3 TINJAUAN PUSTAKA Bunga Potong Bunga potong menurut Asosiasi Bunga Indonesia (2007) adalah segala jenis tanaman yang dibudidayakan dengan tujuan memperoleh bunga yang dapat dipotong dan diperdagangkan setiap saat. Karakteristik tanaman bunga potong adalah : 1. Memiliki produktivitas yang tinggi 2. Memiliki daya tumbuh relatif cepat 3. Memiliki fenotipe yang stabil melalui proses regenerasi yang berulang-ulang 4. Memiliki daya tahan terhadap hama dan penyakit yang relatif baik 5. Dapat dikembangbiakkan dalam jumlah yang besar, cepat, dan murah 6. Produktivitas tanaman dapat dikontrol dan mudah dimanipulasi dengan respon yang positif melalui berbagai perlakuan 7. Bunga yang diproduksi memiliki daya tahan lama setelah dipanen 8. Memiliki tangkai bunga yang cukup panjang. Penurunan mutu bunga segar dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Ketidakmampuan batang untuk mengabsorbsi air yang disebabkan oleh adanya hambatan pertumbuhan dari bakteri, fungi, atau mikroorganisme lainnya 2. Kehilangan air yang terlalu banyak akibat suhu lingkungan yang tinggi 3. Kadar karbohidrat yang rendah karena kondisi penyimpanan yang kurang memadai untuk mendukung respirasi 4. Penyakit atau serangga 5. Gas etilen yang dihasilkan oleh jaringan yang rusak atau busuk. Perlakuan penanganan pascapanen bunga potong menurut Yayasan Bunga Nusantara (2007) bertujuan untuk: 1. Memperkecil respirasi 2. Mencegah infeksi dan luka 3. Memperkecil transpirasi sehingga tidak terlalu banyak terjadi penguapan yang dapat menyebabkan kelayuan 4 4. Memelihara estetika dan penampakan tanaman 5. Memperoleh nilai jual yang tinggi Botani Tanaman Lisianthus Lisianthus (Eustoma grandiflorum) merupakan tanaman herba yang berasal dari daerah selatan Amerika Serikat, Meksiko, Karibia, dan sebelah utara Amerika Selatan. Nama lisianthus berasal dari bahasa Yunani “lysis”, berarti "putus atau pecah," dan “anthos”, berarti bunga. Tanaman lisianthus yang dibudidayakan umurnya tidak melebihi dari satu tahun, sehingga lisianthus termasuk tanaman annual atau semusim (The Flower Expert, 2009). Klasifikasi tanaman Lisianthus menurut The Flower Expert (2009) adalah : Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Gentianales Famili : Gentianaceae Genus : Eustoma Spesies : Eustoma grandiflorum (Raf.) Shinn. Sistem perakaran lisianthus adalah akar serabut yang tersusun dari akar-akar serabut kecil yang berbentuk benang dan mampu menembus tanah hingga kedalaman 10-15 cm. Tinggi tanaman lisianthus dapat mencapai 60-100 cm. Batang tanaman berbentuk bulat dengan ukuran yang sama dari pangkal sampai ujung dengan permukaan yang licin dan berwarna hijau. Arah tumbuh batang tegak lurus dan membentuk percabangan yang menggarpu (The Flower Expert, 2009). Demas (2009) menyatakan bahwa lisianthus memiliki daun duduk (sessilis) yang terdiri dari helaian daun tipis dan lunak yang langsung melekat atau duduk pada batang, tanpa upih ataupun tangkai. Berdasarkan susunan tulang daun, daun lisianthus termasuk dalam daun-daun yang bertulang melengkung. Susunan daun lisianthus yaitu pada setiap buku tanaman (nodus) terdapat dua daun yang berhadap-hadapan dan pada buku berikutnya kedua daunnya membentuk silang dengan daun-daun sebelum atau setelahnya. 5 Lisianthus memiliki warna bunga yang beraneka ragam, yaitu putih, kuning, krem, hijau, merah muda, merah, biru, ungu, dan bi-warna. Bunga lisianthus memiliki penampilan yang hampir sama dengan bunga mawar. Bunga lisianthus merupakan bunga yang lengkap dan sempurna. Tangkai bunga memiliki penampang bulat dan berwarna hijau seperti batang utama. Dasar bunga lisianthus berbentuk rata, yaitu semua bagian bunga duduk sama tinggi di atas dasar bunga (Flowers Direct, 2009). Mahkota bunga memiliki sifat simetris beraturan dengan susunan daun-daun mahkota (petal) yang membentuk mangkuk. Benang sari (stamen) sebagai alat kelamin jantan terdiri dari tangkai sari (filamentum) yang berwarna hijau dan kepala sari (anthera) yang berwarna kuning hingga coklat dan diseluruh permukaannya dipenuhi dengan serbuk sari (pollen) berwarna kuning. Putik (pistillum) berwarna hijau dan hanya berjumlah satu di tiap tangkainya. Bakal buah (ovarium) duduk di atas dasar bunga sehingga bagian samping bakal buah tidak berlekatan dengan dasar bunga. Tangkai putik (stylus) lebih besar dan lebih panjang daripada tangkai sari, sehingga kedudukan kepala putik sedikit lebih tinggi daripada tangkai sari (Flowers Direct, 2009). Syarat Tumbuh Suhu dan Kelembaban Menurut Maryland Cooperative Extension (2000) lisianthus memerlukan suhu yang berbeda-beda dalam perkembangannya mulai dari benih hingga menghasilkan bunga. Penyimpanan benih memerlukan suhu ± 5 °C pada lemari pendingin. Pembibitan lisianthus memerlukan suhu 15-18 °C atau 59-65 °F. Sementara itu, suhu optimal untuk budidaya di dalam greenhouse berkisar antara 18-20 °C (65-68 °F) pada siang hari dan 15-18 °C (59-65 °F) saat malam hari. Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan roset atau tumbuhnya bunga prematur pada tanaman muda dan memiliki batang yang lebih pendek. Perkecambahan lisianthus membutuhkan kelembaban yang tinggi dengan suhu yang rendah. Paranet dapat digunakan untuk menjaga suhu dan kelembaban 6 pada lokasi penyemaian, pembibitan, dan penanaman. Lokasi persemaian benih dapat diberi naungan paranet 70 % atau paranet ganda. Pengkabutan dilakukan untuk mengendalikan suhu dan kelembaban selain dengan cara membuka dan menutup paranet. Kelembaban optimal di dalam greenhouse berkisar antara 80-90 %. Horizontal airflow fans (HAF) dapat diinstalasikan untuk mengatur pertukaran udara dan menjaga kelembaban media (Maryland Cooperative Extension, 2000). Pencahayaan Menurut Pan American Seed (2005) pencahayaan optimal untuk tanaman dalam greenhouse berkisar pada 4 000-6 000 fc (foot candle) atau 40 00060 000 lux. Pencahayaan lebih dari 7 000 fc dapat menghambat pertumbuhan tinggi tanaman. Menurut Highsun Express (2008), cahaya yang dibutuhkan lisianthus berkisar pada 32 000-65 000 lux. Fox (1999) mengemukakan bahwa lisianthus memerlukan pemeliharaan yang cukup intensif. Benih lisianthus dikecambahkan di tempat yang terhindar dari sinar matahari langsung. Lisianthus merupakan tanaman hari panjang yang membutuhkan penyinaran selama 16 jam untuk menghasilkan bunga. High intensity discharge (HID) dapat digunakan untuk mengontrol intensitas cahaya dan panjang hari yang diinginkan. Penyinaran tambahan mampu memperkuat dan memperpanjang batang tanaman. Penyinaran tambahan diberikan dengan menggunakan lampu pijar 100 watt yang digantung tiap jarak 3 m dan 3 m tingginya dari tanaman, penyinaran dapat dilakukan selama ± 4 jam secara kontinu (Maryland Cooperative Extension, 2000). Nutrisi Lisianthus cocok ditanam pada tanah yang memiliki pH 6.3-7 dan suhu tanah minimal 15 °C. Pupuk dasar NPK diberikan pada awal penanaman dengan perbandingan 8:3.5:6.5 sebanyak 5 kg/100 m2. Lisianthus tumbuh baik pada media yang mengandung kalsium tinggi dan fosfor yang cukup (Highsun Express, 2008). Demas (2009) menyatakan bahwa persiapan lahan budidaya lisianthus di Bali Rose menggunakan pupuk dasar NPK 16-16-16 dengan dosis 40 g/m2 dan SP-36 dengan dosis 40 g/m2 yang diberikan 3 hari sebelum tanam. 7 Menurut Maryland Cooperative Extension (2000), akar tanaman lisianthus rentan dan mudah rusak apabila terkena garam terlarut dengan konsentrasi tinggi pada awal pertumbuhan bibit. Penggunaan pupuk slow release diaplikasikan 3 bulan sekali setelah penanaman. Komposisi pemberian nitrogen harus sama dengan potasium, misalnya pupuk 15-0-15. Suplemen kalsium dibutuhkan apabila tanah kekurangan unsur Ca. Saat inisiasi pembungaan berlangsung, pemberian nitrogen dikurangi sedangkan potasium ditambahkan. Menurut Ohta et al. (2004), pemberian 1 % (mg/g) chitosan pada media tanam tanah mampu mempercepat pertumbuhan bibit dan meningkatkan kualitas bunga. Bobot basah dan kering dari pucuk dan akar tanaman, jumlah buku, bobot bunga potong, dan jumlah bunga meningkat pada perlakuan media yang mengandung chitosan atau tryptone. Waktu pembungaan pertama dapat dipercepat melalui perlakuan media yang mengandung chitosan, tryptone, casein, dan collagen. Budidaya Tanaman Lisianthus Penyemaian dan Pembibitan Benih lisianthus disemai dalam tray atau wadah pengecambahan yang steril. Media persemaian yang digunakan adalah cocopeat, white sphagnum peat atau bahan yang mudah menyerap dan menyimpan air. Media persemaian disiram larutan fungisida untuk mengurangi persentase benih tidak tumbuh. Penyiraman benih dilakukan untuk membantu proses imbibisi benih dan mencegah kekeringan. Benih yang vigornya baik umumnya berkecambah pada umur 2-3 minggu setelah semai (Demas, 2009). Transplanting merupakan proses pemindahan tanaman yang bertujuan untuk mengurangi kematian bibit dan menyeragamkan kondisi tanaman di lapang. Menurut Demas (2009), transplanting dilakukan dengan menyeleksi bibit yang telah memiliki 6-8 daun untuk ditanam pada tray yang ukuran lubangnya lebih besar. Sebelum ditanam ke lapang, bibit lisianthus dapat diproteksi dengan 8 fungisida berbahan aktif propamocarb hidrochloride 722 g/l dengan dosis 0.3 ml/l. Persiapan Lahan Sebelum penanaman, perlu dilakukan persiapan lahan, pembuatan bedengan dan sterilisasi lahan untuk menghindari serangan nematoda, misalnya dengan memberikan Dazomet 98 %. Media tanam yang digunakan yaitu tanah, kompos, pupuk kandang, dan campuran cocopeat. Pasir dapat digunakan karena memiliki sedikit ruang udara sehingga oksigen dan nutrisi lebih banyak tersimpan. Seminggu sebelum penanaman, lahan diproteksi dengan herbisida pratumbuh oksifluorfen 240 g/l sebanyak 1 ml/l. Herbisida membentuk lapisan transparan di atas permukaan tanah yang diharapkan mampu menekan laju pertumbuhan gulma (Fox, 1998). Penanaman Jarak tanam dapat dibuat dengan bantuan net penyangga atau supporting net yang dijadikan acuan jarak tanam untuk mempermudah penanaman. Supporting net berupa jaring dari tali tambang plastik agar tidak rebah. Panjang dan lebar supporting net disesuaikan dengan panjang bedeng. Agar kualitas batang baik, maka digunakan net penyangga ganda berukuran 15 cm x 15 cm atau 15 cm x 20 cm (Harbaugh, 1997). Penanaman harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak bagian akar. Akar yang rusak mengakibatkan pertumbuhan lambat, tertundanya pendewasaan, dan kematian (Highsun Express, 2008). Irigasi Air sangat mempengaruhi pertumbuhan lisianthus terutama pada awal penanaman. Semakin rendah suhu dan intensitas cahaya, semakin sedikit air yang diperlukan. Kondisi media tanah yang kering menyebabkan tanaman layu, inisiasi bunga dini, dan menghasilkan batang yang lebih pendek dan lemah sehingga pertanaman terlihat kurang merata. Penyiraman dilakukan hingga kondisi tanah basah dan tidak berdebu. Tahap awal pertumbuhan bibit mempengaruhi keserempakan pertumbuhan tanaman (Highsun Express, 2008). 9 Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh Pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Interaksi antara ZPT eksogen dan endogen merupakan perimbangan yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pemberian zat pengatur tumbuh dilakukan untuk merangsang tanaman ke arah pertumbuhan yang diinginkan. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa hormon giberelin (GA) merupakan hormon perangsang pertumbuhan tanaman yang diperoleh dari Gibberella fujikuroi atau Fusarium moniliforme. Aplikasi giberelin bertujuan untuk memacu munculnya bunga dan meningkatkan keserempakan pembungaan. Fungsi hormon giberelin yaitu mematahkan dormansi dengan cara mempercepat proses pembelahan sel sehingga tanaman dapat tumbuh normal dan merangsang morfogenesis, pemanjangan dan pembesaran sel, dan inisiasi tunas samping. Aplikasi giberelin diperlukan untuk menginduksi pemanjangan batang pada tanaman lisianthus yang roset (Maryland Cooperative Extension, 2000). Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Hama pada persemaian adalah lalat bibit (Agromyza phaseoli) dan larva Fungus gnat yang menghisap cairan daun sehingga mengakibatkan bibit mati. Hama lain adalah serangga, kutu daun, leaf miner, larva lepidoptera, thrips, dan whitefly (Highsun Express, 2008). Hama utama lisianthus dalam greenhouse adalah Silverleaf whitefly (Bemisia argentifolia) dan Greenhouse whitefly (Trialeurodes vaporariorum). Seluruh siklus hidup whitefly berlangsung di bawah permukaan daun dengan gejala yang ditimbulkan yaitu warna daun berubah menjadi kuning. Pengendalian hama ini dapat dilakukan secara biologis menggunakan tawon, parasitoid whitefly dan pengendalian secara kimiawi dengan pestisida (McGovern, 2008). Thrips menyerang bunga, daun, dan pucuk baru dengan memotong dan menghisap yang mengakibatkan rusaknya bunga, daun, maupun pucuk yang baru terbentuk. Thrips biasanya meninggalkan jejak berupa lintasan ataupun bintik berwarna keperakan pada helai daun yang diserang. Pengendalian thrips dilakukan secara biologis dengan menggunakan kutu predator Amblyseius cucumerias dan 10 Amblyseius degenerans (Maryland Cooperative Extension, 2000). Pengendalian hama dapat dilakukan dengan kertas perangkap serangga atau yellow trap yang dipasang di sekeliling tanaman. Penyemprotan pestisida yang tepat sesuai dosis anjuran,yaitu insektisida yang mengandung bahan aktif abamektin 18.4 g/l dengan konsentrasi 0.1 ml/l untuk pengendalian lalat bibit. Menurut Mc Govern (2008), penyakit pada lisianthus disebabkan oleh fungi dan virus. Penyakit dan fungi yang menyebabkan penyakit adalah hawar botrytis (Botrytis cinerea Pers.:Fr), bercak daun cercospora (Cercospora eustomae Peck), curvularia leaf blotch (Curvularia sp.), downy mildew (Peronospora chlorae deBary), busuk batang fusarium (Fusarium solani (Mart.) Sacc. dan Fusarium avenaceum, layu fusarium (Fusarium oxysporum (Schlechtend):Fr.), bercak daun phyllosticta (Phyllosticta sp.), busuk akar phytium (Pythium sp.), busuk batang rhizoctonia (Rhizoctonia solani Kühn), dan hawar batang sclerophoma (Sclerophoma eustomis Taubenhaus & Ezekiel). Lisianthus sangat rentan terkena serangan penyakit pada saat tanaman masih muda. Akar bibit tanaman muda berkembang lambat dan sangat sensitif terhadap serangan busuk akar. Virus dapat merusak dengan risiko serangan infeksi lebih tinggi bila lisianthus ditanam bersamaan dengan tanaman lainnya (Maryland Cooperative Extension, 2000). Penyakit akibat virus yang menyebabkan penyakit pada lisianthus yakni bean yellow mosaic (Bean yellow mosaic virus / BYMV), cucumber mosaic (Cucumber mosaic virus / CMV), impatiens necrotic spot (Impatiens necrotic spot virus / INSV), nekrosis lisianthus (Lisianthus necrosis virus / LNV), Iris Yellow Spot (Iris Yellow Spot Virus / IYSV), dan tobacco mosaic (Tobacco mosaic virus / TMV). Pengendalian gulma dapat menggunakan mulsa plastik, mulsa organik, dan herbisida non selektif. Penanaman tanaman penutup tanah seperti kacangkacangan mampu memperbaiki struktur tanah karena ketersediaan nitrogen didalamnya. Gulma yang sering muncul adalah lumut yang menghalangi penyerapan air dan larutan pupuk ke dalam media. Lumut dapat dikeruk menggunakan bantuan tusuk gigi (Mc Govern, 2008). 11 Panen dan Pascapanen Menurut Fox (1998), lisianthus tumbuh lebih cepat, besar, dan tinggi pada musim hujan karena akumulasi karbohidrat sebahgai energi untuk tumbuh lebih banyak. Bunga lisianthus dapat dipanen pada 12-15 MST pada kondisi yang optimum. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari saat kadar gula tertinggi dan bunga mekar bersamaan. Standar khusus lisianthus sebagai bunga potong yaitu tinggi tanaman yang diukur dari pangkal batang hingga ujung tanaman dan jumlah bunga mekar. Tinggi tanaman yang menjadi syarat adalah 70 cm dengan minimal dua bunga kembar yang mekar. Lisianthus memiliki dua jenis mahkota, yaitu mahkota tunggal dan mahkota tumpuk. Bunga mahkota tumpuk memiliki 10-20 helai mahkota, sedangkan bunga mahkota tunggal memiliki jumlah mahkota yang sedikit dan tersusun menjadi satu lapis (Maryland Cooperative Extension, 2000). Pasar bunga Eropa dan Jepang lebih menyukai bunga mahkota tunggal. Sementara pasar Amerika lebih menyukai varietas bunga mahkota tumpuk. Warna bunga lisianthus yang diminati di pasar Eropa adalah biru tua, sementara di pasar Jepang didominasi bunga berwarna ganda yaitu putih dengan semburat biru (Highsun Express, 2008). Periode pembungaan dari bunga pertama ke bunga kedua lebih lama. Waktu dari pemanenan pertama dan kedua adalah 3-4 bulan. Bunga hasil panen kedua memiliki kualitas yang lebih rendah dari hasil pemanenan pertama, batang yang lebih pendek dan bunga lebih sedikit per tangkainya (Yulianingsih, 2004). Daya tahan bunga setelah panen atau vase life mencerminkan salah satu nilai dari kualitas bunga yang dapat ditawarkan pihak produsen kepada konsumen. Perlakuan setelah panen pada lisianthus yaitu pulsing selama 24 jam dengan larutan mengandung sukrosa, asam sitrat (300 ppm) atau 8-hydroxquinoline sitrat (250 ppm). Setelah pulsing, bunga dibungkus kertas koran dan polyethylene, kemudian disusun dalam kotak, dan dipertahankan suhunya pada 2 °C selama perjalanan. Perlakuan pulsing menggunakan larutan gula mampu meningkatkan kesegaran dan pemekaran kuncup bunga. 12 Umur kesegaran bunga merupakan komponen utama penentu kualitas lisianthus. Masa kesegaran bunga dihitung sejak bunga dipanen hingga menjadi layu. Bunga menjadi layu akibat perubahan sifat elastis dan menurunnya tegangan turgor. Vase life lisianthus mampu mencapai 9-16 hari (Maryland Cooperative Extension, 2000). Menurut Boodley (1998), bahan kimia yang efektif sebagai larutan preservatif bunga potong adalah 8-hydroxyquinoline sulfate (8-HQS) dan 8-hydroxyquinoline citrate (8-HQC). Sementara menurut Maryland Cooperative Extension (2000),perlakuan pendinginan hingga 13.°C.(55.°F) sebelum pengiriman untuk mempertahankan kualitas bunga agar tidak mudah layu akibat suhu lingkungan yang tinggi. Penanganan pascapanen lainnya untuk bunga potong adalah dengan memotong kembali tangkai bunga dan menempatkannya pada air hangat dengan pH 3.5 dan suhu 18-24 °C (65-75 °F).