Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 soy protein ( KPK:1,28) And kasein ( 1,23), highest value NPR is baby mush ( 0,13) while value Dt ( protein / casein 1,36) and Da for all protein type tried much the same to Keyword : Protein quality, Growth gained body. ANALISIS KUALITAS PROTEIN BUBUR BAYI, KONSENTRAT PROTEIN KEDELAI, REBON DAN KASEIN TERHADAP PERTAMBAHAN BERAT BADAN TIKUS PERCOBAAAN. Anna Henny Talahatu* ABSTRAK ABSTRACT Mutu protein dinilai berdasarkan kecepatan pertumbuhan yang terjadi setelah mengkonsumsi dan mencerna sesuatu protein dan jumlah nitrogen yang diserap atau digunakan oleh tubuh. Protein lengkap dapat menjamin berlangsungnya pertumbuhan tubuh dengan baik dan dapat memelihara atau mengganti jaringan-jaingan tubuh yang rusak sedangkan protein yang tidak lengkap walaupun tidak dapat menjamin pertumbuhan tetapi mampu untuk memelihara jaringan-jaringan tubuh. Untuk mengetahui makanan sumber protein berkualitas tinggi dapat dilihat dari nilai indikator-indikator kualitas protein antara lain Protein Efficiency Ratio (PER), Biological Value (BV), Net Protein Utilization (NPU), Net Protein Ratio (NPR), True Digestibility (Dt) dan Apparent Digestibility (Da). Disain penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan menggunakan tikus percobaan dengan indikator adanya pertambahan berat badan serta kualitas protein pada beberapa makanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan berat badan (8,5 gr) tikus yang paling besar adalah tikus yang diberi bubur bayi dalam dietnya, adapun penurunan berat badan (-2,4 gr) tikus yang diberi konsentrat protein kedelai (KPK) dalam dietnya. Selanjutnya dari penilaian mutu protein diketahui bahwa nilai PER yang tertinggi adalah bubur bayi (10.03), nilai BV yang tertinggi adalah konsentrat protein kedelai Quality of protein assessed by pursuant to growth speed that happened after consuming and digesting something protein and sum up the absorbent nitrogen or used by body. Complete protein can guarantee to take place body growth better and can look after or change the jaringan-jaingan gangrene while incomplete protein although cannot guarantee the growth but able to to look after the body network. To know the high protein source food with quality [is] visible from value of indicator of protein quality for example Protein of Efficiency Ratio ( PER), Biological Value ( BV), Net of Protein Utilization ( NPU), Net of Protein Ratio ( NPR), True Digestibility ( Dt) And Apparent Digestibility ( Da). Design the research developed in this research is experiment by using attempt mouse with the indicator of[is existence of heavy accretion [of] body and also protein quality of some food. Result of research indicate that the heavy accretion mean of body ( 8,5 gr) biggest mouse gave by the baby mush in its diet, as for heavy degradation of body (- 2,4 gr) mouse gave the konsentrat of soy protein ( KPK) in its diet. Hereinafter from assessment of quality of protein known that the value of PER highest is baby mush ( 10.03), highest value BV is consentrat of soy protein ( KPK:0,99), assess the highest NPU is consentrat of 1414 Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 (KPK:0,99), nilai NPU yang tertinggi adalah konsentrat protein kedelai (KPK:1,28) dan kasein (1,23), nilai NPR yang tertinggi adalah bubur bayi (0,13) sedangkan nilai Dt (protein/casein 1,36) dan Da untuk semua jenis protein yang dicobakan hampir sama. Keyword: Kualitas protein, Pertambahan berat badan. Kualitas protein menunjukkan Seiring dengan perkembangan ilmu gizi terutama gizi pertanian, ahli-ahli gizi pertanian sering dihadapkan kepada penentuan bahan makanan yang tinggi belum menjamin mutunya tinggi pula. Oleh karena itu perlu dilihat mutunya melalui percobaan pada binatang (Sibarani, nitrogen non esensial dan asam amino 1986). Perbedaan kualitas protein Beberapa dapat diperoleh dengan mengetahui skor protein biological value utilization. efficiency dan net mempelajari pertumbuhan pemeliharaan. pertumbuhan bahkan berbahaya terlebih jika diiringi dengan defisiensi energi. menjadi subjek yang dipertimbangkan Mengingat pentingnya protein bagi defisiensi tubuh manusia maka perlu diperhatikan protein telah tersebar luas, dan menjadi asupan protein ke dalam tubuh sehingga dalam dalam hal ini makanan yang dikonsumsi treatmen malnutrisi dengan diet kaya protein. Sebagaimana menimbulkan penyakit yang sangat telah dinilai. Penentuan kualitas protein menarik dan terganggunya diuji dan kebutuhan protein manusia yang kualitas Kekurangan protein dapat menyebabkan antara asupan energi dan protein telah pertimbangan ini bagi tubuh manusia terutama untuk keseimbangan bahwa saat diketahui bahwa protein sangat penting Pada akhir tahun 1960an hubungan anggapan bahwa nutrisi bagi manusia. untuk nitrogen atau pertumbuhan tikus. dengan pada protein sangat penting dalam masalah menentukan kualitas protein didasarkan pada peneliti mempertimbangkan ratio, protein Metodologi makanan bahan baru. Kandungan protein suatu kebutuhan gizi hewan dan manusia akan kimia, protein campuran baru atau varietas-varietas kemampuan protein untuk memenuhi esensial. mutu sebaiknya Selama periode ini banyak adalah protein dengan kualitas tinggi yaitu protein yang dapat peneliti berorientasi kepada penemuan- mensuplai asam amino yang dibutuhkan penemuan sumber protein baru dan oleh tubuh. Untuk mengetahui makanan mengembangkan teknik mengevaluasi sumber protein berkualitas tinggi dapat kualitas protein. 1414 Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 dilihat dari nilai indikator-indikator Tujuan Khusus kualitas protein antara lain Protein 1. Untuk Efficiency Ratio (PER), Biological atau Value (BV), Net Protein Utilization (Dt) dan pertimbangan badan tikus secara 2. Menghitung nilai indikator-indikator Apparent kualitas protein antara lain Protein Digestibility (Da) dan lain-lain. Berdasarkan berat pertumbuhan kontinyu pada tiap perlakuan. (NPU), Net Protein Ratio (NPR), True Digestibility mengetahui Efficiency Ratio (PER), Biological besarnya Value (BV), Net Protein Utilization peranan protein bagi manusia dan (NPU), Net Protein Ratio (NPR), pentingnya True Digestibility (Dt) dan Apparent mengetahui makanan sumber protein berkualitas tinggi maka Digestibility (Da). perlu dilakukan pengenalan penentuan kualitas protein bagi ahli gizi. Oleh sebab itu dilakukan percobaan sebagai METODE PENELITIAN salah satu upaya mewujudkan hal Tempat dan Waktu tersebut, yang dilakukan menggunakan hewan percobaan yaitu tikus. Dengan Pelaksanaan penelitian dilakukan pada menggunakan tikus percobaan dapat dihitung Protein Efficiency awal bulan November sampai akhir Ratio Desember 2006. Dilakukan di ruang (PER), Biological Value (BV), Net Percobaan Protein Utilization (NPU), Net Protein laboratorium Ratio (NPR), True Digestibility (Dt) dan Hewan lantai analisis III kimia dan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Apparent Digestibility (Da) dan lain- Institut Pertanian Bogor. lain. Desain Percobaan Tujuan Penelitian Desain Tujuan Umum percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Tujuan umum dari percobaan ini adalah (RAK) dengan unit percobaan tikus untuk mengetahui kualitas potein bubur yang diberi perlakuan sebagai berikut : bayi, konsentrat protein kedelai, rebon Po = Ransum Standar Kasein dan kasein. P1 = Ransum Non protein P2 = Ransum KPK 1414 Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 P3 = Ransum Rebon P4 = Ransum Bubur bayi Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam percobaan Masing-masing perlakuan terdiri dari 3 ini adalah: ekor tikus. Pembagian tikus ke dalam 1. Untuk perlakuan hewan percobaan: perlakuan dilakukan secara acak Setiap a) Ransum diberikan secara ad kelompok diberi ransum sesuai dengan perlakuan yang telah libitum dengan komposisi : ditentukan. Pemberian ransum percobaan dilakukan selama 10 hari. Tabel 3. Komposisi ransum yang dianjurkan untuk penentuan PER (AOAC, 1984) Bahan-bahan campuran Jumlah (%) Sampel (Sumber Protein)* X = (1,6 x 100)/ % N sample Minyak Jagung 8 - [(X x % kadar lemak) / 100] Campuran mineral 5 - [(X x % kadar abu) / 100] Campuran vitamin 1% Sellulosa 1% - [(X x % kadar serat kasar) / 100] Air 5 - [(X x % kadar air) / 100] Pati jagung Untuk membuat 100% Ransum ini mengandung 10% protein Tabel 4. Komposisi ransum tikus untuk masing-masing perlakuan Bahan (gr) Perlakuan Bubur Bayi Kasein KPK Rebon Non Casein - 4,34 - - - Tepung KPK - - 9,48 - - protein Tepung rebon - - - 9,48 - Bubur bayi 24,56 - - - - Mazola 1,65 2,99 1,75 2,79 3,03 Mineral mix 1,06 1,86 1,80 -1,53 1,89 Selulosa -0,28 0,38 -0,34 0,38 0,38 Vitamin 0,38 0,38 0,38 0,38 0,38 Maizena 8,63 26,05 22,93 24,49 30,32 1414 Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 Air 1,89 1,89 1,89 1,89 1,89 Air tambahan 22,11 22,11 22,11 22,11 22,11 Jumlah ransum basah 60,0 60,0 60,0 60,0 60,0 2. 3. b) Air minum secara ad libitum Data yang diperoleh yaitu data berat c) Tikus jantan jenis Wistar setelah badan tikus, konsumsi protein, kadar umur sapih (umur tiga minggu), nitrogen dari intik ransum, kadar dengan jumlah 15 ekor ( 3 ekor/ nitrogen dari feses dan kadar nitrogen perlakuan). dari urin. Pengamatan terhadap berat Bahan untuk analisa protein feses badan tikus dilakukan dua hari sekali (I, dan urin: CuSO4 dan KmnO4 (1:9), II, III dan IV). H2SO4 pekat, Selenium mix, NaOH diperoleh dari pengamatan ransum yang 40%, HCl standar, H3BO3 3%, dimakan tiap hari dikali dengan persen Indikator metil merah kandungan Peralatan yang digunakan dalam ransum. percobaan adalah : protein pada tiap-tiap Kandungan nitrogen intik diperoleh dari jumlah protein yang a. Untuk perlakuan hewan: kandang dengan Konsumsi protein memenuhi dikonsumsi selama 10 hari dibagi syarat dengan faktor konversi protein nitrogen. kesehatan dan keamanan, tempat Kandungan nitrogen feses dan urin makanan/ransum, selama 10 hari dianalisis menggunakan tempat minuman, tempat untuk feses, metode semi mikro Kjeldahl.. tempat untuk air kencing/urin, timbangan analitik, Oven, Prinsip Percobaan cawan, kom adonan, sendok/ Percobaan pengaduk. menggunakan metode bioassay. Dengan b. Untuk analisa protein feses dan urin: labu Kjeldahl, dilakukan dengan persiapan fisik seperti mempersiapkan labu tikus, persiapan makanan seperti Destilasi, erlenmeyer 100 ml, ransum dan minuman baik standar buret, magnetic stirer, labu takar maupun kontrol, melakukan percobaan 100 ml. dan perhitungan seperti berat badan, sisa ransum, kadar air, feses, urin Jenis data kemudian ditentukan 1414 nilai PER, BV, Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 NPU, NPR, Dt dan Da sesuai dengan 2. Minuman dipersiapkan dalam rumusnya. botol secara ad libitum dan dicek setiap hari (jangan sampai kehabisan). Tahapan Pelaksanaan Penelitian Sebanyak 15 ekor. Pembagian tikus ke 3. Penimbangan dan analisis kadar dalam perlakuan dilakukan dengan air terhadap ransum awal dan mengelompokkan sisa ransum dengan metode tikus berdasarkan oven. berat badan (BB), kemudian secara acak 4. Berat badan tikus dilakukan dikelompokkan kedalam masing-masing perlakuan perlakuan (5 perlakuan), dengan penimbangan setiap dua hari yaitu ransum sekali selama perlakuan. kasein, 5. Setelah perlakuan semua selesai ransum non protein, ransum protein dari rebon, ransum konsentrat dilakukan penimbangan feses protein dan urin. kedelai, dan ransum bubur bayi. Untuk penyesuaian (masa adaptasi), 6. Analisis dan penghitungan PER, tikus BV. NPU, NPR, Dt dan Da. diberi ransum standar selama 3 hari dengan ransum standar kasein sebagai sumber protein, setelah masa adaptasi Perhitungan dan analisis data tiap kelompok perlakuan diberi ransum Perhitungan sesuai Nitrogen perlakuan selama 10 hari. Pemberian makanan dilakukan setiap konsumsi protein dan 1. Menghitung berat ransum awal hari secara ad libitum. dan sisa pada tiap-tiap perlakuan 1. Membuat ransum, sesuai dengan ransum komposisi perlakuan yaitu : 2. Menghitung kadar air ransum bahan-bahan ditimbang sesuai awal dan ransum sisa pada hari dengan ukuran masing-masing berikutnya kemudian menggunakan dicampur semua bahan secara homogen hingga kalis. Setelah ditimbang dan itu dengan metode oven biasa (pemanasan langsung) ransum 3. Berat Net awal diperoleh dari dimasukkan berat ransum awal dikali berat dalam tempat makan tikus. kadar air ransum awal sedangkan berat Net ransum sisa 1414 Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 diperoleh dari berat ransum sisa 5. jumlah intik protein tikus dikali berat kadar air ransum diperoleh dari berat intik ransum sisa dikali kandungan protein ransum 4. Ransum yang dimakan tikus 6. Jumlah intik dari nitrogen tikus jumlah intik merupakan selisih berat Net diperoleh ransum awal dikurangi berat Net protein ransum sisa. konversi nitrogen protein tikus dibagi faktor Analisis Kandungan Nitrogen feses dan urin metode protein Kjeldahl : ditimbang feses dan urin tikus ± 0.2 gram dalam labu Kjeldahl ditambahkan ½ sudip selenuim mix dan 7 ml H2SO4 pekat dipanaskan sampai terjadi larutan jernih kehijauan dan uap SO2 hilang dipindahkan larutan kedalam labu ukur 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera dipipet 100 ml ke dalam labu destilasi + 10 ml NaOH 10% disulingkan . didestilasi sampai uap destilat tidak bereaksi basa lagi ujung kondensor dibilas dengan aquades Larutan asam borat dititrasi dengan HCl standar dengan menggunakan metil merah sebagai indikator 1414 Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 PER = Kenaikan berat tikus (g)/ Jumlah protein yang dikonsumsi Determinasi dari PER yaitu untuk Menghitung % N urin dan % N feses mengukur dengan menggunakan rumus: binatang, pertumbuhan yang pada diformulasikan dengan penghitungan berat badan % total N = (ml HCl) x N x faktor pengenceran x 14 dengan protein yang dikonsumsi. x 100% Keuntungan dengan menggunakan Mg bobot metode ini adalah hanya dengan contoh menggunakan alat/kandang mudah, tempat makan/ ransum, botol air Analisis mutu protein yang digunakan minum, keseimbangan lingkungan, adalah Ratio, sehingga cara ini sangat sederhana, Protein Efficiency Biological Value, Net Protein mudah, murah, dan efektif dan Utilization, Net Protein Ratio, efisien. Kelemahan metode ini yaitu Digestibiity dan Digestibiity True. hanya secara langsung menghitung secara total dan tidak bisa Penilaian Kualitas Protein membedakan berat badan yang Ada beberapa cara untuk menilai mutu dicapai sebagai lemak atau tanpa suatu protein, antara lain sebagai berikut lemak (lean body mass) (Sibarani, : 1986). 1. Protein Efficiency Ratio (PER) Yaitu perbandingan antara kenaikan 2. Biological Value (BV) berat badan dengan jumlah protein Yaitu banyaknya persentase protein yang dimakan. yang diserap tubuh yang dapat Penentuan ini biasanya dilakukan pada tikus yang digunakan masih jaringan. tumbuh. Prinsip dari untuk membentuk Kalau protein (N) yang penentuan PER adalah menganggap diserap tubuh bahwa semua protein yang dimakan digunakan digunakan jaringan (pertumbuhan) dikatakan nilai untuk pertumbuhan. (Anwar,1985). adalah 1414 seluruhnya dapat untuk 100. membentuk biologi Semakin maka protein kecil Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 persentase nitrogen yang digunakan Penilaian NPU adalah suatu cara untuk membentuk jaringan maka penilaian yang paling memuaskan semakin rendah nilai biologinya. karena mencakup nilai biologi dan Percobaan untuk menentukan nilai nilai cerna. Namun demikian untuk biologi protein dapat dilakukan pada penilaian mutu protein bagi bahan binatang percobaan yang masih pangan muda Konsep NPU sangat penting dalam dan masih dalam fase pertumbuhan. (Anwar,1985). BV = tungga (Anwar,1985). pertanian dalam hal mutu pangan, {N Konsumsi - (N kemampuannya ditahan, untuk Feses Protein - N mengetahui cara yang paling murah Feses Non Protein) - untuk mendapatkan daging unggas (N Urin Protein - N yang banyak dan lain-lain (Sibarani, Urin Non Protein)}/ 1986). N Konsumsi - (N Feses Protein - N 4. Net Protein Ratio (NPR) Feses Non Protein) NPR hampir sama dengan PER, hanya saja dalam NPR mencakup 3. Net Protein Utilization (NPU) Merupakan dari dari kelompok diet non protein. pengukuran nilai gizi protein, yaitu Dalam hal ini, kualitas protein untuk perbandingan pertumbuhan dan kebutuhan untuk nitrogen cara pengukuran berat badan yang hilang lain antara yang banyaknya ditahan tubuh pemeliharaan dapat ditentukan. terhadap banyaknya nitrogen yang NPR disamping NPU merupakan dikonsumsi. NPU meliputi nilai metode pengukuran two dose yaitu cerna dan nilai biologi sesuatu uji protein. protein, nol dan jumlah tertentu. Jumlah nitrogen yang protein dengan dua kadar ditahan tubuh dapat dihitung dengan NPR = {Pertambahan berat menganalisis (protein) + Penurunan berat menganalisis karkas kadar air atau hewan (non protein) / percobaan. (Anwar,1985). Konsumsi NPU = N ditahan / N konsumsi protein pada kelompok protein 1414 Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 5. True Digestibility (Dt) tikus Merupakan terhadap perhitungan kemampuan yang diberi protein (tidak ada diet non koreksi). protein Sebagai akibat dari tidak adanya dicerna dengan koreksi tersebut, biasanya nilai mempertimbangkan nitrogen Da lebih kecil dibandingkan untuk yang hilang melalui feses dari tikus yang diberi diet nilai Dt. non Dt = (N konsumsi-N feses) / N protein (sebagai koreksi). konsumsi Dt = {N konsumsi-(N feses protein-N feses non protein)}/ N HASIL DAN PEMBAHASAN konsumsi Perubahan Berat Badan Tikus 6. Apperent Digestibility (Da) Merupakan terhadap Setelah melakukan percobaan dengan perhitungan protein berbeda pada tikus-tikus percobaan dicerna tanpa selama 10 hari, diperoleh perubahan mempertimbangkan nitrogen untuk kemampuan memberikan perlakuan makanan yang berat yang hilang melalui feses dari badan tercantum tikus pada sebagaimana Tabel 5. Tabel 5. Perubahan Berat Badan Tikus Pada Setiap Perlakuan Perlakuan Penimbangan Hari Ke- Non protein Bubur bayi Protein/kasein KPK Rebon I 63.77 56.37 39.9 49.6 53.57 II 59.7 62.3 42.97 45.17 59.9 III 58.4 71.07 46.23 43.8 62.17 IV 56.57 81.53 50.63 42.73 64.57 -2.40 8.39 3.58 -2.29 3.67 Rata-rata Pertambahan Berat Badan 1414 Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 Dari Tabel 5, dapat diketahui bahwa nutrisi berat badan tikus yang diberi ransum berpengaruh positif pada pertambahan tanpa protein (non protein) dan KPK berat badan tikus. Selain itu faktor lain mengalami penurunan masing-masing yang sebesar 2,40 gr dan 2,29 gr, sedangkan pertambahan berat badan tikus dengan ransum bubur kecernaan bayi, kasein, dan rebon masing-masing jumlah ransum yang dimakan oleh tikus mengalami peningkatan sebesar 8,39 gr, menyebabkan peningkatan kecepatan 3,58 gr, dan 3,67 gr. Peningkatan berat laju alir pencernaan (ingesta). Ingesta badan tertinggi terjadi pada tikus yang tersebut akan bereaksi dengan enzim diberi perlakuan bubur bayi yaitu pencernaan dalam waktu yang relatif sebesar 8,39 gr. Dalam perlakuan bubur lebih bayi, digunakan penurunan kecernaan ( Mc Donald, merupakan campuran dari tiga rasa 1973). Hal inilah yang kemungkinan yaitu sayur-sayuran, tim ayam dan sup menyebabkan penurunan berat badan ikan sayur. Sehingga kandungan gizinya tikus cukup dan lebih beragam. Hal ini sesuai Peningkatan berat badan tikus pada tiap dengan pernyataan Roger (1979) bahwa perlakuan dapat dilihat pada grafik kriteria lain untuk pertumbuhan dan pertambahan berat badan tikus di bawah perkembangan tikus adanya kecukupan ini (Gambar 2). bubur bayi yang dalam ransum sehingga mempengaruhi berat badan makanan. singkat, yang dalam Peningkatan sehingga diberi ransum Berat Badan (gr) Pertambahan Berat Badan Tikus 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Non protein Bubur bayi Protein/casein KPK Rebon I II III Penimbangan ke- 1414 IV adalah terjadi KPK. Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 Gambar 2. Grafik pertambahan berat badan tikus Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) kecepatan pertumbuhan tikus Hasil Analisis Penilaian Kualitas sebesar 5 gr/hari. Dengan demikian dari Protein hasil percobaan hanya perlakuan bubur Protein Efficiency Ratio (PER) bayi yang memenuhi standar tersebut. Penilaian Adanya perbedaan peningkatan berat pertambahan badan tikus kemungkinan dipengaruhi terhadap jumlah intik nitrogen melalui oleh kesukaan terhadap ransum yang Protein Efficiency Ratio. Perhitungan diberikan dan nafsu makan tikus. terhadap peningkatan berat badan tikus Dengan sedikitnya konsumsi ransum, selama akan mengakibatkan cadangan energi dibandingkan dengan jumlah protein serta pembentukan sel-sel tubuh tikus yang dikonsumsi dari ransu tersebut cenderung menggambarkan lebih sedikit sehingga mutu protein dari berat badan kenaikan perlakuan tertentu ukuran PER dan atau pertambahan berat badan tikus menjadi protein efficiency ratio. Berdasarkan lebih rendah. Hal ini jelas terlihat pada hasil percobaan nilai PER tertinggi tikus yang diberi ransum KPK. terdapat pada bubur bayi yaitu 10,03 ; Protein Kedelai (KPK) protein/casein 7,04 ; dan rebon 6,37. merupakan hasil dari ekstraksi kedelai Sementara nilai PER pada KPK tidak yang terlalu jauh berbeda dengan nilai PER Konsentrat dalam menggunakan proses pelarut pembuatannya lemak yang pada non protein. Nilai PER pada KPK merupakan bahan kimia. Bahan kimia cenderung yang biasa digunakan dalam proses diperoleh ekstraksi ini adalah pelarut heksan kedelai, dimana sebagian besar protein (etanol). Pelarut ini meninggalkan bau tidak larut dalam kondisi tersebut, yang sangat menyengat sehingga dapat karena penggunaan larutan asam pada menurunkan nafsu makan tikus. Oleh pH karenanya, nafsu makan yang rendah ini pembukaan akan menurunkan konsumsi makan agregasi, tikus percobaan sehingga tidak terjadi fungsional. perubahan berat badan yang signifikan bahkan cenderung menurun. 1414 rendah melalui isoelektrik karena KPK ekstraksi tepung dapat lipatan dan mengurangi (unfolding), kehilangan sifat Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 Tabel 6. Nilai PER Setiap Perlakuan Perlakuan Nett Protein Ratio (NPR) Nilai PER Non Protein -7.37 Perhitungan NPR sama dengan PER, Bubur bayi 10.03 tetapi dalam perhitungan NPR tercakup Protein/Casein 7.04 pengukuran kehilangan berat badan KPK -3.64 tikus yang diberi diet non protein. Rebon 6.37 Berdasarkan percobaan yang dilakukan diperoleh hasil NPR seperti yang Berdasarkan teori, kasein merupakan tertulis pada Tabel 7. protein susu yang terpenting karena Tabel 7. Nilai NPR Setiap Perlakuan Perlakuan memiliki nilai PER 2.5, sehingga hasil Nilai NPR percobaan kasein sangat berbeda jauh. Non Protein - Demikian pula dengan protein rebon Bubur bayi 0.13 yang memiliki nilai PER yang sangat Protein/Casein 0.04 berbeda jauh dengan KPK -0.14 Rebon 0.04 teori protein hewani yang memilki nilai PER tinggi (Muchtadi, 1989). Akan tetapi berdasarkan hasil percobaan, nilai PER Nilai NPR paling tinggi adalah bubur tertinggi diperoleh dari perlakuan bubur bayi yaitu 0.43 sedangkan pada KPK bayi. Tingginya nilai PER disebabkan memiliki nilai NPR yang negatif yaitu - dalam komposisinya mengandung zat 0.14. Oleh sebab itu hasil percobaan ini gizi yang cukup dan beragam, salah telah sesuai dengan pernyataan Wolzak satunya adalah protein casein. Hal ini et al (1981) dalam Hudson (1983) mungkin terjadi adanya bahwa adanya korelasi positif yang kesalahan perhitungan, pengukuran tinggi antara nilai PER dan NPR bagi yang tidak teliti atau adanya gangguan kelompok pangan yang sama. Hal ini pada sehingga ditunjukkan oleh nilai PER dan NPR jumlah intik protein yang dikonsumsi bubur bayi yang tinggi. Adanya nilai lebih banyak digunakan untuk fungsi NPR yang negatif menunjukkan bahwa pemeliharaan daripada untuk fungsi tikus pertumbuhan. mengalami penurunan berat badan. metabolisme karena tikus 1414 yang mengkonsumsi KPK Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 Setelah Biological Value dan dilakukakan pengolahan terhadap data N konsumsi dan N feses Apparent Digestibility serta N urin baik dari kelompok tikus Perhitungan nilai BV ditentukan dengan diet non protein dan diet protein tertentu studi terhadap keseimbangan nitrogen maka diperoleh nilai NPU masing- dengan masing diet protein sebagaimana terlihat menggunakan tikus. Hasil perhitungan Biological Value dalam pada Tabel 9. percobaan ini disajikan dalam Tabel 8 berikut ini : Tabel 9. Nilai NPU Setiap Perlakuan Perlakuan Tabel 8. Nilai BV Setiap Perlakuan Perlakuan Nilai BV Nilai NPU Non Protein - Bubur bayi 1.08 Protein/Casein 1.23 Non Protein - Bubur bayi 0.89 KPK 1.28 Protein/Casein 0.90 Rebon 0.50 KPK 0.99 Rebon 0.58 Net Protein Utilization merupakan indikator dalam Berdasarkan pada Tabel 8 dapat terlihat protein dengan bahwa Biological Value yang tertinggi nitrogen yang diserap dengan intik terdapat pada ransum KPK dan terendah nitrogen. Berdasarkan hasil percobaan pada ransum rebon. KPK dengan nilai pada tikus maka NPU tertinggi yaitu BV yang paling tinggi menunjukkan pada KPK sebesar 1.28. Terlihat pula bahwa KPK mengandung asam amino- bahwa rebon memiliki nilai NPU yang asam lebih amino diabsorbsi yang oleh usus lebih mudah rendah menentukan mutu membandingkan dibandingkan dengan dengan baik ransum lainnya walaupun menurut teori dibandingkan dengan asam amino-asam bahwa mutu protein hewani lebih tinggi amino yang terdapat dalam protein dibandingkan mutu protein nabati. ransum lainnya. Berdasarkan hasil analisis data jumlah feses dan urin tikus pada tiap-tiap perlakuan ransum, terlihat bahwa urin Net Protein Utilization pada tikus dengan konsumsi rebon 1414 Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 memiliki proporsi yang tinggi merupakan salah satu produk perikanan dibandingkan dengan tikus yang diberi yang mengandung tinggi protein dengan perlakuan bubur bayi, KPK dan kesein, asam-asam amino yang mudah dicerna. sehingga hal ini yang membuat nilai BV Nilai Da lebih rendah dari Dt, hal ini dan NPU pada rebon menjadi rendah. disebabkan adanya koreksi terhadap Walaupun berdasarkan teori protein kehilangan nitrogen pada tikus yang hewani memiliki nilai BV dan NPU diberi perlakuan non protein pada yang lebih tinggi dibandingkan dengan perhitungan protein nabati. perhitungan Da pengkoreksian ini tidak Dt sedangkan pada dilakukan. True Digestibility (Dt) dan Apparent Sebagaimana Digestibility (Da) pengukuran kualitas protein sangat sulit Sebagaimana komposisi asam amino dilakukan secara tepat. Banyak faktor protein, (digestibility) yang mempengaruhi kualitas protein protein juga merupakan faktor penting antara lain komposisi asam amino dan dalam menentukan kualitas protein pencernaan terhadap protein tersebut. tersebut. Selain daya cerna Dari percobaan yang itu diketahui kualitas protein dipengaruhi (Dt) dan Apparent Digestibility (Da) kecukupan diet secara keseluruhan dan seperti yang tercantum pada Tabel 10. pada karakter physiologi, status gizi, Dari Tabel 10 diketahui bahwa Dt status semua protein tidak ada perbedaan yang mengkonsumsi protein (Hudson, 1983). berarti begitu juga dengan nilai Da, Demikian kecuali kesehatan juga komposisi juga dilakukan dihasilkan true digestibility pada oleh bahwa individu penentuan dan yang kualitas perlakuan rebon. protein pada hewan percobaan, maka protein hewani faktor-faktor yang disebutkan di atas memiliki nilai BV dan NPU yang lebih juga memungkinkan memainkan peran tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa penting Berdasarkan teori rebon mengandung protein yang jauh lebih tinggi dari protein pada perlakuan lainnya. Hal ini karena rebon 1414 dalam hasil percobaan. Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 Tabel 10. Nilai Dt Setiap Perlakuan Perlakuan bahwa nilai-nilai indikator kualitas protein tersebut (PER, BV, NPU, NPR) Nilai Dt Nilai Da sangat jauh berbeda dengan nilai-nilai Non Protein - - Bubur Bayi 1.21 0.98 yang diperoleh dari berbagai literatur. Protein/Casein 1.36 0.98 Hudson (1983) menyebutkan berbagai KPK 1.29 0.98 faktor Rebon 0.86 0.52 utilisasi yang dapat mempengaruhi protein dan dapat mempengaruhi kualitas protein secara kualitas umum pada manusia yang juga dapat protein dari percobaan terhadap tikus diinterpretasikan pada percobaan tikus yang telah dilakukan maka terlihat sebagaimana terlihat pada Tabel 11. Berdasarkan perhitungan Tabel 11. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Utilisasi Protein dan Kualitas Protein Diet Total protein, total energi pangan, komposisi asam amino (baik defisiensi maupun ekses), daya cerna, serat dan konstituen makanan lainnya. Subjek Usia, jenis kelamin, status physiologi, (pertumbuhan, kehamilan, menyusui), aktivitas, infeksi, luka dan emosi. Eksternal Frekuensi makan, sosial, ekonomi, hygiene, dan sanitasi. Pada percobaan terhadap tikus yang belum dilakukan, telah diupayakan penentuan diharapkan. kualitas protein berdasarkan standar indikator kualitas protein yang diukur yang telah ditetapkan AOAC (1975) jauh berbeda dengan hasil yang selama dengan harapan nilai berbagai indikator ini kualitas protein dapat diperoleh secara literatur terutama pada nilai PER, BV, maksimal NPU, NPR. dengan meminimalkan memberikan hasil yang Secara umum nilai-nilai telah dipublikasikan berbagai Faktor yang sangat berbagai hal yang mungkin menjadi menentukan terjadinya perbedaan hasil confounding tersebut pengganggu). factor Pada (faktor kenyataannya diduga adalah adanya kelemahan dari subjek yang melakukan percobaan yang telah dilakukan kali ini percobaan antara lain dalam hal: 1414 Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 Penimbangan berat badan tikus yang dari metode pengukuran terhadap tikus tidak tepat sesungguhnya tidak dapat digunakan Penentuan dan perhitungan ransum sebagai prediksi untik kualitas protein yang dikonsumsi untuk manusia secara akurat. Dalam pengumpulan urin, kemungkinan ada yang terbuang KESIMPULAN karena posisi botol penampung yang 1. Peningkatan berat badan tikus yang paling besar adalah tikus yang diberi tidak tepat Dalam feses, bubur ayam dalam dietnya, adapun yang penurunan berat badan tikus yang sehingga berat menjadi diberi konsentrat protein kedelai pengumpulan kemungkinan terbuang berkurang ada atau feses (KPK) dalam dietnya. kemungkinan bercampur dengan ransum yang 2. Penilaian mutu protein diketahui terjatuh sehingga berat menjadi bahwa nilai PER yang tertinggi bertambah adalah bubur bayi, nilai BV yang melakukan tertinggi adalah konsentrat protein analisa kadar protein urin dan feses kedelai (KPK), nilai NPU yang sehingga hasil tidak tepat tertinggi adalah konsentrat protein Kurang teliti dalam Selain itu, faktor yang mempengaruhi kedelai (KPK) dan protein/casein, adalah adanya proses yang sulit untuk nilai NPR yang tertinggi adalah diatasi seperti adanya komponen lipid bubur bayi, nilai Dt tertinggi pada dan gas protein/casein dan Da untuk semua nitrogen dalam tubuh dari aktivitas jenis protein yang dicobakan hampir mikroflora usus pada substan seperti sama. kemungkinan dihasilkan nitrit yang pada akhirnya terhitung sebagai nitrogen dari protein dan mempengaruhi hasil dan intepretasinya. Perbedaan kebutuhan antara tikus dan manusia sedemikian menyebabkan tingkat rupa dapat pertumbuhan yang cepat pada tikus (Hudson, 1983). Dengan demikian, data yang diperoleh 1414 Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 1414 Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 DAFTAR PUSTAKA AOAC (Association Official of Analitical Chemistry). 1989.”Official Methods of Analysis Association”. Offic. Annal. Chem, Washington DC. Almatsier, S. 2001.”Prinsip Dasar Ilmu Gizi”. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. De Man, J.M 1997. Kimia Makanan. Edisi kedua. Institut Teknologi Bandung. Bandung Hainsworth, F.R. 1981. “Animal Physiology”. Eddison – Wesley Publishing Company. Philippines. pp 785-791 Hardinsyah & D. Briawan. 1994.” Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan”. Diktat yang tidak dipublikasikan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hudson, B.J.F. 1983.” Developments in Food Proteins-2”. Applied Science Publishers. London and New York. Kohn, F.D and S.W. Barthold. 1984.”Biology and Desease of Rats in Laboratory Animal Medicine”. (Eds.) J.G. Fox, B.J. Cohen and F.M. Loew. Academic Press Inc. pp 143151 Malole, M.B.M dan S.U Pramono. 1989.”Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium”. PAU Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor IPB Bogor. pp 104-112. Muchtadi, D. 1993. “Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein”. Program Studi Ilmu Pangan. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor __________. 1989.”Evaluasi Nilai Gizi Pangan”. “Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi”. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Mujiman, A & Suyanto. 1989. “Budidaya Udang Windu”. Penebar Swadaya. Jakarta. National Research Council. 1978.”Nutrition Requirement of The Laboratory Animal”. National Academy of Science. Washington D.C. pp 7-16 Rustiawan, A dan Vanda. 1990. “Pengujian Mutu Pangan secara Biologis. PAU Pangan dan Gizi”. Institut Pertanian Bogor. Bogor Rogers, E.A. 1979. “Nutrition. In : The Laboratory Rat”. Volume 1. (Eds) Henry J.B., J.R. Linsey and S.H. Weisbroth. Academic Press. San Diego. Academic Press Inc. pp 123133 Sibarani, S. 1986. “Penuntun Praktikum Penentuan Net Protein Utilization ( NPU) dan Protein Efficiency Ratio (PER)”. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sijabat, R. P. 2003. “Penambahan Udang Rebon kering (Acetes. spp) terhadap Kandungan Kalsium Cracker”. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Slamet, D.S dan Tarwotjo.1980. “Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia”. Penelitian Gizi dan Makanan. 4:21-36. Smith, J.V.S.M. 1988. “Pemeliharaan Perkembangbiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis”. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Weihe, W.H. 1989. “The Laboratory Rat. In : The UFAW Handbook on the Care and Management of Laboratory Animal”. 6th Edition (Eds) T.D. Poole and R. Robinson. Longman Scientifics and Technical. pp 309-324 Winarno, F.G. 2002. “Kimia Pangan dan Gizi”. PT Gramedia Jakarta. *Staf Pengajar Jurusan Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM-Undana 1398 Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 *Staf Pengajar Jurusan Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM-Undana 1398 Media Exacta Volume 13 Nomor 1 Januari 2012 *Staf Pengajar Jurusan Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM-Undana 1398