BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Lentera Indonesia, seperti telah dijelaskan pada uraian di bab-bab yang telah lalu, merupakan sebuah organisasi berbadan hukum dengan basis komunitas yang memiliki perhatian lebih terhadap isu-isu kekerasan seksual terutama yang menimpa perempuan. Perhatian tersebut kemudian dimanifestasikan dalam pemberian dukungan sosial yang disampaikan melalui tiga pilar pelayanannya; kelompok dukungam, konseling dan juga peningkatan kesadaran. Dari uraian atas masing-masing pilar pelayanan tersebut, peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan yang akan menjawab pertanyaan penelitian tentang bagaimana Lentera Indonesia memberikan dukungan sosial pada penyintas kekerasan seksual dengan melakukan kelompok dukungan serta pemanfaatan media sosial. Dalam melakukan pemberian dukungan sosial terhadap penyintas kekerasan seksual, Lentera Indonesia mengambil bentuk-bentuk dukungan sosial seperti dukungan informasi, dukungan emosional, dukungan instrumental dan dukungan appraisal. Pemberian dukungan sosial ini lebih banyak dilakukan oleh Lentera Indonesia kepada penyintas kekerasan seksual yang menjadi anggotanya di mana penyintas kekerasan seksual yang tergabung sebagai anggota Lentera Indonesia memiliki akses penuh terhadap tiga pilar pelayanan yang menjadi program kerja Lentera Indonesia: kelompok dukungan, konseling dan juga peningkatan kesadaran sementara untuk penyintas kekerasan seksual lainnya yang tidak tergabung sebagai anggota tidak bisa menikmati beberapa layanan yang disediakan oleh Lentera Indonesia seperti misalnya 100 kelompok dukungan yang memiliki sifat eksklusif sehingga keanggotan adalah sebuah keharusan untuk bergabung. Dalam memberikan dukungan informasi, Lentera Indonesia memberikan informasiinformasi mengenai isu kekerasan seksual yang berguna bagi penyintas kekerasan seksual untuk mengatasi trauma kekerasan seksual yang mereka alami. Penyampaian informasi ini dilakukan di tiga pilar pelayanan baik dalam kelompok dukungan di mana penyintas kekerasan seksual akan mendapatkan informasi berupa pengalaman pribadi penyintas lainnya atas kasus kekerasan seksual yang mereka alami, penyampaian informasi secara lebih mendalam memgenai kekerasan seksual yang mereka alami secara personal dari para profesional di tim konselor yang memberikan konseling secara pribadi bila diminta dan juga penyampaian isu-isu kekerasan seksual yang dilakukan bersamaan dengan peningkatan kesadaran. Dalam pilar layanan peningkatan kesadaran, penyintas kekerasan seksual bukan satu-satunya pihak yang mendapatkan informasi seputar isu-isu kekerasan seksual mengingat peningkatan kesadaran dirancang untuk masyarakat luar untuk menciptakan tempat yang bebas stigma serta candaan yang tidak sensitif mengenai kekerasan seksual. Sementara itu porsi pemberian dukungan emosional lebih banyak dilakukan pada pilar pelayanan kelompok dukungan di mana kelompok dukungan dibentuk dengan mengumpulkan penyintas kekerasan seksual dalam satu kelompok sehingga masing-masing penyintas bisa menjalin hubungan emosional satu sama lain atas dasar persamaan kekerasan seksual yang menimpa mereka di masa lalu. Pada pilar pelayanan lain, pemberian dukungan emosional tidak mendapatkan porsi yang besar, terlebih dalam pilar pelayanan peningkatan kesadaran di mana menjalin kedekatan emosional dengan penyintas kekerasan seksual bukanlah tujuan utama. Dalam pilar pelayanan konseling, pemberian dukungan emosional masih dilakukan dengan 101 menempatkan tim konselor sebagai pendengar untuk apapun masalah yang dikeluhkan oleh penyintas kekerasan seksual terkait masalah kekerasan seksual yang menimpa mereka. Sebagai sebuah organisasi nirlaba yang sepenuhnya dijalankan oleh pengurus yang bersifat relawan, dukungan instrumental yang diberikan oleh Lentera Indonesia terhadap penyintas kekerasan seksual tidak dapat diwujudkan dalam pemberian materi. Dukungan instrumental dilakukan dengan menyediakan waktu, tenaga, fasilitas serta kesempatan untuk berbicara yang dibutuhkan oleh penyintas kekerasan seksual. Penyediaan fasilitas ini dipenuhi dengan membentuk kelompok dukungan dan juga penyediaan tenaga profesional sebagai tim konselor yang selalu siap membantu penyintas kekerasan seksual kapanpun dibutuhkan. Dukungan appraisal diberikan oleh Lentera Indonesia kepada penyintas kekerasan seksual dengan terus memberikan penilaian positif terhadap setiap usaha yang dilakukan oleh penyintas bersangkutan untuk bangkit. Bentuk dukungan sosial ini disampaikan dengan cara yang berbeda-beda dalam setiap pilar layanan yang dilakukan. Dalam pilar layanan kelompok dukungan, masing-masing penyintas akan saling menyemangati satu sama lain untuk bangkit dan berbicara melawan kekerasan seksual yang telah menimpa mereka sementara dalam pilar layanan konseling, dukungan appraisal yang dilakukan, diberikan dengan lebih personal lagi antara penyintas kekerasan seksual dengan konselor. Kelompok dukungan yang dibentuk oleh Lentera Indonesia memiliki sifat yang wajib di mana setiap penyintas kekerasan seksual yang tergabung sebagai anggota harus mengikuti program kerja tersebut, tidak seperti pilar layanan konseling yang jauh lebih lunak di mana penyintas kekerasan seksual tidak harus mengambil layanan yang disediakan tersebut bila tidak merasa membutuhkan. Berbeda dengan kelompok dukungan dan konseling, peningkatan kesadaran yang dilakukan oleh Lentera Indonesia bersifat terus-menerus tanpa berhenti. 102 Lentera Indonesia sudah memanfaatkan media sosial Twitter dengan cukup baik sebagainb corong untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai isu-isu kekerasan seksual dan juga untuk mendorong masyarakat umum agar memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan oleh penyintas kekerasan seksual. Selain digunakan sebagai corong, Lentera Indonesia juga memanfaatkan media sosial yang satu ini untuk mengumpulkan penyintas kekerasan seksual lain yang masih belum bergabung dengan Lentera Indonesia. Dengan masing-masing pilar pelayanannya sebagai media penyampaian dukungan sosial yang tepat, beberapa penyintas kekerasan seksual mampu memberikan penilaian yang positif kepada Lentera Indonesia sebagai sebuah organisasi yang sangat suportif terhadap isu-isu kekerasan seksual. Lentera Indonesia dinilai telah membantu penyintas kekerasan seksual untuk kembali pulih dengan setiap dukungan sosial yang diberikan. B. Saran Pada kesimpulan yang telah dijabarkan, Lentera Indonesia dinilai telah berhasil memberikan dukungan sosial terhadap para perempuan korban kekerasan seksual dengan memaksimalkan ketiga pilar pelayanan yang digadangnya di mana masing-masing pilar pelayanan dianggap telah memenuhi pemberian dukungan sosial baik dukungan informasi, dukungan emosional, dukungan instrumental maupun dukungan appraisal. Pemanfaatan media sosial Twitter juga dinilai cukup berhasil untuk menjangkau para perempuan korban kekerasan seksual lain di luar lingkaran Lentera Indonesia dan juga untuk melakukan peningkatan kesadaran terhadap masyarakat meskipun pemanfaatannya masih belum sempurna. Selama melakukan penelitian ini, peneliti menemukan beberapa kekurangan dari program kerja yang dilakukan oleh Lentera Indonesia dan karenanyalah beberapa saran juga patut 103 disampaikan agar ke depannya Lentera Indonesia bisa lebih sempurna baik dalam memberikan dukungan sosial maupun menjangkau korban kekerasan seksual lainnya. Adapaun saran-saran yang dimaksud dapat dirangkum dalam poin-poin yang diharapkan dapat membantu sebagai berikut: Fakta bahwa Lentera Indonesia memiliki jumlah followers yang sangat tinggi pada akun media sosial Twitter yang dikelolanya menunjukkan bahwa sesungguhnya Lentera Indonesia masih bisa memaksimalkan pemanfaatan media sosial Twitter ini dengan secara rutin melakukan update berkala untuk menyampaikan lebih banyak lagi isu-isu serta fenomena kekerasan seksual yang belum menjadi sorotan utama di kanal media sosial Twitter yang lebih banyak digunakan sebagai media entertaintment semata. Lentera Indonesia terhitung masih kurang rutin dan teratur dalam melakukan update status di Twitter sehingga penyampaian informasi dengan pemanfaatan media sosial yang satu ini masih dianggap kurang maksimal. Positifnya penilaian yang diberikan oleh informan penyintas kekerasan seksual terhadap pemberian dukungan yang dilakukan oleh Lentera Indonesia menunjukkan bahwa Lentera Indonesia sebenarnya mampu menjalankan tujuan awalnya untuk memberikan pendampingan psikososial terhadap penyintas kekerasan seksual agar pulih pada keadaan semula sebelum terjadi kekerasan seksual yang menimpa mereka. Dengan prestasi tersebut, baiknya Lentera Indonesia menyadari bahwa penyintas kekerasan seksual bukanlah terminologi yang bias gender di mana hanya perempuan saja yang bisa menjadi korban kekerasan seksual. Dengan kemampuannya mendampingi perempuan korban kekerasan seksual untuk kembali ke kondisi pulih, akan lebih baik lagi bila Lentera Indonesia juga mulai menyediakan pelayanan serupa terhadap penyintas kekerasan seksual berjenis kelamin laki-laki. 104