BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teoritis Teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teori mengenai perceived service value, corporate brand image, dan repurchase intention. 2.1.1 Pemasaran (Marketing) Pemasaran merupakan ujung tombak perusahaan. Dalam dunia persaingan yang semakin ketat, perusahaan dituntut agar tetap bertahan hidupdan berkembang. Oleh karena itu seorang pemasar dituntut untuk memahami permasalahan pokok dibidangnya dan menyusun strategi agar dapat mencapai tujuan perusahaan. Berikut ini beberapa pengertian mengenai pemasaran menurut pada ahli (Sunyoto, 2013:18-19): • Menurut Stanton, “marketing is a total system business designed to plan, price, promote and distribute want satisfying products to target market to achieve organizational objective.” Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan. • Menurut Kotler, “marketing is a social and managerial process by which individuals and groups obtain what they need and what through creating, offering, and exchanging products of value of with other.” Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana sesorang atau kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai. • Menurut Swastha, pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang, jasa, ide kepada pasar sasaran agar dapat mencapai tujuan organisasi, sedangkan menjual adalah ilmu dan seni memengaruhi pribadi yang dilakukan oleh penjual untuk mengajak orang lain agar bersedia membeli barang atau jasa yang ditawarkan. Aktivitas pemasaran sangat penting artinya untuk mencapai tujuan perusahaan, karena aktivitas pemasaran diarahkan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan sehingga produk dan jasa yang ditawarkan itu cocok, serta menentukan dan memilih pasar sasaran dan menciptakan pertukaran yang memungkinkan perusahaan mencapai laba yang diharapkan. Adapun pengertian pemasaran menurut Kotler dan Keller (2012:5), “marketing is a societal process by which individuals and groups obtain what they need and want through creating, offering, and freely exchanging products and services of value with others.” Pemasaran adalah suatu proses sosial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran nilai produk dan jasa secara bebas dengan orang lain. Berdasarkan definisi pemasaran menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah kegiatan manusia yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan melalui proses pertukaran dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Pemasaran juga adalah kegiatan perusahaan dalam membuat rencana, menentukan harga, promosi serta mendistribusikan barang dan jasa. 2.1.2 Tujuan Pemasaran Tujuan pemasaran adala hmembuat penjualan tidak diperlakukan lagi. Penjualan dan iklan hanyalah bagian dari bauran pemasaran yang lebih besar, seperangkat sarana pemasaran yang bekerja sama untuk memuaskan kebutuhan pelanggan dan menciptakan hubungan dengan pelanggan. Tujuan akhir pemasaran adalah membantu organisasi mencapai tujuannya. Tujuan utama dalam perusahaan adalah mencari laba. Sedangkan tujuan lainnya adalah mendapatkan dana yang memadai untuk melakukan aktivitas-aktivitas sosial dan pelayanan public (Kotler dan Armstrong, 2012:6). 2.1.3 Manajemen Pemasaran Perusahaan memerlukan berbagai cara untuk dapat mengatur kegiatan pemasarannya agar sesuai dengan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan, dengan demikian diperlukan suatu pengaturan atau manajemen dalam hal ini adalah manajemen pemasaran. Menurut Kolter dan Keller (2012:5), “marketing management as the art and science of choosing target markets and getting, keeping, and growing customers through creating, delivering, and communicating superior customer value.” Manajemen pemasaran merupakan seni dan ilmu pengetahuan dalam menentukan target pasar dan bagaimana mendapatkan, menjaga, dan menubuhkan pelanggan, dengan cara menciptakan, menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai-nilai. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen pemasaran merupakan suatu seni dan ilmu dalam memilih pasar yang dituju dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan melakukan analisis, perencanaan, penerapan, dan pengendalian program dengan harapan agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Melihat definisi tersebut, maka manajemen pemasaran merupakan faktor penting yang harus perusahaan kuasai agar perusahaan mampu bersaing dengan kompetitor dalam menjalankan aktivitas produksinya. 2.1.2 Nilai (Value) Nilai dalam bahasa Yunani adalah axia yang berarti berharga, namun ada perbedaan konsep antara harga dan nilai dalam Bahasa Indonesia. Nilai bermakna sesuatu yang memiliki elemen yang berkualitas sehingga merupakan sesuatu yang didambakan orang, dan nilai tidak dikaitkan dengan harga. Nilai (value) merupakan sebuah konsep yang bersifat kompleks, spesifik pada sebuah konteks dan dinamis. Penafsiran konsep nilai berbedabeda tergantung bidangnya. Untuk di bidang pemasaran sendiri, berikut penjelasan konsep nilai: Gan et al (2005) dalam Kittilertpaisan dan Chanchitpreecha (2013) mendefinisikan istilah "value" sebagai penilaian berdasarkan preferensi pelanggan. Sweeney dan Soutar (2001) dalam Kittilertpaisan dan Chanchitpreecha (2013), mendefinisikan consumer value atau nilai konsumen sebagai preferensi yang dirasakan guna mengevaluasi atribut produk, atribut kinerja dan konsekuensi suatu produk. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan hal yang terkandung di suatu produk atau jasa, dimana nilai inilah yang dicari oleh pelanggan demi memenuhi kebutuhannya. 2.1.3 Perceived Value 2.1.3.1 Pengertian Perceived Value Mosavi dan Ghaedi (2012) menjabarkan perceived value sebagai tingkatan sejauh mana konsumen merasa pengorbanan dan pengeluaran yang diberikan telah sesuai dengan manfaat yang dirasakan oleh konsumen itu sendiri. Menurut Cronin et al dalam Kittilertpaisan dan Chanchitpreecha (2013), perceived value atau nilai yang dirasakan merupakan penilaian konsumen terhadap utilitas suatu produk, yaitu apa yang diterima dan apa yang diberikan. Stonewall dalam Kittilertpaisan dan Chanchitpreecha (2013), mendefinisikan perceived value atau nilai yang dirasakan sebagai fungsi dari fitur produk, kualitas, pengiriman, layanan dan harga. Ia juga menambahkan bahwa "nilai selalu ditentukan oleh konsumen sendiri dari segi cara, waktu, dan khasiat" dan "nilai adalah persepsi, pandangan, atau kesalahpahaman terdiri dari komponen yang terukur." Perceived value adalah bentuk komprehensif dari evaluasi konsumen mengenai suatu produk atau layanan. Selanjutnya, Mokhtar et al (2005) dalam Kittilertpaisan dan Chanchitpreecha (2013) mendefinisikan value sebagai "fungsi keseluruhan dari kualitas dan harga produk dan jasa perusahaan dibandingkan dengan pesaing." Menurut Kotler dan Keller (2012:173), perceived value (nilai yang dirasakan) adalah selisih antara evaluasi calon konsumen atas semua manfaat ekonomis, fungsional, dan psikologis yang diharapkan oleh konsumen atas tawaran pasar tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa perceived value adalah penilaian konsumen terhadap produk atau jasa sebelum terjadi pembelian. 2.1.3.2 Perceived Service Value Menurut penelitian yang dijalankan oleh Krickl dan Geertshuis (2012), perceived service value merupakan variable pengembangan dari perceived value dimana seluruh faktor yang membentuk perceived value difokuskan pada perusahaan yang terfokus pada jasa dibandingkan barang. Menurut Auka (2012), perceived service value telah menjadi sebuah elemen penting yang dapat mendongkrak kepuasan serta loyalitas pelanggan. Pembelian berulang akan terbentuk saat pelanggan merasa pelayanan yang diberikan sesuai dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan oleh konsumen. 2.1.3.4 Dimensi Perceived Service Value Menurut Sheth et al dalam Krickl dan Geershuis (2012) dijelaskan dimensi dari perceived service value meliputi: 1. Functional Value Dimensi ini menjelaskan nilai yang didapatkan oleh seseorang karena kinerja dari pelayanan sesuai dengan apa yang diharapkan. Pelayanan yang handal dan cepat merupakan cerminan dari functional value yang baik. 2. Epistemic Value Epistemic Value merujuk pada aspek kejutan atau keunikan dan originalitas dari sebuah pelayanan. Kapasitas yang dimiliki perusahaan akan menimbulkan keingintahuan dari konsumen 3. Image Image menyangkut sejauh mana pelayanan yang diberikan menunjukkan kredibilitas yang tinggi serta mampu mewakilkan citra perusahaan saat ini. 4. Emotional Value Dimensi ini menjelaskan mengenai nilai perasaan yang muncul setelah penggunaan sebuah produk. Perasaan senang dan nyaman yang muncul sebagai efek dari pelayanan yang diberikan merupakan ciri-ciri emotional value. 5. Price Ratio Dimensi ini menjelaskan nilai yang didapatkan berdasarkan keuntungan yang dirasakan oleh seseorang karena fungsi sebuah produk yang cukup bertahan lama, atau sejauh mana sebuah produk memang sesuai dengan manfaat yang diberikan. 6. Social Value Dimensi ini menjelaskan mengenai nilai yang didapatkan dari sebuah produk dalam memenuhi kebutuhan seseorang sesuai dengan konsep atau gaya hidup orang tersebut. 2.1.4 Corporate Brand Image Corporate image dalam penelitian ini akan membahas mengenai sejauh mana citra dari sebuah perusahaan dilihat oleh khalayak. Corporate image penting untuk diteliti karena citra yang kuat dapat membantu perusahaan untuk berkembang lebih baik. 2.1.4.1 Pengertian Corporate Brand Image Menurut Gregory (2011:63), corporate brand image merupakan kombinasi dampak terhadap observer dari semua komponen-komponen verbal maupun visual perusahaan baik yang direncanakan ataupun tidak atau dari pengaruh eksternal lainnya. Menurut Bravo et al., dalam Veljkovic (2011): “Corporate image is defined as the “overall impression” left in the customers’ mind as a result of accumulative feelings, ideas, attitudes and experiences with the organization, stored in memory, transformed into a positive/negative meaning, retrieved to reconstruct image and recalled when the name of the organization is heard or brought to ones’ mind.” Artinya adalah corporate brand image didefinisikan sebagai kesan secara umum yang terekam di benak konsumen sebagai hasil akumulasi perasaan, pikiran, sikap, dan pengalaman mereka dengan organisasi, tersimpan dalam memori, diubah menjadi buah pikiran yang positif atau negatif, berfungsi ketika konsumen berusaha mengingat kembali dan merekonstruksi ingatan ketika mendengar nama organisasi tersebut. Definisi yang lebih luas mengenai citra perusahaan diungkapkan oleh Adbel-Salam et al. (2010) yaitu kesan secara umum yang tertinggal di benak konsumen sebagai hasil dari kumpulan perasaan, ide, sikap dan pengalaman dengan perusahaan yang disimpan dalam ingatan. Maka dapat diambil pengertian umum dari citra perusahaan atau corporate image, yaitu hasil evaluasi dalam diri seseorang berdasarkan pengertian dan pemahaman terhadap rangsangan yang telah diolah, diorganisasikan dan disimpan dalam benak seseorang mengenai suatu perusahaan dengan tujuan untuk mengetahui secara pasti apa yang ada dalam setiap pikiran individu mengenai perusahaan tersebut, bagaimana mereka memahaminya dan apa yang mereka sukai atau tidak sukai dari perusahaan tersebut. Suatu corporate image dapat berjalan stabil dari waktu ke waktu atau sebaliknya, bisa berubah dinamis, diperkaya oleh jutaan pengalaman dan berbagai jalan pikiran asosiatif, setiap orang bisa melihat citra suatu objek berbeda-beda tergantung pada persepsi yang ada pada dirinya mengenai perusahaan tersebut, atau sebaliknya citra bisa diterima relatif sama pada setiap anggota masyarakat, ini yang biasa disebut opini publik. 2.1.4.2 Manfaat Corporate Brand Image Perusahaan sebagai sumber terbentuknya citra perusahaan memerlukan berbagai upaya yang harus dilakukan. Informasi yang lengkap dari perusahaan dimaksudkan sebagai informasi yang dapat menjawab kebutuhan. pemahaman yang berasal dari suatu informasi yang tidak lengkap menghasilkan citra yang tidak sempurna. Menurut Harrison dalam Suwandi (2010: 4) informasi yang lengkap mengenai citra perusahaan meliputi empat elemen sebagai berikut: 1. Personality Keseluruhan karakteristik perusahaan yang dipahami publik sasaran seperti perusahaan yang dapat dipercaya, perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial. 2. Reputation Hal yang telah dilakukan perusahaan dan diyakini publik sasaran berdasarkan pengalaman sendiri maupun pihak lain seperti kinerja keamanan transaksi sebuah bank. 3. Value Nilai-nilai yang dimiliki suatu perusahan dengan kata lain budaya perusahaan seperti sikap manajemen yang peduli terhadap pelanggan, karyawan yang cepat tanggap terhadap permintaan maupun keluhan pelanggan. 4. Corporate Identity Komponen-komponen yang mempermudah pengenalan publik. 2.1.4.3 Jenis-Jenis Corporate Image Menurut Jefkins dalam Soemirat dan Ardianto (2010:117), ada beberapa jenis citra (image) yang dikenal di dunia aktivitas hubungan masyarakat, dan dapat dibedakan satu dengan yang lain sebagai berikut: 1. Citra Cermin (mirror image) Pengertian di sini bahwa citra cermin yang diyakini oleh perusahaan bersangkutan terutama para pimpinannya yang selalu merasa dalam posisi baik tanpa mengacuhkan kesan orang luar. Setelah diadakan studi tentang tanggapan, kesan dan citra di masyarakat ternyata terjadi perbedaan antara yang diharapkan dengan kenyataan citra di lapangan, bisa terjadi justru mencerminkan citra negatifnya yang muncul. 2. Citra Kini (current image) Citra merupakan kesan yang baik diperoleh dari orang lain tentang perusahaan atau hal yang lain berkaitan dengan produknya. Berdasarkan pengalaman dan informasi kurang baik penerimaannya, sehingga dalam posisi tersebut suatu pihak akan menghadapi risiko yang sifatnya permusuhan, kecurigaan, prasangka buruk, dan hingga muncul kesalahpahaman yang menyebabkan citra kini yang ditanggapi secara tidak adil atau bahkan kesan yang negatif diperolehnya. 3. Citra Keinginan (wish image) Citra keinginan ini adalah seperti apa yang ingin dan dicapai oleh pihak manajemen terhadap perusahaan, atau produk yang ditampilkan tersebut lebih dikenal, menyenangkan dan diterima dengan kesan yang selalu positif diberikan (take and give) oleh publiknya atau masyarakat umum. 4. Citra Perusahaan (corporate image) Jenis citra ini adalah yang berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan utamanya, bagaimana menciptakan citra perusahaan yang positif, lebih dikenal serta diterima oleh publiknya, mungkin tentang sejarahnya, kualitas pelayanan prima, keberhasilan dalam bidang marketing, dan hingga berkaitan dengan tanggung jawab sosial sebagainya. 5. Citra serbaneka (multiple image) Citra ini merupakan pelengkap dari citra perusahaan di atas,misalnya bagaimana pihak public relation akan menampilkan pengenalan terhadap identitas perusahaan, atribut logo, nama brand, seragam para front liner, sosok gedung, dekorasi lobi kantor dan penampilan para profesionalnya. Semua itu kemudian diunifikasikan atau diidentikkan ke dalam suatu citra serbaneka yang diintegrasikan terhadap citra perusahaan. 6. Citra Penampilan (performance image) Citra penampilan ini lebih ditujukan kepada subjeknya, bagaimana kinerja atau penampilan diri para profesional pada perusahaan bersangkutan. Misalnya dalam memberikan berbagai bentuk dan kualitas pelayanannya, menyambut telepon, tamu, dan pelanggan serta publiknya, harus serba menyenangkan serta memberikan kesan yang selalu baik. Mungkin masalah citra penampilan ini kurang diperhatikan atau banyak disepelekan orang. Misalnya, dalam hal mengangkat secara langsung telepon yang sedang berdering tersebut dianggap sebagai tindakan interupsi, termasuk si penerima telepon masuk tidak menyebut identitas nama pribadi atau perusahaan bersangkutan merupakan tindakan kurang bersahabat dan melanggar etika. 2.1.4.4 Komponen Utama Corporate Image Walter (1978) dalam Chiu dan Hsu (2010) membagi citra perusahaan menjadi tiga bagian utama yang penting bagi konsumen, yaitu: 1. Citra institusi Citra institusi yaitu sikap konsumen secara umum terhadap perusahaan. a) Citra perusahaan Citra perusahaan yaitu kesan yang terbentuk dari persepsi dimana perusahaan dan seluruh aktivitas sosialnya dipandang sebagai bagian dari masyarakat. b) Citra Toko Citra toko yaitu dimana konsumen membuat penilaian tentang perusahaan dari pengalaman mereka tentang produk dan pelayanannya. 2. Citra fungsional Citra fungsional yaitu citra yang terbentuk melalui aktivitas operasional yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. a) Citra pelayanan Citra pelayanan yaitu persepsi konsumen tentang pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. b) Citra harga Citra harga yaitu kesan konsumen mengenai harga dari produk atau jasa, diskon yang diberikan dan kualitas yang ditawarkan oleh perusahaan. c) Citra promosional Citra promosional yaitu persepsi konsumen mengenai metode promosi yang dijalankan oleh perusahaan. 3. Citra komoditas Citra komoditas yaitu persepsi konsumen mengenai produk yang ditawarkan oleh perusahaan. a) Citra produk Citra produk yaitu persepsi konsumen mengenai produk, penerapan dan kualitas produk. b) Citra merek Citra merek yaitu persepsi konsumen mengenai nama merek perusahaan. c) Citra lini merek Citra lini merek yaitu persepsi konsumen mengenai desain merek, pengemasan dan atribut produk. 2.1.4.5 Corporate Brand Image Menurut Ranjbarian et al (2012), dijelaskan bahwa corporate brand image atau brand image adalah tingkat penilaian tentang seseorang atas sebuah merek dagang. Brand image dapat terbentuk apabila perusahaan dapat meningkatkan kredibilitas dari merek tersebut. Menurut Keller dalam penelitian yang dijalankan oleh Severi (2013:127), citra merek atau brand image dapat didefinisikan sebagai pencitraaan dari sebuah merek yang dibawa masuk ke dalam benak konsumen. Menurut Hsieh, Pan, & Setiono dalam Anwar et al (2011:73-79) citra merek atau brand image membantu konsumen dalam mengenali kebutuhan mereka dan kepuasan mengenai merek, juga membedakan merek dari saingan lainnya memotivasi pelanggan untuk membeli produk dari suatu merek dagang. Menurut penelitian yang dijalankan oleh Low dan Lamb dalam Serrao (2008:22) dijelaskan bahwa semakin dekat dan semakin baik sebuah citra merek, semakin tinggi pula nilai merek dalam pandangan konsumen. 2.1.4.6 Pengukuran Corporate Brand Image Dalam penelitian ini, untuk mengukur brand image, digunakan pengukuran yang diterapkan oleh Jing et al (2014) dimana beliau menggunakan tiga indikator meliputi: 1. Service-related attributes Dalam penelitian ini, product-related attributes mengacu pada keseusaian pelayanan yang diberikan oleh perusahaan atau merek dagang terhadap ekspektasi konsumen maupun dengan pelayanan secara umum yang diberikan perusahaan lain. 2. Benefits Dalam penelitian ini, benefits mengacu pada keuntungan-keuntungan yang didapatkan oleh konsumen dari penggunaan jasa yang diberikan oleh merek dagang atau perusahaan. Benefits juga mengacu pada nilai lebih yang diberikan oleh perusahaan. 3. Attitudes of consumers towards that product or service Dalam penelitian ini, attitudes of consumers towards that product or service mengacu pada sikap positif yang diberikan konsumen kepada merek dagang atau perusahaan serta penilaian positif atas pelayanan perusahaan. 2.1.6 Re-Purchase Intention 2.1.6.1 Pengertian Re-Purchase Intention Menurut Lacey and Morgan dalam Mosavi dan Gheadi (2011), “repurchase intention refers to the individual’s judgement about buying again a designated service from the same company, taking into account his or her current situation and likely circumstances.” Dapat diartikan bahwa miant atau niat pembelian ulang mengacu pada penilaian individu tentang melakukan pembelian ulang atau kembali terhadap suatu layanan yang diberikan sari suatu perusahaan yang sama dengan memperhitungkan atau mempertimbangkan situasi yang ada. Munurut Suryana dan Dasuki (2013), repurchase intention merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap obyek, ketika seorang konsumen memperoleh respon positif atas tindakan masa lalu, dari situ akan terjadi penguatan, dengan dimilikinya pemikiran positif atas apa yang diterimanya memungkinkan individu untuk melakukan pembelian secara berulang. Menurut Rahman et al,. (2014), “repurchase intention is affected by customer satisfaction, and the quality of service offered, are recognized as an important concepts in service industries to maximize the firms' market share and increase its revenue, as well as, bringing down the cost of getting and holding back customers.” Repurchase intention dipengaruhi oleh kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan dan kualitas pelayanan yang didapatkan, yang dimana memang merupakan konsep penting di industri jasa untuk meningkatkan pangsa pasar dan pendapatan perusahaan, dan juga mengurangi biaya-biaya yang diperlukan untuk mengikat pelanggan atau mencari pelanggan baru. Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa, Repurchase Intention adalah pembelian yang pernah dilakukan oleh seseorang individu terhadap suatu barang atau jasa dan akan melakukan pembelian kembali atas barang atau jasa yang sama pada waktu yang akan datang ketika konsumen merasa puas saat mengkonsumsi barang atau jasa tersebut. 2.1.7.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Repurchase Intention Kotler dalam Parastanti et al,. (2014) mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi minat pembelian ulang (Repurchase Intention) konsumen, yaitu: 1. Faktor Psikologis Meliputi pengalaman konsumen mengenai kejadian di masa lalu serta pengaruh sikap dan keyakinan konsumen terhadap suatu produk. Pengalaman konsumen dalam pembelian sebelumnya sangat berpengaruh dalam menentukan sikap dan pengambilan keputusan pembelian setelahnya. 2. Faktor Pribadi Kepribadian dari seorang konsumen akan mempengaruhi persepsi dan pengambilan keputusan pembelian. Produsen perlu menciptakan situasi yang diharapkan oleh konsumen untuk menimbulkan minat pembelian ulang. 3. Faktor Sosial Mencakup faktor kelompok anutan yang merupakan kelompok orang yang mempengaruhi sikap, pendapat, dan perilaku pembelian. 2.1.7.3 Dimensi Re-Purchase Intention Kinnear dan Taylor dalam Effendy dan Kunto (2013) mengemukakan bahwa terdapat empat indikator untuk mengukur minat beli ulang, yaitu : 1. Minat Transaksional Minat transaksional merupakan kecenderungan seseorang untuk membeli produk secara berulang dan mencoba produk lain yang ditawarkan. 2. Minat Eksploratif Minat eksploratif menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut. 3. Minat Preferensial Minat preferensial merupakan minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut, preferensi ini dapat berubah bila terjadi sesuatu dengan produk preferensinya. 4. Minat Referensial Minat referensial adalah kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk kepada orang lain dan membicarakan produk ke kerabat mereka saat terjadi obrolan atau perbincangan yang menyangkut jasa yang ditawarkan perusahaan. 2.2 Kerangka Hipotesis Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut: H4 Perceived Service Value Repurchase Intention - Functional Value Corporate Brand Image -Epistemic Value - Minat Transaksional - Service Related Atributes -Image - Minat Eksploratif H1 -Emotional Value - Benefits H2 - Attitudes of consumers towards that product or service -Price Ratio -Social Value - Minat Preferensial - Minat Referensial H3 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis, 2015 2.3 Rancangan Uji Hipotesis Berikut rancangan uji hipotesis dalam penelitian ini: Tujuan 1 Menurut penelitian yang dijalankan oleh Tu, Li, Chih (2013) dengan judul “An Empirical Study of Corporate Brand Image, Customer Perceived Value and Satisfaction on Loyalty in Shoe Industry” dijelaskan bahwa corporate brand image memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perceived value, Oleh karena itu hipotesis untuk menjawab tujuan pertama penelitian adalah: Ho: Corporate brand image tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perceived service value pada GASIM GROUP Ha: Corporate brand image memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perceived service value pada GASIM GROUP Tujuan 2 Menurut penelitian yang dijalankan oleh Mosavi dan Ghaedi (2012)dengan judul “Role of perceived value in explaining trust and repurchase intention in e-shopping” dijelaskan bahwa nilai yang dirasakan oleh pelanggan yang tinggi akan mendorong minat pelanggan untuk melakukan pembelian berulang. Oleh karena itu hipotesis untuk menjawab tujuan kedua penelitian adalah: Ho: Perceived service value tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap repurchase intention pada GASIM GROUP Ha: Perceived service value memiliki pengaruh yang signifikan terhadap re-purchase intention pada GASIM GROUP Tujuan 3 Menurut penelitian yang dijalankan oleh Balla dan Ibrahim (2012) dengan judul “Impact of Corporate Brand on Customer’s Attitude towards Repurchase Intention” dijelaskan bahwa brand image secara langsung juga dapat mendorong minat pelanggan untuk kembali membeli produk dari sebuah merek dagang. Oleh karena itu, hipotesis untuk menjawab tujuan ketiga penelitian adalah: Ho: corporate brand image secara langsung tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap re-purchase intention pada GASIM GROUP Ha: corporate brand image secara langsung memiliki pengaruh yang signifikan terhadap re-purchase intention. pada GASIM GROUP Tujuan 4 Ghalandari et al (2013), dengan judul: “The Moderating Effects of Corporate Image on the Relationship between Perceived Justice Dimensions and Consumer Attitudes and Repurchase Intentions from Online Shopping in Iran” dijelaskan bahwa corporate image memang memengaruhi minat pelanggan untuk melakukan pembelian kembali. Selain itu menurut penelitian yang dijalankan oleh Choi dan Kim (2013), dijelaskan bahwa nilai dapat membentuk minat seseorang untuk melakukan pembelian berulang, oleh karena itu hipotesis untuk menjawab tujuan keempat penelitian adalah: Ho: Corporate brand image tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap repurchase intention melalui perceived service value pada GASIM GROUP Ha: Corporate brand image memiliki pengaruh yang signifikan terhadap re-purchase intention melalui perceived service value pada GASIM GROUP