BAB IV HASIL DAN PERMASALAHAN Dalam bab ini, analisa dimulai pada gambaran industri hotel dan perkembangan cyber room di hotel. Analisa tersebut terdiri dari industri hotel dan prediksi pariwisata yang terjadi di Indonesia, trend Cyber Room, profil konsumen pengguna Cyber Room, dan Strategic Options Generator dalam menentukan startegi penggunaan Cyber Room. Kesulitan dalam mendapatkan data yang cukup sebagai gambaran industri hotel yang tepat, masih sangat diperlukan dalam penulisan tesis ini. Beberapa informasi industri diperoleh melalui penelitian yang telah dilakukan. 4.1 Analisa Industri Hotel Semenjak krisis mendera negeri ini, boleh dikatakan bahwa tidak terdapat pembangunan property hotel yang terbilang baru, khususnya pada wilayah DKI Jakarta. Baru pada tahun 2001 terdapat pembangunan hotel, namun hanya dua yaitu Hotel Alila Jakarta dan Hotel JW Marriot. (Collier Indonesia,2003) Setelah itu di tahun 2002 hanya Hotel Kaisar, Hotel Danau Sunter yang terealisir dan tahun ini pun cuma ada dua proyek pembangunan hotel yakni Hotel Nikko Jakarta (dulu Hotel Presiden) dan Hotel Maharani. Realisasi proyek hotel di tahun 2002 dan 2003 yang sangat sedikit itu pun sedikit menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya meski growth-nya di bawah lima persen. Riset yang dilakukan oleh PT Colliers International Indonesia mencatat, pada Tahun 2002 pasokan kamar hotel bertambah sebanyak 369 kamar yang bersumber dari 27 tiga hotel yakni Hotel Maharani (bintang tiga, sebanyak 170 kamar), lalu disusul oleh Danau Sunter Hotel (bintang empat, 84 kamar) dan 110 kamar dari Hotel Nikko. Secara kumulatif, total pasokan kamar hotel di Jakarta terdiri dari hotel bintang lima sebanyak 22.000 unit dengan rincian 9.000 adalah hotel bintang lima, 8.000 unit kamar hotel bintang empat dan 5.000 unit hotel bintang tiga. Secara umum tercatat, untuk semester pertama 2003, rata-rata tingkat hunian hotel di DKI Jakarta sebesar 50,2 persen. Tingkat hunian tertinggi adalah pada hotel bintang tiga sebesar 66,3 persen meski lebih rendah 6 persen dibandingkan semester II tahun 2002 (Collier Indonesia,2003) Hal ini disebabkan nature atau sifat dari bisnis hotel di DKI Jakarta yang lebih mengandalkan kalangan turis bisnis. Ini berbeda dengan karakteristik hotel di Bali misalnya yang lebih didominasi turis yang ingin berlibur atau bersenang-senang (leisure). Belum usai krisis, datang lagi Tragedi 11 September 2001 disusul Bom Bali 2002 dan SARS di awal tahun 2003. Kedatangan turis, baik untuk bisnis maupun leisure samasama menurun yang berakibat bisnis hotel ikut melemah. Melihat survei dari PT Colliers International Indonesia, hotel-hotel yang ada di DKI Jakarta terbanyak berlokasi di Jakarta Pusat sebanyak 62,4 persen, disusul Jakarta Selatan 16,7 persen. Sisanya di barat wilayah Jakarta (9,8 persen), Jakarta Timur (0,2). Sedangkan Procon mencatat, kawasan CBD (Central Busines District) masih mendominasi dengan 35,7 persen dari hotel di Jakarta berlokasi di kawasan segitiga emas (Kuningan, Sudirman, dan Thamrin) Berdasarkan laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip dari Collier Indonesia, profil wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia selama enam bulan pertama tahun 2003, sebagian besar berasal dari kawasan ASEAN dan Asia masing- masing 58,8 persen dan 18,5 persen. Sedangkan yang datang dari Eropa atau Amerika Serikat hanya 5,1 persen, Timur jauh 14,9 persen, dan Australia 2,6 persen. Sementara dari profil konsumen hotel di DKI Jakarta dilihat dari kelas hotelnya, tamu domestik masih mendominasi hotel-hotel bintang tiga dan empat. Pada hotel bintang tiga, tamu domestik mencapai 70 persen, sedangkan tamu asing 30 persen.. Pada hotel bintang empat komposisi tersebut semakin merata dengan tamu domestik mencapai 55 persen dari total pengunjung, sisanya 45 persen adalah tamu asing. Baru pada hotel bintang lima komposisinya sama besar antara tamu asing dan domestik. 4.1.1 Prediksi Industri Pariwisata Industri pariwisata mengalami penurunan yang signifikan seiring dengan makin meningkatnya isu keamanan yang mempengaruhi sebagian besar turis mancanegara dan domestik. Dengan kondisi demikian, Dalam kurun 8 bulan pada tahun 2003, terjadi larangan melakukan perjalanan untuk datang ke Indonesia (travel warning), sementara pada tahun yang sama, pemerintah mengestimasikan sekitar US $ 500 juta pendapatan melalui pariwisata hilang akibat wabah SARS. Pada tahun 2003 tingkat hunian hotel di Jakarta di estimasikan sebesar 25%, dan kedatangan turis mancanegara mengalami penurunan 23,6% pada tahun yang sama rentang bulan Januari sampai dengan Mei. Dengan asumsi bahwa kondisi keamanan pulih kembali dan stabil, maka diprediksi industri pariwisata juga mengalami pemulihan pada akhir tahun 2004 ( Collier Indonesia, 2003). Pada tahun 2001, sekitar 35 % turis yang datang adalah pelaku bisnis (Business Travellers). Dan diestimasikan akan mengalami peningkatan pada tahun 2004 sampai dengan 2007, dengan kondisi yang kondusif seperti keamanan yang stabil, dan kondisi pertumbuhan ekonomi (CollierIndonesia, 2003) Tabel 4.1 Prediksi travel dan pariwisata Indonesia, sumber : Collier Indonesia 2004 2005 2006 International Tourism, arrivals 3,667 4,238 4,615 5,015 International Tourism, expenditure (US $ M) 3,393 3,988 4,448 5,092 International Tourism, receipts (US $ M) 3,700 4,772 5,168 5,708 Consumer expenditure : Hotel 8,658 10,833 13,121 15,527 2007 4.1.2 Trend Cyber Room Secara global, Jupiter Communications mengestimasikan bahwa terdapat kurang lebih 4 juta kamar hotel menawarkan on-demand akses internet pada tahun 2002. Kini terdapat banyak Hotel mencoba menarik business travelers, karena pada segmen tersebut mempengaruhi tingkat hunian (occupancy rate) hotel rata-rata sebesar 55%. (Miller,1998) Karena pertumbuhan penggunaan internet yang cepat, di Indonesia secara general sekitar 41 % pengguna internet dilakukan di tempat bekerja, semakin membuat pihak hotel untuk memenuhi segmen tersebut dengan memberikan pelayanan akses internet di kamar hotel (Cyber Room). Secara infrastruktur, Hotel mempunyai keuntungan dalam hal koneksi melalui PABX dan kapasitas telephone line yang dimiliki, sehingga memungkinkan untuk memberikan pelayanan tersebut. Dengan memberikan alternatif melalui internet ready , pihak Hotel dapat memperoleh pendapatan dan menarik segmen business travelers (Collis,1998) Di Jakarta terdapat beberapa hotel yang sudah merepon hal tersebut dengan mengimplementasi service Cyber Room. Hotel JW Marriott menyediakan akses internet pada 333 kamar hotel, berupa plug in. Sementara itu Hotel Sahid Jaya dan Hotel Borobudur memilih untuk mengimplementasi seluruh komponen hardware dan software, sebagai gambaran arti Cyber Room sesungguhnya. (Roonets Indonesia,2002) Rata-rata pihak hotel mengenakan biaya tambahan pada service tersebut sebesar US$ 6 – US$ 10 per hari dan biaya tersebut sudah dimasukan ke dalam room rate resmi hotel untuk Cyber Room. Bersamaan dengan berkembangnya trend Cyber Room, terbentuk pula strategi direct to consumer. Menurut Hospitallity Net, pada tahun 2003 diestimasikan sekitar 40% rata-rata alternatif pendapatan yang dihasilkan melalui direct to consumer melalui distribusi informasi, dan e-Marketing program. Terdapat tiga key driver yang mempengaruhi hal tersebut (Miller,1998) : 1. Terbentuknya website yang merupakan interface secara langsung dengan konsumen hotel, sehingga meningkatkan customer support, dan e-CRM (Customer Relationship Management). 2. Aktivitas e-Marketing melalui interaksi yang terbangun melalui sistim di Hotel, sehingga target market mempunyai pengalaman khusus terhadap value adds produk hotel melalui promosi hotel, dan bentuk penawaran lainnya. 3. Fitur-fitur yang terdapat pada website bukan sekedar hotel brosur secara online, namun juga sebagai jalur distribusi pelayanan yang diinginkan oleh konsumen. 4.1.3 Tingkat hunian Cyber Room Tercatat terdapat tiga hotel yang aktif dalam menjalankan promosi terhadap Cyber Room, yaitu Hotel Sahid Jaya Jakarta, Hotel Alila Jakarta dan Hotel Borobudur. Berikut rata-rata tingkat hunian pada Cyber Room dalam bulan Juni sampai dengan Oktober 2003, pada rentang bulan tersebut, dapat dikatakan bahwa kondisi tingkat hunian hotel dalam kondisi normal, dalam arti tingkat hunian tidak dipengaruhi musim tertentu : Tabel 4.2 Rata-rata tingkat hunian cyber room Juni s/d Oktober 2003 Sumber : PT Roonets Indonesia Hotel Total Cyber Room Average Room Average Occupancy Occupied/ day Rate / month Sahid Jaya Jakarta 45 Rooms 15 Room 30% Alila jakarta 48 Rooms 13 Room 30% Acacia 32 Rooms 18 Room 30% Dari Gambaran diatas terdapat kesamaan yang signifikan pada rata-rata tingkat hunian yang menunjukan pula average demand terhadap Cyber Room. 4.1.4 Profil Konsumen Cyber Room Pada bagian ini dijelaskan profil konsumen (Guest) yang menggunakan Cyber Room. Survey ini diberikan pada setiap Cyber Room, sehingga responden merupakan pengguna fasilitas yang ada didalamnya. Berikut hasil dari survey yang di hitung berdasarkan persentase total 100 %. Tabel 4.3 Profil konsumen cyber room Deskripsi Responden Persentase 13 26 31 62 6 12 17 34 6 12 27 54 16 32 27 54 7 14 22 44 17 34 11 22 Usia Responden : - 20-30 tahun - 30-40 tahun - 40-50 tahun Jabatan : - Manager / Direktur - Supervisor - Staff Penghasilan per bulan : - < 5 Juta - 5 Juta s/d 10 Juta - >10 Juta Tujuan penggunaan Cyber Room : - Menerima / mengirim e-mail - Keperluan pembuatan dokumen bisnis - Browsing Internet - Mengakses informasi hotel & pariwisata - - Alasan utama memilih cyber room : - Karena harga yang 12 24 7 14 9 18 22 44 - - ditawarkan terbilang murah - Karena mudah digunakan - Karena keandalannya - Karena kemudahan dalam membantu kegiatan bisnis - lainnya Profil konsumen cyber room memberikan informasi dasar mengenai usia dari pengguna, penghasilan , jabatan , tujuan dan alasan utama dari penggunaan cyber room. Berikut kesimpulan dari profil tersebut : 1. Sebagian besar pengguna cyber room adalah berusia antar 30-40 tahun dan aktif dalam bekerja. 2. Tujuan utama konsumen menggunakan cyber room adalah mengirim dan menerima e-mail 3. Alasan utama konsumen memilih cyber room adalah kemudahan membantu dalam kegiatan bisnis. Secara spesifik hasil yang berhubungan dengan kemungkinan tidak digunakannya cyber room, adalah sebagai berikut : Tabel 4.4 Faktor yang membuat konsumen untuk tidak menggunakan Jawaban Responden Persentase - Harga yang ditawarkan tidak lebih murah 12 24 - Ingin 3 6 14 28 21 42 - - berinteraksi langsung dengan customer service hotel - Keandalan teknologi kurang dapat diandalkan (akses internet lambat) - Tidak memerlukannya dalam kegiatan bisnis - Tidak relevan Faktor tidak diperlukannya cyber room adalah ketika konsumen tidak melakukan kegiatan bisnis yang memerlukan fasilitas cyber room. Hal ini menunjukan bahwa aktivitas bisnis yang dilakukan konsumen, menjadi salah satu key driver bagi tingkat hunian pada cyber room. Kemudian faktor teknologi yang kurang dapat diandalkan, menunjukan bahwa konsumen mempunyai pengalaman yang tidak baik dalam penggunaan cyber room, sehingga enggan untuk menggunakan cyber room pada kesempatan selanjutnya. Hal tersebut juga mempengaruhi penilaian terhadap harga cyber room yang terbilang relatif mahal untuk kualitas teknologi demikian. Dari perspektif konsumen, cyber room memiliki fungsi yang ideal. Berikut penilaian cyber room yang ideal : Tabel 4.5 Perspektif konsumen terhadap cyber room yang ideal Jawaban - Cyber Room menyediakan fasilitas Responden Persentase 15 30 13 26 12 24 10 20 pencarian informasi yang up-to-date dan membantu kegiatan bisnis - Cyber Room merupakan salah satu produk yang memenuhi kebutuhan tamu pada teknologi informasi - Cyber Room mempermudah akses tamu hotel dalam mencari informasi dengan cepat dengan biaya yang relatif murah - Cyber Room merupakan keuntungan kompetitif hotel dalam menghadapi persaingan bisnis Terjadi perbedaan yang relatif kecil pada pandangan konsumen terhadap cyber room yang ideal, hal tersebut terlihat pada perbedaaan persentase yang dihasilkan pada masing – masing kriteria yang ideal. Namun demikian penggunaan cyber room terhadap aktivitas bisnis merupakan prioritas utama dalam sudut pandang konsumen terhadap cyber room yang ideal. Cyber room juga dianggap sebagai jawaban pada kebutuhan konsumen yang memerlukan fasilitas teknologi dengan kemampuan yang handal. Implementasi cyber room dinilai belum dapat menentukan posisi competitive advantage hotel dalam persaingan bisnis hotel. Dari survey pada konsumen cyber room secara keseluruhan bahwa penggunaan cyber room secara signifikan diperlukan bagi konsumen yang melakukan aktivitas bisnis dan segmen pelaku bisnis (business traveler) merupakan segmen yang menentukan terhadap tingkat hunian pada cyber room. 4.1.5 Perspektif Manajemen Hotel Terhadap Cyber Room Dalam bagian ini dijelaskan bagaimana perspektif manajemen terhadap keputusan dalam implementasi cyber room. Survey dilakukan pada level manajemen hotel sebanyak 10 orang yang terdiri dari Executive Assistant Manager, Resident Manager, EDP Manager, Marketing Manager, Business Development Manager, Front Office Manager, Public Relations Manager, MICE Manager, Financial Controller, HR Manager. Hasil survey yang dihitung berdasarkan persentase 100 % Tabel 4.6 Faktor utama dalam bisnis Hotel Jawaban Responden Persentase - Pelayanan yang baik 4 40 - Fasilitas yang memadai 6 60 - Harga kamar yang murah - - - Lainnya - - Dari survey tersebut menunjukan bahwa faktor yang utama dalam bisnis hotel adalah fasilitas yang memadai, kemudian diikuti dengan pelayanan yang baik. Faktor harga yang murah bukan merupakan prioritas utama dalam bisnis hotel Tabel 4.7 Situasi persaingan bisnis hotel secara umum Jawaban - Responden Persentase merebut 6 60 % Masing-masing telah memiliki konsumen 4 40 % Sangat ketat (Hotel saling konsumen) - sendiri-sendiri - Sedikit persaingannya - - - Lainnya - - Secara umum survey menunjukan bahwa tingkat intensitas persaingan bisnis hotel cukup tinggi, namun tiap hotel memiliki target market yang dituju. Tabel 4.8 Faktor yang utama dalam menghadapi persaingan bisnis hotel Jawaban Responden Persentase - Harga murah - - - Beragamnya pilihan (diffrensiasi) - - - Segmen pasar tertentu 7 70% - Mengamati perkembangan kompetitor 3 30% - Lainnya - - Faktor utama bagi pihak hotel dalam menghadapi persaingan adalah berfokus pada segmen tertentu dan melakukan monitor terhadap perkembangan yang terjadi pada kompetitor. Tabel 4.9 Tujuan yang ingin dicapai melalui implementasi cyber room Jawaban Responden Persentase - Peluasan pangsa pasar 3 30 % - Efisiensi Biaya (biaya promosi, - - customer service, dsb) - Meningkatkan Brand - - - Meningkatkan profit 7 70% - Lainnya - - Dari hasil survey tersebut dapat ditemukan bahwa tujuan pihak hotel dalam mengimplementasi cyber room adalah meningkatkan profit, sementara peluasan pangsa pasar merupakan sasaran kedua. Pihak hotel tidak melihat melalui implementasi cyber room dapat mengurangi biaya dan untuk meningkatkan brand Tabel 4.10 faktor yang menghambat dalam penggunaan teknologi pada bisnis hotel Jawaban Responden Persentase - Biaya investasi yang tinggi 1 10 - Terlalu banyak persaingan 3 30 - Ketidaksiapan daya 5 50 Adanya biaya tambahan yang 1 10 - - sumber manusia (human skill) - meningkatkan harga produk yang dijual - Lainnya Melalui survey terlihat bahwa faktor utama yang menghambat dalam penggunaan sebuah teknologi adalah ketidaksiapan sumber daya hotel dalam menggunakannya. Persaingan yang terjadi melalui penggunaan teknologi merupakan pertimbangan kedua. Sisanya menunjukan bahwa faktor hambatan yang relatif kecil terjadi karena biaya tambahan terhadap produk yang dijual dan investasi yang tinggi . Tabel 4.11 Pemilihan strategi pengembangan teknologi pada bisnis hotel Jawaban Responden Persentase - Mengembangkan sistem sendiri - - - Membeli sistem yang sudah ada 2 20 % - Aliansi dengan perusahan yang 8 80% - - kompeten di bidang teknologi - Lainnya Survey menunjukan bahwa Pihak hotel lebih memilih untuk bekerja sama dengan perusahaan yang kompeten di bidang teknologi. Pembelian terhadap produk teknologi relatif kecil dilakukan oleh pihak hotel. Tabel 4.12 Faktor strategi yang penting dalam implementasi Cyber Room Jawaban Responden Persentase - Melakukan aliansi dengan perusahaan lain 3 30% 3 30% 4 40% dengan tujuan untuk mengurangi resiko - Melakukan inovasi terhadap teknologi tersebut - Mendapatkan alternatif revenue - Memperoleh efisiensi cost terhadap - teknologi tersebut - lainnya - - Faktor strategi yang terpenting dalam melakukan implementasi cyber room adalah bagaimana melalui cyber room dapat meningkatkan pendapatan, secara siginifikan pula bahwa implementasi cyber room memerluan aliansi dengan perusahaan yang kompeten di bidang teknologi dan melakukan inovasi yang dapat dihasilkan. Tabel 4.13 Cara bisnis yang tepat dalam penggunaan cyber room Jawaban - Sebagai sarana informasi pariwisata atau Responden Persentase 4 40% - - 6 60% - - bisnis (infomediary). Revenue diperoleh melalui advertising dan data konsumen - Sebagai merchant. Revenue diperoleh melalui penjualan dengan mengandalkan price list atau lelang - Sebagai penyedia jasa. Revenue diperoleh melalui penggunaan fasilitas. - lainnya Dari survey menunjukan bahwa hotel memposisikan sebagai penyedia jasa cyber room dan revenue yang diperoleh berdasarkan penggunaan cyber room. Yang kedua sebagai infomediary, dan revenue dihasilkan melalui penjualan iklan dan data konsumen. 4.2 Analisa SWOT Strength dan Weaknesses Cyber Room 1. Hotel mempunyai lini bisnis baru yang berpotensi dalam membentuk produk mix yang lebih variatif. 2. Memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam menjalankan cyber room 3. Tingkat hunian cyber room yang rata-rata 30% menunjukan adanya kebutuhan akan cyber room 4. Strategic profile bersifat pasif, tidak ada evaluasi terhadap kehandalan teknologi, up date pada hardware atau software yang menentukan kualitas cyber room. 5. Keterbatasan human skill terhadap teknologi informasi mempengaruhi alokasi sumber daya dan culture hotel 6. Kesulitan merubah proses bisnis yang terjadi akibat adanya cyber room 7. Pemikiran strategi terhadap potensi cyber room kurang diperhatikan, sehingga optimasi customer interface bersifat pasif. Eksternal Opportunities dan Threats 1. Diestimasikan terdapat kenaikan terhadap kedatangan business traveler guest yang meningkat pada tahun 2004 sampai dengan 2007. 2. Kenaikan business traveler guest mempengaruhi 55% tingkat hunian hotel di lokasi central business district. 3. Global trend terhadap on demand service yang memungkinkan kamar hotel secara cepat diubah menjadi cybe room. 4. Memiliki potensi yang luas dalam menawarkan service yang baru. 5. Potensial pendapatan yang dapat diperoleh melalui service in-room portal 6. Intensitas kompetisi yang semakin meningkat baik secara short, medium atau long term. 7. Potensial entrant sangat tinggi ,mengingat sebagian besar hotel memiliki infrastruktur yang sama sehingga mudah untuk membangun cyber room. 8. Subtitutes terhadap service cukup tinggi, ditunjukan pada business center yang melayani service serupa sudah ada di hotel, bertumbuhnya internet kiosk (warnet) yang representative menawarkan harga yang lebih murah. 9. General environment seperti tingkat keamanan, dan kondisi global yang tidak pasti, ikut mempengaruhi potensial market yang berimbas pada tingkat hunian hotel. Untuk memaksimalkan analisa ini, maka konstruksi SWOT Matrix digunakan untuk mendapatkan hubungan antar faktor eksternal dan internal yang menghasilkan key driver yang perlu dilakukan. Tabel 4.14 Analisa SWOT Matrix SWOT Matrix OPPORTUNITIES THREATS 1.Diperkirakan akan terjadi 1. Potensial new entrant peningkatan pada segmen 2. Substitusi produk tinggi business traveler 3. Teknologi yang lebih 2. Global trend terhadap canggih on-demand service 3.Potensial menghasilkan pendapatan secara online STRENGTH O / S Match T / S Match 1.Produk mix yang variatif O1-S3-S4 peluang meningkatkan T1-S1 memperluas penggunaan 2.Kemudahan dalam melakukan tingkat hunian teknologi O2-S1 menyediakan Plug and T2-S2 mempertahankan kualitas akses informasi yang cepat play 3.Memenuhi kebutuhan segmen O3-S2 online advertising pelaku bisnis T3-S3-S4 memaksimal teknologi yang ada 4. Membantu aktivitas bisnis WEAKNESSES O / W Match 1.Human skill pada teknologi O1-W1-W3 Pelatihan Teknologi Informasi kurang. O2-W2-W4 Inovasi 2.Tidak ada evaluasi terhadap kualitas T / W Match T1-W4 Up date teknologi T2-W2 Evaluasi pada kualitas teknologi O3-W3 aliansi dalam bentuk T3-W1-W3 Meningkatkan dari Marketing program Segi service 3.Tidak di dukung proses bisnis 4. Teknologi mudah ditiru Analisa yang diperoleh melalui pendekatan SWOT, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. O / S Matches memperlihatkan bahwa Hotel harus mengeksploitasi strength yang dimiliki cyber room dalam merespon opportunity yang ada di pasar. Tingkat hunian yang rata-rata 30% menunjukan kebutuhan tamu hotel pada cyber room. Penyediaan Plug and play adalah kemungkinan yang realistis sebagai antisipasi terhadap prediksi peningkatan segmen. Kemudian online advertsing dapat menjadi salah satu potensi pendapatan dalam penggunaan cyber room 2. T / S Matches Kondisi low entry barriers , dan tingginya substitusi terhadap fasilitas cyber room menimbulkan isu kualitas menjadi sangat penting dan hotel perlu memperluas penggunaan teknologi, bukan hanya cyber room. 3. W / O Matches. Keterlibatan seluruh staff menentukan keberhasilan cyber room, untuk itu pelatihan teknologi informasi dibutuhkan dalam meningkatkan pengetahuan karyawan hotel, Inovasi dan strategi untuk mendapatkan alternative pendapatan melalui in-room portal dilakukan dengan membangun aliansi dalam aktivitas program marketing, 4. T / W Matches. Pemilihan strategi terhadap optimasi cyber room yaitu ; melakukan up date terhadap teknologi yang ada, melakukan evaluasi terhadap penggunaan dan kebutuhan tamu hotel pada cyber room. 4.3 Analisa Sektor Size 1. Belum banyak hotel yang mengimplementasikan cyber room secara signifikan dari segi jumlah dan teknologi yang digunakan. Tercatat hanya 4 Hotel di Jakarta yang melakukannya (Sahid Jaya, Alila, Borobudur dan Acacia), selebihnya hanya menggunakan plug in sebagai akses internet saja yang tersedia pada beberapa kamar. 2. Segmen market cyber room terbilang cukup besar, dengan melihat bahwa tamu hotel rata-rata adalah business traveler sebesar 30 %. Hal ini berpotensi untuk meningkat mengingat prediksi kedatangan tamu dengan segmen bisnis traveler mengalami peningkatan dalam rentang tahun 2004 sampai dengan 2007. Pressures 1. Tingkat kompetisi pada penyediaan service cyber room cukup tinggi, hal ini terlihat dari perbandingan tingkat hunian cyber room pada hotel Sahid Jaya, Alila, dan Acacia yang relatif kecil perbedaannya, kemudian terlihat pula bahwa intensitas persaingan untuk saling merebut pasar cukup tinggi, hasil survey menunjukan bahwa pihak manajemen sepakat bahwa 60% terjadi persaingan dalam merebut pasar. 2. Peluang new entrant pada market cyber room sangat tinggi, terlihat pada beberapa chain hotel yang besar seperti JW Marriott sudah memiliki instalasi jaringan internet sebanyak 333 kamar yang sudah siap. Hal ini berpotensi meningkat karena pada hotel lain juga memiliki infrastruktur yang kurang lebih sama, sehingga memungkinkan untuk membangun cyber room dalam kurun waktu yang tidak lama. Trends Secara global, pada tahun 2002 tercatat 4 juta kamar hotel yang menyediakan ondemand internet akses. Jaringan internet akses sudah terpasang pada seluruh kamar hotel dan diperluas sampai dengan akses wireless yang memungkinkan tamu hotel untuk mengakses informasi melalui internet diluar kamar hotel. Ondemand juga menawarkan fasilitas yang dibutuhkan tamu hotel seperti in-room portal, one stop shopping, dan pay- per- view product. Dan plug and play bagi business traveler yang menggunakan notebook. IS Needs Segmen cyber room adalah business traveler, sehingga sistem informasi yang diperlukan adalah untuk merespon kebutuhan dalam aktivitas bisnis. Update terhadap informasi yang menunjang kegiatan bisnis, akses yang cepat, pengiriman data melalui fasilitas e-mail, tools dalam pembuatan dokumen bisnis merupakan beberapa faktor yang dibutuhkan business traveler. IS Market Secara garis besar cyber room merubah proses hubungan antara pihak hotel dan tamu. Fasilitas aktivitas bisnis yang dihasilkan juga berpeluang menghasilkan alternative pendapatan bagi pihak hotel dengan menjual atau memperluas sistem tersebut dengan advertising based atau commission based Bentuk informasi dapat dalam bentuk iklan atau database. Secara spesifik hasil analisa sektor dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Posisi hotel yang memiliki cyber room berada dalam intensitas kompetisi yang cukup tinggi, dengan melihat bahwa implementasi cyber room dapat dilakukan oleh hotel lain. 2. Kebutuhan terhadap segmen business traveler terus berkembang, sehingga minimal internet ready pada seluruh kamar hotel perlu tersedia. 3. Cyber room tidak dapat dipandang hanya sebagai alternative dari suatu produk yang ditawarkan, namun potensi cyber room yang dapat memenuhi kebutuhan tamu hotel yang bukan business traveler saja. 4. Cyber room mempunyai potensi dalam menghasilkan alternative pendapatan melalui penjualan iklan atau sistem komisi yang diperoleh dari transaksi yang dilakukan melalui cyber room. 4.4 Analisa Strategic Options Generator Strategic Options Strategic digunakan sebagai perencanaan terhadap keputusan yang ditentukan melalui proses evaluasi terhadap pengaruh cyber room pada strategi bisnis. 1. Menentukan target market Secara spesifik terdapat dua target yang dapat dilakukan terhadap penggunaan cyber room yaitu customer dan competitor. Salah satu key drivers cyber room adalah karakteristik pengguna cyber room adalah business traveler. Dalam survey menunjukan 42% bahwa alasan utama menggunakan fasilitas tersebut adalah untuk membantu kegiatan bisnis. Hal ini juga diperkuat bahwa estimasi sekitar 55% kontribusi terhadap tingkat hunian hotel adalah business traveler. Kemudian target pada kompetitor adalah sebagai keputusan dalam menghadapi intensitas persaingan bisnis hotel yang cukup tinggi Hal ini terlihat pada faktor utama hotel dalam menghadapi persaingan adalah 30% mengamati perkembangan kompetitor. Perhatian pada kompetitor sebagai target market adalah respon terhadap peluang new entrant yang tinggi dalam penggunaan cyber room 2. Thrust Strategi thrust yang utama dalam penggunaan cyber room secara signifikan adalah pertumbuhan (growth) hal ini terlihat pada tujuan dari implementasi tesebut adalah untuk meningkatkan profit yang berkorelasi terhadap tingkat hunian pada cyber room. Sementara faktor differensiasi tidak menjadi signifikan dikarenakan implementasi cyber room dapat dilakukan oleh hotel lain. Faktor inovasi dinilai penting sebagai proses untuk terus memenuhi kebutuhan segmen pasar. Untuk itu pihak hotel juga melihat faktor aliansi dengan perusahaan teknologi informasi yang kompeten merupakan strategi dalam membangun cyber room dan program marketing untuk mendapatkan alternative pendapatan. Survey menunjukan bahwa 40% keputusan adalah mendapatkan alternative pendapatan, 30% untuk inovasi karena potensi persaingan cyber room yang tinggi, dan 30% keputusan untuk melakukan aliansi. Dengan demikian strategi thrust untuk cyber room terdiri dari growth, inovasi, dan aliansi. 3. Mode Semenjak tingkat hunian hotel di Indonesia memiliki faktor-faktor yang tidak dapat dipastikan. Keputusan dalam memperluas atau menambah fasilitas cyber room bersifat defensive. Namun demikian perlu diantisipasi bahwa segmen business traveler diprediksikan akan meningkat , maka pihak hotel perlu merencanakan untuk memperluas jaringan internet sebagai tambahan di beberapa kamar. Pihak Hotel terlihat memiliki strategi untuk berpindah dari defensive kearah offensive, ketika kapabilitas cyber room telah teruji di dalam pasar. 4. Direction Cyber room dalam penggunaannya adalah sebagai jasa service yang diberikan bagi konsumen dan disisi lain sistem tersebut tidak dapat berjalan sendiri tanpa dilakukan monitor oleh pihak Hotel. Untuk itu keputusan use dan provide menjadi pilihan keputusan. Maksud use disini adalah tamu hotel yang memilih cyber room akan menggunakan fasilitas tersebut, sementara provide adalah secara internal pihak hotel memerlukan fasilitas cyber room tersebut dalam proses interface dengan property sistem management hotel, hal ini diperlukan pihak hotel dalam proses billing, database penggunaan yang digunakan untuk aktivitas marketing Secara spesifik melalui pendekatan Strategic Options Generator terhadap penggunaan cyber room adalah : “Strategi penggunaan cyber room adalah yang berbasis pada segmen pasar yang spesifik (business traveler), melakukan inovasi dalam memenuhi kebutuhan segmen tersebut , dan aliansi dalam menciptakan alternative pendapatan” 4.5 Model Konseptual cyber room Secara konseptual, penggunaan Strategic Options Generator dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Hotel menentukan target pasar yang akan dituju melalui penggunaan cyber room. Terdapat dua target yang dapat pilih salah satu atau keduanya , yaitu pertama target pasar pada segmen business traveler, kedua kompetitor sebagai target dalam memperoleh pangsa secara signifikan 2. Menentukan posisi strategi thrust atau pemilihan strategi utama. Konsep cyber room mudah ditiru oleh hotel lain, sehingga strategi differensiasi tidak dipilih, kemudian cyber room belum memberikan dampak dari segi efisiensi biaya, strategi low cost tidak dipilih. Penggunaan cyber room memerlukan inovasi agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen, dan strategi aliansi dengan partner yang kompeten untuk memperoleh alternative pendapatan. Penekanan inovasi dan aliansi merupakan faktor pendukung dalam memperoleh alternative pendapatan. Sementara faktor growth dipengaruhi oleh faktor eksternal yang tidak dapat diprediksi maka alasan mempertahankan kualitas merupakan pilihan realistis. 3. Menentukan level penggunaan cyber room. Walaupun terdapat prediksi terhadap peningkatan segmen business traveler, mode defensive merupakan keputusan yang realistis dengan mempertimbangkan kondisi yang tidak dapat diprediksi 4. Pengguna utama sistem dari cyber room sekarang adalah tamu hotel saja, dengan demikian direction adalah use, sementara sistem cyber room mengalami perluasan melalui integrasi dengan sistem hotel, untuk itu direction adalah provide. Gambar 4.1 Analisa cyber room dalam pendekatan strategic options generator Target Market Business traveler Kompetitor Strategi Thrust Innovation - Update technology Growth - Maintaining quality Mode Defensive Direction Use EXECUTION Alliance - Advertising based Commision based Tabel 4.15 Peluang melalui aliansi marketing program Market Assumption Total Cyber Room Price per room 45 % Min Profit US$ % Max Profit US$ 30 2,340 50 3,960 30 300 50 500 30 60 50 100 6 Assumption : Banner Advertising : (20 Web pages with 1 banners per page) Price per banner /month US$ 50 Commision Based (5%): Total outlet Average price Total potential revenue per month 10 US $ 20 2,700 4,560 Keterangan : 1. Tingkat hunian 30% cyber room merupakan ukuran minimal dan tingkat hunian 50 % merupakan ukuran maksimal. Ukuran maksimal tersebut digunakan berdasarkan tingkat hunian hotel secara normal (tidak dipengaruhi event atau season tertentu). 2. Hotel Sahid Jaya merupakan contoh yang diambil dengan jumlah 45 cyber room dengan harga tambahan minimal sebesar US$ 6 3. Setiap cyber room memiliki in-room portal. Asumsi penjualan iklan terdapat satu banner advertising di setiap halaman web pada in-room portal dengan harga US$ 50 per banner. Demikian pula pula commission based dengan asumsi 5% dari 10 outlet yang terdapat didalam hotel dengan harga rata-rata US$ 20.