinaikkannya pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan berjangka lainnya sebesar 15% final. Kebijaksanaan pengenaan pajak final atas tabungan, ternyata berdampak sangat positif terhadap pasar modal, karena pendapatan masyarakat pemodal menjadi berkurang, sehingga mereka cenderung mencari alternatif lain dalam menginvestasikan uangnya.20 Tidak sampai tahun 1977, bursa saham kembali dibuka dan ditandatangani oleh Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam), institusi baru di bawah Departemen Keuangan. Kegiatan perdagangan dan kapitalisasi pasar saham pun mulai meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1990 seiring dengan perkembangan pasar finansial dan sektor swasta. Pada tanggal 13 Juli 1992, bursa saham di swastanisasi menjadi PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ). Swastanisasi bursa saham menjadi PT. BEJ ini mengakibatkan beralihnya fungsi Bapepam menjadi Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Pada 22 Mei 1995, BEJ meluncurkan Jakarta Automated Trading Sistem (JATS), sebuah sistem perdagangan otomatis yang menggantikan sistem perdagangan manual. Sistem baru ini dapat memfasilitasi perdagangan saham dengan frekuensi yang lebih besar dan lebih menjamin kegiatan pasar yang fair dan transparan dibanding sistem perdagangan manual. Tahun 2002, BEJ juga menerapkan perdagangan jarak 20 www.jsx.co.id jauh (remote trading), sebagai upaya meningkatkan akses pasar, efisiensi pasar, kecepatan dan frekuensi perdagangan.21 2. Bursa Efek Surabaya Bursa Efek Surabaya (BES) secara resmi dibuka pada 16 Juni 1989 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No 654/KMK.010/1989 dengan hanya tiga puluh enam pemegang saham. Sifat pendirian BES pada saat itu adalah untuk mendukung program pemerintah Indonesia dibidang pasar modal dan pengembangan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia. Pada 22 Juli 1995, BES berhasil bergabung dengan Bursa Paralel Indonesia (IPSX), meninggalkan hanya dua pertukaran utama yang beroperasi di Indonesia. Untuk menyediakan dan memelihara fasilitas bagi anggota mengenai perdagangan setelah pelayanan, BES juga telah menjadi pemegang saham Sentral Efek Indonesia dan Penyimpanan (ISCD) dan Kliring Penjaminan Indonesia. Para BES juga berpartisipasi dalam Peringkat Kredit Badan sebagai pemegang saham. Pada tahun 1992, sebagai bagian dari konsep terobosan BES menghubungkan lantai perdagangan untuk banyak anggotanya di Jakarta, seorang Electronic Long Distance Trading System (ELDISTRA) diperkenalkan. Berdasarkan model floorless, sebuah sistem baru yang 21 www.jsx.co.id disebut S-MART (Surabaya Market Informasi dan Automated Remote Trading) diluncurkan pada 19 September 1996 menggantikan ELDISTRA untuk performa lebih baik secara keseluruhan. Pada 9 Agustus 2002, BES memulai trading online, sehingga memungkinkan investor untuk perdagangan online melalui internet. Dalam perdagangan online, setiap kegiatan perdagangan sekuritas terintegrasi, mulai dari pesanan pengiriman, tatanan validasi, pencocokan order dan penyelesaian transaksi online. Dengan sekitar 95% dari obligasi yang diterbitkan di Indonesia tunggal yang terdaftar di BES, pada bulan Juni 1997, BES memberikan informasi dan sistem kutipan obligasi, yang OTC-FIS (over-the-Counter Fixed Income Services). Sistem ini memberikan kemudahan kepada pemain untuk mengutip tawaran dan bertanya, bernegosiasi dan melakukan transaksi. Dengan demikian, diharapkan untuk menciptakan lebih terstruktur dan transparan untuk pasar obligasi, khususnya dan instrumen pendapatan tetap lainnya, dan pada akhirnya meningkatkan efisiensi pasar secara keseluruhan. Untuk melayani sebagai satu-stop jasa keuangan, pada 13 Agustus 2001, BES memperkenalkan pasar baru untuk menyediakan investor dengan yang lebih beragam pilihan investasi, yang derivative market. Pasar derivatif menawarkan pada indeks saham berjangka, LQ45 Futures di pasar. LQ45 Futures adalah berjangka indeks saham BEJ menggunakan indeks dari 45 saham yang paling likuid diperdagangkan di bursa. Perdagangan LQ45 Futures dilakukan melalui LEMAK, Futures Automated Trading System, sistem perdagangan remote dengan berbasis pelelangan. 3. Bursa Efek Indonesia Setelah terhenti sejak tahun 1956, Bursa Efek Jakarta diaktifkan kembali pada tanggal 10 Agustus 1977. Pada saat itu, Bursa Efek Jakarta dikelola oleh BAPEPAM atau Badan Pelaksana Pasar Modal (Sekarang Badan Pengawas Pasar Modal), suatu badan yang bernaung di bawah Departemen Keuangan. Hingga tahun 1987, perkembangan Bursa Efek Jakarta bisa dikatakan sangat lambat, dengan hanya 24 emiten yang tercatat dan rata-rata nilai transaksi harian kurang dari Rp. 100 juta. Pertumbuhan yang lambat tersebut berakhir pada tahun berikutnya ketika pemerintah mengeluarkan deregulasi dibidang perbankan dan pasar modal melalui Pakto 1988. Dengan pertumbuhan yang pesat dan dinamis, bursa efek perlu ditangani secara lebih serius. Untuk menjaga objektifitas dan mencegah kemungkinan adanya conflict of interest, fungsi pembinaan dan operasional bursa harus dipisahkan dan dikembangkan dengan pendekatan yang lebih profesional. Akhirnya, pemerintah memutuskan sudah tiba waktunya untuk melakukan swastanisasi bursa, sehingga akhir tahun 1991 didirikan PT. Bursa Efek Jakarta dan diresmikan oleh Menteri Keuangan pada tanggal 13 Juli 1992. Pertumbuhan bursa efek pada tahun-tahun berikutnya menjadi semakin cepat, terutama sejak dilakukan sistem otomasi perdagangan pada tanggal 25 Mei 1995. Semua indikator perdagangan seperti nilai, volume dan frekuensi transaksi menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa. Pada tahun 2007, rata-rata nilai transaksi telah mencapai angka di atas Rp. 4,3 triliun per hari. Bahkan pada tahun 2008, sampai dengan semester pertama, rata-rata nilai transaksi harian meningkat menjadi Rp. 5,6 triliun. Meskipun pada Semester II, terjadi penurunan karena ada krisis “subprime” di Amerika yang mempengaruhi semua bursa di dunia tidak terkecuali Indonesia, akan tetapi rata-rata nilai transaksi pada tahun 2008 masih lebih tinggi dari tahun 2007, yaitu sebesar Rp. 4,5 triliun. Angka-angka tersebut meningkat luar biasa jika dibandingkan dengan awal-awal swastanisasi bursa efek atau sebelum diberlakukan otomasi perdagangan. Pada tahun 1994, rata-rata nilai transaksi hanya sebesar Rp. 104 miliar per hari. Hal ini berarti dalam kurun waktu 14 tahun rata-rata nilai transaksi harian telah meningkat sebesar lebih kurang 4.000%. Seiring dengan perkembangan pasar dan tuntutan untuk lebih meningkatkan efisiensi serta daya saing di kawasan regional, maka efektif tanggal 3 Desember 2007 secara resmi PT. Bursa Efek Jakarta digabung dengan PT. Bursa Efek Surabaya dan berganti nama menjadi PT. Bursa Efek Indonesia. E. Saham Saham merupakan surat bukti kepemilikan perusahaan atau penyertaan pada perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT). Di pasar modal Indonesia, transaksi saham sangat dominan dibandingkan dengan obligasi.22 Adapun manfaat kepemilikan saham antara lain pemilik saham dapat perolehan deviden, yakni merupakan bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemilik saham. Saham dibagi menjadi dua, yaitu saham biasa dan saham preferen. Apabila perusahaan hanya mengeluarkan satu jenis saham saja, saham ini biasanya dalam bentuk saham biasa (common stock). Saham preferen merupakan saham yang mempunyai sifat gabungan antara obligasi dan saham biasa.23 Saham preferen dapat dikatakan serupa dengan saham biasa. Hal ini disebabkan karena dua hal pokok, yaitu : mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut, dan membayar (memperoleh) dividen. Sedangkan persamaan saham preferen dengan obligasi terletak pada tiga hal, yaitu : ada klaim atas laba dan 22 Sutrisno, ”Manajemen Keuangan: Teori, Konsep, dan Aplikasi”, Ekonisia, Yogyakarta, hlm. 310, 2009. 23 2000. Jogiyanto, “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”, edisi kedua, BPFE, Yogyakarta, aktiva sebelumnya, dividennya tetap selama masa berlaku dari saham, dan memiliki hak tebus serta dapat dipertukarkan dengan saham biasa. F. Pendekatan Penilaian Harga Saham Secara umum pendekatan dalam analisis dan penilaian saham ada dua, yaitu analisis sekuritas fundamental (fundamental security analysis) atau analisis perusahaan (company analysis) dan analisis teknis (technical analysis).24 Analisis fundamental merupakan alat analisis yang disusun berdasarkan atas data-data historis perusahaan, yaitu data-data yang telah lewat berupa laporan keuangan. Analisis ini sering disebut dengan company analysis (Ang, 1997 : 10.9).25 Company analysis merupakan analisis tentang kekuatan dan kelemahan dari perusahaan, bagaimana kegiatan operasionalnya, dan juga bagaimana prospeknya dimasa yang akan datang. Dalam analisis fundamental terdapat pendekatan yang dapat dilakukan yaitu pendekatan deviden, net asset dan pendekatan price earning ratio.26 Analisis teknikal merupakan upaya untuk memperkirakan dengan mengamati perubahan faktor analisis di masa lalu. Analisis teknikal tidak memperhatikan faktor-faktor fundamental (seperti : penjualan, pertumbuhan 24 Jogiyanto, “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”, edisi kedua, BPFE, Yogyakarta, hlm. 88, 2000. 25 Anoraga, Pandji, ”Pasar Modal Keberadaan dan Manfaatnya bagi Pembangunan”, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 101, 1997. 26 Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti, “Pengantar Pasar Modal”, Rineka Cipta, Semarang, hlm. 62, 2001. penjualan, biaya, dan kebijakan deviden) yang diperkirakan mempengaruhi harga saham. Analisis teknikal mengasumsikan bahwa harga saham mencerminkan informasi yang ditujukan oleh perubahan harga diwaktu lalu sehingga perubahan harga saham mempunyai pola tertentu dan pola tersebut akan terjadi berulang, dengan demikian analisis utamanya berwujud grafik atau chart.27 G. Rasio Keuangan Rasio-rasio keuangan dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu rasio likuiditas (liquidity ratio), rasio aktivitas (activities ratio), rasio rentabilitas (profitability ratio), rasio solvabilitas (solvency ratio), dan rasio pasar (market ratio).28 Dalam penelitian ini tidak semua kelompok rasio tersebut digunakan untuk menganalisis. Adapun rasio dan karakteristik keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Rasio Solvabilitas (Solvency ratios) Rasio solvabilitas berfungsi untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini disebut juga leverage ratios, karena merupakan rasio pengungkit yaitu menggunakan uang pinjaman untuk memperoleh keuntungan.29 27 Husnan, Suad, “Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”, Edisi Ketiga, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, hlm. 315, 2001. 28 Ang, Robert, “Buku Pintar Pasar Modal Indonesia”, Cetakan Pertama, Media Soft, Indonesia, hlm. 23, 1997. 29 Ang, Robert, op. cit. hlm. 34. Debt management ratios reveal the extent to which the firm is financed with debt and its likelihood of defaulting on its debt obligations.30 Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka-panjang saat utang jatuh tempo. Keadaan solvabel juga bergantung dari daya untuk menghasilkan; dalam jangka panjang perusahaan tidak dapat membayar utangnya, kecuali perusahaan menghasilkan laba. Suatu struktur modal yang di-leverage, membebani perusahaan dengan beban bunga tetap yang menyebabkan penghasilan menjadi tidak mantap. Utang yang berlebihan dapat juga menyulitkan perseroan untuk meminjam dana pada suku bunga wajar saat pasar uang sedang ketat. Rasio utang salah satunya terdiri dari debt to equity ratio (DER) yang merupakan salah satu rasio dalam kelompok rasio solvabilitas, dan merupakan indikator dari proporsi hutang perusahaan terhadap investasi pemegang saham. 2. Rasio Pasar Rasio pasar atau rasio penilaian ini merupakan suatu rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai pada masyarakat (investor) atau pada para pemegang saham. Rasio ini 30 Brigham, Eugene F. dan Ehrhardt, Michael C., “Financial Management: Theory and Practice”, Twelfth Edition, Thomson Learning, Inc., United States of America, p. 145, 2008. memberikan informasi seberapa besar masyarakat menghargai perusahaan, sehingga mereka mau membeli saham perusahaan dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan nilai buku saham.31 Market value ratios relate the firm's stock price to its earnings, cash flow, and book value per share, thus giving management an indication of what investors think of the company's past performance and future prospects.32 Salah satu dari rasio pasar ini adalah price earning ratio (PER), yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang akan diperoleh oleh para pemegang saham. 3. Rasio Profitabilitas / Rentabilitas Rasio ini menunjukkan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan. Kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang baik dan laba atas investasi menjadi indikator tentang kesehatan keuangan dan efisiensi manajemennya. Penghasilan yang buruk merusak harga pasar saham maupun dividen.33 31 Sutrisno, ”Manajemen Keuangan: Teori, Konsep, dan Aplikasi”, Ekonisia, Yogyakarta, hlm. 224, 2009. 32 Brigham, Eugene F. dan Ehrhardt, Michael C., “Financial Management: Theory and Practice”, Twelfth Edition, Thomson Learning, Inc., United States of America, p. 145, 2008. 33 Siegel, Joel G., dan Shim Jae K., “Financial Management”, Barron Educational Series, Inc, p. 65, 1991. Rasio rentabilitas (profitabilitas) menunjukkan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan atau merupakan hasil akhir bersih perusahaan dari berbagai kebijakan dan keputusan yang telah diambil. Profitability ratios show the combined effects of liquidity, aset management, and debt management policies on operating results.34 Dalam penelitian ini rasio rentabilitas (profitabilitas) diwakili oleh net profit margin. net profit margin berfungsi untuk mengukur tingkat kembalian keuntungan bersih terhadap penjualan bersihnya. H. Price Earning Ratio (PER) Price earning ratio merupakan salah satu pendekatan yang sering digunakan oleh analis sekuritas untuk menilai suatu saham. Pendekatan ini mendasarkan atas rasio antara harga saham per lembar yang berlaku di pasar modal dengan tingkat keuntungan bersih yang tersedia bagi pemegang saham. Price earning ratio adalah rasio yang membandingkan antara harga saham yang diperoleh dari pasar modal dengan laba per saham yang diperoleh pemilik perusahaan. Semakin rendah PER, maka semakin baik prestasi yang dicapai suatu perusahaan.35 34 Brigham, Eugene F. dan Ehrhardt, Michael C., “Financial Management: Theory and Practice”, Twelfth Edition, Thomson Learning, Inc., United States of America, p. 145, 2008. 35 Husnan, Suad dan Eni Pudjiastuti, “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 1998. Salah satu ukuran yang sering digunakan analisis investasi ialah rasio P/E. Secara sederhana rasio ini diukur oleh harga suatu saham dibagi dengan pendapatan suatu saham.36 PER menunjukkan besarnya harga yang bersedia dibayar oleh investor untuk setiap dollar laba yang dilaporkan oleh perusahaan.37 Price earning ratio merupakan indikator yang dapat dipergunakan untuk menentukan apakah harga saham tertentu dinilai tinggi atau rendah.38 Price earning ratio (PER) yang tinggi dapat menunjukkan bahwa: a. Investor mengharapkan pertumbuhan dividen yang tinggi. Dengan pertumbuhan dividen yang tinggi, maka menarik minat para investor untuk membeli saham, sehingga permintaan saham akan meningkat. Peningkatan permintaan saham akan menyebabkan harga saham meningkat. b. Saham memiliki resiko yang rendah, sehingga investor tertarik dengan kembalian yang rendah. Investor yang “risk aversion” lebih menyukai saham dengan resiko rendah, mereka di dalam menginvestasikan dananya akan memilih saham yang beresiko rendah. Dengan demikian, permintaan saham yang beresiko rendah 36 Rodoni, Ahmad, “Analisis Teknikal dan Fundamental Pada Pasar Modal”, CSES Press, hlm. 65, 2005. 37 Brigham, Eugene F. dan Louis C. Gapenski, “Intermediate Financial Management”, Fifth Edition, The Dryden Press, New York, 1996. 38 Brealey, Richard A., dan Stewart C. Myers., “Principle of Corporate Finance”, Fifth Edition, Mc. Graw Hill Book Company, p. 577, 1996. akan meningkat yang akan mengakibatkan harga saham tersebut naik. c. Perusahaan diharapkan mampu mencapai pertumbuhan rata-rata, sementara dilain pihak, mampu membagikan laba dalam proporsi yang besar. Pertumbuhan dan pembagian laba yang tinggi akan menumbuhkan minat para investor untuk membeli saham tersebut, sehingga akan menaikkan permintaan saham dan pada akhirnya akan menaikkan harga saham tersebut. Dari ketiga hal diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa price earning ratio (PER) yang tinggi akan menyebabkan harga saham yang tinggi, begitu pula sebaliknya, price earning ratio (PER) yang rendah akan menyebabkan harga saham yang rendah. Price earning ratio merupakan salah satu indikator yang sering digunakan analis sekuritas untuk menilai harga suatu saham yang diperdagangkan di pasar modal. Menurut Simamora (2000:531), penghitungan PER dinyatakan dengan formulasi sebagai berikut: Harga pasar per lembar saham biasa Price earning ratio= Laba per lembar saham Gibson (1992) seperti dikutip dari Sartono Munir (1997) mengatakan bahwa rasio ini dilihat oleh investor sebagai ukuran kemampuan menghasilkan laba masa depan (future earnings) dari suatu perusahaan. Investor dapat mempertimbangkan rasio tersebut guna memilah-milah saham mana yang nantinya dapat memberikan keuntungan yang besar di masa yang akan datang, dengan pertimbangan jika perusahaan dengan pertumbuhan tinggi (high growth) biasanya mempunyai price earning ratio yang besar; perusahaan dengan pertumbuhan yang rendah (low growth) biasanya memilki PER yang rendah. Menurut Elyzabeth Indrawati Marpaung (2003), dalam penelitiannya yang berjudul “perubahan dividend yield dan perubahan price earning ratio berpengaruh terhadap perubahan harga saham”, PER menggambarkan harga saham di bursa pada tanggal neraca atau tanggal yang lain dibandingkan laba per lembar saham selama satu periode. Jika PER tinggi, berarti harga saham itu terlalu mahal atau dengan harga tertentu hanya memperoleh laba yang kecil. Dengan demikian, calon pembeli saham akan memperoleh keuntungan lebih besar jika pembeliannya pada saat PER rendah karena saham cenderung akan mengalami kenaikan harga. Sementara itu, jika PER menunjukkan nilai yang tinggi, maka hal ini menunjukkan saat yang tepat untuk menjual saham. Dengan kata lain, pengetahuan tentang PER bagi investor berguna untuk mengetahui kapan harus membeli dan menjual sahamnya sehingga dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari selisih harga (capital gain). PER dipergunakan oleh berbagai pihak atau investor untuk membeli saham perusahaan dengan PER yang kecil, karena PER yang kecil menggambarkan laba bersih saham yang cukup tinggi dan harga yang rendah. Keputusan yang diambil untuk membeli saham dengan PER, yaitu pertama sekali membandingkan dengan PER saham sejenis atau industrinya, bahkan dilihat dari PER pasarnya. Saham tersebut layak dibeli karena murah dibandingkan dengan sejenisnya PER yang bagus adalah PER yang rendah, karena harganya murah sehingga investor tertarik untuk membeli saham dengan PER yang rendah. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa harapan investor terhadap earning perusahaan pada masa yang akan datang, direfleksikan pada harga saham yang bersedia mereka bayar atas saham perusahaan tersebut yang selanjutnya berpengaruh terhadap PER. Dengan mengetahui besarnya PER suatu perusahaan, analis bisa memperkirakan bagaimana posisi suatu saham relatif terhadap saham-saham lainnya, apakah saham tersebut dibeli atau tidak. Besarnya nilai PER biasanya terkait dengan tahap pertumbuhan perusahaan, sehingga perusahaan-perusahaan yang berada dalam tahap pertumbuhan biasanya memiliki PER yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang berada dalam kondisi yang sudah mapan. I. Variance of Earning Growth (VEG) Setiap saham yang beredar dalam pasar modal mempunyai resiko yang dapat merugikan investor jika tidak cermat dalam menanganinya. Varian ini merupakan proxi dan resiko. Variance of earnings growth (VEG) mencerminkan ketidakpastian perusahaan dalam memperoleh laba. Perusahaan yang memiliki laba yang stabil akan cenderung akan cenderung memiliki reputasi yang baik dalam mempertahankan payout ratio (persentase pengeluaran/pembayaran). Variance of earning growth yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki profitabilitas yang stabil serta kurang perhatian perusahaan pada manajemen laba, akibatnya terjadi ketidakpastian perolehan deviden bagi investor. Dalam penelitian ini, menggunakan variance of earning growth sebagai resiko yang akan ditanggung investor. Variance of earning growth (VEG) awalnya dicari melalui earning per share (EPS) atau laba per lembar saham yang diperoleh perusahaan tersebut, kemudian dicari pertumbuhan dari laba per lembar saham. Dari laba per lembar saham itu baru dicari varian dari pertumbuhan laba. VEG mengukur seberapa besar penyimpangan tingkat pertumbuhan laba emiten yang menunjukkan simpangan baku tingkat pertumbuhan laba yang menggambarkan resiko tiap saham. Resiko berhubungan positif dengan tingkat keuntungan. Semakin tinggi suatu resiko, maka akan mengakibatkan semakin tinggi keuntungan yang diharapkan.39 Resiko merupakan ketidakpastian yang selalu menyertai seorang investor dalam melakukan kegiatan investasi di pasar modal. Untuk mengatasi masalah ini investor harus mempunyai pengetahuan tertentu agar dapat membuat perkiraan-perkiraan rasional pada masa yang akan datang. Dari perkiraanperkiraan rasional ini dibuatlah keputusan investasi, yaitu jenis investasi yang 39 Hanafi, Mamduh M. dan A. Halim, “Analisis Laporan Keuangan”, Edisi Pertama, UPP AMP YKPN, Yoyakarta, hlm. 300, 1996. diperkirakan dapat menghasilkan keuntungan yang paling besar dengan resiko yang paling kecil. Variabel ini menunjukkan varian tingkat pertumbuhan laba yang menggambarkan resiko dari masing-masing saham, dihitung dengan formula : g= n -1 (Fabozzi, 2000 : 822) Keterangan : g = Varian pertumbuhan laba gt = pertumbuhan laba g = rata-rata pertumbuhan laba n = banyaknya pengamatan dalam satu sampel Menurut Whitbeck-Kissor (1973) seperti dikutip dari Marwan dan Heveadi (1999), dalam penelitiannya yang berjudul ”pengaruh price earning ratio model consistency”, mengemukakan bahwa variabel VEG tidak semua dalam periode penelitian berpengaruh signifikan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa resiko yang akan diterima investor diukur dengan varian pertumbuhan laba saham. Faktor resiko yang dalam penelitian ini diukur dengan VEG harus dipertimbangkan dalam berinvestasi, karena setiap investor tidak akan lepas dari resiko. J. Net Profit Margin (NPM) Rasio ini menunjukkan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan. Kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang baik dan laba atas investasi menjadi indikator tentang kesehatan keuangan dan efisiensi manajemennya. Penghasilan yang buruk merusak harga pasar saham maupun dividen.40 Net profit margin berfungsi untuk mengukur tingkat kembalian keuntungan bersih terhadap penjualan bersihnya. Nilai NPM ini juga berada di antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai NPM semakin besar mendekati satu, maka berarti semakin efesien biaya yang dikeluarkan, yang berarti semakin besar tingkat kembalian keuntungan bersih.41 Rasio rentabilitas (profitabilitas) menunjukkan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan atau merupakan hasil akhir bersih perusahaan dari berbagai kebijakan dan keputusan yang telah diambil. Dalam penelitian ini, Rasio rentabilitas (profitabilitas) diwakili oleh net profit margin. Pengukuran variabel ini menggunakan model yang digunakan oleh Lukman Dendawijaya (2003), yaitu: Laba bersih Net Profit Margin= Pendapatan operasional 40 Siegel, Joel G., dan Shim Jae K., “Financial Management”, Barron Educational Series, Inc, p. 65, 1991. 41 Ang, Robert, “Buku Pintar Pasar Modal Indonesia”, Cetakan Pertama, Media Soft, Indonesia, hlm. 31, 1997. K. Debt to Equity Ratio Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka-panjang saat utang jatuh tempo. Anda harus memperhatikan struktur pendanaan jangka panjang dan struktur operasi setiap perusahaan yang Anda minati. Pertimbangan finansial penting lainnya adalah solvabilitas keuangan, yaitu besarnya utang dalam struktur modal perusahaan. Struktur modal adalah sumber-sumber dana jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan. Keadaan solvabel juga bergantung dari daya untuk menghasilkan; dalam jangka panjang perusahaan tidak dapat membayar utangnya, kecuali perusahaan menghasilkan laba. Suatu struktur modal yang di-leverage, membebani perusahaan dengan beban bunga tetap yang menyebabkan penghasilan menjadi tidak mantap. Utang yang berlebihan dapat juga menyulitkan perseroan untuk meminjam dana pada suku bunga wajar saat pasar uang sedang ketat. Rasio solvabilitas berfungsi untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini disebut juga leverage ratios (persentase hutang), karena merupakan rasio pengungkit, yaitu menggunakan uang pinjaman untuk memperoleh keuntungan.42 Rasio utang terdiri dari salah satunya debt equity ratio (DER) merupakan salah satu rasio dalam kelompok rasio solvabilitas. Dan merupakan indikator dari proporsi hutang perusahaan terhadap investasi pemegang saham. DER ini 42 Ang, Robert, “Buku Pintar Pasar Modal Indonesia”, Cetakan Pertama, Media Soft, Indonesia, hlm. 34, 1997. mencerminkan resiko keuangan perusahaan yang ditempatkan pada pemegang saham sebagai hasil dari financial leverage makin besar, ( Reilly, 2000). Menurut Siti Resmi (2002:281), penghitungan DER dinyatakan: Total utang Debt to Equity Ratio = Total ekuitas Rasio ini mengungkapkan apakah perusahaan memiliki utang dalam jumlah besar dalam struktur modalnya. Utang yang besar berarti bahwa peminjam harus membayar bunga berkala yang cukup besar ditambah dengan pokoknya.43 Demikian pula, perusahaan yang dibebani utang banyak beresiko lebih besar untuk kehabisan dana kas di masa-masa yang sulit. Penafsiran rasio ini bergantung dari beberapa variabel, termasuk rasio dan perusahaan lain dalam industri, tingkat akses ke penambahan pendanaan utang dan kemantapan dari operasi. Dalam kaitannya dengan struktur modal dan biaya modal, DER adalah alat ukur yang relevan digunakan investor, karena DER merupakan perbandingan antara total kewajiban (hutang / debt) dengan total modal sendiri. Beberapa teori mengatakan variasi DER berhubungan dengan berbagai faktor studi yang dilakukan oleh Scott dan Martin (1975) mengatakan bahwa jenis dan sifat bisnis merupakan faktor yang menyebabkan perubahan DER. Myers (1977) mengemukakan bahwa rasio hutang jangka pendek mungkin 43 Siegel, Joel G., dan Shim Jae K., “Financial Management”, Barron Educational Series, Inc, p. 62, 1991. berhubungan positif dengan tingkat pertumbuhan perusahaan apabila perusahaan mengganti pendanaan jangka panjang dengan pelunasan jangka pendek. Selain itu, Sjahrir (1989) mengemukakan bahwa naiknya suku bunga akan mengubah struktur modal, biaya modal dan mempengaruhi kinerja bagi perusahaan yang mempunyai tingkat DER yang tinggi. L. Penelitian Sebelumnya Upaya untuk merumuskan bagaimana mencantumkan harga saham yang seharusnya, telah dilakukan oleh setiap analis keuangan dengan tujuan agar dapat memperoleh tingkat keuntungan (return) yang menarik. Meskipun demikian, dari hipotesis pasar modal yang efisien dapat diketahui bahwa sangat sulit bagi investor untuk terus-menerus dapat mengalahkan pasar dan memperoleh tingkat keuntungan di atas normal (lebih tinggi dari yang seharusnya sesuai dengan resiko yang ditanggung). Harga saham mencerminkan harapan para investor atau pasar terhadap prospek suatu perusahaan. Faktor-faktor harga saham juga akan mempengaruhi PER. Maka pendekatan lain dalam menilai harga saham adalah dengan mencari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi PER secara nyata, kemudian dibuat suatu model tersebut untuk menilai PER perusahaan di masa yang akan datang, sehingga dapat dinilai pada kewajaran harga saham perusahaan. Nany Nuraini (2000) dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi price earning ratio saham-saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, dengan periode penelitian tahun 1993-1996. Ada lima variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu pertumbuhan penjualan, pertumbuhan return on equity (ROE), dividend payout ratio, tingkat bunga SBI, dan tingkat inflasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya dua variabel yang secara signifikan berpengaruh terhadap nilai PER yaitu tingkat bunga SBI dan dividend payout ratio. Mulia Perwira Daulata (2004) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi price earning ratio pada 22 perusahaan dari berbagai industri yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan periode 2002-2003, dan kesimpulannya sebagai berikut: 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total assets, debt equity ratio, return on equity ratio, tingkat penjualan, dan pertumbuhan EPS berpengaruh secara serentak dan signifikan terhadap price earning ratio perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. 2. Hasil uji signifikansi secara parsial menyimpulkan bahwa total assets, debt equity ratio, return on equity ratio, dan pertumbuhan EPS mempunyai pengaruh signifikan terhadap price earning ratio perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, sedangkan variabel independen tingkat penjualan tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Wiwin Adhi Tama dan Eko Arief Sudaryono (2004) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi price earning ratio pada saham-saham perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa loan to assets ratio, return on assets ratio, return on equity ratio, dan net profit margin berpengaruh secara serentak dan signifikan terhadap price earning ratio sahamsaham perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. 2. Hasil uji signifikansi secara parsial menyimpulkan bahwa hanya return on assets ratio yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap price earning ratio saham-saham perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, sedangkan variabel independen lainnya, seperti loan to assets ratio, return on equity ratio, dan net profit margin tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Ahmad Rodoni dan Riskawati (2005), dalam penelitiannya yang berjudul ”analisis fundamental terhadap price earning ratio”, pada perusahaanperusahaan aneka industri, hasilnya adalah secara simultan variabel total aktiva, total sales (penjualan), debt to equity ratio, dan return on equity mempunyai pengaruh signifikan terhadap PER. Secara parsial hanya variabel return on equity yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap PER, sedangkan variabel total aktiva, total sales (penjualan), dan debt to equity ratio tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap PER. Keith Anderson dan Chris Brooks (2005), dalam penelitiannya yang berjudul ”decomposing the P/E ratio”, menyimpulkan bahwa hanya dua variabel yang mempunyai pengaruh terhadap PER, yaitu ”the sector in which the company operates” dan ”the size of the company”. Sedangkan dua variabel lainnya, seperti ”the year” dan ”idiosyncratic effects” tidak berpengaruh terhadap PER. Parwati Setyorini (2005) meneliti “faktor-faktor yang mempengaruhi price earning ratio pada saham LQ 45 di Bursa Efek Jakarta tahun 2000-2002”, dengan jumlah data yang diteliti 14 perusahaan. Variabel dependen PER: dividend pay out ratio (DPR), earning growth (EG), variance of earning growth (VEG), return on equity (ROE), financial leverage (FL). Hasil dari penelitian tersebut adalah: 1. Secara simultan DPR, EG, VEG, ROE, FL berpengaruh signifikan terhadap PER. Hasilnya menunjukkan bahwa 57,34 % perubahan PER dipengaruhi oleh DPR, EG, VEG, ROE dan FL, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. 2. Secara parsial DPR dan VEG berpengaruh terhadap PER yang berarti kedua variabel tersebut dapat digunakan untuk memprediksi PER dari suatu perusahaan. Sedangkan EG, ROE dan FL tidak berpengaruh signifikan terhadap PER. Abdul Kholid (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “analisis faktorfaktor yang mempengaruhi price earning ratio saham-saham perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, dengan menggunakan 36 sampel, hasilnya yaitu pertumbuhan penjualan, pertumbuhan return on equity, dividen payout ratio, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia, pertumbuhan debt to equity ratio, dan pertumbuhan return on investment secara simultan berpengaruh signifikan terhadap PER. Secara parsial variabel pertumbuhan penjualan, pertumbuhan return on equity, dividend payout ratio, dan variabel tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia berpengaruh secara signifikan terhadap PER. Sedangkan variabel pertumbuhan debt to equity ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PER. Inggit Kusumaputra (2006) dengan penelitian ”analisis faktor-faktor yang mempengaruhi price earning ratio perusahaan LQ 45 di Bursa Efek Jakarta”, dengan periode penelitian tahun 2002-2004. Ada lima variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu growth (tingkat pertumbuhan laba), Sd growth (standar deviasi tingkat pertumbuhan laba), ROI (return on investment), FL (financial leverage) dan ROE (return on equity). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya tiga variabel yang secara signifikan berpengaruh terhadap nilai PER, yaitu ROE (return on equity), ROI (return on investment), dan growth (tingkat pertumbuhan laba). Jacob K. Thomas dan Huai Zhang (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “another look at P/E ratios”, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hubungan tidak langsung antara perusahaan dengan volatilitas pendapatan yang lebih rendah adalah akibat dari rendahnya volatilitas arus kas dan pendapatan yang lebih besar smoothing karena akrual, dikaitkan dengan prospek pertumbuhan yang lebih tinggi dan risiko rendah. Daru Lestariningsih (2007) dengan penelitian “pengaruh dividend pay out ratio, current ratio, variance of earning growth terhadap price earning ratio (PER) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, dengan variabel bebas dividend pay out ratio (DPR), current ratio (CR), dan variance of earning growth (VEG), serta variabel terikat PER, menghasilkan kesimpulan bahwa hanya variance of earning growth (VEG) yang berpengaruh terhadap PER. Tabel 2.1 RANGKUMAN HASIL PENELITIAN TERDAHULU NO 1. Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel (X) yang Diteliti Abdul Kholid Analisis faktor- Pertumbuhan faktor yang penjualan, (2006) mempengaruhi price earning ratio sahamsaham perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. pertumbuhan return on equity, dividen payout ratio, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia, pertumbuhan debt to equity ratio, dan pertumbuhan return on investment. Analisis fundamental terhadap price earning ratio Total aktiva, total sales (penjualan), debt to equity ratio, dan return on equity 2. Ahmad Rodoni dan Riskawati (2005) 3. Dividend pay out Pengaruh Daru (DPR), Lestariningsih dividend pay out ratio ratio, current current ratio (2007) ratio, variance of earning growth terhadap price earning ratio (PER) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ. (CR), dan variance of earning growth (VEG). Metode Sampling Hasil Penelitian Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan, pertumbuhan return on equity, dividen payout ratio, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia, pertumbuhan debt to equity ratio, dan pertumbuhan return on investment secara simultan berpengaruh signifikan terhadap PER. Secara parsial hanya variabel pertumbuhan penjualan, pertumbuhan return on equity, dividend payout ratio, dan variabel tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia berpengaruh secara signifikan terhadap PER. Sedangkan variabel pertumbuhan debt to equity ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PER. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hanya return on equity (ROE) yang berpengaruh signifikan terhadap PER. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hanya variance of earning growth (VEG) yang berpengaruh terhadap PER. Analisis faktorfaktor yang mempengaruhi price earning ratio perusahaan LQ 45 di Bursa Efek Jakarta. 4. Inggit Kusumaputra (2006) 5. Jacob K. Another look at Thomas dan P/E ratios Huai Zhang (2006) 6. Decomposing Keith Anderson dan the P/E ratio Chris Brooks (2005) 7. Mulia Perwira Daulata (2004) Analisis faktorfaktor yang mempengaruhi price earning ratio (PER) perusahaanperusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Growth (tingkat pertumbuhan laba), Sd growth (standar deviasi tingkat pertumbuhan laba), ROI (return on investment), FL (financial leverage) dan ROE (return on equity). Pertumbuhan pendapatan dan resiko Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya tiga variabel yang secara signifikan berpengaruh terhadap nilai PER, yaitu ROE (return on equity), ROI (return on investment), dan growth (tingkat pertumbuhan laba). Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling. the sector in which the company operates, the size of the company, the year, idiosyncratic effects. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hubungan tidak langsung antara perusahaan dengan volatilitas pendapatan yang lebih rendah adalah akibat dari rendahnya volatilitas arus kas dan pendapatan yang lebih besar smoothing karena akrual, dikaitkan dengan prospek pertumbuhan yang lebih tinggi dan risiko rendah. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa hanya dua variabel yang mempunyai pengaruh terhadap PER, yaitu ”the sector in which the company operates” dan ”the size of the company”. Sedangkan dua variabel lainnya, seperti ”the year” dan ”idiosyncratic effects” tidak berpengaruh terhadap PER. Total assets, debt equity ratio, return on equity ratio, tingkat penjualan, dan pertumbuhan EPS. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil uji signifikansi secara parsial menyimpulkan bahwa total assets, debt equity ratio, return on equity ratio, dan pertumbuhan EPS mempunyai pengaruh signifikan terhadap price earning ratio perusahaanperusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, sedangkan variabel independent tingkat penjualan tidak memiliki pengaruh yang signifikan. 8. Nany Nuraini Analisis faktor Pertumbuhan yang penjualan, (2000) mempengaruhi price earning ratio sahamsaham di Bursa Efek Jakarta. 9. Parwati Setyorini (2005) Faktor-faktor yang mempengaruhi price earning ratio pada saham LQ 45 di Bursa Efek Jakarta tahun 2000-2002. 10. Wiwin Adhi Tama dan Eko Arief Sudaryono (2004) Faktor-faktor yang mempengaruhi price earning ratio pada saham-saham perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. pertumbuhan ROE, dividend payout ratio, tingkat bunga SBI, dan tingkat inflasi. Dividend pay out ratio (DPR), earning growth (EG), variance of earning growth (VEG), return on equity (ROE), financial leverage (FL). Loan to assets ratio, return on assets ratio, return on equity ratio, dan net profit margin. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hanya dua variabel yang secara signifikan berpengaruh terhadap nilai PER, yaitu tingkat bunga SBI dan dividend payout ratio. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil uji signifikansi secara parsial menyimpulkan bahwa DPR dan VEG berpengaruh terhadap PER, yang berarti kedua variabel tersebut dapat digunakan untuk memprediksi PER dari suatu perusahaan. Sedangkan EG, ROE dan FL tidak berpengaruh signifikan terhadap PER. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil penelitiannya adalah 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa loan to assets ratio, return on assets ratio, return on equity ratio, dan net profit margin berpengaruh secara serentak dan signifikan terhadap price earning ratio saham-saham perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. 2. Hasil uji signifikansi secara parsial menyimpulkan bahwa hanya return on assets ratio yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap price earning ratio saham-saham perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, sedangkan variabel independent lainnya, seperti loan to assets ratio, return on equity ratio, dan net profit margin tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Penelitian yang akan dilakukan ini mengadopsi dari penelitian terdahulu dengan mengambil variabel-variabel yang relevan, yaitu variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap PER, seperti variance of earning growth (VEG), net profit margin (NPM), dan debt to equity ratio (DER) pada perusahaan sektor properti dengan periode tahun 2005 sampai dengan 2008. Terdapat beberapa penelitian tentang PER yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan variabel dan objek yang berbeda. Telaah terhadap penelitian terdahulu ini bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan dan acuan yang dapat memperjelas pembahasan. M. Kerangka Pemikiran Investor dalam mengambil keputusan investasi akan mempertimbangkan kinerja perusahaan. Untuk dapat menilai kinerja dengan baik investor perlu melakukan analisa terhadap laporan keuangan. Dengan melakukan analisa tersebut investor dapat mengambil keputusan investasi berdasarkan pada informasi laporan keuangan tersebut. Penilaian saham menggunakan analisis fundamental terdapat tiga pendekatan yang dapat dilakukan yaitu pendekatan devidend, pendekatan net assets dan pendekatan price earning ratio.44 Analisis fundamental merupakan alat analisis yang disusun berdasarkan atas data-data historis perusahaan, yaitu data-data yang telah lewat berupa laporan keuangan. Analisis ini sering disebut 44 Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti, “Pengantar Pasar Modal”, Rineka Cipta, Semarang, hlm. 62, 2001. company analysis. Company analysis merupakan analisis tentang kekuatan dan kelemahan dari perusahaan, bagaimana kegiatan operasionalnya, dan juga bagaimana prospeknya dimasa yang akan datang.45 Penelitian ini ditekankan pada analisis fundamental yang menyangkut tentang penilaian harga saham. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap price earning ratio, yaitu rasio yang menggambarkan perbandingan antara harga saham itu sendiri dengan laba per lembar sahamnya. Faktor-faktor tersebut diimplementasikan ke dalam bentuk regresi untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel baik secara parsial maupun simultan. Faktor-faktor tersebut yaitu variance of earning growth (VEG), net profit margin (NPM), dan debt to equity ratio (DER). 45 Anoraga, Pandji, ”Pasar Modal Keberadaan dan Manfaatnya bagi Pembangunan”, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 101, 1997. Gambar. 2.1 Skema Kerangka Berfikir Pengaruh Variance of Earning Growth (VEG), Net Profit Margin, dan Debt to Equity Ratio Terhadap Price Earning Ratio (PER) Sektor Properti BEI Penentuan Populasi Penentuan Sampel Variabel dependen : Price Earning Ratio (PER) Variabel Independen : 1. Variance of Earning Growth (VEG) 2. Net Profit Margin Debt to Equity Ratio Uji Asumsi klasik : 1. Uji Normalitas 2. Uji Multikolinearitas 3. Uji Heteroskedastisitas 4. Uji Autokorelasi Uji F Simultan Uji T Parsial Analisis Regresi Berganda Interpretasi Koefisien Determinasi N. Rumusan Hipotesis 1. H0: b1, b2, b3 = 0, variabel independen (variance of earning growth (VEG), net profit margin, dan debt to equity ratio) tidak berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen (price earning ratio (PER)). Ha: b1, b2, b3 0, variabel independen (variance of earning growth (VEG), net profit margin, dan debt to equity ratio) berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen (price earning ratio (PER)). 2. H0: b1, b2, b3 = 0, apakah masing-masing variabel independen (variance of earning growth (VEG), net profit margin, dan debt to equity ratio) tidak berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen (price earning ratio (PER)). Ha: b1, b2, b3 0, apakah masing-masing variabel independen (variance of earning growth (VEG), net profit margin, dan debt to equity ratio) berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen (price earning ratio (PER)). BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan properti yang listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode Februari 2005 sampai dengan Desember 2008. Dipilihnya periode tersebut, karena peneliti ingin mengetahui pengaruh rasio keuangan terhadap tingkat keuntungan saham sektor properti dimana pada periode tersebut perekonomian Indonesia mengalami inflasi yang tinggi akibat naiknya harga BBM dan periode kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Dari sumber di atas, maka dikumpulkan data variance of earning growth (VEG), net profit margin, dan debt to equity ratio, dan price earning ratio (PER) untuk dilakukan penelitian. B. Populasi Dan Sampel Penelitian ini menggunakan populasi berupa saham-saham di Bursa Efek Indonesia yang tergolong ke dalam sektor properti. Dari populasi tersebut selanjutnya diambil beberapa sampel dengan menggunakan metode purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah saham-saham (perusahaan) yang memenuhi kriteria tertentu, dimana sampel yang dipilih harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Perusahaan tercatat di BEI tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. b. Perusahaan yang termasuk dalam sektor properti. c. Data laporan keuangan tersedia berturut-turut untuk laporan tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. d. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan yang telah selesai diaudit dengan menggunakan tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember. C. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh hasil penelitian yang diharapkan, dibutuhkan data dan informasi yang mendukung penelitian ini. Dimana data yang dibutuhkan berupa data sekunder yang terdiri dari: 1. Laporan Keuangan, yang terdiri dari: a. Laporan keuangan tanggal 31 Desember 2005, 31 Desember 2006, 31 Desember 2007, 31 Desember 2008. b. Price earning ratio akhir tahun pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. 2. Metode Kepustakaan Penelitian ini juga dilakukan melalui studi kepustakaan seperti jurnal, literatur, buku, website dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian ini. D. Operasionalisasi Variabel-Variabel Penelitian 1. Operasionalisasi Variabel-Variabel Penelitian Untuk memudahkan pengertian dan menghindari kesalahan persepsi dari masing-masing variabel penelitian, maka perlu didefinisikan variabelvariabel yang dipergunakan dalam penelitian ini disertai cara pengukurannya. Data-data variance of earning growth (VEG), net profit margin, debt to equity ratio, dan data price earning ratio (PER) yang sudah tersedia pada JSX Monthly. Berikut ini dijelaskan definisi dari masing-masing variabel penelitian disertai cara pengukurannya: a. Pendekatan Variance of Earning Growth Variance of earning growth mencerminkan ketidakpastian perusahaan dalam memperoleh laba. Perusahaan yang memiliki laba yang stabil akan cenderung memiliki reputasi yang baik dalam mempertahankan payout ratio (persentase pengeluaran / pembayaran). Variance of earning growth yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki profitabilitas yang stabil serta kurang perhatian perusahaan pada manajemen laba, akibatnya terjadi ketidakpastian perolehan deviden bagi investor. Variance of earning growth dirumuskan sebagai berikut : g= n -1 (Fabozzi, 2000 : 822) Keterangan : g = Varian pertumbuhan laba gt = pertumbuhan laba g = rata-rata pertumbuhan laba n = banyaknya pengamatan dalam satu sampel b. Pendekatan Price Earning Ratio (PER) Price earning ratio merupakan salah satu indikator yang sering digunakan analis sekuritas untuk menilai harga suatu saham yang diperdagangkan di pasar modal. Menurut Simamora (2000:531), penghitungan PER dinyatakan dengan formulasi sebagai berikut: Harga pasar per lembar saham biasa Price earning ratio= Laba per lembar saham c. Rasio rentabilitas (profitabilitas) menunjukkan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan atau merupakan hasil akhir bersih perusahaan dan berbagai kebijakan dan keputusan yang telah diambil. Dalam penelitian ini rasio rentabilitas (profitabilitas) diwakili oleh net profit margin. Pengukuran variabel ini menggunakan model yang digunakan oleh Lukman Dendawijaya (2003), yaitu: Laba bersih Net Profit Margin= Pendapatan operasional d. Rasio solvabilitas berfungsi untuk menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini disebut juga leverage ratio, karena merupakan rasio pengungkit, yaitu perusahaan menggunakan uang pinjaman untuk memperoleh keuntungan. Dalam penelitian ini rasio solvabilitas diwakili oleh debt to equity ratio (DER). Menurut Siti Resmi (2002:281), penghitungan DER dinyatakan: Total utang Debt to Equity Ratio = Total ekuitas E. Model Regresi Berganda Karena variabel bebas yang diteliti lebih dari satu, maka penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda untuk membentuk hubungan antar variabel terikat dan variabel bebas. Regresi linier berganda ini menggunakan tingkat keyakinan (signifikansi) sebesar = 5%. Berdasarkan permasalahan dan perumusan hipotesis yang telah disajikan, maka model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y= a+ 1 x1 + 2 x2 + 3 x3 + e Di mana: a = konstanta 1… 3 = koefisien regresi x1… x3 x1 = Variance of Earning Growth (VEG) x2 = Net Profit Margin x3 = Debt to Equity Ratio Y = Price Earning Ratio (PER) Berdasarkan hasil pengolahan data akan dilakukan analisis secara deskriptif dan pembuktian hipotesis. F. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi Klasik Model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil biasa (ordinary least square) merupakan model regresi yang menghasilkan estimator linier yang tidak bias yang terbaik (Best linear Unbias Estimator/BLUE).1 Kondisi ini akan terjadi jika dipenuhi beberapa asumsiasumsi klasik. a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Uji ini biasanya digunakan untuk mengukur data berskala ordinal, interval, ataupun rasio. Jika analisis menggunakan metode parametrik, maka persyaratan normalitas harus terpenuhi, yaitu data berasal dari distribusi yang normal. Jika data tidak berdistribusi normal, atau jumlah sampel sedikit dan jenis data adalah nominal atau ordinal, maka metode yang digunakan adalah statistik nonparametrik.2 Dalam penelitian ini akan digunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan taraf signifikansi 1 Algifari, “Analisis Regresi Teori, Kasus, dan Solusi”, BPFE, Yogyakarta, hlm. 83, 2003. 2 Priyatno, Duwi, “Mandiri Belajar SPSS (Statistical Product and Service Solution) Untuk Analisis Data dan Uji Statistik”, MediaKom, Yogyakarta, 2008. 0.05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar dari 5% atau 0.05.3 b. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas berarti adanya hubungan linier yang kuat antar variabel bebas yang satu dengan yang lain dalam model regresi. Model regresi yang baik adalah yang tidak memiliki korelasi linier/hubungan yang kuat antara variabel bebasnya. Jika dalam model regresi terdapat gejala multikolinearitas, maka model regresi tersebut tidak dapat menaksir secara tepat, sehingga diperoleh kesimpulan yang salah tentang variabel yang diteliti. Pengujian gejala multikolinearitas dengan cara mengkorelasikan variabel bebas yang satu dengan variabel bebas yang lain dengan menggunakan program SPSS for Windows. Ada beberapa metode untuk mengetahui adanya multikolinearitas, salah satunya dengan melihat persamaan varian inflasi, jika nilai faktor varian inflasi lebih dari 10, maka multikolinearitas-nya adalah sebuah masalah, sedangkan yang lain ada yang membatasi 4 atau 5.4 3 Priyatno, Duwi, “Mandiri Belajar SPSS (Statistical Product and Service Solution) Untuk Analisis Data dan Uji Statistik”, MediaKom, Yogyakarta, 2008. 4 Wahana Komputer, “10 Model Penelitian dan Pengolahannya dengan SPSS 10.01”, Andi Offset, Yogyakarta, hlm. 109, 2002. c. Uji Heteroskedastisitas Menurut Gujarati (1999), heteroskedastisitas adalah suatu kondisi variabel pengganggu (ei) memiliki varian berbeda dari suatu observasi ke observasi yang lainnya atau varian antar variabel dalam model tidak sama (tidak konstan).5 Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki persamaan. Dalam hal ini metode regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heterokedastisitas. Cara memprediksi ada tidaknya heterokedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar scatterplot model tersebut. Analisis pada gambar scatterplot yang menyatakan model regresi linier berganda tidak terdapat heterokedastisitas, jika: 1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0. 2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja. 3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar, kemudian menyempit dan melebar kembali. 4) Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola. 5 1999. Gujarati, D, ”Basic Econometrics”, Mc.Graw Hill International Edition, Singapore, d. Uji Autokorelasi Istilah autokorelasi (autocorrelation) menurut Maurice G. Kendall dan William R. Buckland, A Dictionary of Statistical Term: “Correlation between member’s of series of observations ordered in time (as in time-series data) or space (as crosssectional data)”. Jadi, autokorelasi merupakan korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu (seperti data time series) atau menurut urutan tempat (seperti data cross section) atau korelasi pada dirinya sendiri. Autokorelasi dapat didefinisikan pula sebagai terjadinya korelasi diantara data pengamatan sebelumnya, dengan kata lain bahwa munculnya suatu data dipengaruhi oleh data sebelumnya. Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi atau tidak dapat dilihat melalui nilai Durbin Watson (DW). Bila nilai DW terletak diantara dU < d < 4-dU, maka dapat dikatakan tidak terjadi autokorelasi baik positif maupun negatif atau jika nilai d mencapai sekitar 2, dimana dU adalah batas atas dan dL adalah batas bawah (J. Supranto, 1983). Menurut Durbin Watson Statistics terdapat 5 (lima) kondisi autokorelasi: 1) 0 < d <dL = ada autokorelasi positif. 2) dL < d <dU = inconclusive (ragu-ragu ada autokorelasi positif). 3) dU < d <4-dU = tidak terjadi autokorelasi positif (ragu-ragu ada maupun negatif. 4) 4-dU <d<4-dL = inconclusive autokorelasi negatif). 5) 4-dL < d < 4 = ada autokorelasi negatif. Secara umum angka D-W yang dapat dijadikan dalam pengambilan keputusan adalah:6 1) Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif. 2) Angka D-W di antara -2 sampai dengan 2 berarti tidak ada autokorelasi. 3) Angka D-W diatas 2 berarti terdapat autokorelasi negatif. Jika ada masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan (dilihat angka F dan signifikannya), menjadi tidak layak untuk dipakai Uji F (uji secara simultan). 6 Santoso, Singgih, “Statistik and Product Service Solution / SPSS”, Elex Media Komputindo, Jakarta, hlm. 218, 2001. 2. Uji Signifikansi Uji signifikansi keseluruhan variabel secara serentak ditunjukkan oleh bilangan F (F-test), sedangkan uji signifikansi terhadap kontribusi masingmasing variabel terikat ditunjukkan oleh besarnya bilangan t (t-test). a. Uji Serempak (Uji F) Uji F, yaitu untuk menguji keberartian regresi secara keseluruhan, dipergunakan hipotesis sebagai berikut: Ho : b1, b2, b3 = 0, variabel bebas (independen) secara simultan tidak berpengaruh terhadap price earning ratio. Ha : b1, b2, b3 0, variabel bebas (independen) secara simultan berpengaruh terhadap price earning ratio. Pengujian dengan uji F variansnya adalah membandingkan F hitung (Fh) dengan F tabel (Ft) pada dengan = 0,05. Untuk menghitung Fhitung digunakan rumus sebagai berikut: R2/2 F= (1-R2) / (n-k-1) Di mana: R2 = Koefisien Determinasi n = Jumlah pengamatan/sampel k1 = Jumlah variabel independen apabila hasil perhitungannya: 1) Fh Ft, maka Ho ditolak dan Ha diterima Artinya, variasi dari model regresi berhasil menerangkan variasi variabel bebas secara keseluruhan, sejauh mana pengaruhnya terhadap variabel terikat. 2) Fh < Ft, maka Ho diterima dan Ha ditolak Artinya, variasi dari model regresi tidak berhasil menerangkan variasi variabel bebas secara keseluruhan, sejauh mana pengaruhnya terhadap variabel terikat. b. Uji Parsial (Uji t) Pengujian secara parsial melalui uji t. Adapun rumus hipotesis dengan menggunakan uji t adalah sebagai berikut: Ho : b1, b2, b3 = 0, artinya semua variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh terhadap harga saham. Ha : b1, b2, b3 0, tidak benar, artinya tidak semua variabel bebas secara parsial berpengaruh terhadap harga saham. Untuk menghitung t hitung digunakan rumus sebagai berikut: bi Di mana: bi = Koefisien variabel ke i (b1, b2, b3 t hitung = sb sb = Kesalahan standar sb adalah standar error dari koefisien regresi dengan rumus matematis sebagai berikut: sb se = x ( 2 − x) 2 n se adalah standar error sampel yang dirumuskan sebagai berikut: se = Di mana e 2= e2 n−2 e 2 dirumuskan sebagai berikut: Y2 – a Y–b xY 3. Koefisien Determinasi (Adjusted R Square) Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel independen menjelaskan variabel dependen, karena variabel independennya lebih dari dua. BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Gambaran Objek Penelitian Obyek penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar sebagai perusahaan real estate dan property di Bursa Efek Jakarta yang berjumlah 34 perusahaan. Dari jumlah tersebut selanjutnya diambil beberapa sampel dengan menggunakan metode purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah saham-saham (perusahaan) yang memenuhi kriteria tertentu, dimana sampel yang dipilih harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Perusahaan tercatat di BEI tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. b. Perusahaan yang termasuk dalam sektor properti. c. Data laporan keuangan tersedia berturut-turut untuk laporan tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. d. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit dengan menggunakan tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember. Dari keterangan-keterangan tersebut, maka dapat diperoleh sampel penelitian, yaitu 26 perusahaan dengan nama perusahaan sebagai berikut: Tabel 4.1 Sampel Data Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Kode Perusahaan BIPP BKSL BMSR CKRA CTRA CTRS DART FMII DUTI ELTY GMTD JRPT KIJA LAMI LPCK LPKR MDLN OMRE PTRA PWON PWSI RBMS RODA SIIP SMDM SMRA Nama Perusahaan Bhuwanatala Indah Permai Tbk Bukit Sentul Tbk Bintang Mitra Semestaraya Tbk Ciptojaya Kontridoreksa Tbk Ciputra Development Tbk Ciputra Surya Tbk Duta Anggada Realty Tbk Fortune Mate Indonesia Tbk Duta Pertiwi Tbk Bakrieland Development Tbk Gowa Makasar Tourism Dev. Tbk Jaya Real Property Tbk Kawasan Industri Jababeka Tbk Lamicitra Nusantara Lippo Cikarang Tbk Lippo Karawaci Tbk Modernland Realty Tbk Indonesia Prima Property Tbk New Century Development Tbk. Pakuwon Jati Tbk Panca Wiratama Tbk Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk Roda Panggon Harapan Tbk Suryainti Permata Tbk Suryamas Dutamakmur Tbk Summarecon Agung Tbk Sumber : Bursa Efek Indonesia Perusahaan properti merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha perumahan dan real estate, dimana pada masa krisis moneter sangat rentan terhadap perubahan, karena suatu proyek properti dibuat dan direncanakan untuk jangka waktu yang lama, sedangkan dasar investasi menggunakan dasar tahun yang lalu (tahun yang telah direncanakan), sehingga pada saat terjadi depresiasi nilai rupiah harga bahan baku menjadi mahal, sementara proyek harus tetap berjalan. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan terpaksa banting harga dengan risiko laba yang kecil, sehingga perusahaan harus merevisi proyeksi laba yang ditentukan. Pada saat seperti ini, harga saham perusahaan properti menjadi jatuh atau bahkan under valued, tetapi hingga sekarang perusahaan properti masih menyimpan potensi gain yang tinggi, khususnya untuk investasi jangka panjang dengan nilai PER yang cukup kompetitif dan likuiditas yang cukup baik. 2. Sekilas Mengenai Properti di Indonesia Perkembangan industri properti di Indonesia telah memberikan sumbangan yang berarti dalam mendukung pembangunan nasional. Industri properti ini termasuk industri yang banyak menyerap tenaga kerja, output industri ini banyak dibutuhkan dan dinikmati oleh segala lapisan masyarakat, layaknya pertumbuhan mal, trade center, pembangunan perumahan sederhana, dan apartemen. Dalam tempointeraktif.com (2006), menurut Arhya Satyagraha, Deputi Head Research PT. Trimegah Sekuritas, sektor properti di tahun 2006 tidak begitu menarik karena dinilai sudah oversupply. Tampak dari banyaknya gedung, yang sedang dalam pembangunan, sementara yang sudah ada, tingkat huniannya baru sekitar 80%. Selain itu, total kapitalisasi pasar properti tahun 2006 diperkirakan turun 13,7%, tahun ke tahun menjadi Rp 63 triliun. Menurutnya, saham yang cukup diunggulkan pada sektor ini adalah CTRS (PT. Ciputra Surya Tbk.). Pada tahun 2008, banyak investor mulai mencoba manuver baru dengan membeli sebuah apartemen yang lengkap dengan interiornya sebelum bangunan tersebut dibuat. Pada saat bangunan tersebut telah jadi umumnya mereka menjual kembali investasi yang telah mereka lakukan tentunya dengan harga yang jauh lebih tinggi. Semakin agresifnya para pengembang menawarkan paket-paket properti yang umumnya disajikan dengan berbagai hadiah yang menggiurkan, seperti : tingkat bunga yang menarik, paket interior lengkap, berbagai macam hadiah serta kemudahan pembayaran cicilan. Namun, sayangnya prosedur KPR masih sangat rumit di Indonesia. Hal ini tentunya sebagai upaya menghindari subprime mortgage yang terjadi di Amerika Serikat. Sedangkan, hambatan lainnya adalah likuiditas dari properti masih diragukan. Banyak pihak yang mengaku bahwa mereka mengalami kesulitan dalam menjual properti, dikarenakan sulitnya menemukan calon pembeli. Presiden Direktur PT ING Securities Indonesia Robert Scholten menjelaskan survey juga menunjukkan sebanyak 88% investor Indonesia berinvestasi di sektor properti pada Triwulan IV 2008, karena optimis terhadap perkembangan harga portofolionya. Investor Indonesia melihat bahwa harga properti akan mengalami kenaikan rata-rata sebesar 4,4% pada Triwulan I 2009. Robert Scholten juga menilai secara garis besar berinvestasi dalam bentuk uang tunai ataupun deposito bukan pilihan investasi yang tepat. Uang tunai akan terus mengalami penurunan nilai dalam jangka panjang akibat semakin bertambahnya aksi pendanaan yang dilakukan oleh pemerintah untuk perekonomian nasional. Kondisi pasar modal serta pasar uang saat ini sangat fluktuatif. Segalanya bergerak tanpa arah dan tentunya kondisi ini akan menggerus nilai investasi yang telah ditanamkan. Selain itu, jika kita berinvestasi pada instrument pasar modal maupun pasar uang ataupun deposito, tidak ada bukti fisik yang diterima sebagaimana layaknya investasi pada sektor properti. Investor sebaiknya berinvestasi pada sektor riil, yang tahan krisis. Bisnis properti dikategorikan sebagai bisnis berbasis sektor riil, karena memperjualbelikan serta menyewakan barang secara jelas dan terdapat bukti fisik dari aktivitas tersebut. Dalam vibiznews.com (2009), pakar perumahan Panangian Simanungkalit memperkirakan sektor properti segera pulih pada tahun 2009. "Sebenarnya pelaku tinggal menunggu kabinet baru dipilih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono," kata Panangian dalam seminar bertajuk "Kunci Sukses Investasi Properti 2010 di Jakarta. Menurut Panangian, iklim saat ini sudah mendukung untuk pertumbuhan sektor properti mengingat tingkat bunga bank terus mengalami penurunan menyusul BI Rate yang sudah di bawah lima persen. Menurutnya, apabila susunan kabinet sesuai dengan harapan pasar maka akan menimbulkan kepastian dalam iklim ekonomi yang pada akhirnya memicu bergairahnya kembali sektor properti. Selama krisis ekonomi terjadi kelebihan pasok (over supply) sebagai akibat kekhawatiran masyarakat terhadap kondisi ekonomi. Tetapi kepercayaan masyarakat mulai pulih karena keberhasilan pemerintah mengendalikan stabilitas ekonomi, tuturnya. Menurutnya, sektor hunian merupakan yang paling diminati pada masa pemulihan tidak hanya apartemen menengah atas, tetapi juga apartemen dan rumah murah yang selama ini memang belum tergarap dengan baik. Indikator belum digarap dengan baik rumah murah dapat dilihat dari rendahnya penyerapan dana subsidi rumah yang baru mencapai seperlima dari total dana subsidi tahun 2009 sebesar Rp2,5 triliun, paparnya. Panangian mengatakan, salah satu tugas 100 hari Menteri Perumahan Rakyat nantinya bagaimana agar dana subsidi ini dapat cepat terserap harus mulai dibenahi kebijakan yang selama ini dianggap tidak sinkron. Menurutnya, pasar properti di Indonesia sebenarnya sangat prospektif setelah 2009 sehingga saat ini sebenarnya periode yang paling tepat untuk membeli properti. Tingkat pengembalian investasi paling besar di sektor ini sangat tergantung kepada harga produk serta lokasinya. Kalau harganya kompetitif dan lokasi strategis maka dalam waktu singkat harga akan naik, jelasnya. Jones Lang LaSalle meramalkan pasca krisis ekonomi yang melanda Indonesia awal tahun 2009, sektor properti baru akan pulih (rebound) pada tahun 2010. "Sektor perkantoran diperkirakan akan pulih lebih dulu, sementara sektor ritel dan hunian (apartemen) baru akan pulih 2011," kata Kepala Riset Jones Lang LaSalle, Anton Sitorus di Jakarta. Anton mengatakan, sektor ritel dan hunian baru akan pulih menunggu tingkat bunga perbankan turun, saat ini BI Rate sudah turun di bawah 5 persen akan tetapi belum diikuti turunnya bunga bank terutama kredit pemilikan apartemen dan rumah. Kepala Jones Lang LaSalle Indonesia Nick Van Heiden menjelaskan, sektor perkantoran pulih lebih dulu mengingat sektor perbankan dan keuangan mulai melaksanakan perluasan usaha begitu juga banyaknya perusahaan multinasional yang kembali masuk ke Indonesia. Menurutnya, selama krisis ekonomi sektor perbankan dan keuangan terkena imbas paling besar sehingga menjadi penyumbang turunnya permintaan yang pada akhirnya mengakibatkan sektor perkantoran mengalami penurunan. Sedangkan pimpinan Jones Lang LaSalle Indonesia, Lucy Rumantir mengatakan, secara keseluruhan sektor properti sudah mulai menuju ke arah pemulihan setelah hampir setahun krisis ekonomi. Dia menambahkan, naiknya daya beli masyarakat tidak lantas mendongkrak sektor ritel dan hunian karena saat krisis ekonomi jumlah pasokan yang tersedia terlanjur banyak sehingga menyulitkan dalam penyerapannya. "Seperti sektor ritel masuk pasokan baru tahun 2009 mencapai 700 ribu meter persegi, sebanyak 150 ribu ton diantaranya berasal dari Grand Indonesia," ujarnya. Lucy mengatakan, meski saat ini kunjungan mal ramai tetapi sebagian besar baru membeli makanan dan minuman. "Anda dapat lihat keramaian hanya terjadi di food court saja," ujarnya. Padahal ujung tombak sektor ritel bukan hanya makanan dan minuman tetapi yang penting speciality shop seperti produk fashion dan sebagainya yang ternyata penjualan masih sepi, ujar Lucy. Saat ini sejumlah pengembang menyiasati dengan memberikan kemudahan dalam pembayaran uang muka sebagai antisipasi mulai bergairahnya sektor properti termasuk kemudahan dalam mengakses pendanaan bank, ujarnya. Dia mengatakan, permintaan ruang kantor akan tumbuh pesat tidak hanya terjadi di pusat bisnis (CBD), sedangkan di luar CBD akan menyusul kemudian. "Tingkat penyerapan pada kuartal III sudah naik dua kali lipat dibanding kuartal II," ujarnya. Kemudian belum pulihnya hunian seperti apartemen dan kondominium lebih disebabkan masuknya apartemen murah (Rusunami), diperkirakan sampai 2012 akan masuk di pasaran sebanyak 2012, kata Anton. B. Deskriptif Analisis 1. Deskripsi Analisis Data Perolehan data dari variabel-variabel yang diteliti, di antaranya adalah: a. Pendekatan Price Earning Ratio (PER) Price earning ratio merupakan salah satu indikator yang sering digunakan analis sekuritas untuk menilai harga suatu saham yang diperdagangkan di pasar modal. Untuk mengetahui besarnya tingkat PER dari 26 perusahaan properti periode 2005-2008 dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut: Tabel. 4.2 Price Earning Ratio No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Kode Perusahaan BIPP BKSL BMSR CKRA CTRA CTRS DART FMII DUTI ELTY GMTD JRPT KIJA LAMI LPCK LPKR MDLN OMRE PTRA PWON PWSI RBMS RODA SIIP SMDM SMRA Rata-Rata 2005 -8.4100 14.8000 -33.4200 -57.9000 6.9900 9.4800 -0.8300 -16.1900 14.5400 2.5000 3.1400 18.3700 10.4900 73.3000 5.4200 13.8200 27.6400 -5.9000 -1.2300 -2.3100 -0.3600 -16.6500 -31.3400 2.3800 -1.0600 8.9800 1.3900 2006 -11.3600 -35.7600 -23.2800 41.6300 5.0100 8.2600 6.7400 -76.8600 22.3600 24.7000 2.2400 36.1300 47.0700 43.1000 44.6500 20.7100 29.5400 37.0100 24.8300 5.5800 -0.1000 -20.9000 -50.9500 6.3000 3.0800 36.2800 8.6900 2007 2008 -21.6800 -22.1800 24.8100 -96.8200 -95.3400 -76.7000 95.6200 86.8100 43.2600 14.7200 11.0500 3.8600 14.4000 7.6100 44.2300 18.1600 21.5000 30.6800 126.6900 8.0600 3.8400 1.1100 41.8100 10.7200 34.8300 15.9800 20.5700 24.8400 41.7000 3.4600 35.0800 35.8100 33.8900 64.1600 -15.7200 109.5300 -53.8400 -63.2900 27.6200 -275.0000 -0.4600 -0.5500 48.3900 53.2200 -19.0100 -396.1500 17.0900 146.2300 -24.2300 -51.8900 29.7000 82.7100 18.6800 -10.1900 Ket : Dalam satuan kali ( ) Sumber : Hasil olah data Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata PER dari industri ini pada tahun 2007 lebih tinggi dibandingkan tahun 2005, 2006, dan 2008. Tahun 2005 rata-rata PER dari industri ini sebesar 1.3900 di mana nilai tertinggi PER dimiliki oleh perusahaan Lamicitra Nusantara Tbk. yaitu sebesar 73.3000, sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Ciptojaya Kontridoreksa Tbk. yaitu sebesar -57.9000. Sementara itu, rata-rata PER tahun 2006 sebesar 8.6900, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh perusahaan Kawasan Industri Jababeka Tbk. yaitu sebesar 47.0700, sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Fortune Mate Indonesia Tbk. yaitu sebesar -76.8600. Sementara itu rata-rata PER tahun 2007 sebesar 18.6800, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh perusahaan Bakrieland Development Tbk. yaitu sebesar 126.6900, sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Bintang Mitra Semestaraya Tbk. yaitu sebesar -95.3400. Sementara itu rata-rata PER tahun 2008 sebesar -10.1900, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh perusahaan Suryainti Permata Tbk., yaitu sebesar 146.2300, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh perusahaan Roda Panggon Harapan Tbk. yaitu sebesar -396.1500. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi PER maka semakin tinggi pula prospek pertumbuhan di masa depan, karena menurut Abdul Halim dan Hanafi (2005:87), perusahaan yang diharapkan akan tumbuh tinggi (mempunyai prospek baik) mempunyai PER tinggi, sebaliknya perusahaan yang diharapkan mempunyai pertumbuhan rendah akan mempunyai PER yang rendah. Semakin besar PER, maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan untuk tumbuh sehingga dapat dikatakan prospek perusahaan tersebut bagus. Berikut adalah data-data price earning ratio per tahun yang dinyatakan dalam bentuk grafik: Data PER Tahun 2005 80 60 40 20 0 PER -20 -40 -60 -80 Sumber: Hasil olah data Data PER Tahun 2006 60 40 20 0 -20 PER -40 -60 -80 -100 Sumber: Hasil olah data Data PER Tahun 2007 150 100 50 0 PER -50 -100 -150 Sumber: Hasil olah data Data PER Tahun 2008 200 100 0 -100 PER -200 -300 -400 -500 Sumber: Hasil olah data b. Net Profit Margin Rasio rentabilitas (profitabilitas) menunjukkan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan atau merupakan hasil akhir bersih perusahaan dan berbagai kebijakan dan keputusan yang telah diambil. Dalam penelitian ini rasio rentabilitas (profitabilitas) diwakili oleh net profit margin. Untuk mengetahui besarnya tingkat net profit margin dari 26 perusahaan properti periode 2005-2008 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.3 Net Profit Margin No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Kode Perusahaan BIPP BKSL BMSR CKRA CTRA CTRS DART FMII DUTI ELTY GMTD JRPT KIJA LAMI LPCK LPKR MDLN MORE PTRA PWON 2005 -77.00 -7.00 54.00 -8.00 20.00 26.00 -76.00 0.00 14.00 28.94 38.00 28.00 31.00 2.00 30.00 27.00 3.00 -18.00 -174.00 -32,00 2006 -41.00 -85.00 -340.00 -7.10 100.00 42.00 44.00 -11.00 9.00 19.00 33.00 31.00 15.00 1.00 5.00 22.00 4.00 14.00 82.00 72,00 2007 -40.00 -36.00 -101.00 6.30 15.00 40.00 31.00 22.00 7.00 35.00 28.00 30.00 37.00 2.00 9.00 22.00 17.00 7.00 -49.00 22.00 2008 -16.40 -0.26 -664.00 -0.21 10.10 25.80 37.60 11.40 7.90 23.70 31.50 28.70 12.20 4.30 17.80 21.40 1.00 0.10 -1.82 0.36 21 22 23 24 25 26 PWSI RBMS RODA SIIP SMDM SMRA Rata-rata -98.00 -9.00 -35.00 66.00 -327.00 29.00 -17.85 -3.88 -2.00 -8.00 52.00 59.00 3.00 4.19 -1.47 2.00 -8.00 68.00 -14.00 18.00 6.49 -1.03 0.03 -0.11 0.77 0.05 0.17 -17.27 Ket : Dalam satuan persen ( ) Sumber : Hasil olah data Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa rata-rata net profit margin dari industri ini pada tahun 2007 lebih tinggi dibandingkan tahun 2005, 2006, dan 2008. Tahun 2005 rata-rata net profit margin dari industri ini sebesar -17.85, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh perusahaan Suryainti Permata Tbk. yaitu sebesar 66.00, sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Suryamas Dutamakmur Tbk. yaitu sebesar -327.00. Sementara itu rata-rata net profit margin tahun 2006 sebesar 4.19, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh perusahaan Ciputra Development Tbk. yaitu sebesar 100.00, sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Bintang Mitra Semestaraya Tbk yaitu sebesar -340.00. Sementara itu, rata-rata net profit margin tahun 2007 sebesar 6.49, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh perusahaan Suryainti Permata Tbk. yaitu sebesar 68.00, sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Bintang Mitra Semestaraya Tbk. yaitu sebesar -101.00. Sementara itu, rata-rata net profit margin tahun 2008 sebesar -17.27, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh perusahaan Duta Anggada Realty Tbk. yaitu sebesar 37.60, sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Bintang Mitra Semestaraya Tbk. yaitu sebesar -664.00. Net profit margin menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih terhadap penjualan bersihnya. Nilai NPM semakin besar maka semakin efesien biaya yang dikeluarkan, yang berarti semakin besar tingkat kembalian keuntungan bersih. Sehingga investor tertarik kepada perusahaan yang memiliki NPM besar. Berikut adalah data-data net profit margin per tahun yang dinyatakan dalam bentuk grafik: Data NPM Tahun 2005 100 50 0 -50 -100 -150 -200 -250 -300 -350 Sumber: Hasil olah data NPM Data NPM Tahun 2006 150 100 50 0 -50 -100 -150 NPM -200 -250 -300 -350 -400 Sumber: Hasil olah data Data NPM Tahun 2007 80 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80 -100 -120 Sumber: Hasil olah data NPM Data NPM Tahun 2008 100 0 -100 -200 -300 NPM -400 -500 -600 -700 Sumber: Hasil olah data c. Debt to Equity Ratio Rasio solvabilitas berfungsi untuk menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini disebut juga leverage ratio, karena merupakan rasio pengungkit, yaitu perusahaan menggunakan uang pinjaman untuk memperoleh keuntungan. Dalam penelitian ini rasio solvabilitas diwakili oleh debt to equity ratio (DER). Untuk mengetahui besarnya tingkat debt to equity ratio dari 26 perusahaan properti periode 2005-2008 dapat dilihat dari tabel 4.4 berikut: Tabel 4.4 Debt to Equity Ratio No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Kode Perusahaan BIPP BKSL BMSR CKRA CTRA CTRS DART FMII DUTI ELTY GMTD JRPT KIJA LAMI LPCK LPKR MDLN OMRE PTRA PWON PWSI RBMS RODA SIIP SMDM SMRA Rata-Rata 2005 0.5300 0.4400 0.1200 0.0300 -3.5400 1.0200 -2.0900 0.6100 1.6300 1.0000 2.5800 0.7700 0.2900 1.1800 1.3900 1.4200 1.1900 2.4400 0.7800 -4.4100 -2.7200 0.1400 0.0500 0.1700 -6.3400 1.3800 0.0023 2006 0.6000 0.2600 0.1200 0.0200 1.1200 0.6700 2.8300 0.5400 1.6200 0.8500 2.0100 0.5600 0.2200 1.8200 1.5400 1.5000 1.1000 2.3000 2.3900 1.1100 -2.2800 0.1200 0.0500 0.0800 4.9100 0.4100 1.0181 2007 0.6700 0.1400 0.3500 0.1800 0.4300 0.4700 3.8700 0.5300 1.5600 0.2800 2.1500 0.6300 0.3000 2.9500 1.7300 1.6800 1.3200 2.0500 1.7300 2.1800 -2.1400 0.2400 0.0400 1.0900 5.0200 1.0000 1.1712 2008 0.6500 0.1600 0.0400 0.0500 0.4500 0.5700 3.5900 0.8200 0.8700 0.6600 2.0100 0.8100 0.7400 2.7100 1.8600 1.4000 0.7700 2.5500 1.7500 2.5500 -1.8600 0.1000 0.1900 1.2800 0.9900 1.3100 1.0392 Ket : Dalam satuan persen (%) Sumber : Hasil olah data Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa rata-rata debt to equity ratio dari industri ini pada tahun 2007 lebih tinggi dibandingkan tahun 2005, 2006, dan 2008. Tahun 2005 rata-rata debt to equity ratio dari industri ini sebesar 0.0023, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh perusahaan Gowa Makassar Tourism Development Tbk. yaitu sebesar 2.5800, sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Suryamas Dutamakmur Tbk. yaitu sebesar -6.3400. Sementara itu rata-rata debt to equity ratio tahun 2006 sebesar 1.0181, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh perusahaan Suryamas Duta Makmur Tbk. yaitu sebesar 4.9100, sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Panca Wiratama Sakti Tbk yaitu sebesar -2.2800. Sementara itu, rata-rata debt to equity ratio tahun 2007 sebesar 1.1712, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh perusahaan Suryamas Duta Makmur Tbk. yaitu sebesar 5.0200, sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Panca Wiratama Sakti Tbk. yaitu sebesar -2.1400. Sementara itu, rata-rata debt to equity ratio tahun 2008 sebesar 1.0392, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh perusahaan Duta Anggada Realty Tbk. yaitu sebesar 3.5900, sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Panca Wiratama Sakti Tbk. yaitu sebesar -1.8600. DER menunjukkan kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Semakin besar DER maka perusahaan tersebut semakin bagus. Sehingga investor tertarik kepada perusahaan yang memiliki DER yang besar. Berikut adalah data-data debt to equity ratio per tahun yang dinyatakan dalam bentuk grafik: Data DER Tahun 2005 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 DER Sumber: Hasil olah data Data DER Tahun 2006 6 5 4 3 2 DER 1 0 -1 -2 -3 Sumber: Hasil olah data Data DER Tahun 2007 6 5 4 3 2 DER 1 0 -1 -2 -3 Sumber: Hasil olah data Data DER Tahun 2008 4 3 2 1 DER 0 -1 -2 -3 Sumber: Hasil olah data d. Pendekatan Variance of Earning Growth Variance of earning growth mencerminkan ketidakpastian perusahaan dalam memperoleh laba. Perusahaan yang memiliki laba yang stabil akan cenderung memiliki reputasi yang baik dalam mempertahankan payout ratio (persentase pengeluaran). Variance of earning growth yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki profitabilitas yang stabil serta kurang perhatian perusahaan pada manajemen laba, akibatnya terjadi ketidakpastian perolehan deviden bagi investor. Untuk mengetahui besarnya tingkat variance of earning growth dari 26 perusahaan properti periode 2005-2008 dapat dilihat dari tabel 4.5 berikut: Tabel 4.5 Variance of Earning Growth EPS PERTUMBUHAN LABA RATARATA EG VEG -0.5 -0.35 0.5713 -4 -0.297 0.04 0.1436 0.5 0.334 1 0.34 0.3676 0.333 0.75 -0.29 -0.04 0.27 0.2716 12 0.094 0.879 -0.064 -0.429 0.30 0.2553 89 41 -0.291 1.705 -0.252 -0.539 0.16 1.0877 89 38 33 1.186 -1.263 -0.573 -0.132 -0.20 1.0658 -1 3 4 -0.890 -0.75 -4 0.333 -1.33 3.4715 45 43 42 33 0.047 -0.044 -0.023 -0.214 -0.06 0.0122 16.53 12.07 6.84 13.66 -0.938 -0.2698 -0.433 0.997 -0.16 0.6768 NO KODE 2004 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 1 BIPP 21.08 -7 -4 -4 -2 -1.3320 0.4286 0.0000 2 BKSL 5.02 4.8 -3 9 4.89 -0.043 0.448 3 BMSR -3.71 -2 -3 -2 -4 -0.461 4 CKRA 6 8 14 10 2.88 5 CTRA 53 58 109 102 6 CTRS DART FMII 62.05 44 119 -154.63 -338 -36.39 -4 DUTI 42.99 ELTY 265.02 7 8 9 10 11 GMTD 63.00 116 188 117 133 0.841 0.621 -0.378 0.137 0.31 0.294 12 JRPT 88.56 103 29 37 47 0.163 -0.718 0.276 0.270 -0.0022 0.2329 13 KIJA 4.575 9 3 7 3.1 0.967 -0.667 1.333 -0.557 0.27 1.0592 14 LAMI 1.27 1.47 0.84 2.57 8.10 0.1575 -0.4286 2.0595 2.1518 0.99 1.7330 15 LPCK 41.58 47 6 15 59 0.130 -0.872 1.5 2.933 0.92 2.7349 16 LPKR 29.750 127 52 20 22 3.269 -0.591 -0.615 0.1 0.54 3.4181 17 MDLN 14 17 25 20 0.78 0.214 0.47 -0.2 -0.944 0.16 0.1145 18 OMRE 18 15 25 -3 13 -0.167 0.667 -0.48 6.55 0.44 0.3512 19 PTRA -20.66 -24 2 -2 -0.79 0.162 -1.083 -2 -0.605 -0.88 0.8190 20 PWON 234.45 -201 140 9 -1.23 -1.857 -1.697 -0.936 -1.137 -1.41 0.1938 21 PWSI -230.43 -316 -334 -324 -273.43 0.371 0.057 -0.03 -0.156 0.06 0.0505 22 RBMS -4.64 -3.6 -1 2 2.95 -0.224 -0.722 -3 0.475 -0.87 2.2617 23 RODA -1.74 -2 -1 -1 -0.26 0.149 -0.5 0.0000 -0.74 -0.27 0.1741 24 SIIP 23.001 80 94 117 13.13 2.478 0.175 0.245 -0.888 0.50 2.0032 25 SMDM 1.39 640 522 1.27 -4.24 -0.54 -0.184 1.431 0.06 0.24 1.1032 26 SMRA 26.316 84 63 39 14.63 2.192 -0.25 -0.381 -0.625 0.23 1.7281 Maximum Minimum 0.99 3.4715 -1.41 0.0122 Sumber : Hasil olah data Berdasarkan tabel 4.5 dapat terlihat rata-rata tingkat pertumbuhan laba tertinggi selama pengamatan adalah pada Lamicitra Nusantara Tbk sebesar 0.99, sedangkan rata-rata tingkat pertumbuhan laba terendah adalah pada perusahaan Pakuwon Jati Tbk sebesar -1.41. Untuk nilai VEG tertinggi selama periode pengamatan adalah perusahaan Fortune Mate Indonesia Tbk sebesar 3.4715, sedangkan nilai VEG terendah adalah perusahaan Duta Pertiwi Tbk sebesar 0.0122. Berikut adalah data-data variance of earning growth tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 yang dinyatakan dalam bentuk grafik: Data VEG Tahun 2005-2008 4 3.5 3 2.5 2 VEG 1.5 1 0.5 0 Sumber: Hasil olah data C. Hasil dan Pembahasan 1. Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel dependen, variabel independen atau keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi normal atau mendekati normal. (Ghazali, 2005:112). Uji normalitas dapat menggunakan kolmogorov-smirnov test. Dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Sebelum Outlier One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test PER N a,b Normal Parameters Most Extreme Differences 104 4.6457 62.84287 .206 .157 -.206 2.100 .000 Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. b. VEG 104 14.3386 42.21350 .409 .409 -.367 4.174 .000 NPM DER 104 -6.1039 88.62847 .305 .209 -.305 3.109 .000 104 .8077 1.57566 .232 .083 -.232 2.362 .000 Test distribution is Normal. Calculated from data. Berdasarkan tabel 4.6 one-sample kolmogorov-smirnov test dapat ditunjukkan asymp. signifikansi (2-tailed) PER, VEG, NPM, DER adalah sebesar 0.000. Model regresi memenuhi asumsi normalitas apabila asymp.sig. > 0.05. Sehingga model regresi tersebut belum memenuhi asumsi normal. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa data yang dimiliki kurang memenuhi asumsi normalitas. Oleh karena itu, maka dilakukan pembuangan atas observasi yang outlier dalam model yang akan dibentuk. Menurut Nachrowi dan Usman (2006), outlier adalah nilai yang terpisah dari kumpulan observasi, yang dapat bernilai sangat besar atau sangat kecil. Tujuannya adalah untuk menentukan atau mengevaluasi kesahihan suatu model, baik untuk melihat pelanggaran terhadap asumsi maupun untuk penyimpangan nilai prediksi terhadap nilai sesungguhnya. melihat Agar memenuhi asumsi normalitas, maka digunakan data yang outliernya telah dibuang, sehingga jumlah observasi menjadi 74. Dengan demikian, hasil uji normalitas terlihat pada tabel berikut: Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Setelah Outlier One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test PER N Normal Parameters a,b Mean Most Extreme Differences Std. Deviation Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) VEG NPM DER 74 74 74 74 9.5184 1.2018 -4.2272 .8212 28.20313 1.06431 95.74002 1.35019 .135 .191 .318 .200 .050 -.135 .191 -.132 .226 -.318 .072 -.200 1.164 1.646 1.735 1.723 .133 .662 .164 .905 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Dari tabel 4.7, one-sample kolmogorov-smirnov test dapat ditunjukkan asymp. signifikansi (2-tailed) PER, VEG, NPM, DER adalah sebesar 0.133, 0.662, 0.164, 0.905. Model regresi memenuhi asumsi normalitas apabila asymp.sig. > 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut memenuhi asumsi normal. b. Uji Asumsi Multikolinieritas Tujuan dari pengujian ini adalah untuk melihat apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebasnya. Pengolahan data di lakukan dengan menggunakan SPSS. Adapun hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinieritas Sebelum Outlier Collinearity Statistics Model 1 Tolerance VIF (Constant) VEG NPM .992 .890 1.008 1.123 DER .883 1.132 Sumber: Hasil olah data Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa masing-masing variabel independen memiliki angka tolerance di atas 0.10 dan nilai VIF di bawah 10.0. Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa pada model ini tidak terjadi masalah multikolinieritas antar variabel bebas dalam model regresi ini. Semakin sedikit penyimpangan dalam suatu model, maka hasil regresi yang dihasilkan semakin baik. Dengan demikian maka dilakukan outlier. Namun, apabila terjadi gejala multikolinieritas, salah satu untuk memperbaiki model adalah dengan menghilangkan variabel dari model regresi, sehingga bisa dipilih model yang baik. (Santoso Purbayu, 2005). Adapun hasil dari uji multikolinieritas setelah dilakukan outlier adalah sebagai berikut: Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolinieritas Setelah Outlier Collinearity Statistics Model Tolerance 1 VIF (Constant) VEG NPM .937 .932 1.067 1.074 DER .914 1.095 Sumber: Hasil olah data Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa antara variabel bebas VEG, NPM, dan DER mempunyai tolerance 0.937, 0.932, 0.914 > 0.10 dan VIF 1.067, 1.074, dan 1.095 < 10, maka tidak terdapat persoalan multikolinier dengan variabel bebas lainnya. c. Uji Asumsi Heterokedastisitas Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terjadi heterokedastisitas. Untuk mengetahui apakah dalam pengujian ini ada atau tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik scatterplot pada gambar dibawah ini: Gambar 4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas Sebelum Outlier Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa pada model ini mendekati gejala heteroskedastisitas karena masih ada titik-titik yang berdekatan, dalam artian bahwa masih terjadi kesamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Oleh karena itu, maka dilakukan outlier. Adapun hasil dari uji heteroskedastisitas setelah outlier adalah sebagai berikut: Gambar 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas Setelah Outlier Berdasarkan gambar grafik scatterplot tersebut terlihat bahwa penyebaran data berada di sekitar titik nol, serta menyebar secara acak. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi berganda ini, sehingga model tersebut layak digunakan dalam penelitian. d. Uji Autokorelasi Uji autokolerasi merupakan pengujian asumsi dalam model regresi di mana variabel independen tidak berkolerasi dengan dirinya sendiri. Maksud berkolerasi dengan dirinya sendiri adalah bahwa nilai dari variabel independen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri. Dalam penelitian ini pengujian autokolerasi dilakukan dengan Durbin Watson (DW). Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi atau tidak, dapat dilihat melalui nilai Durbin Watson (DW). Menurut Singgih Santoso (2001:218) secara umum angka D-W yang dapat dijadikan dalam pengambilan keputusan adalah: 1) Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif. 2) Angka D-W di antara -2 sampai dengan 2 berarti tidak ada autokorelasi. 3) Angka D-W diatas 2 berarti terdapat autokorelasi negatif. Hasil uji autokorealasi dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5.0 Hasil Uji Autokolerasi Sebelum Outlier Model Summaryb Model R 1 R Square .194a Adjusted R Square .038 Std. Error of the Durbin-Watson Estimate .009 62.56589 1.851 a. Predictors: (Constant), DER, VEG, NPM b. Dependent Variable: PER Sumber: Hasil olah data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa angka DW + 1.851, hal ini mengindifikasikan bahwa model ini tidak memiliki gejala autokorelasi. Semakin sedikit penyimpangan dalam suatu model, maka hasil regresi yang dihasilkan semakin baik. Oleh karena itu, maka dilakukan pembuangan atas observasi yang outlier dalam model yang akan dibentuk. Adapun hasil dari uji autokorelasi setelah dilakukan outlier adalah sebagai berikut: Tabel 5.1 Hasil Uji Autokorelasi Setelah Outlier Model Summaryb Model 1 R .520a R Square Adjusted R Square .271 a. Predictors: (Constant), DER, VEG, NPM b. Dependent Variable: PER Sumber: Hasil olah data .239 Std. Error of the Durbin-Watson Estimate 24.59616 1.388 Berdasarkan tabel 5.1 terlihat angka DW bernilai +1.388, hal ini berarti angka DW terletak di antara -2 sampai dengan 2. Dengan demikian pada model ini tidak terdapat gejala autokorelasi. 2. Pengujian Hipotesis Untuk membuktikan apakah masing-masing variabel independen (variance of earning growth (VEG), net profit margin (NPM), dan debt to equity ratio (DER)) terhadap variabel dependen price earning ratio (PER) mempunyai pengaruh yang signifikan atau tidak, maka dilakukan pengujian uji-T untuk masing-masing variabel independen secara parsial dan uji-F untuk pengujian variabel independen secara simultan. Dalam upaya mengurangi penyimpangan dalam suatu model, agar hasil regresi yang dihasilkan semakin baik, maka penulis melakukan outlier dengan menggunakan metode casewise sebelum dilakukan pengujian uji-T dan uji-F. a. Uji – F Pada bagian ini akan diuji pengaruh variabel independen (variance of earning growth (VEG), net profit margin (NPM), dan debt to equity ratio (DER)) terhadap variabel dependen price earning ratio (PER) secara keseluruhan (simultan) yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.2 Hasil Uji F b ANOVA Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression 15717.413 3 Residual 42347.976 70 Total Sumber: Hasil olah data 58065.389 73 F Sig. 5239.138 8.660 .000a 604.971 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa secara simultan atau bersama-sama variabel independen memiliki tingkat signifikansi sebesar 0.000, angka signifikan ini lebih kecil dari alpha 5%, atau Fhitung sebesar 8.660 di mana diperoleh Ftabel dengan alpha 5% dan df1 = 3, df2 = 70 sebesar ± 2.76, maka dapat disimpulkan H0 ditolak, dengan demikian hipotesis alternatif ditolak yang artinya secara signifikan semua variabel indepeden (variance of earning growth (VEG), net profit margin (NPM), dan debt to equity ratio (DER)) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen price earning ratio (PER). c. Uji - T Pada bagian ini, dilakukan uji statistik t untuk menguji signifikan variabel bebas, apakah variabel-variabel bebas tersebut secara parsial memiliki pengaruh terhadap price earning ratio (PER) dengan menggunakan model regresi. Berikut adalah tabel hasil regresi berganda dari masing-masing variabel independen: Tabel 5.3 Hasil Regresi Unstandardized Coefficients Model B 1 (Constant) Std. Error .832 4.554 VEG 6.973 2.794 NPM .114 DER .962 Standardized Coefficients t Sig Beta .183 .856 .263 2.496 .015 .031 .389 3.674 .000 2.231 .046 .431 .668 Sumber: Hasil olah data 1) Variance of Earning Growth (VEG) Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa secara parsial VEG memiliki tingkat signifikansi sebesar 0.015 lebih kecil dari nilai alpha 0.05 dan Thitung Sebesar 2.496 lebih besar dari Ttabel sebesar 2.000, maka H0 ditolak. Dengan demikian, variabel variance of earning growth (VEG) berpengaruh secara signifikan terhadap price earning ratio (PER), yang berarti semakin tinggi kenaikan variance of earning growth, maka akan semakin besar price earning ratio suatu perusahaan. Secara teori variance of earning growth (VEG) merupakan salah satu pengukur resiko yang biasa digunakan. Resiko bisa ditafsirkan sebagai kemungkinan return sebenarnya menyimpang dari return yang diharapkan. Semakin besar kemungkinan menyimpang akan semakin besar risikonya juga. Variance of earning growth (VEG) berarti penyimpangan tingkat pertumbuhan laba sesungguhnya dengan ekspektasi tingkat pertumbuhan laba yang dihitung dari rerata tingkat pertumbuhan laba (C. Ambar Puji Hartanto & F.X. Suwarto: 2003 dalam Mustafa Kamal Fasa, 2004) Jika faktor lain dianggap tetap, maka tingginya tingkat risiko saham akan menyebabkan PER bernilai rendah. (Mustafa Kamal Fasa, 2004: 20). Dalam konteks manajemen investasi, resiko merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return-ER) dengan tingkat pengembalian aktual (actual return). Semakin besar tingkat penyimpangannya berarti semakin besar resikonya. (Abdul Halim, 2005: 42) Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa seorang investor dalam melakukan investasi memperhatikan faktor resiko yang akan diterima, sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dalam berinvestasi dengan resiko yang minimal. Karena variabel VEG tersebut merupakan ukuran penyimpangan dari nilai yang diharapkan dengan nilai yang diperoleh. Dengan demikian, penelitian ini bertentangan dengan Whitbeck-Krisor (dalam Husnan, 2001:319), yang berpendapat bahwa pada umumnya price earning ratio akan meningkat, jika tingkat resiko mengalami penurunan. Tetapi, penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Daru Lestariningsih (2007) pada perusahaan manufaktur yang menyimpulkan bahwa variance of earning growth berpengaruh dan signifikan terhadap price earning ratio, yang ditunjukkan dengan nilai Thitung sebesar 2.668 dengan signifikansi 0.011 < 0.05. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Parwati Setyorini (2005) pada saham LQ 45 yang menyimpulkan bahwa variance of earning growth berpengaruh dan signifikan terhadap price earning ratio, yang ditunjukkan dengan nilai Thitung > Ttabel (3,920>2,018) dengan signifikansi 0.000 < 0.05. 2) Net Profit Margin (NPM) Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa secara parsial variabel net profit margin memiliki tingkat signifikasi sebesar 0.000 lebih kecil dari nilai alpha 0.05 dan Thitung sebesar 3.674 lebih besar dari Ttabel sebesar 2.000, maka H0 ditolak. Dengan demikian, variabel net profit margin berpengaruh secara signifikan terhadap price earning ratio (PER), yang berarti semakin tinggi kenaikan net profit margin, maka akan semakin besar price earning ratio suatu perusahaan. Penelitian ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa tingkat NPM yang tinggi berarti mempunyai kemampuan menghasilkan laba bersih dengan prosentase yang tinggi dalam pendapatan operasional sehingga dapat menarik minat para investor dan akhirnya menaikkan harga saham, dengan kata lain akan menaikkan nilai PER. (Wiwin Adhi Tama dan Eko Arief Sudaryono, 2004). Rasio rentabilitas (profitabilitas) ini menunjukkan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan atau merupakan hasil akhir bersih perusahaan dari berbagai kebijakan dan keputusan yang telah diambil. Hasil dari penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiwin Adhi Tama dan Eko Arief Sudaryono (2004) pada perusahaan perbankan yang menyimpulkan bahwa nilai koefisien regresi dari variabel NPM adalah sebesar –0.127. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang negatif antara variabel NPM dengan nilai PER saham perbankan yang terdaftar di BEJ. Kenaikan satu satuan NPM akan menyebabkan penurunan PER sebesar 0.127 satuan dengan asumsi variabel independen lain konstan. Hasil uji signifikansi menunjukkan bahwa nilai probabilitas lebih besar dari 0.05 yaitu sig-t sebesar 0.572; yang berarti bahwa variabel NPM tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PER. 3) Debt to Equity Ratio (DER) Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa secara parsial, variabel DER memiliki tingkat signifikan sebesar 0.668 lebih besar dari nilai alpha 0.05 dan Thitung sebesar 0.431 lebih kecil dari Ttabel sebesar 2.000, maka H0 diterima, yang artinya bahwa variabel DER tidak berpengaruh signifikan terhadap price earning ratio (PER). Secara teori menyebutkan semakin besar DER menunjukkan bahwa struktur modal lebih banyak memanfaatkan hutang dibandingkan dengan ekuitas. Semakin besar DER mencerminkan solvabilitas perusahaan semakin rendah sehingga kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya adalah rendah, hal ini berarti bahwa risiko keuangan perusahaan (financial risk) relatif tinggi. Semakin tinggi leverage perusahaan, yang diukur dengan debt to equity ratio, maka semakin rendah nilai PER perusahaan. Dari rasio ini pemodal dapat melihat apakah perusahaan dalam keadaan mampu atau tidak dalam membayar utang, sehingga semakin tinggi nilai debt to equity ratio, semakin rendah PER perusahaan, karena risiko perusahaan itu akan semakin besar karena perusahaan memiliki kewajiban untuk membayar beban tetap atas hutang. Tinggi rendahnya resiko keuangan perusahaan secara tidak langsung dapat mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulia Perwira Daulata (2004), yang menyatakan bahwa variabel debt to equity ratio mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PER. Hasil yang tidak sejalan ini dikarenakan adanya beberapa perbedaan penelitian, seperti waktu dan objek penelitian. Namun, hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Rodoni dan Riskawati (2005), yang menyatakan bahwa variabel debt to equity ratio tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PER. Hasil yang tidak signifikan ini disebabkan, karena investor lebih memperhatikan masalah kondisi ekonomi dan politik negara, dan tidak menggunakan pendekatan fundamental dalam melakukan investasi pada saham. 4) Dalam penelitian ini, variabel variance of earning growth (VEG) merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap price earning ratio (PER), yaitu sebesar 6.973. 3. Koefisien Determinasi (Adjusted R Square) Pada bagian ini, dilakukan uji koefisien determinasi untuk menggambarkan seberapa besar perubahan atau variasi dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh perubahan atau variasi dari variabel independen. Dengan mengetahui nilai koefisien determinasi, maka akan dapat menjelaskan kebaikan dari model regresi dalam memprediksi variabel independen. Koefisien determinasi atau adjusted R2 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.4 Koefisien Determinasi (Adjusted R2 ) Model Summaryb Model R 1 R Square .520a Adjusted R Square .271 .239 a. Predictors: (Constant), x3, x2, x1 b. Dependent Variable: y Sumber: Hasil olah data ( output SPSS.16 ) Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat angka koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0.239 atau 23,9%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen berupa variance of earning growth (VEG), net profit margin (NPM), dan debt to equity ratio (DER) dapat menjelaskan variabel dependen price earning ratio (PER) sebesar 23,9% dan sisanya sebesar 76,1% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar penelitian ini. 4. Analisis Regresi Berganda Berdasarkan analisis hasil penelitian, terdapat dua variabel independent yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap price earning ratio, yaitu variance of earning growth, net profit margin. Hasil persamaan regresi sebagai berikut: Y = 0.832 + 6.973 Variance of Earning Growth + 0.114 Net Profit Margin + 0.962 Debt to Equity Ratio Berdasarkan persamaan regresi di atas, nilai konstanta menyatakan bahwa jika variabel independen bernilai nol maka nilai Y (price earning ratio) adalah naik sebesar 0.832 kali, atau apabila tidak ada pengaruh atau perubahan variabel dari variance of earning growth, net profit margin, dan debt to equity ratio atau jika X1, X2, X3 = 0, maka nilai variabel dependen yaitu price earning ratio (Y) adalah naik sebesar 0.832 kali. Berdasarkan persamaan regresi di atas menunjukkan bahwa koefisien variance of earning growth bertanda positif sebesar 6.973 kali. Hal ini menunjukkan jika terjadi peningkatan variance of earning growth sebesar 1 satuan, maka akan menimbulkan kenaikan price earning ratio sebesar 6.973 kali dengan asumsi variabel lain bernilai nol dan konstan. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa variance of earning growth berpengaruh positif terhadap price earning ratio, artinya semakin besar variance of earning growth, maka akan semakin besar price earning ratio. Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa koefisien net profit margin bertanda positif sebesar 0.114 kali. Hal ini menunjukkan jika terjadi peningkatan net profit margin sebesar 1 satuan, maka akan menimbulkan kenaikan price earning ratio sebesar 0.114 kali dengan asumsi variabel lain bernilai nol dan konstan. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa net profit margin berpengaruh positif terhadap price earning ratio, artinya semakin besar net profit margin, maka akan semakin besar price earning ratio. Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa koefisien debt to equity ratio bertanda positif sebesar 0.962 kali. Hal ini menunjukkan jika terjadi peningkatan debt to equity ratio sebesar 1 satuan, maka akan menimbulkan kenaikan price earning ratio sebesar 0.962 kali dengan asumsi variabel lain bernilai nol dan konstan. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa debt to equity ratio berpengaruh positif terhadap price earning ratio, artinya semakin besar debt to equity ratio, maka akan semakin besar price earning ratio. Nilai ekspektasi seharusnya bernilai negatif (-), karena debt to equity ratio merupakan proxi resiko, semakin besar debt to equity ratio berarti semakin besar proporsi hutang perusahaan dalam struktur modalnya. Semakin tinggi debt to equity ratio, seharusnya menyebabkan preferensi investor terhadap harga saham rendah dan rasio PER turun. Perbedaan nilai ekspektasi ini mungkin disebabkan karena investor memandang bahwa walaupun hutang berarti resiko, ini juga memberikan potensi perusahaan untuk memperbesar keuntungan bagi investor (pemegang saham). Investor mungkin melihat potensi laba yang tinggi pada perusahaan-perusahaan yang memiliki resiko struktur modal yang besar, disini hukum ekonomi berlaku, semakin tinggi resiko semakin besar potensi return yang ditawarkan. D. Interpretasi Berdasarkan hasil pembahasan di atas, penelitian ini menemukan hal-hal sebagai berikut: 1. Variabel variance of earning growth (VEG) dapat diinterpretasikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap price earning ratio (PER), artinya semakin tinggi kenaikan variance of earning growth, maka akan semakin besar price earning ratio suatu perusahaan. Secara teori variance of earning growth (VEG) merupakan salah satu pengukur resiko yang biasa digunakan. Resiko bisa ditafsirkan sebagai kemungkinan return sebenarnya menyimpang dari return yang diharapkan. Semakin besar kemungkinan menyimpang akan semakin besar risikonya juga. Variance of earning growth (VEG) berarti penyimpangan tingkat pertumbuhan laba sesungguhnya dengan ekspektasi tingkat pertumbuhan laba yang dihitung dari rerata tingkat pertumbuhan laba (C. Ambar Puji Hartanto & F.X. Suwarto: 2003 dalam Mustafa Kamal Fasa, 2004) Jika faktor lain dianggap tetap, maka tingginya tingkat risiko saham akan menyebabkan PER bernilai rendah. (Mustafa Kamal Fasa, 2004: 20). Dalam konteks manajemen investasi, resiko merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return-ER) dengan tingkat pengembalian aktual (actual return). Semakin besar tingkat penyimpangannya berarti semakin besar resikonya. (Abdul Halim, 2005: 42). Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa seorang investor dalam melakukan investasi memperhatikan faktor resiko yang akan diterima, sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dalam berinvestasi dengan resiko yang minimal. Karena variabel VEG tersebut merupakan ukuran penyimpangan dari nilai yang diharapkan dengan nilai yang diperoleh. Dengan demikian, penelitian ini bertentangan dengan Whitbeck-Krisor (dalam Husnan, 2001:319), yang berpendapat bahwa pada umumnya price earning ratio akan meningkat, jika tingkat resiko mengalami penurunan. Tetapi, penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Daru Lestariningsih (2007) pada perusahaan manufaktur yang menyimpulkan bahwa variance of earning growth berpengaruh dan signifikan terhadap price earning ratio, yang ditunjukkan dengan nilai Thitung sebesar 2.668 dengan signifikansi 0.011 < 0.05. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Parwati Setyorini (2005) pada saham LQ 45 yang menyimpulkan bahwa variance of earning growth berpengaruh dan signifikan terhadap price earning ratio, yang ditunjukkan dengan nilai Thitung > Ttabel (3,920>2,018) dengan signifikansi 0.000 < 0.05. 2. Variabel net profit margin (NPM) dapat diinterpretasikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap price earning ratio (PER), artinya semakin tinggi kenaikan net profit margin maka akan semakin besar price earning ratio suatu perusahaan. Penelitian ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa tingkat NPM yang tinggi berarti mempunyai kemampuan menghasilkan laba bersih dengan prosentase yang tinggi dalam pendapatan operasional sehingga dapat menarik minat para investor dan akhirnya menaikkan harga saham, dengan kata lain akan menaikkan nilai PER. (Wiwin Adhi Tama dan Eko Arief Sudaryono, 2004). Rasio rentabilitas (profitabilitas) menunjukkan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan atau merupakan hasil akhir bersih perusahaan dari berbagai kebijakan dan keputusan yang telah diambil. Hasil dari penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiwin Adhi Tama dan Eko Arief Sudaryono (2004) pada perusahaan perbankan. Ia menemukan bahwa nilai koefisien regresi dari variabel NPM adalah sebesar –0.127. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang negatif antara variabel NPM dengan nilai PER saham perbankan yang terdaftar di BEJ. Kenaikan satu satuan NPM akan menyebabkan penurunan PER sebesar 0.127 satuan dengan asumsi variabel independen lain konstan. Hasil uji signifikansi menunjukkan bahwa nilai probabilitas lebih besar dari 0.05 yaitu sig-t sebesar 0.572; yang berarti bahwa variabel NPM tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PER. BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Dari analisis terhadap hasil penelitian pengaruh variance of earning growth, net profit margin, dan debt to equity ratio terhadap price earning ratio perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta yang telah diuraikan pada Bab IV, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil regresi dengan uji-F dari ketiga variabel independen yang dianalisis, secara simultan semua variabel indepeden (variance of earning growth (VEG), net profit margin (NPM), dan debt to equity ratio (DER)) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen price earning ratio (PER). 2. Berdasarkan hasil regresi dengan uji-T dari ketiga variabel independen yang dianalisis, variabel net profit margin mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap price earning ratio, yang artinya semakin tinggi kenaikan net profit margin, maka akan semakin besar price earning ratio suatu perusahaan. Penelitian ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa tingkat net profit margin yang tinggi, berarti mempunyai kemampuan menghasilkan laba bersih dengan prosentase yang tinggi dalam pendapatan operasional sehingga dapat menarik minat para investor dan akhirnya menaikkan harga saham, dengan kata lain akan menaikkan nilai PER (Wiwin Adhi Tama dan Eko Arief Sudaryono, 2004). Sementara itu, variabel variance of earning growth juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap price earning ratio, yang artinya semakin tinggi kenaikan variance of earning growth, maka akan semakin besar price earning ratio suatu perusahaan. Sedangkan variabel debt to equity ratio (DER) tidak berpengaruh signifikan terhadap price earning ratio (PER). Secara teori disebutkan bahwa semakin besar DER menunjukkan bahwa struktur modal lebih banyak memanfaatkan hutang dibandingkan dengan ekuitas. Semakin besar DER mencerminkan solvabilitas perusahaan semakin rendah, sehingga kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya adalah rendah, hal ini berarti bahwa resiko keuangan perusahaan (financial risk) relatif tinggi. Semakin tinggi leverage perusahaan, yang diukur dengan debt to equity ratio, maka semakin rendah nilai PER perusahaan. 3. Angka koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0.239 atau 23,9%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen berupa variance of earning growth (VEG), net profit margin (NPM), dan debt to equity ratio (DER) dapat menjelaskan variabel dependen price earning ratio (PER) sebesar 23,9% dan sisanya sebesar 76,1% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar penelitian ini, seperti kondisi ekonomi makro suatu negara atau kondisi eksternal perusahaan. 4. Dalam penelitian ini variabel variance of earning growth (VEG) merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap price earning ratio (PER). B. Implikasi dan Saran 1. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan didapat bahwa net profit margin (NPM) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap price earning ratio (PER). Oleh karena itu, hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi investor yang ingin menginvestasikan dananya pada saham suatu perusahaan dengan melihat indikator net profit margin (NPM), karena berpengaruh positif dan signifikan terhadap price earning ratio, yang artinya semakin tinggi kenaikan net profit margin, maka akan semakin besar price earning ratio suatu perusahaan. 2. Bagi investor dan calon investor dalam memprediksi nilai price earning ratio akan lebih optimal, jika menggunakan variance of earning growth sebagai pertimbangan sebelum berinvestasi. Karena dengan memperhatikan faktor resiko yang akan diterima dalam berinvestasi, para investor dan calon investor akan dapat mengambil keputusan yang tepat dalam berinvestasi dengan resiko yang minimal. 3. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapat bahwa debt to equity ratio (DER) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap price earning ratio (PER). Oleh karena itu, variabel DER ini tidak dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi investor yang ingin menginvestasikan dananya pada saham suatu perusahaan. 4. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperbanyak jumlah sampel, dan menambahkan variabel-variabel lainnya seperti current ratio, total asset turn over maupun kondisi eksternal perusahaan, misalnya nilai mata uang rupiah, tingkat inflasi, dan tingkat bunga. Selain itu, untuk peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan karakteristik lain, seperti penilaian pada perusahaan selain sektor properti. Daftar Pustaka Algifari, “Analisis Regresi Teori, Kasus, dan Solusi”, BPFE, Yogyakarta, 2003. Anderson, Keith dan Brooks, Chris, ”Decomposing the P/E Ratio”, ISMA Centre, Reading, U.K, 2005. Ang, Robert, “Buku Pintar Pasar Modal Indonesia”, Cetakan Pertama, Media Soft, Indonesia, 1997. Anoraga, Pandji, ”Pasar Modal Keberadaan dan Manfaatnya Bagi Pembangunan”, Rineka Cipta, Jakarta, 1997. Anoraga dan Ninik Widiyanti, “Pasar Modal Keberadaan dan Manfaatnya Bagi Pembangunan”, Aneka Cipta, Jakarta, 1995. Anoraga, Pandji dan Pakarti, Piji, “Pengantar Pasar Modal”, Rineka Cipta, Semarang, 2001. Asri S.W, Marwan, dan Heveadi, Anton N., “Price Earnings Ratio (PER) Model Consistency: Evidence From Jakarta Stock Exchange”, Gadjah Mada International Journal of Business, Vol.1, No.2, Yogyakarta, 1999. Astuti, Dewi, ”Manajemen Keuangan Perusahaan”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004. Brealey, Richard A., dan Myers, Stewart C., “Principle of Corporate Finance”, Fifth Edition, Mc. Graw Hill Book Company, 1996. Brigham, Eugene F. dan Ehrhardt, Michael C., “Financial Management: Theory and Practice”, Twelfth Edition, Thomson Learning, Inc., United States of America, 2008. Brigham, Eugene F. dan Gapenski, Louis C., “Intermediate Financial Management”, Fifth Edition, The Dryden Press, New York, 1996. Daulata, Mulia Perwira, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio (PER) Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ)”, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, 2004. Dendawijaya, Lukman, “Manajemen Perbankan”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003. Ghazali, Imam, ”Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”, Universitas Diponegoro, Semarang, 2005. Gujarati, D, ”Basic Econometrics”, Mc.Graw Hill International Edition, Singapore, 1999. Hanafi, Mamduh M. dan A. Halim, “Analisis Laporan Keuangan”, Edisi Pertama, UPP AMP YKPN, Yoyakarta, 1996. Harmono, “Manajemen Keuangan: Berbasis Balance Scorecard, Pendekatan Teori, Kasus, dan Riset Bisnis”, Bumi Aksara, Jakarta, 2009. Hin, L. Thian, “Panduan Berinvestasi Saham”, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001. Husnan, Suad, “Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”, Edisi Ketiga, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2001. Husnan, Suad, “Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2005. Husnan, Suad dan Pudjiastuti, Eni, “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 1998. Jogiyanto, “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta, 2000. Kholid, Abdul, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio Saham-Saham Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2006. Kusumaputra, Inggit, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio Perusahaan LQ 45 di Bursa Efek Jakarta”, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2006. Lestariningsih, Daru, “Pengaruh Dividend Pay Out Ratio, Current Ratio, Variance Of Earning Growth Terhadap Price Earning Ratio (PER) Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Skripsi, Fakultas Ekonomi UNNES, Semarang, 2007. Marpaung, Elyzabeth Indrawati, “Perubahan Dividend Yield dan Perubahan Price Earning Ratio Berpengaruh Terhadap Perubahan Harga Saham”, Jurnal Ilmiah Akuntansi, Vol 3, No. 1, 2003. Munir, Sartono, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio di Bursa Efek Jakarta”, Thesis Sarjana Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (tidak dipublikasikan), 1997. Nachrowi, D. dan Usman, Hardius, ”Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisa Ekonomi dan Keuangan”, Lembaga Penerbitan Universitas Indonesia, Jakarta, 2006. Nuraini, Nany, “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio Saham-Saham di Bursa Efek Jakarta”, Thesis Sarjana Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (tidak dipublikasikan), 2000. Priyatno, Duwi, “Mandiri Belajar SPSS (Statistical Product and Service Solution) Untuk Analisis Data dan Uji Statistik”, MediaKom, Yogyakarta, 2008. Reilly, Frank K., and Brown, Keith C., “Investment Analysis and Portfolio Management”, Seventh Edition. USA: South Western-Thomson, 2000. Resmi, Siti, “Keterkaitan Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Return Saham”, Kompak Nomor 6, 2002. Riyanto, Bambang, “Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan”, Edisi Keempat, BPFE, Yogyakarta, 1996. Rodoni, Ahmad, “Analisis Teknikal dan Fundamental Pada Pasar Modal”, CSES Press, 2005. Rodoni, Ahmad dan Riskawati, “Analisis Fundamental Terhadap Price Earning Ratio”, Jurnal Etikonomi, Vol. 4, No. 3, 2005. Santoso, Purbayu Budi, ”Analisis Statistik Dengan Microsoft Excel dan SPSS”, Andi Offset, Yogyakarta, 2005. Santoso, Singgih, “Statistik and Product Service Solution / SPSS”, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001. Setyorini, Parwati, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio Pada Saham LQ 45 di Bursa Efek Jakarta Tahun 2000-2002”, Skripsi, Fakultas Ekonomi UNNES, Semarang, 2005. Siegel, Joel G., dan K., Shim Jae, “Financial Management”, Barron Educational Series, Inc, 1991. Simamora, Henry, “Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis Jilid II”, Salemba Empat, Jakarta, 2000. Sutrisno, ”Manajemen Keuangan: Teori, Konsep, dan Aplikasi”, Ekonisia, Yogyakarta, 2009. Tama, Wiwin Adhi dan Sudaryono, Eko Arief, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio pada Saham-Saham Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Fakultas Ekonomi UNS, Surakarta, 2004. Thomas, Jacob K. dan Zhang, Huai, “Another Look at P/E Ratios”, University of Hong Kong, Hong Kong, 2006. Komputer, Wahana, “10 Model Penelitian dan Pengolahannya dengan SPSS 10.01”, Andi Offset, Yogyakarta, 2002. www.google.com www.jsx.co.id www.reuters.com www.tempointeraktif.com www.vibiznews.com LAMPIRAN Lampiran 1 Sampel Data Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Kode Perusahaan BIPP BKSL BMSR CKRA CTRA CTRS DART FMII DUTI ELTY GMTD JRPT KIJA LAMI LPCK LPKR MDLN OMRE PTRA PWON PWSI RBMS RODA SIIP SMDM SMRA Sumber : Bursa Efek Indonesia Nama Perusahaan Bhuwanatala Indah Permai Tbk Bukit Sentul Tbk Bintang Mitra Semestaraya Tbk Ciptojaya Kontridoreksa Tbk Ciputra Development Tbk Ciputra Surya Tbk Duta Anggada Realty Tbk Fortune Mate Indonesia Tbk Duta Pertiwi Tbk Bakrieland Development Tbk Gowa Makasar Tourism Dev. Tbk Jaya Real Property Kawasan Industri Jababeka Tbk Lamicitra Nusantara Lippo Cikarang Tbk Lippo Karawaci Tbk Modernland Realty Tbk Indonesia Prima Property Tbk New Century Development Tbk. Pakuwon Jati Tbk Panca Wiratama Tbk Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk Roda Panggon Harapan Tbk Suryainti Permata Tbk Suryamas Dutamakmur Tbk Summarecon Agung Tbk Lampiran 2 Price Earning Ratio No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Kode Perusahaan BIPP BKSL BMSR CKRA CTRA CTRS DART FMII DUTI ELTY GMTD JRPT KIJA LAMI LPCK LPKR MDLN OMRE PTRA PWON PWSI RBMS RODA SIIP SMDM SMRA Rata-Rata Ket : Dalam satuan kali ( ) Sumber : Hasil olah data 2005 -8.4100 14.8000 -33.4200 -57.9000 6.9900 9.4800 -0.8300 -16.1900 14.5400 2.5000 3.1400 18.3700 10.4900 73.3000 5.4200 13.8200 27.6400 -5.9000 -1.2300 -2.3100 -0.3600 -16.6500 -31.3400 2.3800 -1.0600 8.9800 1.3900 2006 -11.3600 -35.7600 -23.2800 41.6300 5.0100 8.2600 6.7400 -76.8600 22.3600 24.7000 2.2400 36.1300 47.0700 43.1000 44.6500 20.7100 29.5400 37.0100 24.8300 5.5800 -0.1000 -20.9000 -50.9500 6.3000 3.0800 36.2800 8.6900 2007 2008 -21.6800 -22.1800 24.8100 -96.8200 -95.3400 -76.7000 95.6200 86.8100 43.2600 14.7200 11.0500 3.8600 14.4000 7.6100 44.2300 18.1600 21.5000 30.6800 126.6900 8.0600 3.8400 1.1100 41.8100 10.7200 34.8300 15.9800 20.5700 24.8400 41.7000 3.4600 35.0800 35.8100 33.8900 64.1600 -15.7200 109.5300 -53.8400 -63.2900 27.6200 -275.0000 -0.4600 -0.5500 48.3900 53.2200 -19.0100 -396.1500 17.0900 146.2300 -24.2300 -51.8900 29.7000 82.7100 18.6800 -10.1900 Lampiran 3 Net Profit Margin No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Kode Perusahaan BIPP BKSL BMSR CKRA CTRA CTRS DART FMII DUTI ELTY GMTD JRPT KIJA LAMI LPCK LPKR MDLN OMRE PTRA PWON PWSI RBMS RODA SIIP SMDM SMRA Rata-rata 2005 -77.00 -7.00 54.00 -8.00 20.00 26.00 -76.00 0.00 14.00 28.94 38.00 28.00 31.00 2.00 30.00 27.00 3.00 -18.00 -174.00 -32,00 -98.00 -9.00 -35.00 66.00 -327.00 29.00 -17.85 Ket : Dalam satuan persen ( ) Sumber : Hasil olah data 2006 -41.00 -85.00 -340.00 -7.10 100.00 42.00 44.00 -11.00 9.00 19.00 33.00 31.00 15.00 1.00 5.00 22.00 4.00 14.00 82.00 72,00 -3.88 -2.00 -8.00 52.00 59.00 3.00 4.19 2007 -40.00 -36.00 -101.00 6.30 15.00 40.00 31.00 22.00 7.00 35.00 28.00 30.00 37.00 2.00 9.00 22.00 17.00 7.00 -49.00 22.00 -1.47 2.00 -8.00 68.00 -14.00 18.00 6.49 2008 -16.40 -0.26 -664.00 -0.21 10.10 25.80 37.60 11.40 7.90 23.70 31.50 28.70 12.20 4.30 17.80 21.40 1.00 0.10 -1.82 0.36 -1.03 0.03 -0.11 0.77 0.05 0.17 -17.27 Lampiran 4 Debt to Equity Ratio No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Kode Perusahaan BIPP BKSL BMSR CKRA CTRA CTRS DART FMII DUTI ELTY GMTD JRPT KIJA LAMI LPCK LPKR MDLN OMRE PTRA PWON PWSI RBMS RODA SIIP SMDM SMRA Rata-Rata 2005 0.5300 0.4400 0.1200 0.0300 -3.5400 1.0200 -2.0900 0.6100 1.6300 1.0000 2.5800 0.7700 0.2900 1.1800 1.3900 1.4200 1.1900 2.4400 0.7800 -4.4100 -2.7200 0.1400 0.0500 0.1700 -6.3400 1.3800 0.0023 Ket : Dalam satuan persen (%) Sumber : Hasil olah data 2006 0.6000 0.2600 0.1200 0.0200 1.1200 0.6700 2.8300 0.5400 1.6200 0.8500 2.0100 0.5600 0.2200 1.8200 1.5400 1.5000 1.1000 2.3000 2.3900 1.1100 -2.2800 0.1200 0.0500 0.0800 4.9100 0.4100 1.0181 2007 0.6700 0.1400 0.3500 0.1800 0.4300 0.4700 3.8700 0.5300 1.5600 0.2800 2.1500 0.6300 0.3000 2.9500 1.7300 1.6800 1.3200 2.0500 1.7300 2.1800 -2.1400 0.2400 0.0400 1.0900 5.0200 1.0000 1.1712 2008 0.6500 0.1600 0.0400 0.0500 0.4500 0.5700 3.5900 0.8200 0.8700 0.6600 2.0100 0.8100 0.7400 2.7100 1.8600 1.4000 0.7700 2.5500 1.7500 2.5500 -1.8600 0.1000 0.1900 1.2800 0.9900 1.3100 1.0392 Lampiran 5 Variance of Earning Growth NO EPS KODE PERTUMBUHAN LABA 2004 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 RATARATA EG VEG 1 BIPP 21.08 -7 -4 -4 -2 -1.3320 0.4286 0.0000 -0.5 -0.35 0.5713 2 BKSL 5.02 4.8 -3 9 4.89 -0.043 0.448 -4 -0.297 0.04 0.1436 3 BMSR -3.71 -2 -3 -2 -4 -0.461 0.5 0.334 1 0.34 0.3676 4 CKRA 6 8 14 10 2.88 0.333 0.75 -0.29 -0.04 0.27 0.2716 5 CTRA 53 58 109 102 12 0.094 0.879 -0.064 -0.429 0.30 0.2553 6 CTRS DART FMII 62.05 44 119 89 41 -0.291 1.705 -0.252 -0.539 0.16 1.0877 -154.63 -338 89 38 33 1.186 -1.263 -0.573 -0.132 -0.20 1.0658 -36.39 -4 -1 3 4 -0.890 -0.75 -4 0.333 -1.33 3.4715 DUTI 42.99 45 43 42 33 0.047 -0.044 -0.023 -0.214 -0.06 0.0122 10 ELTY 265.02 16.53 12.07 6.84 13.66 -0.938 -0.2698 -0.433 0.997 -0.16 0.6768 11 GMTD 63.00 116 188 117 133 0.841 0.621 -0.378 0.137 0.31 0.294 12 JRPT 88.56 103 29 37 47 0.163 -0.718 0.276 0.270 -0.0022 0.2329 13 KIJA 4.575 9 3 7 3.1 0.967 -0.667 1.333 -0.557 0.27 1.0592 14 LAMI 1.27 1.47 0.84 2.57 8.10 0.1575 -0.4286 2.0595 2.1518 0.99 1.7330 15 LPCK 41.58 47 6 15 59 0.130 -0.872 1.5 2.933 0.92 2.7349 16 LPKR 29.750 127 52 20 22 3.269 -0.591 -0.615 0.1 0.54 3.4181 17 MDLN 14 17 25 20 0.78 0.214 0.47 -0.2 -0.944 0.16 0.1145 18 OMRE 18 15 25 -3 13 -0.167 0.667 -0.48 6.55 0.44 0.3512 19 PTRA -20.66 -24 2 -2 -0.79 0.162 -1.083 -2 -0.605 -0.88 0.8190 20 PWON 234.45 -201 140 9 -1.23 -1.857 -1.697 -0.936 -1.137 -1.41 0.1938 21 PWSI -230.43 -316 -334 -324 -273.43 0.371 0.057 -0.03 -0.156 0.06 0.0505 22 RBMS -4.64 -3.6 -1 2 2.95 -0.224 -0.722 -3 0.475 -0.87 2.2617 23 RODA -1.74 -2 -1 -1 -0.26 0.149 -0.5 0.0000 -0.74 -0.27 0.1741 24 SIIP 23.001 80 94 117 13.13 2.478 0.175 0.245 -0.888 0.50 2.0032 25 SMDM 1.39 640 522 1.27 -4.24 -0.54 -0.184 1.431 0.06 0.24 1.1032 26 SMRA 26.316 84 63 39 14.63 2.192 -0.25 -0.381 -0.625 0.23 1.7281 0.99 3.4715 -1.41 0.0122 7 8 9 Maximum Minimum Sumber : Hasil olah data Lampiran 6 Output SPSS Sebelum Outlier Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test PER N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. d. 104 4.6457 62.84287 .206 .157 -.206 2.100 .000 Test distribution is Normal. Calculated from data. Hasil Uji Heteroskedastisitas VEG 104 14.3386 42.21350 .409 .409 -.367 4.174 .000 NPM DER 104 -6.1039 88.62847 .305 .209 -.305 3.109 .000 104 .8077 1.57566 .232 .083 -.232 2.362 .000 Hasil Uji Multikolinieritas Collinearity Statistics Model 1 Tolerance VIF (Constant) VEG NPM .992 .890 1.008 1.123 DER .883 1.132 Sumber: Hasil olah data Hasil Uji Autokolerasi Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square a. Predictors: (Constant), DER, VEG, NPM b. Dependent Variable: PER Sumber: Hasil olah data Std. Error of the Durbin-Watson Estimate Lampiran 7 Output SPSS Setelah Outlier Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test PER N a,b Normal Parameters Mean Most Extreme Differences Std. Deviation Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) VEG NPM DER 74 74 74 74 9.5184 1.2018 -4.2272 .8212 28.20313 1.06431 95.74002 1.35019 .135 .191 .318 .200 .050 -.135 .191 -.132 .226 -.318 .072 -.200 1.164 1.646 1.735 1.723 .133 .662 .164 .905 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Hasil Uji Heteroskedastisitas Hasil Uji Multikolinieritas Collinearity Statistics Model 1 Tolerance VIF (Constant) VEG NPM .937 .932 1.067 1.074 DER .914 1.095 Sumber: Hasil olah data Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb Model 1 R .520a R Square Adjusted R Square .271 a. Predictors: (Constant), DER, VEG, NPM b. Dependent Variable: PER Sumber: Hasil olah data .239 Std. Error of the Durbin-Watson Estimate 24.59616 1.388 Hasil Uji F ANOVAb Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression 15717.413 3 Residual 42347.976 70 Total Sumber: Hasil olah data 58065.389 73 F Sig. 5239.138 8.660 .000a 604.971 Hasil Regresi Model Unstandardized Coefficients B 1 (Constant) Std. Error .832 4.554 VEG 6.973 2.794 NPM .114 .962 Sumber: Hasil olah data DER Standardized Coefficients t Sig Beta .183 .856 .263 2.496 .015 .031 .389 3.674 .000 2.231 .046 .431 .668